PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
C.TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
قال لي ر سو ل ا هلل صال هلل عليه و سلم ا تق ا هلل حيشما كنت و ا تبع ا لسية ا حسنة,عن ا بي زرر ضي عنه قال
2. Sumber Riwayat
Abu Dzar masuk islam berawal ketika saudaranya bernama Anis al-
Ghiffari pulang dari Mekah, Anis menceritakan bahwa ia bertemu dengan
seorang Nabi (maksudnya Nabi Muhammmad Saw.) yang menyebarkan
agama yang ajarannya sama seperti yang diperjuangkan Abu Dzar selama ini,
yaitu mewajibkan orang-orang kaya mengeluarkan sebagian hartanya untuk
dibagi-bagikan kepada orang-orang kafir miskin dan mengecam orang-orang
yang tidak peduli dan tidak memperhatikan nasib orang-orang lemah,
seperti anak yatim dan fakir miskin. Menanggapi informasi yang disampaikan
saudaranya itu, kemudian Abu Dzar datang ke Mekah menemui Nabi
Muhammad Saw. Dan mengucapkan dua kalimat syahadat secara terang-
terangan di dekat Ka’bah, padahal sahabat-sahabat yang lain masih
3
sembunyi-sembunyi menyatakan keislamannya, karena takut ancaman
penganiayaan dari kaum kafir musyrik. Dan terbukti setelah ia mengikrarkan
kalimat syahadatnya, ia disiksa oleh kaum kafir musyrik sampai berlumuran
darah. Lalu setelah itu, ia pulang kembali ke kampung halamannya untuk
mendakwahkan dan mengajak sanak keluarga, dan kerabat dekatnya serta
masyarakat untuk masuk Islam.
3. Mukharrijul Hadis
4
gurunya diantaranya Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Qutaibah ibn Said,
dan lain-lain.
Abu Isa at-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam bidang
hadis yang mengetahui seluk-beluk kelemahan dan kelebihan dari periwayat-
periwayatnya, kesalehan dan ketakwaan sehingga terkenal sebagai seorang
yang dapat dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Di samping itu ia juga
terkenal sebagai ahli fikih yang memiliki wawasan luas dan mendalam.
4. Takhrijul Hadis
ا تق هللا حيشما كنت و خا لق ا لنا س بخلق حسن و اٍزا عملت سية فا عمل حسنة غحها
5
Dan ikutilah kejahatan itu dengan kebaikan niscaya ia akan menghapusnya.
Dan bergaullah terhadap sesama manusia dengan akhlak yang baik.”
6. Fiqhul Hadis
Dilihat dari segi historis social latar belakang lahirnya hadis tersebut
yakni Nabi Saw menyabdakannya terkait dengan konteks perilaku dan sikap
Abu Dzar seorang aktivis pemberdayaan social yang banyak bergelut
memperjuangkan nasib orang-orang lemah, dia ingin sekali tinggal di Mekah
bersama dengan Nabi Saw. Pesan Nabi Saw. Kepada Abu Dzar ini memberi
indikasi bahwa keislaman dan kecintaan kepada Allah dan rasulnya itu tidak
mesti harus di Mekah dan bersama Nabi Saw. Akan tetapi, dimana pun
berada keislaman dan ketakwaan dapat diwujudkan dalam pergaulan, etika
dan interaksi social dengan memperhatikan nasib orang-orang lemah
lainnya. Oleh karena itu, pesan utama sesungguhnya yang bisa ditangkap dari
teks hadis di atas adalah takwa yang diwujudkan dalam etika social tanpa
melupakan tanggung jawab pribadi dan keluarga. Dan itulah sebabnya, Nabi
Saw. Mempertegas hadis selanjutnya dengan mengatakan, dimana pun
engkau berada dan ikutilah perbuatan jahat itu dengan kebaikan dan
bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik. Penegasan ini
berkaitan dengan urusan dan tanggung jawab social kemanusiaan dalam
kehidupan lebih luas dan nyata.
6
yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya
dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan”. (QS. Al-imran : 133-134).
Dari ayat tersebut Allah SWT menjelaskan bahwa yang dimaksut dengan
muttaqin ( orang bertakwa ) adalah mereka yang membelanjakan sebagian
hartanya dalam kondisi lapang dan sempit, yang mampu menahan gejolak
amarahnya, dan memaafkan kesalahan orang lain.
Sabda Rasullullah SAW dalam hadisnya yang lain yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik yang berbunyi :
“ Aku sedang shalat dan aku ingin memanjangkannya, tetapi aku
dengar tangisan bayi. Aku pendekkan shalatku, karena aku maklum akan
kecemasan ibunya karena tangisan itu”.
Dari hadis ini Rasullullah SAW menjelaskan bahwa jika dalam urusan ibadah
bersamaan dengan urusan social yang penting, maka ibadah boleh
diperpendek atau ditangguhkan namun bukan ditinggalkan.
Adapun dilihat dari segi kebahasaan dan penggunaannya dalam Al-
Quran, takwa dari segi etimologi berasal dari akar kata yang berhuruf waw-
qaf-yak(w-q-y) yang mengandung arti memelihara, menjaga, atau melindungi
diri dari segala macam bahaya, siksaan, atau hukuman. Pada hakekatnya,
orang-orang yang terhindar dari api neraka dan siksaan pada hari kiamat
kelak adalah mereka yang bertakwa kepada Allah. Atau bisa dipahami bahwa
takwa itu dapat terwujud melalui proses adanya rasa takut terhadap siksaan
itu sendiri dan rasa takut kepada yang menimpakan siksa yaitu Allah. Takwa
kepada allah adalah menjahui segala larangan-Nya dan melaksanakan
perintah-Nya. Perintah dan larangan Allah ini dapat dikelompokkan kedalam
dua kelompok yakni :
a. Perintah dan larangan yang berkaitan dengan alam raya yang kemudian
disebut sebagai hukum-hukum alam. Misalnya api membakar atau bulan
berputar mengelilingi bumi. Pelanggaran dari hukum alam (sunnatullah) ini
sanksinya akan diperoleh dengan segera didunia.
7
b. Perintah dan larangan yang berkaitan dengan pelaksanaan ajaran agama
yang ditujukan kepada manusia,perintah melaksanakan sholat dan lain-lain.
Pelanggaran hokum terhadap syariat, sanksinya akan dirasakan di akhirat.
Secara etimologis kata takwa merupakan bentuk masdar dari kata ittaqâ –
yattaqiy ( يَتَّقِ ْى-)اتَّقَى, yang berarti “menjaga diri dari segala yang
membahayakan”. Sementara pakar berpendapat bahwa kata ini lebih tepat
diterjemahkan dengan “berjaga-jaga atau melindungi diri dari sesuatu”. Ada
86 ayat yang menyatakan perintah bertakwa, pada umumnya (sebanyak 82
kali) obyeknya adalah Allah, dan hanya 4 kali yang obyeknya bukan Allah
melainkan neraka, hari kemudian, dan siksaan.
8
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
( http://rumahislam.com/ensi/74-ensi-t/660-taqwa.html, 2011).
10