Anda di halaman 1dari 9

BUDAYA BETAWI

NAMA ANGGOTA :

NI LUH RIANA OCTAVIANI (18C10052)

NI KADEK RIKA ZENI PRANAWATI (18C10053)

PUTU RONANZA PRETYNDA (18C10054)

DEWA AYU SHINTA SURYANINGRUM (18C10056)

NI PUTU SINTYA MELINIKA DEWI (18C10057)

NI MADE SRI ARI RATIH (18C10058)

NI KADEK SRI RAHAYU (18C10059)

DEWA AYU PUTU SUKARIANI (18C10060)

I GEDE SURYA DARMA (18C10061)

NI KADEK SWISTARI DWI ARI P. (18C10062)

NI KOMANG TRIANDEWI (18C10063)

V.G.A DAMARRA YUANDARINI (18C10064)

KADEK VITRIA ANGGELA (18C10065)

NI KADEK WINDA LESTARIANI (18C10066)

I KETUT WISMA SASTRAWAN (18C10067)

NI PUTU YENNY JESSICA NOVIANTI (18C10068)

I KADEK YUDI DHARMAWAN (18C10069)

KOMANG YUNITA TRI HANDAYANI (18C10070)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES BALI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat -Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas
Keperawatan Transkultural.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan
terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun
dari para pembaca selalu kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Akhirnya, harapan kami mudah-mudahan makalah yang sederhana ini ada manfaatnya
khususnya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca.amin.

Denpasar, 28 Oktober 2018


Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang.....................................................................................................
1.2  Rumusan Masalah................................................................................................
1.3  Tujuan Penulisan..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Budaya Keluarga Betawi......................................................................................
2.1.1 Nilai-nilai yang dianut masyarakat Betawi..........................................
2.1.2 Fungsi Keperawatan Keluarga……………………………………….
2.1.3 Aspek budaya betawi yang mempengaruhi kesehatan……………….
2.1.4 Tahapan perkembangan kompetensi budaya……………….………..

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan..........................................................................................................
3.2 Saran.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Budaya Indonesia merupakan kebudayaan yang dapat di artikan sebagai kesatuan dari
kebudayaan seluruh wilayah yang ada di Indonesia. Untuk menumbuhkan rasa cinta Indonesia
dalam rangka mengembalikan jati diri bangsa Indonesia, perlu di galakkan kembali karena
sekarang ini Indonesia sedang mengalami nilai-nilai pergeseran dari kebudayaan lokal, yaitu
kebudayaan asli Indonesia kepada mulainya kecintaan terhadap budaya asing. Dengan majunya
teknologi di mana informasi apa saja bisa masuk dalam kehidupan masyarakat, kita turut pula
mempengaruhi tergesernya nilai-nilai budaya Indonesia ini.

Suku betawi merupakan kebudayaan asli kota Jakarta, perpaduan dari kebudayaan-kebudayaan
yang telah ada sebelumnya karena Jakarta merupakan daerah pesisir sebagai pusat perdagangan.
Maka banyak akulturasi dari berbagai kebudayaan terutama arab, melayu, cina, portugis, dan
belanda.

1.2  Rumusan Masalah


1. Bagaimana budaya keluarga Betawi?
2. Apakah ada budaya betawi yang tidak searah dengan pelayanan kesehatan?
3. Apakah ada budaya yang harus di ganti demi meningkatnya status kesehatan masyarakat ?
1.3  Tujuan Penulisan
1. Untuk memberikan gambaran tentang budaya betawi di Indonesia.
2. Bahwa ada budaya betawi yang harus diganti
2.1  Budaya Keluarga Betawi
2.1.1 Nilai-nilai yang dianut masyarakat Betawi
Keluarga Betawi memiliki pandangan ‘banyak anak banyak rejeki’, pendidikan agama
harus nomor satu, menjadi kebanggaan bagi kaum laki-laki jika memiliki istri lebih dari satu, dan
anak laki-laki harus lebih pandai dari anak perempuan. Keluarga Betawi umumnya memiliki
anak lebih dari tiga.
Penduduk betawi beranggapan bahwa pendatang adalah penjajah yang merebut rumah
dan kebun mereka, padahal mereka menjual tanah dan kebun untuk menghidupi keluarga mereka
sendiri. Keluarga Betawi umumnya berkelompok beberapa generasi dalam satu rumah, rumah
besar disekat-sekat, atau bersebelahan dengan saudara lain. Keluarga Betawi memiliki rasa
gotong royong yang tinggi, kompak dalam menghadapi persoalan anggota keluarganya, tetepi
dalam membela anggota keluarga tersebut acapkali tidak berdasarkan pertimbangan logis, lebih
pada pertimbangan perasaan dan kedekatan kekerabatan.

2.1.2 Fungsi Keperawatan Keluarga


Dari tinjauan sejarah sampai saat ini, praktik keperawatan keluarga dipengaruhi oleh
nilai-nilai ajaran pra-Islam, budaya Jawa, budaya Sunda, budaya Cina, Nasrani dan Islam.
Praktik menggunakan orang pintar masih mendominasi dalam menolong anggota keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan. Bila beberapa kali dibawa ke dukun tidak sembuh, biasanya
baru dibawa ke petugas kesehatan. Sela ke dukun mereka juga pergi ke sinse atau kyai yang
dianggap mampu mengobati gangguan kesehatan.
Dukun beranak adalah sebutan untuk dukun yang diangga ahli dalam menolong
persalinan. Dukun anak adalah sebutanuntuk dukun yang ahli mengurut anak. Keterampilan para
dukun diturunkan kepada anak cucunya, namun ada yang berguru atau mendapat ilham dalam
mimpi yang disebut dukun tiban.
Intervensi keperawatan keluarga melalui pendekatan keperawatan transkultural dilakukan
dengan strategi sebagai berikut:
1.      Mempertahankan budaya Betawi yang mendukung kesehatan setiap anggota keluarga, misalnya
praktik nuju bulan dapat mengingatkan ibu yang sedang mengandung bahwa persalinannya
sudah dekat serta meningkatkan gizi ibu dan anggota keluarga lain termasuk tetangga.
2.      Melakukan negosiasi untuk memilih budaya Betawi yang lebih menguntungkan kondisi
kesehatannya saat ini, misalnya perempuan Betawi yang sedang mengandung pantang makan
yang amis-amis seperti ika karena khawatir bila nanti melahirkan air ketubannya amis. Ibu hamil
memerlukan protein tinggi, maka sumber protein yang amis tersebut dapat diganti dengan
sumber protein yang tidak amis, misalnya ayam, tahu, tempe atau daging sapi.
3.      Melakukan restrukturisasi budaya Betawi yang tidak merugikan kesehatannya. Misalnya kaum
pria Betawi dewasa umumnya merokok walaupun yang bersangkutan menderita penyakit paru
kronik seperti tb paru atau asma. Perawat menganjurkan untuk berhenti merokok dan
memantaunya secara periodic, sehingga suatu saat klien memiliki budaya baru yaitu tidak
merokok.
2.1.3 Aspek budaya betawi yang mempengaruhi kesehatan
Ada beberapa aspek budaya di kalangan masyarakat terhadap kesehatan masyarakat
Betawi. Contohnya:
1.      Masyarakat Betawi melarang perempuan Betawi yang sedang mengandung pantang makan yang
amis-amis seperti ikan karena khawatir bila nanti melahirkan air ketubannya amis. Sedangkan
Ibu hamil memerlukan protein tinggi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti
pisang, nanas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan
masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo,1993).
2.      Di masyarakat Betawi juga berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting
karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat
badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan
kesehatan si bayi.
3.      Kaum pria Betawi dewasa umumnya merokok walaupun yang bersangkutan menderita penyakit
paru kronik seperti tb paru atau asma.
2.1.4 Tahapan perkembangan kompetensi budaya

Pertama Pahami bahwa budaya bersifat dinamis


Hal ini merupakan proses kumulatif dan berkelanjutan
Hal ini di pelajari dan dibagi dengan orang lain
Perilaku dan nilai budaya ditunjukkan oleh masyarakat
Budaya bersifat kreatif dan sangat bermakna dalam hidup
Secara simboli terlihat dari Bahasa dan interaksi
Budaya menjadi acuan dalam berfikir dan bertindak
Kedua Menjadi peduli dengan budaya sendiri
Proses pemikiran yang terjadi pada yang lain tetapi dalam bentuk atau arti berbeda
Nilai budaya ditafsirkan secara internal
Nilai budaya tidak selalu tampak kecuali jika mereka berbagi secara sosial dengan
orang lain dengan budayanya sehari-hari
Ketiga Menjadi sadar dan peduli dengan budaya orang lain terutama klien yang diasuh oleh
perawat sendiri
Budaya menggambarkan keyakinan bahwa banyak ragam budaya yang ada sudah
sesuai dengan budayanya masing-masing
Penting untuk membangun sikap saling menghargai perbbedaan budaya dan
apresiasi keamanan budaya
Mengembangkan kemampuan untuk bekerja dengan yang lain dalam konteks
budaya, diluar penilaian etnosentris

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Indonesia memiliki ragam budaya. Kebudayaan di Indonesia berbeda dari pulau satu
dengan lainnya, hingga setiap daerah itu sangatlah berbeda. Dari cara berbicara, perilaku,
berpakaian, dan sebagainya. Budaya ini ialah hal yang harus dilestarikan. Agar Indonesia tetap
memiliki ciri khas daerah.
3.2 Saran
Budaya ialah kebiasaan yang dimana bisa menunjang status kesehatan dan merugikan
status kesehatan.. Jika dapat menujang status kesehatan, petugas kesehatan seharusnya dapat
mendukung budaya tersebut..Jika tidak dapat menujang status kesehatan, petugas kesehatan
dapat merubah atau bernegosiasi budaya tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Betawi
https://books.google.co.id/books?
id=LKpz4vwQyT8C&pg=PT31&lpg=PT31&dq=kebudayaan+betawi+dengan+lesehatan&sourc
e=bl&ots=gk1-
IR5jkh&sig=9oeWPtd0zBjf6wQXsTT4bGj4bHs&hl=en&sa=X&ved=zahUKEwia64rs3sPeAhU
ItY9KHVQtA9oQ6AEwEXoECAAQAQ#v=onepage&q=kebudayaan%20betawi%20dengan
%20kesehatan&f=true
http://hildafitrimediana.blogspot.com/2014/11/aspek-budaya-betawi-yang-mempengaruhi.html

hhtps://scribd.com/doc/289156791/Budaya-Betawi-Pengaruh-Terhadap-Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai