Anda di halaman 1dari 398

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

SMF NON BEDAH

1. Pelayanan Poliklinik Spesialis Anak,Interne,Kardiologi


 Memasukkan Pasien
 Rawat Inap
 Konsultasi Medis
 Dokter Jaga
 Visite
 Memulangkan Pasien
 Kasus Kematian
 Informed Concent
 Pungsi Lumbal
 Kegawatan Pernafasan
 Reaksi Anafilaksis
PELAYANAN POLIKLINIK SPESIALIS ANAK

No. Dokumen No Revisi Halaman


…Komed/RSDY/…/2009 0 1/I
RSU DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ………2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Pelayanan Poliklinik Spesialis adalah pelayanan kepada pasien


yang tidak memerlukan rawat inap dan dilaksanakan di
poliklinik spesialis rawat jalan
2. Tujuan : 1. Meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan
pelayanan medis yang paripurna
2. Mengurangi waiting time ( waktu tunggu ) pasien yang
memerlukan pemeriksaan
3. Memberikan kepuasan kepada pasien dan keluarganya
3. Kebijakan :
4. Prosedur : 1. Pasien mendaftar di loket pendaftaran. Poliklinik buka setiap
hari kerja : Senin – Sabtu, jam 19.00 wita – selesai. Loket
pendaftaran melayani pasien mulai jam 07.30 wita – 19.00
wita.
2. Datang ke poliklinik membawa tanda pendaftaran
3. Diberikan pelayanan medis oleh dokter spesialis anak
( setelah catatan medis datang )
4. Dokter pemeriksa wajib mengisi catatan medis dengan
lengkap.
5. Dokter pemeriksa wajib memberikan penjelasan rinci kepada
pasien tentang penyakit yang diderita atau usulan tindakan
medis yang akan dilakukan.
6. Diberikan terapi yang sesuai dan penjelasan untuk kontrol
kembali bila diperlukan.
5. Unit Terkait : 1. Poliklinik
2. SMF Non Bedah
3. Konsulen Divisi
MEMASUKKAN PASIEN

No. Dokumen No Revisi Halaman


……/Komed/RSDY/…/ 0 1/1
2009

RSU DHARMA YADNYA


Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ………2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Memasukkan pasien adalah proses melakukan rawat inap pasien


atas indikasi
2. Tujuan : Untuk memberikan palayanan kesehatan yang optimal

3. Kebijakan : 1. Semua pasien yang ada indikasi rawat inap harus


dimasukkan ke ruang rawat inap
2. Rawat inap dilakukan di kelas III, kelas II, kelas I , VIP,
sesuai dengan prosedur tetap rawat inap
4. Prosedur : 1. Dokter di UGD atau Poliklinik memberikan infomasi kepada
orang tua /wali pasien bahwa pasien ada indikasi rawat inap
2. Orang tua/wali pasien memilih ruang rawat inap yang
diinginkan, kecuali ada kegawatdaruratan medis,Dokter di
UG /Poliklinik memberikan informasi kepada orang tua/wali
pasien tentang dokter yang akan memberikan pelayanan
kesehatan diruangan sesuai dengan kebijakan diatas
3. Paramedis UGD atau Poliklinik mengantarkan pasien ke
ruang rawat inap
5. Unit Terkait : 1. Dokter Sp.A di UGD/Poliklinik
2. SMF Non Bedah
3. Paramedis
RAWAT INAP
No. Dokumen No Revisi Halaman
……Komed/RSDY/…/2009 0 1/1

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit
STANDAR PROSEDUR ………2009 Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Pelayanan medis terhadap pasien di ruang rawat inap

2. Tujuan : Memberikan pelyanan medis rawat inap secara optimal

3. Kebijakan : Pelayanan medis pasien dikelas III,kelas II,kelas I,dan VIP oleh
dokter spesialis yang merawat
4. Prosedur : 1. Dokter ruangan/ Dokter spesialis melengkapi dokumen catatan
medis setelah pasien berada diruangan.
2. Pasien yang masuk pada saat jam jaga dilaporkan kembali
kepada konsultan dalam laporan pagi kemudian diserahkan
kepada divisi yang sesuai atau dokter yang merawat. Bila
diagnosis belum tuntas, maka direncanakan langkah-langkah
pemeriksaan tertentu dan diagnosis harus sudah ditegakkan
bersama konsultan dalan 2 kali 24 jam, bila diperlukan
diacarakan dalam sidang ilmiah / kasus sukar dalam waktu < 1
minggu
3. Evaluasi pasien disesuaikan dengan hasil visite.

5. Unit Terkait : 1. Dokter Jaga/ Dokter Spesialis


2. Konsultan Divisi
KONSULTASI MEDIS

No. Dokumen No Revisi Halaman


…Komed/ 0 1/1
RSDY/…/2009

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit
STANDAR PROSEDUR ………2009 Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Konsultasi adalah proses permintaan pendapat, saran dan/atau


tindakan medis intra dan inter disiplin sesuai dengan
kebutuhan pasien
2. Tujuan : Memberikan pelayanan medis secara optimal sesuai dengan
kebutuhan pasien
3. Kebijakan : Konsultasi wajib dilakukan kepada disiplin terkait apabila
diketahui terdapat masalah yang menyangkut multidisiplin
4. Prosedur : 1. Konsultasi dilaksanakan secara tertulis ditujukan kepada
disiplin terkait
2. Konsultasi dilakukan dengan menggunakan lembar khusus
rekam medik
3. Dalam konsultasi dicantumkan secara jelas kronologis
pasien, data penunjang dan maksud konsultasi
4. Dicantumkan tanda tangan dan nama terang Dokter yang
meminta konsultasi dan Dokter yang memberi konsultasi.
Bila diperlukan, dokter yang memberi konsultasi
mendampingi dokter yang menjawab konsultasi pada
waktu pemeriksaan agar bisa berdialog
5. Jawaban konsul ditulis dalam lembar khusus rekam medik,
memberikan anjuran pemeriksaan penunjang, terapi, atau
tindakan yang diperlukan
6. Konsultasi dapat dilakukan di ruang rawat inap pasien
atau mendatangi disiplin terkait
7. Konsultasi dapat dalam bentuk konsultasi berencana atau
segera / cito ( sesuai dengan kebutuhan, apakah keadaan
pasien emergency atau tidak)
8. Dalam keadaan atau kasus-kasus tertentu, dapat dibentuk
tim yang terdiri atas beberapa konsultan sesuai dengan
bidangnya
5.Unit Terkait : Disiplin/SMF terkait
DOKTER JAGA

No. Dokumen No Revisi Halaman


…Komed/ 0 1/1
RSDY/….2009

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ……./2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Dokter jaga adalah dokter yang bertugas diluar jam kerja

2. Tujuan : 1. Memberikan pelayanan medis kepada pasien-pasien yang


datang diluar jam kerja
2. Memberikan pelayanan medis terhadap setiap keluhan
pasien-pasien diruangan diluar jam kerja
3. Kebijakan : 1. Dokter jaga SMF Ilmu Kesehatan Anak terdiri dari :
- 1 orang dokter Spesialis Anak
2. Dokter jaga memberikan pelayanan medis kepada pasien baru
dan pasien yang telah dirawat selama jam jaga
3. Dokter jaga wajib mematuhi uraian tugas dokter jaga
4. Prosedur : 1. Dokter jaga melakukan penangnan kasus sesuai dengan
standar palayanan medis ( SPM ) SMF Non Bedah
2. Dokter jaga membuat catatan medik secara rinci sesuai format
3. Rincian tugas :
- Keluhan pasien dilaporkan oleh perawat ruangan kepada
dokter spesialis yang merawat
4. Laporan jaga dilakukan tiap pagi hari dipandu oleh konsultan

5. Unit Terkait : 1. Dokter jaga : Dokter Umum/Dokter Spesialis Anak


2. UGD
3. SMF Terkait
VISITE

No. Dokumen No Revisi Halaman


…/Komed/ 0 1/1
RSDY/……/2009

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ……../2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Visite adalah kunjungan rutin dokter kepada pasien yang dirawat
diruang rawat inap

2. Tujuan : Umum : Memantau perkembangan penyakit pasien


Khusus :
1. Memantau gejala dan tanda klinis yang ada sebelumnya,
gejala dan tanda klinis yang muncul kemudian, aspek sosial
dan tumbuh kembang, nutrisi, serta kenyamanan pasien.
Melakukan tindakan penunjang diagnostik dan konsultasi.
2. Memantau hasil terapi, timbulnya efek samping, dan bila
perlu merencanakan terapi baru/ memberi/ melakukan
prosedur medik terapeutik.
3. Merencanakan tindak pencegahan komplikasi/ kegawat
daruratan yang mungkin timbul.
3. Kebijakan : Setiap visite agar mengikuti prosedur tetap

4. Prosedur : 1. Visite dilakukan setiap hari pada jam 08.00 – 14.00 wita,
bersama-sama dengan perawat ruangan yang bersangkutan.
Apabila ada kegawatan, visite dilakukan segera.
2. Hasil visite ditulis pada lembar catatan medis.
3. Bila dokter yang merawat tidak bisa melaksanakan visite
pada jam yang ditentukan, dan bila visite tersebut dapat
ditunda, dokter yang merawat agar menghubungi kepala
ruangan dan menyampaikan pada jam berapa visite akan
dilakukan. Bila dokter yang bersangkutan berhalangan, agar
dilakukan pendelegasian kepada dokter yang sejajar
kedudukannya, dan pendelegasian tersebut dipermaklumkan
kepada kepala ruangan.
4. Kepala ruangan mempermaklumkan kepada pasien/
keluarganya, bahwa dokter yang merawat berhalangan dan
digantikan oleh dokter pengganti.
5. Untuk pasien baru masuk, kepala ruangan wajib
menghubungi dokter yang merawat, segera setelah
pergantian perawat jaga malam dengan jaga pagi, atau segera
setelah pasien masuk.
5. Unit Terkait : 1. Dokter Umum
2. Dokter Spesialis
3. Perawat ruangan
MEMULANGKAN PASIEN

No. Dokumen No Revisi Halaman


…Komed/RSDY/ 0 1/1
……./2009

RSU DHARMA YADNYA


Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ……../2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Memulangkan pasien setelah dirawat di Rumah Sakit

2. Tujuan : Dapat memulangkan pasien setelah pemberian pelayanan medis


yang optimal
3. Kebijakan : Pasien dipulangkan dari Rumah sakit atas alasan :
1. Sembuh
2. Perbaikan
3. Permintaan sendiri
4. Meninggal
4. Prosedur : 1. Kondisi pasien saat pulang harus dicatat dalam rekam medis
2. Diagnosis penyakit pasien sedapat mungkin harus sudah
jelas
3. Pasien dipulangkan oleh dokter yang merawat kemudian
paramedis menyelesaikan secara administratif. Pasien yang
pulang dianjurkan melanjutkan pengobatan serta kontrol
pada waktu yang ditentukan
4. Pasien yang berkehendak pulang atas permintaan sendiri
harus diberi KIE. Bila gagal, pasien harus menandatangai
surat pulang atas permintaan sendiri, kemudian disarankan
meneruskan pengobatan sampai sembuh
5. Sebelum pasien pulang, keluarga pasien harus
menyelesaikan administrasi keuangan selama perawatan
6. Pasien yang meninggal diatur dalam prosedur tetap kasus
kematian
5. Unit Terkait : 1. Dokter yang merawat/ dokter jaga
2. Perawat ruangan
3. Bagian keuangan ( loket pembayaran )
KASUS KEMATIAN

No. Dokumen No Revisi Halaman


……/Komed/RSDY/..../2009 0 1/1

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR ……/2009
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Pasien-pasien yang meninggal akibat penyakitnya

2. Tujuan : Melakukan tindakan , pencatatan, pelaporan, dan pembahasan kasus


kematian yang terjadi di SMF Ilmu Kesehatan Anak
3. Kebijakan : Semua kasus kematian yang terjadi diruangan agar mendapat
penanganan dan tindakan yang optimal
4. Prosedur : 1. Memberikan informasi kepada keluarga pasien bahwa pasien
telah meninggal dan kemungkinan penyebabnya
2. Membuat kronologis kematian pasien pada rekam medis
Melaporkan kepada konsultan ruangan/ dokter yang merawat
3. Mengisi formulir kematian
4. Koordinasi dengan perawat tentang perawatan jenasah
5. Unit Terkait : 1. Dokter yang merawat/ dokter jaga
2. Perawat ruangan Bagian keuangan ( loket pembayaran )
3. Instalasi Pemulasaraan jenasah

INFORMED CONCERNT
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ……/2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Persetujuan yang diberikan oleh pasien/ keluarga/ wali untuk


dilakukan tindakan medis setelah pasien mendapatkan penjelasan
yang cukup dari dokter mengenai tujuan, sifat dan perlunya
tindakan medis tersebut dilakukan serta resiko yang dapat
ditimbulkannya dan penjelasan itu sepenuhnya telah dimengerti
oleh pasien/ keluarga/ wali
2. Tujuan : Untuk menghindari tuduhan terjadi malpraktek, jika hasil yang
diperoleh tidak sesuai dengan harapan
3. Kebijakan : 1. Semua tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan dari pasien/ keluarga/ wali
2. Di dalam memberikan penjelasan ini seorang dokter harus
tetap menghargai dan memenuhi hak pasien :
- Hak atas penjelasan mengenai penyakit yang
dideritanya, cara menanggulanginya dan
konsekuensinya.
- Hak untuk memberikan persetujuan atau menolak
untuk diperiksa dengan cara tertentu.
- Hak untuk mendapatkan pelayanan/ pengobatan yang
wajar.
- Hak atas kerahasiaan penyakit yang dideritanya.
4. Prosedur : 1. Penjelasan ( Khususnya yang beresiko tinggi ) harus
diberikan oleh dokter, tidak boleh diwakilkan kepada
perawat.
2. Persetujuan diberikan setelah pasien mendapat informasi
yang adekuat dan jelas tentang perlunya tindakan medik yang
bersangkutan serta resiko yang ditimbulkannya. Cara
penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan
tingkat pendidikan serta situasi dan kondisi pasien.
3. Persetujuan tindakan medik harus dilakukan secara tertulis
disaksikan oleh 2 orang saksi dan ditandatangani oleh
pasien/keluarga/wali, saksi dan dokter yang melakukan
tindakan.
4. Dalam keadaan gawat darurat ( life saving ), dokter boleh
bertindak tanpa informed concent dengan persetujuan dokter
jaga konsultan dan Ka. SMF ( yang mewakili )
5. Unit Terkait : 1. Semua dokter Spesialis Anak RSU Dharma Yadnya
DIALISIS PERITONEAL

No. Dokumen No Revisi Halaman


……/Komed/ 0 1/1
RSDY/..../2009

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit
STANDAR PROSEDUR ……2009 Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Dialisis Peritoneal merupakan suatu tindakan memasukkan


cairan dialisa kedalam ruang peritoneum melalui pemasangan
kateter peritoneal sehingga terjadi pertukaran solute dan air
dalam darah dan cairan dialisa dengan cara difusi dan ultrafiltrasi
2. Tujuan : Mengeluarkan zat-zat toxic yang menumpuk dalam darah seperti
ureum, kreatinin, fosfat, kalium, air dan lain-lain akibat
kegagalan fungsi ginjal melalui pertukaran solute dan air dalam
plasma dan cairan dialisa dengan cara difusi dan ultrafiltrasi.
3. Kebijakan : 1. Mengetahui penderita-penderita yang akan dilakukan dialisis
peritoneal
2. Mempersiapkan pasien dan melaksanakan tindakan dialisis
peritoneal dengan baik sehingga pelaksanaan dialisis
peritoneal berjalan lancar dan pengeluaran zat-zat toxic dan
kelebihan cairan dalam darah dapat berlangsung efektif
4. Prosedur : Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh operator antara
lain :
Persiapan :
1. Informed concent
2. Alat dan cairan
- Kateter + Stylet ( peritoneal dialysis catheter baxter
)
- Cairan dialisa : perisolution Otsuka atau Dianeal
1,5 %
( Baxter )
- Mini surgical kit : dissposible syringe 1 ml ; 2,5 ml
dan 5 ml
- Obat-obatan :
 Premedikasi : Diazepam injeksi
 Anestesi lokal : Lidokain 2,5 %
 Substitusi : Larutan Heparin, KCl 7,46 %,
Betadin
- Baju operasi steril
- Handschoen steril
- Masker dan tutup kepala
- Alkohol 70 %, kasa steril, plester
- Doek steril
3. Pasien :
- Periksa dengan teliti daerah abdomen : adanya
infeksi kulit, bekas luka operasi, atau kelainan
organ
- Kosongkan kandung kemih
- Pasang kateter uretral
Pemasangan Kateter :
1. Desinfeksi kulit dengan larutan betadin seluruh daerah
abdomen, supra pubis, genetalia dan paha, biarkan 5
menit, kemudian bersihkan dengan alkohol 70 %
2. Pasang doek steril ( Doek bolong )
3. Menentukan daerah insisi, garis median, 1/3 jarak
umbilikus simpisis ( + 3 jari dibawah umbilicus )
4. Anestesi lokal dengan lidocaine dimulai dari titik insisi
5. sebelum dilakukan insisi, masukkan cairan dialisa
sebanyak 15-20 ml/kg berat badan ( priming) keruang
pertoneal dengan jarum panjang kecil ( spinal tap )
Needle / jarum pungsilumbal) didaerah titik insisi,
kemudian dihubungkan dengan botol cairan dialisa
melalui giving set
6. Buat insisi di tempat yang telah ditentukan, memanjang
garis median + 5 mm
7. Masukkan stylet kateter perlahan – lahan :
- Setelah menembus ruang peritoneum, stylet perlahan
– lahan dikeluarkan sedikit demi sedikit agar bagian
kateter didalam ruang peritoneum aman, kemudian
kateter dimasukkan perlahan-lahan lebih dalam
kedalam kearah sisi pelvis kiri ( paling baik )
atau pelvis kanan, dengan catatan bagian kateter yang
berlubang harus benar-benar ada didalam ruang
peritoneum, untuk mencegah terjadinya infiltrasi
cairan dialisa kedalam jaringan subkutan.
: Bila terasa ada sensasi didaerah pelvis, testis atau
anus, maka hal ini menunjukkan ujung kateter sudah
benar
- Lakukan jahitan fiksasi secara sirkuler dengan
benang sutra disekitar masuknya kateter bagian luar
dan tutup dengan kasa steril
Proses Dialis
1. Siapkan cairan dialisa yang telah dihangatkan dengan
waterbath pada suhu 37-38 ºC
2. Masukkan larutan heparin ( 500 – 1000 U) tiap 1000 ml
cairan dialisat, diberikan selama 3 siklus pertama atau
terus diberikan selama cairan outflow dialisa berwarna
merah/berdarah
3. Pada siklus ( 3-6) pertama tidak diberikan cairan KCI,
kecuali hipokalemia. Bila kadar kalium darah sudah
normal ( <5,5 mEq/L), baru diberikan KCI 3 mEq/L tiap
1000 cc cairan dialisa.
4. Mulai dialysis siklus pertama, tiap siklus selesai dalam 1
jam terdiri dari :
a. Mula – mula cairan dialisa dosisnya 15-20
cc/KgBB, untuk uji pungsi kateter
b. Dosis berangsur-angsur dinaikkan sampai
mencapai 40-50 ml/KgBB untuk neonatus dan
bayi atau 30-40 ml/KgBB untuk anak ( >1 tahun)
c. Total waktu 36-48 jam, bila masih diperlukan
dapat diperpanjang 48 jam lagi
Follow Up
1. Mengukur keseimbangan cairan ( masukkan dan
keluarkan tiap siklus)
2. evaluasi keadaan hidrasi sebelum siklus pertama dimulai
3. Mengukur BB sebelum dialysis ( tanpa pakaian)
4. Bila muntah, mencret atau diuresisi dicatat secara teratur
dan diberikan kembali( tidak menunggu 24 jam), evaluasi
tiap 6 jam
5. Antisipasi penurunan BB setiap hari
6. Pantau tanda vital sebelum dan sesudah setiap siklus
7. Pantau cairan dialisat ( warna, kekeruhan, perdarahan)
untuk melihat tanda – tanda peritonitis.

5. Unit Terkait : Dokter Spesialis


Perawat Ruangan
BONE MARROW ASPIRATION ( BMA)

No. Dokumen No Revisi Halaman


……/Komed/ 0 1/1
RSDY/..../2009

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR …….2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : BMA adalah pengambilan sumsum tulang dengan jalan aspirasi


pada tulang–tulang, antara lain, pada tulang Tibia untuk usia
lahir–2 tahun, pada tulang Spina Illiaka Anterior Superior
( SIAS) untuk semua usia
2. Tujuan : Membuat diagnosa pasti kelainan hematologi dan Onkologi dan
dapat juga untuk pemeriksaan sitogenetik serta biakan kuman
3. Kebijakan : Febris yang berkepanjangan dan penyebabnya belum diketahui
dengan pasti. Setiap penyakit Hematologi dan Onkologi yang
dicurigai berhubungan dengan sumsum tulang dan apabila
etiologinya diduga karena kerusakan sumsum tulang, diharapkan
mengikuti protap
4. Prosedur : 1. Lakukan informed concent terhadap keluarga sebelum
melakukan tindakan
2. Lakukan tindakan secara steril
3. Lokasi Aspirasi :
a. Tulang Tibia : Tusukan dilakukan diantara tuberkel dan
condylus medialis tulang Tibia, 1 cm distal dari
Tuberositas Tibiae
b. Tulang Krista Iliaka anterior : tusukan dilakukan pada ¼
bagian antara Tulang Krista Iliaka Anterior dan Posterior
atau 2,5 cm dibawah batas atas pinggul
4. Cara :
a. Lakukan infiltrasi anestesi lokal pada daerah kulit,
subkutan, otot, hingga priosterium
b. Tusukan jarum aspirasi langsung menembus korteks
tulang sampai terasa tahanan berkurang. Arah tusukan
untuk tulang tibia 45º - 60º dari kulit kearah distal. Untuk
Tulang Krista Iliaka dilakukan tegak lurus terhadap
tulang.
c. Cabut Stylet, hubungkan semprit 10cc dengan jarum
aspirasi, kemudian hisap hingga tampak partikel sumsum
tulang dalam semprit.
d. Cabut semprit dan jarum aspirasi secara bersamaan tekan
tempat aspirasi dengan kapas dan gas steril selama 3-5
menit hingga tak tampak tanda perdarahan.
e. Sumsum tulang yang didapatkan segera diletakkan pada
gelas obyek dan dibuat sediaan hapusan.

5. Unit Terkait : Dokter Spesialis


Patologi Klinik dan Patologi Anatomi
PUNKSI LUMBAL

No. Dokumen No Revisi Halaman


……/Komed/RSDY/..../2009 0 1/1

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ………2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Adalah tindakan yang harus dilaksanakan oleh dokter dan dokter
Spesialis Anak sebagai alat penunjang diagnosis kelainan susunan
saraf pusat ( SSP)
2. Tujuan : Agar dapat melaksanakan pungsi lumbal dengan benar tanpa
menimbulkan komplikasi untuk membantu membuat diagnosis
kasus dengan kelainan susunan saraf pusat
3. Kebijakan : Secara klinis agar dapat membedakan kasus yang boleh atau tidak
boleh dilakukan pungsi lumbal. Dokter residen harus melaporkan
kepada supervisor Divisi Neurologi dengan lisan atau melalui
telpon.
4. Prosedur : 1. Dokter melaksanakan anamnesis dan pemeriksaan fisik
penderita yang dicurigai menderita kelainan SSP
2. Dokter meminta informed consent secara lisan kepada orang
tua / wali / pengantar pasien Bagi dokter yang biasa memakai
tangan kanan agar duduk disebelah kanan penderita dan
sebaliknya bagi yang kidal untuk melaksanakan LP
3. Cairan serebro spinal ( CSS ) ditampung pada botol steril
sebanyak 3 ml dan secepatnya kirim ke laboratorium sehingga
dalam kurun waktu kurang dari 1 jam sudah diperiksa.

5. Unit Terkait : 1. SMF Non Bedah


2. Instalasi Laboratorium
KEGAWATAN PERNAFASAN

No. Dokumen No Revisi Halaman


……/Komed/ 0 1/1
RSDY/..../2009

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ……….2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Kegawatan pernafasan adalah suatu keadaan dimana terjadi


kegagalan pertukaran gas dalam paru, ditandai dengan turunnya
kadar oksigen atau naiknya kadar karbondioksida atau keduanya
dalam darah.
2. Tujuan : Memperbaiki ventilasi sehingga udara bisa mencapai alveoli
( mencegah terjadinya hipoventilasi )

3. Kebijakan : Sebelum tindakan pertolongan perlu dipersiapkan alat-alat untuk


resusitasi ( resusitasi kit ). Perlu diperhatikan karakteristik
peralatan resusitasi yang dipergunakan seperti : ukuran sungkup
yang sesuai, kemampuan untuk mengalirkan oksigen dengan
kadar oksigen sampai 100%, ukuran balon yang memadai.
Disamping itu perlu perlengkapan obat-obatan yang diperlukan.
4. Prosedur : 1. Pengobatan spesifik
Pengobatan ini ditujukan kepada etiologi, pengobatan yang
diberikan sesuai dengan etiologinya.
2. Pengobatan non spesifik
Pengobatan ini harus segera dilakukan untuk mengatasi
gejala-gejala yang timbul agar tidak jatuh kedalam keadaan
yang lebih buruk.
 Terapi oksigen
Cara pemberian oksigen dapat dilakukan dengan cara :
kateter nasal, sungkup muka, incubator, ventilator
 Perbaikan jalan nafas :
- Mencegah sumbatan jalan nafas bagian atas
dengan cara hiperekstensi kepala ( mencegah
lidah jatuh ke posterior
- Pemasangan pipa naso-orofaringeal ( Guedel ).
- Bantuan ventilasi :
- Bantuan nafas mulut ke mulut
- Ventilasi IPPB ( Intermittent Positive Pressure
Breathing ) pasien bernafas melalui sungkup yang
dihubungkan dengan ventilator.
- Ventilasi kendali (ventilasi pasien sepenuhnya
dikendalikan olaeh ventilator ).
 Fisioterapi dada :
Untuk membersihkan jalan nafas dengan melakukan
tepukan-tepukan pada dada, punggung.

5. Unit Terkait : 1. Dokter jaga


2. Dokter konsulen
3. Unit perawatan
REAKSI ANAFILAKSIS

No. Dokumen No Revisi Halaman


……/Komed/RSDY/..../2009 0 1/1

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR …………2009
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Reaksi Anafilaksis adalah suatu kegawatdaruratan sebagai akibat


penyakit alergi. Gejala-gejala hampir selalu meliputi kulit dan
membrane mukosa. Lebih dari 90 % gejala merupakan kombinasi
urtikaria, eritema, pruritus dan angioedema. Gejala juga bisa
mengenai kardiovaskuler, sal. Nafas dan sal. Cerna. Gejala dapat
ringan seperti urtikaria sampai berat & membahayakan jiwa seperti
syok. Gejalanya timbul mendadak beberapa detik sampai beberapa
menit setelah paparan. Pencetusnya umumnya obat-obatan, sengatan
serangga, alergi makanan.
2. Tujuan : Mengenal gejalanya sedini mungkin dan melakukan tindakan yang
cepat dan tepat dengan segera.
3. Kebijakan : Setiap dokter dan paramedis yang praktek dan memberi suntikan
harus mengenal gejala-gejala dan melakukan tindakan dengan cepat
dan tepat.
4. Prosedur : 1. Tidurkan penderita terlentang dalam posisi tungkai bawah 15 -
20° lebih tinggi ( trendelenburg ), pakaian dilonggarkan, jalan
nafas dibuat agar tetap terbuka ( agak ekstensi )
2. Tindakan segera : berikan epinefrin ( 1:1000 ) ( setiap 1ml
larutan mengandung epinefrin base 1 mg ) 0,01 mg/kg/dosis
maksimal 0,3 mg/kali im pada paha 1/3 tengah. Pemberian bisa
diulang 3 kali dengan interval setiap pemberian 20 menit
sampai tekanan darah sistolik 80 – 90 mmHg. Monitor tanda-
tanda vital, berikan O2 100% dan IVFD Ringer Laktat atau
NaCl 0,9% sebanyak 20 ml/kg dalam 30-60 menit. Pemberian
cairan selanjutnya tergantung kondisi pasien.
3. Bila henti nafas beri Ventilasi Tekanan Positif dengan ambu
bag dan O2. Bila henti jantung lakukan kompresi jantung luar.
Lakukan sampai pernafasan dan denyut jantung spontan terjadi.
4. Tindakan Sub Akut : Antihistamin (difenhidramin 12,5 – 25 mg
im/iv ). Kortikosteroid ( Deksametason 0,4 mg/kg IV/IM ), atau
Hidrokortison iv 10-100 mg.
5. Bronkodilator bila terdapat sesak/wheezing diberikan beta 2
agonis ( salbutamol dengan nebulizer ½ respul untuk anak <
5 tahun dan 1 respul untuk anak > 5 tahun dalam 1,5 – 2 ml
NaCl 0,9% ) diberikan bila bronkospasme tidak dapat diatasi
dengan epinefrin .
6. Sodium Bikarbonas 1-2 mEq/kgBB IV pelan-pelan dan
diencerkan, diberikan pada penderita dengan syok lama dengan
tujuan untuk mencegah atau mengatasi asidosis. Tergantung
pada analisa gas darah.
7. Tindakan selanjutnya : Bial gejala-gejala belum bisa diatasi
pndahkan ke ruang intensif, bila gejala menghilang
dipulangkan dan berikan antihistamin, prednison dan bila perlu
salbutamol. Cari penyebabnya dan hindari.

5. Unit Terkait : 1. Dokter yang merawat/dokter jaga


2. Perawat ruangan
3. Dokter anestesi/unit ruang intensif
4. Dokter ahli jantung
5. Dokter ahli paru
TATA LAKSANA GAGAL JANTUNG PADA BAYI DAN
ANAK
No. Dokumen No Revisi Halaman
……/Komed/RSDY/..../2009 0 1/1

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR ….2009
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Gagal jantung adalah sindroma klinis dimana jantung tidak mampu
memompa darah / O2 keseluruh tubuh untuk memenuhi metabolisme
normal dalam tubuh.
2. Tujuan : Melaksanakan diagnose dan tindakan segera untuk memperoleh hasil
maksimal dan tanpa cacat
3. Kebijakan : Setiap dokter jaga dan dokter spesialis mengetahui diagnosis dini
tatalaksana penyakit jantung
4. Prosedur : 1. Kepastian Diagnosis :
1. Anamnese
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
2. Perawatan :
 Bed rest total dengan posisi setengah duduk
 O2 40% 2-4 L/menit
 Restriksi cairan 80% dari kebutuhan normal dengan cairan
rendah garam
 Periksa : Foto Thoraks, EKG, Darah rutin, Serum elektrolit,
analisa gas darah bila kasus berat, gula darah terutama pada
neonatus dan ekokardiografi.
 Koreksi apabila terjadi hipoglikemia, asidosis metabilik dan
anemia
 Cari faktor pencetus seperti : infeksi ( paling sering pneumoni
dan bronkiolitis ) turunkan panas bila ada.
 Pasang ventilator bila edema paru hebat
 Diet tinggi kalori dan rendah garam
 Bila telah stabil dilakukan pemeriksaan ekokardiografi untuk
memastikan penyebab dasarnya bukan faktor kardiak
( jantung )
3. Terapi :
a. diuretik
b. Digitalis :

Usia Dosis total Dosis rumatan


( (
microgram/kgbb/hari ) microgram/kgbb/hari )
Prematur 20 5
Neonatus 30 8
Aterm
Bayi – 2 tahun 40 – 50 10 – 12
Diatas 2 tahun 30 – 40 8 - 10

c. Inotropik :
 Dopamin : 5 microgram / kgbb / menit
 Dobutamin : 2 – 8 microgram / kgbb / menit
 Kombinasi dopamin dengan dobutamin secara bersamaan
dengan dosis yang dikurangi
d. Kaptopril :
Dosis : 0,3 – 3 mg/kgbb/hari dalam 1-3 dosis terbagi
5. Unit Terkait : 1. Dokter Kardiologi Anak
2. Divisi Gawat Darurat / Anestesi
3. Dokter Spesialis anak
TROMBOLISIS INTRA VENA
PADA INFARK MIOKARD AKUT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…../KOMED/RSDY…/2009
RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR PROSEDUR ……/2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Untuk memperbaiki kembali aliran darah pembuluh koroner,


sehingga reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut,
serta mencegah kematian mendadak dengan memantau dan
mengobati aritmia.
2. Tujuan : Melarutkan thrombus baru yang menyumbat arteri koroner pada
serangan infark miokard akut
3. Kebijakan : 1. Penjelasan kepada penderita / keluarga mengenai tujuan, manfaat
dan kemungkinan komplikasi tindakan dan ”informed consent”
tertulis.
2. Pemeriksaan penunjang yang mencakup EKG lengkap, Foto
Rontgen dada, darah rutin, masa perdarahan, masa pembekuan,
APTT, trombosit, fibrinogen, enzim CK dan CKMB, elektrolit.
3. Sediakan monitor EKG, defibrilator dan obat-obat resusitasi
kardiopulmoner
4. Prosedur : 1. Pasang monitor EKG
2. Nitrat 1-2 tablet sublingual sambil melihat perubahan pada
segmen ST.
3. Pasang I.V cath no.22 pada lengan kiri penderita dan hubungkan
dengan buret 100 cc dan botol NaCl 0,9%. Hindari tusukan yang
tidak perlu.
4. Pasang I.V cath no.20 pada lengan kanan penderita, gunakan
untuk mengambil darah atau jalan obat dan hubungkan dengan
Heparin lock jika tidak sedang dipakai.
5. Bila menggunakan recombinant tissue Type Plasminogen
Activator (TPA).
 Gunakan metode akselerasi, yaitu : Bolus 15 mg I.V, lalu
lanjutkan 0,75 mg/kg BB (max 50 mg) dalam drip selama ½
jam dan dilanjutkan 0,50 mg/kg BB (max 35 mg) selama 1
jam.
 Sebelum TPA, berikan Heparin bolus 5000 unit dan
dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam dengan menyesuaikan
dosis agar APTT berkisar 1,5 – 2 kali nilai kontrol.

5. Unit Terkait : Kardiologis dan staf ruang rawat intensif jantung


TROMBOLISIS INTRA KORONER PADA
INFARK MIOKARD AKUT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


....../KOMED/RSDY/…./2009 0 1/1

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR ……/2009
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Memperbaiki kembali aliran darah pembuluh koroner, sehingga


reperfusi dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut, serta
mencegah kematian mendadak dengan memantau dan mengobati
aritmia.
2. Tujuan : Melarutkan thrombus baru yang menyumbat arteri koroner pada
serangan infark miokard akut.
3. Kebijakan : 1. Penjelasan kepada penderita / keluarga mengenai tujuan, manfaat
dan kemungkinan komplikasi tindakan dan ”informed consent”
tertulis.
2. Pemeriksaan penunjang yang mencakup EKG lengkap, Foto
Rontgen dada, darah rutin, masa perdarahan, masa pembekuan,
APTT, trombosit, fibrinogen, enzim CK dan CKMB, elektrolit.
3. Sediakan monitor EKG, defibrilator dan obat-obat resusitasi
kardiopulmoner.

4. Prosedur : 1. Pasang jalan vena.


2. Pasang monitor EKG dan monitor tekanan darah.
3. Bersihkan daerah inguinal dengan larutan Betadine dan alkohol
70%.
4. Infiltrasi anestesi lokal dengan Lidokain.
5. Pasang selongsong kateter (sesuai nomor kateter yang akan
digunakan secara perkutan di dalam arteri femoralis).
6. Masukkan kateter Judgkin kiri / kanan (bergantian) dengan
bantuan kawat pemandu, dorong sampai pembuluh target
terkanulasi. Semprotkan zat kontras sehingga pembuluh koroner
dan lesi tercitra dengan baik. Pencitraan dapat dilakukan pada
berbagai posisi sehingga mendapat gambaran yang paling baik.
Setelah menemukan lesi koroner dimana terdapat obstruksi oleh
trombus, masukkan obat trombolitik melalui kateter tersebut.
7. Bila menggunakan obat Streptokinase :
--> Suntik Streptokinase 20.000 unit melalui kateter. Dilanjutkan
dengan 20.000 unit tiap 5 menit.
--> Setiap 15 menit dilakukan pencitraan koroner. Bila oklusi
belum terbuka, lanjutkan dengan Streptokinase 20.000 unit
tiap 5 menit.
--> Bila sudah masuk 400.000 unit dan oklusi belum terbuka,
obat trombolitik dihentikan.

5. Unit Terkait : -Dokter Spesialis Jantung


-Perawat ICU
ANGIOGRAFI KORONER
PADA INFARK MIOKARD AKUT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…../KOMED/RSDY/…../2009 0 1/1

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR ……./2009
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian Memasukkan media/zat kontras ke dalam suatu rongga (ruang


jantung/pembuluh darah), untuk meyakinkan suatu anatomi/aliran
darah, kemudian merekam/ mendokumentasikannya ke dalam
film/video/CD sebagai data
2. Tujuan 1. Melakukan pencitraan lesi koroner.
2. Menilai fungsi Vki
3. Kebijakan 1. Persetujuan untuk dilakukan tindakan/ inform consent tertulis.
2. Puasa 6 jam sebelum tindakan.
3. EKG dan Rontgen dada.
4. Cek darah rutin, masa perdarahan dan masa pembekuan.
5. Cukur daerah inguinal / fossa bukiti, kompres alkohol 70%.
6. Premedikasi : Fenergan 25 mg bolus I.V, 1 jam sebelum
prosedur.
7. Obat-obat diteruskan seperti biasa, kecuali bila ada pesan khusus
dari dokter kateterisasi.

4. Prosedur 1. Pasang jalan vena.


2. Pasang monitor EKG dan monitor tekanan darah.
3. Bersihkan daerah inguinal/fossa bukiti dengan larutan betadine
dan alkohol 70%.
4. Infiltrasi anesthesi lokal dengan lidokain.
5. Pasang selongsong kateter (sesuai no. Kateter yang akan
digunakan) dengan cara perkutan kedalam arteri femoralis / arteri
brachialis.
6. Masukkan kateter Judgkin kiri / kanan / Sones dengan bantuan
kawat pemandu. Dorong kateter sampai pembuluh target
terkanulasi, lalu semprotkan zat kontras kedalam pembuluh
koroner pada berbagai posisi sehingga tercitra dengan baik.
Prosedur ini dilakukan bergantian untuk koroner kiri dan koroner
kanan dengan kateter tersambung pada monitor tekanan darah.
Catatan :
 Kateter Judgkin digunakan bila pendekatan dari inguinal.
 Sedangkan kateter sones digunakan bila pendekatan dari
fossa kubiti.
7. Selanjutnya masukkan kateter Pig Tail dengan bantuan kawat
pemandu ke dalam Vki. Semprotkan zat kontras dengan bantuan
injektor untuk melihat bentuk dan gerakan Vki dan kelainan kalau
ada.
8. Selama prosedur, penderita diawasi untuk :
i. Sakit dada.
ii. Perubahan EKG.
iii. Perubahan tekanan darah
iv. Gejala-gejala gelisah, pucat, dingin, sesak, muntah, dll.
Sel Selesai prosedur selongsong kateter dicabut, tempat tusukan ditekan
selama ½ jam, diperban lalu ditindih bantal pasir selama 6-8 jam.
Kaki yang bersangkutan tidak boleh dilipat selama itu.
5. Unit Terkait -Dokter Spesialis Jantung
-Perawat ruang ICU
REHABILITASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


….komed/RSDY/../2009 0

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR PROSEDUR ……/2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Rangkaian usaha dalam membantu penyembuhan pasien agar dapat


kembali dengan cepat pada kehidupan normalnya atau mendekati
kondisi seperti sebelum sakit.
2. Tujuan : 1. Memulihkan penderita sesegera mungkin pada kehidupan yang
aktif dan produktif.
2. Memulihkan penderita penyakit kardiovaskuler pada keadaan
fisiolopsi-kososial dan vokasional secara optimal.
3. Mencegah progresifitas proses aterosklerosis atau
mengupayakan regresi pada penderita PJK yang berisiko tinggi
untuk PJK.
4. Menurunkan risiko kematian mendadak atau reinfark dan
menghilangkan angina.

3. Kebijakan : 1. Penderita dirujuk oleh dokter yang merawat atau yang bertugas.
2. Tidak ada kontraindikasi.
3. Telah terjadwal untuk program rehabilitasi.
4. Prosedur : 1. Tim rehabilitasi telah mengevaluasi keadaan penderita sebelum
memberikan program.
2. Lakukan stratifikasi risiko (risiko rendah, sedang atau tinggi).
3. Rehabilitasi dilaksanakan sesuai fase (I, II atau III).

Pada fase I program rehabilitasi diberikan untuk mengatasi akibat


negatif tirah baring (deconditioning), baik oleh karena sakit atau
karena tindakan Pembedahan. Lamanya bervariasi antara 7 – 14
hari. Dipulangkan setelah melalui Uji Latih Jantung dengan Beban
(Predischarge Exersice Test) sasaran penderita mampu berjalan 1,5
km (3 mets).

Pada fase II (Intervensi) program diberikan untuk mengatasi


perkembangan penyakit lebih jauh (progresifitas) dengan diberikan
edukasi / reendukasi terhadap faktor risiko koroner, evaluasi
psikososial (tipe kepribadian), vokasional (adaptasi terhadap
pekerjaan yang sesuai) maupun seksual (matrial). Diharapkan
dalam tempo 4 minggu dan paling lama 8 minggu penderita telah
mampu menyelesaikan program, sasaran penderita mampu berjalan
> 3 Km dalam 30 menit (mets) dan mampu bekerja kembali.

Pada fase III (Pemeliharaan) program diberikan dengan tujuan


memelihara sekaligus mencegah progresifitas malahan mencoba
proses regresi, dengan memberikan latihan terpadu (fisik, mental
dan pengaturan diet) dalam tempo 6 bulan diharapkan proses
regresi telah timbul.

5. Unit Terkait : Dokter Kardiologis bersama dokter rehabilitasi Medik jantung, staf
PRM
2. Ilmu Kedokteran Jiwa
 Konsultasi Jiwa
 Pelayanan Medis Pasien-Pasien Jiwa Di Bangsal Rawat Inap
 Pelayanan Medis Rawat Jalan Di Poliklinik Jiwa
 Audit Medis
 Kasus Kematian
 Dokter Jaga
KONSULTASI JIWA
RSU
DHARMA YADNYA No Dokumen No Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1

Tanggal Terbit Direktur


SPO
Juli 2010
PELAYANAN MEDIS
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Konsultasi dimaksudkan untuk melaksanakan pelayanan secara


terpadu dengan kebutuhan pasien
TUJUAN Memberikan pelayanan medis interdisipliner dan holistik
sesuai kebutuhan pasien
KEBIJAKAN Pasien wajib dilakukan konsultasi kepada disiplin terkait
apabila diketahui terdapat masalah yang menyangkut
multidisiplin.
PROSEDUR 1. Konsultasi dilaksanakan secara tertulis ditujukan
kepada disiplin terkait.
2. Konsultasi dilakukan dengan menggunakan lembar
khusus rekam medik
3. Dalam konsultasi dicantumkan secara jelas kronologis
pasien, data–data penunjang maksud konsultasi dengan
jelas.
4. Dicantumkan tanda tangan dan nama pengirim dan
konsultan.
5. Bila diperlukan agar pengonsul mendampingi
konsultan pada waktu pemeriksaan agar bisa berdialog
6. Jawaban konsul ditulis dalam lembar khusus rekam
medik, memberi anjuran pemeriksaan penunjang,
terapi, atau tindakan yang diperlukan sesuai dengan
disiplin konsultan.
7. Konsultasi dapat dilakukan di bangsal pengonsul ( bed
consult) atau mendatangi disiplin terkait.
8. Konsultasi dapat dalam bentuk konsultasi
elektif/berencana atau segera/ cito ( sesuai dengan
kebutuhan, apakah keadaan pasien emergency atau
tidak)

UNIT TERKAIT RI A, RIB, IGD


PELAYANAN MEDIS PASIEN – PASIEN JIWA DI
BANGSAL RAWAT INAP
RSU
DHARMA YADNYA No Dokumen No Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1

Tanggal Terbit Direktur


SPO
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pelayanan medis pasien – pasien tertentu yang atas indikasi


memerlukan rawat inap di bangsal
TUJUAN Memberikan pelayanan medis rawat inap kepada pasien yang
membutuhkan atas indikasi medis
KEBIJAKAN 1. Semua pasien yang terindikasi harus dilakukan rawat
inap dan diberikan pelayanan medis sesuai kebutuhan.
2. Rawat inap dilaksanakan di bangsal Lely, Rawat Inap
Kelas, bangsal VIP dan VVIP
3. Pelayanan medis rawat inap dilaksanakan oleh dokter
ahli anggota SMF
PEROSEDUR 1. Pasien yang terindikasi rawat inap melalui poliklinik
jiwa/UGD atau dengan pengantar konsulen langsung ke
bangsal yang dituju.
2. Dokter ruangan melengkapi dokumen catatan medis
segera setelah berada di bangsal dan selesai dalam 24
jam
3. Bila diagnosis masih belum tuntas, maka direncanakan
langkah – langkah pemeriksaan tertentu dan diagnosis
harus sudah ditegakkan dalam dua kali 24 jam
( diagnosis kerja)
4. Setiap hari dilakukan pemantauan terhadap kondisi fisik
pasien, tanda – tanda vital, dan hal – hal lain yang
khusus.
5. Sesudah diagnosis ditegakkan, dilakukanpengobatan
yang tepat dan dilakukan pemantauan terhadap kemajuan
pengobatan
6. Kalau diperlukan dilakukan konsultasi terhadap dokter
konsulen ruangan dan atau dokter konsulen divisi
tertentu
7. Pemberian terapi harus rasional dan setelah melalui
pembahasan intern dengan divisi atau konsulen ruangan
8. Dilakukan pembahasan kasus rawat inap tertentu dihadiri
seluruh staf atau menurut keperluan.
UNIT TERKAIT 1. Dokter konsulen ruangan
2. Dokter konsultan

PELAYANAN MEDIS RAWAT JALAN


DI POLIKLINIK JIWA
No Dokumen No Revisi Halaman
RSU DHARMA
YADNYA
………………… ……………… …………/Komed/
… RSDY/..../2009
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Prosedur Pelayanan Medis Yang Diselenggarakan Di Poliklinik


Jiwa
2. Tujuan : Pelaksanaan Pelayanan Medis Kepada Semua Pasien Yang
Datang Berobat Ke Poliklinik Jiwa
3. Kebijakan : 1. Pelayanan Medis Dimulai Pukul 19.00 Sampai selesai
2. Dilaksanakan Oleh Dokter Konsulen
4. Prosedur : 1. Pasien Mendaftar Di Loket Pendaftaran
2. Datang Di Poliklinik Membawa Tanda Pendaftaran
3. Diberikan Pelayanan Medis Oleh Dokter Konsulen Pada
Kasus Khusus ( Setelah Catatan Medis Datang)
4. Bila Diperlukan Dikonsultasikan Ke Divisi Khusus.
5. Dokter Pemeriksa Wajib Mengisi Catatan Medis Dengan
Lengkap
6. Dokter Pemeriksa Wajib Memberikan Penjelasan Rinci
Kepada Pasien Tentang Penyakit Yang Diderita Atau
Usulan Tindakan Medis Yang Akan Dilakukan
7. Diberikan Terapi Yang Sesuai Dan Penjelasan Untuk
Kontrol Kembali Bila Diperlukan.
5. Unit Terkait : 1. Poliklinik
2. Dokter Spesialis Jiwa
3. Konsulen Poliklinik
AUDIT MEDIS
RSU DHARMA
YADNYA
No Dokumen No Revisi Halaman
………………… ……………… …………/Komed/
… RSDY/..../2009
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Adalah pembicaraan kasus – kasus yang dianggap mempunyai


masalah, yang masih belum terdiagnosis dengan jelas.
2. Tujuan : Melakukan pembahasan kronologis pasien – pasien bermasalah
sehingga didapat suatu kesimpulan dan kejelasan terhadap kasus
– kasus tertentu.
3. Kebijakan : Semua kasus bermasalah, multidisiplin, agar dilakukan
pembahasan dan pelaporan
4. Prosedur : 1. Ditetapkan suatu kasus akan dilakukan audit di SMF
2. Konsultasi dengan anggota Tim Audit SMF yang sudah
ditetapkan
3. Melengkapi data – data yang diperlukan sesuai keadaan
untuk dilakukan pembahasan
4. Rapat Audit di SMF dihadiri oleh semua staf, serta bila
dilakukan disiplin terkait.
5. Dokter yang merawat pasien menyampaikan kronologis
pasien
6. Dilakukan pembahasan intensif
7. Dibuat ringkasan dan kesimpulan
8. Membuat laporan hasil audit, disimpan di SMF dan
dilaporkan ke pihak Direksi dan Komite Medik

5. Unit terkait : 1. Dokter yang merawat pasien


2. Disiplin terkait
3. Semua Staf Medis Fungsional
KASUS KEMATIAN

No Dokumen No Revisi Halaman


RSU DHARMA
YADNYA ………………… ……………… …………/Komed/
… RSDY/..../2009

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Pasien – pasien yang meninggal akibat penyakitnya

2. Tujuan : Melakukan tindakan, pelaporan dan pembahasan kasus kematian


yang terjadi di SMF Jiwa
3. Kebijakan : Semua kasus kematian yang terjadi di bangsal agar mendapat
penanganan tindakan yang optimal.
4. Prosedur : 1. Kasus terminal agar mendapat perhatian khusus baik asuhan
maupun tempat yang khusus sesuai dengan kondisi yang
tersedia
2. Melakukan penilaian apakah dalam menghadapi kasus
terminal akan melakukan tindakan sesuai ketentuan standar
3. Memberi penjelasan secara rinci kepada keluarga pasien
tentang kondisi pasien, tindakan yang dilaksanakan sehingga
keluarganya dapat mengerti sepenuhnya
4. Setelah tanda – tanda kematian jelas terlihat maka penjelasan
diulang kembali dan menyampaikan berita tersebut kepada
keluarga pasien
5. Membuat laporan secara rinci bertanggung jawab sehingga
terdapat laporan kronologis pasien sampai dengan
meninggalnya pasien
6. Melaporkan kepada konsulen ruangan atau dokter yang
merawat pasien secepat mungkin bila kondisi pasien dalam
keadaan kritis dan minta advis
7. membuat surat kematian secara lengkap sesuai dengan
format

5. Unit terkait : 1. Dokter ruangan/ dokter jaga


2. Konsulen
3. Bangsal
DOKTER JAGA

RSU DHARMA
No Dokumen No Revisi Halaman
YADNYA
………………… ……………… …………/Komed/
… RSDY/..../2009
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR
……………………
OPERASIONAL
… dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Dimaksudkan Dokter Yang Bertugas Setelah Jam Kerja

2. Tujuan : Memberikan pelayanan medis kepada pasien – pasien yang


datang setelah jam kerja
3. Kebijakan : SMF Jiwa wajib menyiapkan dokter jaga untuk menanangani
pasien – pasien yang datang setelah jam kerja
4. Prosedur : 1. Dibuatkan daftar jaga konsulen, spesialis jiwa
2. Mematuhi uraian tugas dokter jaga
3. Pelayanan medis dilaksanakan di UGD atau tempat yang
dibutuhkan fasilitas alkes yang dibutuhkan tindakan
tertentu
4. Dilakukan standar pelayanan bidang kesehatan jiwa sesuai
kasus
5. Membuat catatan medik secara rinci sesuai format
6. Laporan jaga esok harinya pukul 07.30 – 08.30 wita
7. Melaksanakan follow up pasien rawat inap bersama dokter
bangsal

5. Unit terkait : 1. UGD


2. Spesialis Kejiwaan
3. Standar Prosedur Operasional Ilmu Penyakit Kulit
 Eritrodermi
 Sindrom Steven Johnson
 Nekrolisis Epidermal Toksik
 Pemfigus Vulgaris
 Erisipelas dan Selulitis
 Furunkel
 Varisela
 Herpes Zooster
 Pemfigoid Bulosa
 Dermatitis Hepertiformis
 Epidermolisis Bulosa
 Ulkus Kruris
 Herpes Genitalis
 Gonore
 Infeksi Chlamidia Trachomatis
 Limfogranuloma Venerium
 Ulkus Mole
 Sifilis
 Kandiloma Acuminata
 Tuberkulosis Kutis
 Psoriasis
 Akne Vulgaris
 Melasma
 Freckles
 Vitiligo
 Alopecia Areata
 Alopecia Androgenik
 Penuaan Kulit
 Peeling Kimiawi
 Mikrodermabrasi
 Dermatitis Atopik
 Dermatitis Kontak
 Erupsi Obat
 Urtikaria/Angioudem
 Morbus Hansen
 Reaksi Kusta Tipe I
 Reaksi Kusta Tipe II
 Dermatofitosis
 Pytriasis Versikolor
 Kandidosis Kutis
 Kromoblastomikosis
 Misetoma
 Sporotrikosis
 Fikomikosis Subkutis

ERITRODERMI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit
STANDAR Direktur Utama
PROSEDUR ................
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Kemerahan dengan skuama di seluruh tubuh/ hampir seluruh tubuh. Dapat
disebabkan oleh psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis seboroik,
dermatitis kontak, erupsi obat,
limfoma, pitiriasis rubra pilaris, pemfigus foliaseus dan lain-lain.
2. Tujuan : Mengobati eritrodermi dan mencegah/ mengobati komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
4. Prosedur : 1. Dilakukan pemeriksaan DL, UL, FL, BUN, Serum Kreatinin, LFT,
dan biopsi kulit.
2. Fototorak dan EKG (bila ada indikasi).
3. Diberikan Prednison 30-60 mg/hari, kemudian ditapering.
4. Diberikan CTM 3 x 4 mg / hari atau mebidrolin napadisilat 50
mg/hari atau
5. loratadin 10 mg/ hari atau setirisin 10 mg/ hari bila gatal.
6. Bila ada fokal infeksi diberikan antibiotik: amoksisilin atau
eritromisin atau sesuai
7. dengan tes sensitivitas.
8. Bila disebabkan oleh psoriasis diberikan MTX 15 – 25 mg/minggu
selama 4 - 6 minggu
9. Bila disebabkan oleh limpoma/ sezary dikonsulkan ke penyakit
dalam
10. Bila disebabkan oleh karena dermatitis atopik, setelah sembuh
dilakukan
11. tes tusuk.
12. Bila disebabkan dermatitis kontak, setelah sembuh dilakukan tes
tempel
13. Topikal diberikan oleum olivarum atau krim yang mengandung
hidrokortison 1 %
14. hindari bahan-bahan yang bersifat iritasi
15. Diet tinggi protein dan kalori (TKTP), minum cairan yang cukup,
menjaga
16. Keseimbangan cairan & elektrolit
17. Bila menggigil diberikan selimut, bila demam > 38 diberikan
antipiretik
18. Konsul ke gigi, THT untuk mencari fokal infeksi
19. Bila dehidrasi & hipoalbumin diberikan infus kemudian konsul ke
Penyakit Dalam

5. Unit Terkait : Spesialis Kulit


Spesialis Penyakit Dalam
Spesialis THT
Kedokteran Gigi

SINDROM STEVENS-JOHNSON
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit
STANDAR Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Sindrom Stevens-Johnson merupakan penyakit yang akut dan fatal,


ditandai oleh demam yang tinggi, lesi pada kulit, mata dan mukosa lubang
alam seperti mulut, hidung, vagina/ penis dan anus
2. Tujuan : Mengobati dan mencegah komplikasi

3. Kebijakan :  Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
 Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya

4. Prosedur : 1. Rawat inap, awasi tensi, nadi, suhu dan kesadaran 24 jam
2. Dilakukan pemeriksaan DL, UL, FL, LFT, RFT, kalau perlu foto X
paru
3. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, diberikan infus NaCl
0,9% dan glukosa 5% (1:1). Bila terdapat syok atau gagal ginjal
dikonsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam
4. Semua obat yang diminum sebelumnya dihentikan
5. Diberikan deksametason i.v. 4 x 5 mg/hari. Bila keadaan kritis telah
diatasi, turunkan dosis dengan cepat (5 mg/hari). Bila dosis sudah
rendah diganti dengan prednison/ metil prednisolon dan tapering
6. Antibiotik spektrum luas (jarang menimbulkan alergi) diberikan
bersama-sama dengan pemberian deksametason, yaitu gentamisin
2x80 mg i.v. /hari 5-7 hari. Bila alergi gentamisin atau terdapat
kelainan ginjal, diberikan siprofloksasin 2 x 400 mg i.v. atau
klindamisin 2 x 600 mg i.v.
7. Bila demam menetap, antipiretik diberikan dengan hati-hati (melalui
rapat khusus)Bila terdapat purpura yang luas diberikan transfusi
darah (konsulkan ke penyakit dalam).
8. Diet rendah garam dan tinggi protein
9. Bila kadar kalium rendah diberikan KCL 3 x 500 mg/ hari
10. Untuk stomatitis diberikan boraks gliserin 10 % atau kenalog in
orabase
11. Lesi yang basah diberikan kompres salin 0,9% atau kalium
permanganas 1/10000 dan lesi yang kering diberikan bedak salisil
1% atau krim hidrokortison 1 – 2,5%
12. Konsul ke dokter spesialis mata
13. Tes kulit (tes tempel) dengan bahan obat yang dicurigai dilakukan
6 minggu setelah sembuh
14. Diberikan kartu alergi yang memuat obat yang dicurigai sebagai
penyebab.
5. Unit Terkait : Penyakit Kulit,ICU, Penyakit Dalam, THT, Mata, Patologi Klinik,
Radiologi
NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : NET merupakan penyakit yang akut dan fatal disertai oleh pengelupasan
kulit yang luas (lebih dari 30%), lesi pada mukosa lubang alam dan gejala
konstitusi yang berat. Tanda Nikolsky positif
2. Tujuan : Mengobati dan mencegah komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
4. Prosedur : 1. Rawat inap, awasi tensi, nadi, suhu dan kesadaran 24 jam
2. Dilakukan pemeriksaan DL, UL, FL, LFT, RFT, kalau perlu foto X
paru, tes Tzanck dan Histopatologi (untuk membedakan dengan
SSSS)
3. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, diberikan infus NaCl
0,9% dan glukosa 5% (1:1). Bila terdapat syok atau gagal ginjal
dikonsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam
4. Semua obat yang diminum sebelumnya dihentikan
5. Diberikan deksametason i.v. 4 – 6 x 5 mg/hari. Bila keadaan kritis
telah diatasi, turunkan dosis dengan cepat (5 mg/hari). Bila dosis
sudah rendah diganti dengan prednison/ metil prednisolon dan
tapering.
6. Antibiotik spectrum luas (jarang menimbulkan alergi) diberikan
bersama-sama dengan pemberian deksametason, yaitu gentamisin
2x80 mg i.v. /hari 5-7 hari. Bila alergi gentamisin atau terdapat
kelainan ginjal, diberikan siprofloksasin 2 x 400 mg i.v. atau
klindamisin 2 x 600 mg i.v.
7. Bila demam menetap, antipiretik diberikan dengan hati-hati (melalui
rapat khusus)Bila terdapat purpura yang luas diberikan transfusi
darah (konsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam).
8. Diet rendah garam dan tinggi protein
9. Bila kadar kalium rendah diberikan KCL 3 x 500 mg/ hari
10. Untuk stomatitis diberikan boraks gliserin 10 % atau kenalog in
orabase
11. Lesi yang basah diberikan kompres salin atau kalium permanganas
1/10000 dan lesi yang kering diberikan bedak salisil 1% atau krim
hidrokortison 1 – 2,5%
12. Konsul ke dokter spesialis mata
13. Tes kulit (tes tempel) dengan bahan obat yang dicurigai dilakukan 6
minggu setelah sembuh
14. Diberikan kartu alergi yang memuat obat yang dicurigai sebagai
penyebab.

5. Unit Terkait : ICU, Penyakit Dalam, THT, Mata, Patologi Klinik, Radiologi, Patologi
Anatomi
PEMFIGUS VULGARIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit


PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Pemfigus salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan mukosa
ditandai dengan bula kronik berdinding kendur, terletak intra epidermal.
Penyakit ini bersifat fatal. Secara klinis dibedakan atas bentuk ringan
(kelainan kulit < 1/3 luas permukaan kulit), bentuk sedang ( sampai 50%
luas permukaan kulit) dan bentuk berat ( > 50% luas permukaan kulit)
2. Tujuan : Mengobati dan mencegah terjadi komplikasi

3. Kebijakan : - Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
- Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya

4. Prosedur : 1. Penderita dirawat di rumah sakit dan perbaiki keadaan umum


Penderita dirawat di rumah sakit.
2. Dilakukan pemeriksaan sitologi / tes Tzanck, pemeriksaan
histopatologis/ PA, darah lengkap, urin rutin, kadar gula darah, LFT,
RFT, elektrolit dan imunofluorosensi (belum bisa dikerjakan).
3. Pemberian kortikosteroid ( perdnison, metil prednisolon dengan dosis
setara ) dengan dosis awal 60 mg untuk penyakit yang ringan, 100
mg untuk penyakit yang sedang dan 150 mg untuk penyakit yang
berat. Kemudian dosis diturunkan secara perlahan-lahan sesuai
dengan kemajuan klinis, dan dipertahankan pada dosis pemeliharaan
yang diberikan sekali sehari pada jam 08.00 pagi.
4. Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder, amoksilin , kloksasilin
atau sefotaksim selama 5-7 hari.
5. Terapi kombinasi dengan steroid
Azatioprin 2-4 mg / kg/ hari ( biasanya 100-300 mghari)
Siklofosfamid 1-3 mg/kg/hari ( biasanya 50-200 mg/hari )
6. Bila pengobatan diatas tidak berhasil diberikan plasmapheresis atau
High dose intravenous immunoglobulin.
7. Terapi topikal :
Bila lesi kering diberikan krim mengandumg hidrokortison 1-2,5
% dan antibiotik. Bila bula utuh diberikan bedak salisil 1% dan
mentol 0,5 %.
Bila lesi basah diberikan kompres dengan larutan salin atau
kalium permanganas 1:10.000

5. Unit Terkait : Penyakit Kulit,Penyakit Dalam, Gigi & Mulut, Mata, ICU.
ERISIPELAS DAN SELULITIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/ ....................... ............................
RSDY/..../2009 .

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM


1. Pengertian : Erisipelas
adalah penyakit infeksi pada kulit yang disebabkan oleh
Streptokokus yang ditandai dengan kemerahan yang berbatas
tegas, udem, cepat meluas dan disertai gejala-gejala konstitusional
Selulitis
Adalah peradangan supuratif pada dermis dan jaringan subkutis
dengan batas tak tegas disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus atau Streptococcus

2. Tujuan : Memberikan pengobatan dan mencegah komplikasi

3. Kebijakan : - Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
- Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya
4. Prosedur : 1. Penderita dirawat inap.
2. Dilakukan pemeriksaan sediaan gram, pemeriksaan darah
lengkap, pemeriksaan biakan dari pus atau darah, pemeriksaan
gula darah, foto tulang (bila ada indikasi).
3. Terapi sistemik
Sefotaksim 1 gram/ 8 jam selama 7-10 hari atau penisilin
G prokain : 1,2 juta
IU , im , 1 kali/ hari selama 10 hari.
Bila alergi terhadap penisilin diberikan : Siprofloksasin 2
x 400 mg i.v selama 7 hari ( untuk > 13 tahun ) atau
Klindamisin 2 x 600 mg i.v selama 7 hari.
Antipiretik : parasetamol 3 x 500 mg/hari.
4. Pengobatan topikal :
a. Bila terjadi abses dilakukan insisi kemudian
dikompres dengan: rivanol 0,1% atau kalium
permanganas1/5.000 atau larutan povidon iodin
7,5% dilarutkan 10 kali
b. Bila lesi kering diberikan salep yang mengandung
asam fusidat atau mupirosin atau neomisin-
basitrasin.
5. Unit Terkait : Penyakit kulit,Penyakit dalam, anak, bedah, mikrobiologi
FURUNKEL

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/ ....................... ............................
RSDY/..../2009 .

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit


OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Furunkel ialah radang folikel rambut dan jaringan kulit sekitarnya
Karbunkel ialah lesi yang terdiri dari kumpulan beberapa furunkel.
2. Tujuan : Mengobati dan mencegah komplikasi
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin
(PERDOSKI, 2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya
4. Prosedur : 1. Pemeriksaan gram (bahan dari pus), DL, UL, Gula darah,
biakan bila ada indikasi.
2. Pengobatan sistemik:
a. Kloksasilin 3 x 500 mg p.o/hari selama 5 – 7 hari,
atau
b. Sefadroksil 2 x 500 mg p.o/hari selama 5 – 7 hari
atau sesuai dengan tes sensitivitas.
3. Bila alergi penisilin diberikan :
a. Eritromisin 4 x 500 mg p.o/hari selama 5 – 7 hari,
atau
b. Linkomisin 3 x 500 mg p.o/hari selama 5 – 7 hari,
atau
c. Klindamisin 3 x 300 mg p.o/hari selama 5 – 7 hari
Bila furunkel terletak di wajah diantara sudut mata dan
sudut mulut pasien di rawat inap dan diberikan:
Sefotaksim 1 gram/ 8 jam selama 7-10 hari atau penisilin
G prokain : 1,2 juta
IU , im , 1 kali/ hari selama 10 hari.
Bila alergi terhadap penisilin diberikan :
Siprofloksasin 2 x 400 mg i.v selama 7 hari ( untuk > 13
tahun ) atau Klindamisin 2 x 600 mg i.v selama 7 hari.
Antipiretik/ Analgetik : asam mefenamat 3 x 500 mg/hari.
4. Pengobatan topikal :
a. Bila terjadi abses dilakukan insisi kemudian
dikompres dengan: rivanol 0,1% atau kalium
permanganas1/5.000 atau larutan povidon iodin
7,5% dilarutkan 10 kali
b. Bila lesi kering diberikan salep yang mengandung
asam fusidat atau mupirosin atau neomisin-
basitrasin
5. Unit Terkait : Penyakit Dalam, Penyakit Saraf
VARISELA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


……………… .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Infeksi akut oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf
terutama berlokasi dibagian sentral tubuh.

2. Tujuan : Mengobati dan mencegah komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya

4. Prosedur :  Asiklovir oral : Dewasa 5 x 800mg/hari ( selama 7-10 hari )


atau valasiklovir 3 x 1000 mg/hari selama 7 hari.
 Anak 20 mg/kgBB /kali maksimum 4 x 800 mg/ hari ( 5
hari)
 Bila terdapat komplikasi (pneumoni, atau ensefalitis) atau
penderita
 imunokompromis atau varisela perinatal di rawat inap dan
diberikan asiklovir
 i.v 3 x 10 mg/kg berat badan selama 10 hari.
 Bila panas dewasa diberikan parasetamol 4 x 500 mg /
hari
 Anak diberikan parasetamol 4 x 10 mg/kgBila ada infeksi
sekunder diberikan antibiotik oral
 Amoksisilin 25 –50 mg/kg/hari, atau
 Eritromisin 25 - 50 mg/kg/hari
 Topikal
 Stadium vesikuler : bedak salisil 1 % dan mentol 0,5 % .
Bila lesi basah diberikan kompres dengan larutan Na Cl 0,9
%. Jika berkrusta diberikan antibiotik topikal
5. Unit Terkait : Penyakit Kulit,Penyakit dalam, anak, mata, THT, gigi dan mulut
HERPES ZOSTER

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah infeksi primer.

2. Tujuan : Mengobati dan mencegah komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya

4. Prosedur : 1. Herpes zoster oftalmika dan sindrom Ramsay-Hunt rawat inap


2. Dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan sitologi.
3. Pengobatan topikal:
Stadium vesikuler : bedak salisil 1 % dan mentol 0,5 %
Bila lesi basah diberikan kompres dengan larutan salin. Jika berkrusta
diberikan antibiotik topikal.
4. Sistemik
Usia < 50 tahun diberikan terapi simtomatis, asam mefanamat 3 x 250-
500mg/hari atau parasetamol 3x 500mg.
Bila lesi berat (herpes zoster oftalmika dan sindrom Ramsay-Hunt)
atau penderita imunokompromis diberikan asiklovir 5x 800mg/ hari
selama 7 hari atau valasiklovir 3 x 1000mg/hari ( 72 jam pertama
setelah timbul ruam kulit)
Usia > 50 tahun
Asiklovir oral 5 x 800 mg/ hari selam 7-10 hari atau
valasiklovir 3 x 1000 mg/ Hari Terapi simtomatik asam mefanamat 3
x 250- 500 mg/hari atau parasetamol 3x 500 mg.
Bila lesi luas atau penderita imunokompromi diberikan asiklovir i.v
3 x 10 mg/kg berat badan selama 10 hari.
5. Bila terdapat paresis nervus fasialis diberikan kortikosteroid 40 – 60
mg/hari selama 7 hari.
6. Bila terjadi neuralgi pasca herpes diberikan amitriptilin 10 – 75
mg/hari selama 3 – 6 bulan
7. Herpez zoster oftalmikus perlu dirujuk ke spesialis mata dan
sindrom
Ramsay- Hunt perlu dikonsulkan ke spesialis THT.
5. Unit Terkait : Spesialis Mata, Spesialis THT,Spesialis Saraf
PEMFIGOID BULOSA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSDY/..../2009

RSU DHARMA YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Penyakit kulit dengan bula berdinding tegang di atas kulit


eritema dengan perjalanan kronis residif

2. Tujuan : Mengobati dan mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
Standar pelayanan medik penyakit kulit dan kelamin RSU
Dharma Yadnya
4. Prosedur : 1. Penderita dirawat di rumah sakit.
2. Dilakukan pemeriksaan sitologi / tes Tzanck,
pemeriksaan histopatologis/ PA, darah lengkap, urin rutin,
kadar gula darah, LFT, RFT, elektrolit dan imunofluorosensi
(belum bisa dikerjakan).
3. Pemberian antihistamin bila ada keluhan gatal.
4. Pemberian kortikosteroid ( perdnison, metil prednisolon
dengan dosis setara ) dengan dosis awal 60 mg / hari ,
kemudian diturunkan secara perlahan-lahan bila klinis
membaik.
5. Bila dengan kortikosteroid tidak ada perbaikan dapat
diberikan DDS 200 – 300 mg/hari
Bila terdapat kontraindikasi pemberian kortikosteroid dan
DDS diberikan : tetrasiklin 3 x 500 mg / hari dan nikotinamid
3 x 500 mg /hari
6. Terapi topikal :
Bila lesi kering diberikan krim mengandumg hidrokortison 1-
2,5 % dan Antibiotik.
Bila bula utuh diberikan bedak salisil 1% dan mentol 0,5 %.
Bila lesi basah diberikan kompres dengan garam faali ( Na
Cl 0,9 %) atau kalium permanganas 1:10.000.

5. Unit Terkait : Spesialis Penyakit Dalam, Gigi & Mulut, Spesialis Mata
DERMATITIS HERPETIFORMIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSDY/..../2009

RSU DHARMA YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian Penyakit yang menahun dan residif dengan ruam berupa vesikel
: berkelompok, simetris disertai rasa sangat gatal. Terdapat
gluten-sensitive enteropathy.

2. Tujuan : Mengobati dan mencegah kekambuhan.

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
Standar pelayanan medik penyakit kulit dan kelamin RSU
Dharma Yadnya

4. Prosedur : 1. Pemeriksaan DL, UL, LFT, tes G6PD, tes sitologi dan
histopatologi. Imunofluoresensi belum bisa dikerjakan.
2. Diberikan dapson 200 – 300 mg/hari sampai lesi menyembuh
kemudian dosis diturunkan setiap minggu.
3. Diberikan antihistamin CTM 3 x 4 mg / hari atau mebidrolin
napadisilat 2x50 mg/hari atau loratadin 10 mg/ hari atau
setirisin 10 mg/ hari .
- Pengobatan topikal: Bedak yang mengandung asam salisilat
1% dan mentol 0,5 % atau krim yang mengandung
hidrokortison 1 – 2,5 % dan kloramfenikol 2 %.
4. Diet gluten dan obat yang mengandung yodida.
5. Bila ada dugaan gangguan coeliac disease konsul ke Bagian
Penyakit Dalam

5. Unit Terkait : Penyakit Dalam, Gizi


EPIDERMOLISIS BULOSA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


........................ ............................

RSU DHARMA YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM


1. Pengertian : Penyakit kulit yang jarang, diturunkan secara autosomal
dominan atau resesif, ditandai oleh adanya bula setelah terjadi
trauma mekanik yang ringan. Klinis dikenal Epidermolisis
Bulosa Simplek, Jungsional dan Distrofik.

2. Tujuan : Mengobati dan mencegah komplikasi dan kecacatan

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya
4. Prosedur : 1. Rawat inap.
2. Pemeriksaan histopatologi, DL dan pemeriksaan lain
(foto torak, foto abdomen) bila ada indikasi.
3. Obat yang diberikan :
- Bila ada infeksi sekunder diberikan : amoksisilin
30 – 50 mg/kgBB/hari atau eritromisin 30 – 50
mg/kgBB/hari selama 5 hari atau sesuai dengan
tes sensitivitas.
- Pada kasus yang berat (EB Jungsional Resesif,
EB Distrofik Resesif) diberikan Kortikosteroid
(Prednison, Metil Prednisolon) 1 – 2
mg/kgBB/hari sampai ada perbaikan.
4. Vitamin E (antikolagenase) 600 – 2000 I.U. /hari untuk
tipe distrofik.Topikal :
- Diberikan kompres salin atau PK 1/10.000 untuk
lesi basah.
- Untuk lesi kering diberikan krim hidrokortison 1
% dan kloramfenikol 2 %.
5. Saran :
- Pencegahan trauma misalnya menghindari
pakaian kasar, plester, gosokan pada saat mandi
dan memakai sepatu yang longgar dan lembut.
- Nutrisi tinggi kalori dan protein, makanan cair
atau lembut, hindari makanan panas atau dingin
dan hindari penggunaan bottle feeding .
5. Unit Terkait : Spesialis Anak, Spesialis Bedah, Gizi, Fisioterapi, Spesialis
Mata,Spesialis THT
ULKUS KRURIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM
1. Pengertian : Ulkus kruris adalah ulkus kronis dengan berbagai penyebab umumnya
terdapat di tungkai bawah. Ulkus yang sering ditemukan adalah ulkus
varikosum dan ulkus tropikum.

2. Tujuan : Mengobati dan mencegah komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya

4. Prosedur : 1. Pemeriksaan gram, biakan, DL, UL


2. Pengobatan sistemik : amoksisilin 3 x 500 mg/hari selama 5 – 7
hari atau eritromisin 3 x 500 mg/hari atau sesuai dengan tes
sensitivitas.
3. Pengobatan topikal : kompres rivanol 0,1 %(ulkus tropikum) atau
larutan salin (ulkus varikosum).
4. Bila terdapat varises dilakukan skleroterapi.
5. Saran (untuk ulkus varikosum) : menggunakan stocking
6. Bila tidur kaki ditinggikan, hindari berdiri lama

5. Unit Terkait : Spesialis Kulit,Spesialis Bedah


HERPES GENITALIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM
1. Pengertian : Herpes genitalis (HG) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus herpes simpleks (VHS) tipe 2 atau kadang-kadang tipe 1, bersifat
rekurens.KLASIFIKASI: HG episode pertama lesi primer, HG episode
pertama lesi non primer, HG rekurens, HG asimtomatik, HG atipikal
2. Tujuan : Mengobati HG dan mencegah terjadinya HG rekurens

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
4. Prosedur : 1. Pemeriksaan tes Tzanck.
2. HG episode pertama (primer dan non primer)
- Simtomatik: asam mefenamat 3 x 500 mg dan kompres salin/
PK 1/10.000 atau povidon iodin.
- Antivirus : asiklovir 5 x 200mg/hari p.o selama 7 hari atau
Valasiklovir 2 x 500mg/hari p.o selama 7 hari
- Pada kasus berat (imunokompromis) dirawat inap : Asiklovir
intravena 5mg/kgBB tiap 8 jam selama 7-10 hari.
3. HG rekurens
a. Lesi ringan : terapi simtomatik atau krim asiklovir dioleskan 5-
6 X/hari
b. Lesi berat : asiklovir 5 x 200mg/hari p.o selama 5 hari atau
valasiklovir 2 x 500mg/hari p.o selama 5 hari
c. Rekurensi lebih dari 8 kali/tahun, diberi terapi supresif:
Asiklovir 3-4 x 200mg/hari atau Valasiklovir 1 x 500mg/hari
4. Konseling :
a. Mencegah penularan kepada pasangan seksual.
b. Kemungkinan risiko tertular HIV
c. Pemeriksaan terhadap pasangan seksual .
5. Unit Terkait : Spesialis Kulit,Spesialis Urologi, Spesialis obgin
GONORE

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSDY/..../2009

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Gonore adalah infeksi yang disebabkan oleh Neisseria


: gonorrhoeae, pada uretra, endoserviks, rektum, faring dan
konyuntiva dan dapat menyebabkan infeksi diseminata.
Tujuan : Mengobati gonore dan mencegah terjadinya komplikasi

Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya
Pedoman penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual (DEPKES RI
2006)

Prosedur : 1. Membuat sedian apus Gram (bahan diambil dari uretra,


endoserviks, rektum, faring atau konyungtiva) dan biakan
Thayer-Martin dan tes sensitivitas.
2. Infeksi anogenital tanpa komplikasi:
o Sefiksim 400mg p.o dosis tunggal atau
o Levofloksasin 500mg p.o dosis tunggal atau
o Kanamisin 2g i.m. dosis tunggal atau
o Thiamfenikol 3,5 g p.o dosis tunggal
Pilihan pengobatan lain:
o Seftriakson 250 mg i.m dosis tunggal atau
o Spektinomisin 2 g i.m dosis tunggal
3. Infeksi gonore dengan komplikasi :
Gonore dengan komplikasi seperti bartolinitis, epididimitis,
orkitis dirawat inap, diobati dengan rejimen dosis ganda (
multiple dose) yaitu lama pengobatan per oral 5 hari dan per
injeksi 3 hari
o Sefiksim 400mg p.o sekali sehari atau
o Levofloksasin 500mg p.o sekali sehari atau
o Kanamisin 2g i.m. sekali sehari atau
o Thiamfenikol 3,5 g p.o sekali sehari
Pilihan pengobatan lain:
o Seftriakson 250 mg i.m sekali sehari atau
o Spektinomisin 2 g i.m sekali sehari
4. Konjungtivitis gonore pada dewasa
o Sefiksim 400mg p.o dosis tungal atau
o Levofloksasin 500mg p.o dosis tunggal atau
o Kanamisin 2g i.m. dosis tungal atau Seftriakson
5. Konjungtivitis gonore pada neonatus
o Seftriakson 50 – 100mg/kgBB i.m dosis tunggal (dosis
max 125mg)
o Kanamisin 25mg/kgBB, i.m dosis tunggal (dosis max
75mg) atau
o Spektinomisin 25mg/kg BB i.m dosis tunggal (dosis max
75mg)
6. Infeksi gonore diseminata:
Penderita di rawat inap dan diberikan :
o Kanamisin 2g i.m. sekali sehari atau
o Seftriakson 1 g i.m / i.v sekali sehari atau
o Spektinomisin 2 g i.m tiap 12 jam
Pengobatan harus dilanjutkan 1-2 hari setelah ada perbaikan
kemudian diganti dengan pengobatan oral golongan
sefalosporin selama 7 hari
7. Infeksi gonore pada wanita hamil
Golongan sefalosporin direkomendasikan bagi wanita hamil
karena aman dan efektif. Bila sefalosporin tidak bisa
diberikan,maka dapat diganti dengan spektinomisin 2 g i.m
dosis tungggal
8. Konseling :
Mencegah penularan kepada pasangan seksual
- Kemungkinan risiko tertular HIV
- Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetap
o 250 mg i.m dosis tunggal
Unit Terkait : Mikrobiologi, Spesialis Mata, Spesialis Obgin, Spesialis
Bedah,Spesialis Penyakit Dalam,Spesialis Saraf
INFEKSI CHLAMYDIA TRACHOMATIS
(BUKAN LIMFOGRANULOMA VENEREUM)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSU DHARMA YADNYA RSDY/..../2009

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Infeksi Chlamydia trachomatis dapat menimbulkan infeksi pada


uretra, endoserviks, rektum, faring dan konyuntiva.

2. Tujuan : Mengobati infeksi klamidiosis dan mencegah terjadinya


komplikasi
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin
(PERDOSKI, 2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya
Pedoman penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual (DEPKES
RI 2006)

4. Prosedur : 1. Membuat sedian apus Gram (bahan diambil dari uretra,


endoserviks, rektum, faring atau konyungtiva) Bila
memungkinkan lakukan pemeriksaan PCR. Tes laboratorium
untuk mendeteksi adanya infeksi klamidiosis di sebagian
besar tempat di Indonesia ternyata belum tersedia.
2. Infeksi anogenital tanpa komplikasi:
Doksisiklin 100 mg p.o 2 kali sehari selama 7 hari atau
- Azitromisin 1 g p.o dosis tunggal atau
- Tetrasiklin 500mg p.o 4 kali sehari selama 7 hari
Pilihan pengobatan lain:
- Eritromisin 500 mg p.o 4 x sehari selama 7 hari atau
- Ofloksasin 200mg p.o 2 kali sehari selama 7 hari
3. Infeksi anogenital dengan komplikasi (PID dan epidimo-
orkitis,)dirawat inap dan diberikan :
- Doksisiklin 100 mg p.o 2 kali sehari selama 14 hari atau
- Tetrasiklin 500mg p.o 4 kali sehari selama 14 hari atau
- Ofloksasin 400mg p.o 2 kali sehari selama 14 hari
4. Konjungtivitis klamidiosis pada Neonatus
Untuk semua kasus konjungtivitis pada bayi, sebaiknya
dilakukan tes N. Gonorrhoeae untuk mengetahui adanya
infeksi campuran.
- Sirup eritromisin 50 mg per kgBB/perhari , p.o 4 kali sehari
selama 14 hari. Atau
- Trimetoprim (40mg) dengan sulfametoksasol (200mg) p.o 2
kali sehari selama 14 hari
5. Pneumonia infantil : dikonsulkan ke Bagian Anak
6. Infeksi klamidiosis pada wanita hamil
- Eritromisin base atau stearat 500 mg p.o 4 kali sehari selama
7 hari atau
- Eritromisin etilsuksuinat 800 mg p.o 4 kali sehari selama 7
hari atau
- Amoksisilin 500 mg p.o 3 kali sehari selama 7 hari atau
- Azitromisin 1 g p.o dosis tunggal
7. Konseling :
Mencegah penularan kepada pasangan seksual
- Kemungkinan risiko tertular HIV
- Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetap
5. Unit Terkait : Mikrobiologi,Spesialis Mata,Spesialis Anak,Spesialis Obgin,
Spesialis Penyakit Dalam
LIMFOGRANULOMA VENERIUM

No. Dokumen No. Revisi Halaman


.......................... ............................

RSU DHARMA YADNYA

Tanggal Terbit ,
STANDAR PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Limfogranuloma venereum (LGV) adalah penyakit dengan


benjolan di lipat paha yang disebabkan oleh infeksi Chlamydia
trachomatis

2. Tujuan : Mengobati LGV dan mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya
Pedoman penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual (DEPKES
RI 2006)

4. Prosedur : a. Pengobatan:
- Doksisiklin 2 x 100mg p.o selama 14 hari atau
- Tetrasiklin 4 x 500 mg p.o selama 14 hari atau
- Eritromisin 4 x 500 mg p.o selama 14 hari atau
- Trimetoprim (80mg) dan sulfametoksasol (400mg)
- 2 kali sehari 2 tablet selama 14 hari
b. Konseling :
- Mencegah penularan kepada pasangan seksualnya
- Kemungkinan risiko tertular HIV
- Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetapnya

5. Unit Terkait : Penyakit dalam


ULKUS MOLE

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSDY/..../2009

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Ulkus mole adalah penyakit ulkus genital yang disebabkan oleh
Hemophilus ducreyi

2. Tujuan : Mengobati ulkus mole dan mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya
Pedoman penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual (DEPKES
RI 2006)

4. Prosedur : a. Mendiagnosis ulkus mole secara klinis.


b. Membuat cedían apus dari dasar ulkus dan diwarnai
dengan pewarnaan Gram atau Unna Pappanheim,
ditemukan basil Gram Negatif yang berderet seperti rantai
c. Pengobatan:
1. Siprofloksasin 500 mg per oral 2 kali sehari selama 3
hari atau
2. Azitromisin 1 g per oral dosis tunggal atau
3. Seftriakson 250 mg injeksi IM dosis tungal atau
4. Eritromisin 4 X 500 mg per oral selama 7 hari
d. Konseling :
- Mencegah penularan kepada pasangan seksualnya
- Kemungkinan risiko tertular HIV
- Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetapnya
-
5. Unit Terkait : Mikrobiologi
SIFILIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : - Sifilis adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh Treponema


pallidum.
- KLASIFIKASI:
- Sifilis didapat dan sifilis congenital.
- Sífilis didapat terdiri dari: stadium primer, sekunder, dan tersier,
serta periode laten di antara stadium sekunder dan tersier

2. Tujuan : Mengobati sifilis dan mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
Pedoman penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual (DEPKES RI 2006)

4. Prosedur : a. Stadium I :
- Tes serologis Sífilis (TSS), pada saat ini bisa (+) atau (-)
- Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap : (+) atau (-)
b. Stadium II :
- Pemeriksaan dari lesi dengan mikroskop lapangan gelap : (+)
atau (-)
- TSS : RPR (++), VDRL (+), TPHA (+) titer tingi
c. Stadium II laten : TSS : (+)
d. Pengobatan:
1. Obat pilihan :
Benzatin benzil penisilin (benzatin penisilin G), dengan dosis
tergantung stadium
Stadium I dan II : 2,4 juta IU IM dosis tunggal
Stadium laten lanjut : 2,4 juta IU IM 3X dengan interval
1 minggu
2. Obat alternatif:
Doksisiklin 2 x 100mg p.o selama 30 hari atau
Tetrasiklin 4 x 500 mg p.o selama 30 hari atau
Eritromisin 4 x 500 mg p.o selama 30 hari
3. Konseling :
- Mencegah penularan kepada pasangan seksualnya
- Kemungkinan risiko tertular HIV
- Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetapnya
5. Unit Terkait : Spesialis saraf,spesialis penyakit dalam, spesialis anak, spesialis obsgyn
KONDILOMA AKUMINATA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Kondiloma akuminata ( KA) disebabkan oleh infeksi human papiloma


virus (HPV)

2. Tujuan : Mengobati infeksi HPV dan mencegah terjadinya komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
Pedoman penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual (DEPKES RI 2006)

4. Prosedur : a. Pengobatan:
1. Tingtura podofilin (TP) 25%:
- Sebelum mengolesi lesi dengan TP, kulit disekitar lesi diolesi
salep pelindung (vaselin album).
- Segera dicuci setelah 4 jam
- Pengobatan diberikan 1-2 kali setiap minggu.
- Kontra indikasi untuk wanita hamil
2. Trichlor Acetic Acid (TCA) 80 – 90% : caranya sama dengan
penggunaan TP.
3.Krim imikuimod 5%: digunakan 3 kali seminggu selama 16
minggu
4. Bedah listrik (elektrokauter).
5. Bedah beku dengan menggunakan Nitrogen cair, karbon dioksida
padat. Penggunaan diulang setiap 1 minggu
6. Konseling :
- Mencegah penularan kepada pasangan seksual
- Kemungkinan risiko tertular HIV
- Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetap

5. Unit Terkait : Spesialis Kulit,Spesialis bedah, Spesialis Obsgyn


TUBERKULOSIS KUTIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSDY/..../2009

RSU DHARMA YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
1. Pengertian : Infeksi pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis atau Mycobacterium atypic. Yang sering
ditemukan di klinik adalah Skrofuloderma dan Tuberkulosis
kutis verukosa.

2. Tujuan : Mengobati dan mencegah komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya

4. Prosedur : 1. Pemeriksaan BTA, DL (LED), Tes tuberkulin,


Histopatologi, Foto torak, Foto tulang, LFT, RFT setiap
bulan dan biakan.
2. Pengobatan sistemik :
a. Tahap intensif (2 bulan)
- INH: 10 mg/kgBB/hari (dewasa 400
mg), oral, dosis tunggal.
- Rifamfisin 10 mg/kgBB/hari (dewasa
600 mg), oral, dosis tunggal.
- Etambutol: 25 mg/kgBB/hari (dewasa
750 mg), oral, dosis tunggal.
b. Tindak lanjut (4 bulan berikutnya diberikan 2 x
seminggu)
- INH: 10 mg/kgBB/hari (dewasa 400 mg), oral, dosis
tunggal.
- Rifamfisin 10 mg/kgBB/hari (dewasa 600 mg), oral,
dosis tunggal
3. Pengobatan topikal :
Diberikan kompres rivanol 0,1 % atau kalium permanganas
1/5.000 untuk ulkus, bila terdapat sikatrik diberikan
suntikan triamsinolon intralesi 0,1 cc/cm2 1 x seminggu.
4. Bila terdapat infeksi di paru konsul ke Bagian Paru.
5. Bila terdapat infeksi tulang konsul ke Bagian Bedah.
5.Unit Terkait : Spesialis Paru, Spesialis Bedah, Spesialis Anak, Spesialis Mata
PSORIASIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit yang kronik residif ditandai
dengan plak eritematosa , diatasnya terdapat skuama kasar, berlapis-lapis,
transparan disertai fenomena bercak lilin, tanda Auspitz dan Koebner.
Klasifikasi
Psoriasis ringan : PASI < 8 , luas lesi < 5 %dari permukaan kulit
Psoriasis sedang : PASI 8-12, luas lesi 5-20 %
Psoriasis berat : PASI > 12, luas lesi > 20 %, komplikasi pustular
psoriasis, mengenai telapak tangan dan kaki, tidak resposif terhadap
kortikosteroid topikal

2. Tujuan : Mengendalikan penyakit dan mencegah komplikasi.

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya

4. Prosedur : 1. Dilakukan pemeriksaan DL, UL, FL, BUN, Serum Kreatinin, LFT,
dan biopsi kulit.
2. Topikal, untuk psoriasis ringan dan sedang.
Salep campuran asam salisilat 3 – 5% dan tar (LCD 3 - 5 %), antralin
0,2-0,6 % salep/krim, kortikosteroid topikal poten atau kalsipotriol
krim.
3. Sistemik, untuk psoriasis yang berat
Metotreksat 7,5- 25 mg po / minggu selama 4 – 6 minggu atau
Retinoid : Acitretin 0,3-1,0 mg/kg hari selam 2-4 bulan atau
kombinasi dengan fototerapi
4 Fototerapi, untuk psoriasi yang sedang/ berat
Fototerapi dengan Narrow band UVB atau Broad band UVB atau
Fotokemoterapi memakai psoralen (PUVA)
5. Untuk mencari fokal infeksi konsul ke THT, Gigi

5. Unit Terkait : Psikiatri, Penyakit Dalam, Bagian Reumatologi, THT, Gigi


AKNE VULGARIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSDY/..../2009

RSU DHARMA YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Akne Vulgaris Yaitu Peradangan Menahun Dari Folikel


Pilosebasea, Terdapat Terutama Di Daerah Wajah, Leher, Dada,
Punggung Dan Lengan Atas, Ditandai Dengan Adanya Komedo,
Papul, Pustul, Nodul, Kista Dan Sikatrik. Klinis Dibedakan Atas
Akne Ringan (Bila Ada Komedo Saja), Sedang (Komedo Papulo
Pustul), Berat (Nodul, Kista, Sikatrik)

2. Tujuan : Mengobati Akne Vulgaris Dan Mencegah Terjadinya


Komplikasi
3. Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin
(Perdoski, 2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya

4. Prosedur : 1. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan Kadar Hormon


Androgen
2. Terapi Topikal :
- Bentuk Ringan Diberikan Lotio Kummerfeldi
- Bentuk Sedang
1. Komedonal Diberikan Krim Asam Vit A 0.025 %-0.05%
2. Papulopustuler
Topikal Diberikan Gel Benzoil Peroksida 2.5 % Atau
Larutan Yang Mengandung Klindamisin 1 % Atau
Eritromisin 1 %
- Bentuk Berat
Nodulo – Kistik ( Konglobata )
Diberikan Suntikan Triamsinolon Intralesi 0,1 Cc/Cm2
3. Terapi Sistemik :
Bentuk Sedang Diberikan Tetrasiklin 3 X 250 Mg/Hari
Atau Doksisiklin 1 X 50 Mg/Hr Dapat Diberikan
Sampai 1 Bulan
Bentuk Berat Diberikan Pengobatan Sama Dengan
Papolupustuler Di Tambah Dengan Isotretinoin 0.5 – 1
Mg/Kgbb/Hari Kalau Perlu Diberikan Siprosteron Asetat
2 Mg Atau Spironolakton 25 – 300 Mg/Hari
4. Tindakan
Akne Ringan : Ekstraksi Komedo, Peeling Kimiawi
( Asam Glikolat, Asam Trikloroasetat
Akne Sedang: Ekstraksi Komedo, Peeling Kimiawi
( Asam Glikolat, Asam Trikloroasetat , Demabrasi
Akne Berat : Ekstraksi Komedo, Peeling Kimiawi
( Asam Glikolat, Asam Trikloroasetat , Injeksi
Kortikosteroid Intralesi, Punch Graft, Subsisi Dan
Kolagen Implant
5. Unit Terkait : Spesialis Obgin, Spesialis bedah plastik

MELASMA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


……………… ............................

RSU DHARMA YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Merupakan salah satu jenis hipermelanosis didapat dengan


gejala berupa bercak hiperpigmentasi terutama di wajah dan
leher yang berwarna coklat muda atau tua. Faktor yang berperan
antara lain : faktor hormonal, pajanan sinar matahari, kehamilan,
genetik, pemakaian kontrasepsi oral , obat- obatan dan kosmetik

2. Tujuan : Mengobati melasma dan mencegah kekambuhan dan komplikasi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
4. Prosedur : 1. Dilakukan pemeriksaan lampu wood .
2. Terapi Topikal Malam :
- Hidroquinon 2-5 % atau
- Tretinoin 0.25 -0.1 % atau
- Asam azeleat 20 % atau
- Asam kojik 4 % atau
- Kombinasi dari obat-obat diatas
3. Terapi Topikal Siang :
- Tabir surya
4. Tindakan : Peeling :AHA atau Jessner atau TCA
5. Saran :
- hindari sinar matahari dengan selalu memakai tabir
surya / pelindung fisik
- bila penyebabnya kontrasepsi hormonal sebaiknya
diganti dengan kontrasepsi lain
- pengobatan saat kehamilan dan saat menyusui tidak
dianjurkan

5. Unit Terkait : Spesialis Kulit,Spesialis Obgin


FRECKLES

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Merupakan salah satu jenis hipermelanosis dengan manisfestasi klinis


berupa bercak miliar sampai lentikular,tersebar di wajah. Penyebabnya
tidak diketahui kemungkinan berhubungan dengan pajanan sinar matahari
dan genetik.
2. Tujuan : Mengurangi gejala klinis dan mencegah bertambahnya lesi

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
4. Prosedur : 1. Dilakukan pemeriksaan lampu wood
2. Penatalaksanaan :
- Medikamentosa :
Topikal :
- Hidroquinon 2 -5 % atau
- Tretinoin 0.025 – 0.1 % atau
- Asam azeleat 20 % atau
- Asam kojik 4 % atau
- Kombinasi dari obat-obat diatas
- Tabir surya
- Tindakan :
- Peeling: AHA, Jessner, TCA
- Bedah listrik
3. Saran
- Hindari sinar matahari dengan selalu memakai tabir surya /
pelindung fisik. Pengobatan saat kehamilan dan saat menyusui
tidak dianjurkan
5. Unit Terkait : Tidak ada
VITILIGO

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSDY/..../2009
RSU DHARMA YADNYA

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Kelainan kulit berupa makula atau bercak hipo / amelanosis


yang didapat dan bersifat kronis progresif. Faktor predisposisi :
familial/ genetik, trauma fisik (burn, zat kimia), penyakit
internal ( DM, tiroid ), penyakit autoimun

2. Tujuan : Mengobati vitiligo dan konseling pada pasien

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
4. Prosedur : 1. Dilakukan pemeriksaan DL.UL, FL,LFT serta pemeriksaan
lab lain yang berhubungan dengan penyakit yang berkaitan
(DM, tiroid, penyakit autoimun dan genetik), lampu wood
dan biopsi kulit (bila ada indikasi)
2. Penatalaksanaan
Medikamentosa ;
1. Topikal :
- Kortikosteroid lemah- sedang atau
- Psoralen 1 – 5 % ( likuid atau krem)
atau
- Liquor karbonas detergen 3 – 5 % atau
- Kombinasi obat-obat diatas
- Kamuflase
2. Fototerapi :
- Bila pemberian obat-obat diatas tidak
berhasil
- Psoralen + UVA atau narrow-band UVB
3. Sistemik :
- Diberikan bila lesi luas
- Psoralen 10 -60 mg/hari selama 2 – 9
bulan
- Dilakukan pemeriksaan DL, LFT, Mata
setiap bulan

5. Unit Terkait : Penyakit Dalam, Mata


ALOPESIA AREATA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ ....................... ............................
Komed/ ...
RSDY/..../2009

RSU DHARMA YADNYA


STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian Alopesia areata merupakan kelainan yang ditandai hilangnya


: rambut (kebotakan) pada satu atau beberapa area paling sering
terjadi pada kepala, bersifat asimtomatis.

2. Tujuan : Mengobati secara umum dan mencegah penyulit

3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin


(PERDOSKI, 2004)
4. Prosedur : 1. Dilakukan anamnesis, untuk mengetahui riwayat atopi,
penyakit autoimun, trikotilomania.
2. Pemeriksaan penunjang : pull test, biopsy, DL, fungsi tiroid,
ANA, TSS.
3. Penatalaksanaan :
a. Bila lesi luas diberikan Metil prednisolon 3 X 8 mg/ hari
selama 1 minggu,kemudian diturunkan setiap minggu 4
mg sampai dosis 1 x 4 mg/ hari.
b. Bila lesi soliter diberikan Triamsinolon asetonid 2,5 mg/
ml intralesi, diulang 4 – 6 minggu kemudian.
c. Topikal: diberikan steroid potensi kuat/ sangat kuat
dikombinasi dengan Antralin/ ditranol 0,02% krim atau
Minoksidil 2 – 5 %; atau topikal imunomodulator
(takrolimus, pimecrolimus)
d. Bila lesi rekalsitran digunakan PUVA atau Narrowband
UVB
e. Terapi ajuvan diberikan Zinc aspartat 2 X 50 mg

5. Unit Terkait : Psikologi, PA


ALOPESIA ANDROGENIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSDY/..../2009

RSU DHARMA YADNYA


STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Alopesia androgenik yaitu alopesia terpola akibat faktor hormon


androgen dan genetik Klinis pada pria di temporal, frontal/
parietal, vertex, oksipital dan pada wanita penipisan rambut
difus terutama daerah frontal/ parietal.

2. Tujuan : Mengobati alopesia androgenik dan mencegah dampak


psikologik
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin
(PERDOSKI, 2004)

4. Prosedur : 1. Dilakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat keluarga


dan dampak psikologisnya, siklus menstruasi, infertilitas.
2. Pemeriksaan penunjang : trikogram/ fototrikogram, kadar
hormonal DHEAS, free testosterone, prolactine, tiroid.
3. Penatalaksanaan secara umum :
Medikamentosa
Topikal : larutan minoksidil 2 – 5 %, atau Kombinasi
minoksidil dengan asam retinoat 0,025 % - 0,05%
Kamuflase estetik
Sistemik : pada wanita diberikan estrogen, spironolakton,
siproteron asetat. Tindakan bedah kulit : transplantasi
rambut.

5. Unit Terkait : Psikologi


PENUAAN KULIT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSU DHARMA YADNYA RSDY/..../2009

Tanggal Terbit Direktur Utama


STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Penuaan Kulit Merupakan Suatu Proses Pada Kulit Yang


Dipengaruhi Oleh Faktor Intrinsik (Genetik) Dan Ekstrinsik
Seperti Sinar Matahari, Polusi Udara, Makanan Dll.Klinis:
Kekeringan Kulit, Kerut, Kendur Dan Timbulnya Berbagai
Tumor Jinak.

2. Tujuan : Mencegah Dan Mengobati Penuaan Kulit.

3. Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin


(Perdoski, 2004)

4. Prosedur : 1. Dilakukan Anamnesis Untuk Mengetahui Faktor Resiko


2. Medikamentosa
1 Topikal: Tabir Surya
Asam Retinoat 0,025 - 0,05 %
3. Asam Alfa Hidroksi (Aha) 6 – 8 %Sistemik :
Antioksidan : Vit A, Vit C, Vit E, Beta Karoten,
Bioflavinoid.
Terapi Sulih Hormon
4. Tindakan Bedah Kosmetik : Peeling Kimiawi Atau
Mikrodermabrasi..
Laser, Implant Dan Skin Filler, Facelift, Botox,
Blefaroplasti, Liposuction Atau Injeksi Lemak (Belum
Bisa Dikerjakan).
5. Unit Terkait : Spesialis Kulit
PEELING KIMIAWI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSDY/..../2009
RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Pembedahan Menggunakan Bahan Kimiawi Yang Diaplikasikan


Pada Permukaan Kulit.
Bahan Kimia Untuk Peeling Asam Salisilat 20%, Aha 20 – 70 % ,
Tca 10 – 35%, Solusio Jessner Dan Anestesi Topikal.

2. Tujuan : Pengobatan : Kerusakan Kulit Akibat Matahari, Penuaan Dini,


Kelainan Pigmentasi, Parut Superficial, Akne Vulgaris Dan
Rosasea.
3. Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin
(Perdoski, 2004)
4. Prosedur : 1. Persetujuan Tindakan Medik
2. Persiapan Pasien, Alat, Petugas
3. Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
4. Anestesi Jika Diperlukan
5. Prosedur Peeling Aha
a. Adaptasikan Kulit Pasien Selama 2 Minggu
(Precondioning) Dengan Krim Aha 8 % Dan Hentikan
Semua Pengobatan Yang Mengakibatkan Pengelupasan
Kulit 3 Hari Sebelum Peeling.
b. Pasien Diharapkan Hadir Tanpa Make-Up
c. Siapkan Kipas Angin Diarahkan Ke Wajah
d. Bersihkan Wajah Dengan Pre Peel Cleanser (Alkohol/
Aseton),Jangan Dibilas Dengan Air.
e. Keringkan Dengan Tissue
f. Oleskan Vaselin Pada Sudut Bibir, Mata Dan Lubang
Hidung Dan Tutup Mata Pasien Dengan Kapas Basah.
g. Tuangkan Kurang Lebih 2 Cc Cairan Asam Glikolat Ke
Dalam Cangkir (Konsentrasi Disesuaikan Dengan Kondisi
Kulit Pasien Umumnya Mulai Dari Konsentrasi 20 %)
h. Oleskan Cairan Tersebut Dengan Menggunakan Kuas
Mulai Dari Dahi, Bergerak Ke Pipi Dan Ke Bawah,
Pengolesan Harus Selesai Dalam Waktu 30 Detik.
i. Biarkan Selama 1 – 2 Menit (Gunakan Stopwatch) Atau
Segera Setelah Wajah Kelihatan Memerah.
j. Semprotkan / Oleskan Neutraliser (Bikarbonas Natrikus)
Ke Seluruh Wajah
k. Keringkan Dengan Tissue, Bila Terjadi Peradangan
Kompres Dengan Air Es. Oleskan Post Peel Nutri Krim 2
Kali Sehari Kurang Lebih 3 Hari.
l. Setelah 3 Hari Kulit Normal Gunakan Kembali Krim
Malam (Aha 15 %)
m. Untuk Peeling Kedua Kalinya Dapat Dilakukan Dengan
Konsentrasi Yang Sama Tetapi Waktunya Bisa
Diperpanjang Sampai 5 Menit.

5. Unit Terkait : -
MIKRODERMABRASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSDY/..../2009

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit


OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM


1. Pengertian : Tindakan Meratakan Kulit Dengan Semburan Butiran
Mikroskopik (Biasanya Silica) Dengan Alat Mikrodermabrasi

2. Tujuan : Memperbaiki Kerusakan Kulit Akibat Matahari, Penuaan Dini,


Kelainan Pigmentasi, Parut Superficial, Bekas Jerawat
3. Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin
(Perdoski, 2004)
4. Prosedur : 1. Persetujuan Tindakan Medik
2. Persiapan Pasien, Alat, Petugas
3. Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan
4. Periksa Apakah Kristal Di Dalam Botol (Isi ½ Penuh)
5. Periksa Botol Pembuangan Apakah Kosong/ Kristal Bekas
Tidak Menyentuh Filter Biru.
6. Pegang Pegangan Tangan (Handpieces), Pasang Nozel.
Tutup Nozel Dengan Jari Telunjuk.
7. Nyalakan Mesin.
8. Tekanan Harus Pada Sekitar 80 Kpa (Tidak Harus Untuk
Tipe Oxyderm Atau Oxydermfusion), Kalau Tekanan
Tersebut Tidak Tercapai Pasti Ada Yang Salah Dalam
Pemasangan. Coba Periksa Selang, Botol, Dll
9. Turunkan Tekanan Ke 30-40 Kpa, (Posisi Jam 12 Untuk
Oxyderm/ Oxysermfusion)
10. Telunjuk Masih Menutupi Lubang Nozel, Putar Tombol
Kristal Dari Posisi Jam 6, Berlawanan Arah Jarum Jam Lalu
Biarkan Berjalan 20 - 30 Detik.
11. Taruh Pegangan Tangan Ke Muka Pasien
- Dipegang Seperti Pensil
- Tegak Lurus Ke Kulit.
12. Mulai Perawatan, Pegangan Tangan Digerak-Gerakkan
Untuk Mendapatkan Hasil Yang Merata.
13. Dekontaminasi, Cuci Tangan Dan Perawatan Pasca
Tindakan.

5. Unit Terkait :
DERMATITIS ATOPIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit
STANDAR Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Dermatitis Atopik Adalah Keradangan Kulit Yang Kronik Residif,


Disertai Rasa Gatal Dan Berhubungan Dengan Atopi (Mempunyai
Kepekaan Dalam Keluarga Seperti Asma, Rinitis Alergi, Dermatitis
Atopik Dan Konjungtivitis Alergi).

2. Tujuan : Mengobati Dan Mencegah Komplikasi

3. Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
4. Prosedur : 1. Pemeriksaan Dl, Ul, Fl, Jumlah Total Eosinofil Dan Ige
2. Pengobatan Topikal:
Lesi Basah Diberikan Kompres Larutan Salin Atau Kalium
Permanganas 1/10000.
Lesi Kering Diberikan Krim Hidrokortison 1 – 2,5% Atau
Pimekrolimus 1 % Dan Olium Olivarum (Untuk Anak),
Triamsinolon 0,025% Atau Fluosinolon 0,25% (Untuk Dewasa).
3. Pengobatan Sistemik :
Diberikan Antihistamin Ctm 3 X 4 Mg / Hari Atau Mebidrolin
Napadisilat 2 X 50
Mg /Hari Atau Loratadin 10 Mg/ Hari Atau Setirisin 10 Mg/ Hari .
Bila Rekalsitran Pada Orang Dewasa Diberikan Kortikosteroid 20
– 30 Mg/Hari
Atau Siklosporin 3 – 5 Mg/Kg Bb/Hari Atau Fototerapi (Uva 1, 311
Nmuvb).
4. Bila Terjadi Infeksi Sekunder Diberikan Eritromisin P.O Atau Sesuai
Dengan Hasil Tes Sensitivitas.
5. Bila Sudah Ada Perbaikan Atau Sembuh Dilakukan Tes Tusuk.
6. Saran:
Hindari Kontak Dengan Bahan-Bahan Iritan , Seperti Sabun, Wool
Dan Nilon.
Mandi Menggunakan Sabun Khusus Untuk Kulit Kering.
Penderita Juga Menghindari Suasana Yang Menimbulkan
Berkeringat.

5. Unit Terkait : Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Anak


DERMATITIS KONTAK

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

Tanggal Terbit
STANDAR Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : : Dermatitis Kontak Ialah Dermatitis Yang Terjadi Akibat Pajanan Dengan
Bahan Iritan Atau Alergen Pada Kulit. Dibedakan Atas 2 Bentuk Yaitu:
Dermatitis Kontak Iritan Dan Dermatitis Kontak Alergi

2. Tujuan : Mengobati Dan Mencegah Komplikasi

3. Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
4. Prosedur : 1. Pengobatan Topikal:
Lesi Basah Diberikan Kompres Larutan Salin Atau Kalium
Permanganas 1/10000.
Lesi Kering Diberikan Krim Hidrokortison 1 – 2,5%, Fluosinolon
0,25% Atau Triamsinolon 0,025% Atau Desoksimetason 0,025%
Sesuai Dengan Indikasi.
2. Pengobatan Sistemik :
Diberikan Antihistamin Ctm 3 X 4 Mg / Hari Atau Mebidrolin
Napadisilat 2 X 50
Mg/Hari Atau Loratadin 10 Mg/ Hari Atau Setirisin 10 Mg/ Hari .
Bila Berat Diberikan Kortikosteroid P.O 20 –30 Mg/Hari (Prednison
Atau Metil Prednison) Selama 3 – 5 Hari.
3. Bila Terjadi Infeksi Sekunder Diberikan Amoksisilin Atau
Eritromisin.
Bila Ada Perbaikan Atau Sembuh Dilakukan Tes Tempel

5. Unit Terkait : Tidak Ada


ERUPSI OBAT

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/ .......................... ............................
Komed/
RSDY/..../2009
RSU DHARMA YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit


OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Erupsi Obat Ialah Reaksi Pada Kulit Dan Mukosa Yang
Timbul Akibat Pemberian Obat Melalui Suntikan, Infus,
Peroral, Hidung, Rektum, Vagina Atau Obat Topikal. Bentuk
Klinis Berupa Urtikaria, Erupsi Makulo-Papuler, Eksantema
Fikstum, Purpura (Vaskulitis), Eritema Nodusum, Eritema
Multiforme, Eritrodermi.

2. Tujuan : Mengobati Dan Mencegah Komplikasi

3. Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin


(Perdoski, 2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya

4. Prosedur : 1. Pemeriksaan Dl, Ul, Fl, Lft, Rft . Rast (Untuk Mengetahui
Ige Spesifik), Belum Bisa Dikerjakan.
2. Eliminasi Obat Yang Dicurigai.
3. Kortikosteroid (Prednison/ Metil Prednisolon) 30 – 40
Mg/Hari Selama 5 – 7 Hari Kemudian Di Tapering.
4. Diberikan Antihistamin Ctm 3 X 4 Mg / Hari Atau
Mebidrolin Napadisilat 2 X 50 Mg/Hari Atau Loratadin 10
Mg/ Hari Atau Setirisin 10 Mg/ Hari .
5. Bila Terdapat Infeksi Sekunder Diberikan Eritromisin 3 X
500 Mg/Hari Selama 5 Hari Atau Berdasarkan Tes
Sensitivitas.
6. Topikal Diberikan Bedak Yang Mengandung Asam
Salisilat 1% Dan Mentol 0,5% Atau Krim Hidrokortison 1
– 2,5% Untuk Lesi Yang Kering, Lesi Yang Basah
Dikompres Dengan Larutan Salin.
7. Setelah Sembuh (6 Minggu) Dilakukan Uji Tempel Atau
Uji Tusuk Bila Uji Tempel Negatif

5. Unit Terkait : Penyakit Dalam, Anak, THT


URTIKARIA/ ANGIOUDEM

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit


PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian : Urtikaria Adalah Reaksi Vaskuler Lokal Pada Kulit Yang Ditandai Oleh
Udem Setempat Yang Berwarna Merah Atau Keputihan Pada Kulit Atau
Selaput Lendir. Bentuk Akut Bila Berlangsung < Dari 6 Minggu, Kronis
Bila > 6 Minggu.
Angioudem Bila Lesi Mengenai Jaringan Subkutis Atau Submukosa.

Tujuan Mengobati Dan Mencegah Komplikasi

Kebijakan Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya

Prosedur 1. Periksa Dl, Ul, Fl, Jumlah Total Eosinofil, Ige, Komplemen C2,C3,C4
(Angioudem Herediter), Cryoglobulin, Cold Hemolysin (Cold
Urtikaria). Uji Dermografism, Uji Ice Cube Dan Tes Exercise.
2. Mencari Fokal Infeksi Pada Tht, Gigi, Ims.
3. Bentuk Akut
Diberikan Antihistamin Ctm 3 X 4 Mg / Hari Atau Mebidrolin
Napadisilat 2 X 50mg /Hari Atau Loratadin 10 Mg/ Hari Atau
Setirisin 10 Mg/ Hari .
Bila Urtikaria Generalisata Atau Angioudem Diberikan
Kortikosteroid P.O (Prednison Atau Metil Prednisolon) 20 – 40 Mg/
Hari
Bila Terdapat Tanda-Tanda Anafilaksis Diberikan Adrenalin
1/10.000.
0,3 Cc Subkutan Dan Konsul Ke Penyakit Dalam.
Bila Terdapat Obstruksi Jalan Nafas Diberikan Adrenalin Subkutan
Dan Kortikosteroid (Deksametason 5 Mg I.M.) Dan Konsul Ke Tht.
4. Bentuk Kronis
Diberikan Antihistamin Ctm 3 X 4 Mg / Hari Atau Mebidrolin
Napadisilat 50mg/Hari Atau Loratadin 10 Mg/ Hari Atau Setirisin
10 Mg/ Hari Atau Kombinasi
Obat-Obat Diatas Dengan Simetidin.
Eliminasi Diet Yang Dicurigai Seperti Telur, Susu, Ikan Laut,
Kacang, Coklat, Tomat, Stroberi, Zat Pengawet Makanan Atau
Minuman, Zat Pewarna Makanan Dan Lain-Lain
5. Topikal Diberikan Bedak Asam Salisilat 1 % Dan Mentol 0,5%
6. Bila Sudah Ada Perbaikan/ Sembuh Dilakukan Tes Tusuk Atau Tes
Tempel Atau Tes Fototempel

Unit Terkait ICU, Penyakit Dalam, Penyakit Anak, THT, Gigi


MORBUS HANSEN

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian : Morbus Hansen Adalah Penyakit Infeksi Kronis Yang Disebabkan Oleh
Mycobacterium Leprae Yang Bersifat Obligat Intra Selular. Saraf Perifer
Sebagai Afinitas Pertama, Lalu Kulit Dan Mukosa Saluran Nafas Atas
Kemudian Dapat Ke Organ-Organ Kecuali Susunan Saraf Pusat. Ada 2
Bentuk Yaitu :
1. Paucy Basiler (1 – 5 Lesi)
2. Multi Basiler (> 5 Lesi)
Tujuan : Mengobati, Mencegah Komplikasi Dan Kecacatan
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya

Prosedur : 1. Pemeriksaan Histopatologi, Pemeriksaan Bta, Hb Tiap 3 Bulan, Tes


Fungsi Hati Dan Tes Fungsi Ginjal (Bila Ada Indikasi).
2. Kusta Tipe Paucy Basiler 1 Lesi Dengan Tidak Ditemukannya
Penebalan Saraf Tepi Diberikan Rom ( Rifampisin 600 Mg +
Ofloksasin 400 Mg + Minosiklin 100 Mg) Dosis Tunggal.
3. Kusta Tipe Paucy Basiler Dengan 2 – 5 Lesi Diberikan Mdt Pb
(Rifampisin 600 Mg/ Bulan +Dds 100 Mg/Hari) 6 Paket
Diselesaikan Dalam 6 – 9 Bulan.
4. Kusta Tipe Multi Basiler Dengan Jumlah Lesi Lebih Dari 6
Diberikan Pengobatan Mdt Mb (Rifampisin 600 Mg/ Bulan +Dds
100 Mg/Hari+ Lamprene 300 Mg/Bulan Dilanjutkan 50 Mg/Hari)
12 Paket Diselesaikan Dalam 12 -18 Bulan.
5. Pada Kusta Mb Bila Dalam 18 Bulan Tidak Dapat Menghabiskan
12 Paket Maka Pengobatan Dianggap Gagal Dan Pengobatan
Diulang
6. Pada Kusta Pb Bila Dalam 9 Bulan Tidak Dapat Menghabiskan 6
Paket Maka Pengobatan Dianggap Gagal Dan Pengobatan Diulang
7. Pada Kusta Multi Basiler Bila Tidak Dapat Diberikan Lamprene
Maka Diberikan Pengobatan Rom Tiap Bulan Selama 24 Bulan
8. Pada Kusta Multi Basiler Bila Tidak Dapat Diberikan Rifampicin
Maka Diberikan Pengobatan Kombinasi Lamprene 50 Mg +
Ofloksasin 400mg + Minociklin 100mg Tiap Hari Selama 6 Bulan,
Dilanjutkan Dengan Pemberian Lamprene 50 Mg + Ofloksasin
400mg Atau Minociklin 100mg Tiap Hari Selama 18 Bulan
Unit Terkait : Penyakit Dalam, Rehabilitasi Medis
REAKSI KUSTA TIPE I
(REAKSI REVERSAL)
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian : Reaksi Kusta Tipe I Merupakan Episode Akut Dari Perjalanan Penyakit
Kusta Dengan Gangguan Neuritis Berat.
Tujuan : Mengobati Dan Mencegah Timbulnya Kelumpuhan
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya

Prosedur : 1. Rawat Inap Dan Istirahat Total


2. Pemeriksaan Histopatologi, Pemeriksaan Bta, Hb Tiap 3 Bulan.
3. Obat Kusta (Mdt) Diteruskan
4. Diberikan Obat Prednison (Metilprednisolon) Dengan Perincian
Sebagai Berikut :
40 Mg/Hari Dosis Tunggal Untuk 2 Minggu Pertama, Kemudian
30 Mg/Hari Dosis Tunggal Untuk Minggu Ke-3 Dan Ke-4,
20 Mg/Hari Dosis Tunggal Untuk Minggu Ke-5 Dan Ke-6,
15 Mg/Hari Dosis Tunggal Untuk Minggu Ke-7 Dan Ke-8,
10 Mg/Hari Dosis Tunggal Untuk Minggu Ke-9 Dan Ke-10,
5 Mg/Hari Dosis Tunggal Untuk Minggu Ke-11 Dan Ke-12.
5. Diberikan Asam Mefenamat 3 X 500 Mg/Hari Untuk Mengurangi
Rasa Nyeri.
6. Diberikan Vitamin Neurotropik (Vitamin B1, B6, B12, ) 3 X 1
Tablet/ Hari
7. Bila Sudah Tidak Ada Neuritis (Nyeri Hilang) Secepatnya
Dilakukan Fisioterapi

Unit Terkait : Fisioterapi, Saraf.


REAKSI KUSTA TIPE II
(REAKSI ERITEMA NODUSUM LEPROSUM)

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit


PROSEDUR
OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian : Reaksi Kusta Tipe Ii Merupakan Episode Akut Dari Perjalanan Penyakit
Kusta Dengan Timbulnya Nodul Eritema Dan Gangguan Konstitusi.
Tujuan Mengobati Dan Mencegah Timbulnya Enl Yang Berulang.

Kebijakan Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya

Prosedur 1. Rawat Inap Dan Istirahat Total


2. Pemeriksaan Histopatologi, Pemeriksaan Bta, Hb Tiap 3 Bulan, Tes
Fungsi Hati Dan Tes Fungsi Ginjal (Bila Ada Indikasi).
3. Obat Kusta (Mdt) Diteruskan
4. Diberikan Obat Prednison (Metilprednisolon) Dengan Perincian
Sebagai Berikut:
30 Mg/Hari Dosis Tunggal Untuk 2 Minggu Pertama, Kemudian
20 Mg/Hari Dosis Tunggal Untuk Minggu Ke-3 Dan Ke-4,
15 Mg/Hari Dosis Tunggal Untuk Minggu Ke-5 Dan Ke-6,
10 Mg/Hari Dosis Tunggal Untuk Minggu Ke-7 Dan Ke-8,
5 Mg/Hari Dosis Tunggal Untuk Minggu Ke-9 Dan Ke-10,
Penderita Masuk Rumah Sakit Dan Istirahat Total
5. Diberikan Lamprene 300 Mg Tiap Hari
6. Bila Enl Tidak Muncul Lagi Lamprene Diturunkan 100mg Setiap
Minggu Sampai Sembuh.
7. Bila Enl Tidak Dapat Diatasi Dengan Pengobatan Diatas Penderita
Diberikan Talidomide Dengan 2 X 100 Mg.
8. Pengobatan Simtomatis Diberikan Asam Mefenamat 3 X 500
Mg/Hari Untuk Mengurangi Rasa Nyeri Dan Demam.
9. Diberikan Vitamin Neurotropik (Vitamin B1, B6, B12, ) 3 X 1
Tablet/ Hari

Unit Terkait Penyakit Dalam Dan Fisioterapi


DERMATOFITOSIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSUP DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Penyakit Jamur Superfisial Yang Ditandai Bercak Eritema Batas Tegas
Disertai Central Healing, Disebabkan Oleh Kelompok Dermatofita
(Trichophyton Sp, Epidermophyton Sp, Microsporum Sp). Klinis Dapat
Berupa Tinea Kapitis, Tinea Korporis, Tinea Kruris, Tinea Pedis, Tinea
Manum, Tinea Ungium.
Tujuan : Mengobati Dan Mencegah Komplikasi
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Prosedur 1. Pemeriksaan Penunjang :
 Pemeriksaan Sediaan Langsung Koh 20% Dengan Mikroskop
 Biakan Agar Sabouroud Atau Sabouroud Plus (Tidak Selalu
Dikerjakan)
 Pemeriksaan Lft (Bila Diberikan Griseofulvin, Ketokonazol)
2. Penatalaksanaan :
a.Topikal :
Obat Pilihan : Terbinafin Sekali Sehari Selama 7 Hari
Alternatif : Golongan Azol, Siklopiroksolamin,Naftifin Hcl
b. Sistemik : Bila Lesi Kronis Atau Luas
Griseofulvin Oral 10 – 25 Mg/Kgbb/Hari Atau Selama 4 – 6 Minggu,
Atau
Itrakonazol 2 X 100 Mg Selama 2 Minggu, Atau
Terbinafin Oral 1 X 250 Mg/Hari (2 Minggu)
3. Pengobatan Khusus:
a. Tinea Kapitis :
Obat Pilihan Griseofulvin Fine Particle 10 – 20 Mg/Kgbb/
Hari Selama 12 Minggu
Alternatif : Terbinafin 62,5 – 750 Mg/ Hari → 2 – 3 Minggu,
Atau Itrakonazol. Rambut Dicuci Dengan Sampo Antimikotik
b. Tinea Unguium :
Bila Mengenai 1 – 2 Kuku Dengan Rusaknya Lempeng Kuku <
2/3 Bagian
Obat Pilihan Siklopiroksolamin Topikal (Cat Kuku).
Alternatif : Golongan Azol.
Bila Mengenai > 2 Kuku Dan Rusaknya Lempeng Kuku > 2/3
Obat Pilihan: Itrakonazol 2 X 200 Mg/Hari Selama Seminggu
Dalam Sebulan, Selama 2 – 3 Bulan.
Alternatif: Terbinafin 1 X 250 Mg/Hari Selama 3 Bulan.
c. Tinea Pedis :
Khusus Bentuk Moccasin Foot, Itrakonazol 2 X 100 Mg/Hari
Atau Terbinafin 1 X 250 Mg/ Hari, Selama 4 – 6 Minggu.

Unit Terkait : Anak


PITIRIASIS VERSIKOLOR

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian : Penyakit Kulit Karena Jamur Malaszesa Furfur (Pityrosporum Orbiculare/


Ovale) Yang Ditandai Dengan Makulo Hipo/ Hiperpigmentasi.
Tujuan : Mengobati Dan Mencegah Kekambuhan
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Prosedur : 1. Pemeriksaan Penunjang :
a. Dengan Lampu Wood
b. Pemeriksaan Langsung Dengan Mikroskop Dengan Larutan Koh
20%.
c. Pemeriksaan Lft (Bila Diberikan Ketokonazol)
2. Penatalaksanaan :
A. Non Medikamentosa : Menghindari Suasana Lembab Dan
Keringat
Yang Berlebihan
B. Medikamentosa :
Topikal
Obat Pilihan : Sampo Selenium Sulfida 2 % Dioleskan Diseluruh
Tubuh 15 – 30 Menit Sebelum Mandi, Sekali / Hari, Khusus
Daerah Wajah Dan Genital Digunakan Azol Topikal.
Alternatif : Sampo Ketokenazol 2% Atau Sampo Zinc Pirition
Pengobatan Sistemik:
A. Untuk Lesi Luas Atau Jika Sulit Disembuhkan Digunakan
Ketokonazol Oral 200 Mg/Hari Selama 10 Hari
B. Obat Dihentikan Bila Pemeriksaan Klinis Dan Penunjang
Berturut-Turut Selang Seminggu Telah Negatif.
Unit Terkait : Anak, Penyakit Dalam
KANDIDOSIS KUTIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian : Infeksi Jamur Yang Disebabkan Spesies Candida Bisa Mengenai Kulit,
Mukosa Dan Kuku. Klinis Berupa Bercak Eritema Batas Tidak Tegas
Dengan Lesi Satelit
Tujuan : Mengobati, Mencegah Komplikasi Dan Menghindari Faktor-Faktor
Predisposisi.
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Prosedur : 1. Pemeriksaan Penunjang Dengan Pemeriksaan Koh 20%/ Atau
Pewarnaan Gram Dan Biakan Dengan Agar Sabouroud (Tak Selalu
Dikerjakan).
2. Pengobatan :
a. Kandidosis Kutis :
Topikal Dengan Obat Golongan Azol Selama 2 – 3 Minggu Atau
Nistatin 4 – 6 Minggu
Sistemik Diberikan Pada Lesi Yang Luas Atau Pasien
Imunokompromis, Dengan Ketokonazol 200 Mg/Hari Selama
1 – 2 Minggu Atau Itrakonazol 2 X 100 Mg/Hari.
b. Kandidosis Kuku :
Topikal Sama Dengan Tinea Unguium
Sistemik Dengan Itrakonazol 400 Mg/Hari Selama Seminggu Setiap
Bulan, Selama 2 – 3 Bulan.
c. Kandidosis Mukosa :
Mulut : Golongan Azol Bentuk Gel Selama 2 – 3 Minggu
Vagina : - Itrakonazol 2 X 100 Mg Selama 3 Hari, Atau
Flukonazol 1 X 150 Mg /Hari Atau Supp. Vagina Golongan Azol.

Unit Terkait : Anak, Penyakit Dalam


KROMOBLASTOMIKOSIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian : Penyakit Kronis Oleh Jamur Derrmatiacea Dengan Adanya Nodus


Verukosus Kutan Dan Membentuk Vegetasi
Tujuan : Mengobati Dan Mencegah Komplikasi
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Prosedur : 1. Rawat Jalan, Bila Berat Rawat Inap
2. Pemeriksaan Penunjang :
a. Sediaan Koh 20 %
b. Biakan Dengan Agar Sabouroud
c. Pemeriksaan Histopatologi
3. Pengobatan :
Itrakonazol 2x 1 Selama 6 Bulan

Unit Terkait : Penyakit Dalam, Bedah


MISETOMA

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian : Penyakit Kronik, Disebabkan Oleh Jamur Actinomyces Dan Nocardia,


Dengan Tanda-Tanda Pembengkakan, Abses Sinus Dan Fistel Multiple.
Tujuan : Pengobatan Dengan Mencegah Komplikasi.
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Prosedur : 1. Rawat Jalan, Bila Berat Dapat Rawat Inap
2. Pemeriksaan Klinis
3. Pemeriksaan Penunjang :
a. Sediaan Koh 20%
b. Kultur Dengan Agar Sabouroud
c. Pemeriksaan Histopatologi
4. Pengobatan :
a. Misetoma Aktinomikotik :
Kombinasi Kotrimoksazol Dengan Streptomisin (9 Bl – 1
Tahun), Atau Amoksisilin 4 X 500 Mg/Hari.
b. Mosetoma Maduromikotik :
Itrakonazol (6 – 12 Bulan)
Unit Terkait : Bedah, Penyakit Dalam, Radiologi
SPOROTRIKOSIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSUP DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian : Penyakit Kronik, Disebabkan Oleh Jamur Sporotrichium Schenkii,


Pembengkakan Kelenjar Getah Bening, Kulit Dan Jaringan Subkutis,
Berbentuk Nodus, Melunak, Ulkus
Tujuan : Pengobatan Dan Mencegah Komplikasi.
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Prosedur : 1. Rawat Jalan, Bila Berat Dapat Rawat Inap
2. Pemeriksaan Penunjang :
a. Sediaan Koh 20%
b. Kultur Dengan Agar Sabouroud
c. Pemeriksaan Histopatologi
3. Pengobatan :
- Itrakonazol Selama 6 Bulan Atau Kalium Jodida Jenuh (Kj)
- Alternatif Ampoterisin B (Selama 6 Bl)

Unit Terkait : Bedah, Penyakit Dalam


FIKOMIKOSIS SUBKUTIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman


…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................

RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian : Penyakit Kronik Oleh Berbagai Jamur Dengan Adanya Nodus Subkutan
Yang Membesar Dan Teraba Keras.
Tujuan : Mengobati Dan Mencegah Komplikasi.
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Prosedur 1. Rawat Jalan, Bila Berat Dapat Rawat Inap
2. Pemeriksaan Penunjang :
a. Sediaan Koh 20%
b. Kultur Dengan Agar Sabouroud
c. Pemeriksaan Histopatologi
3. Pengobatan :Itrakonazol 200 Mg/Hari Selama 3 Bulan
Unit Terkait : Bedah, Penyakit Dalam
4.Standar Prosedur Operasional Ilmu Kesehatan Mata
4.1
PELAYANAN POLIKLINIK MATA
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN

……0 …………………… ………/Komed/


RSDY/..../2009
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR TANGGAL
PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Pelayanan Poliklinik Spesialis adalah pelayanan kepada pasien


yang tidak memerlukan rawat inap dan dilaksanakan di
poliklinik spesialis rawat jalan
TUJUAN : 1. Meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan
pelayanan medis yang paripurna
Mengurangi waiting time (waktu tunggu) pasien yang
memerlukan pemeriksaan Memberikan kepuasan pasien
dan keluarganya
KEBIJAKAN : 1. Pasien mendaftar di loket pendaftaran.
2. Poliklinik mata buka setiap hari kerja: Senin-Sabtu, pukul
19.00-selesaiWITA. Loket pendaftaran melayani pasien
mulai pukul 07.30-19.00 WITA
3. Datang ke poliklinik membawa tanda pendaftaran
4. Diberikan pelayan medis oleh dokter konsulen pada kasus
khusus
5. Dilakukan pembahasan dengan dokter pembimbing
konsulen yang bertugas di poliklinik sebelum pemberian
terapi, pemeriksanan penunjang dan tindakan medis Bila
diperlukan dikonsulkan ke divisi khusus
6. Dokter pemeriksa wajib mengisi catatan medis dengan
lengkap
7. Dokter pemeriksa wajib memberikan penjelasan rinci
kepada pasien tentang penyakit yang diderita atau usulan
tindakan medis yang akan dilakukan
8. Diberikan terapi yang sesuai dan penjelasan untuk control
kembali bila diperlukan

UNIT TERKAIT : 1. Poliklinik


2. Dokter konsulen poliklinik
3. Konsulen divisi
PROSEDUR OPERASI KATARAK INSISI KECIL “SMALL
INCISION CATARACT SURGERY ( SICS) “

NO. DOKUMEN NO REVISI HALAMAN


……/Komed/RSDY/..../2009 0
RSU DHARMA 1/1
YADNYA

STANDAR TANGGAL TERBIT


PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Teknik operasi katarak dengan insisi kecil 6-8mm, dilakukan


pengeluaran nukleus dengan meninggalkan kapsul posterior lensa.
TUJUAN : Memulihkan tajam penglihatan

KEBIJAKAN : Pelayanan dimulai pkl.08.00-13.00 WITA di OK UGD RSU


DHARMA YADNYA .Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Penyakit
Mata
Prosedur 1. Anestesi topikal (pantokain 0.5% atau 2%) + midriacyl + efrisel
eye drop
2. Anestesi retrobulbar/peribulbar
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril
5. Pasang blefarostat
6. Anestesi subkonjungtiva/topikal (bila penderita tidak dianestesi
secara umum/retrobulbar/peribulbar)
7. Fiksasi muskulus rektus superior dengan silk 4.0
8. Peritomi konjungtiva 60º dari jam 11-13
9. Atasi perdarahan dengan cauter
10. Grooving dengan jarum 1 cc/ cresent/ blade no.15 (2 mm dari
limbus)
11. Tunnel sklera dengan cresent sampai 1,5 mm clear cornea.
12. Sideport di jam 9 dengan jarum 1 cc/slit/ blade no 11 atau 15
13. Masukkan viscoelastic gel melalui sideport untuk melindungi
endotel kornea
14. Capsulotomi anterior menggunakan jarum 1 cc dengan teknik
can opener/ continous circular capsulorhexis (CCC)
15. Hidrodiseksi dan hidrodelineasi
16. Prolaps nukleus ke bilik mata depan  ekstraksi nukleus dengan
viscolestic/vectis/lens loops
17. Aspirasi & irigasi sisa korteks
18. Masukkan viscoelastic gel untuk melindungi endotel kornea
19. Masukkan IOL sesuai hasil biometri in the bag/sulcus
20. Masukkan carbacol 0.1 cc intrakamera (jika diameter pupil > 2
mm)
21. Jahit tunnel sklera dengan nylon 10.0, satu atau dua jahitan
22. Injeksi gentamicin/garamicin/debikacin 0.5 cc subkonjungtiva
23. Injeksi dexamethason 0.5 cc subkonjungtiva
24. Antibiotik + steroid tetes (C. Xitrol eye drop) + Antibiotika salep
mata (Gentamicin eye ointment)
25. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT : Spesialis Mata,Spesialis Anestesi


PELAYANAN RAWAT INAP
NO. NO. REVISI HALAMAN
DOKUMEN

RSU DHARMA …………………… ………/Komed/RSDY/..../2009


YADNYA ……0
STANDAR TANGGAL
PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Memasukkan pasien adalah proses melakukan rawat inap pasien atas
indikasi
TUJUAN Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada pasien
:
KEBIJAKAN 1. Semua pasien yang ada indikasi rawat inap harus dimasukkan ke
: ruang rawat inap
2. Rawat inap dilakukan di kelas III, II, kelas I, VIP dengan
prosedur tetap rawat inap

PROSEDUR 1. Dokter di UGD atau Poliklinik memberikan informasi orang


: tua/wali pasien bahwa pasien ada indikasi rawat inap
2. Orang tua/wali pasien memilih ruang rawat inap yang
diinginkan, kecuali ada kedaruratan medis Dokter di UGD atau
Poliklinik memberikan informasi kepada orang tua/wali pasien
tentang dokter yang akan memberikan pelayanan kesehatan di
ruangan sesuai dengan kebijakan di atas
3. Paramedis UGD atau Poliklinik mengantarkan pasien ke ruang
rawat inap

UNIT TERKAIT 1. Dokter spesialis, dokter di UGD/Poliklinik Dokter mata yang


: merujuk
2. Paramedis
KONSULTASI MEDIS

NO. NO. REVISI HALAMAN


DOKUMEN

RSU DHARMA …………………… ………/Komed/RSDY/..../2009


YADNYA ……0
STANDAR TANGGAL
PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Konsultasi adalah proses permintaan pendapat, saran dan/atau


tindakan medis intra dan inter disiplin sesuai dengan kebutuhan
pasien
TUJUAN Untuk memberikan pelayanan medis yang optimal sesuai dengan
kebutuhan pasien

KEBIJAKAN Konsultasi wajib dilakukan kepada disiplin terkait apabila diketahui


terdapat masalah yang menyangkut multidisiplin.

PROSEDUR 1. Konsultasi dilaksanakan secara tertulis ditujukan kepada disiplin


: terkait
2. Konsultasi dilakukan dengan menggunakan lembar khusus
rekam medik
3. Dalam konsultasi dicantumkan secara jelas kronologis pasien,
data penunjang dan maksud konsultasi.
4. Dicantumkan tandatangan dan nama terang dokter yang meminta
konsultasi dan dokter yang memberi konsultasi.
5. Bila diperlukan, dokter yang memberi konsultasi mendampingi
dokter yang menjawab konsultasi pada waktu pemeriksaan agar
dapat berdialog.Jawaban konsul ditulis dalam lembar khusus
rekam medik, memberikan anjuran pemeriksaan penunjang,
terapi, atau tindakan yang diperlukan.
6. Konsultasi dapat dilakukan di ruang rawat inap pasien atau
mendatangi disiplin terkait
7. Konsultasi dapat dalam bentuk konsultasi berencana atau
segera / cito (sesuai dengan kebutuhan, apakah keadaan pasien
emergensi atau tidak)
8. Dalam keadaan kasus-kasus tertentu, dapat dibentuk tim yang
terdiri atas beberapa konsultan sesuai dengan bidangnya.

UNIT TERKAIT Multidisiplin


:
DOKTER JAGA

NO. NO. REVISI HALAMAN


DOKUMEN

RSU DHARMA …………………… ………/Komed/RSDY/..../2009


YADNYA ……0
STANDAR TANGGAL
PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Dokter jaga adalah dokter yang bertugas diluar jam kerja
:
TUJUAN 1. Memberikan pelayanan medis kepada pasien yang datang diluar
: jam kerja
2. Memberikan pelayanan medis terhadap setiap keluhan pasien di
ruangan di luar jam kerja
KEBIJAKAN 1. Dokter jaga Bagian Mata terdiri dari:
: 2. Dokter jaga memberikan pelayanan medis kepada pasien baru
dan pasien yang telah dirawat selama jam jaga

PROSEDUR 1. Dokter jaga melakukan penanganan kasus sesuai dengan tandar


: pelayanan medis bagian I.K.Mata
2. Dokter jaga membuat catatan medik secara rinci sesuai format
3. Keluhan pasien diluar jam kerja:
- Pasien kelas III,II,I,VIP ditangani oleh dokter jaga
/konsultan jaga, atau bila perlu pada konsultan divisi

UNIT TERKAIT 1. Dokter jaga: Dokter konsultan


: 2. UGD
PROSEDUR OPERASI ABLASIO RETINA

NO. NO. REVISI HALAMAN


DOKUMEN

RSU DHARMA …………………… ………/Komed/RSDY/..../2009


YADNYA ……0
STANDAR TANGGAL
PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Teknik operasi scleral buckling yaitu memasang band pada sklera,
melakukan krioterapi dan punksi cairan sub retinal space
TUJUAN Untuk menempelkan kembali retina yang terlepas dari bagian
: neurosensoris retina
KEBIJAKAN Pelayanan dimulai pkl.08.00-13.00 WITA di OK UGD RSU
: Dharma Yadnya dilaksanakan oleh Dokter Divisi Vitreo-retina,
Dokter Spesialis Mata di Divisi Vitreo- Retina
PROSEDUR 1. Pasien tidur terlentang dengan anestesi umum
: 2. Desinfeksi dengan betadine pada mata dan sekitarnya
3. Suntik retrobulber 4 cc Lidocain 2% dengan spuit 5 cc.
4. Teugel palpebra superior dan inferior dengan benang silk 4-0
5. Idendifikasi lokasi detachment dan break dengan indirek
funduskopi
6. Peritomi konjungtiva sekitar limbus semua kwadran (360º)
7. Fiksasi semua musc. rektus dan muscle hook, kemudian
dipegang dengan longgar dengan benang silk 3-0
8. Pasang silikon band diameter 4-0 dibawah musc. rektus yang
dibantu dengan pinset dan arteri klem, dengan sambungan
diantara musc.rektus inferior dan lateral.
9. Jahit silikon band pada sklera dengan benang mersilk 5-0
sejauh 14 mm dari limbus.Sambung silikon band pada inferior
lateral dengan tubenya dan jahit.
10. Pungsi ( jika detachment tinggi) dengan ujung jarum spuit 26 G
pada sklera dekat silikon band, shg lokasi pungsi tertutup band,
dibawah detachment (blass) sampai cairan subretinal fluid
keluar.
11. Dilakukan krio sampai ujungnya putih, masing2 2-3 titik pada
sklera arah apek bola mata dibawah silikon band.
12. Injeksi udara steril atau gas SF6 kedalam bola mata (vitreus)
dengan spuit 26 G pada daerah 4 mm dari limbus inferior
temporal, sampai tekanan bola mata cukup.
13. Eratkan silikon band sampai tekanan bola mata kira2 sesuai
dengan beban 5/7.5 Tonometri Schiotz
14. Dekatkan konjungtiva ke limbus, dan jahit dengan benang
vicryl 8-0 pada daerah temporal dan nasal.
15. Suntik 0,5 cc Gentamisin sub konjungtiva pada daerah inferior
atau superior.
16. Beri tetes mata dan bola mata ditutup dengan gaas steril.
17. Operasi selesai

UNIT TERKAIT 1. Spesialis Mata


: 2. Spesialis Anesthesi
PROSEDUR OPERASI TRABEKULEKTOMI

NO. DOKUMEN NO REVISI HALAMAN


……/Komed/RSDY/..../2009 0
1/1

RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR TANGGAL TERBIT
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Teknik operasi memotong jaringan trabekulum dan iris perifer untuk
memperlancar aliran humor aquos dari bilik mata depan ke bilik mata
belakang
TUJUAN : Memperlancar aliran humor aquos
KEBIJAKAN Pelayanan dimulai pkl.08.00-13.00 WITA di OK UGD RSU Dharma
Yadnya Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Mata
1. Anestesi lokal retrobulber/peribulber.
PROSEDUR : 2. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9
3. Persempit lapangan operasi dengan doek steril
4. Pasang blefarostat
5. Fiksasi muskulus rektus superior dengan silk 4.0
6. Peritomi konjungtiva 60º (jam 11- 13) di superior
7. Atasi perdarahan dengan cauterisasi
8. Grooving sklera dengan blade no 15bentuk :
2x2 mm
9. Tunnel sklera sampai 1mm clear corneal
10. Sideport di jam 9 dengan blade no 15 atau 11/ slit/spuite 1
ccMasukkan viscoelastic gel melalui sideport untuk melindungi
endotel kornea
11. Potong jaringan trabekulum berbentuk segiempat (1x1mm) dengan
spuit 1 cc/ puncture
12. Iridektomi perifer dengan gunting vannas
13. Jahit sklera dengan nylon 10.0, sebanyak 3 jahitan
14. Jahit konjungtiva dengan vicryl 8.0, sampai menutupi insisi sklera
15. Injeksi gentamicin/garamicin/debikacin 0.5 cc subkonjungtiva
16. Injeksi dexamethason 0.5 cc subkonjungtiva
17. Antibiotik + steroid tetes (C. Xitrol eye drop) + Antibiotika salep
mata (Gentamicin eye oint)
18. Dressing operasi selesai

UNIT TERKAIT : Spesialis Mata,Spesialis Anestesi


PROSEDUR EXTERPASI PTERYGIUM

NO. DOKUMEN NO REVISI HALAMAN


……/Komed/RSDY/..../2009 0
1/1
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR TANGGAL TERBIT
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Teknik operasi menghilangkan jaringan fibrovaskuler konjungtiva yang


tumbuh melewati kornea
TUJUAN : Menghilangkan jaringan fibrovaskuler konjungtiva
KEBIJAKAN : Pelayanan dimulai pkl.08.00-13.00 WITA di OK UGD RSU Dharma
Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Mata
PROSEDUR : 1. Anastesi topikal dengan Pantocaine 2 % pada kedua mata
2. Desinfeksi dengan betadine pada daerah operasi.
3. Suntik anestesi lokal dengan Lidocain 2% sebanyak 1cc pada jaringan
pterigium
4. Jaringan dilepaskan dengan perlahan dengan pisau ”hockey” dan
ujung jaringan dipegang dengan pinset konjungtiva
5. Dilakukan pemotongan jaringan sampai subtenon dengan teknik bare
sklera.
6. Dilakukan pemotongan jaringan konjungtiva bagian supeior dengan
melepas jaringan dibawahnya berbentuk segiempat.
7. Bersihkan sisa jaringan tenon yang masih tersisa
8. Perdarahan di kauterisasi secukupnya
9. Injeksi subkonjuntiva dengan Gentamisin injeksi.
10. Beri tetes Xitrol.
11. Tutup gaas dan diverban
12. Setelah selesai, beri resep obat Salep mata Gentamisin, Amoxicillin
500 dan mefenamic acid 500 mg.
UNIT TERKAIT 1. Spesialis mata,Spesialis Anestesi
PROSEDUR INSISI CURETAGE

NO. DOKUMEN NO REVISI HALAMAN


……/Komed/RSDY/..../2009 0
1/1
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR TANGGAL TERBIT
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Teknik Insisi dan Curetage yang dilakukan pada kelenjar Meibom, Zeis
dan Moll yang mengalami infeksi
TUJUAN : Mengeluarkan dan membersihkan pus dan jaringan granulasi
KEBIJAKAN : Pelayanan dimulai pkl.08.00-13.00 WITA di bedah minor polimata dan
OK UGD RSU Dharma yadnya , Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis
Mata
PROSEDUR : 1. Pasien terlentang diatas meja operasi
2. Mata ditetes Pantocain 2 % sebanyak 2 tetes
3. Desinfeksi dengan betadine pada daerah operasi.
4. Suntik anestesi lokal dengan Lidocain 2% sebanyak 2cc sekitar
jaringan hordiolum, atau pasien anak-anak dengan anastesi umum.
5. Masa dijepit dengan alat Hordiolum klemp, dengan bagian yang
licin melindungi kornea.
6. Dilakukan insisi dengan ujung pisau sampai keluar pus atau
jaringan granulasi.
7. Dilakukan kuretage dengan alat kuret sesuai dengan besarnya
hordiolum sampai keluar darah segar.
8. Irigasi dengan cairan betadine
9. Beri salep Gentamisin.
10. Tutup gaas verban
11. Setelah selesai, beri resep obat Salep mata Gentamisin, Amoxicillin
500 dan Mefenamic acid 500 mg.

UNIT TERKAIT : Spesialis Mata,Spesialis Anestesi


PROSEDUR FLAP KONJUNGTIVA

NO. DOKUMEN NO REVISI HALAMAN


……/Komed/RSDY/..../2009 0
1/1
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR TANGGAL TERBIT
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Teknik operasi menutup jaringan resipien dengan flap konjungtiva

TUJUAN : Sebagai jaringan penyokong terhadap jaringan resipien (kornea)

KEBIJAKAN : Pelayanan dimulai pkl.08.00-13.00 WITA di OK UGD RSU Dharma


Yadnya Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Mata
PROSEDUR : 1. Inform consent, dan pasien tidur terlentang
2. Mata ditetes Pantocain 2 % sebanyak 2 tetes atau pasien dalam
keadaan anestesi umum.
3. Desinfeksi dengan betadine pada daerah operasi.
4. Suntik anestesi lokal dengan Lidocain 2% sebanyak 2cc
sekitar jaringan konjungtiva 5. Peritomi konjungtiva dan
undermind seluas mungkin, perdarahan di kauterisasi
4. Dilakukan scraping kornea dengan ujung pisau, jaringan kornea di
periksa pewarnaan gram dan KOH, jahit flap konjungtiva diatas
ulkus kornea dengan vikril 8.0.
5. Irigasi dengan cairan betadine.
6. Beri salep Gentamisin.
7. Tutup gaas verban
8. Setelah selesai, beri resep obat Salep mata Gentamisin,
Amoxicillin 500mg dan Mefenamic acid 500 mg.
UNIT TERKAIT : Spesialis Mata, Spesialis Anestesi.

PROSEDUR HECTING KORNEA


NO. DOKUMEN NO REVISI HALAMAN
……/Komed/RSDY/..../2009 0
1/1

RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR TANGGAL TERBIT
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Teknik operasi menjahit ruptur kornea

TUJUAN : Mereposisi bagian kornea yang ruptur/robek

KEBIJAKAN : Pelayanan dilakukan sepanjang hari di OK UGD RSU Dharma Yadnya.


Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Penyakit Mata
PROSEDUR : 1. Anestesi umum
2. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9
3. Persempit lapangan operasi dengan doek steril
4. Fiksasi palpebra superior & inferior dengan benang silk 4.0
5. Bila disertai ruptur sklera :
6. Peritomi konjungtiva pada area yang diduga terjadi ruptur
sklera
7. Jahit sklera dengan silk 6.0
8. Bila disertai prolaps iris  bersihkan iris terlebih dahulu dari
proses epitelisasi yang telah berlangsung  reposisi iris.
9. Jika terjadi nekrosis iris lakukan nekrotomi/iridektomi
reposisi iris
10. Jahit kornea dengan nylon 10.0
11. Bila disertai hifema aspirasi hifemareform bilik mata
depan
12. Evaluasi kekedapan jahitan (water tight) Bentuk bilik
mata depan dengan udara
13. Jahit konjungtiva dengan vicryl 8.0
14. Injeksi gentamicin/garamicin/dibekacin 0.5 cc
subkonjungtiva
15. Injeksi dexamethason 0.5 cc subkonjungtiva
16. Gentamicin eye oint
17. Tutup gaas verband  operasi selesai

UNIT TERKAIT : Spesialis Mata,Spesialis Anestesi


PROSEDUR EXTERPASI PTERYGOPLASTY

NO. DOKUMEN NO REVISI HALAMAN


……/Komed/RSDY/..../2009 0
1/1
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR TANGGAL TERBIT
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Teknik operasi menghilangkan jaringan fibrovaskuler konjungtiva yang


tumbuh melewati kornea disertai dengan penanaman graf konjungtiva
TUJUAN : Mengurangi residif pterigium

KEBIJAKAN : Pelayanan dimulai pkl.08.00-13.00 WITA di OK UGD RSU Dharma


Yadnya Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Penyakit Mata
PROSEDUR : 1. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9
2. Persempit lapangan operasi dengan doek steril
3. Pasang blefarostat
4. Anestesi lidokain subkonjungtiva/topikal
5. Lepaskan pterygium dari perlekatan dengan kornea
menggunakan cresent/spuit 1 cc/hokymesh
6. Gunting pterygium
7. Rawat perdarahan dengan cauter
8. Ambil bahan graf konjungtiva yang berupa epitel konjungtiva
dari konjungtiva superior sesuai ukuran area pterygium yang
telah digunting  pindahkan ke area pterygium yang telah
disiapkanFiksasi flap pada 8 lokasi dengan benang vikryl 8.0
atau nylon 10.0. Fiksasi empat lokasi di sudut flap hingga
mencapai sklera, sedangkan 4 lokasi lainnya hanya mencapai
konjungtiva
9. Injeksi dibekacin/gentamicin/garamicin 1 cc subkonjungtiva
10. Injeksi dexamethason 1 cc subkonjungtiva
11. Antibiotika salep mata (gentamicin eye oint)
12. Dressing operasi selesai

UNIT TERKAIT : Spesialis Mata,spesialis Anestesi


StandatProsedur Operasional Ilmu Penyakit Saraf
PENENTUAN MATI BATANG OTAK (MBO)

NO DOKUMEN NO REVISI HALAMAN


0 ……………… …0
RSU DHARMA YADNYA
STANDAR PROSEDUR TANGGAL an. DIREKSI,
TERBIT DIREKTUR UTAMA
OPERASIONAL
…0
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN: Mati batang otak adalah suatu keadaan yang ditandai


oleh menghilangnya fungsi batang otak berupa:
a. Tidak terdapat sikap tubuh yang abnormal
(dekortikasi atau deserebrasi).Tidak terdapat
sentakan epileptik.
b. Tidak terdapat refleks-refleks batang otak.
c. Tidak terdapat nafas spontan.
TUJUAN: 1. Diyakini bahwa telah terdapat pra kondisi tertentu
yaitu koma dan apneu karena kerusakan otak
struktural yang tak dapat diperbaiki lagi, dengan
kemungkinan MBO.
2. Menyingkirkan penyebab koma dan henti nafas yang
reversibel (obat-obatan, intoksikasi, ganggu
metabolik dan hipotermia.
KEBIJAKAN: -
PROSEDUR: Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti
nafas yang menetap yaitu:
1. Tidak ada respon terhadap cahaya.
2. Tidak ada refleks kornea..
3. Tidak ada refleks vestibulo-okuler.
4. Tidak ada respon motor terhadap rangsang
adekuat pada area somatik.
5. Tidak ada refleks muntah (gag refleks) atau
refleks batuk karena rangsang oleh kateter isap
yang dimasukan ke dalam trakea.
6. Tes henti nafas positif, yang dilakukan dengan
cara:
 Preoksigenasi dengan O2 100% selama 10 menit.
 Pastikan pCO2 awal testing dalam batas 40:60
torr dengan memakai kapnograf dan atau analisa
gas darah.
 Lepaskan pasien dari ventilator, insuflasikan
trakea dengan O2 100%, 6 liter/menit melalui
kateter intra trakeal melewati karina.
 Lepaskan ventilator selama 10 menit.
 Bila pasien tetap tidak bernafas, tes dinyatakan
positif (henti nafas menetap).
 Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan
positif, tes diulangi lagi 25 menit kemudian.
 Bila tes tetap positif, pasien dinyatakan mati,
kendatipun jantung masih berdenyut.
UNIT TERKAIT Sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dokter yang
kompeten (2 orang dokter diantaranya adalah 1 dokter
spesialis anestesiologi/intensivist dan 1 dokter spesialis
saraf).

EPILEPSI
NO DOKUMEN: REVISI: - HALAMAN:

RSU DHARMA YADNYA


TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL ……………

Dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Epilepsy adalah suatu keadaan neurologic yang ditandai oleh


bangkitan epilepsy yang berulang, yang timbul tanpa
provokasi. Sedangkan bangkitan epilepsy sendiri adalah suatu
manifestasi klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan
listrik abnormal, berlebih dan sinkron dari neuron terutama
terletak pada korteks serebri.
Khusus untuk sindroma epilepsy adalah gejala epilepsy yang
timbul bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi,
factor prepisitan usia saat awitan, beratnya penyakit, siklus
harian dan prognosis).

Tujuan Dapat menegakkan diagnosis epilepsy, menangani dan


mengatasi komplikasi epilepsy dan sindroma epilepsy.

Kebijakan Penderita epilepsy dan sindroma epilepsy dapat kontrol di


poliklinik tetapi bila sedang dalam keadaan bangkitan harus
langsung ke UGD.

Prosedur 1. Anamnesis untuk menentukan jenis epilepsy.


2. Pemeriksaan fisik dan neurologic lengkap.
3. Pemeriksaan EEG rutin atau rekaman tidur.
4. Pemeriksaan CT scan kepala dengan atau tanpa kontras.
5. Pemeriksaan MRI bila dianggap perlu.
6. Screening genetic pada kasus sindroma epilepsy tertentu.

Unit terkait Spesialis Saraf,Spesialis Bedah Saraf epilepsy.

PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS


NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSU DHARMA YADNYA


TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL
0
Dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Status epileptikus adalah bangkitan yang berlangsung lebih


dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih dimana
diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan
kesadaran.
Tujuan Merawat secara optimal dan memulihkan kondisi penderita.
Kebijakan Pedoman Tatalaksana Epilepsi.
Prosedur 1. Stadium I (0-10 mnt) :
- Memperbaiki fungsi kardiorespirasi.
- Jalan napas,oksigen,nadi dan suhu.
2. Stadium II (1-60 mnt) : - Pemeriksaan status neurologik
- Pengukuran teknan darah, nadi dan suhu
- EKG
- Memasang infus pada pembuluh darah besar
- Mengambil 5-10 cc darah untuk pemeriksaan lab.
- Pemberian OAE emergensi : Diazepam 10-20 md iv
(kecepatan pemberian ≤ 2-5 mg/menit atau rektal dapat
diulang 15 menit kemudian)
- Memasukkan 50 cc glucosa 40/50 % dengan atau tanpa
thiamin 250 mg intervena
- Menangani asidosis
3. Stadium III(0-60/90menit)
- Menentukan etiologi
- Bila kejang berlangsung terus selama 30 menit estela
pemberian diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-18
mg/kg dengan kecepatan 50 mg/menit
- Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
- Mengoreksi komplikasi.
4. Stadium IV (30-90 menit)
- Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60, transfer
pasien ke ICU, beri propofol (2 mg/kgBB bolus iv,
diulang bila perlu) atau thiopentone (100-250 mg bolus iv
pemberian dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50
mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-24 jam
setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terakhir, lalu
dilakukan tapering off.
- Memantau bangkitan EEG, tekanan intrakranial, memulai
pemberian OAE dosis rumatan
Unit terkait Instalasi rawat intensif.
PARKINSON

NO DOKUMEN: REVISI: - HALAMAN:

RSU DHARMA YADNYA


TANGGAL TERBIT a.n. Direksi
STANDAR PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL 1/1

Dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Bagian dari Parkinsonism yang patologis ditandai dengan


degenerasi ganglia basalis terutama di pars compacta substansia
nigra disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewys’
bodies).
Tujuan Dapat menangani penyakit Parkinson sejak mulai penegakkan
diagnosis, penatalaksanaan, penanganan penyulit secara holistic
dan komprehensif.
Kebijakan -
Prosedur 1. Pemeriksaan klinis Parkinson:
a. Tremor saat istirahat.
b. Rigiditas.
c. Akinesia/bradikinesia.
d. Hilangnya reflex postural.
e. Gambaran motorik lain:
- Distonia.
- Rasa kaku, sulit memulai gerakan.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan penyebab
lain: gula darah, bun/SC, lipid profile, T3/T4, TSH.
3. Radiologi: CT scan kepala.
4. Tatalaksana terapi:
a. Medikamentosa:
Antikholinergik: trihexyphenidil.
Dopaminergik: Levodopa, Carbdopa.
Dopamine agons: Bromokriptin, pramipexole.
b. Non medikamentosa: Reahbilitasi medis, psikoterapi.

Unit terkait Rehabilitasi Medis, Bagian Psikiatri.


NYERI KEPALA

NO DOKUMEN: REVISI: - HALAMAN:

RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL
……………
Dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Nyeri kepala adalah perasaan tidak enak atau nyeri yang dirasakan
dari daerah orbital sampai daerah oksiput.
Tujuan Untuk menangani penderita dengan nyeri kepala baik primer
maupun sekunder.
Kebijakan Pasien dengan nyeri kepala primer diperiksa di poliklinik, bisa
langsung pulang atau rawat inap atau konsultasi ke bagian terkait.
Penderita dengan nyeri kepala sekunder diperiksa di polilinik ,
konsultasi ke bagian terkait atau langsung rawat inap.
Prosedur Anamnesis, pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang: foto kepala, EEG, CT scan kepala.
Unit terkait Bedah Saraf, Psikiatri, THT, Gigi, Mata, Radiologi.
STROKE HEMORAGIK

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR TERBIT Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, berlangsung > 24 jam
atau menyebabkan kematian, saat aktivitas/istirahat, kesadaran
baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak, riwayat hipertensi
(faktor risiko stroke lainnya), lamanya (onset), serangan
pertama/ulang, semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.
Ada defisit neurologis, fokal atau menjadi global,
hipertensi/hipotensi/normotensi.
Tujuan Merawat secara optimal dan memulihkan kondisi penderita.
Kebijakan Pedoman Tatalaksana stroke hemoragik.
Prosedur 1. Anamnesis.
2. Pemberian oksigen, pemasangan infus , pengambilan darah
lengkap, termasuk gula darah dan elektrolit (bila diperlukan), dan
pemeriksaan EKG.
3. Pemberian obat-obat neuroprotektan, pemberian obat
antihipertensi dan anti kejang (bila diperlukan).
4. Pemeriksaan penunjang: CT scan kepala dan thorak foto.
5. Konsultasi:
- Dokter spesialis Penyakit Dalam (ginjal/hipertensi,
endokrin), kardiologi bila ada kelainan organ terkait.
- Dokter spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemoragis yang
perlu dioperasi (aneurisma, AVM, evakuasi hematom)
- Gizi.
- Rehabilitasi medic (setelah dilakukan prosedur neuro
restorasi dalam 3 bulan pertama pasca onset).
6. Penatalaksanaan/terapi:
- Umum: ditujukan terhadap fungsi vital: paru, jantung, ginjal,
keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, hygiene.
- Khusus: pencegahan dan pengobatan komplikasi.
Rehabilitasi.
Pencegahan stroke: tindakan promotif primer dan sekunder.
7. Penatalaksanaan khusus:
- Perdarahan subaraknoid: Anti-vasopasmus: Nimodipine.
Neuroprotektan.
- Perdarahan intraserebral:
Konservatif:
 Memperbaiki faal hemostasis (bila ada gangguan faal
hemostasis).
 Mencegah/mengatasi vasopasmus otak akibat
perdarahan: Nimodipine.
 Neuroprotektan.
Operatif:
Dilakukan pada kasus yang indikatif/memungkinkan:
 Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda
peningkatan TIK akut dan ancaman herniasi otak.
 Perdarahan serebelum.
 Volume perdarahan lebih dari 30 cc, atau diameter > 3
cm terutama pada fosa posterior.
 Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum.
 GCS > 7.
Terapi kompilasi:
- Anti edema: Larutan manitol 20%.
- Anti biotika, antidepresan, antikonvulsan: atas indikasi.
- Anti thrombosis vena dalam dan emboli paru.
Penatalaksanaan faktor risiko:
- Antihipertensi: Fase akut stroke dengan persyaratan
tertentu (Guidelines stroke 2004).
- Antidiabetika: Fase akut stroke dengan persyaratan
tertentu (Guidelines stroke 2004).
- Antidislipidemia: atas indikasi.
Terapi nonfarmako:
- Operatif.
- Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik.
- Edukasi.
Unit terkait - Bagian Penyakit dalam (ginjal/hipertensi, endokrin), Kardiologi
bila ada kelainan organ terkait.
- Bagian Bedah (Bedah Saraf untuk kasus hemoragis yang perlu
dioperasi) (aneurisma, AVM, evakuasi hematom).
- Bagian Gizi.
VERTIGO

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN:

RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR TERBIT Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Vertigo adalah sensasi rotasi tanpa perputaran yang sebenarnya.

Tujuan Agar dapat menangani kasus vertigo secara profesional.

Kebijakan Pedoman tatalaksana vertigo.

Prosedur Pasien vertigo diterima di poliklinik saraf/UGD.


Lakukan: anamnesis, pemeriksaan neurologi, tentukan apakah
vertigo sentral atau vertigo perifer.

Unit terkait Bagian THT.


Bagian Radiologi.
TUMOR INTRAKRANIAL

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL
STANDAR PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL

Dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Masalah intra cranial baik primer maupun sekunder yang


memberikan klinis desak ruang dan atau gejala fokal neurologis.
Tujuan Merawat secara optimal dan memperbaiki kwalitas hidup
penderita.
Kebijakan Pedoman talalaksana neuro oncology.
Prosedur Tindakan I (0 – 10 menit):
- Mengatur posisi kepala 20o – 30o.
- Oksigen, nadi dan suhu.
Tindakan II (1 – 60 menit):
- Pemeriksaan status neurologic.
- Pengukuran tekanan darah, nadi, suhu.
- EKG.
- Memasang infuse pada pembuluh darah dasar.
- Mengambil 5 – 10 cc darah untuk pemeriksaan lab.
- CT scanning/MRI kepala + kontras, foto polos
tengkorak, EEG, BAEP.
- Pemberian obat-obat emergency
(bila ada kejang): Diazepam 10 – 20 ml iv.
(Kecepatan pemberian < 2 – 5 menit atau rectal dapat
diulang 15 menit kemudian).
- Pemberian obat-obat untuk menurunkan tekanan
intra cranial: Dexamethasone.
Manitol.
- Pemberian obat-obat simptomatik:
Analgetik.
Sedative.
Tindakan III (1 – 2 minggu):
- Menentukan etiologi (diagnostic).
- Menangani penyulit/komplikasi.
- Persiapan operasi tergantung jenis tumor dan lokasi.
Unit terkait Bedah Saraf.
Radiologi.
Patologi Anatomi.
Laboratorium.
DEMENSIA VASKULER

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL

Dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Demensia Vaskuler (VaD) meliputi semua kasus demensia yang


disebabkan oleh gangguan serebrovaskuler dengan penurunan
fungsi kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan
meliputi semua domain, tidak harus prominen gangguan
memori.
(Domain pada neurobehaviour adalah : Berbahasa, Daya ingat,
Visuospatial, Emosi, Kognisi.)
Tujuan Mendapatkan Informed Consent secara Lisan maupun Tertulis.
Catatan Mediknya sangat diperlukan untuk kasus-kasus yang
berperkara.
Kebijakan Kelompok Studi Fungsi Luhur dan Kelompok Studi
Neurogeriatri Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(Perdossi) 2007
Prosedur Dilakukan Pemeriksaan Penunjang yaitu :
 Neurobehaviour test : MMSE(Mini Mental State
Examination) ,CDT (Clock Drawing Test) , FAQ
(Functional Activity Questionaire), Global Deppression
Scale , ADL (Activity Daily Living), IADL (Instrumental
ADL), Trail Making Test A dan B , CDR (Clinical
Dementia Rating) .
 Foto Thorak, Brain-CT Scan , Brain-MRI
 Darah : Hematologi sebagai faktor resiko stroke
Konsultasi/perawatan di RS : Bila diperlukan., apabila
ada penyulit.
Terapi Medik
Terapi medikamentosa terhadap faktor resiko vaskuler
Terapi Simptomatik terhadap gangguan kognisi
simptomatik:
Penyekat Asetilkolinesterase:
Donepezil Hcl tab 5 mg : 1 x 1 tablet / hari
Rivastigmin tab 2 x 1,5 mg maks 2 x 6 mg
(interval titrasi 1 bulan).
Galantamin tab 2 x 4 mg maks 2 x 16 mg
(interval titrasi 1 bulan).
Gangguan Perilaku :
Depresi : antidepresan SSRI (pilihan utama)
Delusi/halusinasi/agitasi :
Neuroleptik atipikal: Risperidon tab: 1 x 0,5 mg –
2 mg/hari
Neuroleptik tipikal : Haloperidol tab : 1x 0,5 mg
– 2 mg/hari
Terapi non medik:
Stimulasi kognitif, Reminescence, Gerak Latih
Otak, Edukasi pengasuh
Intervensi lingkungan: Terapi musik,Terapi
cahaya, Fasilitas aktivitas
Unit terkait Sub Bag Neurovaskuler, Sub Bag Neurorehabilitasi, Sub Bag
Neurogeriatri.

SINDROME GUILLAIN BARRE


TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL

Dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Sindrom Guillain Barre adalah kumpulan gejala yang ditandai


oleh kelemahan anggota gerak ascenden bersifat akut dan simetris
serta dapat disertai dengan gangguan sensorik, gangguan otonom
maupun nervus kranialis yang disebabkan oleh suatu gangguan
autoimmune
.
Tujuan Merawat secara optimal dalam penatalaksanaan dan komplikasi
dari sindrom Guillain Barre serta memulihkan kondisi penderita

Kebijakan Pedoman tatalaksana Sindrom Guillain Barre

Prosedur 1. Roburantia saraf parenteral


2. Pasang NGT bila ada kesulitan menguyah atau menelan
3. Kortikosteroid masih kontroversi, diberikan dosis tinggi
bila terjadi paralysis otot berat
4. Plasma paresis
5. Imunoglobulin intravena dengan dosis 0,4 g/kg BB badan
tiap hari untuk 5 hari berturut-turut
6. Plasma 200-250 ml/kg BB badan dalam 4-6 x pemberian
sehingga waktu sehari diganti dengan dengan cairan
kombinasi garam dengan 5% albumin
7. Bila ada gangguan nafas rawat HCU

Unit terkait - Ilmu penyakit dalam


- Paru
- Anastesi

NEUROINFEKSI

NO DOKUMEN REVISI HALAMAN

RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR PROSEDUR TERBIT: Direktur Utama
OPERASIONAL

Dr.I Wayan Semendra,SKM

Pengertian Infeksi pada susunan saraf dapat nerupa ensefalitis, meningitis,


atau meningoensefalitis.
Ensefalitis adalah infeksi peradangan jaringan otak karena
berbagai macam penyebab.
Meningitis adalah infeksi peradangan selaput otak (araknoid dan
piameter) karena berbagai macam penyebab. Sedangkan
meningoensefalitis adalah infeksi/peradangan jaringan otak dan
selaput otak.
Penyebab infeksi disebabkan oleh virus, bakteri, protosa,
metazoan, jamur atau spirokheta.
Tujuan Mampu menegakkan diagnosis dan menangani penderita
ensefalitis, meningitis dan meningoensefalitis.
Kebijakan - Pedoman tatalaksana infeksi pada susunan saraf.
- Lakukan pemeriksaan cairan serebrospinal untuk mengetahui
penyebab infeksi.
Prosedur 1. Melakukan anamnesis.
2. Melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis.
3. Melakukan lumbal pungsi.
4. Kalau diperlukan pemeriksan CT scan kepala.
5. Melakukan tatalaksana:
- Perawatan penderita dengan kesadaran menurun.
- Memberikan terapi medikomentosa: antibiotika,
tuberkulostatika, tergantung penyebabnya dan terapi
simptomatik.
Unit terkait Instalasi rawat terkait.

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


SMF BEDAH

1. Pelayanan Poliklinik Spesialis Obstetri dan


Ginekologi
KEHAMILAN LEWAT WAKTU/POST TERM

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Kehamilan melebihi dua minggu dari perkiraan tanggal persalinan


dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus “Naegel”.
TUJUAN Mencegah morbiditas dan mortalitas pada bayi
KEBIJAKAN Merencanakan pengakhiran kehamilan
PROSEDUR Cara pengakhiran kehamilaan tergantung hasil pemeriksaan
kesejahtraan janin dan penilaian skor pelvic.
1. Bila kesejahtraan janin baik (USG/NST baik)
a. PS ≥ 5 dilakukan oksitosin drip
b. PS < 5 dilakukan pemantauan serial Non Stress Test (NST)
dan USG tiap 1 minggu sampai UK 44 minggu atau sampai
PS ≥ 5.
2. Bila kesejahtraan janin mencurigakan
a. PS ≥ 5
 Dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan
kardiotokografi (KTG)
 Bila terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta,
persalinan diakhiri dengan seksio sesaria.
b. PS < 5 dilakukan pemeriksaan ulangan keesokan harinya.
 Bila hasilnya tetap mencurigakan, dilakukan Oxytocin
Challenge Test (OCT)
 Bila hasil pemeriksaan OCT positif dilakukan SC
 Bila hasil pemeriksaan OCT negatif dilakukan
pemeriksaan serial sampai UK 44 minggu atau PS
≥5
 Bila hasil pemeriksaan OCT meragukan atau
tidak memuaskan dilakukan pemeriksaan OCT
ulangan keesokan harinya
 Bila hasilnya baik, dilakukan pemeriksaan serial
sampai UK 44 minggu atau PS ≥ 5
3. 3. Bila hasil kesejahtraan jain jelek dilakukan seksio sesaria.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Spesialis Anak

PERSALINAN PRETERM

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN 1. Kehamilan < 37 minggu dengan perkiraan Berat Badan Janin <
2500 gram.
2. Ada kontraksi uterus ≥ 2 x per 10 menit.
3. Ada tendensi peningkatan pembukaan serviks.
TUJUAN Mencegah terjadinya persalinan preterm
KEBIJAKAN Mencegah terjadinya persalinan preterm dengan pemberian obat-obat
tokolitik sampai upaya tersebut gagal atau ada kontraindikasi pemberian
tokolitik.
PROSEDUR 1. Tirah baring ke satu sisi.
2. Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin.
3. Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan preterm :
a. Sistitis
b. Pyelonefritis
c. Bakteriuria asimptomatis
d. Inkompetensi serviks, dll
4. Tentukan umur kehamilan dengan lebih pasti :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan klinis
c. Pemeriksaan ultrasonografi
5. Tokolitik tidak diberikan pada keadaan-keadaan :
a. Adanya infeksi intrauterin.
b. Adanya solusio plasenta.
c. Adanya lethat fetal malformation
d. Adanya kematian janin dalam rahim (KJDR)
6. Pemberian tokolitiik dengan memakai :
a. MgSO4 (magnesium sulfat)
b. Ritodrin
7. Pemberian glukokortikoid pada UK kurang dari 35 minggu :
a. Deksametason 5 mg IM, 4 dosis selama 6 jam yang dapat diulangi
setelah 1 minggu kemudian.
b. Glukokortokoid tidak boleh diberikan apabila ada tanda-tanda
infeksi.
UNIT TERKAIT : Neonatologi

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM


PENGERTIAN - Timbulnya hipertensi yang disertai proteinuri, setelah kehamilan 20
minggu.
- Hipertensi : Tekanan darah sistolik ≥140 mg atau diastolik ≥ 90 mg
- Protein urin : 0,3 gr /L dalam 24 jam, kwalitatif + 2 - +4
- Hipertensi dalam kehamilan dibagi menjadi :
1. Preeklampsia Ringan : tekanan darah sistolik ≥ 140 mg, < 160
mg dan tekanan diastolik ≥90 mg, < 110 mg proteinuria > 0.3
g /L, kwalitatif + 2.
2. Preeklampsia Berat : tekanan darah sistolik  160 mg, dan
diastolik  110 mg., proteinuria > 5 gr kualitatif +4,
3. Eklampsia : preeklampsi disertai dengan kejang dan koma.
4. Superimposed preeklampsia : preeklampsi yang timbul dari
hipertensi kronis.
TUJUAN Mencegah morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.
KEBIJAKAN 1. Mencegah PE Ringan menjadi PE Berat.
2. Mencegah PE Ringan dan PE Berat jatuh menjadi Eklampsia.
3. Mencegah dan mengatasi komplikasi.
4. Memperbaiki keadaan umum ibu dan bayi seoptimal mungkin.
5.Pengakhiran kehamilan/persalinan pada saat yang tepat dengan
mempertimbangkan keadaan ibu
PROSEDUR a. Preeklampsia Ringan :
Dirawat bila terdapat hal-hal sebagai berikut :
1. Hasil Fetal Assement ragu-ragu atau jelek
2. Kecendrungan menjadi preeklampsia berat
3. Perawatan poliklinik selama 2x seminggu, keadaan tetap
4. Akan dilakukan terminasi kehamilan (umur kehamilan aterm)
b. Preeklampsia Berat : Semua preeklampsia berat kasus dirawat di
Rumah Sakit.
c. Eklampsia : Semua eklampsia harus dirawat di RS.

FARMAKOLOGIS :
(1) Pada Preeklampsi Ringan boleh rawat jalan : Roboransia (VIT E2
x 200 mg, N.A.C. 3 x 400 mg Glisodin 3 x 250 mg)
(2) Pada Preeklampsi Berat : (umur kehamilan < 37 minggu)., Infus
RL yang mengandung Dextrose 5%, 60-125 cc/jam, Anti kejang :
MgSO4 50% : 10 gr i.v., diulang dengan dosis 5 gr MgSO4 50%
i.v. setiap 6 jam sampai 24 jam.
(3) Anti Hipertensi : Bila tekanan darah  180/110 mg diberikan
klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10cc larutan (untuk suntikan).
Disuntikan mula-mula 5 cc i.v. perlahan-lahan selama 5 menit.
Lima menit kemudian diukur tekanan darahnya, bila belum ada
penurunan MAP 90 – 120 mg maka diberikan lagi 5 cc i.v. dalam
5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan Nifedipin 3 x 10 mg.
(4) Pada Preeklampsi Berat yang dilakukan terminasi (aterm)
pemberian anti kejang MgSO4 50%, dengan dosis 10 gr secara
intra vena kemudian dilanjutkan dengan pemberian 5 gr MgSO4
50% masing-masing intramuskuler pada bokong kanan dan kiri.
(5) Pada Eklmpsia :
- Anti Kejang MgSO4 20% 4 gr. Intra vena pelan-pelan selama 3
menit, disusul dengan 10gr MgSo4 50% terbagi dalam dosis 5
gr bokong kanan dan kiri. Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 5
gr MGSO4 50% Intramuskuler sampai 6 jam bebas kejang pasca
persalinan. Bila terjadi kejang lagi, diberikan MGSO4 20%, 2 gr
i.v. sekali saja. Bila timbul kejang lagi, diberikan Penthofal 5 mg
/ kg BB/i.v. pelan-pelan.
- Non Farmakologis : Tirah baring, diet tinggi kalori, tinggi
protein.
- Bedah : Penanganan bedah (SC) dilakukan berdasarkan indikasi
Obstetri .
- Indikasi terminasi adalah :
Preeklampsia Ringan dengan komplikasi pada :
1. Anak (IUGR. Berat janin dan hasil kesejahteraan janin
jelek
2. Ibu terjadinya HELLP Syndrome
Preeklampsia Berat aterm/preterm dengan komplikasi pada ibu dan
anak.
UNIT TERKAIT Kardiologi, Neurologi, Anestesiologi, Neonatologi
PLASENTA PREVIA

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen bawah rahim (SBR)
sampai menutupui sebagian atau seluruh osteum uteri internum pada umur
kehamilan 28 minggu atau lebih.
TUJUAN Mencegah morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.
KEBIJAKAN Semua penderita dengan perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan
pemeriksaan dalam kecuali kemungkinan plasenta previa sudah
disingkirkan.
PROSEDUR  Janin non-viabel : konservatif dengan pemberian kortikosteroid.
 Janin viabel : segera dilahirkan.
 Cara persalinan : Seksio sesarea, pervaginam (bila bukan plasenta
previa totalis).
 Bila perdarahan aktif, segera dilahirkan dengan seksio sesaria.
 Transfusi kalau perlu
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Neonatologi

KETUBAN PECAH DINI (KPD)


RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman
YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, dan
bila diikuti 1 jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.
TUJUAN Mencegah morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
KEBIJAKAN 1. Pada KPD preterm menunda persalinan sampai paru janin matang
dan pada KPD aterm memberikan kesempatan untuk terjadinya
inpartu spontan.
2. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetri.
PROSEDUR
A. KPD dengan kehamilan aterm
1. Antibiotika profilaksis, ampicilin 4X500 mg selama 7 hari
2. Admission test, bila hasilnya patologis dilakukan terminasi
kehamilan
3. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam. Bila ada kecendrungan
meningkat ≥ 37,6OC dilakukan terminasi kehamilan.
4. Bila temperatur rektal tidak
meningkat selama 12 jam dan belum ada tanda-tanda inpartu,
dilakukan terminasi kehamilan.
5. Bila dilakukan terminasi kehamilan, lakukan evaluasi skor pelvis
a. Bila PS ≥ 5 dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
b. Bila PS < 5 dilakukan pematangan serviks.
B. KPD dengan kehamilan preterm
1. Penderita dirawat di rumah sakit.
2. Diberikan antibiotika, ampisilin 4X500
mg selama 7 hari.
Diberikan kortikosteroid (UK <35 mg), deksametason 5 mg @ 6
jam IM.
4. Observasi di kamar bersalin :
a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang
obstetri.
b. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam. Bila ≥ 37,6 OC
dilakukan terminasi kehamilan
5. Di ruang obstetri :
a.Observasi temperatur rektal setiap 6 jam.
b. Pemeriksaan laboratorium : Lekosit dan
LED @ 3 hari.
6. Selama observasi di ruangan, dilakukan USG
a.Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan.
b.Bila oligohidramnion, dipertimbangkan untuk terminasi

Bila masih keluar air, perawatan konservatif dipertimbangkan dengan


melihat hasil pemeriksaan laboratorium. Bila terdapat
lekositosis/peningkatan LED dilakukan terminasi kehamilan
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Neonatologi
DM GESTASI (DMG)

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM


PENGERTIAN Adanya intoleransi karbohidrat, baik ringan (Toleransi Glukosa
Terganggu=TGT maupun berat (Diabetes Melitus) yang terjadi atau
diketahui pertama kali pada saat kehamilann berlangsung.
TUJUAN 1. Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu.
2. Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
3. Menurunkan risiko menjadi DM dikemudian hari, bagi mereka
dengan DM gestasi sebelumnya
KEBIJAKAN 1. Penapisan DMG dilakukan terhadap semua ibu hamil yang
berisiko/tidak berisiko.
2. Untuk ibu hamil yang berisiko penapisan dilakukan pada UK < 24
minggu (pertemuan pertama dengan ibu hamil).
3. Bila hasilnya negative, pemeriksaan diulang pada UK 24-26
minggu.
4. Untuk ibu hamil yang tidak berisiko, penapisan dilakukan pada UK
24-26 minggu.
5. Cara penapisan dengan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu atau
dengan tes toleransi glukosa.
PROSEDUR Penatalaksanaan obstetri :
1. ANC lebih ketat.
2. Penilaian kesejahtraan janin sejak UK 34 minggu, meliputi :
a. Pengukuran tinggi fundus uteri.
b. Mendengarkan denyut jantung janin.
c. USG
d. KTG
3. Diet sesuai dengan kebutuhan.
4. Pemberian insulin bila belum tercapai normoglikemia dengan
perencanaan makan.
5. Pemantauan kadar glukosa darah sendiri di rumah.
6. Pemantauan HbA 1c secara berkala tiap 6-8 minggu.
7. Penentuan skenario terminasi/persalinan

UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Spesialis Penyakit Dalam,Ilmu gizi,


Spesialis mata

KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG


RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman
YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Kehamilan yang disertai dengan gangguan fungsi jantung.


TUJUAN Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
KEBIJAKAN Kehamilan boleh diteruskan bila penyakit jantung fungsional kelas I dan
II. Bila kelas III dan IV dipertimbangkan abortus provokatus medisinalis.
PROSEDUR 1. Waktu ANC
a. Perawatan bersama kardiologi
b. Pencegahan terhadap anemia defisiensi besi, infeksi,
preeklampsia, obesitas, pekerjaan fisik, cemas, aritmia.
2. Waktu inpartu
a. Induksi persalinan atas indikasi obstetri.
b. Percepat kala II.
c. Seksio sesaria dikerjakan atas indikasi obstetri.
d. Hindari tarauma berlebihan dan infeksi.
e. Cegah akut refluks darah dengan cara Fowler (gravitasi)
dan pemasangan tourniquet pada kedua kaki.
3. Waktu puerperium
a. Bed rest, dirawat selama 5 – 10 hari.
b. Kalau perlu diberikan sedative.
c. Cegah konstipasi.
d. Laktasi dibatasi untuk DC kelas III dan IV.
4. Keluarga Berencana
a. Bila jumlah anak sudah cukup dianjurkan kontap.
b. Bila menolak kontap dianjurkan memakai IUD.
c. Sebaiknya jumlah anak tidak lebih dari dua.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Kardiologi, Neonatologi

SOLUSIO PLASENTA

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus
sebelum janin dilahirkan.
TUJUAN Mencegah morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
KEBIJAKAN Cara terminasi kehamilan tergantung pada derajat solusio plasenta, serta
komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi.
PROSEDUR 1. Pada solusio palsenta derajat 0-1 persalinan diusahakan
pervaginam dengan monitoring KTG dan faktor-faktor pembekuan
darah Pada solusio plasenta derajat 2-3 persalinan dilakukan dengan
seksio sesaria.
2. Pada Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR) dilakukan
amniotomi dilanjutkan dengan drip oksitosin serta monitoring
faktor-faktor pembekuan darah.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi dan Spesialis Anak

LETAK SUNGSANG

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Janin membujur dalam uterus dengan bokong/kaki pada bagian bawah.
TUJUAN Menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi.
KEBIJAKAN Urutan cara persalinan pada letak sungsang adalah :
1. Usahakan spontan Bracht Manual aid.
2. Total ekstraksi (harus dipertimbangkan terlebih dahulu).
PROSEDUR 1. Waktu hamil (antenatal) :
pada umur kehamilan 28-30 minggu mencari kausa dengan USG
(plasenta previa, kelainan kongenital, kehamilan ganda, kelainan
uterus)
Ukuran dan evaluasi panggul. Bila tidak ditemukan kelainan
dilakukan perawatan konservatif dan rencana persalinan lebih
agresif.
Bila hasil pemeriksaan USG tidak menemukan kelainan maka
dilakukan :
 Knee chest position.
 Versi luar (bila tidak ada kontraindikasi).
Bila versi luar berhasil, kontrol 1 minggu lagi dan dikelola
sebagai presentasi kepala.
2. Bila versi luar gagal, kontrol kembali 1 minggu lagi, dicoba versi
luar sekali lagi.Waktu persalinan :
Persalinan pervaginam diberi kesempatan bila tidak ada
hambatan dalam pembukaan (skor Zachtuchni Andros ≥ 5).
Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila :
 persalinan pervaginam diperkirakan sulit dan berbahaya
(skor Zachtuchni Andros < 3).
 Tali pusat menumbung.
 Didapatkan distosia.
 Umur kehamilan (premature dengan EFW < 2000 gram,
UK > 42 mg).
 Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan).
 Komplikasi kehamilan dan persalinan (HDK, KPD).
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Neonatologi.

PARTUS KASEP

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM


PENGERTIAN Suatu keadaan dimana persalinan mengalami kemacetan dan berlangsung
lama sehingga menimbulkan komplikasi baik pada ibu maupun janin.
TUJUAN Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
KEBIJAKAN Mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi
PROSEDUR 1. Perbaikan keadaan umum ibu :
a. Pasang IV line dan dower kateter.
b. Berikan cairan kalori dan elektrolit (rehidrasi).
c. Koreksi asam basa dengan pemeriksaan gas darah.
Pemberian antibiotika berspektrum luas Ampisilin
3X1 gram/hari IV dilanjutkan 4X500 mg po
selama 3 hari.
Metronidazol 2X1 gram supositoria selama 5-7
hari.
d. Pemberian obat penurun panas.
2. Terminasi kehamilan :
Pengakhiran kehamilan tergantung syarat dan kontraindikasi saat
itu. Bisa dilakukan ekstraksi cunam, seksio sesarian dan
embriotomi bila terjadi kematian janin dalam uterus.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Neonatologi.

KEHAMILAN/PERSALINAN
DENGAN JARINGAN PARUT UTERUS
RSU DHARMA
YADNYA No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Kehamilan yang disertai riwayat seksio sesaria sekali atau lebih atau pasca
miomektomi sebelumnya.
TUJUAN Menurunkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.
KEBIJAKAN 1. Perawatan di rumah sakit pada saat inpartu atau terminasi
kehamilan.
2. Persalinan pervaginam (trial of scar) dapat dicoba bila tidak ada
kontraindikasi.
PROSEDUR 1. Dievaluasi indikasi SC sebelumnya, jumlah SC, jenis sayatan dan
komplikasi yang terjadi.
2. Bila jenis sayatan klasik/korpore atau SC ≥ 2 kali dilakukan SC
primer dan steril saat aterm.
a. Bila jenis sayatan transprofunda, saat UK 38 minggu :Bila
indikasi operasi menetap, dilakukan SC primer.
b. Bila indikasi operasi tidak berulang tetapi ada penyulit seperti
letsu, KPD, plasenta previa, dilakukan SC primer.
c. Bila tidak ada penyulit, tunggu inpartu spontan sampai UK 42
minggu. Bila tidak inpartu dilakukan SC elektif.
b. Bila kehamilan aterm dan inpartu, nilai kemajuan persalinan.
Bila kemajuan persalinan berjalan baik, persalinan pervaginan
dengan kala II dipercepat. Bila mengalami distosia/gawat janin
dilakukan SC.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Neonatologi

KEMATIAN JANIN DALAM RAHIM (KJDR)

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Kematian janin dalam uterus yang beratnya ≥ 500 gram, umur kehamilan
telah mencapai 20 minggu atau lebih.
TUJUAN Terminasi kehamilan.
KEBIJAKAN Melahirkan janin dengan meminimalisasi komplikasi pada ibu
PROSEDUR 1. Konservatif/pasif :
a. Rawat jalan.
b. Menunggu persalinan spontan 1-2 minggu.
c. Pematangan serviks : misoprostol, estrogen.
d. Pemeriksaan kadar hematokrit, trombosit dan fibrinogen tiap
minggu.
2. Aktif :
a. Dilatasi serviks dengan :
 Batang laminaria Balon kateter.
b. Induksi :
 Misoprostol.
 Prostaglandin tablet vaginal (prostin E).
 Oksitosin.
3. Perawatan rumah sakit :
a. Bila harus segera ditangani.
b. Bila ada gangguan pembekuan darah (koagulopati).
c. Bila ada penyulit infeksi berat.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi

KEHAMILAN KEMBAR

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR TANGGAL Direktur Utama


PROSEDUR TERBIT
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Kehamilan dengan lebih dari satu embrio/janin dalam satu gestasi
TUJUAN Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
KEBIJAKAN Mengantisipasi komplikasi yang dapat terjadi selama kehamilan dan
persalinan.
PROSEDUR 1. Saat ANC :
a. Perawatan antenatal seperti biasa, antisipasi kemungkinan
komplikasi (komplikasi pada ibu : anemia, persalinan
prematur, plasenta previa, solusio plasenta, preeklampsia,
perdarahan post partum. Komplikasi pada bayi : cacat
bawaan, BBLR, KJDR, morbiditas dan mortalitas perinatal).
b. Lebih banyak istirahat saat UK 7 bulan sampai aterm.
2. Saat persalinan :Diharapkan pervaginam kecuali bayi
pertama kelainan letak.
a. Bila bayi pertama bukan letak kepala, dianjurkan
untuk seksio sesaria.
b. Drip oksitosin bukan merupakan kontraindikasi absolut.
c. Hati-hati kemungkinan perdarahan post partum.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Neonatologi.
:

KEHAMILAN DENGAN INFEKSI


HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
RSU DHARMA
YADNYA No. Dokumen No. Revisi Halaman

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Kehamilan yang disertai adanya infeksi virus HIV (Human


Immunodeficiency Virus).
TUJUAN : Menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi, serta mencegah
penularan infeksi virus HIV kepada bayi dan petugas.
KEBIJAKAN :.. Kewaspadaan universal
PROSEDUR 1. Saat ANC :
a. Pemberian obat AZT (zidovudin). Diberikan pada UK
setelah 14 minggu, dengan dosis 2X300 mg/hari,
diteruskan selama hamil.
b. Bila ditemukan setelah kehamilan lanjut, AZT akan
efektif bila diberikan mulai UK 34-36 minggu
selama 4 minggu dengan dosis 2X300 mg/hari.
2. Saat persalinan :
a. Penanganan medis : AZT diberikan dengan dosis 300
mg peroral setiap 3 jam sampai bayi lahir.
b. Penanganan obstetri : sikap penolong dan petugas
lainnya harus memenuhi standar kewaspadaan
universal. Prinsipnya memperlakukan setiap
spesimen darah dan cairan tubuh sebagai bahan yang
infeksius.
c. Pada persalinan kala I, batasi pemeriksaan dalam.
Fase laten hanya diijinkan selama 8 jam. Hindari
amniotomi kecuali pembukaan lengkap dan akan
dilakukan pimpinan persalinan.
d. Seksio sesaria dipertimbangkan pada keadaan-
keadaan sebagai berikut :
 Kadar CD4 kurang dari 500.
 Kadar viral load kurang dari 10.000
turunan/ml.
 Ibu menyusui (tidak mungkin membeli
PASI).
 Elektif SC dilakukan pada UK 38 minggu.
e. Saat persalinan kala II, sedapat mungkin episiotomi
dilakukan atas indikasi. Batasi tindakan yang
traumatik untuk ibu dan bayi.Setelah bayi lahir
segera gunting tali pusat. Darah tali pusat diambil 10
ml untuk pemeriksaan HIV bayi.
e. Penatalaksanaan persalinan kala III dan IV sesuai
prosedur standar.
f. Dilakukan pemeriksaan patologi anatomi terhadap
spesimen plasenta.
3. Penanganan terhadap bayi :
a. Segera setelah bayi lahir, dibersihkan dengan
sabun antiseptik.
b. Jangan diberikan ASI, berikan susu pengganti.
c. Bila kondisi ibu dan bayi baik, boleh rawat
gabung.
d. Berikan profilaksis AZT sirup 2 mg/kg BB tiap 6
jam mulai umur 12 jam sampai umur 6 minggu.
4. Post partum
Berikan parlodel oral untuk menghentikan ASI.
5. Alat-alat bekas pakai
a. a Alat-alat tenun bekas pakai segera direndam dalam
larutan klorin secara terpisah selama 10 menit.
b. Jarum habis pakai dan semprit dimasukkan ke dalam
wadah yang anti tembus ke incinerator.
c. Sarung tangan, kasa, dan sampah medis lainnya
ditampung dalam kantong plastik khusus dan
dibakar.
UNIT TERKAIT : Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Interna (divisi penyakit tropis),
Neonatologi, Patologi Anatomi
AMENORE

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : 1. Amenore primer : Sampai umur 14 tahun belum mendapat


menstruasi disertai belum berkembangnya tanda seks
sekunder, atau sampai umur 16 tahun belum mendapat
menstruasi, tanda seks sekunder berkembang normal.
2. Amenore sekunder : Sudah pernah menstruasi , kemudian
tidak mendapat lagi menstruasi selama 3 siklus atau 6 bulan.
TUJUAN :. Meningkatkan kualitas hidup penderita sebagai wanita
KEBIJAKAN : Penanganan berdasarkan penyebab amenore.
PROSEDUR : 1. Amenore golongan I (payudara tidak ada, uterus ada).
a. Periksa FSH dan LH.
b. Bila normal/rendah → foto sella tursika, tes anosmia (sindrom
kallman).
c. Bila tinggi (gonadal disgenesis) → Karyotiping.
d. Bila XX → periksa testosteron. Bila tinggi → laparotomi →
biopsi/angkat gonad → HRT.
e. Bila XY → laparotomi → biopsi/angkat gonad → HRT.
2. Amenore golongan II (payudara ada, uterus tidak ada).
a. Periksa testosteon.
b. Bila rendah → BBT → RKH → vaginoplasti.
c. Bila tinggi → karyotiping.
d. Bila XY → Feminisasi testicular → testis angkat
sesudah pubertas → HRT → naginoplasti.
a. Amenore golongan III (payudara dan uterus tidak
ada).Karyotiping → laparotomi.
b. Bila gonad (+) → angkat → HRT.
c. Bila gonad (-) → HRT.
Amenore golongan IV (payudara dan uterus ada),
penatalaksanaan seperti pada kasus amenore sekunder.
a. Singkirkan kehamilan, galaktore, hirsutisme (periksa
TSH dan prolaktin).
b. Bila normal → berikan progesterone (MPA 10 mg/hari)
selama 5 hari, ditunggu sampai 7 hari.
c. Bila terjadi perdarahan lucut, berarti oleh karena
disfungsi ovulasi.
a. Bila tidak terjadi perdarahan lucut, tes estrogen-
progesteron (E-P) dengan etinil estradiol 2X0,05
mg selama 21 hari dan MPA 1X10 mg selama 5
hari terkhir, tunggu sampai 7 hari setelah obat
habis.
b. Bila terjadi perdarahan lucut, tunggu sampai 1
minggu setelah tes E-P, kemudian periksa FSH
dan LH.
Bila kadar FSH dan LH normal atau
rendah dilakukan foto sella tursika atau
CT scan. Bila hasilnya normal berarti
kelainan di hipotalamus. Bila tidak normal
berarti kelainan di hipofise.
Bila kadar FSH dan LH tinggi berarti
terjadi kegagalan gonad.
c. Bila setelah tes E-P tidak terjadi perdarahan lucut,
berarti amenore terjadi karena faktor uterus.
UNIT TERKAIT : -
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL (PUD)

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Perdarahan abnormal yang terjadi di dalam atau di luar siklus haid ,
tanpa disertai kelainan organik baik dari genital maupun extragenital
TUJUAN : Menghentikan perdarahan dan mengatur siklus haid.
KEBIJAKAN : 1. Membuat diagnosis PUD dengan menyingkirkan
kemungkinan kelainan organik.
2. Menghentikan perdarahan Memperbaiki keadaan umum
penderita.
3. Mengatur siklus haid.
PROSEDUR : 1. Menghentikann perdarahan :
a. Kuretase dilakukan untuk penderita yang sudah kawin.
b. Obat-obatan :
 Estrogen.
Biasanya dipilih estrogen alamiah seperti estrogen
konyugasi. Estrogen yang lain adalah etinil estradiol.
Dosis : 25 mg IV diulang setiap 3-4 jam maksimal 4 kali
pemberian (bila perdarahan banyak).
 Progesteron.
Untuk memberikan keseimbangan pengaruh pemberian
estrogen.
Progesteron yang dipilih adalah progesteron alamiah seperti
medroksi progesterone asetat (MPA) dan progesterone.
 Dosis : 10-20 mg perhari (MPA) selama 7-10 hari atau
noretisteron 3X1 tablet selama 7-10 hari.Pil kombinasi.
Unrtuk merubah endometrium menjadi reaksi desidua.
Dosis : bila perdarahan banyak dapat diberikan 4X1 selama
7-10 hari kemudian dilanjutkan 1X1 selama 3-6 siklus.
 Senyawa antiprostaglandin.
Terutama diberikan pada penderita dengan kontraindikasi
pemberian estrogen dan progesteron misalnya pada
penderita dengan kegagalan fungsi hati dan ginjal.
2. Mengatur siklus haid
a. Segera setelah perdarahan berhenti, dilanjutkan dengan
pengaturan siklus haid.
b. Untuk mengatur siklus haid dapat diberikan :
 Pil KB selama 3-6 bulan.
 Progesteron 2X1 tablet selama 10 hari mulai hari ke-
16-25 siklus haid.
UNIT TERKAIT : -
MENOPAUSE

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon endogen,
dipastikan setelah amenore 12 bulan dan ditandai oleh kadar FSH dan
LH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang rendah.
TUJUAN : Meningkatkan kualitas hidup penderita.
KEBIJAKAN : Memberikan terapi sulih hormon bila tidak ada kontraindikasi.
PROSEDUR : 1. Tanpa uterus :
. Estrogen kontinyu 1 X 0,625 mg selama 25 hari Menopause
alamiah (dengan uterus) :
a. Sekuensial : estrogen konyugasi 1 X 0,625 mg (25 hari)
ditambah 10 hari terakhir MPA 1 X 10 mg.
b. Kontinyu : estrogen konyugasi 1 X 0,625 mg dan MPA 1 X
10 mg.
UNIT TERKAIT : Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Spesialis Penyakit Dalam (Geriatri),
Bedah Ortopedi dan Traumatologi.
INFERTILITAS

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR PROSEDUR TANGGAL Direktur Utama


OPERASIONAL TERBIT

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Menikah lebih dari 1 tahun belum hamil, melakukan sanggama


secara teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi
TUJUAN Mengupayakan kehamilan
KEBIJAKAN Mengupayakan kehamilan bagi pasangan suami istri yang sah.
PROSEDUR 1. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan genitalis
(singkirkan amenore dan galaktore).
2. Bila siklus haid spontan, dilakukan analisa sperma.
3. Bila hasil analisa sperma normal, dilakukan post coital test
terjadwal. Bila hasil post coital test normal :
a. Usia ibu < 30 tahun dilakukan induksi ovulasi selama 3
siklus, monitoring perkembangan folikel dan senggama
terjadwal. Bila tidak hamil dilakukan laparoskopi
diagnostik.
b. Usia ibu > 30 tahun dan atau kawin > 2 tahun langsung
dilakukan laparoskopi diagnostik. Bila abnormal
dilakukan IVF.
4. Bila hasil analisa sperma abnormal dilakukan pengulangan
analisa sperma 2-3 kali dengan interval 1 bulan. Bila tetap
abnormal dilakukan konsultasi ke bagian andrologi.
5. Bila hasil post coital test abnormal dilakukan pengulangan tes 1
siklus berikutnya dengan pemberian etinil estradiol. Bila
kualitas lendir serviks jelek dilakukan laparoskopi diagnostik.
Bila hasilnya normal, dilakukan IUI selama 6 siklus. Bila
laparoskopi abnormal atau setelah 6 siklus IUI tidak hamil,
dilakukan IVF.

UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Andrologi, Urologi

INTRA UTERIN INSEMINATION (IUI)

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Salah satu teknik inseminasi semen yang dilakukan intra uterin,
sebagai bagian dari ruang lingkup inseminasi artifisial
TUJUAN Mengupayakan kehamilan.
KEBIJAKAN Mengupayakan kehamilan bagi pasangan suami istri yang sah.
PROSEDUR Sama seperti tahap-tahap pemeriksaan pasangan infertil. Tindakan IUI
dipilih pada kasus-kasus yang terindikasi untuk itu, seperti :
1. Infertilitas karena faktor serviks.
2. Gangguan ovulasi.
3. Endometriosis ringan.
4. Faktor immunologik.
5. Faktor suami.
6. Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya
.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Andrologi, Urologi
TEKNOLOGI REPRODUKSI BANTUAN

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Suatu upaya memperoleh kehamilan dengan teknologi bantuan, dimana


ovum dibuahi oleh sperma dari pasangan suami istri yang sah dalam
suatu media.
TUJUAN Mengupayakan kehamilan
KEBIJAKAN Mengupayakan kehamilan bagi pasangan suami istri yang sah.
PROSEDUR Sama seperti tahap-tahap pemeriksaan pasangan infertil. Tindakan IVF
dipilih pada kasus-kasus yang terindikasi untuk itu, seperti :
1. Kerusakan kedua tuba fallopi.
2. Faktor suami.
3. Faktor serviks abnormal.
4. Faktor immunologik.
5. Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya.
6. Infertilitas karena endometriosis

UNIT TERKAIT Andrologi, Urologi


ABORTUS

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Berakhirnya kehamilan sebelum viabel, disertai atau tanpa


pengeluaran hasil konsepsi
TUJUAN Menatalaksana kejadian abortus sesuai dengan jenis abortus
KEBIJAKAN Menatalaksana kejadian abortus sesuai dengan jenis abortus.
PROSEDUR 1. Abortus iminens :
a. Rawat jalan.
b. Banyak istirahat, hindari hubungan seksual.
c. Medikamentosa :
 Penenang : luminal 3X30 mg atau
diazepam 3X2 mg selama 5 hari.
 Tokolitik : papaverin atau isoksuprin 3X10
mg selama 5 hari.
 Plasentotrofik : allylestrenol 3X10 mg.
d. Bila penyebab diketahui dilakukan terapi terhadap
penyebabnya.
2. Abortus insipien :
a. Perbaiki keadaan umum.
b. UK < 12 minggu dilakukan kuretasi. UK > 12
minggu dilakukan oksitosin drip dan kuretasi.
c. Medikamentosa :
 Amoksisilin 3X500 mg selama 5 hari.
 Metil ergometrin 3X5 mg selama 5 hari.
3. Abortus inkomplit :
a. Perbaiki keadaan umum.
b. Kuretasi dengan atau tanpa digital plasenta sebelum
kuretasi.
c. Medikamentosa :
 Amoksisilin 3X500 mg selama 5 hari.
 Metil ergometrin 3X5 mg selama 5 hari.
4. Missed abortion :
a. Persiapan evakuasi secara poliklinis dan periksa
faal hemostasis.
b. Evakuasi tergantung umur kehamilan :
 UK < 12 minggu langsung dilakukan
kuretasi.
 UK > 12 minggu diberikan :
 Rawat inap, dipasang
laminaria stiff 12-24 jam.
 Oksitosin drip atau
prostaglandin.
5. Abortus infeksiosus :
a. Perbaiki keadaan umum.
b. Antipiretik injeksi 2 cc.
c. Sulbenisilin 3X1 gram IV, gentamisin 2X80 mg
IV, metronidazol supp 3X1 gram.
d. Kuretasi dilakukan dalam periode 6 jam bebas
panas atau dalam waktu12-24 jam setelah
pemberian antibiotika apabila panas badan tidak
turun.

UNIT TERKAIT -
LEKORE

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Setiap pengeluaran cairan pervaginam lebih dari normal dan bukan
berupa darah.
TUJUAN Mengobati lekore dan mencegah terjadinya komplikasi lanjutan.
KEBIJAKAN Mengobati lekore sesuai dengan penyebabnya.
PROSEDUR 1. Trikomonas vaginalis
Pengobatan ditujukan terhadap wanita dan pasangannya.
 Penderita : metronidazol 2X500 mg selama 5 hari,
metronidazol supp, atau canesten dosis tunggal.
 Pasangan seksual : metronidazol 2X500 mg selama 5 hari.
2. Vaginosis bacterial oleh karena
Gardenella vaginalis
Pengobatan dirujukan terhadap penderita dan pasangannya.
 Metronidazol 2X500 mg selama 7 hari.
 Klindamisin 2X300 mg selama 7 hari.
3. Candida albican
 Ketokonazol 150 mg dosis tunggal.
 Trikonazol 2X500 mg selama 5 hari.
4. Nisseria gonore
 Ampisilin 1000 mg dosis tunggal atau
 Thiampenicol 1000 mg dosis tunggal.

UNIT TERKAIT -
KEHAMILAN EKTOPIK

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana ovum yang dibuahi


berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak normal, termasuk
kehamilan servikal dan kehamilan kornual
TUJUAN Menghentikan proses kehamilan.
KEBIJAKAN Menegakkan diagnosis dan mengupayakan tindakan sesuai dengan
keadaan umum penderita
PROSEDUR 1. Kehamilan ektopik yang terganggu (pada keadaan akut
dilakukan douglas pungsi kalau perlu atau pada keadaan
kronis; hemtocelle) segera dilakukan laparotomi.
2. Curiga kehamilan ektopik atau kehamilan ektopik yang
tidak terganggu, dilakukan MRS dan eksplorasi lebih lanjut
(USG transvaginal, observasi vital sign dan Hb serial).
 Bila didapatkan GS intrauterin atau tidak ada GS dan
PPT negatif berarti bukan kehamilan ektopik.
 Bila didapatkan GS ekstra uterin atau GS negatif
tetapi PPT positif dilakukan laparotomi.

UNIT TERKAIT -
PENYAKIT RADANG PANGGUL

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Penyakit peradangan organ genitalia diatas niveu orifisium uteri


internum termasuk endometritis, miometritis, pelvik selulitis,
salpingitis, salpingo-oovoritis, pelvioperitonitis dan abses (abses
tubo-ovarial dan abses kavum douglasi).
TUJUAN Mengobati penyakit dan mencegah terjadinya penyulit/komplikasi
KEBIJAKAN Mengobati penyakit dan mencegah terjadinya penyulit/komplikasi.
PROSEDUR 1. Rawat jalan untuk penyakit radang panggul derajat I :
a. Antibiotika :
 Amoksisilin 3 gram/hari selama 1 hari.
 Thiampenikol 3,5 gram peroral pada hari
pertama, dilanjutkan dengan 4X500 mg/hari/oral
selama 7-10 hari.
 Eritromisin 4X500 mg/hari/oral selama 7-10
hari.
b. Analgetika.
2. Rawat inap untuk penyakit radang panggul derajat II dan III :
a. Antibiotika :
 Kombinasi I :
 Ampisilin 4X1-2 gr/hari/IV selama 5-7
hari.
 Gentamisin 5 mg/kg BB/hari/IV 2 kali/hari
selama 5-7 hari.
 Metronidazol 2X1 gram/rektal
selama 5-7 hari.
 Kombinasi II :
 Sefalosporin generasi III, 2-3X1
gram/hari/IV selama 5-7 hari.
 Metronidazol 2X1 gram/rektal/hari selama
5-7 hari.
b. Analgetika.
UNIT TERKAIT -

ABSES TUBO OVARIAL (ATO)


RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman
YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Radang bernanah yang terjadi pada ovarium dan atau tuba fallopii
unilateral/bilateral
TUJUAN Mengobati penyakit dan mencegah komplikasi lanjutan.
KEBIJAKAN Mengobati penyakit dan mencegah komplikasi lanjutan.
PROSEDUR 1. ATO utuh :
a. Konservatif.
b. MRS
c. Tirah baring semi fowler.
d. Observasi tanda vital dan produksi urin.
e. Antibiotika :
 Kombinasi I :
 Ampisilin 4X1-2 gr/hari/IV selama 5-7
hari.
 Gentamisin 5 mg/kg BB/hari/IV 2
kali/hari selama 5-7 hari.
 Metronidazol 2X1 gram/rektal selama 5-
7 hari.
 Kombinasi II :
 Sefalosporin generasi III, 2-3X1
gram/hari selama 5-7 hari.
 Metronidazol 2X1 gram/rektal selama 5-
7 hari.
f. Operasi laparotomi.
2. ATO pecah :
a. Laparotomi (kultur pus dan pasang drainase).
b. Antibiotika :
 Sefalosporin generasi III, 2-3X1 gram/hari
selama 5-7 hari.
 Metronidazol 2X1 gram/rektal selama 5-7 hari.

UNIT TERKAIT -

MIOMA UTERUS

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal,


mempunyai pseudokapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel.
TUJUAN Mengangkat tumor dengan reservasi fungsi reproduksi semaksimal
mungkin pada penderita yang masih menginginkan anak.
KEBIJAKAN Penatalaksanaan mioma uterus berdasarkan besar kecilnya tumor,
ada tidaknya keluhan, umur dan paritas penderita.
PROSEDUR 1. Mioma uterus dengan besar < 14 minggu :
Tanpa keluhan, dilakukan perawatan konservatif.
Dengan keluhan seperti gangguan haid atau keluhan
pendesakan akibat tumor dilakukan operasi.
2. Mioma uterus dengan besar ≥ 14 minggu
dilakukan tindakan Operasi
UNIT TERKAIT -

LESI PRAKANKER

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Neoplasia Intraepithelial Serviks (NIS) atau Low grade Squamous


Intraepithelial Lesion (L-SIL) dan NIS II-III atau High grade
Squamous Intraepithelial Lesion (H-SIL)
TUJUAN Menemukan dan mengobati lesi prakanker serta mencegah
berkembangnya menjadi kanker invasif.
KEBIJAKAN Menemukan dan mengobati lesi prakanker serta mencegah
berkembangnya menjadi kanker invasif
PROSEDUR 1. Hasil pap smear lesi prakanker (LSIL/HSIL) selanjutnya
dilakukan kolposkopi.
2. Hasil kolposkopi memuaskan :
 Normal → ulang pap smear 1 tahun.
 Abnormal → biopsi → PA.
3. Hasil kolposkopi tidak memuaskan :
 Normal → kuretasi endoserviks → PA.
 Abnormal → biopsy + kuretasi endoserviks → PA.
4. Hasil pemeriksaan PA :
 Normal → ulang pap smear 6-12 bulan.
 Lesi prakanker :
 LSIL → ulang pap smear 3 bulan.
 HSIL :
- CIN II → kauter.
- CIN III → konisasi/histerektomi.
 Kanker invasif → sesuai dengan terapi kanker serviks.

UNIT TERKAIT -

MOLA HIDATIDOSA

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Kegagalan kehamilan dimana seluruh vili korialis mengalami


degenerasi hidrofik, berupa gelembung menyerupai buah anggur,
tanpa disertai unsur janin.
TUJUAN Evakuasi mola hidatidosa, monitoring dan menemukan secara dini
adanya degenerasi keganasan.
KEBIJAKAN Evakuasi mola hidatidosa, monitoring dan menemukan secara dini
adanya degenerasi keganasan.
PROSEDUR A. Evakuasi mola hidatidosa.
1) MRS walaupun tanpa perdarahan.
2) Persiapan pre evakuasi terdiri atas:
a. Pemeriksaan fisik.
b. Foto rontgen toraks.
c. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, fungsi ginjal,
faal hemostasis, dan kalau perlu elektrolit, T3, dan
T4.
d. Catatan:
Pada kasus abortus mola hidatidosa dengan
perdarahan banyak dan atau keluar jaringan mola,
persiapan untuk evakuasi segera. Jenis
pemeriksaan persiapan pre evakuasi hanya yang
dianggap perlu.
3) Evakuasi:
a. Bila osteum uterus belum terbuka dan serviks
kaku dilakukan pemasangan stif laminaria selama
12-24 jam.
b. Pada saat evakuasi dipasang venous line dengan
drip oksitosin 10-40 IU/500cc dektrosa 5%:28
tetes/menit dan cairan fisiologis. Evakuasi
dilakukan dengan kuret isap, selanjutnya dinding
uterus dibersihkan dengan kuret tajam.
c. Untuk pemeriksaan PA diambil jaringan kerokan
endometrial uterus yaitu jaringan mola hidatidosa
yang melekat pada dinding uterus.
d. Kuretase hanya satu kali. Kuretase selanjutnya
harus atas indikasi.
e. Penderita dipulangkan satu hari pasca evakuasi,
kecuali diperlukan perbaikan keadaan umum.
f. Histerektomi:
 Indikasi umur >35 tahun dan anak hidup
cukup.
 Dapat dilakukan langsung atau 7-10 hari pasca
kuretase.
g. Profilaksis :
 Tujuan : untuk mencegah terjadinya keganasan
di uterus.
 Cara :
- Histerektomi (lihat diatas).
- Kemoterapi untuk pasien-pasien yang
menolak histerektomi atau penderita
muda dengan hasil PA yang
mencurigakan.
 Jenis kemoterapi :
- Methotrexate (MTX) : 20 mg/ hari IM,
asam folat 3 kali 10 mg peroral (sebagai
antidote MTX) dan cursil 2 kali 35 mg
peroral (sebagai hepatoprotektor),
selama 5 hari.
- Actinomycin D : 1 flakon/hari IV
selama 5 hari, tidak perlu antidote atau
hepatoprotektor.
B. Pengawasan Lanjut.
1) Tujuan : Untuk menentukan adanya proses
keganasan secara dini.
2) Durasi : 1 tahun
3) Hal-hal yang perlu dievaluasi :
 Keluhan penderita
 Status fisik dan ginekologik
 hCG urin dengan Test Pack atau -hCG serum,
dan
 Lain-lain kalau diperlukan misalnya foto toraks
4) Jadwal pemeriksaan :
 Tiga bulan pertama : 2 minggu sekali
 Tiga bulan kedua : 1 bulan sekali
 Enam bulan terakhir : 2 bulan sekali
5) Pemeriksaan -hCG urin semi kuantitatif:
a. Setiap minggu untuk kasus mola hidatidosa risiko
tinggi, setiap 2 minggu untuk kasus mola
hidatidosa risiko rendah.
b. Pemeriksaan dimulai dari tes dengan kepekaan
paling rendah: PPT (kepekaan: 1.500  400 SI/L),
hCG slide test (kepekaan  800 SI/L),dan test
pack (kepekaan 25-50 SI/L).
c. Pemeriksaan -hCG serum kuantitatif dilakukan
untuk konfirmasi diagnostik yaitu mengetahui
kadar hCG normal atau sebaliknya terjadi
Persistent Trophoblastic Disease..
6) Batas akhir penilaian:
a. PPT harus negatif pada minggu ke-4, atau -hCG
kurang dari 1.000 m IU/ml).
b. -hCG slide test harus negatip pada minggu ke-8
atau -hCG serum kurang dan 500 mUl/ml.
c. Test Pack harus negatif pada minggu ke-12 atau
kadar -hCG serum adalah normal (ELISA: 0-15
mlU/ml).
7) Kontrasepsi.
a. Sebelum tercapai -hCG serum normal atau Test
Pack 2 kali berturut-turut interval dua minggu
negatif, dianjurkan memakai alat kontrasepsi
kondom.
b. Setelah tercapai -hCG serum normal atau Test
Pack negatif, dianjurkan memakai kontrasepsi
dengan ketentuan:
 Satu tahun untuk pasien yang belum
mempunyai anak.
 Dua tahun atau lebih untuk pasien yang sudah
mempunyai anak.
 Kontap untuk pasien yang tidak menginginkan
tambahan anak.
8) Akhiri Follow up bila:
 Hamil lagi sebelum 1 tahun.
 Setelah 1 tahun tidak ada keluhan.

UNIT TERKAIT -

PERSISTENT TROPHOBLASTIC DISEASE (PTD)

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tumor Trofoblas Gestasional (TTG) yang diagnosisnya tidak


berdasarkan hasil pemeriksaan Patologi Anatomi. Istilah dalam bahasa
Indonesia adalah Tumor Trofoblas Gestasional Klinis
TUJUAN Menyembuhkan penyakit dan reservasi fungsi reproduksi
KEBIJAKAN Hanya ada satu jenis terapi yaitu KEMOTERAPI !!!
PROSEDUR A. Persyaratan kemoterapi pada TTG :
 Hanya boleh dilakukan di RS yang mempunyai fasilitas
laboratorium pendukung untuk memantau efektifitas
pengobatan dan efek samping.
 Hanya boleh dilakukan oleh dokter-dokter yang betul-
betul menguasai protokolnya, karena under treatment
tidak akan efektif dan bisa menyebabkan resistensi obat,
sedangkan over treatment merupakan pemborosan dan
bisa menyebabkan efek samping yang fatal.
 Sebelum terapi dimulai harus dilakukan konseling dan
informed consent tentang jenis dan khasiat obat, cara
dan lamanya pemberian obat, efek samping, biaya serta
lamanya perawatan.
 Persyaratan laboratorium sebelum terapi :
-
Hemoglobin : ≥ 10 gr%
-
Leukosit : ≥ 4.000/mm3
-
Trombosit : ≥ 100.000/mm3
-
SGOT/SGPT : ≤ 2 kali angka normal
-
Ureum/kreatinin : harus normal
 Terapi harus berdasarkan falsafah pelayanan
BioMedisPsikoSosioSpiritual, berupa CURE dan CARE
yang proporsional.
 Terapi dianggap berhasil dan dihentikan bila kadar β-
hCG serum tiga kali berturut-turut normal (< 5
mIU/mL). Bila baru satu kali pemberian kemoterapi
kadar β-hCG serum sudah normal, masih diberikan lagi
2 kali terapi konsolidasi dengan dosis yang sama.
B. Kemoterapi yang banyak digunakan pada TTG :
 Methotrexate (MTX = M)
 Actinomycin D (Act D = D)
 Etoposid (E)
 Cyclophosphamide (C)
 Oncovin (O)
C. Antidote :
Asam folat atau citrovorum rescue adalah antidote
terhadap methotrexate. Diberikan 24 jam setelah
pemberian MTX dengan dosis 10-15 mg IV, atau tablet 3
kali 10 mg sehari.
D. Hepatoprotektor
Cursil (Curcuma domestica val, Curcuma xanthirriza roxb
dan Silybium marianum L gaetri) digunakan sebagai
hepatoprotektor pada pemberian MTX dan Etoposid. Dosis
3 kali 35 mg perhari peroral bersamaan dengan pemberian
kemoterapi.

UNIT TERKAIT -
KORIOKARSINOMA

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Tumor Trofoblas Gestasional (TTG) yang terjadi pasca kehamilan mola
atau non mola, ditandai dengan adanya sel-sel sinsitiotrofoblas yang
atipik tanpa
vili korialis di uterus atau jaringan lain
TUJUAN  Mempertahankan fungsi reproduksi
 Mengurangi masa tumor Menjaga quality of life
 Mengurangi/menghilangkan efek samping
 Memberikan dukungan psikis/konseling
KEBIJAKAN
PROSEDUR I. Cara terapi :
A. Kemoterapi
 Merupakan pilihan pertama, terutama untuk penderita
muda dengan paritas rendah.
 Besar uterus kurang dari 14 minggu.
 Tidak ada tanda-tanda perforasi atau ancaman perforasi.
 Pemilihan obat dan dosis sesuai dengan skor faktor
risiko FIGO.
B. Operasi
 selalu diikuti dengan kemoterapi.
 Untuk menghilangkan massa tumor : histerektomi atau
ekstirpasi metastasis vagina.
 Untuk mengurangi massa tumor atau sebagai tindakan
dekompresi : reseksi parsial uterus atau
kraniotomi.Histerektomi sebaiknya dihindarakan pada
penderita muda dengan paritas rendah.
C. Harus Radioterapi
 Sesuai dengan protokol Bagian Radioterapi.

II. Follow up :
 Tahun pertama seperti pada MHK.
 Selanjutnya dilakukan pemeriksaan β-hCG setiap 6
bulan seumur hidup.
 Tidak boleh hamil selama 1 tahun.
 Jenis kontrasepsi kondom.
UNIT TERKAIT
KANKER SERVIKS

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Penyakit keganasan yang berasal dari leher rahim.


TUJUAN : Deteksi dini dan meningkatkan kualitas hidup penderita
KEBIJAKAN :. Deteksi dini dan meningkatkan kualitas hidup penderita
PROSEDUR : 1. Stadium 0 :
a. Ingin anak → konisasi.
b. Tidak ingin anak → histerektomi.
2. Stadium I-IIA : Radikal histerktomi
a. Sel ganas (+) pada kel limfe/vaskuler → adjuvant terapi
(eksternal radiasi 4000-5000 rad atau sitostatika).
3. Sel ganas (-) pada kel limfe/vaskuler → pengawasan
lanjut.Stadium IIB : Neoadjuvant (kemoterapi/kemo+radiasi
internal) :
a. Operabel → radikal histerektomi → eksternal radiasi
4000-5000 rad.
b. Non operabel → eksternal radiasi 4000-5000 rad.
4. Stadium III :
a. Kemoradiasi.
b. Radiasi eksternal.
5. Stadium IV : Paliatif (radiasi/operasi/sitostatika paliatif dan
simptomatis).
UNIT TERKAIT : Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Urologi, tim paliatif, rehabilitasi
medis.

KANKER VULVA

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Keganasan primer pada vulva.


TUJUAN :. Deteksi dini dan meningkatkan kualitas hidup penderita
KEBIJAKAN :. Deteksi dini dan meningkatkan kualitas hidup penderita
PROSEDUR : 1. Stadium 0 : Eksisi lokal → pengawasan lanjut.
2. Stadium I-II : Vulvektomi/Groin dissection/limfedenektomi.
a. Sel ganas (+) pada kel limfe → radiasi eksternal 4000-
5000 rad.
3. Sel ganas (-) pada kel limfe → pengawasan lanjut.Stadium III-
IV :
a. Radiasi eksternal :
 Operabel → radikal vulvektomi → radiasi eksternal
4000-5000 rad.
 Non operabel → radiasi eksternal 4000-5000 rad.
b. Radikal vulvektomi → radiasi eksternal 4000-5000 rad.
c. Paliatif.
UNIT TERKAIT : Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Tim paliatif, rehabilitasi medis.
KANKER ENDOMETRIUM

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Keganasan yang berasal dari endometrium.


TUJUAN :. Deteksi dini dan meningkatkan kualitas hidup penderita
KEBIJAKAN :. Deteksi dini dan meningkatkan kualitas hidup penderita
PROSEDUR : 1. Stadium 0 :
a. G1 : TAH BSO + pelvik dan paraaortik limfedenektomi
selektif.
b. G2-3 :
 TAH BSO ekstended + pelvik dan paraaortik
limfedenektomi selektif.
 Radiasi intrakaviter 3000 rad. Setelah 6
minggu lanjutkan TAH BSO +
pelvik dan paraaortik limfedenektomi selektif.
c. Post operasi :
 Sel ganas (+) pada kel limfe → radiasi pelvic
eksternal 4000-5000 rad atau sitostatika.
 Sel ganas (-) pada kel limfe → pengawasan
lanjut.
2. Stadium I-II :
a. Radiasi intrakaviter 3000 rad. Setelah 6 minggu
lanjutkan TAH BSO +
pelvik dan paraaortik limfedenektomi selektif.
b. Radikal histerektomi/TAH BSO ekstended + selektif
pelvik/aortik limfadenektomi.
c. Post operasi :
 Sel ganas (+) pada kel limfe → radiasi pelvic
eksternal 4000-5000 rad atau sitostatika.
 Sel ganas (-) pada kel limfe → pengawasan
lanjut.
3. Stadium III-IV :
a. TAH BSO ekstended/radiasi
eksternal/sitostatika/progesteron.
b. Radiasi intrakaviter 3000 rad + TAH BSO ekstended +
radiasi eksternal pelvik dan
abdomen/sitostatika/progesteron.
c. Radiasi intrakaviter 3000 rad/radiasi eksternal pelvik
4000-5000 rad/radiasi eksternal abdomen 2000-3000 rad.
UNIT TERKAIT : Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Tim paliatif, rehabilitasi medis.
KANKER OVARIUM

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR TANGGAL Direktur Utama


PROSEDUR TERBIT
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN :. Keganasan pada ovarium baik primer maupun sekunder


TUJUAN :. Deteksi dini dan meningkatkan kualitas hidup penderita
KEBIJAKAN :. Deteksi dini dan meningkatkan kualitas hidup penderita
PROSEDUR 1. Keganasan borderline :
a.Stadium I : Salfingo-ooforektomi unilateral.
b. Stadium Ic-IV : TAH BSO/debulking +
omentektomi + kemo/radioterapi.
2. Franky malignant :
a. Epitelial :
 Stadium Ia-G1 ingin anak : salfingo-ooforektomi
unilateral dengan catatan :
 Post operasi dapat dilakukan follow up teratur
secara klinis dan tumor marker.
 Setelah anak cukup, uterus dan ovarium
kontralateral diangkat.Tidak ada kelainan lain
di pelvis.
 Kapsul utuh dan tidak ada perlekatan.
 Tidak ada invasi ke kapsul, kelenjar limfe dan
omentum.
 Stadium Ib-G1 : TAH BSO + omentektomi.
 Stadium Ia, Ib, Ic-G2-3 sampai stadium IV
dilakukan TAH BSO/debulking + omentektomi +
kemo/radioterapi.
b. Non epitelial :
 Stadium Ia-G1 ingin anak : Salfingo-ooforektomi
unilateral.
 Stadium Ia-G2-3 sampai stadium IV : TAH
BSO/debulking + omentektomi +
kemo/radioterapi.
UNIT TERKAIT :. Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Bedah onkologi, urologi, tim
paliatif, rahabilitasi medis

RETENSIO URIN

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN :. Tidak adanya proses berkemih secara spontan enam jam setelah
kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan
urin sisa > 200 ml untuk kasus obstetrik dan urin sisa > 100 ml
untuk kasus ginekologiMenurut Stanton retensio urin adalah tidak
bisa berkemih selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan
kateter, dimana produksi urin yang keluar sekitar 50% dari
kapasitas kandung kemih.
TUJUAN : . Menormalkan fungsi berkemih
KEBIJAKAN :. Mencegah dan mengobati infeksi kandung kemih serta melatih
fungsi kerkemih sesuai dengan protokol
PROSEDUR : Kateterisasi, urinalisa, kultur urin, antibiotika, banyak minum (3
liter/24 jam) :
a. Urin < 500 ml → kateter intermiten.
b. Urin 500-1000 ml → kateter menetap 1X24 jam.
c. Urin 1000-2000 ml → kateter menetap 2X24 jam.
Urin > 2000 ml → kateter menetap 3X24 jam.→ Buka tutup kateter
@ 4 jam selama 24 jam → kateter dibuka pagi hari, 4-6 jam
kemudian :
a. Dapat BAK spontan :
 Urin residu > 200 ml (kasus obstetrik) atau > 100 ml
(kasus ginekologi) → ulang kateterisasi.
 Urin residu < 200 ml (kasus obstetrik) atau < 100 ml
(kasus ginekologi) → boleh pulang.
b. Bila tidak dapat BAK sendiri → ulang kateterisasi.
UNIT TERKAIT : -
INKONTINENSIA URIN

RSU DHARMA No. Dokumen No. Revisi Halaman


YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama


PROSEDUR
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN : Keluarnya urin yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan, yang
secara obyektif dapat diperlihatkan serta menimbulkan masalah sosial
dan higienis.
TUJUAN : . Menormalkan fungsi berkemih
KEBIJAKAN :. Mencegah dan mengobati infeksi kandung kemih serta melatih fungsi
kerkemih sesuai dengan protocol
PROSEDUR : 1. Stres inkontinensia :
a. Terapi konservatif
Dilakukan pada stres inkontinensia derajat ringan sampai
sedang atau pada penderita yang menolak dilakukan operasi.
Bentuk-bentuk terapi konservatif :
 Latihan otot dasar panggul.
 Penggunaan pesarium.
 Penggunaan pad atau tampon vaginal.
 Pemberiaan obat-obatan seperti hormon
estrogen dan alfa adrenergic agent.
b. Terapi operatif
 Kolporafi anterior.
 Uretropeksi retropubik.
 Prosedur jarum.
 Prosedur sling pubo vagina.
 Periuretral bulking agent.
2. Overactive baldder :
a. Terapi konservatif :
 Menggunakan obat-obatan yang bertujuan
untuk menghambat kontraksi kandung kemih :
 Golongan anti kolinergik seperti :
propanthelin (probantian) 3 X 15-45 mg.
 Musculotropic agent seperti : oxybutinin
chloride (cystrin, ditropan), dicyclomin
hydrochloride (merbenthyl), flavoxate
hydrochloride.
 Tricyclic antidepressant seperti :
imipramin (toframil) 25-75 mg/hari.
 Anti muscarinic agent seperti :
tolterodine L-tartrate 2 X 1-2 mg.
 Bladder drill, latihan otot kandung kemih
dikombinasikan dengan pemberian obat-obatan
seperti diatas.
 Psikoterapi.
 Akupuntur.
 Mengubah prilaku seperti mengurangi minum,
yaitu sekitar 1500 ml perhari, mencegah minum
kopi dan alkohol.
 Mempergunakan inkontinensia pads pada
penderita-penderita yang tidak dapat
melaksanakan terapi seperti diatas atau tindakan
operatif.
b. Terapi operatif :
 Augmentasi sistoplasti dilakukan bila
pengobatan secara konservatif tidak menolong
yaitu dengan menyuntikkan fenol ke dalam
kandung kemih. Tindakan ini dilakukan dengan
tujuan untuk menghilangkan persarafan
kandung kemih.
 Bladder transeksi.
 Sistoplasti.
UNIT TERKAIT : -
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SMF ILMU ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI

PATAH TULANG TERTUTUP

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM


PENGERTIAN Patah tulang tertutup adalah diskontinuitas dari tulang, tulang rawan dan
epiphyseal plate yang tanpa disertai adanya perlukaan
TUJUAN 1. Union secara anatomi dan fungsi baik
2. Kosmetik baik
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
PROSEDUR 1. Penatalaksanaan tergantung dari lokasi fraktur dan konfigurasi
fraktur
2. Tergantung dari umur penderita.
3. Ditangani dibawah pengaruh anestesi pada kasus yang disertai
dengan manipulasi reduksi fraktur
4. Tindakan dapat berupa :
 Proteksi : arm sling, back slab cast
 Imobilisasi dengan external spliting tanpa reduksi
(plater of paris)
 Reposisi tertutup dengan manipulasi yang diikuti
dengan pemasangan immobilisasi (plaster of paris)
 Reposisi tertutup dengan traksi kontinyu yang diikuti
dengan immobilisasi (skin traksi, skeletal traksi)
 Reposisi tertutup yang diikuti dengan pemasangan
functional brace
 Reposisi tertutup disertai manipulasi dengan eksternal
skeletal fiksasi
 Reposisi tertutup disertai manipulasi dengan internal
skeletal fiksasi dengan tuntunan c -arm
 Reposisi terbuka diikuti dengan internal fiksasi
 Eksisi fragmen fraktur diikuti dengan endoprosthesis
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi

PATAH TULANG TERBUKA

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal Direktur Utama


PROSEDUR Terbit
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Patah tulang terbuka ; Adanya perlukaan di daerah fraktur yang


berhubungan dengan fragmen fraktur. Yang secara klinis ditandai dengan
adanya crepitasi, false movement, deformitas, nyeri gerak dan gangguan
fungsi
TUJUAN 1. Mencegah terjadinya infeksi
2. Union secara anatomi dan fungsi baik
3. Kosmetik baik

KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD


dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
2. Pelayanan di OK Elektif pada pasien oleh Dokter Spesialis
Orthopaedi dan Traumatologi

PROSEDUR : 1. Pemberian antibiotika sesuai gradasi fraktur,


Grade I : 2 g cephalosporin selanjutnya 1g setiap 8 jam selama 3
hari; Grade II dan III : Cephalosporin 2g + aminoglycoside 3 -5
mg/KgBB/hr. Penicillin 10 - 12 juta unit untuk Farm injuri.
Terapi ganda antibiotik diberikan secara terus menerus selama 3
hari, diberikan pada fraktur terbuka grade 2 dan 3.
Dilakukan pemberian antibotik berulang selama penutupan luka,
fiksasi interna dan bone graft.
2. Pemberian tetagam
3. Anestesi umum atau lainnya sesuai sejawat dokter anestesi
4. Posisi pasien tergantung lokasi fraktur.
5. Daerah lesi dibersihkan dengan hibiscrub dan disikat kemudian
dikeringkan
6. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine
7. Persempit lapangan operasi dengan pemasangan doek steril
8. Dilakukan prosedur debridemen, cuci luka dengan H2O2 +
Betadine kemudian cuci
9. dengan NaCl 0,9% sebanyak 2 ltr sampai bersih, Lakukan
necrotomi/ devitalisasi jaringan, perdarahan dirawat. Identifikasi
fragmen fraktur, ujung – ujung fraktur site dibersihkan
10. Dilakukan reduksi frakturnya kemudian dilanjutkan dengan fiksasi
11. Fiksasi dapat berupa fiksasi interna ( plate screw, K-Wire)
selanjutnya luka op dijahit lapis demi lapis atau dengan
pemasangan fiksasi eksterna ( back slab, Cast, traksi dll)
12. Operasi selesai
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi

DISLOKASI SHOULDER

No Dokumen No Revisi Halaman


…0 ……/Komed/ ………/Komed/
RSDY/..../2009 RSDY/..../2009

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit


PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM


PENGERTIAN Dislokasi shoulder adalah lepasnya humeral head dari sendi
bahu.Klasifikasi dislokasi shoulder dibagi atas Dislokasi anterior,
dislokasi posterior dan dislokasi inferior
TUJUAN 1. Mengembalikan ke anatomi dan fungsi sendi normal
2. Rehabilitasi dini
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi

PROSEDUR : 1. Penderita posisi supine dibawah pengaruh general anestesi


2. Reposisi dislokasi anterior ; Ada 2 metode : Kocher manouver dan
tekhnik hippocrates. Sedangkan untuk tekhnik stimson penderita
dengan posisi prone
3. Reposisi dislokasi posterior ; dengan melakukan traksi sambil
adduksi
4. Reposisi dislokasi inferior; dengan melakukan traksi tetapi sering
gagal sehingga memerlukan tindakan reposisi terbuka
5. Fiksasi pasca reposisi dengan collar and cuff ata velpeauw dan
dipertahankan kurang lebih selama 3 - 6 minggu
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi

DISLOKASI HIP

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Dislokasi hip adalah lepasnya caput femur dari sendi coxae. Klasifikasi
dislokasi hip ; Dislokasi anterior, dislokasi posterior dan dislokasi central
TUJUAN 1. Mengembalikan ke anatomi dan fungsi sendi normal
2. Rehabilitasi dini
KEBIJAKAN 1 Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD Spesialis
Orthopaedi dan Traumatologi
PROSEDUR 1. Penderita posisi supine dibawah pengaruh general anestesi
2. Reposisi untuk dislokasi posterior : Ada beberapa tekhnik antara lain ;
Allis, Bigellow dan stimson
3. Setelah itu cek stabilitas, pasang skin traksi pertahankan kurang lebih 3
minggu. Bila stabil therapi konservatif dengan traksi. Bila tidak stabil
direncanakan untuk tindakan pembedahan elektif
4. Lakukan rehabilitasi quadricep exercise selama perawatan. Setelah itu
dilanjutkan dengan mobilisasi jalan dengan tongkat mulai dari program
non weight bearing sampai full weight bearing.
5. Reposisi dislokasi anterior dengan melakukan traksi dalam satu arah yang
kemudian diikuti dengan gerakan internal dan eksternal rotasi.
6. Selanjutnya sama dengan point 3 dan 4.
7. Dislokasi central biasanya disertai dengan fraktur acetabulum. Dilakukan
pemasangan force traksi dengan skeletal traksi dan selanjutnya disiapkan
untuk tindakan pembedahan.
8. Pasca pembedahan rehabilitasi sedini mungkin dan mobilisasi dengan
tongkat
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi

RUPTUR TENDON FLEXOR

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Ruptur tendon flexor; adalah ruptur tendon flexor pada tangan yang terbagi
dalam 5 zone
TUJUAN Mengembalikan anatomi dan fungsi tangan dan jari – jari
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi

PROSEDUR : 1. Pasien supine dibawah pengaruh general anestesi


2. Desinfeksi betadine, drapping
3. Jika ada perlukaan lakukan debridement. Hindari membuang tendon
yang banyak
4. Dilakukan repair primer, delayed repair atau late reconstruction
5. Tehknik repair primer dengan cara Bunnel, Modified Kessler, Tsuge,
Kirihmeyer, pennington dll. Prinsip repair menempatkan core stitch pada
sisi palmar dan melindungi aliran darah pada sisi dorsalnya. Seta
gunakan benang monofilamen
6. Delayed repair; prinsipnya sama dengan repair primer
7. Late reconstruction : Dilakukan bila repair primer tidak memungkinkan.
Biasanya membutuhkan free graft. Pada fase awal menggunakan silastic
atau silicone rod, setelah 3 bulan rod diangkat kemudian tendon graft
dilewatkan didalam kreasi flexor sheat yang terbentuk
8. Immobilisasi dengan back slab cast disertai dengan Kleinert rubber band
untuk rehabilitasi dini
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi

RUPTUR TENDON EXTENSOR

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Ruptur tendon extensor; adalah ruptur yang mengenai tendon extensor yang
terdapat dalam compartment dan terbagi dalam 5 zone
TUJUAN Mengembalikan anatomi dan fungsi tangan dan jari – jari tangan
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi

PROSEDUR : 1. Treatment tergantung zone yang terkena


2. Zone I, Mallet finger, closed treatment dengan splint
3. Ruptur pada zone II, ruptur pada central slip. Closed treatment dengan
springloaded dorsal (capner) splint dipertahankan selama 6 minggu.
Diindikasikan operasi bila disertai dengan fraktur avulsi dengan fragmen
tulang yang cukup besar, trauma terbuka dan berhubungan dengan sendi
4. Zone III – IV, repair dengan tehknik penjahitan tendon yang standar,
kemudian dipasang splint dengan posisi 40 derajat extensi dan MCP
joint slight flekxi
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi

TRAUMA TULANG BELAKANG


No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Trauma tulang belakang adalah trauma yang mengenai cervical, thorakal,
lumbal dan sacral region
TUJUAN 1. Mengurangi instability
2. Mencapai stabilitas spine
3. Koreksi deformitas
4. Membatasi gerakan yang tidak perlu
5. Rehabilitasi dini
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi

PROSEDUR : Prinsip pengobatan :


1. Immobilisasi.
2. Medical stabilisasi
3. Restorasi alignment spine
4. Neural decompresi
5. Stabilisasi spine
Pengobatan Non operatif :
1. Bed Rest
2. Analgetics
3. Bracing atau external support
Tindakan operatf :
1. Penderita dibawah pengaruh general anestesi
2. Posisi penderita tergantung surgical approach
3. Desinfeksi dengan betadin dan darpping
4. Dekompresi
5. Stabilisasi
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
COMPARTMENT SINDROME

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Compartment sindrome adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan


jaringan interstitial dalam ruangan fascia yang tertutup, sehingga jaringan
tidak mendapatkan oksigen yang adekuat dan akhirnya mengakibatkan
terjadinya nekrosis sel dari isi komponen dalam compartment tersebut
TUJUAN 1. Menyelamatkan semua struktur jaringan dalam kompartment
2. Menyelamatkan fungsi ekstremitas
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan traumotologi

PROSEDUR : 1. Non Operative :


 Buka semua compression dressing termasuk spalk, balutan ataupun cast
 Elevasikan eksterimtas setinggi jantung
2. Operative :
Prinsip umum fasciotomy atau epimisiotomy :
 Longitudinal exposure
 Complete fasciotomy
 Evaluasi, inspeksi saraf dan otot
 Eksisi otot yang nekrotik
 Ukur tekanan jaringan setelah dekompresi
 Penutupan luka sekunder
 Splinting ekstremitas pada posisi functional
Fasciotomy :
 Brachium : dilakukan 2 incisi untuk mencapai 2 compartment
 Forearm : incisi pada 3 tempat yaitu di daerah volar, dorsal dan mobile
wad
 Femur : Incisi di lateral dari distal intertrochanter sampai lateral
epicondylus
Cruris : single atau double incisi
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi

OSTEOMYELITIS ACUTE
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Osteomyelitis akut adalah infeksi bakteri akut yang mengenai struktur tulang
dan sumsum tulang
TUJUAN Mengatasi infeksi
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi

PROSEDUR : 1. Bed rest dan analgetik


2. Therapi supportive termasuk pemberian cairan infus
3. Local rest dengan pemasangan splint atau traksi
4. Pemberian antibiotika injeksi spektrum luas, sebelumnya ambil sampel
cultur. Antibiotika injeksi diberikan selama 2 minggu selanjutnya therapi
antibiotika oral
5. Jika dalam 24 jam tidak terjadi perbaikan maka dilakukan surgical
decompresi seperti drainase abses subperiosteal atau drilling pada tulang
6. Therapi antibiotika dilanjutkan minimal selama 3 – 4 minggu
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
OSTEOMYELITIS CHRONIS

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Osteomyelitis Kronis adalah infeksi bakteri kronis yang mengenai struktur
tulang dan sumsum tulang
TUJUAN Mengatasi infeksi
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
PROSEDUR 1. Penderita supine deng anestesi umum/ spinal
2. Desinfeksi dengan betadine, drapping
3. Incisi pada daerah luka operasi/daerah fistel
4. Dilakukan remove implant, sequesterectomy , guttering dan drilling
bone yang selanjutnya dicuci dengan cairan NaCl sampai bersih
5. Kalau perlu dipasang drain dan diirigasi dengan cairan fisiologis
6. Berikan antibiotika sesuai hasil kultur
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
SEPTIC ARTHRITIS

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Septic Arthritis adalah infeksi bakteri yang mengenai sendi – sendi besar dan
disertai adanya tanda – tanda sepsis
TUJUAN Mengatasi infeksi
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi

PROSEDUR 1. Aspirasi sendi, lanjutkan dengan pemeriksaan kultur


2. Therapi supportif dengan pemberian analgetik dan cairan infus
3. Splinting; istirahatkan sendi dalam posisi functional
4. Antibiotika diberikan sesuai hasil kultur
5. Drainage pus dari cavum sendi dibawah pengaruh anestesi
6. Perawatan pasca operative ; lakukan gerakan aktif secara gentle dan
gradual untuk tetap mempertahankan mobile joint
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
SPONDILITIS TUBERKULOSIS

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Spondilitis tuberkulosis adalah fokus infeksi sekunder yang mengenai tulang
belakang
TUJUAN Mengatasi infeksi dan mengembalikan anatomi serta fungsi semula
KEBIJAKAN 1. Pelayanan di Poliklinik Orthopaedi oleh Spesialis orthopaedi dan
Traumatologi

PROSEDUR 1. Basic Treatment yang meliputi :


 Bed rest.
 Kombinasi obat – obatan anti tuberculosis seperti :
Ripamficin, INH, Ethambuthol, Pirazinamide dan streptomycine
yang diberikan selama 6 – 9 bulan
 Therapi supportive
 Plaster body jacket, spica atau brace
2. Drainase abses
2. Costo transversectomy
3. Thorascopic debridement dan strutgrafting (metode Hongkong)
4. Instrumentasi anterior
5. Instrumentasi posterior
6. Transpedicular debridement dan biopsi
7. Translateral atau posterior lumbar interbody debridement dan fusion
8. Shortening prosedure untuk koreksi kifosis
9. Rehabilitasi
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
OSTEOCHONDROMA

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Osteochondroma : neoplasma tulang jinak primer yang paling sering, ditandai
dengan terbentuknya tonjolan pada bagian ujung tulang panjang, nyeri Pda
daerah sekitar tonjolan
TUJUAN Sembuh
KEBIJAKAN 1. Pelayanan di Poliklinik Orthopaedi oleh Spesialis orthopaedi dan
Traumatologi

PROSEDUR Non Operative :


 Bila tidak menimbulkan keluhan, dilakukan observasi klinis
Operative
 Bila nyeri dan menekan struktur sekitarnya, lakukan tindakan
pembedahan
 Penderita posisi supine dibawah pengaruh anestesi
 Desinfeksi dengan betadine, drapping
 Incisi pada daerah lesi, lapis demi lapis sampai mencapai
osteochondroma
 Dilakukan eksisi osteochondroma berikut cartilage cap nya, Hasil eksisi
kirim ke PA untuk diperiksakan
 Rawat perdarahan, jahit luka operasi lapis demi lapis
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
GIANT CEL TUMOR

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Giant cel tumor adalah salah satu tumor jinak tulang yang asalnya tidak
diketahui mengenai epifisis tulang panjang yang dapat meluas kearah
metaphysys dan ke sendi
TUJUAN Sembuh
KEBIJAKAN 1. Pelayanan di Poliklinik Orthopaedi oleh Spesialis orthopaedi dan
Traumatologi

PROSEDUR Penatalaksanaanya sesuati dengan stadium


1. Penderita posisi supine dibawahpengaruh general anestesi
2. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine, drapping
3. Incisi pada daerah lesi.
4. Stadium I : kuretase dan bone graft, pada lesi yang luas dapat disertai
dengan mengisi bone cement kedalamnya
5. Stadium II – III : prosedur reseksi dan rekonstruksi/ limb salvage
6. Stadium III lanjut : ablasi tungkai
7. Rawat perdarahan. Jahit luka operasi lapis demi lapis.
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
OSTEOSARKOMA

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Osteosarkoma adalah Neoplasma tulang ganas primer paling sering yang
mengenai metafisis tulang panjang terutama pada distal femur, proksimal
tibia dan proksimal humerus
TUJUAN Paliative
KEBIJAKAN 1. Pelayanan di Poliklinik Orthopaedi oleh Dokter Spesialis
orthopaedi dan Traumatologi
2. Pelayanan di OK IBS oleh Dokter Spesialis orthopaedi dan
Traumatologi
PROSEDUR : Terapinya berupa tindakan : Operatif, kemoterapi dan radioterapi tergantung
stadium
Pada stadium I dan IIA diberikan kemoterapi neo adjuvan. Sedangkan pada
stadium II B lanjut tindakan pembedahan diikuti dengan pemberian adjuvant
kemoterapi
Pada tindakan operatif :
1. Penderita posisi supine dibawah pengaruh general anestesi
2. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine, drapping
3. Incisi pada daerah lesi kemudian dilakukan limb salvage prosedur
pada stadium I dan II A
4. Dilakukan ablasi tungkai pada stadium II B lanjut
Rawat perdarahan, jahit luka operasi
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS

No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0

RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN CTEV adalah Kelainan bawaan pada kaki dan pergelangan kaki dengan
posisi kaki varus – inversi pada kaki bagian depan dan tengah, serta equino
varus pada kaki bagian belakang
TUJUAN Koreksi deformitas, anatomi dan fungsi baik
KEBIJAKAN 1.Pelayanan di Poliklinik Orthopaedi oleh Spesialis orthopaedi dan
Traumatologi

PROSEDUR Konservative;
 Dilakukan sedini mungkin, dengan manipulasi dikembalikan ke posisi
normal secara bertahap dipasang gips dengan posisi equinus dan
secara bertahap dibuat posisi plantar grade
 Gips sirkuler dipasang secara serial dan diganti setiap minggu selama
12 minggu
Operative :
 Dilakukan bila konsevative gagal dan pada kasus yang neglected
 Usia 3 bulan :
1. Posteromedial soft tissue release dengan memanjangkan 4
tendon, yaitu :tibilis posterior, flexor digitorum communis,
flexor hallucis longus dan achiles
2. Selain itu lakukan capsulotomi posterior dan medial serta
ligament deltoid dan posterior tibia fibula. Immobilisasi deng
long leg plaster
3. 2 Minggu post operative, gips dibuka, jahitan dibuka kemudia
pasang gips bellow knee selama 2 minggu
4. Setelah itu dilanjutkan dengan Dennis Brown Splint dan
ibunya dianjurkan untuk selalu melakukan gentle stretching
 Usia 4 tahun keatas : dilakukan bony operation wedge osteotomy
menurut Evans, disamping posteromedial soft tissue release
 Usia 10 – 12 tahun : dilakukan Triple arthrodesis
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SMF ILMU THT

1.................................
2...........................

BARU DIEDIT
TIMPANOPLASTI
No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/2

RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tekhnik operasi rekonstruksi timpano-osikuler (rangkaian tulang
pendengaran) yang terdiri dari rekonstruksi membrane
timpani(miringoplasti) dengan atau tanpa rekonstruksi tulang
pendengaran (osikuloplasti) yang dikerjakan bersama dengan atau
tanpa mastoidektomi.
TUJUAN Menyembuhkan penyakit, mendapatkan telinga yang kering permanen,
mencegah terjadinya komplikasi dan memperbaiki fungsi pendengaran
atau mempertahankan fungsi pendengaran yang masih ada.
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR : 1. Rambut serta kulit sekitar telinga dicuci dengan larutan betadin 10
% juga aurikula dan kanalis akustikus eksternus.
2. Daerah operasi dilindungi dengan kain steril. Larutan lidokain 2 %
dengan adrenalin 1:100.000 disuntikkan retro aurikuler di tiga
tempat untuk memblok n aurikularis magnus, n oksipitalis minor,
dan cabang aurikularis n vagus. Untuk menghilangkan pengaruh n
aurikularis temporalis yang mempersarafi kanalis akustikus
eksternus dengan membrane timpani, dilakukan infiltrasi lidokain
2 % dengan adrenalin 1:100.000 pada kulit kanalis akustikus
eksternus di antara pars kartilaginosa dan pars ossea pada posisi
jam 3, 6, 9 dan 12.
3. Dilakukan insisi retro aurikuler sepanjang 3 cm untuk mengambil
fasia temporalis profunda dengan bentuk bulat dan diameter 2 cm.
fasia dipress dengan menggunakan jepitan fasia kemudian
dikeringkan di udara luar.
4. Dilakukan insisi menembus kulit kanal. Dilakukan fiksasi.
Dipasang mikroskop operasi dan dievaluasi perforasi pada
membrane timpani.
5. Dibuat timpanomeatal flap dengan membuat insisi semisirkuler
pada kulit kanalis dengan menyisakan perlekatan kulit kanal pada
jam 6-7. kulit kanal dilepaskan dari tulang kanalis akustikus
eksternus dengan menggunakan disektor ke arah medial sampai
melepaskan anulus serta sisa membran timpani.
6. Jabir yang terbentuk dielevasi ke arah anterior sampai kavum
timpani dapat dilihat dengan jelas.
7. Evaluasi keadaan patologis di kavum timpani, keutuhan rangkaian
dan mobilitas osikel. Bila tidak dijumpai keadaan patologis pada
kavum timpani, keutuhan rangkaian serta mobilitas osikel baik
maka melalui terowongan yang terbentuk di bawah jabir
TIMPANOPLASTI
No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 2/2

RSU
DHARMA YADNYA
timpanomeatal, fasia temporalis yang telah kerig diletakkan
sedemikian rupa di bagian medial manubrium malei sehingga
menutup seluruh perforasi membran timpani.
8. Kemudian seluruh pinggiran tandur ditempatkan serta diselipkan di
bagian medial sekeliling sisa membran timpani sejauh kira-kira 2
mm secara merata kecuali sebagian tandur yang terletak di bagian
posterior diletakkan di atas tulang kanalis akustikus eksternus di
bawah jabir timpanoeatal.
9. Jabir kemudian dikembalikan ke tempat semula sehingga
sebagaian tandur terletak di antara jabir dan tulang kanalis
akustikus eksternus.
10. Pada bagian lateral membran timpani baru tersebut kemudian
diletakkan potongan-potongan spongostan dan bola-bola sofratule
sampai memenuhi setengah kanalis akustikus eksternus.
11. Selanjutkan dipasang tampon sofratule sampai memenuhi kanalis
akustikus eksternus. Telinga selanjutkan dipasang balut tekan.

UNIT TERKAIT OK,LAB, SMF TERKAIT


DEKOMPRESI NERVUS FASIALIS

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan membebaskan kompresi pada nervus fasialis
TUJUAN Membebaskan tekanan pada nervus fasialis
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Setelah dilakukan mastoidektomi simpel, dinding posterior kanal
ditipiskan dengan bor untuk mencapai tulang yang menutupi
bagian vertical nervus fasialis tapi dinding kanal dibiarkan intak.
Setelah tulang tipis, dengan dental pick tulang di dekat kanalis
semi sirkular disingkirkan untuk mencapai nervus fasial.
2. Perlahan-lahan nervus fasialis yang tampak dibuka sampai ke
foramen stilomastoid.
3. Korda timpani yang berada di atas foramen diidentifikasi.
4. Dengan sickle knife yang tajam, selubung saraf dibuka sehingga
bagian vertical nervus fasialis sudah didekompresi.
5. Untuk mendekompresi bagian horizontal nervus fasialis, bisa
melalui antrum mastoid atau melalui kanalis akustikus eksternus.
Aditus ad antrum diperlebar dengan bor kecil.
6. Bagian horizontal dari nervus fasialis kemudian di dekompresi
sampai ganglion genikulatum.
7. Setelah tindakan ini bagian horizontal dari nervus fasialis terlihat
melalui kanalis akustikus eksternus.
8. Selubung dari bagian horizontal saraf dibuka.

UNIT TERKAIT OK, LAB,SMF TERKAIT


MASTOIDEKTOMI

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan membuka korteks mastoid dari arah permukaan


luarnya, membuang jaringan patologis seperti pembusukan
tulang atau jaringan lunak, menemukan antrum dan membuka
aditus ad antrum bila tersumbat dengan tetap
mempertahanklan keutuhan tulang dinding belakang liang
telinga.
TUJUAN Eradikasi infeksi dengan membuang jaringan patologis seperti
pembusukan tulang atau jaringan lunak dan memperbaiki
aerasi kavum timpani dengan membuka aditus ad antrum
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis
RSU Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Pada tahap awal dilakukan insisi retrourikuler yang
diperdalam sampai menemukan linea temporalis, spina
henle, segitiga Mc. Ewen, prosesus mastoid.
2. Dilakukan pengeboran pertama di sepanjang linea
temporalis dari depan ke belakang, kemudian persis di
posterior dinding belakang liang telinga sedalam kira-kira
2-3 mm kearah atas sehingga bertemu dengan garis
pengeboran pertama di linea temporalis, kea rah bawah
sampai paling sedikit segitiga lantai liang telinga. Patokan
untuk menemukan antrum adalah segitiga Mc Ewen, yaitu
segitiga imajiner yang dibentuk oleh linea temporalis dan
dinding posterior liang telinga.
3. Pengeboran dilanjutkan ke seluruh korteks mastoid dengan
kedalaman bertahap, melandai luas ke belakang dengan
bagian terdalam di daerah segitiga Mc Ewen yang
merupakan daerah yang menutupi antrum mastoid.
4. Luas pengeboran tergantung kebutuhan membuang sel
pneumatisasi yang sakit dan jaringan patologi di dalamnya,
ke belakang sampai daerah sinus sigmoid, ke atas sampai
daerah tegmen mastoid dan ke bawah ke seluruh prosesus
sampai ujung mastoid.
5. Insisi ditutup dengan jahitan 3 lapis dan meninggalkan
drain.

UNIT TERKAIT OK,LAB, SMF TERKAIT


ESOFAGOSKOPI

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan untuk evaluasi daerah esophagus, dapat disertai


tindakan ekstraksi atau biopsi
TUJUAN Diagnostik dan terapi
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Setelah dibawah pengaruh anestesi umum, semprot daerah
faring dengan xylocaine spray 10 %.
2. Esofagoskop bagian proksimal dipegang dengan tangan
kiri(seperti memegang tongkat billiard), sedang bagian distal
dipegang dengan tangan kanan (seperti memegang pena pada
leher pegangan).
3. Posisi high and low. Penderita posisi High di ketinggian 15
cm pada saat esofagoskop dimasukkan dalam mulut dan
mencapai epiglottis, kemudian kepala pelan-pelan
direndahkan sampai 2 cm di bawah meja operasi sambil
memasukkan esophagus lebih dalam(posisi low).
4. Lakukan eksplorasi esophagus dapat dengan menggunakan
loupe.
5. Bila ada korpus alienum diambil dengan forsep yang sesuai.

UNIT TERKAIT OK,LAB, SMF TERKAIT


LARINGEKTOMI TOTAL

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan mengangkat laring
TUJUAN Reseksi tumor laring
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR : 1. Posisi penderita terlentang dengan kepala hiperekstensi
2. Gambar rencana insisi dengan biru metilen bentuk U ujung
setinggi kornu mayor os hyoid mengikuti tepi anterior
melengkung dan bertemu pada sisi yang lainpada 1 cm di bawah
kartilago krikoid(bila ada stoma, gambar 1 cm dari tepi stoma)
3. Infiltrasi kulit dengan lidokain 2 % dan adrenalin 1/200.000 U.
4. Insisi diperdalam sampai fascia servikalis profunda termasuk m.
palatine. Vena jugularis anterior diligasi dan dipotong
diikutsertakan pada flap.
5. Dilakukan pemotongan m. Infrahioid, m. Sternohiod dipotong
pada perlekatan bagian inferior dan m. Omohioid dipotong pada
perlekatan inferiornya.
6. Pemisahan kelenjar tiroid. Ismus tiroid dipotong dan tiroid
dipisahkan dari trakea. Arteri tiroidea superior dan inferior
dipertahankan. Bila salah satu ;obus tiroid akan diangkat
bersama-sama laring maka a/v tiroid superior dan inferior
dipotong dan diligasi sehingga lobus tersebut tiodak terpishkan
dari laring.
7. Mobilisasi os hioid(pemisahan otot –otot suprahioid),
identifikasi korpus hioid dan otot-otot genioglosus, milohioid,
hioglosus dipisahkan atau dipotong subperiosteal. Tuberkulum
os hioid ditarik sehingga muskulus konstriktor media, stilohioid
dan tendon muskulus digastrikus mudah dipisahkan dari cornus
mayor os hioid. Membran tiroid dipotong pada kornu mayor os
hioid bisa dipotong dan tampak a/v laring inferior diligasi dan
dipotongSerat transversa muskulus konstriktor inferior
dipisahkan dri perlekatannya sampai pada teppi posterior
8. Trakea yang sudah bebas dari tiroid dan jaringan sekitarnya
dipotong miring(bagian anterior lebih pendek dari posterior dan
tepi anterior dijahitkan ke kulit)
9. Hipofaring dibuka dengan menarik os hioid ke bawah sampai
ujung epiglotis dapat dipegang. Selanjutnya dilakukan
pemotongan membran mukosa sekeliling tepi lateral epiglotis
dan terlihat laring sehingga dapat menilai ukurn dan luas tumor.
LARINGEKTOMI TOTAL

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
Pemotongan dilanjutkan pd mukosa hipofaring yang bebas
tumor laring diangkat.
10. Defek hipofaring dan esofagus servikal dijahit satu
persatu(horisontal) dan dijahit tutup dengan jahitan m.
constrictor faring inferior.
11. Dilakukan pembuatan stoma
12. Buatkan lubang drain(2 buah)
13. Flap kulit ditutup lapis demi lapis,sebelumnya dipasang redon
drain.

UNIT TERKAIT OK,LAB, SMF TERKAIT


ADENOIDEKTOMI

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan membuang adenoid hipertropi


TUJUAN Membuang jaringan adenoid yang hipertropi sehingga
menghilangkan sumbatan jalan nafas atas
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR
1. Pilih adenotom yang sesuai.
2. Masukkan adenotom ke dalam nasofaring sampai mengenai
tepi posterior septum nasi.adenoid dikerok dengan kekuatan
yang optimal dengan gerakan mengayun.
3. Rawat perdarahan dengan bola kasa.

UNIT TERKAIT OK,LAB, SMF TERKAIT


BRONKOSKOPI

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan mengevaluasi mukosa bronkus sekaligus biopsy atau


mencuci atau mengekstraksi benda asing dengan menggunakan
bronkoskop rigid atau fleksibel
TUJUAN Diagnostik dan terapi
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Penderita tidur terlentang dibawah pengaruh anestesi dengan
kepala hiperekstensi di garis tengah. Dapat dengan
meletakkan kain atau bantal di bawah kepala. Dagu harus
berada pada posisi tertinggi terhadap tubuh pasien(vertical
upward). Bibir, mukosa mulut dan mata harus dilindungi
dengan kasa ketika bronkoskop dimasukkan.
2. Gunakan laringoskop lurus untuk melihat epiglottis.
3. Laringoskop masuk dari sisi kanan. Setelah tampak
epiglottis, dasar lidah diangkat dengan spatula laringoskop,
sehingga epiglottis agak terangkat.
4. Bronkoskop dipegang dengan tangan kanan masuk dari sisi
tengah. Ujung bronkoskop dimasukkan sedikit di bawah
epiglotis. Pada saat ini pandangan dipindahkan pada
bronkoskop dan bronkoskop harus berada di depan pita suara.
5. Bronkoskop dimasukkan ke laring dengan memutar
bronkoskop ke kanan masuk ke trakea bersamaan dengan
mengeluarkan laringoskop. Untuk melihat trakea bronkoskop
harus berada pada posisi lurus di garis tengah. Bronkoskop
diteruskan ke distal dengan gerakan membelok(twisting
motion), jari tangan kiri memegang bronkoskop seperti
memegang tongkat bilyard.
6. Untuk melihat bronkus utama kanan, kepala diputar sedikit
ke kiri. Untuk masuk ke bronkus utama kiri, kepala diputar
ke arah bahu kanan. Pada posisi vertikal, kepala harus diatur
sedemikian rupa sehingga bronkoskop berada di tengah
lumen dan tidak bergesekandengan bagian depan atau
belakang saluran nafas.
7. Ekstubasi bronkoskop, lihat lumen, berhenti di atas karina,
tunggu pernafasan spontan keluar dengan one single
movement. Sekret dihisap dengan laringoskop. Laringoskop
diangkat untuk pernafasan spontan.
UNIT TERKAIT OK,LAB, SMF TERKAIT
TRAKEOSTOMI

No Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/2


DHARMA YADNYA

Tanggal terbit Direktur


SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan membuat lubang trakea untuk bypass pernafasan
TUJUAN Untuk bypass pernafasan
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Incisi garis tengah dibuat mulai dari tengah cartilago thyroid
kelekukan sternal (sternal notch). Jaringan lemak subcutan
dan fascia cervicalis superficialis dipisahkan sampai terlihat
Linea alba.
2. Fascia cervicalis dipotong digaris tengah dan M. Sterno
hyoideus diretraksi kearah lateral pada kedua sisi untuk
membebaskan isthmus dari glandula thyroid. Jika akan
dilakukan high tracheostomy, pengikat (band) yang
mempersatukan copule dari glandula thyroid dengan archus
cricoideus (fascia laryngo thyroideus) harus dipisahkan
dengan incisi horizontal sepanjang cartilago cricoideus.
3. Perdarahan kecil-kecil diikat atau dicauter dengan isthmus
dideseksi dari bagian atas cincin trachea ke 2 kearah cincin
trachea 3 dengan elevator dan diretraksi kearah inferior. Jika
akan membuat middle tracheostomy isthmus dipisahkan dari
trachea setelah pemisahan fascia laryngo thyroideus dan pada
kedua sisi dilakukan beberapa jahitan catgut yang kuat dan
kemudian diinsisi pada garis tengah
4. Jika yang dilakukan low tracheostomy trachea dibebaskan
dengan retractor dari batas bawah isthmus dan isthmus ditarik
kearah superior. Vena thyroideus inferior diikat. Daerah
dimana akan dilakukan tracheostomy dibersihkan sampai
terlihat kartilago dari cincin trakea. Beberapa tetes topical
anesthesia disuntikkan ke dalam trakea melalui ligament
anular. Perdarahan dirawat sebelum trakea dibuka dengan
penekanan atau pasien diminta batuk kalau lokal anestesia
yang dipakai.
5. Dilakukan eksisi dinding depan trakea, berbentuk bulat
dengan diameter yang sama, dengan diameter trakea kanul.
Bentuk-bentuk insisi yang horisontal, vertikal cross atau
bentuk Y mempunyai kelemahan karena bagian kartilago
trakea yang terlibat akan menyebabkan posisinya menjadi
abnormal dan menyulitkan pada dekanulasi.
TRAKEOSTOMI

No Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/2


DHARMA YADNYA

6. Infeksi Infeksi dari ujung insisi pada kartilago trakea dapat


dihindari dengan menutupnya dengan mukosa, trakea.
Ketika trakea sudah dibuka, leher pasien defleksikan lagi
dan trakea kanul dimasukkan. Diameter dan lengkungan
kanul harus pas dan nyaman pada trakea dan cukup panjang
sehingga batas bawahnya berada 2 cm dibawah lubang
trakea. Kasa steril dipasang melingkari tube untuk
mencegah terjadinya ulcerasi.
7. Luka sayatan ditutup dengan kasa steril setelah sebelumnya
luka sayatan dijahit sehingga lubang antara kanul dengan
ruang trakeostomi masih ada agar udara yang dimasukkan
oleh pasien bisa keluar dan tidak masuk kedalam jaringan
subkutis

UNIT TERKAIT OK,LAB, SMF TERKAIT


MAKSILEKTOMI TOTAL

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 0
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Mengangkat keseluruhan tulang maksila dengan atau tanpa
eksenterasi orbita
TUJUAN Mengangkat tumor beserta jaringan sekitar yang telah terinfiltrasi
oleh sel tumor.
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Kulit diberi tanda biru metilen, infiltrasi subkutan dengan silokain
2 % dan adrenalin 1/200.000 U. insisi 2 mm di tepi kelopak mata
bawah ke lateral.
2. Insisi hidung diteruskan ke medial dengan memotong bibir atas.
Insisi intra oral pada sulkus bucoalveolar sekitar tuberositas
maksila melewati palatum pada perbatasan dari palatum
durumdan palatum mole.
3. Flap dari mukosa ditarik ke lateral/zigoma. M. orbikularis okuli
ditinggalkan pada tempatnya. Perios dari orbita disisihkan ke
atas.
4. Tulang daerah dinding lateral rongga hidung dipotong dengan
tatah, diteruskanke lateral melalui tepi bawah atau dasar
orbita(tergantung pada keadaan).
5. Gergaji gigli dimasukkan ke fisura orbitalis inferior di bawah dari
tulang maksila dengan tuntunan forcep bengkok.
6. Palatum durum dipotong dengan gergaji gigli atau tatah, jangan
melewati garis tengah.
7. Osteum diletakkan di belakang tuberositas dan ditatah untuk
memisahkan pterigoid proses dari dinding posterior maksila.
8. Seluruh ruangan diisi tampon pita salep kemicetin dan dipasang
obturator palatum.
9. Kulit dijahit lapis demi lapis.

UNIT TERKAIT OK,LAB, SMF TERKAIT


RINOTOMI LATERAL

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan mengangkat tumor ganas yang mengenai kulit hidung luar
dan meluas ke dalam rongga hidung. Dapat juga sebagai perluasan
dari maksilektomi radikal.
TUJUAN Mengangkat tumor ganas yang mengenai kulit hidung luar dan
meluas ke dalam rongga hidung. Dapat juga sebagai perluasan dari
maksilektomi radikal.
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Kulit digarisi dengan biru metilen sebagai tanda insisi. Infiltrasi
jaringan bawah kulit dengan xylocain 2 % dan adrenalin
1/200.000 U.
2. Insisi kulit sesuai dengan garis biru metilen(insisi Moure). Insisi
diperdalam sampai prosesus nasofrontalis maksila dan mukosa
rongga hidung.
3. Ala nasi ditarik dengan tampon pita. Mukosa hidung dibuka
sehingga kavum nasi tampak luas, os nasalis kalau perlu
dipotong.
4. Dinding lateral beserta konka nasi diangkat dengan tatah.
5. Retraksi pipi kearah lateral dan dinding anterior maksila
diangkat sampai sebatas foramen infra orbita(operasi denker).
6. Semua tumor di dalam kavum nasi/sinus paranasalis
dibersihkan.
7. Perdarahan dirawat dan dipasang tampon pita salep kemicetin.
8. Kulit ditutup lapis demi lapis.

UNIT TERKAIT OK,LAB, SMF TERKAIT


TONSILEKTOMI

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA

Tanggal terbit Direktur


SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan mengangkat jaringan tonsil
TUJUAN Mengangkat jaringan tonsil yang patologis
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Posisi tidur terlentang dengan kepala hiperekstensi, dipasang
mouth spreader. Tonsil kanan dijepit dengan tonsil tang.
2. Insisi pada plika anterior diperdalam dengan tampon tang
sampai tampak kapsul tonsil.
3. Pisahkan kapsul tonsil dari jaringan peritonsil dengan
menggunakan respatorium sampai seluruh kapsul tonsil
terlepas.
4. Tekan fossa tonsil dengan bola kasa besar sampai perdarahan
berhenti, bila perdarahan tidak berhenti, jepit dengan klem
kemudian dilakukan ligasi.
5. Hal yang sama dilakukan pada tonsil kontralateral.

UNIT TERKAIT OK,LAB, SMF TERKAIT


SEPTOPLASTI

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Suatu tindakan operasi yang dilakukan pada septum nasi yang
mengalami kelainan bentuk berupa deviasi, defleksi, spina
septi.

TUJUAN Agar septum nasi posisinya lurus dan simetris ke posterior


sehingga tidak mengganggu osteo meatal kompleks

KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya

PROSEDUR 1. Rambut hidung dibersihkan dengan gunting.


2. Masukkan kapas yang dibasahi dengan lidokain-efedrin 2
%, 30 menit sebelum masuk kamar operasi. Infiltrasi
dengan lidocomp 1 % pada mukoperikondrium dan
mukoperiostium kanan dan kiri (benar bila tampak
berwarna keputihan).
3. Dilakukan insisi sesuai lokasi deviasi, pada sisi cembung.
Insisi dilakukan pada mukosa sampai perikondrium. Insisi
benar bila tampak warna putih pada kartilago.
4. Mukoperikondrium dan mukoperiostium dilepaskan dari
tulang dengan elevator Freer (sisi cekung menghadap ke
medial), dilakukan elevasi melalui celah insisi.

UNIT TERKAIT OK,LAB, SMF TERKAIT


STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
ILMU UROLOGI
SIRKUMSISI

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan pembedahan membuang preputium penis sehingga
gland penis tidak tertutup prepotium lagi

TUJUAN Glan penis tidak tertutup lagi oleh preputium sehingga lebih
mudah dibersihkan
KEBIJAKAN Pengelolaan pasien urologi di RSU Dharma Yadnya melalui
Spesialis Urologi RSU Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Pasien dengan posisi terlentang dengan anestesi lokal,
spinal, dan umum(pada anak).
2. Dilakukan pemisahan preputium dari glan penis
3. Preputium dipotong kemudian dijahit secukupnya, jahit
angka “8” pada kordae
4. Perdarahan dirawat
5. Luka operasi di balut dengan kasa steril

UNIT TEKAIT OK, R.Observasi, RI A, RI B


AMPUTASI PENIS

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan pembedahan membuang penis sebagian atau
keseluruhan sehingga penis terbebas dari jaringan patologis dan
proses miksi melalui uretra yang tersisa.
TUJUAN Mengendalikan penyakit dan mecegah komplikasi
KEBIJAKAN Pengelolaan pasien urologi di RSU Dharma Yadnya melalui
Spesialis Urologi RSU Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Pasien dengan posisi terlentang dengan anestesi spinal,
umum.
2. Amputasi penis dapat dilakukan dengan Tehnik

UNIT TEKAIT OK, R.Observasi, RI A, RI B


No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN

TUJUAN

KEBIJAKAN

PROSEDUR

UNIT TEKAIT OK, R.Observasi, RI A, RI B


TINDAKAN MEDIK UROLOGI

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM

TINDAKAN MEDIK UROLOGI

PENGERTIAN

1. Prosedur tetap tindakan medik urologi adalah prosedur yang berlaku pada Ilmu Urologi
RSU Dharma Yadnya untuk pasien-pasien urologi yang memerlukan tindakan
medik/pembedahan urologi.

2. Tindakan medik urologi adalah tindakan/pembedahan yang diperlukan atas indikasi medis
untuk menegakkan diagnosis maupun terapi.

1. Pasien urologi adalah pasien-pasien dengan diagnosis kelainan (patologis) pada organ-organ
saluran kencing (termasuk ginjal), genetalia laki-laki dan kelenjar supra renalis.

2. Kelainan (patologis) saluran kencing, genetalia laki-laki dan kelenjar supra renalis
diantaranya adalah tumor, kelainan bawaan, infeksi, batu, Infertilitas pria, trauma dan lainnya
yang perlu tindakan medik urologi.

3. Antibiotika profilaksis tindakan medik urologi.


Bertujuan mencegah infeksi oleh mikroorganisme yang diperkirakan dapat timbul pada
tempat tindakan medik dan mencegahan infeksi pada tempat lain dengan resiko infeksi
tinggi.

4. Antibiotika terapiutik tindakan medik urologi


Bertujuan memberntas infeksi oleh mikroorganisme yang timbul pada tempat operasi dan
infeksi pada saluran kencing.

5. Tindakan medik urologi bersih.


Adalah tindakan medik urologi pada daerah/kulit prabedah tanpa peradangan dan tidak
membuka traktus urinarius, atau tanpa pemakaian drain tertutup. Antibiotik profilaksis tidak
diberikan sedangkan pada kasus tertentu antibiotik profilaksis dianjurkan, misalnya kasus :
5.1. Pemasangan implan / prostesis yang permanen.
5.2. Pembawa (carrier) bakteri patogen.
5.3. Adanya infeksi di tempat lain diluar daerah operasi.
5.4. Riwayat penyakit katup rematik atau telah memakai katup buatan.
5.5. Penderita dengan tuberkulosis tenang (pemberian tuberkulostatik untuk mencegah
penyebaran).
5.6. Penderita yang mengalami diseksi jaringan yang luas, vaskularisasi jaringan
terganggu/jelek, pemberian obat imunosupresif.
Kemungkinan infeksi di sini adalah 2-4%.

6. Tindakan medik urologi bersih terkontaminasi


Adalah tindakan medik yang membuka traktus urinarius, traktus reproduksi (kecuali testis)
tanpa pencemaran nyata (Gross Spilage).
Antibiotik profilaksis dianjurkan pada :
6.1. Tindakan medik urologi saluran kencing.
6.2. Tindakan medik urologi yang melalui vagina.
Kemungkinan infeksi di sini adalah 5-15%.

7. Tindakan medik urologi terkontaminasi.


Adalah tindakan medik urologi membuka traktus urinarius, traktus reproduksi (kecuali testis)
dengan pencemaran yang nyata (Gross Spilage), atau tindakan medik urologi pada luka
karena kecelakaan dalam waktu kurang dari 6 jam (golden period).
Antibiotik profilaksis dianjurkan pada :
7.1. Tindakan medik urologi yang menembus saluran kemih yang terinfeksi
7.2. Tindakan medik urologi radang akut tanpa pembentukan nanah.
7.3. Tindakan medik urologi trauma testis terbuka.
Kemungkinan infeksi di sini adalah 16-25%.

8. Tindakan medik urologi kotor dengan infeksi


Adalah tindakan medik urologi pada perforasi traktus urogenitalis, melewati daerah purulen
(inflamasi bakterial), pada luka terbuka lebih dari enam jam (golden period) setelah kejadian
atau terdapat jaringan non vital yang luas atau nyata, dokter yang melakukan operasi
menyatakan sebagai luka operasi kotor/terinfeksi.
Antibiotik di sini dianjurkan sebagai :
8.1. Pemberian antibiotik terapiutik dan bukan lagi profilaksis, terutama bila tindakan
medik
urologi dilakukan pada jaringan sehat akan dilalui oleh nanah.
8.2. Pemberian antibiotik porfilaksis dengan tujuan mencegah penyebaran intrakaviter,
penyebaran ke tempat yang jauh atau ke jaringan yang sebelumnya tidak terkontaminasi.
Kemungkinan infeksi disini adalah 40-70%.

9. Instrumen bedah minor urologi adalah instrument yang dipakai untuk operasi-operasi
bedah minor seperti:
 Desinfeksi klem  Needle holder/pemegang jarum
 Duk klem  Gunting bedah, gunting benang,
 Pisau bedah gunting kasa
 Pinset anatomi , pinset chirrugis  Jarum kulit, jarumotot/jaringan dan
 Klem arteri lainya.
 Kocher klem

10. Instrumen bedah mayor urologi adalah instrument yang dipakai untuk operasi-operasi bedah
mayor urologi seperti
 Instrumen bedah minor
 Spreader hook/hak pemegang luka
 Right angle klem/klem arteri bengkok
 Klem pedikel
 Satinsky (1 pasang) dan lainya.

11. Instrumen endourologi adalah Instrumen untuk tindakan diagnosis maupun terapi dibidang
urologi seperti:
 Instrumen Urethrocystoscopy
 Instrumen Urethrotomy interna
 Instrumen Ureterorenoscopy (URS)
 Instrumen Lithotripsy
 Instrumen Transurethral resction (TUR)
 Instrumen Percutaneous nephro-lithotripsy (PNL)
 Intra Corporeal Shoch Wave Lithotripsy dan lainnya.

TUJUAN
Untuk memperlancar, meningkatkan kwalitas, kwantitas pelayanan sehingga pasien mendapat
manfaat yang besar, resiko yang sekecil-kecilnya dengan biaya yang seefisien mungkin dari
pengelolaan pasien urologi di RSU Dharma Yadnya.

KEBIJAKAN
Pengelolaan pasien urologi di RSU Dharma Yadnya melalui Spesialis Urologi RSU Dharma Yadnya

PROSEDUR
Pengelolaan pasien urologi di RSU Dharma Yadnya harus sepengetahuan spesialis urologi RSU
Dharma Yadnya.

UNIT TERKAIT
Untuk diagnosis: Sarana penunjang diagnosis Laboratorium klinik, patologi klinik, radiologi

Untuk terapi : Spesialis Penyakit Dalam, Cardiologi dan spesialis lainnya atas indikasi medis.
Untuk tindakan : Spesialis Anastesi, OK dan Ruang Intensive Care Unit
.
I TINDAKAN MEDIK UROLOGI PENIS

1. SIRKUMSISI
1.1. Nama tindakan
1.1.1. Sirkumsisi atau Sunat
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Tindakan pembedahan membuang preputium penis sehingga gland penis tidak
tertutup prepotium lagi
1.2.2. Katagori operasi bersih/bersih kontaminasi/kontaninasi
1.3. Indikasi tindakan
1.3.1. Pimosis
1.3.2. Patologis prepotium dengan/tanpa gangguan miksi
1.3.3. Hygiene penis
1.3.4. Parapimosis (pasca parapimosis)
1.4. Kontra indikasi tindakan
1.4.1. Hipospadia dengan/tanpa khorde
1.4.2. Gangguan pembekuan darah
1.5. Jenis pembiusan
1.5.1. Lokal, spinal atau Umum
1.6. Peralatan
1.6.1. Instrumen Bedah minor
1.6.2. Benang bedah
1.7. Tempat tindakan
1.7.1. RSU Dharma Yadnya
1.8. Pelaksana tindakan
1.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
1.9. Posisi pasien
1.9.1. Terlentang
1.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Tidak diberikan pada operasi bersih
1.10.1.2. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
1.10.1.3. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Guillotine
1.10.3.2. Dorsumsisi-eksisi prepotium
1.11. Komplikasi dan pengelolaannya
1.11.1. Pendarahan, terapi bebat tekan/ligasi/penjahitan
1.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik
1.12. Lama perawatan
1.12.1. Tidak perlu rawat inap untuk bius local
1.12.2. Perlu rawat inap 1 hari atas indikasi bius umum
1.12.3. Buka bebat 1 hari paska bedah, rawat luka terbuka
1.12.4. Ganti bebat (kalau perlu)
2. AMPUTASI PENIS
2.1. Nama tindakan
2.1.1. Amputasi penis parsial atau Amputasi penis total
2.2. Definisi tindakan
2.2.1. Tindakan pembedahan membuang penis sebagian atau keseluruhan sehingga penis
terbebas dari jaringan patologis dan proses miksi melalui uretra yang tersisa.
2.3. Indikasi tindakan
2.3.1. Tumor ganas penis
2.4. Kontra indikasi tindakan
2.4.1. Gangguan pembekuan darah
2.5. Jenis pembiusan
2.5.1. Spinal atau Umum
2.6. Peralatan
2.6.1. Instrumen Bedah mayor
2.6.2. Benang bedah
2.7. Tempat tindakan
2.7.1. RSU Dharma Yadnya
2.8. Pelaksana tindakan
2.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
2.9. Posisi pasien
2.9.1. Terlentang/lithotomy
2.10. Tehnik tindakan
2.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
2.10.1.1. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
2.10.2. Analgetika
2.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
2.10.2.2. Pasca bedah diberikan
2.10.3. Tehnik operasi
2.10.1.2. Tehnik Guillotine
2.10.1.3. Tehnik eksisi
2.11. Komplikasi dan pengelolaannya
2.11.1. Pendarahan, terapi bebat tekan/ligasi/penjahitan
2.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik
2.12. Lama perawatan
2.12.1. Perlu rawat inap 3-7 hari
2.12.2. Buka bebat 1 hari paska bedah selanjutnya rawat luka terbuka
2.12.3. Ganti bebat (kalau perlu)
2.12.4. Buka jahitan (kalau perlu) hari ke 7-14 paska bedah

3. KOREKSI HYPOSPADIA DAN CHORDAE


3.1. Nama tindakan
3.1.1. Khordektomi
3.1.2. Uretroplasti
3.2. Definisi tindakan
3.2.1. Khordektomi adalah tindakan pembedahan membuang jaringan ikat dibagian ventral
penis sebagian atau keseluruhan sehingga anatomi dan fungional penis menjadi lebih
baik
3.2.2. Uretroplasti adalah tindakan pembedahan rekontruksi uretra sehingga anatomi dan
fungional penis menjadi lebih baik
3.3. Indikasi tindakan
3.3.1. Hipospadia dengan/tanpa khorde
3.3.2. Khorde dengan/tanpa hipospadia
3.4. Kontra indikasi tindakan
3.4.1. Gangguan pembekuan darah
3.5. Jenis pembiusan
3.5.1. Spinal atau Umum
3.6. Peralatan
3.6.1. Intrumen bedah minor
3.6.2. Instrumen bedah hipospadia
3.6.3. Benang bedah khusus
3.7. Tempat tindakan
3.7.1. RSU Dharma Yadnya
3.8. Pelaksana tindakan
3.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
3.9. Posisi pasien
3.9.1. Terlentang
3.10. Tehnik tindakan
3.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
3.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
3.10.2. Analgetika
3.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
3.10.2.2. Pasca bedah diberikan
3.10.3. Tehnik operasi
3.10.3.1. Tehnik operasi Ducket’s
3.10.3.2. Tehnik operasi lainnya
3.10.3.3. Tehnik operasi sistostomi
3.11. Komplikasi dan pengelolaannya
3.11.1. Pendarahan, terapi bebat tekan/ligasi/penjahitan
3.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik-drainase
3.11.3. Fistel uretro-kutan terapi repear fistel
3.11.4. Stenosis miatus uretra terapi miatotomi/miatoplasti
3.12. Lama perawatan
3.12.1. Perlu rawat inap 10-14 hari
3.12.2. Buka bebat penis 5 hari paska bedah selanjutnya rawat luka terbuka
3.12.3. Buka splin uretra dan klem kateter sistostomi 10 hari pasca bedah
3.12.4. Buka kateter sistostomi 1 hari setelah buka splin uretra dan pastikan pasien dapat
miksi spontan dan adequat

II. TINDAKAN MEDIK UROLOGI SKROTUM

1. HIDROKELEKTOMI
1.1. Nama tindakan
1.1.1. Hidrokelektomi atau Eksisi marsupialisasi
1.1.2. Spermatokelektomi atau Eksisi spermatokel
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Hidrokelektomi atau Eksisi marsupialisasi adalah tindakan pembedahan membuang
rogga patologis dalam skrotum atau sebagian“tunica vaginalis” dan hubungannya
dengan rongga peritoneum (apabila ada) dan mengikat/menjahitnya sehingga tidak
berhubungan lagi.
1.2.2. Spermatokelektomi adalah tindakan pembedahan membuang rogga patologis dalam
skrotum dan hubungannya dengan epiddimis/vas deferens/testis (apabila ada) dan
mengikat/menjahitnya sehingga tidak berhubungan lagi.

1.3. Indikasi tindakan


1.3.1. Hidrokel dengan/tanpa nyeri, Hidrokel komunikan/nonkomunikan
1.3.2. Spematokel dengan/tanpa gangguan fertilitas
1.4. Kontra indikasi tindakan
1.4.1. Gangguan pembekuan darah
1.5. Jenis pembiusan
1.5.1. Spinal atau Umum
1.6. Peralatan
1.6.1. Instrumen Bedah minor
1.6.2. Benang bedah
1.7. Tempat tindakan
1.7.1. RSU Dharma Yadnya
1.8. Pelaksana tindakan
1.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
1.9. Posisi pasien
1.9.1. Terlentang
1.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Tidak diberikan pada operasi bersih
1.10.1.2. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
1.10.1.3. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan inguinal untuk pasien anak-anak
1.10.3.2. Tehnik operasi pendekatan skrotal untuk pasien dewasa dan spermatokel
1.11. Komplikasi dan pengelolaannya
1.11.1. Pendarahan, terapi bebat tekan/ligasi/penjahitan
1.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik
1.12. Lama perawatan
1.12.1. Perlu rawat inap 1 hari atas indikasi bius spinal/umum
1.12.2. Ganti bebat (kalau perlu)
1.12.3. Buka jahitan (kalau perlu) hari ke 7-14 pasca bedah

2. ORKIDEKTOMI
2.1. Nama tindakan
2.1.1. Orkidektomi
2.2. Definisi tindakan
2.2.1. Tindakan pembedahan membuang testis patologis
2.3. Indikasi tindakan
2.3.1. Testis patologis
2.4. Kontra indikasi tindakan
2.4.1. Gangguan pembekuan darah
2.5. Jenis pembiusan
2.5.1. Spinal atau Umum
2.6. Peralatan
2.6.1. Instrumen Bedah mayor
2.6.2. Benang bedah
2.7. Tempat tindakan
2.7.1. RSU Dharma Yadnya
2.8. Pelaksana tindakan
2.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
2.9. Posisi pasien
2.9.1. Terlentang
2.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Tidak diberikan pada operasi bersih
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan inguinal untuk pasien anak-anak dan tumor testis
1.10.3.2. Tehnik operasi pendekatan skrotal untuk pasien dewasa dan bukan tumor
testis
2.11. Komplikasi dan pengelolaannya
2.11.1. Pendarahan, terapi bebat tekan/ligasi/penjahitan
2.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik
2.12. Lama perawatan
2.12.1. Perlu rawat inap 1-3 hari atas indikasi bius spinal/umum
2.12.2. Ganti bebat (kalau perlu)
2.12.3. Buka jahitan (kalau perlu) hari ke 7-14 pasca bedah

3. ORKIOPESI
3.1. Nama tindakan
3.1.1. Orkiopesi
3.2. Definisi tindakan
3.2.1. Tindakan pembedahan untuk membawa testis kedalam rongga skrotum
3.3. Indikasi tindakan
3.3.1. Testis diluar skrotum
3.4. Kontra indikasi tindakan
3.4.1. Gangguan pembekuan darah
3.5. Jenis pembiusan
3.5.1. Spinal atau Umum
3.6. Peralatan
3.6.1. Instrumen Bedah mayor
3.6.2. Benang bedah
3.7. Tempat tindakan
3.7.1. RSU Dharma Yadnya
3.8. Pelaksana tindakan
3.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
3.9. Posisi pasien
3.9.1. Terlentang
3.10. Tehnik tindakan
3.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
3.10.1.1. Tidak diberikan pada operasi bersih
3.10.2. Analgetika
3.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
3.10.2.2. Pasca bedah diberikan
3.10.3. Tehnik operasi
3.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan inguinal-skrotal
3.11. Komplikasi dan pengelolaannya
3.11.1. Pendarahan, terapi bebat tekan/ligasi/penjahitan
3.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik
3.12. Lama perawatan
3.12.1. Perlu rawat inap 1-3 hari atas indikasi bius spinal/umum
3.12.2. Ganti bebat (kalau perlu)
3.12.3. Buka jahitan (kalau perlu) hari ke 7-14 pasca bedah
_________________________________________________________________________________

III. TINDAKAN MEDIK UROLOGI PROSTAT

1. PROSTATEKTOMI
1.1. Nama tindakan
1.1.1. Prostatektomi
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Tindakan pembedahan disobstruksi untuk membuang sebagian atau semua adenoma
dari prostate sehingga uretra posterior terbuka
1.3. Indikasi tindakan
1.3.1. Keluhan kencing karena obstruksi uretra prostatika oleh pembesaran prostat jinak
(BPH)
1.4. Kontra indikasi tindakan
1.4.1. Gangguan pembekuan darah
1.5. Jenis pembiusan
1.5.1. Spinal atau Umum
1.6. Peralatan
1.6.1. Instrumen bedah mayor
1.6.2. Benang bedah
1.7. Tempat tindakan
1.7.1. RSU Dharma Yadnya
1.8. Pelaksana tindakan
1.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
1.9. Posisi pasien
1.9.1. Terlentang
1.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
1.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan retropubik-ekstravesikal
1.10.3.2. Tehnik operasi pendekatan suprapubik-transvesikal
1.11. Komplikasi dan pengelolaannya
1.11.1. Pendarahan, dilakukan traksi dengan balon kateter/ligasi/penjahitan/koterisasi
transuretra
1.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik.
1.11.3. Infeksi saluran kencing, terapi antibiotika terapiutik
1.11.4. Retensiourin karea “catether block”, lakukan spolling catether
1.11.5. Retensiourin karea “blood clot”, lakukan evakuasi transuretra
1.11.6. Retensiourin karea bekuan darah, apabila terjadi dilakukan evakuasi bekuan darah
1.12. Lama perawatan
1.12.1. Perlu rawat inap 7-10 hari
1.12.2. Kendorkan traksi kateter uretra pasca bedah sebelum 24 jam
1.12.3. Buka kateter uretra paska bedah hari ke 5-7 hari
1.12.4. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3 dan hari ke 7
1.12.5. Buka drain hari ke 6-8 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
1.12.6. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14

2. RESEKSI PROSTAT TRANSURETRA (TUR P)


2.1. Nama tindakan
2.1.1. Reseksi prostat transuretra
2.2. Definisi tindakan
2.2.1. Tindakan pembedahan disobstruksi dengan cara resksi sebagian atau semua adenoma
dari prostate dan mengeluarkannya melalui uretra sehingga uretra prostatika terbuka
2.3. Indikasi tindakan
2.3.1. Keluhan kencing karena obstruksi uretra prostatika oleh pembesaran prostat jinak
(BPH)
2.4. Kontra indikasi tindakan
2.4.1. Gangguan pembekuan darah
2.5. Jenis pembiusan
2.5.1. Spinal atau Umum
2.6. Peralatan
2.6.1. Instrumen endo-urology untuk TUR
2.6.2. Alat untuk insisi uretra (Otis’s instrument)
2.6.3. Bugi Benique
2.6.4. Instrumen bedah mayor
2.7. Tempat tindakan
2.7.1. RSU Dharma Yadnya
2.8. Pelaksana tindakan
2.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
2.9. Posisi pasien
2.9.1. Lithotomy
2.10. Tehnik tindakan
2.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
2.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontaminasi
2.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
2.10.2. Analgetika
2.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
2.10.2.2. Pasca bedah diberikan
2.10.3. Tehnik operasi
2.10.3.1. Urethrocystoscophy-TUR P
2.10.3.2. Blind/direct insertion /Insersi tanpa tuntunan of uretrhoscope-TUR P
2.10.3.3. Pemasangan foley catether triway 22-24 F
2.10.3.4. Pengisian balon kateter 20-70 cc, traksi kateter secukupnya ke paha
2.11. Komplikasi dan pengelolaannya
2.11.1. Pendarahan, dilakukan koterisasi transuretra
2.11.2. Infeksi saluran kencing, terapi antibiotika terapeutik
2.11.3. Retensiourin karea “catether block”, lakukan spolling catether
2.11.4. Retensiourin karea “blood clot”, lakukan evakuasi transuretra
2.12. Lama perawatan
2.12.1. Perlu rawat inap 4-8 hari
2.12.2. Kendorkan traksi kateter uretra pasca bedah sebelum 24 jam
2.12.3. Buka kateter uretra 3-7 hari pasca bedah
_________________________________________________________________________________

IV. TINDAKAN MEDIK UROLOGI KANDUNG KENCING

1. VESIKOLITOTOMI
1.1. Nama tindakan
1.1.1. Vesikolitotomi
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Tindakan pembedahan membuka kandung kencing untuk mengeluarkan batu dari
dalam kandung kencing
1.3. Indikasi tindakan
1.3.1. Batu kandung kencing dengan keluhan saluran kencing
1.3.2. Batu kandung kencing dengan kelainan anatomi kandung kencing
1.3.3. Batu kandung kencing dengan terapi konservatif gagal
1.3.4. Batu dengan penyulit
1.3.5. Batu dengan diameter terkecil > 3 cm
1.4. Kontra indikasi tindakan
1.4.1. Gangguan pembekuan darah
1.5. Jenis pembiusan
1.5.1. Spinal atau Umum
1.6. Peralatan
1.6.1. Instrumen bedah mayor
1.6.2. Benang bedah
1.7. Tempat tindakan
1.7.1. RSU Dharma Yadnya
1.8. Pelaksana tindakan
1.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
1.9. Posisi pasien
1.9.1. Terlentang
1.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
1.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan suprapubik-transvesikal
1.10.3.2. Pemasangan kateter uretra untuk mengindari ketegangan jahitan dengan
menjamin drainase urin lancar
1.11. Komplikasi dan pengelolaannya
1.11.1. Pendarahan, dilakukan/ligasi/penjahitan
1.11.2. Infeksi saluran kencing, terapi antibiotika terapiutik
1.11.3. Retensiourin karea “catether block”, lakukan spolling catether
1.11.4. Retensiourin karea bekuan darah, lakukan evakuasi bekuan darah
1.12. Lama perawatan
1.12.1. Perlu rawat inap 7-10 hari
1.12.2. Buka kateter uretra paska bedah hari ke6-8 hari
1.12.3. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3 dan hari ke 7
1.12.4. Buka drain hari ke7-9 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
1.12.5. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14

2. RESEKSI TUMOR BULI TRANSURETRA (TUR B)


2.1. Nama tindakan
2.1.1. Reseksi tumor buli transuretra
2.2. Definisi tindakan
2.2.1. Tindakan pembedahan dengan cara resksi sebagian atau semua tumor buli dan
mengeluarkannya melalui uretra sehingga makroskopis masa tumor berkurang atau
terbuang semua
2.3. Indikasi tindakan
2.3.1. Tumor primer kandung kencing dengan/tanpa keluhan
2.3.2. Tumor metastase ke kandung kencing dengan/tanpa keluhan
2.4. Kontra indikasi tindakan
2.4.1. Gangguan pembekuan darah
2.5. Jenis pembiusan
2.5.1. Spinal atau Umum
2.6. Peralatan
2.6.1. Instrumen endo-urology untuk TUR
2.6.2. Alat untuk insisi uretra (Otis’s instrument) tanpa tuntunan
2.6.3. Bougi Benique
2.7. Tempat tindakan
2.7.1. RSU Dharma Yadnya
2.8. Pelaksana tindakan
2.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
2.9. Posisi pasien
2.9.1. Lithotomy
2.10. Tehnik tindakan
2.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
2.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
2.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
2.10.2. Analgetika
2.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
2.10.2.2. Pasca bedah diberikan
2.10.3. Tehnik operasi
2.10.3.1. Urethrocystoscophy-TUR B
2.10.3.2. Blind insertion of uretrhoscope-TUR B
2.10.3.3. Pemasangan foley catether triway 22-24 F
2.11. Komplikasi dan pengelolaannyaa
2.11.1. Pendarahan, terapi koterisasi transuretra
2.11.2. Infeksi saluran kencing, terapi antibiotika terapiutik
2.11.3. Retensiourin karea “catether block”, lakukan spolling catether
2.11.4. Retensiourin karea “blood clot”, lakukan evakuasi transuretra
2.12. Lama perawatan
2.12.1. Perlu rawat inap 4-8 hari
2.12.2. Buka kateter uretra 3-7 hari pasca bedah

3. LITOTRIPSI
3.1. Nama tindakan
3.1.1. Litotripsi
3.2. Definisi tindakan
3.2.1. Tindakan pembedahan dengan cara memecahkan batu dan mengeluarkannya dari
dalam kandung kencing melalui uretra
3.3. Indikasi tindakan
3.3.1. Batu kandung kencing dengan keluhan saluran kencing
3.3.2. Batu kandung kencing dengan kelainan anatomi kandung kencing
3.3.3. Batu kandung kencing dengan terapi konservatif gagal
3.3.4. Batu dengan penyulit
3.3.5. Batu dengan diameter terkecil < 3 cm
3.4. Kontra indikasi tindakan
3.4.1. Gangguan pembekuan darah
3.5. Jenis pembiusan
3.5.1. Spinal atau Umum
3.6. Peralatan
3.6.1. Instrumen litotripsi batu kandung kencing
3.6.2. Alat untuk insisi uretra (Otis’s instrument)
3.6.3. Bugi Benique
3.7. Tempat tindakan
3.7.1. RSU Dharma Yadnya
3.8. Pelaksana tindakan
3.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
3.9. Posisi pasien
3.9.1. Litotomi
3.10. Tehnik tindakan
3.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
3.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontaminasi
3.10.1.2. Terapuitik pada operasi kontaminasi/kotor
3.10.2. Analgetika
3.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
3.10.2.2. Pasca bedah diberikan
3.10.3. Tehnik operasi
3.10.3.1. Urethrocystoscophy-Lithotripsy dengan alligator lithotriptor (23,5 F)
3.10.3.2. Blind insertion of uretrhoscope -Lithotripsy dengan alligator lithotriptor
(23,5 F)
3.10.3.3. Blind insertion of uretrhoscope- Lithotripsy dengan alligator lithotriptor
(26 F)
3.11. Komplikasi dan pengelolaannya
3.11.1. Pendarahan, dilakukan koterisasi
3.11.2. Pemasangan kateter uretra untuk menjamin drainase urin
3.11.3. Infeksi saluran kencing, terapi antibiotika terapiutik
3.11.4. Retensiourin karea “catether block”, lakukan spolling catether
3.11.5. Retensiourin karea “blood clot”, lakukan evakuasi transuretra
3.12. Lama perawatan
3.12.1. Perlu rawat inap 1-3 hari
3.12.2. Buka kateter uretra 1-2 hari pasca bedah

4. SISTEKTOMI
4.1. Nama tindakan
4.1.1. Sistektomi
4.2. Definisi tindakan
4.2.1. Tindakan pembedahan membuang kandung kencing sebagian atau keseluruhan untuk
mengeluarkan/membuang jaringan yang patologis dari kandung kencing dengan
konskuensi miksi melalui uretra atau saluran kencing buatan
4.3. Indikasi tindakan
4.3.1. Keadaan patotogis berupa kelainan anatomi (termasuk neoplasma) dan atau fungsi
kandung kencing
4.4. Kontra indikasi tindakan
4.4.1. Gangguan pembekuan darah
4.5. Jenis pembiusan
4.5.1. Spinal atau Umum
4.6. Peralatan
4.6.1. Instrumen bedah mayor
4.6.2. Benang bedah
4.7. Tempat tindakan
4.7.1. RSU Dharma Yadnya
4.8. Pelaksana tindakan
4.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
4.9. Posisi pasien
4.9.1. Terlentang
4.10. Tehnik tindakan
4.10.1. Bowel sterilisasi dan preparasi (lihat Pedoman Bowel Sterilisasi dan Preparasi)
4.10.1.1. Khemikal (membunuh kuman dengan medikamentosa)
4.10.1.2. Fisikal (dengan diet lunak, rendah serat dan lavemen)
4.10.2. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
4.10.2.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
4.10.2.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
4.10.3. Analgetika
4.10.3.1. Prabedah tidak diberikan
4.10.3.2. Pasca bedah diberikan
4.10.4. Tehnik operasi
4.10.4.1. Tehnik operasi pendekatan laparotomi
4.10.4.2. Sistektomi parsial/total
4.10.4.3. Ileal conduit/tidak
4.11. Komplikasi dan pengelolaannya
4.11.1. Pendarahan, lakukan/ligasi/penjahitan
4.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik-drainase
4.11.3. Retensiourin karea “catether block”, lakukan spolling catether
4.11.4. Retensiourin karea “blood clot”, lakukan evakuasi transuretra (sistektomi parsial)
4.12. Lama perawatan
4.12.1. Perlu rawat inap 8-14 hari
4.12.2. Buka kateter uretra 7-10 hari pasca bedah
4.12.3. Buka spint ureter kanan dan kiri, foley catether (dengan ileal conduit) hari ke 10-12
4.12.4. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3,7,10 dan hari ke 14
4.12.5. Buka drain hari ke 8-10 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
4.12.6. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14
_________________________________________________________________________________

V. TINDAKAN MEDIK UROLOGI URETER

1. URETEROLITOTOMI
1.1. Nama tindakan
1.1.1. Ureterolitotomi
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Tindakan pembedahan mengeluarkan batu dari dalam saluran ureter
1.3. Indikasi tindakan
1.3.1. Batu ureter dengan keluhan saluran kencing
1.3.2. Batu ureter dengan infeksi saluran kencing
1.3.3. Batu ureter dengan obstruksi saluran kencing
1.3.4. Batu ureter dengan diameter batu > 1/2 cm.
1.3.5. Batu ureter dengan terapi medikamentosa/konservatif gagal
1.3.6. Batu ureter dengan mengganggu pekerjaan sehingga membahayakan keselamatan
orang (Contoh: Pilot, Sopir)
1.4. Kontra indikasi tindakan
1.4.1. Gangguan pembekuan darah
1.5. Jenis pembiusan
1.5.1. Spinal atau Umum
1.6. Peralatan
1.6.1. Instrumen Bedah mayor
1.6.2. Benang bedah
1.7. Tempat tindakan
1.7.1. RSU Dharma Yadnya
1.8. Pelaksana tindakan
1.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
1.9. Posisi pasien
1.9.1. Terlentang atau miring (lateral dekubitus)
1.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
1.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan Seksio-Alta/Gypson/Lumbotomi
1.11. Komplikasi dan pengelolaannya
1.11.1. Pendarahan, lakukan bebat tekan/ligasi/penjahitan
1.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik-drainase
1.12. Lama perawatan
1.12.1. Perlu rawat inap 3-7 hari
1.12.2. Buka kateter uretra paska bedah hari ke1-2 hari
1.12.3. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3 dan hari ke 7
1.12.4. Buka drain hari ke 3 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
1.12.5. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14

2. NEO-INPLANTASI URETER
2.1. Nama tindakan
2.1.1. Neo-Inplantasi ureter
2.2. Definisi tindakan
2.2.1. Tindakan pembedahan menanam ujung distal ureter kedalam kandung kencing
sehingga drainase urin menjadi lebih baik atau normal
2.3. Indikasi tindakan
2.3.1. Gangguan anatomi dan atau fungsi ureter distal
2.4. Kontra indikasi tindakan
2.4.1. Gangguan pembekuan darah
2.5. Jenis pembiusan
2.5.1. Spinal atau Umum
2.6. Peralatan
2.6.1. Instrumen bedah mayor
2.6.2. Benang bedah
2.7. Tempat tindakan
2.7.1. RSU Dharma Yadnya
2.8. Pelaksana tindakan
2.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
2.9. Posisi pasien
2.9.1. Terlentang
2.10. Tehnik tindakan
2.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
2.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
2.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
2.10.2. Analgetika
2.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
2.10.2.2. Pasca bedah diberikan
2.10.3. Tehnik operasi
2.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan Seksio-Alta
2.11. Komplikasi dan pengelolaannya
2.11.1. Pendarahan, lakukan bebat tekan/ligasi/penjahitan
2.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik-drainase
2.12. Lama perawatan
2.12.1. Lama perawatan 9-12 hari
2.12.2. Buka kateter uretra paska bedah hari ke7-10 hari
2.12.3. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3,7 dan hari ke 10
2.12.4. Buka drain hari ke 8-11 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
2.12.5. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14

3. URS (URETERORENOSCOPHY) - LITHOTRIPSY


3.1. Nama tindakan
3.1.1. URS-Lithotripsy
3.2. Definisi tindakan
3.2.1. Tindakan pembedahan memecahkan/mengambil/mengeluarkan batu dari dalam
ureter melalui lubang/saluran kencing uretra, kandung kencing dan ureter nenuju
sistim pevio- kaliks.
3.3. Indikasi tindakan
3.3.1. Batu ureter dengan keluhan saluran kencing
3.3.2. Batu ureter dengan infeksi saluran kencing
3.3.3. Batu ureter dengan obstruksi/sumbatan saluran kencing
3.3.4. Batu ureter dengan diameter batu > 1/2 cm.
3.3.5. Batu ureter dengan terapi medikamentosa/konservatif gagal
3.3.6. Batu ureter dengan mengganggu pekerjaan sehingga membahayakan keselamatan
orang (Contoh: Pilot, Sopir)
3.4. Kontra indikasi tindakan
3.4.1. Gangguan pembekuan darah
3.5. Jenis pembiusan
3.5.1. Spinal atau Umum
3.6. Peralatan
3.6.1. Instrumen URS
3.6.2. Intra Corporear Lithotriptor
3.6.3. Instrumen bedah mayor
3.6.4. Benang bedah
3.7. Tempat tindakan
3.7.1. RSU Dharma Yadnya
3.8. Pelaksana tindakan
3.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
3.9. Posisi pasien
3.9.1. Lithotomi (khusus URS)
3.10. Tehnik tindakan
3.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
3.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
3.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
3.10.2. Analgetika
3.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
3.10.2.2. Pasca bedah diberikan
3.10.3. Tehnik operasi
3.10.3.1. Tehnik bedah pendekatan uretrosistoskopi
3.11. Komplikasi dan pengelolaannya
3.11.1. Pendarahan, terapi konservatif/pasang Double J Stent
3.11.2. Perporasi ureter, dilakukan terapi konservatif/pasang Double J Stent
3.11.3. Perporasi ureter, gagal dengan terapi konservatif/pasang Double J Stent, open surgery
3.11.4. Infeksi saluran kencing, diberikan antibiotika terapiutik
3.12. Lama perawatan
3.12.1. Perlu rawat inap 1-3 hari
3.12.2. Buka kateter uretra 1-2 hari paska bedah
3.12.3. Apabila memakai D J Stent buka alat D J Stent 2-4 minggu pasca bedah
_________________________________________________________________________________

VI. TINDAKAN MEDIK UROLOGI GINJAL

1. PEMBEDAHAN BATU GINJAL


1.1. Nama tindakan
1.1.1. Pielolitotomi
1.1.2. Nefrolitotomi
1.1.3. Kalikolitotomi
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Tindakan pembedahan mengeluarkan batu dari dalam ginjal
1.3. Indikasi tindakan
1.3.1. Batu pielum dan atau sistim kaliks diameter batu >2 cm dengan/tanpa keluhan
saluran kencing
1.3.2. Batu pielum dan atau sistim kaliks diameter batu >2 cm dengan/tanpa infeksi saluran
kencing
1.3.3. Batu pielum dan atau sistim kaliks diameter batu >2 cm dengan/tanpa sumbatan
saluran kencing
1.4. Kontra indikasi tindakan
1.4.1. Gangguan pembekuan darah
1.5. Jenis pembiusan
1.5.1. Spinal tinggi atau Umum
1.6. Peralatan
1.6.1. Instrumen bedah mayor
1.6.2. Benang bedah
1.7. Tempat tindakan
1.7.1. RSU Dharma Yadnya
1.8. Pelaksana tindakan
1.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
1.9. Posisi pasien
1.9.1. Miring (lateral dekubitus)
1.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
1.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan lumbotomi
1.11. Komplikasi dan pengelolaannya
1.11.1. Pendarahan, lakukan bebat tekan/ligasi/penjahitan
1.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik-drainase
1.12. Lama perawatan
1.12.1. Perlu rawat inap 7-10 hari
1.12.2. Buka kateter uretra paska bedah hari ke1-2 hari
1.12.3. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3,7,10 dan hari ke 14
1.12.4. Buka drain hari ke 3 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
1.12.5. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14

2. PIELOPLASTI
2.1. Nama tindakan
2.1.1. Pieloplasti
2.2. Definisi tindakan
2.2.1. Tindakan pembedahan reparasi pielum sehingga drainase urine menjadi lebih
baik/normal
2.3. Indikasi tindakan
2.3.1. Keadaan patologi pielun dengan gangguan fungsi drainase urin
2.4. Kontra indikasi tindakan
2.4.1. Gangguan pembekuan darah
2.5. Jenis pembiusan
2.5.1. Spinal tinggi atau Umum
2.6. Peralatan
2.6.1. Instrumen bedah mayor
2.6.2. Benang bedah
2.7. Tempat tindakan
2.7.1. RSU Dharma Yadnya
2.8. Pelaksana tindakan
2.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
2.9. Posisi pasien
2.9.1. Miring (lateral dekubitus)
2.10. Tehnik tindakan
2.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
2.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
2.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
2.10.2. Analgetika
2.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
2.10.2.2. Pasca bedah diberikan
2.10.3. Tehnik operasi
2.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan lunbotomi
2.10.3.2. Koreksi pielum
2.10.3.3. Dengan/tanpa pemasangan Nefrostomi cateter dan D J Stent
2.11. Komplikasi dan pengelolaannya
2.11.1. Pendarahan, lakukan bebat tekan/ligasi/penjahitan
2.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik-drainase
2.12. Lama perawatan
2.12.1. Perlu rawat inap 7-10 hari
2.12.2. Buka kateter uretra paska bedah hari ke1-2 hari
2.12.3. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3,7,10 dan hari ke 14
2.12.4. Buka drain hari ke 3 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
2.12.5. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14

3. PNL/PCNL (PERCUTANEOUS NEPHROLITHOTRIPSY)


3.1. Nama tindakan
3.1.1. PNL
3.2. Definisi tindakan
3.2.1. Tindakan pembedahan memecahkan dan mengambil/mengeluarkan batu dari dalam
ginjal (sistim pelvio kaliks) melalui lubang/saluran yang dibuat dari kulit (pinggang)
nenuju sistim pevio kaliks ginjal.
3.3. Indikasi tindakan
3.3.1. Batu pielum dan atau sistim kaliks diameter batu >2 cm dengan/tanpa keluhan
saluran kencing
3.3.2. Batu pielum dan atau sistim kaliks diameter batu >2 cm dengan/tanpa infeksi saluran
kencing
3.3.3. Batu pielum dan atau sistim kaliks diameter batu >2 cm dengan/tanpa sumbatan
saluran kencing
3.4. Kontra indikasi tindakan
3.4.1. Gangguan pembekuan darah
3.5. Jenis pembiusan
3.5.1. Umum
3.6. Peralatan
3.6.1. Instrumen PNL/PCNL
3.6.2. Instrumen bedah mayor
3.6.3. Benang bedah
3.7. Tempat tindakan
3.7.1. RSU Dharma Yadnya
3.8. Pelaksana tindakan
3.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
3.9. Posisi pasien
3.9.1. Tengkurep (Prone position)
3.10. Tehnik tindakan
3.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
3.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
3.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
3.10.2. Analgetika
3.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
3.10.2.2. Pasca bedah diberikan
3.10.3. Tehnik operasi
3.10.3.1. Tehnik pendekatan anatomi ginjal dengan RPG/IVP/pola batu ginjal
3.10.3.2. Tehnik operasi pendekatan punctie daerah pinggang (flank area)
3.10.3.3. Pemasangan Nefrostomi kateter
3.10.3.4. Dengan/tanpa pemasangan D J Stent
3.11. Komplikasi dan pengelolaannya
3.11.1. Pendarahan ginjal, pengisian balon kateter nefrostomi > volume batu yang
diambil/sampai urin jernih, apabila gagal (pendarahan, syok), eksplorasi ginjal/jahit
3.11.2. Pendarahan diluar ginjal dilakukan traksi ringan kateter nefrostomi, kalau perlu
bebat tekan/penjahitan kulit (all layer).
3.11.3. Infeksi luka operasi diberikan antibiotika terapiutik-drainase
3.12. Lama perawatan
3.12.1. Perlu rawat inap 2-5 hari
3.12.2. Buka kateter uretra 1-2 hari paska bedah
3.12.3. Kempeskan balon kateter nefrostomi pasca bedah < 24
3.12.4. Buka kateter nefrostomi 2-3 hari pasca bedah
3.12.5. Nefroskopi(second look) pasca bedah < 72 jam(3 hari)
3.12.6. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3 dan hari ke 7

VII. TINDAKAN MEDIK UROLOGI VERTILITAS PRIA

1. VASOLIGASI VENA SPERMATIKA INTERNA


1.1. Nama tindakan
1.1.1. Vasoligasi vena spermatika interna
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Tindakan pembedahan mengikat dan memotong vena spermatika interna
dengan tujuan untuk memperbaiki vertilitas pria atau mencegah penurunan
vertilitas pria
1.3. Indikasi tindakan
1.3.1. Varikokel dengan penurunan vertilitas pria
1.3.2. Varikokel dengan nyeri testis
1.3.3. Varikokel dengan atropi testis
1.3.4. Varikokel untuk prevensi penurunan vertilitas pria
1.4. Kontra indikasi tindakan
1.4.1. Gangguan pembekuan darah
1.5. Jenis pembiusan
1.5.1. Spinal atau Umum
1.6. Peralatan
1.6.1. Instrumen Bedah mayor
1.6.2. Benang bedah
1.7. Tempat tindakan
1.7.1. RSU Dharma Yadnya
1.8. Pelaksana tindakan
1.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
1.9. Posisi pasien
1.9.1. Terlentang
1.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Tidak diberikan pada operasi bersih
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan daerah superior kanalis inguinalis
interna (high ligation).
1.11. Komplikasi dan pengelolaannya
1.11.1. Pendarahan, terapi bebat tekan/ligasi/penjahitan
1.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik-drainase
1.12. Lama perawatan
1.12.1. Perlu rawat inap 1 hari atas indikasi pembiusan
1.12.2. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3 dan hari ke 7
1.12.3. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SMF ILMU ANESTESI DAN REANIMASI

1. Pelayanan Medis Konsultasi Perioperatif di Poliklinik Anestesi dan Reanimasi


2. Pelayanan Medis Konsultasi Perioperatif Pasien Rawat Inap
3. Pelayanan Medis Konsultasi Perioperatif di Instalasi Rawat Darurat
4. Pelayanan Medis Konsultasi Rawat Intensif di HCU
5. Pelayanan Medis Konsultasi Rawat Intensif di RTI/ICU
6. Evaluasi Dan Persiapan Pra Operatif
7. Pelayanan Medis Tindakan Anestesia dan Reanimasi
8. Pelayanan Medis Pasca Operatif
9. Dokter Jaga Anestesi dan Reanimasi
1. PELAYANAN MEDIS KONSULTASI PERIOPERATIF DI POLIKLINIK
ANESTESI DAN REANIMASI XXXX

PELAYANAN MEDIS KONSULTASI PERIOPERATIF


DIPOLIKLINIK ANESTESI DAN REANIMASI
No. Dokumen Revisi Halaman
0 1/1
B.03/RSUDY/VII/2010/
RSU
DHARMA YADNYA

SPO Tanggal Terbit : Direktur


PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

1.Pengertian Adalah prosedur konsultasi perioperatif yang dilaksanakan di


Poliklinik Anestesi dan Reanimasi antara Dokter yang
memberikan pelayanan perioperatif poliklinik dengan Dokter
Ilmu Anestesi dan Reanimasi.
2. Tujuan : Memberikan pelayanan konsultasi perioperatif meliputi
penilaian kebugaran dan persiapan perioperatif kepada semua
pasien yang berasal dari Poliklinik yang terkait dengan
perioperatif untuk operasi berencana.
3. Kebijakan : 3. 1.Pelayanan konsultasi dimulai pkl 08.00 – 13.30 WITA
3. 2.Dilaksanakan oleh Dokter Ilmu Anestesi dan Reanimasi
yang bertugas.
4. Prosedur : 4.1. Pasien datang di Poliklinik membawa
surat konsultasi dan catatan medik hasil rekam medik yang
telah dilakukan di poliklinik tempat asal pasien.
4.2. Pasien diterima oleh paramedis dan dievaluasi oleh Dokter
Ilmu Anestesia dan Reanimasi yang bertugas.
4.3. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan atau konsultasi,
Dokter Ilmu Anestesi dan Reanimasi akan melakukan
pemeriksaan tambahan dan atau konsultasi dengan Dokter
yang terkait dengan penyakit sistem organ yang diderita
pasien.
4.4. Setelah semua hasil pemeriksaan dan konsultasi sesuai
dengan indikasi lengkap, Dokter Ilmu Anestesi dan
Reanimasi segera memberikan jawaban konsultasi kepada
bagian yang mengirim.
4.5. Jawaban konsultasi meliputi temuan penyakit yang
merupakan risiko perioperatif, saran-saran untuk persiapan
perioperatif dan rencana anestesia dan reanimasi yang akan
diberikan.
4.6. Apabila diperlukan terapi/medikasi perioperatif, Dokter
Ilmu Anestesi dan Reanimasi memberikan resep obat sesuai
dengan indikasi.
5. Unit Terkait : 5.1. Poliklinik yang terkait dengan kedokteran perioperatif
5.2.. Ilmu Anestesi dan Reanimasi
PELAYANAN MEDIS KONSULTASI PRAOPERATIF
PASIEN RAWAT INAP

No. Dokumen Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2


DHARMA YADNYA

SPO Tanggal Terbit : Direktur


PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Adalah prosedur konsultasi praoperatif yang dilaksanakan


di ruang Rawat Inap antara Dokter yang merawat pasien
dengan Dokter spesialis Anestesi dan Reanimasi
TUJUAN Memberikan pelayanan konsultasi praoperatif meliputi
penilaian kebugaran dan persiapan praoperatif kepada semua
pasien rawat inap yang akan direncanakan untuk operasi baik
elektif maupun darurat.
KEBIJAKAN 1. Pelayanan konsultasi elektif dimulai pkl 08.00 – 13.30
WITA
2. Pelayanan konsultasi darurat dilayani selama 24 jam.
3. Dilaksanakan oleh Dokter Anestesi dan Reanimasi yang
bertugas.
PROSEDUR 1. Pasien rawat inap yang akan direncanakan untuk operasi
baik elektif maupun darurat dikonsulkan oleh Dokter yang
merawat ke Dokter Anestesi dan Reanimasi yang bertugas
dengan membuat surat konsul.
2. Konsultasi disampaikan oleh perawat ruangan melalui
telepon ke Dokter Anestesia dan Reanimasi yang jaga.
3. Dokter Anestesi dan Reanimasi yg datang ke ruangan
tempat pasien dirawat untuk melakukan evaluasi dan
persiapan praoperatif.
4. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan atau konsultasi,
Dokter Anestesi dan Reanimasi akan melakukan
pemeriksaan tambahan dan atau konsultasi dengan Dokter
yang lain terkait dengan penyakit sistem organ yang
diderita pasien.
5. Setelah semua hasil pemeriksaan dan konsultasi sesuai
dengan indikasi lengkap, Dokter Anestesi dan Reanimasi
segera memberikan jawaban konsultasi kepada Dokter
yang mengirim konsultasi.
PELAYANAN MEDIS KONSULTASI PRAOPERATIF
PASIEN RAWAT INAP

No. Dokumen Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2


DHARMA YADNYA
6 Jawaban konsultasi meliputi temuan penyakit yang
merupakan risiko perioperatif, saran-saran untuk persiapan
perioperatif dan rencana anestesia dan reanimasi yang akan
diberikan.
7 Apabila diperlukan terapi/medikasi/tindakan medik pra
operatif, Dokter Anestesi dan Reanimasi memberikan
resep obat atau melakukan tindakan medik sesuai dengan
indikasi.

UNIT TERKAIT OK,RI.A,RI.B,VK,ICU


PELAYANAN MEDIS KONSULTASI PERIOPERATIF
DI INSTALASI GAWAT DARURAT

No. Dokumen Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2


DHARMA YADNYA

SPO Tanggal Terbit Direktur


PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Adalah prosedur konsultasi praoperatif yang dilaksanakan


di IGD antara Dokter yang memberikan pelayanan praoperatif
di IGD dengan Dokter Anestesi dan Reanimasi yang tugas
jaga.
TUJUAN Memberikan pelayanan konsultasi praoperatif yang meliputi
penilaian kebugaran dan persiapan praoperatif kepada semua
pasien yang memerlukan pelayanan praoperatif di IGD dan
atau pasien yang sedang Rawat Inap, yang akan direncanakan
untuk operasi darurat.
KEBIJAKAN 1. Pelayanan konsultasi dilaksanakan setiap saat selama 24
jam.
2. Dilaksanakan oleh Dokter Ilmu Anestesi dan Reanimasi
yang tugas jaga.
PROSEDUR 1. Konsultasi dilakukan oleh Dokter yang memberikan
pelayanan pra operatif di IGD ke Dokter Anestesi dan
Reanimasi yang bertugas jaga dengan membuat surat
konsul.
2. Dokter Anestesi dan Reanimasi yang bertugas jaga datang
ke tempat pasien dirawat untuk melakukan evaluasi dan
persiapan perioperatif.
3. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan atau konsultasi,
Dokter Anestesi dan Reanimasi akan melakukan
pemeriksaan tambahan dan atau konsultasi dengan Dokter
Jaga yang terkait dengan penyakit sistem organ yang
diderita pasien.
4. Setelah semua hasil pemeriksaan dan konsultasi sesuai
dengan indikasi diterima, Dokter Anestesi dan Reanimasi
segera memberikan jawaban kepada Dokter yang mengirim
konsultasi.
PELAYANAN MEDIS KONSULTASI PRAOPERATIF
DI INSTALASI GAWAT DARURAT

No. Dokumen Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2


DHARMA YADNYA
5. Jawaban konsultasi meliputi temuan penyakit yang
merupakan risiko perioperatif, saran-saran untuk
persiapan perioperatif dan rencana anestesia-analgesia
yang akan diberikan.
6. Apabila diperlukan terapi/medikasi/tindakan medik peri
operatif, Dokter Anestesi dan Reanimasi akan
melakukannya sesuai dengan indikasi.

UNIT TERKAIT IGD,OK,RI.A,RI.B,VK,ICU


PELAYANAN MEDIS KONSULTASI RAWAT
INTENSIF DI ICU

No. Dokumen Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1


DHARMA YADNYA

SPO Tanggal Terbit Direktur


PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Adalah prosedur konsultasi Rawat Intensif yang


dilaksanakan antara Dokter yang merawat pasien Gawat
Darurat yang memerlukan Rawat Intensif di ICU dengan
Dokter Anestesi dan Reanimasi.
TUJUAN Memberikan pelayanan konsultasi Rawat Intensif di ICU
kepada semua pasien yang masuk IGD dan pasien yang di
rawat inap yang mengalami keadaan gawat darurat yang
mengancam keselamatan jiwanya, secara multi disiplin,
monoterapi dan titrasi
KEBIJAKAN 1. Pelayanan konsultasi dilaksanakan setiap saat selama 24
jam
2. Dilaksanakan oleh Dokter Konsultan yang bertugas.
PROSEDUR 1. Konsultasi dilakukan oleh Dokter yang memberikan
pelayanan Gawat Darurat di IGD ke Dokter Anestesi dan
Reanimasi yang bertugas pada saat itu dengan membuat
surat konsul.
2. Spesialis Anestesi dan Reanimasi datang ke tempat pasien
dirawat untuk melakukan evaluasi kegawatan yang diderita
pasien.
3. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan atau konsultasi,
Dokter Spesialis Anestesi dan Reanimasi akan melakukan
pemeriksaan tambahan dan atau konsultasi dengan
spesialis yang terkait dengan penyakit sistem organ yang
diderita pasien.
4. Setelah semua hasil pemeriksaan penunjang dan konsultasi
sesuai dengan indikasi kedaruratan diterima, Dokter
Spesialis Anestesi dan Reanimasi segera memberikan
keputusan/jawaban kepada dokter yang mengirim, apakah
ada indikasi atau tidak masuk ICU.
PELAYANAN MEDIS KONSULTASI RAWAT
INTENSIF DI ICU

No. Dokumen Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2


DHARMA YADNYA
5. Apabila dinilai pada saat itu tidak ada indikasi masuk ICU,
Spesialis Anestesi dan Reanimasi wajib memberikan saran
terapi.
6. Pada kasus-kasus tertentu dengan pertimbangan tingkat
kegawatan/ keselamatan penderita, konsultasi dapat
dilakukan pertelpon dan pasien bisa langsung masuk ICU.

UNIT TERKAIT IGD,OK,RI.A,RI.B,VK,ICU


EVALUASI DAN PERSIAPAN PRA OPERATIF

No. Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA

SPO Tanggal Terbit : Direktur


PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Adalah pelayanan medis anestesi dan reanimasi yang


dilakukan praoperatif oleh Dokter spesialis Anestesia dan
Reanimasi untuk menunjang kelancaran pelaksanaan operatif

TUJUAN Menilai kebugaran dan mempersiapkan pasien pra operatif


agar tercapai kondisi optimal untuk prosedur anestesia dan
pembedahan sesuai dengan SPM

KEBIJAKAN Evaluasi dan persiapan praoperatif untuk pasien operasi :


1. Elektif, dilaksanakan mulai dari ruangan/bangsal
perawatan, kamar persiapan operasi dan di Kamar
Operasi, oleh Dokter spesialis Anestesi dan Reanimasi
yang bertugas
2. Darurat, dilaksanakan di IGD sejak pasien di diagnosis
dan direncanakan untuk tindakan operasi sampai pasien
tiba di kamar operasi oleh Dokter spesialis Anestesi dan
Reanimasi yang jaga pada saat itu.
3. Evaluasi dan Persiapan praoperatif dilaksanakan secara
simultan
PROSEDUR 1. Pertamakali Dokter spesialis Anestesi dan Reanimasi
yang bertugas mempelajari catatan/rekam medik pasien,
selanjutnya memperkenalkan diri dengan pasien dan
keluarganya.
2. Melakukan pemeriksaan, mulai dari anamnesis,
pemeriksaan status present dan status fisik pasien.
3. Memberikan penjelasan perihal temuan gangguan
kesehatan/kebugaran pasien yang merupakan risiko
perioperatif.
EVALUASI DAN PERSIAPAN PRA OPERATIF

No. Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
4. Apabila ada temuan gangguan kebugaran yang
merupakan risiko perioperatif, segera dianalisis,
selanjutnya dijelaskan kepada pasien/ keluarganya,
kemudian dilakukan koreksi/terapi sesuai dengan
indikasi sampai keadaan optimal perioperatif
5. Melakukan persiapan rutin dan atau khusus baik
fisik maupun psiko- logis di ruang perawatan/IGD
sesuai dengan SPM.
6. Melakukan evaluasi ulang kebugaran pasien dan
persiapan praoperatif di kamar persiapan dan di
kamar operasi sesuai dengan SPM.
7. Melakukan evaluasi terakhir di kamar operasi untuk
menentukan status fisik ASA, dilanjutkan dengan
persiapan rutin/khusus sesuai dengan SPM

UNIT TERKAIT IGD,OK,RI.A,RI.B,VK,ICU


PELAYANAN MEDIS TINDAKAN ANESTESIA DAN
REANIMASI

No. Dokumen Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 1/2


DHARMA YADNYA

SPO Tanggal terbit Direktur


PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Adalah pelayanan medis anestesi dan reanimasi yang


dilaksanakan oleh Dokter spesialis Anestesi dan Reanimasi
mempergunakan sarana/alat/ obat anestesi dan reanimasi di
Kamar Operasi.dan atau di tempat lain yang memerlukannya.

TUJUAN Memberikan pelayanan kenyamanan (anestesia) dan keamanan


(reanimasi) sesuai dengan SPM untuk menunjang prosedur
pembedahan sesuai dengan indikasi.

KEBIJAKAN 1. Dokter Ilmu Anestesi dan Reanimasi yang bertugas


menyampaikan rencana/tatalaksana anestesia dan
reanimasi yang akan dilakukan kepada pasien.
2. Pilihan jenis dan teknik anestesia dan reanimasi yang akan
diberikan kepada pasien terutama tergantung dari : umur,
status fisik ASA dan jenis operasi
3. Dokter Operator memahami kebijakan anestesia dan
reanimasi yang akan dilaksanakan kepada pasiennya.

PROSEDUR 1. Pasien telah dievaluasi dan dipersiapkan praoperatif


sesuai dengan SPM.
2. Melakukan tindakan anestesia dan reanimasi sesuai dengan
indikasi dan SPM.
3. Melakukan pemantauan intraoperatif sesuai dengan SPM
4. Membuat catatan medik sesuai dengan kronologis tindakan
anestesia dan reanimasi dikerjakan
5. Apabila ada perubahan prosedur operatif atau anestesia dan
reanimasi, kedua belah pihak (Dokter Operator dan Dokter
Anestesi dan Reanimasi yang bertugas) melakukan diskusi
ditempat, selanjutnya hasil diskusi disampaikan kepada
PELAYANAN MEDIS TINDAKAN ANESTESIA DAN
REANIMASI

No. Dokumen Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 2/2


DHARMA YADNYA
keluarga pasien untuk dapat disepakati dan selanjutnya
dilaksanakan.
6. Kedua belah pihak senantiasa memperhatikan kenyamanan
dan keamanan pasien selama prosedur operatif
berlangsung.
7. Dalam melaksanakan tindakan anestesia dan reanimasi,
Dokter Anestesia dan Reanimasi yang bertugas dibantu
oleh asisten/ paramedis yang khusus untuk itu.
8. Segera setelah prosedur pembedahan selesai, Dokter
Anestesi dan Reanimasi mengakhiri anestesi dan pada saat
yang sama melakukan reanimasi/resusitasi untuk
memulihkan pasien.
9. Setelah semua selsai dokter anestesi dan reanimasi
membuat catatan medis pasien pada berkas rekam medis
yang telah tersedia.

UNIT TERKAIT IGD,OK,RI.A,RI.B,VK,ICU


PELAYANAN MEDIS PASCA OPERASI

No. Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Adalah pelayanan medis reanimasi pasca operatif yang


dilaksanakan oleh Dokter spesialis Anestesi dan Reanimasi di
kamar operasi dan di ruangan lain tempat pasien dirawat pasca
operatif.
TUJUAN 1. Memulihkan dan mempertahankan fungsi normal
homeostasis untuk menunjang proses penyembuhan setelah
menjalani prosedur anestesia dan pembedahan.
2. Mengatasi nyeri akut akibat trauma pasca bedah
KEBIJAKAN 1. Semua pasien pasca anestesia/bedah dipantau secara ketat
di ruang pulih, meliputi; Kesadaran, nafas, keseimbangan
homeostasis, perdarahan luka operasi dan hal khusus
akibat dilakukan pembedahan.
2. Pasien yang memerlukan tindakan reanimasi dan layanan
nyeri akut pasca operatif di ruangan rawat inap dilayani
minimal 1 x 24 jam atau kalau dianggap perlu sampai
beberapa hari.
3. Pasien yang memerlukan Rawat Intensif pasca
anestesia/bedah langsung dikirim ke ICU.
PROSEDUR 1. Dokter operator dan Dokter spesialis Anestesi dan
Reanimasi masing-masing telah menyelesaikan prosedur
pembedahan dan anestesia yang dilakukan sesuai dengan
SPM.
2. Dokter spesialis Anestesi dan Reanimasi menilai/mencatat
kondisi pasien pada akhir prosedur pembedahan dan
anestesia.
3. Pasien dikirim ke ruang pulih dan diinformasikan hal-hal
penting yang telah dicatat selama dan pada akhir prosedur
pembedahan dan anestesia kepada petugas Ruang Pulih.
4. Dokter spesialis Anestesia dan Reanimasi atau paramedis
ruang pulih menerima dan menilai kembali serta mencatat
kondisi pasien mempergunakan skor Aldreta dan
melakukan tindakan baku sesuai dengan SPM pasca
operatif.
PELAYANAN MEDIS PASCA OPERASI

No. Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
5. Dalam melaksanakan tatalaksana pasca operatif, Dokter
spesialis Anestesi dan Reanimasi dibantu oleh paramedis
terlatih yang memiliki kompetensi untuk melakukan
bantuan hidup dasar.
6. Dokter spesialis Anestesia dan Reanimasi dan atau
paramedis ruang pulih memantau dan mencatat
perkembangan status fisik pasien secara kontinyu sampai
skor Aldreta mencapai nilai 8 – 10.
7. Apabila terjadi keadaan darurat yang mengancam, Dokter
spesialis Anestesi dan Reanimasi, Dokter Operator dan
paramedis Ruang Pulih segera melakukan bantuan hidup
dasar, selanjutnya bila diperlukan untuk tindakan
reoperasi segera dibawa kembali ke kamar operasi.
8. Pasien dikirim kembali ke ruangan tempat perawatan atau
dipulangkan (untuk pasien rawat jalan) setelah skor
Aldretanya mencapai 10.
9. Instruksi pasca operatif untuk terapi di ruangan dibuat
oleh Dokter spesialis Anestesi dan Reanimasi serta Dokter
Operator.
10. Apabila terjadi keadaan darurat di ruangan, petugas
ruangan segera menghubungi Dokter spesilais Anestesi
dan Reanimasi yang bertugas, selanjutnya Dokter ybs
segera datang ke ruangan tempat pasien dirawat.
11. Pada pasien tertentu yang memerlukan Rawat Intensif
pasca operatif langsung dikirim ke ICU.

UNIT TERKAIT IGD,OK,RI.A,RI.B,VK,ICU


DOKTER JAGA ANESTESI DAN REANIMASI

No. Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Dokter Jaga spesialis Anestesi dan Reanimasi adalah Dokter


Anggota spesialis Anestesi dan Reanimasi yang bertugas dari
jam mulai pk 08.00 s/d 08.00 pada hari berikutnya.

TUJUAN Memberikan pelayanan medis kepada pasien-pasien gawat


darurat yang datang setelah ke RSU Dharma Yadnya.

KEBIJAKAN Dokter spesialis Anestesi dan Reanimasi wajib mengatur jadwal


jaga untuk menangani pasien-pasien yang membutuhkan
pelayanan anestesi dan reanimasi.

PROSEDUR 1. Dibuatkan daftar jaga untuk Dokter spesialis Anestesi dan


Reanimasi
2. Mematuhi uraian tugas sebagai Dokter jaga.
3. Pelayanan medis dilaksanakan di IGD atau tempat yang
dianggap patut dan pantes menyangkut fasilitas alat
kesehatan yang dibutuhkan.
4. Melakukan pelayanan medis sesuai dengan SPM Ilmu
Anestesi dan Reanimasi.
5. Membuat catatan medik secara rinci sesuai format.
6. Sesama Dokter jaga wajib melakukan koordinasi untuk
membahas kasus yang ditangani, terutama bila dibutuhkan
tindakan tertentu dan khusus

UNIT TERKAIT IGD,OK,RI.A,RI.B,VK,ICU


KASUS KEMATIAN

No. Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pasien-pasien yang meninggal akibat penyakit dan atau


akibat prosedur medik yang telah dilakukan.

TUJUAN Melakukan tindakan pelaporan dan pembahasan kasus


kematian yang terjadi yang melibatkan Anestesi dan
Reanimasi.

KEBIJAKAN 1. Semua kasus-kasus kematian yang terjadi di Rumah


Sakit agar mendapat perhatian dan pihak keluarga telah
memakluminya.
2. Kasus penyakit stadium terminal agar mendapat
perhatian khusus baik asuhan maupun tempat yang
khusus sesuai dengan kondisi yang tersedia.

PROSEDUR 1. Melakukan penilaian apakah kematian yang terjadi


akibat kondisi terminal dari penyakit yang diderita atau
sebagai konsekuensi dari prosedur medik atau terjadi
kesalahan prosedur (malpraktek) yang akan dibahas
dalam acara audit medik.
2. Melakukan penilaian apakah dalam menghadapi kasus
terminal akan melakukan resusitasi atau tindakan lain
sesuai SPM
3. Memberi penjelasan secara rinci kepada keluarga pasien
tentang kondisi pasien, tindakan yang dilaksanakan
sehingga keluarga dapat mengerti sepenuhnya.
4. Setelah tanda-tanda kematian jelas terlihat maka
penjelasan diulang kembali dan menyampaikan berita
tersebut kepada keluarga pasien.
5. Membuat laporan secara rinci dan bertanggung jawab
sehingga terdapat laporan kronologis pasien sampai
dengan meninggalnya pasien.
KASUS KEMATIAN

No. Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
6. Membuat surat kematian secara lengkap sesuai dengan
format.
7. Melakukan audit medis terhadap kasus kematian tersebut

UNIT TERKAIT 1. SMF yang terkait dengan kasus kematian


2. Ruang Rawat Inap tempat pasien dirawat
AUDIT MEDIS

No. Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENERTIAN Adalah pembicaraan kasus-kasus yang dianggap mempunyai


masalah atau kasus kematian yang masih belum terdiagnosis
dengan jelas.
TUJUAN Melakukan pembahasan kronologis pasien-pasien bermasalah dan
kasus kematian sehingga didapat suatu kesimpulan dan kejelasan
terhadap kasus-kasus tertentu
KEBIJAKAN Semua kasus-kasus bermasalah, kasus multidisiplin dan kasus
kematian belum jelas penyebabnya agar dilakukan pembahasan
dan pelaporan.
PROSEDUR 1. Ditetapkan suatu kasus akan dilakukan audit di Sub Komite
audit medik.
2. Konsultasi dengan anggota Sub Komite Audit Komite Medik
yang sudah ditetapkan.
3. Melengkapi data-data yang diperlukan sesuai keadaan untuk
dilakukan pembahasan.
4. Rapat audit di Sub Komite Audit Medis dihadiri oleh semua
anggota SMF dan apabila dianggap perlu dapat mengundang
anggota SMF terkait.
5. Dokter SMF yang merawat pasien menyampaikan kronologis
pasien
6. Dilakukan pembahasan intens
7. Dibuat ringkasan dan kesimpulan
8. Membuat laporan hasil audit, disimpan di SMF dan dilaporkan
ke pihak Direksi dan Komite Medik
UNIT TERKAIT 1. SMF yang terkait dengan kasus kematian
2. Dokter spesialis Anestesi dan Reanimasi
3. Sub Komite Audit Medik RS
4. Ruang Rawat Inap tempat pasien dirawat
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SMF ILMU BEDAH

1.
2.
3.
4
APPENDEKTOMI

No Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1


DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan operatif pengangkatan usus buntu yang mengalami


infeksi, guna mencegah pnyebaran infeksi lebih lanjut.
TUJUAN Mencegah penyebaran infeksi ke organ dalam yang lain yang
dapat menimbulkan PAI, Peritonitis local/generalisata.
KEBIJAKAN Pelayanan medis terhadap kasus ( appendeksitis dan
komplikasinya) yang memerlukan tindakan appendektomi di OK
RSU Dharma Yadnya oleh dokter Spesialis Bedah.
PROSEDUR 1. Anestesi umum, BSA.
2. Posisi terlentang,
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine dan alcohol
90%
4. Persempit lapangan operasi doek steril
5. Insisi lapis demi lapis sampai peritonium, perdarahan dirawat
dengan couterisasi.
6. Kemudian peritonium di buka perlahan dengan hati-hati,
diperlebar dengan melindungi organ dalam dan pasang back
gaas.
7. Identifikasi appendik, lalu dipisahkan dari jaringan
penyangga dan dipotong. Perdarahan dirawat dengan ligasi
atau couterisasi.
8. Pangkal caecum di tutup dengan Tabac Sac dengan side 2/0,
evaluasi perdarahah, angkat back gaas dan cavum peritonium
dibersihkan.
9. Luka ditutup lapis demi lapis
10. Luka ditutup dengan kasa tulle.
11. Operasi selesai
:
UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU
HEMOROIDEKTOMI

No Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1


DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan operatif pengangkatan jaringan hemoroid (jaringan


pembuluh vena yang mengalami pelebaran berkelok-kelok).
TUJUAN Mengangkat hemoriod untuk mencegah perdarahan dan
memperbaiki fungsi defekasi.
KEBIJAKAN Pelayanan medis terhadap kasus hemoroid yang memerlukan
tindakan hemoriodektomi di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah.
PROSEDUR 1. Persiapan pasien sebelum dilakukan operasi, malamnya
pasien diberi urus-urus dan dilakukan lavement minimal 2
kali.
2. Anestesi umum, BSA.
3. Posisi Litotomi
4. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine dan alcohol
90%
5. Persempit lapangan operasi doek steril.
6. Pasang hak dan tampon(dengan boorzalf)
7. Identifikasi jaringan hemoroid tentukan posisi
pengambilan(kwadran), lalu dilakukan insisi dengan
pisau/couter, perdarahan dirawat dengan couterisasi.
8. Luka operasi ditutup dengan jahitan, tampon dalam
dikeluarkan.
9. Evaluasi perdarahan, pasang tampón luar.
10. Operasi selesai
11. Hari I post op tampón luar diangkat dan dilakukan rendam
larutan PK 2 kali sehari
:
UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU
LABIOPLASTY

No Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1


DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan operatif perbaikan atau pengembalian struktur dan


fungsi bibir se anatomis mungkin dengan hasil parut dan bentuk
atau penampilan estetik bibir yang baik
TUJUAN Penutupan sumbing bibir (baik unilateral maupn bilateral) dan
perbaikan hidung.
KEBIJAKAN Pelayanan medis terhadap kasus-kasus yang memerlukan
tindakan labioplasty di OK RSU Dharma Yadnya oleh dokter
Spesialis Bedah plastik.
PROSEDUR 1. Anestesi umum,posisi OTT di sentral
2. Posisi Supine,punggung diganjal bantal
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine dan alcohol
70%
4. Persempit lapangan operasi duk kepala dan tutup mata
5. Pergunakan loop pembesaran 2,5 - 3x
6. Design teknik operasi ( teknik Millard,teknik Triangular flap,
Mc Comb) dengan gentian violet atau inkpen sesuai kelainan
yang ada.
7. Infiltrasi dengan anestesi local ( lidokaine atau marcain)
dicampur adrenalin dengan perbandingan 1:200.000
sebanyak 2-4 cc
8. Incisi sesuai desain operasi,deseksi otot,mukosa dan kulit
9. Hemostastik dengan kauterisasi bipolar
10. Otot dijahit dengan ( chromic 4.0-5.0 atau vicryl 4.0 -5.0)
dermis dijahit otot dengan monocryl 5.0-6.0 atau vicryl 6.0,
kulit dijahit dengan prolene 6.0-7.0 atau dengan chromic 6.0
atau vicryl rapid 6.0
11. Perbaikan nostril dan dijahit dengan vicryl atau monocryl 5.0
12. Luka ditutup dengan kasa tulle dan gentamycine salf mata.
13. Operasi selesai
:
UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU
PALATOPLASTY

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan penutupan celah langit-langit baik unilateral maupun


bilateral
TUJUAN Mengembalikan struktur mukosa hidung ( inner lining),otot-
otot velum dan mukosa periosteum ke posisi sentral.
KEBIJAKAN Pelayanan medis terhadap kasus-kasus yang memerlukan
tindakan labioplasty di OK RSU Dharma Yadnya oleh dokter
Spesialis Bedah plastik.
PROSEDUR 1. Anestesi umum,posisi OTT di tengah
2. Posisi Supine,ganjal bahu dengan bantal,kepala
mendongak ke atas
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine
4. Pasang mouth spreader posisi lidah di sentral.
5. Design mucoperiosteal flap
6. Injeksi local anestesi dicampur epineprin/adrenalin
perbandingan 1:200.000
7. Elevasi flap mucoperioteal,preservasi pedikel ( artery
palatine mayor)
8. Deseksi otot,deseksi nasal lining / mukosa /mukosa hidung
9. Hemostasis dengan kauterisasi
10. Jahit mukosa nasal dengan chromic 4.0 atau vicryl 4.0 jahit
otot dengan chromic 4.0 atau vicryl 3.0, jahit flap
mucoperioteal dengan chromic 3.0 -4.0 atau vicryl 3.0
11. Tampoon surgicell pada daerah raw surface
12. Operasi selesai

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU


BONE GRAFT

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan pemindahan tulang dari daerah donor ke resipien


tanpa adanya hubungan vaskularisasi

TUJUAN Penutupan defek atau defisiensi pada tulang wajah,kepala leher


atau ekstremitas

KEBIJAKAN Pelayanan medis terhadap kasus-kasus yang memerlukan


tindakan Bone Graf di OK RSU Dharma Yadnya oleh dokter
Spesialis Bedah plastik.

PROSEDUR 1. Anestesi umum


2. Desinfeksi lapangan operasi
3. Penyiapan atau preparasi daerah resipien
4. Pengambilan donor sesuai lokasi donor (iliaka,iga
costa,concha,alecranon,metacarpal)dan jenis graft
( cortical,spongiosa, block atau kerokan tulang/ bone dust ).
5. Hemostasis dengan bone wax
6. Penutupan daerah donor
7. Pemasangan drain bila perlu
8. Penanaman graft tulang
9. Pemasangan fiksasi ( miniplate dan screw) pada tulang bila
diperlukan
10. Penutupan resipien dan pembalutan.
11. Operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU


EKSISI TANGENSIAL DAN DEBRIDEMENT LUKA
BAKAR

No Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1


DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan operasi pembuangan jaringan eschar dan nekrotic


akibat luka bakar dengan menggunakan pisau Humby.

TUJUAN Mengurangi dan menghilangkan eschar hingga mendapatkan


jaringan sehat di bawahnya yang siap untuk ditanami tandur
kulit atau dengan skin substitute

KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh


dokter spesialis Bedah Plastik.
PROSEDUR 1. General anestesi
2. Desinfeksi lapangan operasi
3. Pemasangan torniquet bila memungkinkan untuk daerah
ekstremitas
4. Dilakukan eksisi tangensial dengan Humby knife untuk
eschar yang keras
5. Dilakukan debridement bila eschar sudah lunak atau
jaringan necrosis
6. Hemostasis dengan kauterisasi atau dengan kasa
mengandung adrenalin
7. Ditutup dengan kulit atau bahan pengganti kulit
8. Dressing kasa betadine,kasa kering dan elastic verban
9. Operasi selesai

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU


SKIN GRAFT

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Operasi pemindahan sebagian atau seluruh ketebalan kulit


dari daerah donor ke daerah resipien tanpa mempertahankan
hubungan vaskularisasinya.
TUJUAN Penutupan defek atau kehilangan kulit atau jaringan lunak
penutup tubuh.
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter spesialis Bedah Plastik.
PROSEDUR 1. Bius umum atau regional atau bius local tergantung luas
dan kebutuhan jaringan.
2. Desinfeksi lapangan operasi
3. Penyiapan daerah resipien,debridement bila diperlukan
4. Hemostasis daerah resipien, tourniquet bila perlu
5. Pengambilan donor tergantung luas, defek, kualitas kulit
yang diperlukan dan keadaan resipien, menggunakan
pisau dermatome
6. Donor untuk split thicknes skin graft dapat diambil dari
extremitas atau abdomen;donor untuk full thicknes graft
diambil dari inguinal supraclauvikula atau retroauricular
7. Meshing graft dengan alat mesher atau dibuatkan
window.
8. Pemasangan graft fiksasi dengan jahitan atau stapler
9. Pasang tullegrass
10. Pemasangan tie over dressing atau sponge tie over
dengan betadine pekat
11. Penutupan donor dengan dressing betadine atau modern
dressing yang tersedia
12. Balut elastic dan splinting
13. Operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU


OTOPLASTY

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Operasi perbaikan atau rekonstruksi telinga, yang rusak atau


cacat akibat trauma, infeksi, keganasan atau cacat bawaan.
TUJUAN 1. Pembuatan rangka telinga
2. Pembuatan penutup rangka atau kulit teling
KEBIJAKAN 1. Operasi dikerjakan minimal dua tahap,atau satu tahap bila
memungkinkan ( dengan interval waktu 3 bulan)
2. Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter spesialis Bedah Plastik.
PROSEDUR OPERASI ::::1. Bius umum
Tahap I 2. Desinfeksi lapangan operasi
3. Desain deseksi flap kulit dan mobilisasi auricular remnant
4. Incisi oblique daerah donor iga 6,7,8.
5. Pengambilan tulang rawan iga 6,7,8 serta iga melayang
dengan preservasi perichondriumnya.
6. Penutupan defek di iga dan thorax jahit dengan vicryl atau
chromic 3.0 atau 6.0
7. Carving tulang rawan sesuai desain atau template
telinga,fiksasi dengan wire
8. Penanaman rangka telinga,pemasangan drain vakum,jahit
dengan vicryl 5.0 dan prolene 5.0-6.0
9. Dressing dengan bolster
10. Pasang pelindung telinga
11. Operasi selesai
PROSEDUR OPERASI : a. Bius umum
Tahap II b. Disinfeksi lapangan operasi
c. Design pengangkatan kulit dan flap fascia
retroaurikula.Injeksi local anestesi dengan vasokonstriktor
d. Pengangkatan flap dan penegakan rangka telinga
e. Pengambilan donor FTSG dari inguinal
f. Penanaman graft,fiksasi dengan chromic5.0 atau vicryl 6.0
:
UNIT TEKAIT IGD,OK,RI.A,RI.B,ICU
( BELUM ADA DI RSDY ) XXXXXXXX

REKONSTRUKSI FREE FLAP BEDAH MIKRO

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Adalah tindakan rekonstruksi suatu defek atau kelainan yang


memerlukan jaringan ( kulit, fascia, tendon subkutis, tulang
atau jaringan lainnya) dengan cara memindahkan jaringan
beserta system vaskularisasi yang menghidupinya dan
mentransplantasikannya di daerah donor dengan
penyambungan pembuluh darahnya di bawah mikroskop.

TUJUAN Rekonstruksi defek/kehilangan/ defesiensi jaringan

KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh


dokter spesialis Bedah Plastik.

PROSEDUR 1. Anestesi umum atau epidural sesuai lokasi donor dan defek
2. Posisi pasien sesuai daerah defek dan lokasi donor
3. Pemasangan penghangat tubuh ( warmer)
4. Torniquet extrimitas untuk fasilitasi pengambilan donor
atau injeksi local anestesi dengan vasokonstriktor
5. Tahap pertama mempersiapkan daerah resipien
6. Tahap kedua mengambil donor
7. Tahap ketiga melakukan anastomosis pembuluh darah di
bawah mikroskop
8. Tahap keempat mengerjakan insetting flap
9. Tahap kelima penutupan daerah donor
10. Monitoring flap

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A,RI.B, ICU


REKONSTRUKSI FLAP KULIT LOKAL

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Rekonstruksi suatu defek tubuh dengan memindahkan jaringan


sekitar defek tanpa melepas / memutus hubungan
vaskularisasinya.

TUJUAN Penutupan defek jaringan atau luka

KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh


dokter spesialis Bedah Plastik.

PROSEDUR 1. Bius local, regional atau umum sesuai kebutuhan


2. Design flap (rotasion flap, advancement flap,Romberg flap
dan lain-lain
3. Injeksi lokal anestesi + vasokrustriktor
4. Eksisi daerah defek/perlukaan
5. Pengambilan flap/donor, rawat perdarahan
6. Insetting flap, penjahitan prolene 5.0/6.0, monocryl atau
chromic 3.0/4.0
7. Penutupan donor ( penutupan primer atau dengan skin
graft)
8. Dressing flap dan donor
9. Operasi selesai

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU


BELUM ADA DI RSDY XXXXXXXXXXXXXX

REPLANTASI

No Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan penyambungan kembali bagian atau organ tubuh yang


terputus akibat suatu trauma
TUJUAN Penyambungan kembali

KEBIJAKAN Dikerjakan hanya pada kasus yang memiliki probabilitas


keberhasilan yang lebih baik ( “clean cut “ mild crush;
preservasi amputee baik.
Dikerjakan bila trauma lain yang mengancam nyawa sudah
tertangani.
PROSEDUR 1. Anestesi umum
2. Desinfeksi lapangan operasi
3. Pencucian amputee dengan NaCl 0,9% sampai bersih
4. Pasang tourniquet bila perlu,pencucian stump dengan NaCl
0,9%
5. Cold schemic time selalu dijaga dengan pendinginan
amputee dengan kantong plastik yang berisi campuran es
dan air es ( perbandingan 1/3 :2/3 air es)
6. Idensifikasi arteri,vena,tendon,saraf dan struktur penting
lain pada daerah stump dan amputee.
7. Fixasi tulang atau osteosynthesis bila diperlukan
8. Graft vena dan artery dapat diambil bila diperlukan.Irigasi
dengan heparin dan lidocaine murni.
9. Dilakukan penyambungan arteri dan vena dan struktur
lainnya dengan mikroskop.
10. Penutupan defek dengan skin graft bila diperlukan.
11. Monitoring viabilitas ( amputee)

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU


HERNIOTOMI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pemotongan dan penutupan kantong hernia, yang merupakan


tempat masuk dan keluarnya organ intra abdomen kedalam
kantong Hernia yang terbentuk dari processus vaginalis persisten
tanpa menimbulkan gangguan terhadap seluruh isi kantong hernia
tersebut
TUJUAN Menutup kantong hernia dengan rongga abdomen sehingga isi
rongga abdomen tidak dapat masuk kedalamnya
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh dokter
spesialis Bedah.
PROSEDUR 1. Persiapan pasien ;
- Pasien dipuasakan 4-5 jam sebelum pembedahan
- Daerah lapangan pembedahan dibersihkan dengan
sabun dan antiseptik
- Dipasang infus dextrose 5% dan NaCL 0,225%
sesaat pasien akan dibawa kekamar operasi
(Instalasi Bedah Sentral)
2. Persiapan fasilitas pembedahan ;
a. Kamar operasi dengan
perlengkapan standar di Instalasi Bedah Sentral RS
Sanglah
b. Instrumen Pembedahan ;
- Linen ;
 2 lembar doek besar
 2 lembar doek sedang
 2 lembar doek kecil tanpa lubang
- Instrumen pembedahan ;
 Instrumen bedah dasar untuk bayi dan
anak-anak
 Electrocauter tajam
- Benang
 vicryl 4-0 jarum bulat 1 pcs
3. Teknik pembedahan ;
a. Pasien tidur terlentang dan
gluteus sisi hernia yang akan

HERNIOTOMI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
dilakukan pembedahan diganjal dengan penyangga
sehingga agak lebih tinggi dari sisi lainnya.
b. Insisi transversal pada lipatan
kulit abdomen paling bawah sepanjang 3-4cm
(tergantung umur pasien) diperdalam sampai fascia
muskulus obliquus abdominalis sambil merawat
perdarahan
c. Pada neonatus
dipergunakan teknik Michael Banks tanpa membuka
fascia muskulus obliquus abdominalis eksternus kantong
hernia ditemukan pada anulus eksternus kanalis
inguinalis dengan membuka dan membersihkan
aponeurosis obliquus eksternus
d. Setelah aponeurosis obliquus
eksternus dibersihkan dan ditemukan funikulus
spermatikus kemudian pisahkan dari muskulus cremaster
sehingga dapat ditemukan kantong hernia terpisah dari
struktur sekitarnya.
e. Kantong hernia dibersihkan
dari vasa spermatika sampai anulus eksternus kanalis
inguinalis kemudian dilakukan ligasi dan dipotong,
sedangkan bagian distal dari kantong hernia dibiarkan
melekat menyatu dengan struktur funikulus spermatikus
f. Selanjutnya luka
pembedahan ditutup dengan jahitan subkutan
4. Perawatan pascabedah ;
a. Perawatan pasca anestesi
diruang pulih IBS sampai pasien sadar untuk
dipindahkan ke bangsal bedah biasa
b. Perawatan luka operasi untuk
penilaian komplikasi awal seperti perdarahan, hematom
c. Pasien pulang setelah evaluasi
pascabedah tidak terdapat kelainan
5. Perawatan rawat jalan ;
a. Pasien kontrol poliklinis 1
(satu) minggu pasca bedah untuk evaluasi luka operasi
dan komplikasi lanjut seperti infeksi, residif
b. Perawatan pasien setelah kontrol
2 (dua) minggu pasca bedah luka operasi tidak terlihat
ada kelainan dianggap selesai
UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

HERNIOTOMI PADA HERNIA INGUINALIS LATERALIS


INKARSERATA / STRANGULASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/4


DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Adalah reposisi isi kantong hernia yang terjepit, memetong dan
menutup kantong hernia sehingga isi rongga abdomen tidak dapat
masuk lagi kedalam kantong hernia
TUJUAN 1. Mengatasi jepitan pada isi kantong hernia untuk
menyelamatkan organ tersebut dari gangguan vaskularisasi
dan obstruksi
2. Melakukan reposisi isi kantong hernia kedalam rongga
abdomen dan menutup hubungan kantong hernia dengan
rongga abdomen sehingga isi rongga abdomen tidak dapat
masuk lagi kedalam kantong hernia
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh dokter
spesialis Bedah.
PROSEDUR 1. Persiapan pasien ;
a. Pasien dipuasakan, dipasang infus cairan dextrose
5% dalam 0,225% NaCL
b. Dipasang pipa lambung dengan ukuran sesuai
dengan usia pasien
c. Pasang kateter urethra tetap untuk penilaian dan
pemantauan produksi urine dan mengosongkan kandung
kencing
d. Jika tidak terdapat kontra indikasi, pemberian
penenang per rektum dapat dilakukan agar bayi / anak
tidur sehingga persiapan pembedahan dapat lebih tenang
2. Persiapan fasilitas pembedahan ;
a. Linen ; sda
b. Instrumen pembedahan ;
- Set bedah dasar bayi dan anak-anak ; 1 set
- Klem usus bayi dan anak-anak ; 2 pasang
c. Benang ;
- Mersilk 4-0 jarum bundar ; 2 pcs
- Vicryl 4-0 jarum bundar ; 2 pcs

HERNIA INGUINALIS LATERALIS INKARSERATA /


STRANGULASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/4


DHARMA YADNYA
d. Kamar operasi perlengkapan standar di OK RSU
Dharma Yadnya
3. Reduksi manual hernia ;
a. Indikasi ;
- Semua hernia inguinalis lateralis inkarserata pada
bayi dan anak terjadi kurang dari 12 jam
- Tidak ditemukan tanda-tanda perforasi dan
peritonitis lokal maupun umum
- Secara fisik keadaan umum pasien optimal untuk
tindakan reduksi manual hernia
- Pasien dan kamar operasi telah disiapkan untuk
pembedahan segera
b. Teknik reduksi ;
- Pasien dalam persiapan pembedahan segera
- Pasien telah tenang dan tidur nyenyak / relaks
- Dilakukan penekanan secara gentle pada benjolan
hernia dengan jari telunjuk dan jari tengah serta ibu
jari sisi yang sama dari pelaksana reduksi
- Hernia telah mengalami reduksi telah masuk
kedalam rongga abdomen
c. Evaluasi pasca reduksi hernia ;
- Jika reduksi gagal segera dilakukan herniotomi
- Jika reduksi berhasil ;
 Pasien dirawat untuk observasi adanya
kekambuhan, komplikasi dan gejala yang
menetap
 Pasien tetap dipuasakan dan diberikan
infus sesuai dengan kebutuhan dalam
persiapan pembedahan segera
 Setelah observasi 24 jam jika tidak
terdapat gejala hernia inguinalis lateralis
inkarserata lagi, pasien dapat diberikan intake
per oral dan infus dibuka setelah kebutuhan
cairan dan makanan per oral dianggap cukup
 Pasien dipersiapkan pembedahan
herniotomi berencana setelah kondisi pasien
baik secara fisik dan diharapkan edema hilang
pada organ

HERNIA INGUINALIS LATERALIS INKARSERATA /


STRANGULASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/4


DHARMA YADNYA
sekitar daerah kanalis inguinalis sekitar 3
(tiga) hari pasca reduksi hernia dikerjakan
4. Teknik herniotomi segera ;
a. Pasien dengan pembiusan umum tidur terlentang
diatas meja operasi
b. Dilakukan desinfeksi dengan peviodone jodin
daerah abdomen bawah mulai dari umbilikus sampai
pertengahan paha kiri dan kanan
Insisi dibuat pada garis lipatan kulit dinding abdomen
c. terendah secara transversal sesuai kebutuhan
kurang lebih 4-5cm diperdalam sampai fascia muskulus
obliquus eksternus sambil merawat perdarahan
d. Kantung hernia dibuka dibawah ring hernia untuk
melakukan penilaian isi kantung hernia sambil mencegah
isi kantung hernia masuk ke dalam rongga abdomen
e. Setelah dilakukan penilaian isi kantung hernia
ternyata viable ring kantung hernia dibuka perlahan-lahan
sampai fascia muskulus obliquus eksternus terbuka kearah
proksimal sesuai arah seratnya (teknik herniotomi dari
pott’s) dan isi kantung hernia dikembalikan kedalam
rongga abdomen secara perlahan-lahan agar tidak terjadi
gangguan vaskuler dan obstruksi didalam rongga abdomen
f. Pada isi kantung hernia yang telah mengalami
nekrosis atau gangreen dilakukan reseksi sesuai kebutuhan
dengan prosedur standar anastomosis dan reseksi jika hal
ini terjadi pada usus
g. Jika yang ditemukan sliding hernia dimana
sebagian dinding hernia adalah usus maka teknik
melepaskan dinding hernia posterior untuk menyelamatkan
bagian usus tersebut dan kantung hernia dijahit jelujur
untuk memperkuat dinding posterior kanalis inguinalis
h. Setelah isi kantung hernia dilakukan reposisi ke
dalam rongga abdomen, dilakukan herniotomi dan ligasi
tinggi sampai anulus inguinalis internus kanalis inguinalis
i. Fascia ditutup dengan jahitan jelujur atau satu-satu
dan luka operasi ditutupi lapis demi lapis dengan jahitan
kulit subkutan.

HERNIA INGUINALIS LATERALIS INKARSERATA /


STRANGULASI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 4/4


DHARMA YADNYA
5. Perawatan pascabedah ;
a. Isi kantung hernia viable ;
- Pasca bedah pasien dilakukan observasi pasca
anestesi diruang pulih OK sampai pasien sadar baik
- Setelah pasien sadar baik pasien dirawat pada
ruang ICU untuk evaluasi komplikasi pascabedah dan
pasca anestesi
- Hari kedua pasca bedah jika keadaan umum pasien
baik tanpa komplikasi pasien dipindahkan ke ruang
perawatan.
- Pasien dipulangkan hari ke 3 atau 4 pascabedah
jika tidak terdapat komplikasi lain
b. Isi kantung hernia nekrosis atau gangreen dan
dilakukan reseksi dan atau anastomosis ; Pasien dirawat
pada ruang pulih OK sampai sadar
- baik pasca anestesi
- Setelah pasien sadar baik
- Setelah pasien sadar dan tidak terdapat gangguan
respirasi maupun komplikasi pembedahan dan
anestesi akut, pasien dipindahkan ke ruang ICU
observasi komplikasi awal dan fungsi usus baik
untuk pasien dengan reseksi dan anastomosis usus
- Pasien dipulangkan hari ke 6 atau 7 pascabedah
jika tidak terdapat komplikasi awal pembedahan
6. Perawatan rawat jalan ;
a. Kontrol di Poliklinik Bedah Instalasi Rawat Jalan
RSU Dharma Yadnya hari ke 3 setelah pulang
untuk evaluasi luka pembedahan dan fungsi usus
maupun kondisi umum pasien pasca bedah.
b. Pasien dinyatakan sembuh jika tidak terdapat
komplikasi lokal maupun umum dari pasca bedah
herniotomi segera

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


SMF ILMU BEDAH SARAF

1. Craniotomy Evakuasi/Trepanasi
2. Craniotomy Elevasi/Debridement
3. Craniotomy/Trepanasi Tumor Removal
4. Cranioplasty
5. Laminektomy Tumor Removal
6. Punksi Aspirasi
7. Boor Hole Drainage
8. Ventriculo-Peritoneal Shunt ( Vp Shunt )
9. External Ventricular Drainage ( Evd )
10. Subkutaneus Likuor Drainage
11. Endoskopi ThUGD Ventriculostomi
12. Laminektomy Dekompresi
13. Reseksi Meningokel / Meningoensefalokel
14. Laminektomy Discektomy
15. Microdiscektomy
16. Anterior Cervical Discektomy And Fusion ( Acdf )
17. Segmental Spinal Instrumentation ( Ssi )
18. Anterior Spinal Intrumentation ( Asi )
19. Craniotomy / Trepanasi Aneurysma Clipping
20. Craniotomy / Trepanasi Reseksi Avm
21. Craniotomy / Trepanasi Reseksi Cavernoma
22. Ligasi Arteri Karotis Interna
23. Neurotisasi Plexus Brachialis
24. Carpal Tunnel Release
25. Craniotomy / Microvascular Decompression
26. Carotid End Arterectomy ( Cea )
27. Craniotomy / Microvascular
28. Anastomosis Extra - Intrakranial
CRANIOTOMY EVAKUASI/TREPANASI
RSU
DHARMA YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pembukaan kranium untuk evakuasi massa lalu kranium


dipasang lagi.

TUJUAN Evakuasi Hematoma Intra/ekstradural/Intracerebral.

KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh dokter


Spesialis Bedah Saraf .
PROSEDUR : 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Supine dengan kepala miring ke arah yang sehat.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi sesuai keperluan spt Horse shoe/Pterional/Bicoronal
/supraorbital/suboksipital/Subtemporal/Golfstick/ Posterior
Fossa/ Retrosigmoid/ Suboksipital supraserebellar/
Transkortikal approach
8. Kraniotomi dengan Cranial Perforator dan Craniotome.
9. Atasi perdarahan dengan cauter dan bone wax.Evakuasi
perdarahan dengan membuka atau tanpa membuka dura
sesuai lokasi perdarahan.
10. Hemostatik dengan surgical maupun kauterisasi.
11. Dura dijahit primer atau tambal dengan fascia/dural substitute
dengan Vicryl 4.0/Dexon 4.0 dengan atau tanpa fibrin glue.
12. Gantung duramater sesuai kebutuhan dengan benang yang
sama dengan jahit dura.
13. Tulang dipasang kembali dan difiksasi dengan cranial
fixator/mini plate sesuai kebutuhan.
14. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.

CRANIOTOMY EVAKUASI/TREPANASI
RSU
DHARMA YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2

15. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan


Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0 atau
skin stapler. Bila luka operasi mengenai kulit wajah
digunakan Prolene/Dermalon 6.0.
16. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU


CRANIOTOMY ELEVASI/DEBRIDEMENT
RSU
DHARMA YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1

Tanggal Terbit Direktur


SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Sebagian tulang kranium dibuang, fragmen dielevasi dan debris


dihilangkan.
TUJUAN Koreksi fraktur Depress tertutup atau terbuka

KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh dokter


Spesialis Bedah Saraf .
PROSEDUR 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Supine dengan kepala miring ke arah yang sehat.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi diatas fragmen depres sesuai keperluan.Kraniotomi
dengan Cranial Perforator dan Craniotome atau langsung
diknabel dan dielevasi.
8. Atasi perdarahan dengan cauter dan bone wax.
9. Gantung duramater sesuai kebutuhan dengan benang yang
sama dengan jahit dura.
10. Tulang dipasang kembali dan difiksasi dengan cranial
fixator/mini plate sesuai kebutuhan.
11. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
12. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0 atau
skin stapler. Bila luka operasi mengenai kulit wajah
digunakan Prolene/Dermalon 6.0.
13. Tutup dengan gaas verband operasi selesai

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

CRANIOTOMY/TREPANASI TUMOR REMOVAL

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan Pembukaan kranium untuk evakuasi massa tumor


lalu kranium dipasang lagi.
TUJUAN Evakuasi SOL Serebri.
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf .
PROSEDUR 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Supine dengan kepala miring ke arah yang sehat.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi sesuai keperluan spt Horse
shoe/Pterional/Bicoronal
/supraorbital/suboksipital/Subtemporal/Golfstick/ Posterior
Fossa/ Retrosigmoid/ Suboksipital supraserebellar/
Transkortikal approach.
8. Kraniotomi dengan Cranial Perforator dan Craniotome.
9. Atasi perdarahan dengan cauter dan bone waxEvakuasi
SOL dengan membuka atau tanpa membuka dura sesuai
lokasi SOL kalau perlu dengan Operating Microscope.
10. Hemostatik dengan surgicel maupun kauterisasi.
11. Dura dijahit primer atau tambal dengan fascia/dural
substitute dengan Vicryl 4.0/Dexon 4.0 dengan atau tanpa
fibrin glue.
12. Gantung duramater sesuai kebutuhan dengan benang yang
sama dengan jahit dura.
13. Tulang dipasang kembali k/p dengan bone cement dan
difiksasi dengan cranial fixator/mini plate sesuai
kebutuhan.

CRANIOTOMY/TREPANASI TUMOR REMOVAL

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
14. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
15. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0 atau skin stapler. Bila luka operasi
mengenai kulit wajah digunakan Prolene/Dermalon 6.0.
16. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU


CRANIOPLASTY

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pemasangan tulang kranium/protesa kembali pasca


craniectomy.
TUJUAN Koreksi Cranium secara kosmetik.

KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh


dokter Spesialis Bedah Saraf .
PROSEDUR 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Supine dengan kepala miring ke arah yang sehat.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
Incisi sesuai keperluan spt Horse
shoe/Pterional/Bicoronal
/supraorbital/suboksipital/Subtemporal/Golfstick/ Posterior
Fossa/ Retrosigmoid/ Suboksipital supraserebellar/
Transkortikal approach.
7. Tulang dipasang kembali k/p dengan bone cement/protesa
dan difiksasi dengan cranial fixator/mini plate sesuai
kebutuhan.
8. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
9. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0 atau skin stapler. Bila luka operasi
mengenai kulit wajah digunakan Prolene/Dermalon 6.0.
10. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

LAMINEKTOMY TUMOR REMOVAL

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
1/2
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pembuangan lamina dengan atau tanpa disertai pembukaan


duramater untuk evakuasi tumor intra/ekstra dural.
TUJUAN Evakuasi tumor spine intra/ekstra dural.
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf .
4. Prosedur : 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Prone.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi linier sesuai keperluan.
8. Diseksi subperiosteal dengan monopolar dan dissektor
besar/pahat.
9. Pemasangan spreader otomatisAtasi perdarahan dengan
cauter dan bone wax.
10. Laminektomi dengan menggunakan Rongeur 5.0 dan 3.0
sesuai keperluan.
11. Evakuasi tumor dengan membuka atau tanpa membuka
dura sesuai lokasi tumor kalau perlu dengan Operating
Microscope.
12. Hemostatik dengan surgicel maupun kauterisasi.
13. Dura dijahit primer dengan Vicryl 4.0/Dexon 4.0 dengan
atau tanpa fibrin glue.
14. Pemasangan Epidural Analgesia.
15. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.

LAMINEKTOMY TUMOR REMOVAL

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
2/2
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00

16. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan


Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0 atau skin stapler.
17. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU


PUNKSI ASPIRASI

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Penusukan massa cair dengan spuite lalu aspirasi.

TUJUAN Pengeluaran cairan Abses/Kista serebri, subgaleal


likuefaksi.
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf .
ROSEDUR 1. Anestesi Lokal k/p Umum.
2. Posisi Supine dengan kepala miring ke arah yang
sehat.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1
: 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada
daerah incisi.
6. Incisi sesuai keperluan lalu pasang spreader otomatis
k/p boor hole 1 buah, dura dikauter lalu di lakukan
pungsi aspirasi.
7. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0 atau skin stapler. Bila luka
operasi mengenai kulit wajah digunakan
Prolene/Dermalon 6.0.
8. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

BOOR HOLE DRAINAGE

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pengeluaran massa cair subdural lalu dipasang drain.


TUJUAN Pengeluaran cairan SDH Kronis/Subdural Hygroma.
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf .
PROSEDUR 1. Anestesi Lokal k/p Umum.
2. Posisi Supine dengan kepala miring ke arah yang sehat.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada
daerah incisi.
6. Incisi sesuai keperluan lalu pasang spreader otomatis boor
hole 1 buah, dura dikauter lalu di incisi cross, kapsel SDH
diincisi lalu insersi drain menggunakan NGT no 10 lalu
difiksasi dan dihubungkan secara closed system dengan
reservoir/urine bag.
7. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0 atau skin stapler. Bila luka operasi
mengenai kulit wajah digunakan Prolene/Dermalon 6.0.
8. Tutup dengan gaas verband operasi selesai

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

VENTRICULO-PERITONEAL SHUNT
(VP SHUNT)
RSU
DHARMA YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra, SKM

PENGERTIAN Pengaliran LCS rongga ventrikel otak ke rongga peritoneal


menggunakan shunt system secara definitif
TUJUAN Diversi LCS
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf .
PROSEDUR 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Supine dengan drapping Kocher/Dandy point
u/dewasa, Keent point u/anak hingga daerah abdominal.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi di scalp sesuai keperluan lalu pasang spreader
otomatis boor hole 1 buah, dura dikauter lalu di incisi
cross, insersi ventricular shunt lk 6 cm ke arah foramen
Monroe lalu difiksasi, cairan LCS diperiksakan untuk
analisa LCS k/p kultur-resistensi.Incisi linier di daerah
hipokondrium kanan/midline lk 4 cm, lalu diseksi tumpul
menembus fascia dan m. Obliq abd, fascia dan m.rectus
abd sampai teridentifikasi peritoneum, lalu dibuka lk 0,5
cm.
8. Dibuat track subkutikuler dengan pendorong/tuneller lalu
shunt di salurkan subkutikuler, dibuat koneksi dengan
pompa shunt lalu pompa diletakkan retroaurikuler, aliran
LCS dites dengan menekan pompa sampai tampak LCS
memancar di ujung shunt peritoneal.
9. Insersi shunt intraperitoneal lk 25 cm.

VENTRICULO-PERITONEAL SHUNT
(VP SHUNT)
RSU
DHARMA YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
10. Insersi shunt intraperitoneal lk 25 cm.
11. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0.
12. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU


EXTERNAL VENTRICULAR DRAINAGE (EVD)

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pengaliran LCS rongga ventrikel otak ke reservoir dengan sistem


tertutup secara temporer
TUJUAN Diversi LCS
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh dokter
Spesialis Bedah Saraf .
PROSEDUR 1. Anestesi Lokal k/p Umum.
2. Posisi Supine dengan drapping Kocher/Dandy point
u/dewasa, Keent point u/anak.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine :RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi di scalp sesuai keperluan lalu pasang spreader otomatis
boor hole 1 buah, dura dikauter lalu di incisi cross, insersi
ventricular shunt lk 6 cm ke arah foramen Monroe (bisa
dipakai NGT no.8 steril).Tip ventriculer shunt ditunelling lk
5-10 cm lalu ke luar dari permukaan scalp lalu difiksasi,
kemudian dihubungkan dengan reservoir(urine bag) secara
closed system.
8. Cairan LCS diperiksa untuk analisa LCS k/p kultur-resistensi,
lalu selang drainage di letakkan/difiksasi pada standar infus
lk 10 cm di atas punctum.
9. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0.
10. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

SUBKUTANEUS LIKUOR DRAINAGE

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pengaliran LCS rongga ventrikel otak ke rongga subkutan di


daerah Scalp secara temporer.
TUJUAN Diversi LCS
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf .
PROSEDUR 1. Anestesi Lokal k/p Umum.
2. Posisi Supine dengan drapping Kocher/Dandy point
u/dewasa, Keent point u/anak.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi di scalp sesuai keperluan lalu pasang spreader
otomatis boor hole 1 buah, dura dikauter lalu di incisi
cross, insersi ventricular shunt lk 6 cm ke arah foramen
Monroe (bisa dipakai NGT no.8 steril) lalu difiksasi.Tip
ventriculer shunt diletakkan di daerah subkutan dari Scalp
yang sebelumnya telah diundermining secara luas.
8. Cairan LCS diperiksa untuk analisa LCS k/p kultur-
resistensi.
9. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0.
10. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

LAMINEKTOMY DEKOMPRESI

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/2
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pembuangan lamina disertai lig flavum dan epidural fat dengan
atau tanpa foraminotomy-medial facetectomy
TUJUAN Dekompresi kanal spinalis
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf.
PROSEDUR 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Prone.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi linier sesuai keperluan.
8. Diseksi subperiosteal dengan monopolar dan dissektor
besar/pahat.
9. Pemasangan spreader otomatis. Atasi perdarahan dengan
cauter bipoler/monopoler.
10. Laminektomi dengan menggunakan Rongeur 5.0 dan 3.0
sesuai keperluan sampai tampak pulsasi duramater.
11. Hemostatik dengan surgicel, bone wax maupun kauterisasi.
12. Pencucian daerah operasi dengan H2O2+Betadine+Nacl 0,9%
sampai bersih.
13. Pemasangan Epidural Analgesia.
14. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
15. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0 atau
skin stapler.
16. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

RESEKSI MENINGOKEL/MENINGOENSEFALOKEL

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pemotongan tangkai cele dan penutupan defek duramater

TUJUAN Reseksi meningokel / meningoensefalokel / Meningomielokel /


ensefalokel.
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf.
PROSEDUR 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Supine.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi sesuai keperluan spt incisi oval sekitar cele untuk
meningokel/meningoensefalokel type Frontoethmoid atau
incisi Bikoroner bila diperlukan duraplasty dan
kranioplasty.Diseksi cele dan tangkai cele secara tumpul
sampai tampak duramater lalu tangkai cele berikut isinya
direseksi lalu rawat perdarahan dan duramater dijahit primer
k/p ditambal dengan fascia/otot dan pemberian fibrin glue
bila perlu.
8. Bila defek tulang besar>3 cm dilakukan cranioplasty dengan
menggunakan tabula interna tulang frontal yang dibuka lalu
difiksasi dengan silk 3.0.
9. k/p Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
10. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0. Bila
luka operasi mengenai kulit wajah digunakan
Prolene/Dermalon 6.0.
11. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.
UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

LAMINEKTOMY DISCEKTOMY

RSU DHARMA No. Dokumen No Revisi Halaman


YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pembuangan sebagian/seluruh lamina disertai diskus spinalis


TUJUAN Dekompresi radik spinalis
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf.
PROSEDUR 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Prone.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi linier sesuai keperluan.
8. Diseksi subperiosteal dengan monopolar dan dissektor
besar/pahat.
9. Pemasangan spreader otomatis.
10. Atasi perdarahan dengan cauter
bipoler/monopoler.Laminektomi dengan menggunakan
Rongeur 5.0 dan 3.0 sesuai keperluan.
11. Identifikasi diskus yang bersangkutan lalu dilakukan
discektomy.
12. Hemostatik dengan surgicel, bone wax maupun kauterisasi.
13. Pencucian daerah operasi dengan H2O2+Betadine+Nacl 0,9%
sampai bersih.
14. Pemasangan Epidural Analgesia.
15. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
16. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0 atau
skin stapler.
17. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.
UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

SEGMENTAL SPINAL INSTRUMENTATION (SSI)

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Instrumentasi segmental tulang belakang untuk stabilisasi

TUJUAN Instabilitas spine karena spondylolistesis, fraktur dislokasi,


infeksi Kongemital, Degeneratif, dan tumor
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf.
PROSEDUR 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Prone.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi linier sesuai keperluan.
8. Diseksi subperiosteal dengan monopolar dan dissektor
besar/pahat.
9. Pemasangan spreader otomatis.
10. Atasi perdarahan dengan cauter bipoler/monopoler.
11. Partial Laminotomi-Flavektomi dengan menggunakan
Rongeur 5.0 dan 3.0 sesuai keperluan sampai tampak
duramater lalu sublaminar wiring dilakukan sesuai
kebutuhan baik dengan atau tanpa pemasangan
Luke/Hartshill.
12. Bila menggunakan Pedicle screw/pedicle claw, laminar
hook dilakukan identifikasi pedikel level yang diperlukan
lalu dibantu Fluoroskopi dilakukan pemasangan screw dan
rod systemnya, lalu hemostatik dengan surgicel, bone wax
maupun kauterisasi.
13. Pencucian daerah operasi dengan H2O2+Betadine+Nacl
0,9% sampai bersih.

SEGMENTAL SPINAL INSTRUMENTATION (SSI)

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
14. Pemasangan Epidural Analgesia.
15. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
16. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0 atau skin stapler.
17. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU


BELUM ADA DI RSU DY

ENDOSKOPI THUGD VENTRICULOSTOMI

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pengaliran LCS rongga ventrikel otak ke rongga sisterna


prepontin secara definitif.
TUJUAN Diversi LCS.
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf .
PROSEDUR 1. Anestesi Lokal k/p Umum.
2. Posisi Supine dengan drapping Kocher point u/dewasa,
Keent point u/anak.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisiIncisi
di scalp sesuai keperluan lalu pasang spreader otomatis boor
hole 1 buah, dura dikauter lalu di incisi cross, insersi Rigid
endoscope intraventricular lalu identifikasi pleksus choroid,
anterior septal vein dan thalamostriata vein untuk kemudian
memasuki foramen Monroe lalu identifikasi korpora
mamilaria lalu dasar ventrikel III di depannya diperforasi
menggunakan endoskopi electrokauter sehingga LCS
mengalir ke prepontin sistern.
7. Cairan LCS diperiksa untuk analisa LCS k/p kultur-
resistensi.
8. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0.
9. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.
UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU

46. MICRODISCEKTOMY

MICRODISCEKTOMY

RSU DHARMA No. Dokumen No Revisi Halaman


YADNYA 0 1/1

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit


OPERASIONAL Direktur Utama
1/1

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Pembuangan diskus spinalis secara mikro

2. Tujuan : Dekompresi radik spinalis


3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK UGD
RSU Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter
Spesialis Bedah Saraf
4. Prosedur : 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Prone.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine :RL = 1
: 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah
incisi.
7. Incisi linier 3-5 cm sesuai keperluan.
8. Diseksi subperiosteal dengan monopolar dan
dissektor besar/pahat unilateral.
9. Pemasangan microlumbar spreader.
10. Atasi perdarahan dengan cauter bipoler/monopoler.
11. Penggunaan operating microscope untuk partial
laminotomi menggunakan high speed drill/Rongeur
1.0/3.0.
12. Identifikasi diskus yang bersangkutan lalu dilakukan
discektomy.
13. Hemostatik dengan surgicel, bone wax maupun
kauterisasi.
14. Pencucian daerah operasi dengan
H2O2+Betadine+Nacl 0,9% sampai bersih.
15. k/p Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
16. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0 atau skin stapler.
17. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.
5. Unit Terkait : 1. Bedah Saraf.
2. Anestesiologi dan Reanimasi
47.ANTERIOR CERVICAL DISCEKTOMY AND FUSION (ACDF)

ANTERIOR CERVICAL DISCEKTOMY AND


FUSION (ACDF)
RSU DHARMA
YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman
……/Komed/ 0 1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Pembuangan diskus servikalis disertai fusi dengan


graft/implant melalui anterior approach

2. Tujuan : Dekompresi radik spinalis


3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK UGD
RSU Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter
Spesialis Bedah Saraf
4. Prosedur : 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Supine dengan leher kanan/kiri di drapping..
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL =
1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah
incisi.
7. Incisi horizontal, anterior dari
m.sternocleidomastoideus, 3-5 cm sesuai keperluan.
8. Diseksi m.platysma secara tajam dilanjutkan secara
tumpul memisahkan m.omohyoid di anterior
m.sternocleidomastoideus, identifikasi carotid-
jugular kompleks untuk kemudian diproteksi dengan
jari telunjuk kiri operator, lalu identifikasi trakhea-
esofageal kompleks lalu dilindungi dengan langen
back.Identifikasi vertebral body, anterior
longitudinal ligament, mm.longus colli dekstra et
sinistra.
9. Pemasangan Cloward Retractor/Cervical
microdiscektomy retractor.
10. Identifikasi diskus disertai image/fluoroskopi,
menggunakan Operating Microscope dilakukan
microdiscektomy sampai tampak posterior
longitudinal ligament k/p tampak duramater pulsasi.
11. Pemasangan graft dari os illiac atau anterior cervical
cage/s atau anterior cervical plate, hemostatik
dengan surgicel, bone wax maupun kauterisasi.
12. Pencucian daerah operasi dengan
H2O2+Betadine+Nacl 0,9% sampai bersih.
13. k/p Pennrose/Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
14. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot platysma
dengan Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan
Vicryl/Dexon 3.0; subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis
dengan Prolene/Dermalon 3.0.
15. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

5. Unit Terkait : Bedah Saraf,Anestesi


48. ANTERIOR SPINAL INSTRUMENTATION (ASI)

ANTERIOR SPINAL INSTRUMENTATION (ASI)

RSU DHARMA No. Dokumen No Revisi Halaman


YADNYA ……/Komed/ 0 1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama
………/Komed/
RSDY/..../2009
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Instrumentasi segmental tulang belakang untuk stabilisasi dari


anterior
2. Tujuan : Instabilitas spine karena spondylolistesis, fraktur dislokasi,
infeksi Kongemital, Degeneratif, dan tumor
3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK UGD RSU
Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Bedah
Saraf.
4. Prosedur : 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Park bench sesuai kebutuhan untuk anterolateral
thoracic approach dengan sisi kanan pasien di atas, atau
anterolateral lumbar approach dengan sisi kiri pasien di
atas..
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi linier sesuai keperluan, untuk thorak dilakukan
pemotongan kosta yang diperlukan lalu dipasang thoracic
retractor lalu identifikasi mm.intercostalis, pleura parietalis,
kompleks intersegmental radikular arteri dan vena; untuk
lumbar dilakukan diseksi m.obliq abd,m rectus dan
identifikasi m. Iliopsoas dan a.iliaka kompleks.
8. Identifikasi vertebral body disertai image/fluoroskopi.
9. Pemasangan graft dari os illiac atau anterior expandable
cage/s atau anterior plate/screw+rod, hemostatik dengan
surgicel, bone wax maupun kauterisasi.
10. Pencucian daerah operasi dengan Nacl 0,9% sampai bersih.
11. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
12. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0.
13. Tutup dengan gaas verband operasi selesai

5. Unit Terkait : Bedah Saraf,Anestesi


49. CRANIOTOMY/TREPANASI ANEURYSMA CLIPPING

CRANIOTOMY/TREPANASI ANEURYSMA
CLIPPING
RSU DHARMA YADNYA
No. Dokumen No Revisi Halaman
……/Komed/ 0
1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama

0
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Tindakan pembukaan kranium untuk clipping anurysma


intra kranial lalu kranium dipasang lagi.

2. Tujuan : Penanganan definitif aneurysma


3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK UGD
RSU Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter
Spesialis Bedah Saraf.
4. Prosedur : 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Supine dengan kepala miring ke arah yang
sehat.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL =
1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah
incisi.
7. Incisi sesuai keperluan spt
Pterional/Orbitozygomatic/Bicoronal /supraorbital/
Retrosigmoid approaches.
8. Kraniotomi dengan Cranial Perforator dan
Craniotome.
9. Atasi perdarahan dengan cauter dan bone wax.
10. Membuka dura sesuai lokasi yang diperlukan,
dengan Operating Microscope dilakukan diseksi
arakhnoid daerah Sylvian
Fissure/Interhemispheric/cerebellomedullary cistern
sampai tampak ruang subarakhnoid yang patologis.
11. Identifikasi neck dari aneurysma lalu dipasang
aneurysm clip yang sesuai dengan aplicatornya,
Aneurysma Dome dipecahkan lalu hemostatik
dengan surgicel maupun kauterisasi.
12. Dura dijahit primer atau tambal dengan fascia/dural
substitute dengan Vicryl 4.0/Dexon 4.0 dengan atau
tanpa fibrin glue.
13. Gantung duramater sesuai kebutuhan dengan benang
yang sama dengan jahit dura.
14. Tulang dipasang kembali k/p dengan bone cement
dan difiksasi dengan cranial fixator/mini plate
sesuai kebutuhan.
15. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
16. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0 atau skin stapler. Bila luka
operasi mengenai kulit wajah digunakan
Prolene/Dermalon 6.0.
17. Tutup dengan gaas verband operasi selesai

5. Unit Terkait : 1. Bedah Saraf,Anestesi


50. CRANIOTOMY/TREPANASI RESEKSI AVM

CRANIOTOMY/TREPANASI RESEKSI AVM

RSU DHARMA No. Dokumen No Revisi Halaman


YADNYA ……/Komed/ 0 1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama
…0

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian Tindakan pembukaan kranium untuk Reseksi AVM intra kranial


: lalu kranium dipasang lagi

2. Tujuan Penanganan definitif AVM intrakranial


:
3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK UGD RSU
Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Bedah
Saraf.
4. Prosedur 1. Anestesi Umum.
: 2. Posisi Supine dengan kepala miring ke arah yang sehat.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi sesuai keperluan spt Horshe Shoe/Pterional/Bicoronal /
Retrosigmoid/Posterior Fossa approaches.
8. Kraniotomi dengan Cranial Perforator dan Craniotome.
9. Atasi perdarahan dengan cauter dan bone wax.
10. Membuka dura sesuai lokasi yang diperlukan, dengan
Operating Microscope dilakukan diseksi arakhnoid daerah
sekitar AVM untuk identifikasi Feeder artery, Nidus dan
Draining vein
11. Feeder artery di clip lalu draining vein juga diclip kemudian
nidus direseksi lalu hemostatik dengan surgicel maupun
kauterisasi.
12. Dura dijahit primer atau tambal dengan fascia/dural substitute
dengan Vicryl 4.0/Dexon 4.0 dengan atau tanpa fibrin glue.
13. Gantung duramater sesuai kebutuhan dengan benang yang
sama dengan jahit dura.
14. Tulang dipasang kembali k/p dengan bone cement dan
difiksasi dengan cranial fixator/mini plate sesuai kebutuhan.
15. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
16. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0 atau
skin stapler. Bila luka operasi mengenai kulit wajah
digunakan Prolene/Dermalon 6.0.
17. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

5. Unit Terkait Bedah Saraf,Anestesi


:
51. CRANIOTOMY/TREPANASI RESEKSI CAVERNOMA

CRANIOTOMY/TREPANASI RESEKSI
CAVERNOMA
RSU DHARMA
YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman
……/Komed/ 0 1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Tindakan pembukaan kranium untuk Reseksi Cavernoma


intra kranial lalu kranium dipasang lagi.
2. Tujuan : Penanganan definitif Cavernoma intrakranial
3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK UGD
RSU Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter
Spesialis Bedah Saraf.
4. Prosedur : 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Supine dengan kepala miring ke arah yang
sehat.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1
: 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi sesuai keperluan spt Horshe
Shoe/Pterional/Bicoronal / Retrosigmoid/Posterior
Fossa approaches.
8. Kraniotomi dengan Cranial Perforator dan
Craniotome.
9. Atasi perdarahan dengan cauter dan bone wax.
10. Membuka dura sesuai lokasi yang diperlukan, dengan
Operating Microscope dilakukan kortikotomi sesuai
keperluan untuk identifikasi caverne pembuluh darah.
11. Artery dan Vena patologis diclip kemudian Caverne
direseksi lalu hemostatik dengan surgicel maupun
kauterisasi.
12. Dura dijahit primer atau tambal dengan fascia/dural
substitute dengan Vicryl 4.0/Dexon 4.0 dengan atau
tanpa fibrin glue.
13. Gantung duramater sesuai kebutuhan dengan benang
yang sama dengan jahit dura.
14. Tulang dipasang kembali k/p dengan bone cement dan
difiksasi dengan cranial fixator/mini plate sesuai
kebutuhan.
15. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
16. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0 atau skin stapler. Bila luka
operasi mengenai kulit wajah digunakan
Prolene/Dermalon 6.0.
17. Tutup dengan gaas verband operasi selesai

5. Unit Terkait : Bedah Saraf,Anestesi


52. LIGASI ARTERI KAROTIS INTERNA

LIGASI ARTERI KAROTIS INTERNA

RSU DHARMA No. Dokumen No Revisi Halaman


YADNYA ……/Komed/ 0 1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Penghentian Aliran Darah Arteri Karotis secara permanen


dengan teknik ligasi melalui anterior approach.

2. Tujuan : Penanganan Carotid Cavernous Fistula (CCF)

3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK UGD RSU


Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Bedah
Saraf.
4. Prosedur : 1. Anestesi Lokal.
2. Posisi Supine dengan leher kanan/kiri di drapping..
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi horizontal, anterior dari m.sternocleidomastoideus, 1-2
cm di bawah angulus mandibula sesuai keperluan.
8. Diseksi m.platysma secara tajam dilanjutkan secara tumpul
memisahkan m.omohyoid di anterior
m.sternocleidomastoideus, identifikasi carotid-jugular
kompleks untuk kemudian carotid sheath dibuka dengan
metzenbaum, identifikasi karotis interna dan eksterna,
dilakukan ligasi sementara a.karotis interna menggunkan
arteri clip/Bulldog
9. Pasien disuruh mengangkat tangan dan kaki yang
kontralateral dicoba selama 30 menit bila tidak ada
hemiparesa/hemihipestesi maka dilakukan ligasi karotis
secara permanen.
10. Pencucian daerah operasi dengan Nacl 0,9% sampai bersih.
11. k/p Pennrose/Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
12. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot platysma dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0.
13. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

5. Unit Terkait : Bedah Saraf,Anestesi


53.NEUROTISASI PLEXUS BRACHIALIS

NEUROTISASI PLEXUS BRACHIALIS

No. Dokumen No Revisi Halaman


RSU DHARMA ……/Komed/ 0 1/1
YADNYA RSDY/..../2009

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit


OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Penyambungan/anastomose n.muskulokutaneus dengan


nn.interkostalis menggunakan n.suralis.

2. Tujuan : Penanganan Total Lesi Pleksus Brakhialis

3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK RSU


Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis
Bedah Saraf.
4. Prosedur : 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Park Bench dengan bahu kanan/kiri, daerah
subaxilla, dan lateral crural di drapping..
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1
: 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi kurve linier di daerah dorsopectoral sesuai
lokasi lesi, m pectoralis mayor dan minor di potong
dan ditandai lalu identifikasi lateral cord dari pleksus
dan identifikasi n.muskulokutaneus sebagai cabang
pertama dari lateral cord.
8. Incisi linier daerah subaxill, diseksi otot secara tajam
memisahkan m.latissimus dorsi dan mm.intercostalis,
identifikasi costa 5-7, identifikasi nn.intercostalis 5-7.
9. Incisi linier horizontal di daerah lateral maleolus
lateralis, medial dari achiles tendon lalu diseksi
tumpul untuk identifikasi n.suralis yang diambil
sepanjang lk 25 cm.
10. Dengan Operating microscope dilakukan graft
n.suralis yang dijahit secara epineural end to end
anastomose dengan nn.intercostalis menggunakan
benang prolene 7.0 dan di tunelling subfascia
kemudian di anastomose dengan cara yang sama
dengan n.muskulokutaneus.
11. Hemostasis dengan kauterisasi lalu pencucian daerah
operasi dengan Nacl 0,9% sampai bersih.
12. k/p Pennrose/Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
13. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0.
14. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

5. Unit Terkait : 1. SMF Bedah Saraf.


54.CARPAL TUNNEL RELEASE

CARPAL TUNNEL RELEASE

RSU DHARMA YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman


……/Komed/ 0 1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Pembebasan n.medianus melalui pemotongan ligamen


carpal transversal
2. Tujuan : Penanganan Carpal Tunnel Syndrome

3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK UGD


RSU Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter
Spesialis Bedah Saraf.
4. Prosedur : 1. Anestesi Lokal k/p Umum.
2. Posisi Palmar Manus yang bersangkutan diletakkan
menghadap ke atas/cephalad
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL =
1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah
incisi pada sulkus di antar m.thenar dan
m.hypothenar
7. Identifikasi transverse carpal ligament (TCL) lalu
diincisi sampai tampak n.medianus terbebaskan.
8. Hemostasis dengan kauterisasi lalu pencucian
daerah operasi dengan Nacl 0,9% sampai bersih.
9. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; Fascia dengan
Vicryl/Dexon 3.0; subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis
dengan Prolene/Dermalon 3.0.
10. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

5. Unit Terkait : Bedah Saraf,Anestesi


55. CRANIOTOMY / MICROVASCULAR DECOMPRESSION
CRANIOTOMY / MICROVASCULAR
DECOMPRESSION
RSU DHARMA
YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman
……/Komed/ 0 1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Tindakan pembebasan nervi kraniales dari pulsating offending


artery/vein.
2. Tujuan : Penanganan definitif untuk Trigeminal Neuralgia, Hemifacial
spasm dan Glossopharyngeal Neuralgia
3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK UGD RSU
Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Bedah
Saraf.
4. Prosedur : 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Supine dengan kepala miring ke arah yang sehat.
3. Desinfeksi lapangan operasi di daerah retrosuigmoid yang
bersangkutan dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi sesuai keperluan yaitu Retrosigmoid approaches.
8. Kraniotomi dengan Cranial Perforator dan Craniotome.
9. Atasi perdarahan dengan cauter dan bone wax.
10. Membuka dura sesuai lokasi yang diperlukan, dengan
Operating Microscope dilakukan diseksi arakhnoid daerah
cerebellomedullary cistern sampai tampak nervi kraniales
yang terkompresi untuk kemudian dipasang teflon terhadap
offending vessel.
11. Hemostasis dengan surgicel k/p kauterisasi.
12. Dura dijahit primer atau tambal dengan fascia/dural
substitute dengan Vicryl 4.0/Dexon 4.0 dengan atau tanpa
fibrin glue.
13. Gantung duramater sesuai kebutuhan dengan benang yang
sama dengan jahit dura.
14. Tulang dipasang kembali k/p dengan bone cement dan
difiksasi dengan cranial fixator/mini plate sesuai kebutuhan.
15. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
16. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0 atau
skin stapler. Bila luka operasi mengenai kulit wajah
digunakan Prolene/Dermalon 6.0.
17. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

5. Unit kerja : Bedah Saraf,Anestesi


56. CAROTID END ARTERECTOMY (CEA)

CAROTID END ARTERECTOMY (CEA)

RSU DHARMA No. Dokumen No Revisi Halaman


YADNYA ……/Komed/ 0
1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Pengangkatan plaque atheroma/atherosclerosis yang melekat


pada tunika intima arteri karotis interna, eksterna dan komunis.

2. Tujuan : Penanganan Carotid Stenosis.


3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK UGD RSU
Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Bedah
Saraf.
4. Prosedur : 1. Anestesi Lokal k/p Umum
2. Posisi Supine dengan leher kanan/kiri di drapping..
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi vertikal, anterior dari m.sternocleidomastoideus, 10-12
cm/sesuai keperluan.
8. Diseksi m.platysma secara tajam dilanjutkan secara tumpul
memisahkan m.omohyoid di anterior
m.sternocleidomastoideus, identifikasi carotid-jugular
kompleks, untuk kemudian carotid sheath dibuka dengan
metzenbaum, identifikasi a.karotis komunis, karotis interna, a
thyroidea superior dan a. karotis eksterna, dilakukan klip
dengan sugita clip pada a.karotis interna, eksterna dan
a.thyroidea superior, dan klem bulldog pada a.karotis
komunis.
9. Incisi mulai dari a.karotis komunis ke cephalad sampai ke
a.karotis eksterna sesuai panjang plak, diseksi plak kemudian
dicuci dengan NaCl 0,9%.
10. Penjahitan arteri dengan benang prolene/dermalon 6.0 secara
kontinuus dari cepahalad maupun kaudal lalu sebelum diikat
klem bulldog dibuka agar sisa plak mengalir keluar
kemudian tutup lagi lalu diikat di tengah pertemuannya.
11. Lalu klip a. Karotis eksterna dibuka bila water tight buka
klem Bulldog a. Karotis komunis kemudian klip a.thyroidea
superior dibuka, diikuti klip a.karotis interna. (lk 20 menit
waktu untuk dilakukannya klem tersebut)
12. Hemostasis dengan surgicel k/p kauterisasi.
13. Pencucian daerah operasi dengan Nacl 0,9% sampai bersih.
14. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot platysma dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0.
15. Tutup dengan gaas verband operasi selesai

5. Unit terkait : Bedah Saraf,Anestesi


57. ANASTOMOSIS EKSTRA-INTRAKRANIAL

ANASTOMOSIS EKSTRA-INTRAKRANIAL

RSU DHARMA No. Dokumen No Revisi Halaman


YADNYA ……/Komed/ 0
1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Tindakan By Pass antara pembuluh darah Ekstra dengan


Intrakranial.
2. Tujuan : Revaskularisasi pembuluh darah otak intrakranial.
3. Kebijakan : Pelayanan dimulai pkl.08.00-11.30 WITA di OK UGD RSU
Dharma Yadnya. Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Bedah
Saraf.
4. Prosedur : 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Supine dengan kepala miring ke arah yang sehat.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi sesuai keperluan perjalanan a.temporalis superior (Y
incision) lalu diidentifikasi dan diundermining secara tumpul
untuk memisahkannya dengan kompleks muskulus
temporalis.
8. Otot dan fascia dipisahkan dengan dissector sampai tampak
periosteum os temporalis lalu Burr hole 4 buah, kraniotomi
dengan Cranial Perforator dan Craniotome.
9. Atasi perdarahan dengan cauter dan bone wax.
10. Membuka dura sesuai lokasi yang diperlukan, dengan
Operating Microscope dilakukan identifikasi cabang distal
M3/M4 dari a.cerebri media melalui diseksi arakhnoid lalu
diklip sementara.
11. Pembuluh darah STA yang sudah dipreparasi tadi diklip juga
lalu di anastomose end to side dengan cabang M3/4
menggunakan benang prolene 10.0., klip dilepas lalu
identifikasi perdarahan.
12. Hemostasis dengan surgicel.
13. Dura dijahit primer atau tambal dengan fascia/dural
substitute dengan Vicryl 4.0/Dexon 4.0 dengan atau tanpa
fibrin glue.
14. Gantung duramater sesuai kebutuhan dengan benang yang
sama dengan jahit dura.
15. Tulang dipasang kembali k/p dengan bone cement dan
difiksasi dengan cranial fixator/mini plate sesuai kebutuhan.
16. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
17. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0 atau
skin stapler. Bila luka operasi mengenai kulit wajah
digunakan Prolene/Dermalon 6.0.
18. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

5. Unit Terkait : Bedah Saraf,Anestesi


STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SMF ILMU GIGI DAN MULUT

1. Mengeluarkan Gigi Impaksi


2. Alveolektomi
3. Penanganan Fraktur Mandibula Secara Closed Reduction
4. Penanganan Fraktur Mandibula Secara Open Reduction
5. Ekstraksi Gigi
6. Perawatan Saluran Akar Dengan Irigasi
7. Penambalan Gigi
8. Scaling
9. Ginggivektomi
10. Pemasangan Alat Orthodontik Pada Maloklusi Kelas I Dental
11. Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Akrilik
MENGELUARKAN GIGI IMPAKSI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGETIAN Mengeluarkan gigi yang mengalami hambatan / kegagalan erupsi


yang disebabkan oleh malposisi, kekurangan tempat atau
dihalangi oleh gigi lain,tertutup tulang yang tebal dan/ jaringan
lunak disekitarnya
Mengeluarkan gigi yang tertanam dan mencegah komplikasi lebih
TUJUAN
lanjut.
Pelayanan diberikan pada Poliklinik Gigi RSU Dharma Yadnya,
KEBIJAKAN
oleh dokter gigi.
PROSEDUR
Odontektomi / odontotomi :
 anti septik intra dan ekstra oral
 anesthesi infiltrasi, blok / bius umum
 pembuatan flap jaringan lunak
 pembuangan tulang sekitar gigi impaksi
 pengeluaran gigi impaksi
 pembersihan dan penjahitan luka
 perawatan pasca bedah : antibiotika, analgetik,
antiflamasi, roburansia
 intruksi dan penjelasan pada pesien
 kontrol dan buka jahitan

UNIT TERKAIT OK, SMF TERKAIT


ALVEOLEKTOMI

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Mengontur tonjolan tulang alveolus pada maksila dan mandibula


yang sakit karena kerusakan tulang alveolus setelah pencabutan
gigi
TUJUAN Mencegah infeksi lebih lanjut.
KEBIJAKAN Mengembalikan fungsi tulang alveolus
PROSEDUR Alveolektomi :
 Isolasi daerah kerja (anti septik intra oral)
 anesthesi infiltrasi / blok
 pembuatan flap jaringan lunak
 pembuangan / penghalusan tulang
 pembersihan tulang dan luka
 penutupan flap dan penjahitan luka
 perawatan pasca bedah : antibiotika, analgetik,
antiflamasi, roburansia
 intruksi dan penjelasan pada pesien
 kontrol dan buka jahitan

UNIT TERKAIT POL.GIGI, OK, SMF TERKAIT

EKSTRAKSI GIGI
RSU No. Dokumen No Revisi Halaman
DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Ialah suatu tindakan mengeluarkan / ekstraksi gigi dari soketnya


secara higienis.
TUJUAN Mencegah fokal infeksi dan keperluan estetik
KEBIJAKAN Mengeluarkan gigi dari socketnya:
PROSEDUR Antiseptik
Anestesi lokal
Pencabutan
Periksa kelengkapan gigi dan periksa soket
Kompresi soket gigi
Tamponade
Intruksi pasca ekstraksi
Bila perlu pemberian obat :
 analgetik / antipiretik
 antibiotik
 roburantia

UNIT TERKAIT POL. GIGI, SMF TERKAIT

PERAWATAN SALURAN AKAR DENGAN IRIGASI

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Mengembalikan fungsi gigi akibat karies

TUJUAN Mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut


KEBIJAKAN Merawat saluran akar yang sudah terinfeksi
PROSEDUR Anestesi, pengukuran panjang kerja, preparasi kavitas,
pembukaan atap pulpa, pulpotomi pulpa dengan ekskapator
tajam, perdarahan ditekan dengan kapas steril, preparasi ruang
pulpa, ekstirpasi pulpa, pembentukan saluran akar, irigasi
NaOCL 2.5 %, pengeringan saluran akar dengan paper point,
pengobatan saluran akar dengan ChKM. Pada kunjungan
berikutnya pengisian saluran akar dengan guttap point dan sealer
( bergantung kondisi).

UNIT TERKAIT POL. GIGI, SMF TERKAIT

PENAMBALAN GIGI

RSU No. Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Mengembalikan fungsi gigi akibat karies

TUJUAN Mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut


KEBIJAKAN Menutup cavitas gigi

PROSEDUR  Penutupan dentin, bergantung pada kedalaman dan cacatnya


pada dentin, bisa dilakukan pelapisan atau restorasi
 Bila sudah mengenai jaringan pulpa maka dilakukan
perawatan endodontik terlebih dahulu

UNIT TERKAIT POL. GIGI, SMF TERKAIT

SCALING
No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Peradangan gusi yang disebabkan oleh faktor lokal dan atau
faktor sistemik.
TUJUAN Mencegah kelainan periodontal lebih lanjut.

KEBIJAKAN Peningkatan oral hygiene.

PROSEDUR 1. DHE (Dental Health Education)


2. Pemberian resep bilamana diperlukan
3. Scaling supra dan sub gingiva
4. Koreksi restorasi mengemper
5. Pemolesan
6. Menumpat karies servikal
7. Penyesuaian oklusi sederhana bila perlu
8. Pemberian obat kumur
9. Pemberian topical anestesi pada kasus hipersensitivitas
10. Evaluasi hari ke 5-7

UNIT TERKAIT POL. GIGI, SMF TERKAIT


GINGIVEKTOMI
No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Peradangan jaringan periodontium yang lebih dalam yang


merupakan kelanjutan dari peradangan gingival.
TUJUAN Mencegah kelainan lebih lanjut.

KEBIJAKAN
Menghentikan peradangan jaringan periodontial.

PROSEDUR Perawatan awal :


1. DHE (Dental Health Education)
2. Pemberian resep bilamana diperlukan
3. Scaling supra dan sub gingiva
4. Koreksi restorasi mengemper
5. Pemolesan
6. Menumpat karies servikal
7. Penyesuaian oklusi sederhana bila perlu
8. Pemberian obat kumur
9. Pemberian topical anestesi pada kasus hipersensitivitas
10. Evaluasi hari ke 5-7
Perawatan bedah bila perlu

Gingivektomi:
1. Anesthesi local
2. Menentukan letak dasar poket
3. Memotong gingival
4. Membersihkan jaringan granulasi,sisa-sisa jar nekrotik
5. Irigasi saline
6. Penutupan dengan pack
GINGIVEKTOMI
No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
7. Pack dibuka 1 minggu, kemudian dipasang kembali
selama 1 minggu.
8. Kontrol berkala

UNIT TERKAIT POL. GIGI, SMF TERKAIT


GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN AKRILIK

No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Kehilangan beberapa gigi dan oklusi masih fix / semifix.


TUJUAN Mencegah gangguan estetik, pengunyahan dan fonetik
KEBIJAKAN Mengganti gigi yang hilang dengan gigi tiruan.
PROSEDUR Gigi tiruan lepasan akrilik

1.Anamnesa dan pemeriksaan objektif


2.Diagnosa & prognosa
3.Persiapan mulut
4.Rencana perawatan
5.Pencetakan dan pembuatan model
6.Penentuan hubungan rahang
7.Penyusunan gigi
8.Uji coba gigi tiruan malam
9.Penyelesaian gigi tiruan
10.Pemasangan gigi tiruan
11.Penyesuaian
12.Kontrol POL. GIGI, SMF TERKAIT

UNIT TERKAIT POL. GIGI, SMF TERKAIT


CURETTAGE

No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Adalah pengeluaran pjaringan nekrotik pada sulcus gingiva yang


dalam dengan menggunakan alat curet.
TUJUAN Mencegah infeksi pada periodontal dan mengembalikan
kedalaman sulcus ke kondisi normal
KEBIJAKAN Dikerjakan pada pasien yang mengalami pocket gingiva di
Poliklinik gigi oleh dokter gigi.
PROSEDUR 1. Anamnesa dan pemeriksaan objektif
2. Diagnosa & prognosa
3. Persiapan alat
4. Rencana tindakan
5. Pengerokan sulcus gingiva sampai bersih dan mengeluarkan
darah segar.
6. Irigasi denga perhydrol dan aquades
7. Mengolesi sulcus dengan betadin
8. Pemberian antibiotik dan analgetik
9. Dianjurkan untuk kontrol 3 hari kemudian

UNIT TERKAIT POL. GIGI, SMF TERKAIT


BELUM ADA DI RSDY

61.PENANGANAN FRAKTUR MANDIBULA SECARA CLOSED REDUCTION

PENANGANAN FRAKTUR MANDIBULA SECARA CLOSED


REDUCTION

No. Dokumen No. Revisi Halaman

…………/Komed/RSDY/..../2009 …………………… …………


………
RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit


OPERASIONAL Direktur Utama

…………0
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Diskontinuitas tulang mandibula


2. Tujuan
: Mencegah malunion, nonunion dan maloklusi
3. Kebijakan
: Mengembalikan kontinuitas tulang mandibula
4. Prosedur : A. Debridement (pembersihan luka atau pencucian luka)
B. Inter Dental Wiring (IDW) dan Inter Maxilla Wiring (IMW)
C. Pemberian obat-obatan : 
 Antibiotika 
 Penghilang rasa nyeri : analgetika 
 Mouth/oral rinsing (obat kumur) 
 Preparat kalsium  
 Roborantia
D. Nutrisi cair Tinggi Kalori Tinggi Protein
5. Unit Terkait : Bag:
 Penyakit Dalam
 Kardiologi dan pembuluh vakuler
 Anak
 THT
 Syaraf
 Anesthesi
62. PENANGANAN FRAKTUR MANDIBULA SECARA OPEN REDUCTION

PENANGANAN FRAKTUR MANDIBULA


SECARA OPEN REDUCTION
ICD-9-CM: 76.76

No. Dokumen No. Revisi Halaman

0
RSU DHARMA
YADNYA

STANDAR Tanggal Terbit


PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL

dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian : Diskontinuitas tulang mandibula


 
2. Tujuan
: Mencegah malunion, nonunion dan maloklusi
3. Kebijakan
: Mengembalikan kontinuitas tulang mandibula
4. Prosedur : A. Debridement (pembersihan luka atau pencucian luka)
B. Tindakan reposisi terbuka dengan memasang miniplate / intra osseus
wiring kemudian fiksasi imobilisasi dengan Intermaksiler fixaxi
(IMF). Pada fraktur kondilius dengan reposisi tertutup dilakukan
fraksi fragmen ramus mandibula dengan mengganjal oklusi di
posterior. Pada kasus yang memerlukan reposisi terbuka sering kali
reposisi tidak memungkinkan sehingga fragmen kondilus terpaksa
dibuang.
C. Pemberian obat-obatan : 
 Antibiotika 
 Penghilang rasa nyeri : analgetika 
 Mouth/oral rinsing (obat kumur) 
 Preparat kalsium  
 Roborantia
D. Nutrisi cair Tinggi Kalori Tinggi Protein

5. Unit Terkait : Bag/:


 Bedah Syaraf
 Bedah Plastik
 Penyakit Dalam
 Kardiologi dan pembuluh vakuler
 Anak
 THT
 Syaraf
 Anesthesi

68. PEMASANGAN ALAT ORTHODONTIK PADA MALOKLUSI KELAS I


DENTAL
PEMASANGAN ALAT ORTHODONTIK
PADA MALOKLUSI KELAS I DENTAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman


………0 ……………………… ……………………

RSU DHARMA YADNYA

STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit Direktur Utama


OPERASIONAL

………0
dr.I Wayan Semendra,SKM

1. Pengertian Kelainan disebabkan karena penyimpangan posisi. Terjadi


: keadaan gigi berjejal, rotasi gigi, gigi renggang, tumpang gigit
besar, gigitan silang, gigi bertukar tempat. Dapat terjadi pada
semua periode gigi.

2. Tujuan Mencegah gangguan fungsional dan estetik


:
3. Kebijakan : Memperbaiki maloklusi

Ekstraksi atau tanpa ekstraksi gigi. Dengan alat ortodontik lepasan


4. Prosedur : atau alat ortodontik cekat.

5. Unit Terkait
:
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SMF ILMU KESEHATAN MATA

PROSEDUR OPERASI KATARAK INSISI KECIL “SMALL


INCISION CATARACT SURGERY ( SICS) “
No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2


DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Teknik operasi katarak dengan insisi kecil 6-8mm, dilakukan


pengeluaran nukleus dengan meninggalkan kapsul posterior lensa.
TUJUAN Memulihkan tajam penglihatan
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh Dokter
Spesialis Penyakit Mata
PROSEDUR 1. Anestesi topikal (pantokain 0.5% atau 2%) + midriacyl + efrisel
eye drop
2. Anestesi retrobulbar/peribulbar
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril
5. Pasang blefarostat
6. Anestesi subkonjungtiva/topikal (bila penderita tidak dianestesi
secara umum/retrobulbar/peribulbar)
7. Fiksasi muskulus rektus superior dengan silk 4.0
8. Peritomi konjungtiva 60º dari jam 11-13
9. Atasi perdarahan dengan cauter
10. Grooving dengan jarum 1 cc/ cresent/ blade no.15 (2 mm dari
limbus)
11. Tunnel sklera dengan cresent sampai 1,5 mm clear cornea.
12. Sideport di jam 9 dengan jarum 1 cc/slit/ blade no 11 atau 15
13. Masukkan viscoelastic gel melalui sideport untuk melindungi
endotel kornea
14. Capsulotomi anterior menggunakan jarum 1 cc dengan teknik
can opener/ continous circular capsulorhexis (CCC)
15. Hidrodiseksi dan hidrodelineasi
16. Prolaps nukleus ke bilik mata depan  ekstraksi nukleus dengan
viscolestic/vectis/lens loops
17. Aspirasi & irigasi sisa korteks

PROSEDUR OPERASI KATARAK INSISI KECIL “SMALL


INCISION CATARACT SURGERY ( SICS) “
No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2


DHARMA YADNYA
18. Masukkan viscoelastic gel untuk melindungi endotel kornea
19. Masukkan IOL sesuai hasil biometri in the bag/sulcus
20. Masukkan carbacol 0.1 cc intrakamera (jika diameter pupil > 2
mm)
21. Jahit tunnel sklera dengan nylon 10.0, satu atau dua jahitan
22. Injeksi gentamicin/garamicin/debikacin 0.5 cc subkonjungtiva
23. Injeksi dexamethason 0.5 cc subkonjungtiva
24. Antibiotik + steroid tetes (C. Xitrol eye drop) + Antibiotika
salep mata (Gentamicin eye ointment)
25. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.

UNIT TERKAIT OK, RIA, RIB, SMF TERKAIT

PELAYANAN RAWAT INAP


No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1

RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Memasukkan pasien adalah proses melakukan rawat inap pasien


atas indikasi
TUJUAN Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada
pasien
KEBIJAKAN 1. Semua pasien yang ada indikasi rawat inap harus dimasukkan
ke ruang rawat inap
2. Rawat inap dilakukan di kelas III, II, I, VIP, VIP Utama sesuai
dengan prosedur tetap rawat inap
PROSEDUR 1. Dokter di IGD atau Poliklinik memberikan informasi orang
tua/wali pasien bahwa pasien ada indikasi rawat inap
2. Orang tua/wali pasien memilih ruang rawat inap yang
diinginkan, kecuali ada kedaruratan medis Dokter di IGD atau
Poliklinik memberikan informasi kepada orang tua/wali pasien
tentang dokter yang akan memberikan pelayanan kesehatan di
ruangan sesuai dengan kebijakan di atas
3. Paramedis IGD atau Poliklinik mengantarkan pasien ke ruang
rawat inap

UNIT TERKAIT POLIKLINIK UMUM, RI A, RI B, SMF TERKAIT


KONSULTASI MEDIS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Konsultasi adalah proses permintaan pendapat, saran dan/atau
tindakan medis intra dan inter disiplin sesuai dengan kebutuhan
pasien
TUJUAN Untuk memberikan pelayanan medis yang optimal sesuai dengan
kebutuhan pasien
KEBIJAKAN Konsultasi wajib dilakukan kepada disiplin terkait apabila
diketahui terdapat masalah yang menyangkut multidisiplin.
PROSEDUR 1. Konsultasi dilaksanakan secara tertulis ditujukan kepada
disiplin terkait
2. Konsultasi dilakukan dengan menggunakan lembar khusus
rekam medik
3. Dalam konsultasi dicantumkan secara jelas kronologis pasien,
data penunjang dan maksud konsultasi.
4. Dicantumkan tandatangan dan nama terang dokter yang
meminta konsultasi dan dokter yang memberi konsultasi.
5. Bila diperlukan, dokter yang memberi konsultasi mendampingi
dokter yang menjawab konsultasi pada waktu pemeriksaan
agar dapat berdialog.Jawaban konsul ditulis dalam lembar
khusus rekam medik, memberikan anjuran pemeriksaan
penunjang, terapi, atau tindakan yang diperlukan.
6. Konsultasi dapat dilakukan di ruang rawat inap pasien atau
mendatangi disiplin terkait
7. Konsultasi dapat dalam bentuk konsultasi berencana atau
segera / cito (sesuai dengan kebutuhan, apakah keadaan pasien
emergensi atau tidak)
8. Dalam keadaan kasus-kasus tertentu, dapat dibentuk tim yang
terdiri atas beberapa konsultan sesuai dengan bidangnya.
UNIT TERKAIT POLIKLINIK UMUM, RI A, RI B, SMF TERKAIT
DOKTER JAGA KONSULTAN MATA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA .
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Dokter jaga Konsultan mata adalah dokter spesalis mata bertugas
jaga yang bertugas menerima konsulan dari RSU Dharma Yadnya.

TUJUAN Memberikan pelayanan medis kepada pasien yang datang ke RSU


Dharma Yadnya

KEBIJAKAN 1. Dokter jaga konsultan spesialis mata sesuai dengan jadwal.


2. Dokter jaga konsultan spesialis mata memberikan pelayanan
medis kepada pasien baru yang dikonsulkan kepadanya dan
pasien yang telah dirawatnya di ruang rawat inap.

PROSEDUR 1. Dokter jaga konsultan spesialis mata melakukan penanganan


kasus yang dikonsulkan kepadanya sesuai dengan standar
pelayanan medis.
2. Dokter jaga membuat catatan medik secara rinci sesuai format
3. Pembagian tugas jaga sesuai dengan jadwal
4. Konsultan spesialis mata menerima konsulan dari IGD maupun
dari pasien yang dirawat di ruang rawat inap.
5. Keluhan pasien yang telah dirawatnya di ruang rawat inap
dapat langsung dilaporkan oleh perawat jaga ruangan atau oleh
dokter jaga.

UNIT TERKAIT POLIKLINIK UMUM, RI A, RI B, SMF TERKAIT


PROSEDUR OPERASI ABLASIO RETINA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Teknik operasi scleral buckling yaitu memasang band pada


sklera, melakukan krioterapi dan punksi cairan sub retinal
space
TUJUAN Untuk menempelkan kembali retina yang terlepas dari bagian
neurosensoris retina
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di Ok RSU Dharma Yadnya oleh
Dokter Spesialis Mata.
PROSEDUR 1. Pasien tidur terlentang dengan anestesi umum
2. Desinfeksi dengan betadine pada mata dan sekitarnya
3. Suntik retrobulber 4 cc Lidocain 2% dengan spuit 5 cc.
4. Teugel palpebra superior dan inferior dengan benang silk 4-
0
5. Idendifikasi lokasi detachment dan break dengan indirek
funduskopi
6. Peritomi konjungtiva sekitar limbus semua kwadran (360º)
7. Fiksasi semua musc. rektus dan muscle hook, kemudian
dipegang dengan longgar dengan benang silk 3-0
8. Pasang silikon band diameter 4-0 dibawah musc. rektus
yang dibantu dengan pinset dan arteri klem, dengan
sambungan diantara musc.rektus inferior dan lateral.
9. Jahit silikon band pada sklera dengan benang mersilk 5-0
sejauh 14 mm dari limbus.Sambung silikon band pada
inferior lateral dengan tubenya dan jahit.
10. Pungsi ( jika detachment tinggi) dengan ujung jarum spuit
26 G pada sklera dekat silikon band, shg lokasi pungsi
tertutup band, dibawah detachment (blass) sampai cairan
subretinal fluid keluar.
11. Dilakukan krio sampai ujungnya putih, masing2 2-3 titik
pada sklera arah apek bola mata dibawah silikon band.
12. Injeksi udara steril atau gas SF6 kedalam bola mata
(vitreus) dengan spuit 26 G pada daerah 4 mm dari limbus
inferior temporal, sampai tekanan bola mata cukup.
PROSEDUR OPERASI ABLASIO RETINA

No. Dokumen No. Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
13. Eratkan silikon band sampai tekanan bola mata kira2 sesuai
dengan beban 5/7.5 Tonometri Schiotz
14. Dekatkan konjungtiva ke limbus, dan jahit dengan benang
vicryl 8-0 pada daerah temporal dan nasal.
15. Suntik 0,5 cc Gentamisin sub konjungtiva pada daerah
inferior atau superior.
16. Beri tetes mata dan bola mata ditutup dengan gaas steril.
17. Operasi selesai

UNIT TERKAIT OK, RI A, RI B, SMF TERKAIT

PROSEDUR OPERASI TRABEKULEKTOMI


PROSEDUR EXTERPASI PTERYGIUM

No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Teknik operasi menghilangkan jaringan fibrovaskuler


konjungtiva yang tumbuh melewati kornea
TUJUAN Menghilangkan jaringan fibrovaskuler konjungtiva
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di Ok RSU Dharma Yadnya oleh Dokter
Spesialis Mata.
PROSEDUR 1. Anastesi topikal dengan Pantocaine 2 % pada kedua mata
2. Desinfeksi dengan betadine pada daerah operasi.
3. Suntik anestesi lokal dengan Lidocain 2% sebanyak 1cc pada
jaringan pterigium
4. Jaringan dilepaskan dengan perlahan dengan pisau ”hockey”
dan ujung jaringan dipegang dengan pinset konjungtiva
5. Dilakukan pemotongan jaringan sampai subtenon dengan
teknik bare sklera.
6. Dilakukan pemotongan jaringan konjungtiva bagian supeior
dengan melepas jaringan dibawahnya berbentuk segiempat.
7. Bersihkan sisa jaringan tenon yang masih tersisa
8. Perdarahan di kauterisasi secukupnya
9. Injeksi subkonjuntiva dengan Gentamisin injeksi.
10. Beri tetes Xitrol.
11. Tutup gaas dan diverban
12. Setelah selesai, beri resep obat Salep mata Gentamisin,
Amoxicillin 500 dan mefenamic acid 500 mg.

UNIT TERKAIT OK, RI A, RI B, SMF TERKAIT


PROSEDUR INSISI CURETAGE

No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Teknik Insisi dan Curetage yang dilakukan pada kelenjar


Meibom, Zeis dan Moll yang mengalami infeksi
TUJUAN Mengeluarkan dan membersihkan pus dan jaringan granulasi
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di Ok RSU Dharma Yadnya oleh
Dokter Spesialis Mata.
PROSEDUR 1. Pasien terlentang diatas meja operasi
2. Mata ditetes Pantocain 2 % sebanyak 2 tetes
3. Desinfeksi dengan betadine pada daerah operasi.
4. Suntik anestesi lokal dengan Lidocain 2% sebanyak 2cc
sekitar jaringan hordiolum, atau pasien anak-anak dengan
anastesi umum.
5. Masa dijepit dengan alat Hordiolum klemp, dengan bagian
yang licin melindungi kornea.
6. Dilakukan insisi dengan ujung pisau sampai keluar pus
atau jaringan granulasi.
7. Dilakukan kuretage dengan alat kuret sesuai dengan
besarnya hordiolum sampai keluar darah segar.
8. Irigasi dengan cairan betadine
9. Beri salep Gentamisin.
10. Tutup gaas verban
11. Setelah selesai, beri resep obat Salep mata Gentamisin,
Amoxicillin 500 dan Mefenamic acid 500 mg.

UNIT TERKAIT OK, RI A, RI B, SMF TERKAIT


PROSEDUR FLAP KONJUNGTIVA

No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Teknik operasi menutup jaringan resipien dengan flap konjungtiva

TUJUAN Sebagai jaringan penyokong terhadap jaringan resipien (kornea)

KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di Ok RSU Dharma Yadnya oleh Dokter


Spesialis Mata.
PROSEDUR 1. Inform consent, dan pasien tidur terlentang
2. Mata ditetes Pantocain 2 % sebanyak 2 tetes atau pasien dalam
keadaan anestesi umum.
3. Desinfeksi dengan betadine pada daerah operasi.
4. Suntik anestesi lokal dengan Lidocain 2% sebanyak 2cc sekitar
jaringan konjungtiva.
5. Peritomi konjungtiva dan undermind seluas mungkin,
perdarahan di kauterisasi
6. Dilakukan scraping kornea dengan ujung pisau, jaringan
kornea di periksa pewarnaan gram dan KOH, jahit flap
konjungtiva diatas ulkus kornea dengan vikril 8.0.
7. Irigasi dengan cairan betadine.
8. Beri salep Gentamisin.
9. Tutup gaas verban
10. Setelah selesai, beri resep obat Salep mata Gentamisin,
Amoxicillin 500mg dan Mefenamic acid 500 mg.

UNIT TERKAIT OK, RI A, RI B, SMF TERKAIT


PROSEDUR HECTING KORNEA

No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Teknik operasi menjahit ruptur kornea

TUJUAN Mereposisi bagian kornea yang ruptur/robek

KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di Ok RSU Dharma Yadnya oleh


Dokter Spesialis Mata.
PROSEDUR 1. Anestesi umum
2. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9
3. Persempit lapangan operasi dengan doek steril
4. Fiksasi palpebra superior & inferior dengan benang silk 4.0
5. Bila disertai ruptur sklera :
6. Peritomi konjungtiva pada area yang diduga terjadi ruptur
sklera
7. Jahit sklera dengan silk 6.0
8. Bila disertai prolaps iris  bersihkan iris terlebih dahulu
dari proses epitelisasi yang telah berlangsung  reposisi
iris.
9. Jika terjadi nekrosis iris lakukan nekrotomi/iridektomi
reposisi iris
10.Jahit kornea dengan nylon 10.0
11.Bila disertai hifema aspirasi hifemareform bilik mata
depan
12.Evaluasi kekedapan jahitan (water tight) Bentuk bilik
mata depan dengan udara
13.Jahit konjungtiva dengan vicryl 8.0
14.Injeksi gentamicin/garamicin/dibekacin 0.5 cc
subkonjungtiva
15.Injeksi dexamethason 0.5 cc subkonjungtiva
16.Gentamicin eye oint
17.Tutup gaas verband  operasi selesai
UNIT TERKAIT OK, RI A, RI B, SMF TERKAIT

PROSEDUR EXTERPASI PTERYGOPLASTY

No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Teknik operasi menghilangkan jaringan fibrovaskuler


konjungtiva yang tumbuh melewati kornea disertai dengan
penanaman graf konjungtiva
TUJUAN Mengurangi residif pterigium

KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di Ok RSU Dharma Yadnya oleh


Dokter Spesialis Mata.
PROSEDUR 1. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9
2. Persempit lapangan operasi dengan doek steril
3. Pasang blefarostat
4. Anestesi lidokain subkonjungtiva/topikal
5. Lepaskan pterygium dari perlekatan dengan kornea
menggunakan cresent/spuit 1 cc/hokymesh
6. Gunting pterygium
7. Rawat perdarahan dengan cauter
8. Ambil bahan graf konjungtiva yang berupa epitel
konjungtiva dari konjungtiva superior sesuai ukuran area
pterygium yang telah digunting  pindahkan ke area
pterygium yang telah disiapkanFiksasi flap pada 8 lokasi
dengan benang vikryl 8.0 atau nylon 10.0. Fiksasi empat
lokasi di sudut flap hingga mencapai sklera, sedangkan 4
lokasi lainnya hanya mencapai konjungtiva
9. Injeksi dibekacin/gentamicin/garamicin 1 cc subkonjungtiva
10. Injeksi dexamethason 1 cc subkonjungtiva
11. Antibiotika salep mata (gentamicin eye oint)
12. Dressing operasi selesai

UNIT TERKAIT OK, RI A, RI B, SMF TERKAIT


STANDAR PROSEDUR OPERSIONAL
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
LUMBAL PUNGSI.

RSU No Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1

Tanggal terbit Direktur


SPO
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Tindakan lumbal pungsi adalah suatu tindakan untuk


memperoleh likuor serebrospinalis dan untuk mengetahui
keadaan lintasan likuor.
TUJUAN Untuk diagnostik dan terapiotik
KEBIJAKAN Dilakukan di tempat rawat inap pasien, ruang tindakan oleh
dokter spesialis saraf.
PROSEDUR: 1. Baringkan miring sisi kiri, bawa sedekat mungkin ke sisi
kanan tempat tidur.
2. Posisikan penderita seolah mencium lututnya.
3. Punggung berada pada posisi vertikal Disinfeksi daerah
punggung bawah berpusat di tempat yang telah ditandai
sebagai tempat melakukan LP celah vertebra L3-4 atau
ditandai sebagai tempat melakukan LP (celah vertebra L3-4
atau L4-5) lakukan penusukan jarum spinal mengarah ke
umbilicus.
4. Sampai terasa sensasi seperti menembus kertas,
cabutmandren, bila LCS keluar periksa aspek, warna,
kecepatan tetesan, lakukan Quickenstedt test dengan
menekan kedua vena jungularis.
5. Ambil tabung nonne dan Pandy lalu teteskan LCS
kedalamnya dan dinilai, ambil tabung steril dan diisi dengan
LCS untuk diperiksa ke lab. (jumlah sel, glukosa, protein,
hitung jenis leukosit).
6. Cabut jarum spinal lalu tutup dengan kasa steril lubang
bekas LP.

UNIT TERKAIT RI A, RI B, ICU.


PENENTUAN MATI BATANG OTAK (MBO)

RSU No Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA .
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2

Tanggal terbit Direktur


SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Mati batang otak adalah suatu keadaan yang ditandai oleh
menghilangnya fungsi batang otak berupa:
a. Tidak terdapat sikap tubuh yang abnormal (dekortikasi
atau deserebrasi).Tidak terdapat sentakan epileptik.
b. Tidak terdapat refleks-refleks batang otak.
c. Tidak terdapat nafas spontan.
TUJUAN 1. Diyakini bahwa telah terdapat pra kondisi tertentu yaitu
koma dan apneu karena kerusakan otak struktural yang
tak dapat diperbaiki lagi, dengan kemungkinan MBO.
2. Menyingkirkan penyebab koma dan henti nafas yang
reversibel (obat-obatan, intoksikasi, gangguan metabolik
dan hipotermia.
KEBIJAKAN Penentuan Mati Batang Otak oleh dokter yang berkompeten
pada unit perawatan pasien
PROSEDUR 1. Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti
nafas yang menetap yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap cahaya.
b. Tidak ada refleks kornea..
c. Tidak ada refleks vestibulo-okuler.
d. Tidak ada respon motor terhadap rangsang adekuat
pada area somatik.
e. Tidak ada refleks muntah (gag refleks) atau refleks
batuk karena rangsang oleh kateter isap yang
dimasukan ke dalam trakea.
f. Tes henti nafas positif, yang dilakukan dengan cara:
o Preoksigenasi dengan O2 100% selama 10
menit.
o Pastikan pCO2 awal testing dalam batas
40:60 torr dengan memakai kapnografdan
atau analisa gas darah.
o Lepaskan pasien dari ventilator, insuflasikan

PENENTUAN MATI BATANG OTAK (MBO)

RSU No Dokumen No Revisi Halaman


DHARMA YADNYA .
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2

trakea dengan O2 100%, 6 liter/menit melalui


kateter intra trakeal melewati karina.
o Lepaskan ventilator selama 10 menit.
o Bila pasien tetap tidak bernafas, tes
dinyatakan positif (henti nafas menetap).
o Bila tes hilangnya refleks batang otak
dinyatakan positif, tes diulangi lagi 25 menit
kemudian.
o Bila tes tetap positif, pasien dinyatakan mati,
kendatipun jantung masih berdenyut.
UNIT TERKAIT Sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dokter yang kompeten (2
orang dokter diantaranya adalah 1 dokter spesialis
anestesiologi/intensivist dan 1 dokter spesialis saraf).
EPILEPSI

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Epilepsy adalah suatu keadaan neurologic ynag ditandai oleh


bangkitan epilepsy yang berulang, yang timbul tanpa provokasi.
Sedangkan bangkitan epilepsy sendiri adalah suatu manifestasi
klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik abnormal,
berlebih dan sinkron dari neuron terutama terletak pada korteks
serebri.
Khusus untuk sindroma epilepsy adalah gejala epilepsy yang
timbul bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi,
factor prepisitan usia saat awitan, beratnya penyakit, siklus harian
dan prognosis).
TUJUAN Dapat menegakkan diagnosis epilepsy, menangani dan mengatasi
komplikasi epilepsy dan sindroma epilepsy.
KEBIJAKAN Penderita epilepsy dan sindroma epilepsy dapat kontrol di
poliklinik tetapi bila sedang dalam keadaan bangkitan harus
langsung ke IGD.
PROSEDUR 1. Anamnesis untuk menentukan jenis epilepsy.
2. Pemeriksaan fisik dan neurologic lengkap.
3. Pemeriksaan EEG rutin atau rekaman tidur.
4. Pemeriksaan CT scan kepala dengan atau tanpa kontras.
5. Pemeriksaan MRI bila dianggap perlu.
6. Screening genetic pada kasus sindroma epilepsy tertentu.

UNIT TERKAIT IGD,RIA,RIB,ICU, SMF TERKAIT


PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Status epileptikus adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30


menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih dimana diantara
bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran.
TUJUAN Merawat secara optimal dan memulihkan kondisi penderita.
KEBIJAKAN Pedoman Tatalaksana Epilepsi.
PROSEDUR 1. Stadium I (0-10 mnt) :
- Memperbaiki fungsi kardiorespirasi.
- Jalan napas,oksigen,nadi dan suhu.
2. Stadium II (1-60 mnt) : - Pemeriksaan status neurologik
- Pengukuran teknan darah, nadi dan suhu
- EKG
- Memasang infus pada pembuluh darah besar
- Mengambil 5-10 cc darah untuk pemeriksaan lab.
- Pemberian OAE emergensi : Diazepam 10-20 md iv
(kecepatan pemberian ≤ 2-5 mg/menit atau rektal dapat
diulang 15 menit kemudian)
- Memasukkan 50 cc glucosa 40/50 % dengan atau tanpa
thiamin 250 mg intervena
- Menangani asidosis
3. Stadium III(0-60/90menit)
- Menentukan etiologi
- Bila kejang berlangsung terus selama 30 menit estela
pemberian diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kg
dengan kecepatan 50 mg/menit
- Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
- Mengoreksi komplikasi.
4. Stadium IV (30-90 menit)
- Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60, transfer pasien
ke ICU, beri propofol (2 mg/kgBB bolus iv, diulang bila
perlu) atau thiopentone (100-250 mg bolus iv pemberian
dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3
menit), dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis
PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
atau bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off.
- Memantau bangkitan EEG, tekanan intrakranial, memulai
pemberian OAE dosis rumatan

UNIT TERKAIT IGD, RI A,RIB, ICU, SMF TERKAIT


PARKINSON

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Bagian dari Parkinsonism yang patologis ditandai dengan


degenerasi ganglia basalis terutama di pars compacta substansia
nigra disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewys’
bodies).
TUJUAN Dapat menangani penyakit Parkinson sejak mulai penegakkan
diagnosis, penatalaksanaan, penanganan penyulit secara holistic
dan komprehensif.
KEBIJAKAN Pelayanan terhadap pasien dengan kasus perkinson oleh dokter
spesialis saraf
PROSEDUR 1. Pemeriksaan klinis Parkinson:
a. Tremor saat istirahat.
b. Rigiditas.
c. Akinesia/bradikinesia.
d. Hilangnya reflex postural.
e. Gambaran motorik lain:
- Distonia.
- Rasa kaku, sulit memulai gerakan.
2. Pemeriksaan laboratorium untuk menyingkirkan penyebab
lain: gula darah, bun/SC, lipid profile, T3/T4, TSH.
3. Radiologi: CT scan kepala.
4. Tatalaksana terapi:
c. Medikamentosa:
Antikholinergik: trihexyphenidil.
Dopaminergik: Levodopa, Carbdopa.
Dopamine agons: Bromokriptin, pramipexole.
d. Non medikamentosa: Reahbilitasi medis, psikoterapi.

UNIT TERKAIT RIA, RIB, SMF TERKAIT


NYERI KEPALA

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Nyeri kepala adalah perasaan tidak enak atau nyeri yang
dirasakan dari daerah orbital sampai daerah oksiput.
TUJUAN Untuk menangani penderita dengan nyeri kepala baik primer
maupun sekunder.
KEBIJAKAN Pasien dengan nyeri kepala primer/sekunder diperiksa di
poliklinik, bisa langsung pulang atau rawat inap.

PROSEDUR 1. Anamnesis,
2. pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan penunjang: foto kepala, EEG, CT scan kepala.
4. Terapi sesuai dengan hasil penunjang diagnose
5. Memberikan obat anti nyeri atau konsultasi dengan SMF
Terkait.

UNIT TERKAIT IGD, RIA,RIB, UNIT RO, SMF TERKAIT


STROKE HEMORAGIK

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/3
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010 dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Deficit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, berlangsung >


24 jam atau menyebabkan kematian, saat aktivitas/istirahat,
kesadran baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak,
riwayat hipertensi (faktor risiko stroke lainnya), lamanya
(onset), serangan pertama/ulang, semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.
Ada deficit neurologis, fokal atau menjadi global,
hipertensi/hipotensi/normotensi.
TUJUAN Merawat secara optimal dan memulihkan kondisi penderita.
KEBIJAKAN Pedoman Tatalaksana stroke hemoragik.
PROSEDUR 1. Anamnesis.
2. Pemberian oksigen, pemasangan infus , pengambilan darah
lengkap, termasuk gula darah dan elektrolit (bila
diperlukan), dan pemeriksaan EKG.
3. Pemberian obat-obat neuroprotektan, pemberian obat
antihipertensi dan anti kejang (bila diperlukan).
4. Pemeriksaan penunjang: CT scan kepala dan thorak foto.
5. Konsultasi:
- Dokter spesialis Penyakit Dalam (ginjal/hipertensi,
endokrin), kardiologi bila ada kelainan organ
terkait.
- Dokter spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemoragis
yang perlu dioperasi (aneurisma, AVM, evakuasi
hematom)
- Gizi.
- Rehabilitasi medic (setelah dilakukan prosedur
neuro restorasi dalam 3 bulan pertama pasca onset).
6. Penatalaksanaan/terapi:
- Umum: ditujukan terhadap fungsi vital: paru, jantung,
ginjal, keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi,
hygiene.
- Khusus: pencegahan dan pengobatan komplikasi.
STROKE HEMORAGIK

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/3
RSU
DHARMA YADNYA
Rehabilitasi.
Pencegahan stroke: tindakan promotif primer dan
sekunder.
7. Penatalaksanaan khusus:
- Perdarahan subaraknoid: Anti-vasopasmus:
Nimodipine.
Neuroprotektan.
- Perdarahan intraserebral:
Konservatif:
 Memperbaiki faal hemostasis (bila ada
gangguan faal hemostasis).
 Mencegah/mengatasi vasopasmus otak akibat
perdarahan: Nimodipine.
 Neuroprotektan.
Operatif:
Dilakukan pada kasus yang indikatif/memungkinkan:
 Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda
peningkatan TIK akut dan ancaman herniasi
otak.
 Perdarahan serebelum.
 Volume perdarahan lebih dari 30 cc, atau
diameter > 3 cm terutama pada fosa posterior.
 Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel
atau serebelum.
 GCS > 7.
Terapi kompilasi:
- Anti edema: Larutan manitol 20%.
- Anti biotika, antidepresan, antikonvulsan: atas
indikasi.
- Anti thrombosis vena dalam dan emboli paru.
Penatalaksanaan faktor risiko:
- Antihipertensi: Fase akut stroke dengan
persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004).
- Antidiabetika: Fase akut stroke dengan
persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004).
- Antidislipidemia: atas indikasi.
Terapi nonfarmako:
- Operatif.

STROKE HEMORAGIK

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/3
RSU
DHARMA YADNYA
- Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi
medik.
- Edukasi.

UNIT TERKAIT IGD, RIA,RIB, UNIT RO, SMF TERKAIT


VERTIGO

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA

Tanggal terbit Direktur


SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Vertigo adalah sensasi rotasi tanpa perputaran yang sebenarnya.

TUJUAN Agar dapat menangani kasus vertigo secara profesional.

KEBIJAKAN Pedoman tatalaksana vertigo.

PROSEDUR Pasien vertigo diterima di poliklinik/IGD.


Lakukan: anamnesis, pemeriksaan neurologi, tentukan apakah
vertigo sentral atau vertigo perifer.

UNIT TERKAIT POLIKLINIK UMUM,IGD, RIA, RIB, SMF TERKAIT


TUMOR INTRAKRANIAL

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Masalah intra cranial baik primer maupun sekunder yang


memberikan klinis desak ruang dan atau gejala fokal
neurologis.
TUJUAN Merawat secara optimal dan memperbaiki kwalitas hidup
penderita.
KEBIJAKAN Pedoman talalaksana neuro oncology.
PROSEDUR Tindakan I (0 – 10 menit):
- Mengatur posisi kepala 20o – 30o.
- Oksigen, nadi dan suhu.
Tindakan II (1 – 60 menit):
- Pemeriksaan status neurologic.
- Pengukuran tekanan darah, nadi, suhu.
- EKG.
- Memasang infuse pada pembuluh darah dasar.
- Mengambil 5 – 10 cc darah untuk pemeriksaan lab.
- CT scanning/MRI kepala + kontras, foto polos
tengkorak, EEG, BAEP.
- Pemberian obat-obat emergency
(bila ada kejang): Diazepam 10 – 20 ml iv.
(Kecepatan pemberian < 2 – 5 menit atau rectal
dapat diulang 15 menit kemudian).
- Pemberian obat-obat untuk menurunkan tekanan
intra cranial: Dexamithasone.
Manitol.
- Pemberian obat-obat simptomatik:
Analgetik.
Sedative.
Tindakan III (1 – 2 minggu):
- Menentukan etiologi (diagnostic).
- Menangani penyulit/komplikasi.
- Persiapan operasi tergantung jenis tumor dan lokasi.
UNIT TERKAIT IGD, RO, LAB, SMF TERKAIT

DEMENSIA VASKULER

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Demensia Vaskuler (VaD) meliputi semua kasus demensia yang


disebabkan oleh gangguan serebrovaskuler dengan penurunan
fungsi kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan
meliputi semua domain, tidak harus prominen gangguan memori.
(Domain pada neurobehaviour adalah : Berbahasa, Daya ingat,
Visuospatial, Emosi, Kognisi.)
TUJUAN Mendapatkan Informed Consent secara Lisan maupun Tertulis.
Catatan Mediknya sangat diperlukan untuk kasus-kasus yang
berperkara.
KEBIJAKAN Kelompok Studi Fungsi Luhur dan Kelompok Studi Neurogeriatri
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) 2007
PROSEDUR Dilakukan Pemeriksaan Penunjang yaitu :
 Neurobehaviour test : MMSE(Mini Mental State
Examination) ,CDT (Clock Drawing Test) , FAQ
(Functional Activity Questionaire), Global Deppression
Scale , ADL (Activity Daily Living), IADL (Instrumental
ADL), Trail Making Test A dan B , CDR (Clinical
Dementia Rating) .
 Foto Thorak, Brain-CT Scan , Brain-MRI
 Darah : Hematologi sebagai faktor resiko stroke
Konsultasi/perawatan di RS : Bila diperlukan., apabila
ada penyulit.
Terapi Medik
Terapi medikamentosa terhadap faktor resiko
vaskuler
Terapi Simptomatik terhadap gangguan kognisi
simptomatik:
Penyekat Asetilkolinesterase:
Donepezil Hcl tab 5 mg : 1 x 1 tablet / hari
Rivastigmin tab 2 x 1,5 mg maks 2 x 6 mg (interval
titrasi 1 bulan).

DEMENSIA VASKULER

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
Galantamin tab 2 x 4 mg maks 2 x 16 mg (interval
titrasi 1 bulan).
Gangguan Perilaku :
Depresi : antidepresan SSRI (pilihan utama)
Delusi/halusinasi/agitasi :
Neuroleptik atipikal: Risperidon tab: 1 x 0,5 mg – 2
mg/hari
Neuroleptik tipikal : Haloperidol tab : 1x 0,5 mg –
2 mg/hari
Terapi non medik:
Stimulasi kognitif, Reminescence, Gerak Latih
Otak, Edukasi pengasuh
Intervensi lingkungan: Terapi musik,Terapi cahaya, Fasilitas
aktivitas

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD, RO, LAB, SMF TERKAIT


SINDROME GUILLAIN BARRE

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1

RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Sindrom Guillain Barre adalah kumpulan gejala yang ditandai


oleh kelemahan anggota gerak ascenden bersifat akut dan simetris
serta dapat disertai dengan gangguan sensorik, gangguan otonom
maupun nervus kranialis yang disebabkan oleh suatu gangguan
autoimmune
.
TUJUAN Merawat secara optimal dalam penatalaksanaan dan komplikasi
dari sindrom Guillain Barre serta memulihkan kondisi penderita

KEBIJAKAN Pedoman tatalaksana Sindrom Guillain Barre

PROSEDUR 1. Roburantia saraf parenteral


2. Pasang NGT bila ada kesulitan menguyah atau menelan
3. Kortikosteroid masih kontroversi, diberikan dosis tinggi bila
terjadi paralysis otot berat
4. Plasma paresis
5. Imunoglobulin intravena dengan dosis 0,4 g/kg BB badan tiap
hari untuk 5 hari berturut-turut
6. Plasma 200-250 ml/kg BB badan dalam 4-6 x pemberian
sehingga waktu sehari diganti dengan dengan cairan kombinasi
garam dengan 5% albumin
7. Bila ada gangguan nafas rawat ICU

UNIT TERKAIT IGD,ICU,LAB,RO, RIA,RIB, SMF TERKAIT


NEUROINFEKSI

No Dokumen Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Infeksi pada susunan saraf dapat nerupa ensefalitis, meningitis,


atau meningoensefalitis.
Ensefalitis adalah infeksi peradangan jaringan otak karena
berbagai macam penyebab.
Meningitis adalah infeksi peradangan selaput otak (araknoid dan
piameter) karena berbagai macam penyebab. Sedangkan
meningoensefalitis adalah infeksi/peradangan jaringan otak dan
selaput otak.
Penyebab infeksi disebabkan oleh virus, bakteri, protosa,
metazoan, jamur atau spirokheta.
TUJUAN Mampu menegakkan diagnosis dan menangani penderita
ensefalitis, meningitis dan meningoensefalitis.
KEBIJAKAN - Pedoman tatalaksana infeksi pada susunan saraf.
- Lakukan pemeriksaan cairan serebrospinal untuk
mengetahui penyebab infeksi.
PROSEDUR 1. Melakukan anamnesis.
2. Melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis.
3. Melakukan lumbal pungsi.
4. Kalau diperlukan pemeriksan CT scan kepala.
5. Melakukan tatalaksana:
- Perawatan penderita dengan kesadaran menurun.
- Memberikan terapi medikomentosa: antibiotika,
tuberkulostatika, tergantung penyebabnya dan terapi
simptomatik.

UNIT TERKAIT IGD,ICU,LAB,RO, RIA,RIB, SMF TERKAIT


STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SMF ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN BEEL’S PALSY

No. Dokumen No Revisi Halaman


B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/3
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pelayanan Rehabilitasi Medik pada pasien dengan keluhan


kelumpuhan otot wajah, umumnya unilateral, karena lesi akut N.
VII perifer yang penyebabnya tidak diketahui
TUJUAN Memberikan acuan tindakan dokter Rehabilitasi Medik dan Tim
dalam penanganan kasus ini.
KEBIJAKAN  Seluruh pasien kasus Bell’s Palsy yang dirujuk atau di
konsulkan Poliklinik Rehabilitasi Medis/dokter ahli
rehabilitasi Medik, harus diperiksa oleh dokter Spesialis
Rehabilitasi Medik / dokter yang bertugas di Poliklinik
Rehabilitasi Medik.
 Dokter yang memeriksa wajib membuat diagnose
Rehabilitasi Medik (Diagnose Fungsional) sesuai IDH dan
membuat program.
 Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang bertugas
di Poliklinik Rehabilitasi Medik wajib mengevaluasi
pasien setelah diterapi setiap 5 (lima) kali.

PROSEDUR 1. Persiapan, dokter Rehabilitasi Medik melakukan


a). Anamnesa:
- Terjadi secara mendadak  wajah mencong, otot
wajah tidak bias bergerak / gerak menurun.
- Minum / berkumur air keluar dari sudut mulut.
- Waktu makan, makanan tertinggal di pipi pada sisi
yang lumpuh.
- Mata tidak bias menutup sempurna
- Gerakan mengangkat alis tidak simetris (gerakan
menurun / hilang pada sisi yang lumpuh)
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN BEEL’S PALSY

No. Dokumen No Revisi Halaman


B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/3
RSU
DHARMA YADNYA
b).Pemeriksaan : fisik dan fungsi otot wajah
- Observasi otot wajah dalam keadaan istirahat
(terlihatasimentris)
- Observasi gerakan menutup mata
- Observasi gerakan mengkerutkan dahi
- Observasi gerakan meringis
- Observasi gerakan bersiul
- Observasi ada/tidaknya gerakan involunter (Tick
Facialis)
- Observasi indra pengecap

2. Jumlah dan jenis tindakan tidak terbatas.


- Terapi Medikamentosa (jika belum memperoleh obat
dari dokter pengirim), a.l. :
 Kortikosteroid
 Neurotropik Vitamin
 Anti Inflamasi
 Jika diduga penyebabnya
infeksi virus bias diberikan antivirus (Acyclovir)
- Terapi Rehabilitasi Medik
 Jika kondisi akut maka
diberikan program dirumah, yaitu : kompres
hangat dan massage otot wajah.
 Jika kondisi non akut, maka
dapat diberikan program.

A. FISIOTERAPI
a. Terapi panas (Heat Therapy)
(1) Terapi panas Superfisial (IR) : untuk terapi daerah
muka (kulit & otot)
(2) Terapi panas dalam (Deep Heating), MWD / SWD
 untuk terapi daerah foramen mastoideus.
b. Stimulasi Listrik (Electrical Stimulation) pada otot
wajah yang terkena (kalau TIC Facialis tidak ada)
- Latihan otot wajah (gunakan cermin)
- Massage
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN BEEL’S PALSY

No. Dokumen No Revisi Halaman


B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/3
RSU
DHARMA YADNYA
B. PSIKOTERAPI
- Untuk kasus tertentu dimana gangguan psikis
amat menonjol maka psikoterapi diperlukan
- Motivasi untuk berobat rutin dan meningkatkan
kepercayaan diri.
C. ADVIS
- Hindari hawa dingin
- Istirahat cukup
- Istirahat cukup
- Melakukan latihan dirumah, disamping
fisioterapi rutin sampai terjadi simetris otot
wajah.
1. Kalau perlu pemasangan Y plester.
2. Jika tidak ada respon terhadap fisioterapi
dilanjutkan dengan pemeriksaan EMG
untuk tindakan lebih lanjut (terapi operasi /
decompresi)

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD,RIA,RIB, SMF TERKAIT


PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN FROZEN SHOULDER (Adhesive Capsulitis)
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN P Rehabilitasi Medik pada pasien dengan keluhan keterbatasan Luas


Gerak Sendi (ROM = Range of Motion) bahu yang disertai rasa
nyeri tanpa abnormalitas permukaan sendi, fraktur atau dislokasi

TUJUAN Memberi acuan tindakan dokter Rehabilitasi Medik dan tim dalam
penanganan kasus tersebut.

KEBIJAKAN - Seluruh pasien kasus Frozen Shoulder yang dikonsulkan


/dirujuk Poliklinik Rehabilitasi Medik, harus diperiksa oleh
dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang bertugas di
Poliklinik Rehabilitasi Medik.
- Dokter yang memeriksa wajib membuat diagnose Rehabilitasi
Medik (Diagnose Fungsional) sesuai IDH dan membuat
program.
- Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang bertugas di
Poliklinik Rehabilitasi Medik wajib mengevaluasi pasien
setelah diterapi setiap 5 (lima) kali.

PROSEDUR a). Anamnesa


- Keterbatasan Luas Gerak Sendi (ROM)
- Nyeri bila digerakkan kesegala arah
- Nyeri semakin berat pada malam hari, kadang
menjalar ke leher dan lengan sampai jari-jari
b). Pemeriksaan
- Keterbatasan LGS bahu (flexi, external rotasi,
internal rotasi dan adduksi melewati garis tengah.
- Nyeri sering terjadi pada waktu memaksakan
gerakan (ROM)
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN FROZEN SHOULDER (Adhesive Capsulitis)
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA

c). Pelaksanaan
 Terapi Medikamentosa :
NSAID
 Fisioterapi
- Terapi panas dan atau
dingin
- Elektrostimulasi /
TENS
- Exercise : ~ ROM
Exercise
~ Stretching Exercise

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD,RIA,RIB, SMF TERKAIT


PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

No. Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/5


DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PNGERTIAN Pelayanan Rehabilitasi Medik pada pasien dengan penyakit paru


Obstruksi kronik yang ditandai dengan adanya hambatan aliran
udara disaluran nafas, bersifat progresif yang irreversibel atau
parsial reversibel yang menyebabkan gangguan pola pernafasan,
penurunan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional yang
menetap. Faktor resikonya antara lain : merokok ( terpenting),
polusi udara, hiperaktivitas bronkus, riwayat infeksi saluran nafas
berulang, defisiensi antitripsin alfa-1 ( jarang di Indonesia

TUJUAN Memberi acuan tindakan dokter Rehabilitasi Medik dan tim dalam
penanganan kasus tersebut diatas.

KEBIJAKAN - Setiap pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK


) yang datang sendiri,dirujuk poliklinik Rehabilitasi Medik
harus diperiksa oleh dokter Spesialis Rehabilitasi Medik /
dokter yang bertugas di poliklinik Rehabilitasi Medik.
- Dokter yang memeriksa wajib membuat diagnose rehabilitasi
( diagnose fungsional ) sesuai dengan Impairmen,disabilitas
dan handicap dan membuat program terapi yang dilaksanakan
oleh pelaksana terapi ( fisioterapist, okupasi terapist, terapist
wicara, psikolog, ortotist-prostetist, sesuai dengan kebutuhan
pasien ).
- Dokter spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang bertugas di
poliklinik Rehabilitasi Medik wajib melakukan evaluasi pasien
setelah diterapi setiap 5 ( lima ) kali.
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)

No. Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/5


DHARMA YADNYA
PROSEDUR 1. Persiapan , dokter Rehabilitasi Medik melakukan :
a. Anamnese
- Keluhan utama pasien
Riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit yang
pernah diderita. Hal-hal yang memperberat atau
mengurangi keluhannya. Riwayat merokok, riwayat
penurunan kapasitas fisik yang berakibat penurunan
kemampuan berjalan, naik tangga, penurunan aktifitas
kehidupan sehari-hari, adanya gangguan pola tidur,
terganggunya aktifitas sosial, penurunan rasa percaya
diri.
b. Pemeriksaan Fisik :
Umum :
Sesak napas atau napas pendek, penilaian dengan
respiratory rate dan skala Borg untuk pernafasan. Nadi
( frekuensi dan regularitas ), Tensi, Tinggi dan Berat
Badan ( hitung Body Mass Index ).
Khusus :
Pola pernafasan ( inspirasi dan ekspirasi ), ekspansi
thoraks ( atas, tengah , bawah ) , kemampuan kontrol
pernafasan ( simetris / asimetris ), ada / tidak pola nafas
paradoksal, aktivitas dan spasme otot-otot nafas
sekunder, postur : kiposis, kiposkoliosis,
wheezing(inspirasi atau ekspirasi, ronkhi, dahak
(lokasinya), atrofi otot-otot ekstremitas, gejala
korpulmonale.
Pemeriksaan Fungsional :
Uji latih ( submaksimal ) bisa berupa uji jalan 6 menit,
Sepeda statik ( incremental / steady state ), Treadmill (
incremental / steady state ) dengan atau tanpa monitor.
Dari hasil uji latih ditentukan kemampuan fungsional
dalam meter / watt / VO2 max / Mets.
Pemeriksaan Penunjang :
Darah rutin ( Hb, Ht, leukosit )
Analisa gas darah
Pemeriksaan fungsi ginjal.

PELAYANAN REHABILITASI MEDIK


PADA PASIEN PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/5
RSU
DHARMA YADNYA
Radiologi : X ray thoraks PA dan lateral, CT scan
thoraks resolusi tinggi.
Pemeriksaan faal paru : Spirometri.
2. Diagnosis Fungsional
PPOK ringan / sedang / berat dalam fase pasca akut /
pemulihan / lanjut , yang berakibat penurunan fungsi
paru , penurunan fungsi otot, kondisi gizi yang makin
buruk.
Dengan masalah :
Sesak nafas atau nafas pendek dengan inspirasi
menggunakan otot-otot napas sekunder.
Banyak dahak di saluran napas dengan kemampuan
batuk yang menurun / buruk.
Penurunan kapasitas fisik yang berakibat penurunan
kemampuan berjalan, naik tangga, penurunan aktivitas
kehidupan sehari-hari ( termasuk merawat diri )
Rasa cemas sampai depresi ( akut atau kronis )
Gangguan pola tidur dan insomnia
Penurunan rasa percaya diri
Terganggunya aktivitas sosial
Meningkatnya hari mangkir kerja.
3. Prognosis
Berlangsung seumur hidup dan makin memburuk.
Dengan rehabilitasi, memperlambat perburukan klinis /
fungsional, memperbaiki kemampuan merawat diri /
beraktivitas dan memperbaiki kualitas hidup
4. Pelaksanaan terapi Rehabilitasi Medik.
a. Pasca eksaserbasi akut ( di rumah sakit )
Tujuan :
mengatasi sesak napas, mencegah sindroma dekondisi.
Program :
Medikamentosa : bronkodilator, steroid, mukolitik
( inhalasi)
Edukasi untuk posisi mengurangi sesak ( waktu berbaring,
duduk, berdiri )

PELAYANAN REHABILITASI MEDIK


PADA PASIEN PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 4/5
RSU
DHARMA YADNYA
Latihan relaksasi ( imagery, terapi musik, pernapasan
pursedlips )
Latihan ankle pumping aktif / pasif
Latihan aktif / aktif asistif anggota gerak, terutama anggota
gerak bawah
Terapi fisik dada untuk mengeluarkan dahak ( aktif atau
dibantu) , bila perlu memakai alat ( Positive end
expiaratory pressure / flutter ), kontrol pernafasan dan
perbaikan pola nafas. segera bila sesak berkurang
b. Fase Pemulihan ( di rumah sakit, rawat jalan, home
program )
Tujuan :
Mencegah dan mengurangi frekuensi eksaserbasi,
meningkatkan toleransi latihan, meningkatkan
kemampuan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari ( AKS ) /
aktivitas kerja.
Program :
- Edukasi : program berhenti merokok, penggunaan obat,
tujuan / manfaat latihan dihubungkan dengan
patofisiologi penyakit, Strategi pernapasan
optimal, prinsip konservasi energi dan
penyederhanaan kerja, pemakaian CPAP
( Continuous Positive Airway Pressure ) dan
LTOT ( Long Term Oxygen Therapy ).
- Latihan Relaksasi : Relaksasi pernafasan dan relaksasi
Jacobson.
Terapi fisik Dada :
Kontrol pernapasan dan perbaikan pola napas.
Perbersihan jalan napas ( aktive cycle breathing
technique ), bila perlu membantu refleks batuk
( assist cough ) dan dengan alat ( PEEP / flutter ).
Kelenturan otot-otot napas sekunder, otot bahu,
memperbaiki mobilitas dinding dada dan koreksi
postur bila perlu.

PELAYANAN REHABILITASI MEDIK


PADA PASIEN PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik)
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 5/5
RSU
DHARMA YADNYA
Meningkatkan / memperbaiki kemampuan otot
inspirasi.
- Terapi okupasi :
Posisi tubuh yang benar, penyesuaian aktivitas
dengan pola napas, perencanaan dan prioritas
aktivitas kerja, pemakaian alat bantu ( bila perlu ).
- Latihan Rekondisi ( bila perlu diberikan oksigen atau
Meningkatkan asupan oksigen selama latihan )
Rekondisi kardiorespirasi : jalan, sepeda statik,
treadmill. Beban disesuaikan dengan hasil uji
latih, dapat dengan beban tetap atau ditingkatkan
bertahap.
Rekondisi grup otot ( ekstremitas atas, ekstremitas
bawah, abdominal ).
Rekondisi otot pernapasan ( dengan / tanpa alat ) :
perasat Muller, inspiratory muscle trainer,
incentive
c. Mobilisasi aktif Fase Lanjut ( rawat jalan, home
program, latihan kelompok / klub senam ).
Tujuan :
Mempertahankan kapasitas fungsional / latihan.
Mempertahankan kemampuan AKS / aktivitas kerja /
psikososial.
Program :
- Edukasi : pemakaian obat, kontrol faktor resiko,
program latihan berkelanjutan, terutam kontrol
pernapasan dan latihan rekondisi.
- Melanjutkan latihan pada fase pemulihan:
Khusus latihan rekondisi : meningkatkan intensitas,
mempertahankan frekuensi dan durasi latihan.
Intensitas dievaluasi dengan uji latih berkala ( setiap
2 -3 bulan )
Frekuensi latihan : 3 – 5 kali per minggu
Durasi : 30 menit, dalam bentuk latihan kontinyubatau
interval Latihan dalam bentuk klub senam PPOK atau
senam Asma

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD,RIA,RIB, SMF TERKAIT


PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PNEUMONI

No. Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/4


DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pelayanan Rehabilitasi Medik pada pasien dengan penyakit


infeksi paru yang disebabkan karena bakteri, virus,jamur atau
penyebab yang lain yang menyebabkan gangguan ’compliance’
paru yang mengakibatkan keterbatasan kemampuan bernafas,
penurunan kebugaran dan keterbatasan aktivitas.
TUJUAN Memberi acuan tindakan dokter Rehabilitasi Medik dan tim
dalam penanganan kasus tersebut diatas

KEBIJAKAN  Setiap pasien dengan Pneumoni dengan kondisi lanjut


( subakut ) yang datang sendiri, dirujuk di konsulkan
Poliklinik Rehabilitasi Medik harus diperiksa oleh dokter
Spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang bertugas di
poliklinik Rehabilitasi Medik
 Dokter yang memeriksa wajib membuat diagnose rehabilitasi
( diagnose fungsional ) sesuai dengan Impairmen,disabilitas
dan handicap dan membuat program terapi sesuai dengan
kebutuhan pasien.
 Dokter spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang bertugas
di poliklinik Rehabilitasi Medik wajib melakukan evaluasi
pasien setelah diterapi setiap 5 ( lima ) kali

PROSEDUR 1. Persiapan , dokter Rehabilitasi Medik melakukan :


a. Anamnese
Keluhan utama pasien
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PNEUMONI

No. Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/4


DHARMA YADNYA
Riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit yang
pernah diderita, riwayat kesulitan mengeluarkan dahak.
Hal-hal yang memperberat atau mengurangi keluhannya.
Riwayat infeksi sebelumnya, riwayat penurunan kapasitas
fisik yang berakibat penurunan kemampuan berjalan, naik
tangga, penurunan aktifitas kehidupan sehari-hari seperti
makan / minum karena sesak.
Riwayat penyakit ektrapulmonal yang menyebabkan
gangguan pernafasan seperti penyakit pleura ( pemasangan
WSD ), tumor toarks atau dinding dada, kekakuan dinding
toraks ( karena adanya nyeri pasca operasi toraks,
deformitas tulang belakang / kiposkoliosis , penyakit-
penyakit yang berakibat pada kelemahan otot-otot
pernafasan ( cedera medula spinalis level tinggi ) ,
Duschenne Muscular Dystrophy, Guillain Barre
Syndrome, Myasthenia gravis ), Riwayat kelemahan /
gangguan mobilitas diafragma, misal pada obesitas, ascites
b. Pemeriksaan Fisik dan fungsional
Umum :
Sesak nafas / nafas pendek, dinilai respiratory rate dan
skala Borg untuk pernafasan, nadi ( frekuensi dan
regularitas ) , tekanan darah, tinggi dan berat badan
( hitung Body Mass Index )
Khusus :
Pola pernafasan ( inspirasi dan ekspirasi ), kemampuan
inspirasi dalam ( incentive spirometri ) dan pergerakan
nafas ( simetris /asimetris ). Keterbatasan gerak bahu,
postur ( kyposis / kiposkoliosis ) , mobilitas dan ekspansi
toraks ( atas, tengah, bawah ), ada / tidak pola pernafasan
paradoksal, wheezing, ronkhi, dahak ( lokasinya ), atrofi
otot ekstremitas.Gejala korpulmonale.
Pemeriksaan Fungsional :
Uji latih ( submaksimal ) bisa berupa uji jalan 6 menit,
Sepeda statik ( incremental / steady state ), Treadmill
( incremental / steady state ) dengan atau tanpa monitor.
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PNEUMONI

No. Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/4


DHARMA YADNYA
Dari hasil uji latih ditentukan kemampuan fungsional
dalam meter / watt / VO2 max / Mets.
Pada penyakit primer karena kelainan otot dan adanya
parese ekstremitas, dilakukan hanya dengan uji latih jalan
atau ergometer tangan, jangan sampai lelah ( dinilai
dengan skala Borg modifikasi untuk kelelahan otot ).
c. Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium : Darah rutin ( Hb, Ht, lekosit ), Analisa gas
darah, Pemeriksaan fungsi ginjal. Radiologi : X ray
toraks PA dan lateral, CT scan toraks Pemeriksaan faal
paru : spirometri.

2. Diagnose Fungsional
Penyakit pneumoni pada kondisi subakut atau lanjut dengan
masalah:
- N afas pendek dangkal, dengan kesulitan inspirasi dalam.
- Gangguan mobilitas dinding dada dan pengembangan paru,
dapat disertai kolaps paru.
- Penumpukan dahak di saluran nafas dan kemampuan batuk
yang lemah / tidak ada.
- Keterbatasan kemampuan berjalan, naik tangga, penurunan
aktivitas kehidupan sehari-hari ( termasuk merawat diri.
- Rasa cemas dan depresi ( akut atau kronis )
- Gangguan pola tidur / insomnia.
- Penurunan rasa percaya diri.
- Terganggunya aktivitas sosial
- Meningkatnya hari mangkir kerja
- Pada penyakit-penyakit tertentu akan berlanjut sampai
pemakaian ventilator jangka panjang / seumur hidup.

3. Prognosis / masa pemulihan.


- Sembuh sempurna bila penyebab utama segera teratasi.
- Jelek, bila disertai kelemahan otot-otot pernafasan.
- Dengan Rehabilitasi diharapkan dapat memperlambat
perburukan klinis / fungsional.
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PNEUMONI

No. Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 4/4


DHARMA YADNYA
4. Pelaksanaan Terapi Rehabilitasi Medik
Kondisi awal / pasca sesak nafas ( di rumah sakit atau rawat
jalan )
 Medikamentosa : bronkodilator, mukolitik, steroid,
umumnya inhalasi.
 Edukasi untuk posisi mengurangi sesak ( waktu
berbaring, duduk, berdiri )
 Latihan relaksasi (imagery, terapi musik,pernafasan
pursedlips )
 Latihan mobilitas bahu dan dinding dada semaksimal
mungkin.
 Koreksi dan pemeliharaan postur ( bila perlu )
 Terapi fisik dada untuk mengeluarkan dahak (bila perlu )
 Latihan inspirasi dalam bertahap, intermitten,
pengulangan sesuai dengan toleransi otot.
 Latihan pernafasan segmental untuk pengembangan paru
bila ada etelektasis ( tergantung lokasi ).
 Latihan ankle pumping aktif / pasif.
 Mobilisasi aktif segera bila tidak sesak, disesuaikan
dengan toleransi otot ( bertahap, waktu singkat,
pengulangan sering ).
Hati-hati jangan sampai lelah.
Kondisi Lanjut ( di rumah sakit atau rawat jalan )
 Edukasi untuk pola latihan pernafasan dalam, intermitten.
 Melakukan latihan-latihan seperti kondisi awal.
 Latihan rekondisi ( bila perlu memakai O2 /
meningkatkan asupan O2 selama latihan ) : rekondisi
kardiorespirasi, rekondisi group otot, rekondisi
pernafasan

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD,RIA,RIB, SMF TERKAIT


PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PALSI SEREBRAL

No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/5
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pelayanan Rehabilitasi Medik pada pasien dengan kelumpuhan


otak yang disebabkan karena adanya lesi non progresif pada
otak yang belum matur,sehingga mengakibatkan gangguan
kontrol neuromuskuler berupa gangguan tonus otot, refleks
tendon, refleks primitif dan reaksi postural dan menghasilkan
pola gerak yang abnormal.
TUJUAN Memberi acuan tindakan dokter Rehabilitasi Medik dan tim
dalam penanganan kasus tersebut diatas.
KEBIJAKAN  Setiap pasien dengan Palsi serebral yang datang sendiri,
dirujuk atau dikonsulakn ke Rehabilitasi Medik harus
diperiksa oleh dokter Spesialis Rehabilitasi Medik /
dokter yang bertugas di poliklinik Rehabilitasi Medik.
 Dokter yang memeriksa wajib membuat diagnose
rehabilitasi(diagnose fungsional) sesuai dengan
Impairmen,disabilitas dan handicap dan membuat
program terapi, sesuai dengan kebutuhan pasien.
 Dokter spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang
bertugas di poliklinik Rehabilitasi Medik wajib
melakukan evaluasi pasien setelah diterapi setiap 5
( lima ) kali
PROSEDUR Persiapan , dokter Rehabilitasi Medik melakukan :
1. Anamnese :
- Keluhan utama pasien / keluarga .
- Riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit
yang pernah diderita.
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PALSI SEREBRAL

No. Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/5


DHARMA YADNYA
- Riwayat prenatal, perinatal dan post-natal
Riwayat perkembangan motorik kasar, motorik halus,
bahasa/ komunikasi dan personal sosial, refleks –
refleks primitif yang persisten, tonus otot dan
posture.
- Riwayat adanya gangguan sensoris seperti
penglihatan, pendengaran, dan integrasi sensorik.
Adanya gangguan oromotor ( gangguan menelan ),
gangguan perilaku.
- Riwayat penggunaan obat-obatan dan alergi,
tindakan bedah, riwayat kejang, adanya kontraktur.
- Riwayat imunisasi, penggunaan alat bantu.
- Riwayat psikososial, keluarga, pendidikan
2. Pemeriksaan fisik dan fungsional :
Pemeriksaan mencakup pemeriksaan fisik umum,
pemeriksaan khusus muskuloskeletal, pemeriksaan
khusus neurologis, pemeriksaan khusus fungsi oromotor,
pemeriksaan fungsional milestone
3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan radiologi untuk kepala, panggul, lutut, ankle
CT scan, EEG Gait analysis BERA / OAE ( Otto acustic
emision ).
4. Diagnosis : meliputi Topografi, type dan etiologi.
Diagnosis fungsional : Palsi serebral dengan masalah :
gangguan kontrol motor, gangguan sensorik ( penglihatan,
pendengaran, dan integrasi sensorik ), gangguan
komunikasi, gangguan oromotor ( Dysphagia ),
gangguan perilaku, gangguan perkembangan.
5. Prognosis / masa pemulihan .
Prognosis ambulasi :
a. Palsi serebral ringan dapat ambulasi dan melakukan
AKS secara mandiri.
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PALSI SEREBRAL

No. Dokumen No Revisi Halaman

RSU B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/5


DHARMA YADNYA
b. Prognosis ambulasi baik bila refleks primitif hilang 18
bulan.
c. Prognosis ambulasi buruk bila refleks primitif menetap
setelah 18 bulan dan apabila 2 – 4 tahun belum
mampu duduk sendiri.
d. Palsi serebral diskinetik sebagian besar ( 75 % ) dapat
berjalan walaupun tidak stabil, 50 % dari yang
dapat berjalan tercapai
pada usia 3 tahun.
e. Palsi serebral menyeluruh (CP total body involvement)
prognosis umumnya buruk.
f. Palsi serebral hemiplegi dan diplegi umumnya mampu
ambulasi
Prognosis komunikasi :
a. Prognosis komunikasi verbal baik bila mampu
mengeluarkan suara bermakna , sebelum usia 2
tahun.
b. Prognosis komunikasi non verbal mampu
mengungkapkan ya dan tidak sebelum 2 tahun.
c. Prognosis kemampuan aktivitas kehidupan sehari-
hari (AKS) prognosis baik bila ada kontrol volunter
pada minimal 1 tangan mampu menggunakan alat
bantu AKS bila ada kontrol volunter pada minimal
satu sisi tubuh.
6. Pelaksanaan terapi Rehabilitasi Medik:
 Persiapan keluarga dan lingkungan dengan intervensi
dini untuk gangguan fungsi dalam mendukung
perkembangan anak .
 Terapi medikamentosa, bila diperlukan. ( anti kejang,
anti spastisitas.
 Fisioterapi :
 ’Positioning’ atau memposisikan bayi / anak sedemikian
rupa untuk mencegah bertambahnya tonus yang
abnormal dan menekan refleks yang abnormal,
memelihara posture yang baik, stimulasi pengalaman
motorik dan sensorik.
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PALSI SEREBRAL

No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 4/5
RSU
DHARMA YADNYA
 Terapi latihan dengan berbagai metode fasilitasi serta
managemen spastisitas dan aktivitas fungsional sesuai
dengan tahap perkembangan anak ( dengan atau tanpa
Hidroterapi )
 Terapi Okupasi :
o Latihan fungsional berdasarkan tahapan
perkembangan yang memperhatikan
kemampuan awal yang telah dicapai.
o Latihan sensorik tergantung jenis kelainan yang
ada ( penglihatan, pendengaran, integrasi
sensorik ).
 Terapi wicara :
o Terapi oromotor, terapi gangguan feeding /
menelan, terapi gangguan komunikasi.
 Psikologi :
o Terapi psikososial, pemeriksaan / test : SQ atau
IQ
 Rehabilitasi Edukasional : Bila secara fungsional telah
mencapai
o kemandirian rujuk ke SLB D / YPAC.
 Rehabilitasi vokasional : untuk CP dewasa .
o Bekerja di luar bila : IQ > 80, mampu ambulasi
dengan / tanpa alat Bantu jalan , mampu
bicara dan dapat dimengerti orang lain, fungsi
tangan normal dengan atau tanpa alat bantu.
o Bekerja ditempat perlindungan bila : IQ : 50 – 79,
ambulasi dengan / tanpa alat bantu jalan,
bicara dapat dimengerti orang lain, fungsi tangan
normal dengan / tanpa alat bantu.
Ortotik Prostetik :
Alat bantu aktivitas / alat bantu jalan
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PALSI SEREBRAL

No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 5/5
RSU
DHARMA YADNYA
Pemakaian ortose : splint/ brace ( resting, functional
antispasticity ), untuk ekstremitas bawah atau ekstremitas
atas.
Kursi roda khusus

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD,RIA,RIB, SMF TERKAIT


PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PASCA STROKE

No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/
00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Direktur
SPO Tanggal Terbit
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010 dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGETIAN Pemberian pelayanan secara multidisiplin dari tim Rehabilitasi


Medik yang meliputi Dokter Rehabilitasi Medik, Fisioterapi,
Terapi Okupasi, Terapi Wicara, Psikolog, PSM, Ortotik Prostetik,
sesuai dengan keperluan pasien berdasarkan manifestasi yang ada
TUJUAN Memberikan acuan tentang penanganan tim Rehabilitasi
Medik secara multidisiplin.
KEBIJAKAN  Semua pasien pasca stroke yang dikonsulkan /dirujuk ke
Rehabilitasi Medik diperiksa oleh dokter spesialis /
dokter yang bertugas di Poliklinik Rehabilitasi Medik.
 Dokter Spesialis Rehabilitasi medik / dokter yang bertugas
di Poliklinik Rehabilitasi Medik wajib membuat
Diagnose Rehabilitasi Medik (Diagnose Fungsional)
sesuai dengan IDH (Impairment, Disability, Handicap).
 Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang
bertugas di. Poliklinik Rehabilitasi Medik wajib
membuat program Rehabilitasi Medik yang meliputi
Fisioterapi, Okupasi Terapi, Terapi Wicara, Psikolog,
Oetotik Prostetik, PSM sesuai dengan keperluan pasien
berdasarkan manifestasi yang ada.
 Dokter spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang
bertugas di Poliklinik Rehabilitasi Medik wajib
mengevaluasi pasien.
PROSEDUR Bisa dilakukan di Bangsal atau di Poliklinik Instalasi Rehabilitasi
Medik Persiapan dokter Rehabilitasi Medik meliputi :
a. Penjelasan singkat tentang kondisi pasien pasca stroke
b. Pemeriksaan Vital Sign ( T, N, R )
c. Tentukan diagnose Rehabilitasi Medik ( Diagnose
Fungsional ) sesuai IDH.
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PASCA STROKE
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
Misal :
Monoporese / plegi / hemiporose / hcmiplegi / gangguan
bicara / gangguan berbahasa / gangguan menelan dengan
psikologis pada stadium I / D / I-I pasca stroke Non
Hemorhogik / Hemorhogik, Pilih jenis tindakan atau
modalitas yang aman dan cocok.
d. Untuk pasien diruangan, pelaksana terapi melaksanakan
tugas sesuai dengan program yang sudah dibuat oleh dokter
Rehabilitasi Medik, setiap hari kerja, dan melaporkan
perkembangan pasien kepada dokter.
e. Dokter melakukan evaluasi yang dibuat setiap 2 X
seminggu.

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD,ICU,RIA,RIB, SMF TERKAIT


PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN SINDROMA LBP (LOW BACK PAIN)
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2

RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN - Pemberian pelayanan secara multidisiplin dari tim Rehabilitasi


Medik kepada pasien dengan keluhan utama rasa nyeri atau
perasaan lain yang tidak enak di daerah tulang punggung
bagian bawah dan sekitarnya.
- Rasa nyeri LBP kadang-kadang bervariasi dengan disertai :
 Nyeri menjalar ke tungkai bawah
 Nyeri bertambah saat mengejan / batuk
 Rasa kesemutan ditungkai / kaki
 Penurunan tenaga pada anggota gerak bawah (lemah )
- Dengan variasi tersebut melalui pemeriksaan fisik dapat
ditegakkan differensial diagnose, apakah ini :
 Murni sindroma LBP
 Ischialgia
 HNP
TUJUAN Memberikan acuan tentang penanganan sindroma LBP bagi
tim rehabilitasi medik secara multidisiplin
KEBIJAKAN  Semua pasien dengan keluhan seperti tersebut di atas yang
dirujuk/dikonsukan Rehabilitasi Medik diperiksa oleh
dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang
bertugas di Poliklinik Rehabilitasi Medik.
 Dokter yang memeriksa wajib membuat diagnose
Rehabilitasi Medik / Diagnose Fungsional sesuai IDH
 Setelah diagnosa dibuat dokter spesialis Rehabilitasi medik /
dokter yang bertugas di Poliklinik rehabilitasi Medik
wajib membuat program Rehabilitasi Medik yang meliputi
Fisioterapi, Ortotik prostetik atas yang lain sesuai dengan
keperluan pasien.
 Dokter Rehabilitasi Medik wajib mengevaluasi pasien
setelah dilakukan terapi 5 X.
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN SINDROMA LBP (LOW BACK PAIN)
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
PROSEDUR Persiapan dokter Rehabilitasi Medik meliputi :
1. Anamnesa
- Keluhan pasien seperti tersebut diatas
- Adanya penyakit-penyakit lain dan hal-hal yang
perlu mendapat perhatian.
2. Pemeriksaan vital sign
3. Pemeriksaan fisik
- Spasme Otdt
- Test-test: SLR, Patric, Anti Patric, Schaler test.
4. Anjuran / Permintaan pemeriksaan penunjang yaitu Rontgent
Lumbo Sacral Ap - Lat.
5. Buat program Rehabilitasi Medik yang meliputi :
 Terapi Medikamentosa
- Analgetika
- NSAID
 Relaksasi otot
- Vitamin neurotropik
 Terapi dengan modalitas fisik disertakan dengan
keperluan :
- Diathermi (USD / MWD / SWD) selama 10-15
menit
- Stimulasi listrik ( TENS / Interferential )
- Traksi punggung ( setelah keluhan nyeri berkurang )
dengan beban + 1/3 BB selama 10-15 menit.
- Massage kalau diperlukan.
 Terapi latihan : penguatan otot abdomen ( William
flexion exercise ) atau back extension exercise
(Mckenzie)
 Ortosa : Penggunaan Brace / Korset
 Edukasi tentang posisi tubuh kebiasaan sehari-hari,
- Alas tidur keras
- Jangan mengangkat berat-berat dalam posisi
membungkuk, beritahu posisi-posisi yang benar.
- Jangan melompat-lompat.
- Berjalan harus tegak dan relax

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD,RIA,RIB, SMF TERKAIT


PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN SINDROMA AKAR SYARAF CERVICAL
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pemberian pelayanan secara multidisiplin dan tim Rehabilitasi


Medik kepada pasien dengan keluhan dimana terjadi rangsangan
atau penekanan terhadap akar syaraf leher yang ditandai dengan
rasa nyeri dileher dan menjalar ke bahu, lengan atas / bawah
tergantung akar syaraf mana yang terkena.
TUJUAN Memberikan acuan tentang penanganan tim Rehabilitasi
Medik secara multidisiplin
KEBIJAKAN - Semua pasien dengan keluhan seperti tes diatas yang dirujuk
Rehabilitasi Medik diperiksa oleh dokter Spesialis
Rehabilitasi Medik atau dokter yang bertugas di Poliklinik
Rehabilitasi Medik.
- Dokter yang memeriksa wajib membuat Diagnosa Rehabilitasi
(Diagnosa Fungsional) sesuai IDH.
- Setelah diagnosa dibuat dokter spesialis Rehabilitasi medik /
dokter yang bertugas di Poliklinik Rehabilitasi Medik
wajib membuat program Rehabilitasi Medik yang meliputi
Fisioterapi, Ortotik prostetik atas yang lain sesuai dengan
keperluan pasien.
- Dokter Rehabilitasi Medik wajib mengevaluasi pasien setelah
dilakukan terapi 5 X.
PROSEDUR Persiapan dokter Rehabilitasi Medik meliputi :
1. Anamnese
- Keluhan pasien mengenai kaku otot leher, pundak.
- Nyeri leher / kepala, punggung atas, lengan, tangan.
- Kesemutan belakang kepala, di leher, lengan, jari-jari
tangan Vertigo, migrain, nyeri dada.
- Kadang-kadang disertai dengan penurunan kekuatan
anggota gerak atas.
- Adanya penyakit lain, misal: Hipertensi, keganasan,
dll
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN SINDROMA AKAR SYARAF CERVICAL
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
2. Pemeriksaan Vital sign
3. Pemeriksaan fisik meliputi :
- Spasme Otot
- Test-test : Kompresi leher, ditraksi leher,
hiperekstensilieher.
4. Anjuran / Permintaan pemeriksaan penunjang yaitu Rontgen
Cervical Ap - Lat – Oblique
5. Buat program Rehabilitasi Medik yang meliputi :
a. Tempi Medikamentosa ( bila belum membawa resep
obat dari dokter yang mengirim)
Tindakan :
 Analgetika
 Anti inflamasi non steroid
 Relaksasi otot
 Vitamin neurotropik
b. Fisioterapid hari sebanyak 5 X lalu dievaluasi Tindakan
 Terapi panas/dingin, lama 10-20 menit
 Massage otot leher, Paraspinal
 Traksi leher beban ± 1/7 BB lama 10-15
menit
 Latihan (exercise) antara lain : RGS ( ROM
Exc) leher dan bahu Neck caillieat exercise
c. Ortotik Prostetik
Alat penyangga leher ( cervical collar) bila
diperlukan.
d. Edukasi: untuk korelasi sikap tubuh yang salah.
Program dibuat dengan memperhatikan Indikasi dan
Kontra Indikasi.

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD,RIA,RIB, SMF TERKAIT


PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN SINDROMA OSTEOARTHRITIS GENU
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
SPO Tanggal terbit Direktur
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pelayanan Rehabilitasi Medik pada pasien dengan keluhan kalau


di pagi hari dan nyeri lutut kalau berjalan, naik tangga atau saat
berdiri dari jongkok
TUJUAN Memberikan acuan tentang penanganan tim Rehabilitasi
Medik secara multidisiplin dalam menangani Osteoarthritis
Genu.
KEBIJAKAN  Seluruh pasien Osteoarthritis Genu yang datang / yang
dirujuk/dikonsulkan ke Rehahabilitasi Medik, harus
diperiksa oleh dokter Spesialis Rehabilitasi Medik /
dokter yang bertugas di Poliklinik.
 Dokter yang memeriksa wajib membuat diagnosa
Rehabilitasi Medik dan membuat program untuk
dilaksanakan oleh pelaksana terapi.
 Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang
bertugas di Poliklinik Rehabilitasi Medik wajib
mengevaluasi pasien setelah 5 X terapi / ada penyulit lain
PROSEDUR 1. Persiapan
Dokter Rehabilitasi Medik melakukan :
Anamnesa : Kaku lutut di pagi hari, nyeri waktu berjalan,
naik
tangga atau nyeri gerak. Pemeriksaan Fisik
 Nyeri gerak
 Pembengkakan
 Krepitasi
 Stabilitas Sendi
 Deformitas (Valgus atau Varus)
 Pemeriksaan Penunjang :
- Ro” foto lutut posisi Ap / Lateral
- Khusus (Skyline View)
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN SINDROMA OSTEOARTHRITIS GENU
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
2. Pelaksanaan
Program Rehabilitasi yang diberikan meliputi :
a. Terapi Medikamentosa (bila belum memperoleh resep /
obat ) yaitu :
 Analgetika
 Anti inflamasi Non Steroid
 Glukosamine – Chondroitin Sulphate
b. Fisioterapi tiap hari dimana setelah 5 kali akan dievaluasi
Berupa :
 Terapi panas / dingin : 10-20 menit
 Bila perlu dapat diberi TENS selama 10-20 menit
 Latihan (exercise) yaitu latihan luas gerak sendi
(ROM) dan penguatan otot-otot quadriceps.
c. Orthotik Prostetik
 Knee brace, bila diperlukan
 Alat Bantu jalan (cane, tripod dll ) bila
dibutuhkan
d. Edukasi : untuk konservasi sendi lutut Meliputi :
 Diit : menjaga berat badan berada pada batas
normal
 Menghindari menekuk lutut lebih dari 90 derajat
saat berdiri, duduk atau jongkok
 Naik tangga : gunakan lebih dahulu sisi yang
kurang sakit, sisi lain kemudian mensejajari.
Sebaliknya bila turun tangga.
 Menggunakan WC duduk
Program dibuat dengan memperhatikan indikasi dan
kontraindikasi

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD,RIA,RIB, SMF TERKAIT


PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN FRAKTUR SHAFT FEMUR
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/3
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pemberian pelayanan secara multi disiplin dari tim Rehabilitasi


Medik kepada pasien dengan keluhan discontinuitas (fraktur)
tulang femur ( paha) didaerah diaphyse dan tidak termasuk
daerah metaphyse atau persendian
TUJUAN Memberikan acuan tentang penanganan Rehabilitasi Medik
untuk pasien dengan Fraktur Shaft Femur secara konservatif atau
paska operasi
KEBIJAKAN  Semua pasien dengan kondisi seperti tersebut diatas yang
dirujuk/dikonsulkan ke Rehabilitasi Medik diperiksa oleh
dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang
bertugas di Poliklinik.
 Dokter yang memeriksa wajib membuat diagnose
Rehabilitasi
 Setelah diagnose dibuat, dokter Spesialis Rehabilitasi
medik / dokter yang bertugas di Poliklinik Rehabilitasi
Medik atau ruangan wajib membuat program Rehabilitasi
Medik yang meliputi Fisioterapi, Terapi Okupasi, Ortotis
Prostetis, atau yang lain sesuai dengan keperluan pasien.
 Dokter Rehabilitasi Medik wajib mengevaluasi pasien
setelah dilakukan terapi 5 x
PROSEDUR 1. Anamnesa :
Hal-hal yang berkaitan dengan kondisi penderita seperti rasa
lemas, pusing, vertigo dan nyeri atau dada berdebar dan
riwayat trauma
2. Pemeriksaan vital sign atau lihat di status kalau sudah ada.
3. Pemeriksaan Fisik :
- Lihat letak dan keadaan luka operasi
- Lihat jenis fixasi : apakah internal atau external
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN FRAKTUR SHAFT FEMUR
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/3
RSU
DHARMA YADNYA
- Periksa : pembengkakan, deformitas dan gerakan
abnormal, krepitasi dan penurunan fungsi
- Periksa luas gerak sendi (ROM) Hip, Knee dan Ankle
- Periksa kekuatan otot (MMT) pada keempat extremitas
- Periksa Lesi saraf di extremitas bersangkutan dan
ditempat lain.
- Periksa fraktur ditempat lain
Pemeriksaan Radiologi
(Lihat hasil Rontgen foto kalau sudah ada)
- Letak fraktur
- Keadaan fraktur : stabil / tidak
- Instrumen yang digunakan
- Penyembuhan fraktur : ( Union, Non Union, Malunion)
Diagnosa :
- Fraktur Shaft Femur dg internal / external fixasi
- Fraktur Shaft Femur dengan fraktur di tempat lain
- Fraktur Shaft Femur dengan masalah di Kardio Vaskuler
Pelaksanaan :
a. Minggu I
Hindari rotasi , latihan ROM pasif Hip dan Knee
Latihan aktif ROM knee dan Hip.
Latihan isometrik Quadricep, Gluteus
Ambulasi dg alat bantu jalan ( NWB )
b. Minggu II – IV
Hindari rotasi
Latihan ROM aktif , aktif assistif dan pasif menjelang
minggu IV knee dan Hip
Latihan isometrik dan isotonik Quadricep, Gluteus
Ambulasi dg alat bantu jalan ( WBI --- PWB ) untuk
fraktur stabil
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN FRAKTUR SHAFT FEMUR
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/3
RSU
DHARMA YADNYA
c. Minggu IV – VI
Latihan ROM aktif, aktif assistif, dan pasif.
Latihan penguatan : Isometrik, Resistive Isotonik
Exercise Quadricep, Hamstring dan Gluteus
Ambulasi : Weight Bearing dg alat bantu jalan
d. Minggu IX – XII
Latihan aktif / passif ROM knee dan Gluteus
Latihan penguatan ( progressive Ressistive Exercise )
Ambulasi : Full Weight Bearing / sebatas toleransi
dengan alat bantu
e. Minggu XII – XVI
Latihan lanjutan
Ambulasi : Full Weight Bearing tanpa alat bantu

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD,RIA,RIB, SMF TERKAIT


PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN FRAKTUR SHAFT TIBIA
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/3
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010

dr.I Wayan Semendra,SKM

PENGERTIAN Pemberian pelayanan secara multi disiplin dari tim Rehabilitasi


Medik kepada pasien dengan keluhan discontinuitas (fraktur)
tulang Tibia ( betis) didaerah diaphyse dan tidak termasuk daerah
metaphyse atau persendian
TUJUAN Memberikan acuan tentang penanganan Rehabilitasi Medik untuk
pasien dengan Fraktur Shaft Tibia secara konservatif atau paska
operasi.
KEBIJAKAN - Semua pasien dengan kondisi seperti tersebut diatas yang
dirujuk / dikonsulkan ke Rehabilitasi Medik diperiksa oleh
dokter Spesialis Rehabilitasi Medik / dokter yang bertugas
di Poliklinik Rehabilitasi Medik.
- Dokter yang memeriksa wajib membuat diagnose
rehabilitasi
- Setelah diagnose dibuat, dokter Spesialis Rehabilitasi
medik / dokter yang bertugas di Poliklinik Rehabilitasi
Medik atau ruangan wajib membuat program Rehabilitasi
Medik yang meliputi Fisioterapi, Terapi Okupasi, Ortotis
Prostetis, atau yang lain sesuai dengan keperluan pasien.
- Dokter Rehabilitasi Medik wajib mengevaluasi pasien
setelah dilakukan terapi 5 x
PROSEDUR 1. Anamnesa :
Hal-hal yang berkaitan dengan kondisi penderita seperti rasa
lemas, pusing, vertigo dan nyeri atau dada berdebar dan riwayat
trauma
1. Pemeriksaan vital sign atau lihat di status kalau sudah ada
2. Pemeriksaan Fisik :
- Lihat letak dan keadaan luka operasi
- Lihat jenis fixasi : apakah internal atau external
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN FRAKTUR SHAFT TIBIA
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/3
RSU
DHARMA YADNYA
- Periksa : pembengkakan, deformitas dan gerakan
abnormal, krepitasi dan penurunan fungsi
- Periksa luas gerak sendi (ROM) Hip, Knee dan Ankle
- Periksa kekuatan otot (MMT) pada keempat extremitas
- Periksa Lesi saraf di extremitas bersangkutan dan ditempat
lain.
- Periksa fraktur ditempat lain

4. Pemeriksaan Radiologi
(Lihat hasil Rontgen foto kalau sudah ada)
- Letak fraktur
- Keadaan fraktur : stabil / tidak
- Instrumen yang digunakan
- Penyembuhan fraktur : ( Union, Non Union, Malunion)
5. Diagnosa :
- Fraktur Shaft Tibia dg internal / external fixasi
- Fraktur Shaft Tibia dengan fraktur di tempat lain
- Fraktur Shaft Tibia dengan masalah di Kardio Vaskuler
6. Pelaksanaan :
a. Minggu I – II
 Hindari rotasi
 Latihan aktif ROM knee dan ankle.
 Latihan isometrik Quadricep, Tibialis
anterior,Gastocnemeus- Soleus
 Ambulasi dg alat bantu jalan ( NWB )
b. Minggu IV – VI
 Hindari rotasi
 Latihan aktif ROM knee dan ankle.
 Latihan isometrik dan isotonik Quadricep, Tibialis
anterior, Gastocnemeus-Soleus.
 Ambulasi dg alat bantu jalan ( WBI --- PWB )
untuk fraktur stabil
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN FRAKTUR SHAFT TIBIA
No. Dokumen No Revisi Halaman

B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/3
RSU
DHARMA YADNYA
c. Minggu VIII – XII
 Latihan ROM aktif, aktif assistif, dan pasif.
 Latihan penguatan : Gentle Progresive Resistive
Exercise
 Ambulasi : Weight Bearing dg alat bantu jalan.
d. Minggu XII – XVI
 Latihan lanjutan
 Ambulasi : Full Weight Bearing tanpa alat bantu

UNIT TERKAIT POLIKLINIK, IGD,RIA,RIB, SMF TERKAIT

Anda mungkin juga menyukai