Anda di halaman 1dari 25

MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK

1. NEURITIS OPTIK
Nervus opticus adalah saraf yang membawa informasi visual dari retina ke otak. Nervus
opticus terdiri dari sekitar 1 juta akson yang berasal dari ganglion sel retina. Serat sarafnya
menjadi bermielin saat meninggalkan mata. Nervus opticus bergabung membentuk chiasma
opticum.
Neuritis optik adalah peradangan dari nervus opticus, yang dapat disebabkan oleh:
a. Demielinisasi
 Idiopatik
 Sklerosis multipel
 Neuromyelitis optica (Devic’s disease)
b. Immune mediated

 Neuritis optik setelah infeksi virus


 Neuritis optik setelah imunisasi
 Acute disseminated encephalomyelitis
 Guillain Barre syndrome
 Lupus eritematosus sistemik
c. Infeksi langsung
Herpes zoster, syphilis, tuberculosis, cryptococcosis, cytomegalovirus
d. Granulomatous optic neuropathy

 Sarcoidosis
 Idiopatik
e. Contiguous inflammatory disease

 Peradangan dalam bola mata


 Peradangan intracranial: meningitis, encephalitis

PATOFISIOLOGI
Pada neuritis optik, baik yang dihubungkan dengan sklerosis multipel ataupun yang
idiopatik, dipercaya faktor yang berperan adalah reaksi autoimun. Penelitian pada pasien
neuritis optik dengan sklerosis multipel menunjukkan bahwa lesi demielinisasi pada nervus
optikus serupa dengan lesi sklerosis multipel pada otak, dengan tanda radang.
KLASIFIKASI

a. Neuritis intraokalar atau papilitis yang merupakan peradangan papil saraf optik dalam bola
mata
b. Neuritis retrobulbar yang merupakan radang saraf optik yang terletak di belakang bola
mata.

DIAGNOSA
a. Anamnesa
Pasien dengan sklerosis multipel dapat mempunyai riwayat neuritis optik yang berulang,
dapat ditanyakan apakah pernah terjadi sebelumnya keluhan yang sama. Pada anamnesa
akan didapatkan gejala subjektif :
 Penglihatan turun mendadak dalam beberapa jam sampai hari yang mengenai satu atau
kedua mata. Kurang lebih sepertiga pasien memiliki visus lebih baik dari 20/40 pada
serangan pertama, sepertiga lagi juga dapat memiliki visus lebih buruk dari 20/200.
 Penglihatan warna terganggu.
 Rasa sakit bila mata bergerak dan ditekan, dapat terjadi sebelum atau bersamaan
dengan berkurangnya tajam penglihatan. Bola mata terasa berat di bagian belakang bila
digerakkan.
 Adanya defek lapang pandang.
 Pasien mengeluh penglihatan menurun setelah olahraga atau suhu tubuh naik (tanda
Uhthoff).
 Beberapa pasien mengeluh objek yang bergerak lurus terlihat mempunyai lintasan
melengkung (Pulfrich phenomenon), kemungkinan dikarenakan konduksi yang
asimetris antara nervus optikus.
b. Pemeriksaan
Dilakukan pemeriksaan untuk melihat gejala objektif. Langkah-langkah pemeriksaan:
 Pemeriksaan visus
Didapatkan penurunan visus yang bervariasi mulai dari ringan sampai kehilangan total
penglihatan.
 Pemeriksaan segmen anterior
Pada pemeriksaan segmen anterior, palpebra, konjungtiva, maupun kornea dalam
keadaan wajar. Refleks pupil menurun pada mata yang terkena dan defek pupil aferen
relatif atau Marcus Gunn pupil umumnya ditemukan. Pada kasus yang bilateral, defek
ini bisa tidak ditemukan.
 Pemeriksaan segmen posterior
Pada neuritis optik akut sebanyak dua pertiga dari kasus merupakan bentuk retrobulbar,
maka papil tampak normal, dengan berjalannya waktu, nervus optikus dapat menjadi
pucat akibat atrofi. Pada kasus neuritis optik bentuk papilitis akan tampak edema diskus
yang hiperemis dan difus, dengan perubahan pada pembuluh darah retina, arteri
menciut dan vena melebar. Jika ditemukan gambaran eksudat star figure, mengarahkan
diagnosa kepada neuroretinitis.
c. Pemeriksaan Tambahan
- Tes konfrontasi
- Tes ishihara untuk melihat adanya penglihatan warna yang terganggu, umumnya warna
merah yang terganggu.
d. Pemeriksaan Anjuran
- Untuk membantu mencari penyebab neuritis optik biasanya dilakukan pemeriksaan foto
sinar X kanal optik, sela tursika, atau dilakukan pemeriksaan CT orbita dan kepala.
- Dengan MRI dapat dilihat tanda-tanda sklerosis multipel.

DIAGNOSIS BANDING
- Iskemik optik neuropati
Tidak sakit dengan skotoma altitudinal
- Edema papil
Merupakan edema dari papil akibat peningkatan tekanan intrakranial, biasanya terjadi
bilateral, tajam penglihatan yang normal terkoreksi, refleks pupil yang normal, dan lapang
pandang yang intak kecuali pembesaran bintik buta.
- Ablasi retina
- Oklusi arteri retina sentral
- Obstruksi vena retina sentral
- Toksik neuropati

TERAPI
Terapi steroid digunakan karena mungkin dapat mempersingkat periode akut penyakit,
namun tidak mempengaruhi hasil akhir dari penglihatan. Pada penelitian Optic Neuritis
Treatment Trial di Amerika Serikat, prednisolone oral sendiri tidak meningkatkan kecepatan
kembalinya tajam penglihatan dan meningkatkan resiko terjadinya neuritis optik rekuren.

KOMPLIKASI
Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat permanen.

PROGNOSA
Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap. Pada banyak pasien
neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu sampai 3 minggu setelah onset
penyakit walau tanpa pengobatan. Namun sisa defisit dalam penglihatan warna, kontras, serta
sensitivitas adalah hal yang umum.
Penglihatan akhir pada pasien yang mengalami neuritis optik dengan sklerosis
multipel lebih buruk dibanding dengan pasien neuritis optik idiopatik.
Biasanya visus yang buruk pada episode akut penyakit berhubungan dengan hasil
akhir visus yang lebih buruk juga, namun kadang kehilangan persepsi cahaya pun dapat
diikuti dengan kembalinya visus ke 20/20. Hasil akhir visus yang buruk juga dihubungkan
dengan panjangnya lesi yang terkena, khususnya jika terlibatnya nervus dalam canalis
optikus. Tiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang tidak sempurna dan
memperburuk penglihatan

2. ABLASIO RETINA

Istilah “ablasio retina” (retinal detachment) menandakan pemisahan retina sensorik


dari epitel pigmen retina. Terdapat tiga jenis utama ablasio retina, yaitu: ablasio retina
regmatogenosa, epitel retina traksi (tarikan), dan ablasio retina eksudatif.
Ablasio retina (retinal detachment) adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan
sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih
melekat erat dengan membran Brunch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina
tidak terdapat suatu perlengketan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga
merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis.
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel akan
mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan yang menetap.
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi
0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika Serikat adalah
12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun
Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia 40-50%,
operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%. Ablasio retina
lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-anak dan remaja
lebih banyak karena trauma.

PATOFISIOLOGI
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga
vesikel optik embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat
berpisah :
 Jika terjadi robekan pada retina, sehingga vitreus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio regmatogenosa).
 Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
seperti pada retinopati proliferatif pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional).
 Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat proses
eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina eksudatif)
Ablasio retina idiopatik (regmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan retina
atau lubang retina. Sering terjadi pada miopia, pada usia lanjut, dan pada mata afakia.
Perubahan yang merupakan faktor prediposisi adalah degenerasi retina perifer (degenerasi
kisi-kisi/lattice degeration), pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah
retina tertentu, cedera, dan sebagainya.
Perubahan degeneratif retina pada miopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.
Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah koroid senil akan menyebabkan berkurangnya
perdarahan ke retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi pada miopia karena teregangnya dan
menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan ini terutama terjadi di daerah ekuator, yaitu
tempat terjadinya 90% robekan retina. Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10
sampai 15 tahun lebih awal daripada mata emetropia. Ablasi retina delapan kali lebih sering
terjadi pada mata miopia daripada mata emetropia atau hiperopia. Ablasi retina terjadi sampai
4% dari semua mata afakia, yang berarti 100 kali lebih sering daripada mata fakia.
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata miopia satu dasawarsa lebih
awal daripada mata normal. Depolimerisasi menyebabkan penurunan daya ikat air dari asam
hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan terjadi pencairan
sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan kaca kehilangan konsistensi
dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca tidak menekan retina pada epitel
pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan kaca menarik perlekatan vireoretina.
Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah
sklerosis degeneratif. Sesudah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada
gerakan mata bahkan akan lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan
menyusup di bawah retina sehingga neuroepitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.12

KLASIFIKASI
Klasifikasi ablasio retina berdasarkan etiologinya, terdiri atas :
 Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan
pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina.
Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui
robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan
terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran
api (fotopsia) pada lapangan penglihatan.
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya karena
dapat mengangkat makula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio retina bila
dilepasnya retina mengenai makula lutea.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat
dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.
Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-
kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil terlihat adanya defek aferen
pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila
telah terjadi neovaskular glaukoma pada ablasio yang telah lama.

 Ablasio retina tarikan atau traksi


Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada
badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes mellitus
proliferatif, trauma dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.

 Ablasio retina eksudatif


Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat di
bawah retina dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat
keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini disebabkan
penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai
berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya
berkurang atau hilang.

DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Gejala yang sering dikeluhkan pasien, adalah:
- Floaters (terlihat benda melayang-layang), yang terjadi karena adanya kekeruhan di
vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu
sendiri.
- Fotopsia/ light flashes (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya di sekitarnya, yang
umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap.
- Penurunan tajam penglihatan. Pasien mengeluh penglihatannya sebagian seperti
tertutup tirai yang semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat
terjadi penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.
b. Pemeriksaan oftalmologi
- Pemeriksaan visus, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya
makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea
ikut terangkat.
- Pemeriksaan lapangan pandang, akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir
dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada
lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia.
- Pemeriksaan funduskopi, yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio
retina dengan menggunakan binokuler indirek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini
ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina.
Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat
akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi
retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda
karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait
pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan
mengambang bebas.
c. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta
antara lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
- Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan untuk
mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti
proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler. Selain itu ultrasonografi juga
digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif
misalnya tumor dan posterior skleritis.
- Scleral indentation
- Fundus drawing
- Goldmann triple-mirror
- Indirect slit lamp biomicroscopy

PENATALAKSANAAN
Prinsip Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk melekatkan kembali lapisan
neurosensorik ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan
pembedahan, pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara:

a. Retinopeksi pneumatik
Retinopati pneumatik merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina
regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik
pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus.
Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh
gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga
dilekatkan dengan kryopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus mempertahankan
posisi head precise selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan
retina.

b. Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama
tanpa disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung
lokasi dan jumlah robekan retina. Sabuk ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon
padat. Pertama-tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk memperkuat perlengketan antara
retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi
tekanan pada robekan retina sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan
retina ini akan menyebabkan cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2
hari.

c. Vitrektomi
Vitrektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat
diabetes, ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan
instrumen hingga ke cavum melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan
pemotong vitreus. Teknik dan instrumen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio.

DIAGNOSIS BANDING
- Retinoschisis degeneratif, yaitu degenerasi peripheral tipikal sering ditemukan pada orang
dewasa, berlanjut dan meninggi 2-3 mm posterior ke ora serrata. Daerah yang degenerasi
tampak adanya gelembung dan paling mudah diamati adanya depresi skleral. Kavitas
kistoid pada lapisan pleksiform luar mengandung hyalorinidase-mukopolisakarida sensitif.
Komplikasi yang diketahui dari degenerasi kistoid yang tipikal adalah koalesensi dan
ekstensi kavitas dan peningkatan kearah retinoskisis degenerasi tipikal. Gejala fotopsia
dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi vitreoretinal. Defek lapangan pandang
jarang.
- Choroidal detachment, gejala fotopsia dan floaters tidak ada karena tidak ada traksi
viteroretinal. Defek lapangan pandang ada pada mata dengan detachment choroidal yang
luas.

KOMPLIKASI
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling
umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau
persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula.
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi,
maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitreoretinopati proliferatif, PVR). PVR
dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lebih lanjut.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung luasnya robekan retina, jarak waktu terjadinya ablasio,
diagnosisnya dan tindakan bedah yang dilakukan.
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai makula
atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan berhasil melekatkan
kembali retina perifer, maka hasil penglihatan sangat baik. Jika makula lepas lebih dari 24
jam sebelum pembedahan, maka tajam penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih
sepenuhnya.

3. OKLUSI ARTERI RETINA SENTRAL

Hilangnya penglihatan yang tiba-tiba, memberat, dan tanpa nyeri pada salah satu mata
merupakan karakteristik dari oklusi arteri retina sentral. Retina akan menjadi opaque dan
edema, khususnya dibagian kutub posterior dimana serabut saraf dan sel-sel ganglion menjadi
tebal. Oklusi arteri retina sentral adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah retina sentral.
Tempat tersumbatnya arteri retina sentralis biasanya di lamina kribrosa.
Arteri retina sentral yang merupakan cabang dari arteri oftalmika hanya menyebabkan
iskemia pada retina bagian dalam dan biasanya hanya mengenai satu mata saja. Oklusi ini
akan menyebabkan berkurangnya suplay oksigen pada daerah yang dari arteri yang
mengalami oklusi tersebut, sehingga dapat menyebabkan kebutaan yang permanen.

Oklusi arteri retina sentralis biasanya terjadi pada usia tua atau usia pertengahan.
Kehilangan penglihatan secara tiba-tiba, berat dan tanpa didahului oleh rasa sakit adalah
karakteritik oleh oklusi arteri retinal sentralis Merupakan kasus kegawatdaruratan
oftalmologi. Keterlambatan penanganan akan mengakibatkan kehilangan penglihatan
permanen.

ETIOPATOGENESIS OKLUSI ARTERI RETINA SENTRAL


Oklusi arteri retina sentral terjadi akibat dari trombosis pada lamina sklerosis,
mungkin berasal dari arteriosklerosis komplikasi, atau dari kejadian emboli. Saat retina
menjadi iskemik, retina akan membengkak, dan kehilangan transparan. Penyumbatan arteri
retina sentral dapat disebabkan oleh:

 Emboli, merupakan penyebab penyumbatan arteri retina sentral yang paling sering.
Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari penyaklit emboli jantung, nodus-
nodus reuma, carotid plaque atau emboli endokarditis.
 Radang arteri

 Spasme pembuluh darah, disebabkan oleh antara lain pada migren, overdosis obat,
keracunan alkohol, tembakau, kina atau timah hitam.

 Akibat terlambatnya pengaliran darah retina yang terjadi pada peninggian tekanan
intraokular, stenosis aorta atau arteri karotis.

 Giant cell artritis

 Kelainan hiperkoagulasi

 Trauma

DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Kelainan ini biasanya mengenai satu mata, dan terutama mengenai arteri pada daerah
masuknya di lamina kribrosa. Keluhan pasien dengan oklusi retina sentral dimulai dengan
penglihatan kabur yang hilang timbul (amaurosis fugaks), dengan tidak disertai rasa sakit dan
kemudian gelap menetap.
Ataupun dengan keluhan penglihatan tiba-tiba gelap, dimana tanda ini terjadi bila
oklusi hanya terdapat pada salah satu cabang di batang utama dari a. Retina sentral tetapi
sebelumnya terdapat riwayat amaurosis fugaks tanpa terlihatnya kelainan pada mata luar.
b. Pemeriksaan fisis
Ketajaman penglihatan berkisar antara menghitung jari dan persepsi cahaya pada 90%
mata pada saat pemeriksaan awal. Penurunan visus yang berupa serangan-serangan yang
berulang dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit spasme pembuluh atau emboli yang
berjalan. Terkadang visus menjadi baik kembali bila spasmenya menghilang.
Defek pupil aferen dapat muncul dalam beberapa detik setelah sumbatan arteri retina
Reaksi pupil menjadi lemah dengan pupil anisokoria. Defek pupil ini biasanya timbul
mendahului kelainan fundus selama satu jam. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat
seluruh retina berwarna pucat akibat edema dan gangguan nutrisi pada retina.
Terdapat gambaran berupa sosis pada arteri retina akibat pengisian arteri retina yang
tidak merata. 25% mata dengan sumbatan arteri retina sentral memiliki arteri-arteri silioretina
yang merupakan anastomose antara a. Retina sentral dan a. siliaris yang tidak mengenai
makula sehingga daerah makula masih dapat melihat maka daripada itu ketajaman
penglihatan sentral masih dapat dipertahankan.
Sesudah beberapa jam retina akan tampak pucat, keruh keabu-abuan yang disebabkan
edema lapisan dalam retina dan lapisan sel ganglion. Pada keadaan ini akan terlihat gambaran
merah ceri (cherry red spot) pada makula lutea.
Hal ini disebabkan tidak adanya lapisan ganglion di makula, sehingga makula
mempertahankan warna aslinya. Lama-kelamaan papil warnanya pucat dan batasnya kabur.
Secara klinis, kekeruhan retina menghilang dalam 4-6 minggu, meninggalkan sebuah diskus
optikus pucat sebagai temuan okular pertama.

DIAGNOSIS BANDING OKLUSI ARTERI RETINA SENTRAL


 Sumbatan vena retina sentralis
 Retinopati akibat oklusi karotis

PENATALAKSANAAN OKLUSI ARTERI RETINA SENTRAL


Saat ini tidak terdapat pengobatan yang memuaskan untuk memperbaiki penglihatan
pada pasien dengan sumbatan arteri retina sentralis. Hal ini disebabkan kerusakan retina
irreversibel ternyata terjadi setelah 90 menit sumbatan total arteri retina sentralis, sehingga
hanya tersedia sedikit waktu untuk memulai terapi. Oleh karena itu oklusi arteri retina
sentralis merupakan kegawatdaruratan mata yang harus ditangani secara cepat. Untuk
menurunkan tekanan bola mata dapat dengan :
 Mengurut bola mata sehingga bola mata menjadi lembut, tekanan intraokuler menurun dan
arterinya mengembang lagi.
 Asetazolamid (500 mg IV) bisa ditambahkan timolol 0,5%
 Paracentesis bilik mata depan juga dapat dilakukan dengan tujuan yang sama.
Untuk menginduksi vasodilatasi retina dan meningkatkan PO2 di permukaan retina
maka pasien dapat diberikan campuran oksigen 95% dan karbondioksida 5% secara inhalasi
melalui masker selama 10 menit setiap 2 jam pada waktu bergiat dan setiap 4 jam pada
malam hari selama 48 jam. Dapat pula dilakukan dengan bernafas dengan menggunakan
kantong kertas.
 Vasodilator pemberian bersama dengan antikoagulan. Akan tetapi antikoagulan sistemik
biasanya tidak diberikan.
 Steroid bila di duga terdapatnya peradangan. Maka dari pada itu pada pasien dengan
oklusi arteri retina sentralis setelah melewati penanganan kegawatdaruratan harus melalui
pemeriksaan lengkap terutama sedimentasi eritrosit guna menyingkirkan kemungkinan
penyebab berupa giant cell arteritis, bila hasil pemeriksaan mengarah pada arteritis
temporal maka harus diberikan kortikosteroid dosis tinggi, hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya oklusi arteri retina sentral pada mata yang sebelahnya. Biasanya
didapatkan pada pasien usia di atas 55 tahun.

PROGNOSIS
Secara umum prognosis pada oklusi srteri retina sentralis kurang begitu bagus hal ini
disebabkan oleh karena kerusakan retina yang irreversibel hanya berlangsung dalam 90
menit. Namun tidak menutup kemungkinan terjadinya perbaikan visus, bergantung pada letak
dan lamanya oklusi.

4. OKLUSI VENA RETINA


Oklusi vena retina adalah blokade dari vena kecil yang membawa darah keluar dari
retina. Oklusi vena retina diklasifikasikan berdasarkan lokasi di mana obstruksi terjadi.
Obstruksi vena retina pada saraf optik diklasifikasikan sebagai oklusi vena retina sentral, dan
obstruksi pada cabang vena retina diklasifikasikan sebagai oklusi vena retina cabang. Dua
klasifikasi ini memiliki perbedaan dan kemiripan pada patogenesis dan manifestasi klinis.
Sementara itu, oklusi vena retina secara umum dibagi lagi menjadi tipe iskemik dan
noniskemik.
Klasifikasi anatomis dari oklusi vena retina dibagi berdasarkan gambaran funduskopi
pada mata dan termasuk ke dalam tiga grup utama tergantung letak lokasi oklusi vena, yakni:
 Oklusi vena retina cabang (BRVO)
Terjadi ketika vena pada bagian distal sistem vena retina mengalami oklusi, yang
menyebabkan terjadinya perdarahan di sepanjang distribusi pembuluh darah kecil pada
retina
 Oklusi vena retina sentral (CRVO)
Terjadi akibat adanya trombus di dalam vena retina sentral pada bagian lamina cribrosa
pada saraf optik, yang menyebabkan keterlibatan seluruh retina.
 Oklusi vena hemiretinal (HRVO)
Terjadi ketika blokade dari vena yang mengalirkan darah dari hemiretina superior maupun
inferior, yang
Penyebab lokal dari oklusi vena retina adalah trauma, glaukoma, dan lesi struktur
orbita. Akan tetap sangat penyebab lokal ini sangat jarang terjadi pada oklusi vena retina
cabang. Perlu diperkirakan adanya toxoplasmosis, Behçet syndrome, sarcoidosis okuli, dan
macroaneurysm jika hal ini tampak pada oklusi vena retina cabang.
Proses sistemik juga dapat menyebabkan oklusi vena retina, di antaranya adalah
hipertensi, atherosklerosis, diabetes mellitus, glaukoma, penuaan, puasa,
hypercholesterolemia, hyperhomocysteinemia, SLE, sarcoidosis, tuberculosis, syphilis,
resistensi protein C (factor V Leiden), defisiensi protein C dan S, penyakit antibodi
antiphospholipid, multiple myeloma, cryoglobulinemia, leukemia, lymphoma, Waldenstrom
macroglobulinemia, polisitemia vera, dan sickle cell disease.

PATOGENESIS
Patogenesis dari oklusi vena retina dipercaya mengikuti prinsip dari trias trombogenesis
Virchow, yakni adanya kerusakan pembuluh darah, stasis, dan hiperkoagulabilitas. Kerusakan
dari dinding pembuluh darah retina akibat arterioklerosis mengubah komposisi dari aliran
darah pada vena yang berdekatan, yang menimbulkan stasis, trombosis, dan oklusi. (new
england). Oklusi vena retina sentral terjadi akibat adanya bekuan darah pada vena utama yang
menyalurkan darah dari mata. Ketika vena mengalami hambatan, aliran balik menyebabkan
darah tersebut bocor ke retina, yang akhirnya menyebabkan malfungsi dari retina dan
penurunan ketajaman penglihatan.
Penyakit inflamasi juga dapat menyebabkan adanya oklusi vena retina dengan
mekanisme tersebut. Akan tetapi, bukti dari adanya hiperkoagulabilitas pada pasien oklusi
vena retina sangat tidak konsisten. Walaupun penelitian individual telah melaporkan adanya
hubungan antara oklusi vena retina dan hyperhomocysteinemia, mutasi faktor V Leiden,
defisiensi dari protein C atau S, mutasi gen prothrombin, dan antibodi anticardiolipin, sebuah
penelitian meta-analysis dari 26 penelitian mengusulkan bahwa hanya hyperhomocysteinemia
dan antibodi anticardiolipin yang memiliki hubungan independen yang signifikan dengan
oklusi vena retina.

FAKTOR RESIKO
Faktor risiko dari oklusi vena retina antara lain:
 Atherosclerosis
 Diabetes Mellitus
 Hipertensi
 Penyakit mata lainnya, seperti glaukoma, edema makula, maupun perdarahan vitreous

DIAGNOSIS
Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak tanpa nyeri. Gambaran
klinisnya bervariasi dari perdarahan retina kecil-kecil yang tersebar dan bercak cotton-wool
sampai gambaran perdarahan hebat dengan perdarahan retina superfisial dan dalam, yang
kadang-kadang dapat pecah ke dalam rongga vitreous. Pasien biasanya berusia lebih dari 50
tahun, dan lebih dari separuhnya mengidap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
kardiovaskuler. Glaukoma sudut terbuka kronik harus selalu disingkirkan. Dua komplikasi
utama yang berkaitan dengan oklusi vena retina adalah penurunan penglihatan akibat edema
makula dan glaukoma neovaskuler akibat neovaskularisasi iris.
a. Oklusi vena retina cabang
Temuan oftalmoskopi pada oklusi vena retina cabang akut (BRVO) adalah perdarahan
superfisial, edema retina, dan sering kali terjadi gambaran cotton-wool spot pada salah
satu sektor di retina yang diinervasi oleh vena yang rusak. Oklusi vena cabang umumnya
terjadi pada persilangan arteri dan vena. Kerusakan makula menentukan derajat penurunan
penglihatan. Jika oklusi tidak terjadi pada persilangan arteri dan vena, harus
dipertimbangkan kemungkinan adanya peradangan. Usia rata-rata pasien yang menderita
oklusi vena cabang ini adalah 60-an tahun.

A. Oklusi vena retina cabang superotemporal. B. Angiogram fluorescent menunjukkan adanya


nonperfusi kapiler pada retina yang diinervasi oleh vena yang mengalami obstruksi.
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011

A. Oklusi vena retina hemisferik. Gambar menunjukkan adanya keterlibatan superior dengan
perdarahan intraretina. B. Angiografi fluorescent menunjukkan adanya blokade dari area yang
mendasari pada daerah yang mengalami perdarahan: kemungkinan iskemia minimal. Catatan: zona
avaskuler fovea intak.
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011
Vena yang mengalami obstruksi berdilatasi dan berkelok-kelok, dan seiring dengan
berjalannya waktu, arteri yang bersesuaian dapat mengalami penyempitan dan terselubungi.
Kuadran superotemporal adalah kuadran yang paling sering mengalami kerusakan, yakni
sekitar 63%, sementara oklusi nasal jarang terdeteksi secara klinis. Variasi BRVO didasari
oleh adanya variasi kongenital pada anatomi vena sental yang dapat melibatkan baik setengah
bagian superior maupun setengah bagian inferior retina (oklusi vena retina hemisferik atau
hemisentral).
Temuan histologi menunjukkan bahwa tunica adventitia menjepit arteri dan vena pada
persilangan arteri dan vena. Penebalan dari dinding arteri akan menekan vena sehingga
mengakibatkan terjadinya turbulensi aliran darah, kerusakan sel endotel, dan oklusi
trombosis, trombus ini dapat meluas ke kapiler. Arteri sering mengalami penyempitan
sekunder pada daerah yang mengalami oklusi.

b. Oklusi vena retina sentral


Suatu penelitian histologis menyimpulkan bahwa pada CRVO terdapat mekanisme
yang paling sering, yakni: trombosis dari vena retina sentral dan posteriornya hingga lamina
cribrosa. Pada beberapa kasus, arteri retina sentral yang mengalami atherosklerosis dapat
bergeseran dengan vena retina sentral, menyebabkan adanya turbulensi, kerusakan endotel,
dan pembentukan trombus.
CRVO ringan (non iskemia) dicirikan dengan baiknya ketajaman penglihatan
penderita, afferent pupillary defect ringan, dan penurunan lapang pandang ringan.
Funduskopi menunjukkan adanya dilatasi ringan dan adanya gambaran cabang-cabang vena
retina yang berliku-liku branches dan terdapat perdarahan dot dan flame pada seluruh kuadran
retina. Edema makula dengan adanya penurunan tajam penglihatan dan pembengkakan discus
opticus bisa saja muncul. Jika edema discus terlihat jelas pada pasien yang lebih muda,
kemungkinan terdapat kombinasi inflamasi dan mekanisme oklusi yang disebut juga
papillophlebitis. Fluorescein angiography biasanya menunjukkan adanya perpanjangan dari
waktu sirkulasi retina dengan kerusakan dari permeabilitas kapiler namun dengan area
nonperfusi yang minimal. Neovaskularisasi segmen anterior jarang terjadi pada CRVO
ringan.
CRVO berat (iskemik) biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk,
afferent pupillary defect, dan central scotoma yang tebal. Dilatasi vena yang menyolok;
perdarahan 4 kuadran yang lebih ekstensif, edema retina, dan sejumlah cotton-wool spot
dapat ditemukan pada kasus ini. Perdarahan dapat saja terjadi pada vitreous hemorrhage,
ablasio retina juga dapat terjadi pada kasus iskemia berat. Fluorescein angiography secara
khas menunjukkan adanya nonperfusi kapiler yang tersebar luas.

A. CRVO ringan, noniskemia, terperfusi, pada mata dengan visus 20/40. Dilatasi vena retina
dan perdarahan retina terlihat jelas. B. Fluorescein angiogram menunjukkan adanya perfusi
pada pembuluh kapiler retina.
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011

Gambar. A. CRVO berat, iskemia pada mata dengan visus 1/300. Vena dilatasi dan terdapat
perdarahan retina. Terlihat edema retina menyebabkan corakan warna kuning pada dasar
penampakan fundus dan mengaburkan refleks fovea. B. Fluorescein angiogram
menunjukkan adanya nonperfusi kapiler, yang menyebabkan pembesaran pembuluh darah
retina.
Sumber: American Academy of Ophthalmology 2011

PENATALAKSANAAN
Kebanyakan pasien dapat mengalami perbaikan, walaupun tanpa pengobatan. Akan
tetapi, ketajaman penglihatan jarang kembali ke nilai normal. Tidak ada cara untuk membuka
kembali atau membalik blokade. Akan tetapi terapi dibutuhkan untuk mencegah terjadinya
pembentukan blokade lain di mata sebelahnya.
Manajemen diabetes mellitus, tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol yang tinggi
perlu dilakukan. Beberapa pasien boleh diberikan aspirin maupun obat pengencer darah
lainnya.
Tatalaksana dari komplikasi oklusi vena retina antara lain:
- Pengobatan menggunakan laser fokal, jika terdapat edema makula
- Injeksi obat anti-vascular endothelial growth factor (anti-VEGF) ke mata. Obat ini dapat
menghambat pembentukan pembuluh darah baru yang dapat menyebabkan glaukoma.
Obat ini masih dalam tahap penelitian.
- Pengobatan dengan menggunakan laser untuk mencegah pertumbuhan dari pembuluh
darah baru yang abnormal, yang juga dapat menyebabkan glaukoma
Sheathotomy, teknik bedah untuk memisahkan pembuluh darah yang berdekatan pada
persimpangan arteri dan vena telah dikembangkan untuk mengatasi edema makula dalam
usaha untuk meningkatkan tajam penglihatan. Diseksi dari tunika adventitia dengan
pemisahan arteri dari vena pada persimpangan tersebut di mana oklusi vena retina cabang
terjadi dapat mengembalikan aliran darah vena disertai penurunan edema makula.
Arteriovenous sheathotomy menimbulkan adanya perbaikan sementara dari aliran darah
retina dan cukup efektif dalam menurunkan edema makula. Pembuluh kolateral pada oklusi
vena retina cabang memiliki efek yang positif pada prognosis visual pasien. Argon-laser-
photocoagulation dapat mencegah berkembangnya oklusi dan mengatasi neo-vaskularisasi.
Penggunaan dari triamcinolone acetonide intravitreous telah banyak digunakan untuk
penanganan edema makula yang tidak responsif dengan laser. Dua hingga empat miligram
(0.05 atau 0.1 ml) dari triamcinolone acetonide (Kenalog, Bristol-Myers Squibb) diinjeksi
melalui pars plana inferior di bawah kondisi steril pada pasien rawat jalan. Terapi trombolitik
yang diberikan secara terbatas penggunaannya sehubungan dengan adanya efek samping
yang serius, akan tetapi dapat membantu bila dilakukan injeksi intraokuler.

KOMPLIKASI
Blokade dari vena retina dapat menyebabkan terjadinya gangguan mata lainnya, yakni:
- Glaucoma, yang disebabkan oleh adanya pembuluh darah baru yang abnormal, yang
tumbuh di bagian depan mata
- Edema makula, yang disebabkan oleh kebocoran cairan di retina
PROGNOSIS
Morbiditas penglihatan dan kebutaan pada oklusi vena retina berhubungan dengan
edema makula, iskemia makula, dan glaukoma neovaskuler. Pada gambaran patologis,
didapati adanya pembentukan trombus intralumen, yang dapat dihubungkan dengan kelainan
pada aliran darah, unsur-unsur penyusunnya, dan pembuluh darah yang bersesuaian dengan
trias Virchow. Oklusi vena retina sentral telah disamakan dengan sindrom kompartemen
neurovaskuler pada situs lamina cribrosa maupun akhir dari ujung vena retina yang terletak
pada saraf optik. CRVO tipe noniskemik terdapat pada 75-80% pasien dengan oklusi vena
retina.
Mortalitas dan Morbiditas
Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa pemulihan penglihatan pada penderita oklusi
vena retina sentral amat bervariasi, dan ketajaman penglihatan saat terjadinya penyakit
merupakan prediktor terbaik dari ketajaman penglihatan akhir. Prognosis yang baik dapat
diperkirakan pada pasien dengan riwayat oklusi alami tipe noniskemik. Enam puluh lima
persen pasien dengan ketajaman penglihatan 20/40 akan mendapatkan ketajaman yang sama
atau lebih baik pada evaluasi terakhir. Pada sekitar 50% pasien, ketajaman penglihatan dapat
mencapai 20/200 atau lebih buruk, yang mana pada 79% pasien tampak adanya kemunduran
ketajaman penglihatan pada follow up.
Pada sepertiga pasien dengan oklusi vena retina cabang, ketajaman penglihatan akhir
mencapai 20/40. Bagaimana pun juga, kebanyakan 2/3 dari pasien mengalami penurunan
ketajaman penglihatan akibat edema makula, iskemia makula, perdarahan makula, dan
perdarahan vitreous. Oklusi vena retina sentral noniskemia dapat kembali ke keadaan seperti
semula tanpa adanya komplikasi pada sekitar 10% kasus. Sepertiga pasien dapat berlanjut ke
tipe iskemia, umumnya pada 6-12 bulan pertama setelah terjadinya tanda dan gejala. Pada
lebih dari 90% pasien dengan oklusi vena retina sentral iskemia, tajam penglihatan akhir
dapat mencapai 20/200 atau lebih.

5. KEKERUHAN DAN PERDARAHAN BADAN KACA


Kekeruhan badan kaca kadang-kadang terjadi akibat penuaan disertai degenerasi
berupa terjadinya koagulasi protein badan kaca. Hal ini biasanya disertai dengan pencairan
badan kaca bagian belakang. Akibat bagian depan masih melekat erat maka akan terjadi
gerakan-gerakan bergelombang seperti hujan. Keadaan ini tidak banyak menggangu
penglihatan.
Perdarahan pada badan kaca adalah suatu keadaan yang cukup gawat karena dapat
memberikan penyulit yang mengakibatkan kebutaan pada mata. Perdarahan pada badan kaca
dapat terjadi spontan pada diabetes mellitus, rupture retina, ablasi badan kaca. Kelainan darah
dan perdarahan juga dapat memberikan perdarahan dalam badan kaca. Diabetes mellitus,
hipertensi dan trauma merupakan penyebab utama perdarahan badan kaca. Perdarahan badan
kaca yang disebabkan trauma dapat akibat trauma tumpul atau kontusi jaringan dan suatu
trauma tembus.
Perdarahan badan kaca akan menyebabkan turunnya penglihatan mendadak lapang
pandangan ditutup oleh sesuatu sehingga mengganggu penglihatan tanpa rasa sakit.
Perdarahan dalam badan kaca biasanya cepat sekali menggumpal. Keadaan ini disebabkan
susunan badan kaca disertai terdapatnya bahan seperti tromboplastin di dalam badan kaca.
Pada pemeriksaan fundus tidak terlihat adanya reflex fundus yang berwarna merah
dan sering memberikan bayangan hitam yang menutup retina. Perdarahan dalam badan kaca
akan menyebar sesudah beberapa minggu, dimana kemudian sel darah merah dimakan oleh
sel lekosit dan sel plasma.
Pengobatan berupa istirahat dengan kepala sakit lebih tinggi paling sedikit selama 3
hari. Bila sedang minum obat maka hentikan obat seperti aspirin, anti radang nonsteroid,
kecuali bila sangat dibutuhkan. Darah dikeluarkan dari badan kaca bila terdapat bersama
ablasi retina atau perdarahan yang lebih lama dari 6 bulan, dan bila terjadi glaukoma
hemolitik.
Penyulit dapat terjadi bila terjadi reaksi proliferasi jaringan (retinitis proliferans) yang
akan mengancam penglihatan. Bila terbentuk jaringan parut akan terjadi perubahan bentuk
badan kaca yang dapat mengakibatkan terjadinya ablasi retinitis. Retinitis proliferans bersifat
ireversibel walaupun perkembangan pembuluh darah telah berhenti.

6. AMBLIOPIA TOKSIK
Pada keracunan beberapa obat dapat terjadi kebutaan mendadak. Neuritis optic toksik
dapat terjadi pada keracunan alkohol atau tembakau, timah, dan bahan toksik lainnya.
Biasanya terdapat tanda-tanda lapang pandangan yang berubah-ubah. Pada uremia dapat
terjadi ambliopia uremik di mana penglihatan akan berkurang. Berkurangnya penglihatan
akibat keracunan alkohol mengakibatkan ambliopia alcohol. Hilangnya tajam penglihatan
sentral bilateral, akibat keracunan metilalkohol dan juga akibat gizi buruk.

7. TROMBOSIS ARTERI KAROTIS INTERNA


Penyumbatan pada arteri karotis interna akan menyebabkan gejala gangguan fungsi
jaringan yang diperdarahinya.

8. OKULOPATI ISKEMIK

Okulopati iskemik merupakan suatu sindrom yang terjadi akut akibat oklusi arteri
karotis yang mengakibatkan iskemia seluruh bola mata. Pada mata menyebabkan keluhan
sangat sakit, edema kornea, suar pada caira mata, pupil dilatasi dan atrofi, rubeosiris, katarak,
hipotoni, mikroaneurisma, dan neovaskularisasi.

Emboli merupakan penyebab penyumbatan arteri retina sentral yang paling sering.
Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari penyakit emboli jantung. Nodus-
nodus reuma, carotid plaque atau emboli endokarditis.

9. BUTA SENTRAL BILATERAL

Penglihatan sentral berkurang pada kedua mata dapat terjadi akibat migren
(parasentral), keracunan atau obat (methanol, etil alcohol), degenerasi macula, buta akibat
gerhana matahari, neuritis retrobulbar bilateral, ambliopia nutrisional dan lesi kortikal.

10. HISTERIA DAN MALINGERING

Hysteria ataupun malingering merupakan keadaan dimana pasien berpura-pura sakit,


biasanya untuk menarik perhatian dan untuk bermalas-malasan ataupun untuk mendapatkan
suatu kompensasi gaji dan asuransi. Kadang-kadang memang terdapat keluhan tidak melihat.
Keluhan mata pasien bermacam-macam selain kurang melihat, juga dapat sampai sama sekali
pada satu mata atau kedua mata.

Dikenal ambliopia hysteria. Ambliopia yang terjadi akibat adanya hysteria yang dapat
terjadi pada satu mata, akan tetapi lebih sering mengenai kedua mata. Pada pemeriksaan
didapatkan lapang pandangan yang menciut konsentris, pada pemeriksaan lapang pandang
berulang dan yang lebih karakteristik adalah gambaran seperti spiral selama dilakukan
pemeriksaan lapang pandang. Kadang-kadang disertai dengan gejala rangsangan lainnya
seperti blefarospasme, memejamkan mata, dan lakrimasi. Reaksi pupil normal dengan gejala
lainnya yang tidak nyata.
11. MIGREN

Nyeri kepala sebelah yang dapat juga dirasakan di belakang kedua bola mata yang
berdenyut disertai degan mual, muntah, letih, dan fotofobia. Yang lebih menonjol adalah
fotofobia, yang berlangsung 15-50 menit. Kelainan penglihatan ini mendahului keluhan sakit
kepala.
Pada migren tidak ditemukan kelainan oftalmologik, namun pada mata akan
memberikan gejala gangguan bermacam-macam dan selalu mendahului dengan sakit kepala
sebelah, akan terlihat garis cahaya berkelok-kelok ireguler yang kadang-kadang tepi garis
berwarna terang yang disebut spectrum fortifikasi (pernyataan spectrum).
Keluhan penglihatan dapat berupa kaburnya benda di atas atau di bawah obyek yang
dilihat, kadang juga dengan skotoma sentral. Pada migren dapat ditemukan gangguan lapang
pandang hemianopsia lateral, yang sering disertai dengan garis-garis bersilang terang yang
bergerak cepat pada skotoma lapang pandangan yang disebut skotoma skintilans.
Terapinya adalah dengan istirahat di tempat gelap pada saat serangan migren dan
cegah pemakaian obat pencetus sakit kepala seperti obat kontrasepsi. Koreksi kelainan
refraksi yang ada. Gejala dapat diringankan dengan memberikan aspirin dan ergotamine
tartrat pada saat serangan.
Migren klaster merupakan nyeri kepala sebelah yang disertai dengan gejala
hipersekresi glandula lacrimalis. Sedang migren oftalmik merupakan kelumpuhan saraf mata
yang terutama perifer saraf ke III sementara yang kemudian menetap dan disertai dengan
migren.

12. RETINOPATI SEROSA SENTRAL


Retinopati serosa sentral adalah suatu keadaan lepasnya retina dari lapis pigmen epitel
di daerah macula akibat masuknya cairan melalui membrane bruch dan pigmen epitel yang
inkompeten.
Retinopati serosa sentral dapat bersifat residif. Biasanya dijumpai pada penderita laki-
laki berusia antara 20 sampai 50 tahun. Didapatkan pada perempuan hamil dan pada usia di
atas 60 tahun.
Akibat tertimbunnya cairan di bawah macula akan terdapat gangguan fungsi macula
sehingga visus menurun disertai metamorfopsia, hipermetropia dengan skotoma relative dan
positif (kelainan pada uji Amster kisi-kisi). Penglihatan biasanya diantara 20/20 sampai
20/80. Dengan uji Amster terdapat penyimpangan garis lurus disertai dengan skotoma.
Berkurangnya fungsi macula terlihat dengan penurunan kemampuan melihat warna.
Pada funduskopi akan terlihat terangkatnya retina dapat sangat kecil dan dapat seluas
diameter papil. Lepasnya retina dari epitel pigmen akibat masuknya cairan dari subretinal ini
dapat dilihat dengan pemeriksaan angiografi fluoresen.
Biasanya retinopati serosa sentral akan menyembuh setelah kira-kira 8 minggu dengan
tidak terdapatnya lagi kebocoran. Pada keadaan ini cairan subretina akan diserap kembali dan
retina akan melekat kembali pada epitel pigmen tanpa gejala sisa subjektif yang menyolok.
Pada macula masih dapat terlihat gambaran perubahan pada epitel pigmen.
Pengobatan retinopati serosa sentral adalah dengan melihat letak kebocoran yang
kadang-kadang tidak perlu dilakukan segera fotokoagulasi. Bila terjadi penurunan visus
akibat gangguan metabolism macula maka dapat dipertimbangkan fotokoagulasi. Umumnya
kelainan ini menghilang dengan sendirinya setelah 6 sampai 8 minggu, biasanya akan hilang
total setelah 4 sampai 6 bulan.

13. AMAUROSIS FUGAKS

Buta sekejap satu mata yang berulang. Gelap sementara selama 2 sampai 5 detik yang
biasanya mengenai satu mata pada saat serangan dan normal kembali sesudah beberapa menit
dan jam, disertai dengan gangguan kampus segmental tanpa rasa sakit dan terdapatnya gejala-
gejala sisa. Monocular amaurosis fugaks dapat terjadi akibat hipotensi ortostatik, spasme
pembuluh darah, aritmia, migren retina, anemia arthritis dan koagulopati.
Hilangnya penglihatan ini jarang total dan dapat merupakan gejala dini obstruksi
arteri retina sentral. Amaurosis fugaks merupakan tanda yang paling sering pada insufisiensi
arteri carotis atau terdpatnya emboli pada arteri oftalmik retina.
Pada amaurosis fugaks biasanya tidak ditemukan kelainan fundus karena pendeknya
serangan. Pada fundus tidak terdapat kelainan dan kadang-kadang terlihat adanya plak putih
atau cerah atau suatu embolus di dalam arteriol. Beda dengan dengan TIA (trancient iskemik
attack) adalah pada TIA dapat mengenai kedua mata. Diagnosis banding adalah dengan
migren, papiledema, myopia, anemia, polisitemia, hipotensi, dan kelainan darah.
Pengobatan penyakit karotis dengan aspirin 325 mg dan berhenti merokok. Control
diabetes atau hipertensi sebagai penyebab. Pada penyakit jantung aspirin 325 mg 4x sehari
dengan pertimbangan bedah jantung dan control semua resiko yang berhubungan dengan
arteriosklerosis. Biasanya diberi salisilat dan obat untuk mobilisasi sel darah.
14. UVEITIS POSTERIOR / KARAOIDITIS
Peradangan lapis koroid bola mata yang dapat dalam bentuk :
 Koroiditis anterior, radang koroid perifer
 Koroid areolar, koroiditis bermula di daerah macula lutea dan menyebar ke perifer
 Koroiditis difusa atau diseminata, bercak peradangan koroid tersebar di seluruh
fundus okuli.
 Koroiditis eksudatif, koroiditis disertai bercak-bercak eksudatif
 Koroiditis juksta papil
Gejala dan gambaran klinis
 Penglihatan kabur terutama bila mengenai daerah sentral macula, bintik terbang
(floater), mata jarang menjadi merah,
 Pada mata akan ditemukan kekeruhan di dalam badan kaca, infiltrate dalam retina
 Edema papil, perdarahan retina, dan vascular sheating.
Penyebab
Toksoplasmosis, trauma, pasca bedah, dan defisiensi imun. Penyulit yang dapat timbul
adalah glaukoma, katarak, dan ablasi retina.

Anda mungkin juga menyukai