RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit
STANDAR PROSEDUR ………2009 Direktur Utama
OPERASIONAL
3. Kebijakan : Pelayanan medis pasien dikelas III,kelas II,kelas I,dan VIP oleh
dokter spesialis yang merawat
4. Prosedur : 1. Dokter ruangan/ Dokter spesialis melengkapi dokumen catatan
medis setelah pasien berada diruangan.
2. Pasien yang masuk pada saat jam jaga dilaporkan kembali
kepada konsultan dalam laporan pagi kemudian diserahkan
kepada divisi yang sesuai atau dokter yang merawat. Bila
diagnosis belum tuntas, maka direncanakan langkah-langkah
pemeriksaan tertentu dan diagnosis harus sudah ditegakkan
bersama konsultan dalan 2 kali 24 jam, bila diperlukan
diacarakan dalam sidang ilmiah / kasus sukar dalam waktu < 1
minggu
3. Evaluasi pasien disesuaikan dengan hasil visite.
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit
STANDAR PROSEDUR ………2009 Direktur Utama
OPERASIONAL
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ……./2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
1. Pengertian : Dokter jaga adalah dokter yang bertugas diluar jam kerja
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ……../2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
1. Pengertian : Visite adalah kunjungan rutin dokter kepada pasien yang dirawat
diruang rawat inap
4. Prosedur : 1. Visite dilakukan setiap hari pada jam 08.00 – 14.00 wita,
bersama-sama dengan perawat ruangan yang bersangkutan.
Apabila ada kegawatan, visite dilakukan segera.
2. Hasil visite ditulis pada lembar catatan medis.
3. Bila dokter yang merawat tidak bisa melaksanakan visite
pada jam yang ditentukan, dan bila visite tersebut dapat
ditunda, dokter yang merawat agar menghubungi kepala
ruangan dan menyampaikan pada jam berapa visite akan
dilakukan. Bila dokter yang bersangkutan berhalangan, agar
dilakukan pendelegasian kepada dokter yang sejajar
kedudukannya, dan pendelegasian tersebut dipermaklumkan
kepada kepala ruangan.
4. Kepala ruangan mempermaklumkan kepada pasien/
keluarganya, bahwa dokter yang merawat berhalangan dan
digantikan oleh dokter pengganti.
5. Untuk pasien baru masuk, kepala ruangan wajib
menghubungi dokter yang merawat, segera setelah
pergantian perawat jaga malam dengan jaga pagi, atau segera
setelah pasien masuk.
5. Unit Terkait : 1. Dokter Umum
2. Dokter Spesialis
3. Perawat ruangan
MEMULANGKAN PASIEN
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR ……/2009
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM
INFORMED CONCERNT
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ……/2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit
STANDAR PROSEDUR ……2009 Direktur Utama
OPERASIONAL
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR …….2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ………2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
1. Pengertian : Adalah tindakan yang harus dilaksanakan oleh dokter dan dokter
Spesialis Anak sebagai alat penunjang diagnosis kelainan susunan
saraf pusat ( SSP)
2. Tujuan : Agar dapat melaksanakan pungsi lumbal dengan benar tanpa
menimbulkan komplikasi untuk membantu membuat diagnosis
kasus dengan kelainan susunan saraf pusat
3. Kebijakan : Secara klinis agar dapat membedakan kasus yang boleh atau tidak
boleh dilakukan pungsi lumbal. Dokter residen harus melaporkan
kepada supervisor Divisi Neurologi dengan lisan atau melalui
telpon.
4. Prosedur : 1. Dokter melaksanakan anamnesis dan pemeriksaan fisik
penderita yang dicurigai menderita kelainan SSP
2. Dokter meminta informed consent secara lisan kepada orang
tua / wali / pengantar pasien Bagi dokter yang biasa memakai
tangan kanan agar duduk disebelah kanan penderita dan
sebaliknya bagi yang kidal untuk melaksanakan LP
3. Cairan serebro spinal ( CSS ) ditampung pada botol steril
sebanyak 3 ml dan secepatnya kirim ke laboratorium sehingga
dalam kurun waktu kurang dari 1 jam sudah diperiksa.
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR ……….2009
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR …………2009
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR ….2009
PROSEDUR
OPERASIONAL dr.I Wayan Semendra,SKM
1. Pengertian : Gagal jantung adalah sindroma klinis dimana jantung tidak mampu
memompa darah / O2 keseluruh tubuh untuk memenuhi metabolisme
normal dalam tubuh.
2. Tujuan : Melaksanakan diagnose dan tindakan segera untuk memperoleh hasil
maksimal dan tanpa cacat
3. Kebijakan : Setiap dokter jaga dan dokter spesialis mengetahui diagnosis dini
tatalaksana penyakit jantung
4. Prosedur : 1. Kepastian Diagnosis :
1. Anamnese
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
2. Perawatan :
Bed rest total dengan posisi setengah duduk
O2 40% 2-4 L/menit
Restriksi cairan 80% dari kebutuhan normal dengan cairan
rendah garam
Periksa : Foto Thoraks, EKG, Darah rutin, Serum elektrolit,
analisa gas darah bila kasus berat, gula darah terutama pada
neonatus dan ekokardiografi.
Koreksi apabila terjadi hipoglikemia, asidosis metabilik dan
anemia
Cari faktor pencetus seperti : infeksi ( paling sering pneumoni
dan bronkiolitis ) turunkan panas bila ada.
Pasang ventilator bila edema paru hebat
Diet tinggi kalori dan rendah garam
Bila telah stabil dilakukan pemeriksaan ekokardiografi untuk
memastikan penyebab dasarnya bukan faktor kardiak
( jantung )
3. Terapi :
a. diuretik
b. Digitalis :
c. Inotropik :
Dopamin : 5 microgram / kgbb / menit
Dobutamin : 2 – 8 microgram / kgbb / menit
Kombinasi dopamin dengan dobutamin secara bersamaan
dengan dosis yang dikurangi
d. Kaptopril :
Dosis : 0,3 – 3 mg/kgbb/hari dalam 1-3 dosis terbagi
5. Unit Terkait : 1. Dokter Kardiologi Anak
2. Divisi Gawat Darurat / Anestesi
3. Dokter Spesialis anak
TROMBOLISIS INTRA VENA
PADA INFARK MIOKARD AKUT
RSU DHARMA
YADNYA
RSU DHARMA
YADNYA
RSU DHARMA
YADNYA
3. Kebijakan : 1. Penderita dirujuk oleh dokter yang merawat atau yang bertugas.
2. Tidak ada kontraindikasi.
3. Telah terjadwal untuk program rehabilitasi.
4. Prosedur : 1. Tim rehabilitasi telah mengevaluasi keadaan penderita sebelum
memberikan program.
2. Lakukan stratifikasi risiko (risiko rendah, sedang atau tinggi).
3. Rehabilitasi dilaksanakan sesuai fase (I, II atau III).
5. Unit Terkait : Dokter Kardiologis bersama dokter rehabilitasi Medik jantung, staf
PRM
2. Ilmu Kedokteran Jiwa
Konsultasi Jiwa
Pelayanan Medis Pasien-Pasien Jiwa Di Bangsal Rawat Inap
Pelayanan Medis Rawat Jalan Di Poliklinik Jiwa
Audit Medis
Kasus Kematian
Dokter Jaga
KONSULTASI JIWA
RSU
DHARMA YADNYA No Dokumen No Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU DHARMA
No Dokumen No Revisi Halaman
YADNYA
………………… ……………… …………/Komed/
… RSDY/..../2009
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR
……………………
OPERASIONAL
… dr.I Wayan Semendra,SKM
ERITRODERMI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit
STANDAR Direktur Utama
PROSEDUR ................
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
1. Pengertian : Kemerahan dengan skuama di seluruh tubuh/ hampir seluruh tubuh. Dapat
disebabkan oleh psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis seboroik,
dermatitis kontak, erupsi obat,
limfoma, pitiriasis rubra pilaris, pemfigus foliaseus dan lain-lain.
2. Tujuan : Mengobati eritrodermi dan mencegah/ mengobati komplikasi
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
4. Prosedur : 1. Dilakukan pemeriksaan DL, UL, FL, BUN, Serum Kreatinin, LFT,
dan biopsi kulit.
2. Fototorak dan EKG (bila ada indikasi).
3. Diberikan Prednison 30-60 mg/hari, kemudian ditapering.
4. Diberikan CTM 3 x 4 mg / hari atau mebidrolin napadisilat 50
mg/hari atau
5. loratadin 10 mg/ hari atau setirisin 10 mg/ hari bila gatal.
6. Bila ada fokal infeksi diberikan antibiotik: amoksisilin atau
eritromisin atau sesuai
7. dengan tes sensitivitas.
8. Bila disebabkan oleh psoriasis diberikan MTX 15 – 25 mg/minggu
selama 4 - 6 minggu
9. Bila disebabkan oleh limpoma/ sezary dikonsulkan ke penyakit
dalam
10. Bila disebabkan oleh karena dermatitis atopik, setelah sembuh
dilakukan
11. tes tusuk.
12. Bila disebabkan dermatitis kontak, setelah sembuh dilakukan tes
tempel
13. Topikal diberikan oleum olivarum atau krim yang mengandung
hidrokortison 1 %
14. hindari bahan-bahan yang bersifat iritasi
15. Diet tinggi protein dan kalori (TKTP), minum cairan yang cukup,
menjaga
16. Keseimbangan cairan & elektrolit
17. Bila menggigil diberikan selimut, bila demam > 38 diberikan
antipiretik
18. Konsul ke gigi, THT untuk mencari fokal infeksi
19. Bila dehidrasi & hipoalbumin diberikan infus kemudian konsul ke
Penyakit Dalam
SINDROM STEVENS-JOHNSON
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…………/Komed/RSDY/..../2009 .......................... ............................
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit
STANDAR Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
4. Prosedur : 1. Rawat inap, awasi tensi, nadi, suhu dan kesadaran 24 jam
2. Dilakukan pemeriksaan DL, UL, FL, LFT, RFT, kalau perlu foto X
paru
3. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, diberikan infus NaCl
0,9% dan glukosa 5% (1:1). Bila terdapat syok atau gagal ginjal
dikonsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam
4. Semua obat yang diminum sebelumnya dihentikan
5. Diberikan deksametason i.v. 4 x 5 mg/hari. Bila keadaan kritis telah
diatasi, turunkan dosis dengan cepat (5 mg/hari). Bila dosis sudah
rendah diganti dengan prednison/ metil prednisolon dan tapering
6. Antibiotik spektrum luas (jarang menimbulkan alergi) diberikan
bersama-sama dengan pemberian deksametason, yaitu gentamisin
2x80 mg i.v. /hari 5-7 hari. Bila alergi gentamisin atau terdapat
kelainan ginjal, diberikan siprofloksasin 2 x 400 mg i.v. atau
klindamisin 2 x 600 mg i.v.
7. Bila demam menetap, antipiretik diberikan dengan hati-hati (melalui
rapat khusus)Bila terdapat purpura yang luas diberikan transfusi
darah (konsulkan ke penyakit dalam).
8. Diet rendah garam dan tinggi protein
9. Bila kadar kalium rendah diberikan KCL 3 x 500 mg/ hari
10. Untuk stomatitis diberikan boraks gliserin 10 % atau kenalog in
orabase
11. Lesi yang basah diberikan kompres salin 0,9% atau kalium
permanganas 1/10000 dan lesi yang kering diberikan bedak salisil
1% atau krim hidrokortison 1 – 2,5%
12. Konsul ke dokter spesialis mata
13. Tes kulit (tes tempel) dengan bahan obat yang dicurigai dilakukan
6 minggu setelah sembuh
14. Diberikan kartu alergi yang memuat obat yang dicurigai sebagai
penyebab.
5. Unit Terkait : Penyakit Kulit,ICU, Penyakit Dalam, THT, Mata, Patologi Klinik,
Radiologi
NEKROLISIS EPIDERMAL TOKSIK
1. Pengertian : NET merupakan penyakit yang akut dan fatal disertai oleh pengelupasan
kulit yang luas (lebih dari 30%), lesi pada mukosa lubang alam dan gejala
konstitusi yang berat. Tanda Nikolsky positif
2. Tujuan : Mengobati dan mencegah komplikasi
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
4. Prosedur : 1. Rawat inap, awasi tensi, nadi, suhu dan kesadaran 24 jam
2. Dilakukan pemeriksaan DL, UL, FL, LFT, RFT, kalau perlu foto X
paru, tes Tzanck dan Histopatologi (untuk membedakan dengan
SSSS)
3. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, diberikan infus NaCl
0,9% dan glukosa 5% (1:1). Bila terdapat syok atau gagal ginjal
dikonsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam
4. Semua obat yang diminum sebelumnya dihentikan
5. Diberikan deksametason i.v. 4 – 6 x 5 mg/hari. Bila keadaan kritis
telah diatasi, turunkan dosis dengan cepat (5 mg/hari). Bila dosis
sudah rendah diganti dengan prednison/ metil prednisolon dan
tapering.
6. Antibiotik spectrum luas (jarang menimbulkan alergi) diberikan
bersama-sama dengan pemberian deksametason, yaitu gentamisin
2x80 mg i.v. /hari 5-7 hari. Bila alergi gentamisin atau terdapat
kelainan ginjal, diberikan siprofloksasin 2 x 400 mg i.v. atau
klindamisin 2 x 600 mg i.v.
7. Bila demam menetap, antipiretik diberikan dengan hati-hati (melalui
rapat khusus)Bila terdapat purpura yang luas diberikan transfusi
darah (konsulkan ke dokter spesialis penyakit dalam).
8. Diet rendah garam dan tinggi protein
9. Bila kadar kalium rendah diberikan KCL 3 x 500 mg/ hari
10. Untuk stomatitis diberikan boraks gliserin 10 % atau kenalog in
orabase
11. Lesi yang basah diberikan kompres salin atau kalium permanganas
1/10000 dan lesi yang kering diberikan bedak salisil 1% atau krim
hidrokortison 1 – 2,5%
12. Konsul ke dokter spesialis mata
13. Tes kulit (tes tempel) dengan bahan obat yang dicurigai dilakukan 6
minggu setelah sembuh
14. Diberikan kartu alergi yang memuat obat yang dicurigai sebagai
penyebab.
5. Unit Terkait : ICU, Penyakit Dalam, THT, Mata, Patologi Klinik, Radiologi, Patologi
Anatomi
PEMFIGUS VULGARIS
RSU DHARMA
YADNYA
1. Pengertian : Pemfigus salah satu penyakit autoimun yang menyerang kulit dan mukosa
ditandai dengan bula kronik berdinding kendur, terletak intra epidermal.
Penyakit ini bersifat fatal. Secara klinis dibedakan atas bentuk ringan
(kelainan kulit < 1/3 luas permukaan kulit), bentuk sedang ( sampai 50%
luas permukaan kulit) dan bentuk berat ( > 50% luas permukaan kulit)
2. Tujuan : Mengobati dan mencegah terjadi komplikasi
5. Unit Terkait : Penyakit Kulit,Penyakit Dalam, Gigi & Mulut, Mata, ICU.
ERISIPELAS DAN SELULITIS
RSU DHARMA
YADNYA
RSU DHARMA
YADNYA
1. Pengertian : Furunkel ialah radang folikel rambut dan jaringan kulit sekitarnya
Karbunkel ialah lesi yang terdiri dari kumpulan beberapa furunkel.
2. Tujuan : Mengobati dan mencegah komplikasi
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin
(PERDOSKI, 2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU
Dharma Yadnya
4. Prosedur : 1. Pemeriksaan gram (bahan dari pus), DL, UL, Gula darah,
biakan bila ada indikasi.
2. Pengobatan sistemik:
a. Kloksasilin 3 x 500 mg p.o/hari selama 5 – 7 hari,
atau
b. Sefadroksil 2 x 500 mg p.o/hari selama 5 – 7 hari
atau sesuai dengan tes sensitivitas.
3. Bila alergi penisilin diberikan :
a. Eritromisin 4 x 500 mg p.o/hari selama 5 – 7 hari,
atau
b. Linkomisin 3 x 500 mg p.o/hari selama 5 – 7 hari,
atau
c. Klindamisin 3 x 300 mg p.o/hari selama 5 – 7 hari
Bila furunkel terletak di wajah diantara sudut mata dan
sudut mulut pasien di rawat inap dan diberikan:
Sefotaksim 1 gram/ 8 jam selama 7-10 hari atau penisilin
G prokain : 1,2 juta
IU , im , 1 kali/ hari selama 10 hari.
Bila alergi terhadap penisilin diberikan :
Siprofloksasin 2 x 400 mg i.v selama 7 hari ( untuk > 13
tahun ) atau Klindamisin 2 x 600 mg i.v selama 7 hari.
Antipiretik/ Analgetik : asam mefenamat 3 x 500 mg/hari.
4. Pengobatan topikal :
a. Bila terjadi abses dilakukan insisi kemudian
dikompres dengan: rivanol 0,1% atau kalium
permanganas1/5.000 atau larutan povidon iodin
7,5% dilarutkan 10 kali
b. Bila lesi kering diberikan salep yang mengandung
asam fusidat atau mupirosin atau neomisin-
basitrasin
5. Unit Terkait : Penyakit Dalam, Penyakit Saraf
VARISELA
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit Direktur Utama
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
1. Pengertian : Infeksi akut oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf
terutama berlokasi dibagian sentral tubuh.
RSU DHARMA
YADNYA
1. Pengertian : Adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah infeksi primer.
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
5. Unit Terkait : Spesialis Penyakit Dalam, Gigi & Mulut, Spesialis Mata
DERMATITIS HERPETIFORMIS
1. Pengertian Penyakit yang menahun dan residif dengan ruam berupa vesikel
: berkelompok, simetris disertai rasa sangat gatal. Terdapat
gluten-sensitive enteropathy.
4. Prosedur : 1. Pemeriksaan DL, UL, LFT, tes G6PD, tes sitologi dan
histopatologi. Imunofluoresensi belum bisa dikerjakan.
2. Diberikan dapson 200 – 300 mg/hari sampai lesi menyembuh
kemudian dosis diturunkan setiap minggu.
3. Diberikan antihistamin CTM 3 x 4 mg / hari atau mebidrolin
napadisilat 2x50 mg/hari atau loratadin 10 mg/ hari atau
setirisin 10 mg/ hari .
- Pengobatan topikal: Bedak yang mengandung asam salisilat
1% dan mentol 0,5 % atau krim yang mengandung
hidrokortison 1 – 2,5 % dan kloramfenikol 2 %.
4. Diet gluten dan obat yang mengandung yodida.
5. Bila ada dugaan gangguan coeliac disease konsul ke Bagian
Penyakit Dalam
RSU DHARMA
YADNYA
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
RSU DHARMA
YADNYA
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
4. Prosedur : 1. Pemeriksaan tes Tzanck.
2. HG episode pertama (primer dan non primer)
- Simtomatik: asam mefenamat 3 x 500 mg dan kompres salin/
PK 1/10.000 atau povidon iodin.
- Antivirus : asiklovir 5 x 200mg/hari p.o selama 7 hari atau
Valasiklovir 2 x 500mg/hari p.o selama 7 hari
- Pada kasus berat (imunokompromis) dirawat inap : Asiklovir
intravena 5mg/kgBB tiap 8 jam selama 7-10 hari.
3. HG rekurens
a. Lesi ringan : terapi simtomatik atau krim asiklovir dioleskan 5-
6 X/hari
b. Lesi berat : asiklovir 5 x 200mg/hari p.o selama 5 hari atau
valasiklovir 2 x 500mg/hari p.o selama 5 hari
c. Rekurensi lebih dari 8 kali/tahun, diberi terapi supresif:
Asiklovir 3-4 x 200mg/hari atau Valasiklovir 1 x 500mg/hari
4. Konseling :
a. Mencegah penularan kepada pasangan seksual.
b. Kemungkinan risiko tertular HIV
c. Pemeriksaan terhadap pasangan seksual .
5. Unit Terkait : Spesialis Kulit,Spesialis Urologi, Spesialis obgin
GONORE
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit ,
STANDAR PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
4. Prosedur : a. Pengobatan:
- Doksisiklin 2 x 100mg p.o selama 14 hari atau
- Tetrasiklin 4 x 500 mg p.o selama 14 hari atau
- Eritromisin 4 x 500 mg p.o selama 14 hari atau
- Trimetoprim (80mg) dan sulfametoksasol (400mg)
- 2 kali sehari 2 tablet selama 14 hari
b. Konseling :
- Mencegah penularan kepada pasangan seksualnya
- Kemungkinan risiko tertular HIV
- Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetapnya
RSU DHARMA
YADNYA
1. Pengertian : Ulkus mole adalah penyakit ulkus genital yang disebabkan oleh
Hemophilus ducreyi
RSU DHARMA
YADNYA
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
Pedoman penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual (DEPKES RI 2006)
4. Prosedur : a. Stadium I :
- Tes serologis Sífilis (TSS), pada saat ini bisa (+) atau (-)
- Pemeriksaan mikroskop lapangan gelap : (+) atau (-)
b. Stadium II :
- Pemeriksaan dari lesi dengan mikroskop lapangan gelap : (+)
atau (-)
- TSS : RPR (++), VDRL (+), TPHA (+) titer tingi
c. Stadium II laten : TSS : (+)
d. Pengobatan:
1. Obat pilihan :
Benzatin benzil penisilin (benzatin penisilin G), dengan dosis
tergantung stadium
Stadium I dan II : 2,4 juta IU IM dosis tunggal
Stadium laten lanjut : 2,4 juta IU IM 3X dengan interval
1 minggu
2. Obat alternatif:
Doksisiklin 2 x 100mg p.o selama 30 hari atau
Tetrasiklin 4 x 500 mg p.o selama 30 hari atau
Eritromisin 4 x 500 mg p.o selama 30 hari
3. Konseling :
- Mencegah penularan kepada pasangan seksualnya
- Kemungkinan risiko tertular HIV
- Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetapnya
5. Unit Terkait : Spesialis saraf,spesialis penyakit dalam, spesialis anak, spesialis obsgyn
KONDILOMA AKUMINATA
RSU DHARMA
YADNYA
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
Pedoman penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual (DEPKES RI 2006)
4. Prosedur : a. Pengobatan:
1. Tingtura podofilin (TP) 25%:
- Sebelum mengolesi lesi dengan TP, kulit disekitar lesi diolesi
salep pelindung (vaselin album).
- Segera dicuci setelah 4 jam
- Pengobatan diberikan 1-2 kali setiap minggu.
- Kontra indikasi untuk wanita hamil
2. Trichlor Acetic Acid (TCA) 80 – 90% : caranya sama dengan
penggunaan TP.
3.Krim imikuimod 5%: digunakan 3 kali seminggu selama 16
minggu
4. Bedah listrik (elektrokauter).
5. Bedah beku dengan menggunakan Nitrogen cair, karbon dioksida
padat. Penggunaan diulang setiap 1 minggu
6. Konseling :
- Mencegah penularan kepada pasangan seksual
- Kemungkinan risiko tertular HIV
- Pemeriksaan terhadap pasangan seksual tetap
RSU DHARMA
YADNYA
1. Pengertian : Psoriasis adalah penyakit peradangan kulit yang kronik residif ditandai
dengan plak eritematosa , diatasnya terdapat skuama kasar, berlapis-lapis,
transparan disertai fenomena bercak lilin, tanda Auspitz dan Koebner.
Klasifikasi
Psoriasis ringan : PASI < 8 , luas lesi < 5 %dari permukaan kulit
Psoriasis sedang : PASI 8-12, luas lesi 5-20 %
Psoriasis berat : PASI > 12, luas lesi > 20 %, komplikasi pustular
psoriasis, mengenai telapak tangan dan kaki, tidak resposif terhadap
kortikosteroid topikal
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
4. Prosedur : 1. Dilakukan pemeriksaan DL, UL, FL, BUN, Serum Kreatinin, LFT,
dan biopsi kulit.
2. Topikal, untuk psoriasis ringan dan sedang.
Salep campuran asam salisilat 3 – 5% dan tar (LCD 3 - 5 %), antralin
0,2-0,6 % salep/krim, kortikosteroid topikal poten atau kalsipotriol
krim.
3. Sistemik, untuk psoriasis yang berat
Metotreksat 7,5- 25 mg po / minggu selama 4 – 6 minggu atau
Retinoid : Acitretin 0,3-1,0 mg/kg hari selam 2-4 bulan atau
kombinasi dengan fototerapi
4 Fototerapi, untuk psoriasi yang sedang/ berat
Fototerapi dengan Narrow band UVB atau Broad band UVB atau
Fotokemoterapi memakai psoralen (PUVA)
5. Untuk mencari fokal infeksi konsul ke THT, Gigi
MELASMA
RSU DHARMA
YADNYA
3. Kebijakan : Standar pelayanan medik dokter spesialis kulit dan kelamin (PERDOSKI,
2004)
4. Prosedur : 1. Dilakukan pemeriksaan lampu wood
2. Penatalaksanaan :
- Medikamentosa :
Topikal :
- Hidroquinon 2 -5 % atau
- Tretinoin 0.025 – 0.1 % atau
- Asam azeleat 20 % atau
- Asam kojik 4 % atau
- Kombinasi dari obat-obat diatas
- Tabir surya
- Tindakan :
- Peeling: AHA, Jessner, TCA
- Bedah listrik
3. Saran
- Hindari sinar matahari dengan selalu memakai tabir surya /
pelindung fisik. Pengobatan saat kehamilan dan saat menyusui
tidak dianjurkan
5. Unit Terkait : Tidak ada
VITILIGO
5. Unit Terkait : -
MIKRODERMABRASI
RSU DHARMA
YADNYA
5. Unit Terkait :
DERMATITIS ATOPIK
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit
STANDAR Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
3. Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
4. Prosedur : 1. Pemeriksaan Dl, Ul, Fl, Jumlah Total Eosinofil Dan Ige
2. Pengobatan Topikal:
Lesi Basah Diberikan Kompres Larutan Salin Atau Kalium
Permanganas 1/10000.
Lesi Kering Diberikan Krim Hidrokortison 1 – 2,5% Atau
Pimekrolimus 1 % Dan Olium Olivarum (Untuk Anak),
Triamsinolon 0,025% Atau Fluosinolon 0,25% (Untuk Dewasa).
3. Pengobatan Sistemik :
Diberikan Antihistamin Ctm 3 X 4 Mg / Hari Atau Mebidrolin
Napadisilat 2 X 50
Mg /Hari Atau Loratadin 10 Mg/ Hari Atau Setirisin 10 Mg/ Hari .
Bila Rekalsitran Pada Orang Dewasa Diberikan Kortikosteroid 20
– 30 Mg/Hari
Atau Siklosporin 3 – 5 Mg/Kg Bb/Hari Atau Fototerapi (Uva 1, 311
Nmuvb).
4. Bila Terjadi Infeksi Sekunder Diberikan Eritromisin P.O Atau Sesuai
Dengan Hasil Tes Sensitivitas.
5. Bila Sudah Ada Perbaikan Atau Sembuh Dilakukan Tes Tusuk.
6. Saran:
Hindari Kontak Dengan Bahan-Bahan Iritan , Seperti Sabun, Wool
Dan Nilon.
Mandi Menggunakan Sabun Khusus Untuk Kulit Kering.
Penderita Juga Menghindari Suasana Yang Menimbulkan
Berkeringat.
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal Terbit
STANDAR Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
1. Pengertian : : Dermatitis Kontak Ialah Dermatitis Yang Terjadi Akibat Pajanan Dengan
Bahan Iritan Atau Alergen Pada Kulit. Dibedakan Atas 2 Bentuk Yaitu:
Dermatitis Kontak Iritan Dan Dermatitis Kontak Alergi
3. Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
4. Prosedur : 1. Pengobatan Topikal:
Lesi Basah Diberikan Kompres Larutan Salin Atau Kalium
Permanganas 1/10000.
Lesi Kering Diberikan Krim Hidrokortison 1 – 2,5%, Fluosinolon
0,25% Atau Triamsinolon 0,025% Atau Desoksimetason 0,025%
Sesuai Dengan Indikasi.
2. Pengobatan Sistemik :
Diberikan Antihistamin Ctm 3 X 4 Mg / Hari Atau Mebidrolin
Napadisilat 2 X 50
Mg/Hari Atau Loratadin 10 Mg/ Hari Atau Setirisin 10 Mg/ Hari .
Bila Berat Diberikan Kortikosteroid P.O 20 –30 Mg/Hari (Prednison
Atau Metil Prednison) Selama 3 – 5 Hari.
3. Bila Terjadi Infeksi Sekunder Diberikan Amoksisilin Atau
Eritromisin.
Bila Ada Perbaikan Atau Sembuh Dilakukan Tes Tempel
1. Pengertian : Erupsi Obat Ialah Reaksi Pada Kulit Dan Mukosa Yang
Timbul Akibat Pemberian Obat Melalui Suntikan, Infus,
Peroral, Hidung, Rektum, Vagina Atau Obat Topikal. Bentuk
Klinis Berupa Urtikaria, Erupsi Makulo-Papuler, Eksantema
Fikstum, Purpura (Vaskulitis), Eritema Nodusum, Eritema
Multiforme, Eritrodermi.
4. Prosedur : 1. Pemeriksaan Dl, Ul, Fl, Lft, Rft . Rast (Untuk Mengetahui
Ige Spesifik), Belum Bisa Dikerjakan.
2. Eliminasi Obat Yang Dicurigai.
3. Kortikosteroid (Prednison/ Metil Prednisolon) 30 – 40
Mg/Hari Selama 5 – 7 Hari Kemudian Di Tapering.
4. Diberikan Antihistamin Ctm 3 X 4 Mg / Hari Atau
Mebidrolin Napadisilat 2 X 50 Mg/Hari Atau Loratadin 10
Mg/ Hari Atau Setirisin 10 Mg/ Hari .
5. Bila Terdapat Infeksi Sekunder Diberikan Eritromisin 3 X
500 Mg/Hari Selama 5 Hari Atau Berdasarkan Tes
Sensitivitas.
6. Topikal Diberikan Bedak Yang Mengandung Asam
Salisilat 1% Dan Mentol 0,5% Atau Krim Hidrokortison 1
– 2,5% Untuk Lesi Yang Kering, Lesi Yang Basah
Dikompres Dengan Larutan Salin.
7. Setelah Sembuh (6 Minggu) Dilakukan Uji Tempel Atau
Uji Tusuk Bila Uji Tempel Negatif
RSU DHARMA
YADNYA
Pengertian : Urtikaria Adalah Reaksi Vaskuler Lokal Pada Kulit Yang Ditandai Oleh
Udem Setempat Yang Berwarna Merah Atau Keputihan Pada Kulit Atau
Selaput Lendir. Bentuk Akut Bila Berlangsung < Dari 6 Minggu, Kronis
Bila > 6 Minggu.
Angioudem Bila Lesi Mengenai Jaringan Subkutis Atau Submukosa.
Kebijakan Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
Prosedur 1. Periksa Dl, Ul, Fl, Jumlah Total Eosinofil, Ige, Komplemen C2,C3,C4
(Angioudem Herediter), Cryoglobulin, Cold Hemolysin (Cold
Urtikaria). Uji Dermografism, Uji Ice Cube Dan Tes Exercise.
2. Mencari Fokal Infeksi Pada Tht, Gigi, Ims.
3. Bentuk Akut
Diberikan Antihistamin Ctm 3 X 4 Mg / Hari Atau Mebidrolin
Napadisilat 2 X 50mg /Hari Atau Loratadin 10 Mg/ Hari Atau
Setirisin 10 Mg/ Hari .
Bila Urtikaria Generalisata Atau Angioudem Diberikan
Kortikosteroid P.O (Prednison Atau Metil Prednisolon) 20 – 40 Mg/
Hari
Bila Terdapat Tanda-Tanda Anafilaksis Diberikan Adrenalin
1/10.000.
0,3 Cc Subkutan Dan Konsul Ke Penyakit Dalam.
Bila Terdapat Obstruksi Jalan Nafas Diberikan Adrenalin Subkutan
Dan Kortikosteroid (Deksametason 5 Mg I.M.) Dan Konsul Ke Tht.
4. Bentuk Kronis
Diberikan Antihistamin Ctm 3 X 4 Mg / Hari Atau Mebidrolin
Napadisilat 50mg/Hari Atau Loratadin 10 Mg/ Hari Atau Setirisin
10 Mg/ Hari Atau Kombinasi
Obat-Obat Diatas Dengan Simetidin.
Eliminasi Diet Yang Dicurigai Seperti Telur, Susu, Ikan Laut,
Kacang, Coklat, Tomat, Stroberi, Zat Pengawet Makanan Atau
Minuman, Zat Pewarna Makanan Dan Lain-Lain
5. Topikal Diberikan Bedak Asam Salisilat 1 % Dan Mentol 0,5%
6. Bila Sudah Ada Perbaikan/ Sembuh Dilakukan Tes Tusuk Atau Tes
Tempel Atau Tes Fototempel
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
Pengertian : Morbus Hansen Adalah Penyakit Infeksi Kronis Yang Disebabkan Oleh
Mycobacterium Leprae Yang Bersifat Obligat Intra Selular. Saraf Perifer
Sebagai Afinitas Pertama, Lalu Kulit Dan Mukosa Saluran Nafas Atas
Kemudian Dapat Ke Organ-Organ Kecuali Susunan Saraf Pusat. Ada 2
Bentuk Yaitu :
1. Paucy Basiler (1 – 5 Lesi)
2. Multi Basiler (> 5 Lesi)
Tujuan : Mengobati, Mencegah Komplikasi Dan Kecacatan
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR
OPERASIONAL Direktur Utama
Pengertian : Reaksi Kusta Tipe I Merupakan Episode Akut Dari Perjalanan Penyakit
Kusta Dengan Gangguan Neuritis Berat.
Tujuan : Mengobati Dan Mencegah Timbulnya Kelumpuhan
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
RSU DHARMA
YADNYA
Pengertian : Reaksi Kusta Tipe Ii Merupakan Episode Akut Dari Perjalanan Penyakit
Kusta Dengan Timbulnya Nodul Eritema Dan Gangguan Konstitusi.
Tujuan Mengobati Dan Mencegah Timbulnya Enl Yang Berulang.
Kebijakan Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Standar Pelayanan Medik Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dharma
Yadnya
RSUP DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
Pengertian Penyakit Jamur Superfisial Yang Ditandai Bercak Eritema Batas Tegas
Disertai Central Healing, Disebabkan Oleh Kelompok Dermatofita
(Trichophyton Sp, Epidermophyton Sp, Microsporum Sp). Klinis Dapat
Berupa Tinea Kapitis, Tinea Korporis, Tinea Kruris, Tinea Pedis, Tinea
Manum, Tinea Ungium.
Tujuan : Mengobati Dan Mencegah Komplikasi
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Prosedur 1. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan Sediaan Langsung Koh 20% Dengan Mikroskop
Biakan Agar Sabouroud Atau Sabouroud Plus (Tidak Selalu
Dikerjakan)
Pemeriksaan Lft (Bila Diberikan Griseofulvin, Ketokonazol)
2. Penatalaksanaan :
a.Topikal :
Obat Pilihan : Terbinafin Sekali Sehari Selama 7 Hari
Alternatif : Golongan Azol, Siklopiroksolamin,Naftifin Hcl
b. Sistemik : Bila Lesi Kronis Atau Luas
Griseofulvin Oral 10 – 25 Mg/Kgbb/Hari Atau Selama 4 – 6 Minggu,
Atau
Itrakonazol 2 X 100 Mg Selama 2 Minggu, Atau
Terbinafin Oral 1 X 250 Mg/Hari (2 Minggu)
3. Pengobatan Khusus:
a. Tinea Kapitis :
Obat Pilihan Griseofulvin Fine Particle 10 – 20 Mg/Kgbb/
Hari Selama 12 Minggu
Alternatif : Terbinafin 62,5 – 750 Mg/ Hari → 2 – 3 Minggu,
Atau Itrakonazol. Rambut Dicuci Dengan Sampo Antimikotik
b. Tinea Unguium :
Bila Mengenai 1 – 2 Kuku Dengan Rusaknya Lempeng Kuku <
2/3 Bagian
Obat Pilihan Siklopiroksolamin Topikal (Cat Kuku).
Alternatif : Golongan Azol.
Bila Mengenai > 2 Kuku Dan Rusaknya Lempeng Kuku > 2/3
Obat Pilihan: Itrakonazol 2 X 200 Mg/Hari Selama Seminggu
Dalam Sebulan, Selama 2 – 3 Bulan.
Alternatif: Terbinafin 1 X 250 Mg/Hari Selama 3 Bulan.
c. Tinea Pedis :
Khusus Bentuk Moccasin Foot, Itrakonazol 2 X 100 Mg/Hari
Atau Terbinafin 1 X 250 Mg/ Hari, Selama 4 – 6 Minggu.
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
Pengertian : Infeksi Jamur Yang Disebabkan Spesies Candida Bisa Mengenai Kulit,
Mukosa Dan Kuku. Klinis Berupa Bercak Eritema Batas Tidak Tegas
Dengan Lesi Satelit
Tujuan : Mengobati, Mencegah Komplikasi Dan Menghindari Faktor-Faktor
Predisposisi.
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Prosedur : 1. Pemeriksaan Penunjang Dengan Pemeriksaan Koh 20%/ Atau
Pewarnaan Gram Dan Biakan Dengan Agar Sabouroud (Tak Selalu
Dikerjakan).
2. Pengobatan :
a. Kandidosis Kutis :
Topikal Dengan Obat Golongan Azol Selama 2 – 3 Minggu Atau
Nistatin 4 – 6 Minggu
Sistemik Diberikan Pada Lesi Yang Luas Atau Pasien
Imunokompromis, Dengan Ketokonazol 200 Mg/Hari Selama
1 – 2 Minggu Atau Itrakonazol 2 X 100 Mg/Hari.
b. Kandidosis Kuku :
Topikal Sama Dengan Tinea Unguium
Sistemik Dengan Itrakonazol 400 Mg/Hari Selama Seminggu Setiap
Bulan, Selama 2 – 3 Bulan.
c. Kandidosis Mukosa :
Mulut : Golongan Azol Bentuk Gel Selama 2 – 3 Minggu
Vagina : - Itrakonazol 2 X 100 Mg Selama 3 Hari, Atau
Flukonazol 1 X 150 Mg /Hari Atau Supp. Vagina Golongan Azol.
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
dr.I Wayan Semendra,SKM
RSUP DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
Pengertian : Penyakit Kronik Oleh Berbagai Jamur Dengan Adanya Nodus Subkutan
Yang Membesar Dan Teraba Keras.
Tujuan : Mengobati Dan Mencegah Komplikasi.
Kebijakan : Standar Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit Dan Kelamin (Perdoski,
2004)
Prosedur 1. Rawat Jalan, Bila Berat Dapat Rawat Inap
2. Pemeriksaan Penunjang :
a. Sediaan Koh 20%
b. Kultur Dengan Agar Sabouroud
c. Pemeriksaan Histopatologi
3. Pengobatan :Itrakonazol 200 Mg/Hari Selama 3 Bulan
Unit Terkait : Bedah, Penyakit Dalam
4.Standar Prosedur Operasional Ilmu Kesehatan Mata
4.1
PELAYANAN POLIKLINIK MATA
NO. DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN
PENGERTIAN Memasukkan pasien adalah proses melakukan rawat inap pasien atas
indikasi
TUJUAN Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada pasien
:
KEBIJAKAN 1. Semua pasien yang ada indikasi rawat inap harus dimasukkan ke
: ruang rawat inap
2. Rawat inap dilakukan di kelas III, II, kelas I, VIP dengan
prosedur tetap rawat inap
PENGERTIAN Dokter jaga adalah dokter yang bertugas diluar jam kerja
:
TUJUAN 1. Memberikan pelayanan medis kepada pasien yang datang diluar
: jam kerja
2. Memberikan pelayanan medis terhadap setiap keluhan pasien di
ruangan di luar jam kerja
KEBIJAKAN 1. Dokter jaga Bagian Mata terdiri dari:
: 2. Dokter jaga memberikan pelayanan medis kepada pasien baru
dan pasien yang telah dirawat selama jam jaga
PENGERTIAN Teknik operasi scleral buckling yaitu memasang band pada sklera,
melakukan krioterapi dan punksi cairan sub retinal space
TUJUAN Untuk menempelkan kembali retina yang terlepas dari bagian
: neurosensoris retina
KEBIJAKAN Pelayanan dimulai pkl.08.00-13.00 WITA di OK UGD RSU
: Dharma Yadnya dilaksanakan oleh Dokter Divisi Vitreo-retina,
Dokter Spesialis Mata di Divisi Vitreo- Retina
PROSEDUR 1. Pasien tidur terlentang dengan anestesi umum
: 2. Desinfeksi dengan betadine pada mata dan sekitarnya
3. Suntik retrobulber 4 cc Lidocain 2% dengan spuit 5 cc.
4. Teugel palpebra superior dan inferior dengan benang silk 4-0
5. Idendifikasi lokasi detachment dan break dengan indirek
funduskopi
6. Peritomi konjungtiva sekitar limbus semua kwadran (360º)
7. Fiksasi semua musc. rektus dan muscle hook, kemudian
dipegang dengan longgar dengan benang silk 3-0
8. Pasang silikon band diameter 4-0 dibawah musc. rektus yang
dibantu dengan pinset dan arteri klem, dengan sambungan
diantara musc.rektus inferior dan lateral.
9. Jahit silikon band pada sklera dengan benang mersilk 5-0
sejauh 14 mm dari limbus.Sambung silikon band pada inferior
lateral dengan tubenya dan jahit.
10. Pungsi ( jika detachment tinggi) dengan ujung jarum spuit 26 G
pada sklera dekat silikon band, shg lokasi pungsi tertutup band,
dibawah detachment (blass) sampai cairan subretinal fluid
keluar.
11. Dilakukan krio sampai ujungnya putih, masing2 2-3 titik pada
sklera arah apek bola mata dibawah silikon band.
12. Injeksi udara steril atau gas SF6 kedalam bola mata (vitreus)
dengan spuit 26 G pada daerah 4 mm dari limbus inferior
temporal, sampai tekanan bola mata cukup.
13. Eratkan silikon band sampai tekanan bola mata kira2 sesuai
dengan beban 5/7.5 Tonometri Schiotz
14. Dekatkan konjungtiva ke limbus, dan jahit dengan benang
vicryl 8-0 pada daerah temporal dan nasal.
15. Suntik 0,5 cc Gentamisin sub konjungtiva pada daerah inferior
atau superior.
16. Beri tetes mata dan bola mata ditutup dengan gaas steril.
17. Operasi selesai
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR TANGGAL TERBIT
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN : Teknik operasi memotong jaringan trabekulum dan iris perifer untuk
memperlancar aliran humor aquos dari bilik mata depan ke bilik mata
belakang
TUJUAN : Memperlancar aliran humor aquos
KEBIJAKAN Pelayanan dimulai pkl.08.00-13.00 WITA di OK UGD RSU Dharma
Yadnya Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis Mata
1. Anestesi lokal retrobulber/peribulber.
PROSEDUR : 2. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9
3. Persempit lapangan operasi dengan doek steril
4. Pasang blefarostat
5. Fiksasi muskulus rektus superior dengan silk 4.0
6. Peritomi konjungtiva 60º (jam 11- 13) di superior
7. Atasi perdarahan dengan cauterisasi
8. Grooving sklera dengan blade no 15bentuk :
2x2 mm
9. Tunnel sklera sampai 1mm clear corneal
10. Sideport di jam 9 dengan blade no 15 atau 11/ slit/spuite 1
ccMasukkan viscoelastic gel melalui sideport untuk melindungi
endotel kornea
11. Potong jaringan trabekulum berbentuk segiempat (1x1mm) dengan
spuit 1 cc/ puncture
12. Iridektomi perifer dengan gunting vannas
13. Jahit sklera dengan nylon 10.0, sebanyak 3 jahitan
14. Jahit konjungtiva dengan vicryl 8.0, sampai menutupi insisi sklera
15. Injeksi gentamicin/garamicin/debikacin 0.5 cc subkonjungtiva
16. Injeksi dexamethason 0.5 cc subkonjungtiva
17. Antibiotik + steroid tetes (C. Xitrol eye drop) + Antibiotika salep
mata (Gentamicin eye oint)
18. Dressing operasi selesai
PENGERTIAN : Teknik Insisi dan Curetage yang dilakukan pada kelenjar Meibom, Zeis
dan Moll yang mengalami infeksi
TUJUAN : Mengeluarkan dan membersihkan pus dan jaringan granulasi
KEBIJAKAN : Pelayanan dimulai pkl.08.00-13.00 WITA di bedah minor polimata dan
OK UGD RSU Dharma yadnya , Dilaksanakan oleh Dokter Spesialis
Mata
PROSEDUR : 1. Pasien terlentang diatas meja operasi
2. Mata ditetes Pantocain 2 % sebanyak 2 tetes
3. Desinfeksi dengan betadine pada daerah operasi.
4. Suntik anestesi lokal dengan Lidocain 2% sebanyak 2cc sekitar
jaringan hordiolum, atau pasien anak-anak dengan anastesi umum.
5. Masa dijepit dengan alat Hordiolum klemp, dengan bagian yang
licin melindungi kornea.
6. Dilakukan insisi dengan ujung pisau sampai keluar pus atau
jaringan granulasi.
7. Dilakukan kuretage dengan alat kuret sesuai dengan besarnya
hordiolum sampai keluar darah segar.
8. Irigasi dengan cairan betadine
9. Beri salep Gentamisin.
10. Tutup gaas verban
11. Setelah selesai, beri resep obat Salep mata Gentamisin, Amoxicillin
500 dan Mefenamic acid 500 mg.
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR TANGGAL TERBIT
PROSEDUR Direktur Utama
OPERASIONAL
EPILEPSI
NO DOKUMEN: REVISI: - HALAMAN:
RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL
……………
Dr.I Wayan Semendra,SKM
Pengertian Nyeri kepala adalah perasaan tidak enak atau nyeri yang dirasakan
dari daerah orbital sampai daerah oksiput.
Tujuan Untuk menangani penderita dengan nyeri kepala baik primer
maupun sekunder.
Kebijakan Pasien dengan nyeri kepala primer diperiksa di poliklinik, bisa
langsung pulang atau rawat inap atau konsultasi ke bagian terkait.
Penderita dengan nyeri kepala sekunder diperiksa di polilinik ,
konsultasi ke bagian terkait atau langsung rawat inap.
Prosedur Anamnesis, pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang: foto kepala, EEG, CT scan kepala.
Unit terkait Bedah Saraf, Psikiatri, THT, Gigi, Mata, Radiologi.
STROKE HEMORAGIK
RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR TERBIT Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr.I Wayan Semendra,SKM
Pengertian Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, berlangsung > 24 jam
atau menyebabkan kematian, saat aktivitas/istirahat, kesadaran
baik/terganggu, nyeri kepala/tidak, muntah/tidak, riwayat hipertensi
(faktor risiko stroke lainnya), lamanya (onset), serangan
pertama/ulang, semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak.
Ada defisit neurologis, fokal atau menjadi global,
hipertensi/hipotensi/normotensi.
Tujuan Merawat secara optimal dan memulihkan kondisi penderita.
Kebijakan Pedoman Tatalaksana stroke hemoragik.
Prosedur 1. Anamnesis.
2. Pemberian oksigen, pemasangan infus , pengambilan darah
lengkap, termasuk gula darah dan elektrolit (bila diperlukan), dan
pemeriksaan EKG.
3. Pemberian obat-obat neuroprotektan, pemberian obat
antihipertensi dan anti kejang (bila diperlukan).
4. Pemeriksaan penunjang: CT scan kepala dan thorak foto.
5. Konsultasi:
- Dokter spesialis Penyakit Dalam (ginjal/hipertensi,
endokrin), kardiologi bila ada kelainan organ terkait.
- Dokter spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemoragis yang
perlu dioperasi (aneurisma, AVM, evakuasi hematom)
- Gizi.
- Rehabilitasi medic (setelah dilakukan prosedur neuro
restorasi dalam 3 bulan pertama pasca onset).
6. Penatalaksanaan/terapi:
- Umum: ditujukan terhadap fungsi vital: paru, jantung, ginjal,
keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, hygiene.
- Khusus: pencegahan dan pengobatan komplikasi.
Rehabilitasi.
Pencegahan stroke: tindakan promotif primer dan sekunder.
7. Penatalaksanaan khusus:
- Perdarahan subaraknoid: Anti-vasopasmus: Nimodipine.
Neuroprotektan.
- Perdarahan intraserebral:
Konservatif:
Memperbaiki faal hemostasis (bila ada gangguan faal
hemostasis).
Mencegah/mengatasi vasopasmus otak akibat
perdarahan: Nimodipine.
Neuroprotektan.
Operatif:
Dilakukan pada kasus yang indikatif/memungkinkan:
Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda
peningkatan TIK akut dan ancaman herniasi otak.
Perdarahan serebelum.
Volume perdarahan lebih dari 30 cc, atau diameter > 3
cm terutama pada fosa posterior.
Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum.
GCS > 7.
Terapi kompilasi:
- Anti edema: Larutan manitol 20%.
- Anti biotika, antidepresan, antikonvulsan: atas indikasi.
- Anti thrombosis vena dalam dan emboli paru.
Penatalaksanaan faktor risiko:
- Antihipertensi: Fase akut stroke dengan persyaratan
tertentu (Guidelines stroke 2004).
- Antidiabetika: Fase akut stroke dengan persyaratan
tertentu (Guidelines stroke 2004).
- Antidislipidemia: atas indikasi.
Terapi nonfarmako:
- Operatif.
- Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik.
- Edukasi.
Unit terkait - Bagian Penyakit dalam (ginjal/hipertensi, endokrin), Kardiologi
bila ada kelainan organ terkait.
- Bagian Bedah (Bedah Saraf untuk kasus hemoragis yang perlu
dioperasi) (aneurisma, AVM, evakuasi hematom).
- Bagian Gizi.
VERTIGO
RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR TERBIT Direktur Utama
PROSEDUR
OPERASIONAL
Dr.I Wayan Semendra,SKM
RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL
STANDAR PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL
RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR PROSEDUR TERBIT Direktur Utama
OPERASIONAL
NEUROINFEKSI
RSU DHARMA
YADNYA
TANGGAL a.n. Direksi
STANDAR PROSEDUR TERBIT: Direktur Utama
OPERASIONAL
PERSALINAN PRETERM
PENGERTIAN 1. Kehamilan < 37 minggu dengan perkiraan Berat Badan Janin <
2500 gram.
2. Ada kontraksi uterus ≥ 2 x per 10 menit.
3. Ada tendensi peningkatan pembukaan serviks.
TUJUAN Mencegah terjadinya persalinan preterm
KEBIJAKAN Mencegah terjadinya persalinan preterm dengan pemberian obat-obat
tokolitik sampai upaya tersebut gagal atau ada kontraindikasi pemberian
tokolitik.
PROSEDUR 1. Tirah baring ke satu sisi.
2. Monitor kontraksi uterus dan denyut jantung janin.
3. Cari kemungkinan penyebab terjadinya persalinan preterm :
a. Sistitis
b. Pyelonefritis
c. Bakteriuria asimptomatis
d. Inkompetensi serviks, dll
4. Tentukan umur kehamilan dengan lebih pasti :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan klinis
c. Pemeriksaan ultrasonografi
5. Tokolitik tidak diberikan pada keadaan-keadaan :
a. Adanya infeksi intrauterin.
b. Adanya solusio plasenta.
c. Adanya lethat fetal malformation
d. Adanya kematian janin dalam rahim (KJDR)
6. Pemberian tokolitiik dengan memakai :
a. MgSO4 (magnesium sulfat)
b. Ritodrin
7. Pemberian glukokortikoid pada UK kurang dari 35 minggu :
a. Deksametason 5 mg IM, 4 dosis selama 6 jam yang dapat diulangi
setelah 1 minggu kemudian.
b. Glukokortokoid tidak boleh diberikan apabila ada tanda-tanda
infeksi.
UNIT TERKAIT : Neonatologi
FARMAKOLOGIS :
(1) Pada Preeklampsi Ringan boleh rawat jalan : Roboransia (VIT E2
x 200 mg, N.A.C. 3 x 400 mg Glisodin 3 x 250 mg)
(2) Pada Preeklampsi Berat : (umur kehamilan < 37 minggu)., Infus
RL yang mengandung Dextrose 5%, 60-125 cc/jam, Anti kejang :
MgSO4 50% : 10 gr i.v., diulang dengan dosis 5 gr MgSO4 50%
i.v. setiap 6 jam sampai 24 jam.
(3) Anti Hipertensi : Bila tekanan darah 180/110 mg diberikan
klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10cc larutan (untuk suntikan).
Disuntikan mula-mula 5 cc i.v. perlahan-lahan selama 5 menit.
Lima menit kemudian diukur tekanan darahnya, bila belum ada
penurunan MAP 90 – 120 mg maka diberikan lagi 5 cc i.v. dalam
5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan Nifedipin 3 x 10 mg.
(4) Pada Preeklampsi Berat yang dilakukan terminasi (aterm)
pemberian anti kejang MgSO4 50%, dengan dosis 10 gr secara
intra vena kemudian dilanjutkan dengan pemberian 5 gr MgSO4
50% masing-masing intramuskuler pada bokong kanan dan kiri.
(5) Pada Eklmpsia :
- Anti Kejang MgSO4 20% 4 gr. Intra vena pelan-pelan selama 3
menit, disusul dengan 10gr MgSo4 50% terbagi dalam dosis 5
gr bokong kanan dan kiri. Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 5
gr MGSO4 50% Intramuskuler sampai 6 jam bebas kejang pasca
persalinan. Bila terjadi kejang lagi, diberikan MGSO4 20%, 2 gr
i.v. sekali saja. Bila timbul kejang lagi, diberikan Penthofal 5 mg
/ kg BB/i.v. pelan-pelan.
- Non Farmakologis : Tirah baring, diet tinggi kalori, tinggi
protein.
- Bedah : Penanganan bedah (SC) dilakukan berdasarkan indikasi
Obstetri .
- Indikasi terminasi adalah :
Preeklampsia Ringan dengan komplikasi pada :
1. Anak (IUGR. Berat janin dan hasil kesejahteraan janin
jelek
2. Ibu terjadinya HELLP Syndrome
Preeklampsia Berat aterm/preterm dengan komplikasi pada ibu dan
anak.
UNIT TERKAIT Kardiologi, Neurologi, Anestesiologi, Neonatologi
PLASENTA PREVIA
PENGERTIAN Suatu keadaan dimana insersi plasenta di segmen bawah rahim (SBR)
sampai menutupui sebagian atau seluruh osteum uteri internum pada umur
kehamilan 28 minggu atau lebih.
TUJUAN Mencegah morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.
KEBIJAKAN Semua penderita dengan perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan
pemeriksaan dalam kecuali kemungkinan plasenta previa sudah
disingkirkan.
PROSEDUR Janin non-viabel : konservatif dengan pemberian kortikosteroid.
Janin viabel : segera dilahirkan.
Cara persalinan : Seksio sesarea, pervaginam (bila bukan plasenta
previa totalis).
Bila perdarahan aktif, segera dilahirkan dengan seksio sesaria.
Transfusi kalau perlu
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Neonatologi
PENGERTIAN Pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum inpartu, dan
bila diikuti 1 jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan.
TUJUAN Mencegah morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
KEBIJAKAN 1. Pada KPD preterm menunda persalinan sampai paru janin matang
dan pada KPD aterm memberikan kesempatan untuk terjadinya
inpartu spontan.
2. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi
obstetri.
PROSEDUR
A. KPD dengan kehamilan aterm
1. Antibiotika profilaksis, ampicilin 4X500 mg selama 7 hari
2. Admission test, bila hasilnya patologis dilakukan terminasi
kehamilan
3. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam. Bila ada kecendrungan
meningkat ≥ 37,6OC dilakukan terminasi kehamilan.
4. Bila temperatur rektal tidak
meningkat selama 12 jam dan belum ada tanda-tanda inpartu,
dilakukan terminasi kehamilan.
5. Bila dilakukan terminasi kehamilan, lakukan evaluasi skor pelvis
a. Bila PS ≥ 5 dilakukan induksi dengan oksitosin drip.
b. Bila PS < 5 dilakukan pematangan serviks.
B. KPD dengan kehamilan preterm
1. Penderita dirawat di rumah sakit.
2. Diberikan antibiotika, ampisilin 4X500
mg selama 7 hari.
Diberikan kortikosteroid (UK <35 mg), deksametason 5 mg @ 6
jam IM.
4. Observasi di kamar bersalin :
a. Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang
obstetri.
b. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam. Bila ≥ 37,6 OC
dilakukan terminasi kehamilan
5. Di ruang obstetri :
a.Observasi temperatur rektal setiap 6 jam.
b. Pemeriksaan laboratorium : Lekosit dan
LED @ 3 hari.
6. Selama observasi di ruangan, dilakukan USG
a.Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan.
b.Bila oligohidramnion, dipertimbangkan untuk terminasi
SOLUSIO PLASENTA
PENGERTIAN Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus
sebelum janin dilahirkan.
TUJUAN Mencegah morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
KEBIJAKAN Cara terminasi kehamilan tergantung pada derajat solusio plasenta, serta
komplikasi yang terjadi pada ibu dan bayi.
PROSEDUR 1. Pada solusio palsenta derajat 0-1 persalinan diusahakan
pervaginam dengan monitoring KTG dan faktor-faktor pembekuan
darah Pada solusio plasenta derajat 2-3 persalinan dilakukan dengan
seksio sesaria.
2. Pada Kematian Janin Dalam Rahim (KJDR) dilakukan
amniotomi dilanjutkan dengan drip oksitosin serta monitoring
faktor-faktor pembekuan darah.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi dan Spesialis Anak
LETAK SUNGSANG
PENGERTIAN Janin membujur dalam uterus dengan bokong/kaki pada bagian bawah.
TUJUAN Menurunkan morbiditas dan mortalitas bayi.
KEBIJAKAN Urutan cara persalinan pada letak sungsang adalah :
1. Usahakan spontan Bracht Manual aid.
2. Total ekstraksi (harus dipertimbangkan terlebih dahulu).
PROSEDUR 1. Waktu hamil (antenatal) :
pada umur kehamilan 28-30 minggu mencari kausa dengan USG
(plasenta previa, kelainan kongenital, kehamilan ganda, kelainan
uterus)
Ukuran dan evaluasi panggul. Bila tidak ditemukan kelainan
dilakukan perawatan konservatif dan rencana persalinan lebih
agresif.
Bila hasil pemeriksaan USG tidak menemukan kelainan maka
dilakukan :
Knee chest position.
Versi luar (bila tidak ada kontraindikasi).
Bila versi luar berhasil, kontrol 1 minggu lagi dan dikelola
sebagai presentasi kepala.
2. Bila versi luar gagal, kontrol kembali 1 minggu lagi, dicoba versi
luar sekali lagi.Waktu persalinan :
Persalinan pervaginam diberi kesempatan bila tidak ada
hambatan dalam pembukaan (skor Zachtuchni Andros ≥ 5).
Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila :
persalinan pervaginam diperkirakan sulit dan berbahaya
(skor Zachtuchni Andros < 3).
Tali pusat menumbung.
Didapatkan distosia.
Umur kehamilan (premature dengan EFW < 2000 gram,
UK > 42 mg).
Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan).
Komplikasi kehamilan dan persalinan (HDK, KPD).
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Neonatologi.
PARTUS KASEP
KEHAMILAN/PERSALINAN
DENGAN JARINGAN PARUT UTERUS
RSU DHARMA
YADNYA No. Dokumen No. Revisi Halaman
PENGERTIAN Kehamilan yang disertai riwayat seksio sesaria sekali atau lebih atau pasca
miomektomi sebelumnya.
TUJUAN Menurunkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi.
KEBIJAKAN 1. Perawatan di rumah sakit pada saat inpartu atau terminasi
kehamilan.
2. Persalinan pervaginam (trial of scar) dapat dicoba bila tidak ada
kontraindikasi.
PROSEDUR 1. Dievaluasi indikasi SC sebelumnya, jumlah SC, jenis sayatan dan
komplikasi yang terjadi.
2. Bila jenis sayatan klasik/korpore atau SC ≥ 2 kali dilakukan SC
primer dan steril saat aterm.
a. Bila jenis sayatan transprofunda, saat UK 38 minggu :Bila
indikasi operasi menetap, dilakukan SC primer.
b. Bila indikasi operasi tidak berulang tetapi ada penyulit seperti
letsu, KPD, plasenta previa, dilakukan SC primer.
c. Bila tidak ada penyulit, tunggu inpartu spontan sampai UK 42
minggu. Bila tidak inpartu dilakukan SC elektif.
b. Bila kehamilan aterm dan inpartu, nilai kemajuan persalinan.
Bila kemajuan persalinan berjalan baik, persalinan pervaginan
dengan kala II dipercepat. Bila mengalami distosia/gawat janin
dilakukan SC.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Neonatologi
PENGERTIAN Kematian janin dalam uterus yang beratnya ≥ 500 gram, umur kehamilan
telah mencapai 20 minggu atau lebih.
TUJUAN Terminasi kehamilan.
KEBIJAKAN Melahirkan janin dengan meminimalisasi komplikasi pada ibu
PROSEDUR 1. Konservatif/pasif :
a. Rawat jalan.
b. Menunggu persalinan spontan 1-2 minggu.
c. Pematangan serviks : misoprostol, estrogen.
d. Pemeriksaan kadar hematokrit, trombosit dan fibrinogen tiap
minggu.
2. Aktif :
a. Dilatasi serviks dengan :
Batang laminaria Balon kateter.
b. Induksi :
Misoprostol.
Prostaglandin tablet vaginal (prostin E).
Oksitosin.
3. Perawatan rumah sakit :
a. Bila harus segera ditangani.
b. Bila ada gangguan pembekuan darah (koagulopati).
c. Bila ada penyulit infeksi berat.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi
KEHAMILAN KEMBAR
PENGERTIAN Kehamilan dengan lebih dari satu embrio/janin dalam satu gestasi
TUJUAN Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
KEBIJAKAN Mengantisipasi komplikasi yang dapat terjadi selama kehamilan dan
persalinan.
PROSEDUR 1. Saat ANC :
a. Perawatan antenatal seperti biasa, antisipasi kemungkinan
komplikasi (komplikasi pada ibu : anemia, persalinan
prematur, plasenta previa, solusio plasenta, preeklampsia,
perdarahan post partum. Komplikasi pada bayi : cacat
bawaan, BBLR, KJDR, morbiditas dan mortalitas perinatal).
b. Lebih banyak istirahat saat UK 7 bulan sampai aterm.
2. Saat persalinan :Diharapkan pervaginam kecuali bayi
pertama kelainan letak.
a. Bila bayi pertama bukan letak kepala, dianjurkan
untuk seksio sesaria.
b. Drip oksitosin bukan merupakan kontraindikasi absolut.
c. Hati-hati kemungkinan perdarahan post partum.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Neonatologi.
:
PENGERTIAN : Perdarahan abnormal yang terjadi di dalam atau di luar siklus haid ,
tanpa disertai kelainan organik baik dari genital maupun extragenital
TUJUAN : Menghentikan perdarahan dan mengatur siklus haid.
KEBIJAKAN : 1. Membuat diagnosis PUD dengan menyingkirkan
kemungkinan kelainan organik.
2. Menghentikan perdarahan Memperbaiki keadaan umum
penderita.
3. Mengatur siklus haid.
PROSEDUR : 1. Menghentikann perdarahan :
a. Kuretase dilakukan untuk penderita yang sudah kawin.
b. Obat-obatan :
Estrogen.
Biasanya dipilih estrogen alamiah seperti estrogen
konyugasi. Estrogen yang lain adalah etinil estradiol.
Dosis : 25 mg IV diulang setiap 3-4 jam maksimal 4 kali
pemberian (bila perdarahan banyak).
Progesteron.
Untuk memberikan keseimbangan pengaruh pemberian
estrogen.
Progesteron yang dipilih adalah progesteron alamiah seperti
medroksi progesterone asetat (MPA) dan progesterone.
Dosis : 10-20 mg perhari (MPA) selama 7-10 hari atau
noretisteron 3X1 tablet selama 7-10 hari.Pil kombinasi.
Unrtuk merubah endometrium menjadi reaksi desidua.
Dosis : bila perdarahan banyak dapat diberikan 4X1 selama
7-10 hari kemudian dilanjutkan 1X1 selama 3-6 siklus.
Senyawa antiprostaglandin.
Terutama diberikan pada penderita dengan kontraindikasi
pemberian estrogen dan progesteron misalnya pada
penderita dengan kegagalan fungsi hati dan ginjal.
2. Mengatur siklus haid
a. Segera setelah perdarahan berhenti, dilanjutkan dengan
pengaturan siklus haid.
b. Untuk mengatur siklus haid dapat diberikan :
Pil KB selama 3-6 bulan.
Progesteron 2X1 tablet selama 10 hari mulai hari ke-
16-25 siklus haid.
UNIT TERKAIT : -
MENOPAUSE
PENGERTIAN : Haid terakhir yang masih dikendalikan oleh fungsi hormon endogen,
dipastikan setelah amenore 12 bulan dan ditandai oleh kadar FSH dan
LH yang tinggi serta kadar estrogen dan progesteron yang rendah.
TUJUAN : Meningkatkan kualitas hidup penderita.
KEBIJAKAN : Memberikan terapi sulih hormon bila tidak ada kontraindikasi.
PROSEDUR : 1. Tanpa uterus :
. Estrogen kontinyu 1 X 0,625 mg selama 25 hari Menopause
alamiah (dengan uterus) :
a. Sekuensial : estrogen konyugasi 1 X 0,625 mg (25 hari)
ditambah 10 hari terakhir MPA 1 X 10 mg.
b. Kontinyu : estrogen konyugasi 1 X 0,625 mg dan MPA 1 X
10 mg.
UNIT TERKAIT : Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Spesialis Penyakit Dalam (Geriatri),
Bedah Ortopedi dan Traumatologi.
INFERTILITAS
PENGERTIAN Salah satu teknik inseminasi semen yang dilakukan intra uterin,
sebagai bagian dari ruang lingkup inseminasi artifisial
TUJUAN Mengupayakan kehamilan.
KEBIJAKAN Mengupayakan kehamilan bagi pasangan suami istri yang sah.
PROSEDUR Sama seperti tahap-tahap pemeriksaan pasangan infertil. Tindakan IUI
dipilih pada kasus-kasus yang terindikasi untuk itu, seperti :
1. Infertilitas karena faktor serviks.
2. Gangguan ovulasi.
3. Endometriosis ringan.
4. Faktor immunologik.
5. Faktor suami.
6. Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya
.
UNIT TERKAIT Spesialis Obstetri dan Ginekologi,Andrologi, Urologi
TEKNOLOGI REPRODUKSI BANTUAN
UNIT TERKAIT -
LEKORE
PENGERTIAN Setiap pengeluaran cairan pervaginam lebih dari normal dan bukan
berupa darah.
TUJUAN Mengobati lekore dan mencegah terjadinya komplikasi lanjutan.
KEBIJAKAN Mengobati lekore sesuai dengan penyebabnya.
PROSEDUR 1. Trikomonas vaginalis
Pengobatan ditujukan terhadap wanita dan pasangannya.
Penderita : metronidazol 2X500 mg selama 5 hari,
metronidazol supp, atau canesten dosis tunggal.
Pasangan seksual : metronidazol 2X500 mg selama 5 hari.
2. Vaginosis bacterial oleh karena
Gardenella vaginalis
Pengobatan dirujukan terhadap penderita dan pasangannya.
Metronidazol 2X500 mg selama 7 hari.
Klindamisin 2X300 mg selama 7 hari.
3. Candida albican
Ketokonazol 150 mg dosis tunggal.
Trikonazol 2X500 mg selama 5 hari.
4. Nisseria gonore
Ampisilin 1000 mg dosis tunggal atau
Thiampenicol 1000 mg dosis tunggal.
UNIT TERKAIT -
KEHAMILAN EKTOPIK
UNIT TERKAIT -
PENYAKIT RADANG PANGGUL
PENGERTIAN Radang bernanah yang terjadi pada ovarium dan atau tuba fallopii
unilateral/bilateral
TUJUAN Mengobati penyakit dan mencegah komplikasi lanjutan.
KEBIJAKAN Mengobati penyakit dan mencegah komplikasi lanjutan.
PROSEDUR 1. ATO utuh :
a. Konservatif.
b. MRS
c. Tirah baring semi fowler.
d. Observasi tanda vital dan produksi urin.
e. Antibiotika :
Kombinasi I :
Ampisilin 4X1-2 gr/hari/IV selama 5-7
hari.
Gentamisin 5 mg/kg BB/hari/IV 2
kali/hari selama 5-7 hari.
Metronidazol 2X1 gram/rektal selama 5-
7 hari.
Kombinasi II :
Sefalosporin generasi III, 2-3X1
gram/hari selama 5-7 hari.
Metronidazol 2X1 gram/rektal selama 5-
7 hari.
f. Operasi laparotomi.
2. ATO pecah :
a. Laparotomi (kultur pus dan pasang drainase).
b. Antibiotika :
Sefalosporin generasi III, 2-3X1 gram/hari
selama 5-7 hari.
Metronidazol 2X1 gram/rektal selama 5-7 hari.
UNIT TERKAIT -
MIOMA UTERUS
LESI PRAKANKER
UNIT TERKAIT -
MOLA HIDATIDOSA
UNIT TERKAIT -
UNIT TERKAIT -
KORIOKARSINOMA
PENGERTIAN : Tumor Trofoblas Gestasional (TTG) yang terjadi pasca kehamilan mola
atau non mola, ditandai dengan adanya sel-sel sinsitiotrofoblas yang
atipik tanpa
vili korialis di uterus atau jaringan lain
TUJUAN Mempertahankan fungsi reproduksi
Mengurangi masa tumor Menjaga quality of life
Mengurangi/menghilangkan efek samping
Memberikan dukungan psikis/konseling
KEBIJAKAN
PROSEDUR I. Cara terapi :
A. Kemoterapi
Merupakan pilihan pertama, terutama untuk penderita
muda dengan paritas rendah.
Besar uterus kurang dari 14 minggu.
Tidak ada tanda-tanda perforasi atau ancaman perforasi.
Pemilihan obat dan dosis sesuai dengan skor faktor
risiko FIGO.
B. Operasi
selalu diikuti dengan kemoterapi.
Untuk menghilangkan massa tumor : histerektomi atau
ekstirpasi metastasis vagina.
Untuk mengurangi massa tumor atau sebagai tindakan
dekompresi : reseksi parsial uterus atau
kraniotomi.Histerektomi sebaiknya dihindarakan pada
penderita muda dengan paritas rendah.
C. Harus Radioterapi
Sesuai dengan protokol Bagian Radioterapi.
II. Follow up :
Tahun pertama seperti pada MHK.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan β-hCG setiap 6
bulan seumur hidup.
Tidak boleh hamil selama 1 tahun.
Jenis kontrasepsi kondom.
UNIT TERKAIT
KANKER SERVIKS
KANKER VULVA
RETENSIO URIN
PENGERTIAN :. Tidak adanya proses berkemih secara spontan enam jam setelah
kateter menetap dilepaskan, atau dapat berkemih spontan dengan
urin sisa > 200 ml untuk kasus obstetrik dan urin sisa > 100 ml
untuk kasus ginekologiMenurut Stanton retensio urin adalah tidak
bisa berkemih selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan
kateter, dimana produksi urin yang keluar sekitar 50% dari
kapasitas kandung kemih.
TUJUAN : . Menormalkan fungsi berkemih
KEBIJAKAN :. Mencegah dan mengobati infeksi kandung kemih serta melatih
fungsi kerkemih sesuai dengan protokol
PROSEDUR : Kateterisasi, urinalisa, kultur urin, antibiotika, banyak minum (3
liter/24 jam) :
a. Urin < 500 ml → kateter intermiten.
b. Urin 500-1000 ml → kateter menetap 1X24 jam.
c. Urin 1000-2000 ml → kateter menetap 2X24 jam.
Urin > 2000 ml → kateter menetap 3X24 jam.→ Buka tutup kateter
@ 4 jam selama 24 jam → kateter dibuka pagi hari, 4-6 jam
kemudian :
a. Dapat BAK spontan :
Urin residu > 200 ml (kasus obstetrik) atau > 100 ml
(kasus ginekologi) → ulang kateterisasi.
Urin residu < 200 ml (kasus obstetrik) atau < 100 ml
(kasus ginekologi) → boleh pulang.
b. Bila tidak dapat BAK sendiri → ulang kateterisasi.
UNIT TERKAIT : -
INKONTINENSIA URIN
PENGERTIAN : Keluarnya urin yang tidak dapat dikontrol atau dikendalikan, yang
secara obyektif dapat diperlihatkan serta menimbulkan masalah sosial
dan higienis.
TUJUAN : . Menormalkan fungsi berkemih
KEBIJAKAN :. Mencegah dan mengobati infeksi kandung kemih serta melatih fungsi
kerkemih sesuai dengan protocol
PROSEDUR : 1. Stres inkontinensia :
a. Terapi konservatif
Dilakukan pada stres inkontinensia derajat ringan sampai
sedang atau pada penderita yang menolak dilakukan operasi.
Bentuk-bentuk terapi konservatif :
Latihan otot dasar panggul.
Penggunaan pesarium.
Penggunaan pad atau tampon vaginal.
Pemberiaan obat-obatan seperti hormon
estrogen dan alfa adrenergic agent.
b. Terapi operatif
Kolporafi anterior.
Uretropeksi retropubik.
Prosedur jarum.
Prosedur sling pubo vagina.
Periuretral bulking agent.
2. Overactive baldder :
a. Terapi konservatif :
Menggunakan obat-obatan yang bertujuan
untuk menghambat kontraksi kandung kemih :
Golongan anti kolinergik seperti :
propanthelin (probantian) 3 X 15-45 mg.
Musculotropic agent seperti : oxybutinin
chloride (cystrin, ditropan), dicyclomin
hydrochloride (merbenthyl), flavoxate
hydrochloride.
Tricyclic antidepressant seperti :
imipramin (toframil) 25-75 mg/hari.
Anti muscarinic agent seperti :
tolterodine L-tartrate 2 X 1-2 mg.
Bladder drill, latihan otot kandung kemih
dikombinasikan dengan pemberian obat-obatan
seperti diatas.
Psikoterapi.
Akupuntur.
Mengubah prilaku seperti mengurangi minum,
yaitu sekitar 1500 ml perhari, mencegah minum
kopi dan alkohol.
Mempergunakan inkontinensia pads pada
penderita-penderita yang tidak dapat
melaksanakan terapi seperti diatas atau tindakan
operatif.
b. Terapi operatif :
Augmentasi sistoplasti dilakukan bila
pengobatan secara konservatif tidak menolong
yaitu dengan menyuntikkan fenol ke dalam
kandung kemih. Tindakan ini dilakukan dengan
tujuan untuk menghilangkan persarafan
kandung kemih.
Bladder transeksi.
Sistoplasti.
UNIT TERKAIT : -
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SMF ILMU ORTOPEDI DAN TRAUMATOLOGI
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
DISLOKASI SHOULDER
RSU DHARMA
YADNYA
DISLOKASI HIP
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN Dislokasi hip adalah lepasnya caput femur dari sendi coxae. Klasifikasi
dislokasi hip ; Dislokasi anterior, dislokasi posterior dan dislokasi central
TUJUAN 1. Mengembalikan ke anatomi dan fungsi sendi normal
2. Rehabilitasi dini
KEBIJAKAN 1 Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD Spesialis
Orthopaedi dan Traumatologi
PROSEDUR 1. Penderita posisi supine dibawah pengaruh general anestesi
2. Reposisi untuk dislokasi posterior : Ada beberapa tekhnik antara lain ;
Allis, Bigellow dan stimson
3. Setelah itu cek stabilitas, pasang skin traksi pertahankan kurang lebih 3
minggu. Bila stabil therapi konservatif dengan traksi. Bila tidak stabil
direncanakan untuk tindakan pembedahan elektif
4. Lakukan rehabilitasi quadricep exercise selama perawatan. Setelah itu
dilanjutkan dengan mobilisasi jalan dengan tongkat mulai dari program
non weight bearing sampai full weight bearing.
5. Reposisi dislokasi anterior dengan melakukan traksi dalam satu arah yang
kemudian diikuti dengan gerakan internal dan eksternal rotasi.
6. Selanjutnya sama dengan point 3 dan 4.
7. Dislokasi central biasanya disertai dengan fraktur acetabulum. Dilakukan
pemasangan force traksi dengan skeletal traksi dan selanjutnya disiapkan
untuk tindakan pembedahan.
8. Pasca pembedahan rehabilitasi sedini mungkin dan mobilisasi dengan
tongkat
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN Ruptur tendon flexor; adalah ruptur tendon flexor pada tangan yang terbagi
dalam 5 zone
TUJUAN Mengembalikan anatomi dan fungsi tangan dan jari – jari
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN Ruptur tendon extensor; adalah ruptur yang mengenai tendon extensor yang
terdapat dalam compartment dan terbagi dalam 5 zone
TUJUAN Mengembalikan anatomi dan fungsi tangan dan jari – jari tangan
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN Trauma tulang belakang adalah trauma yang mengenai cervical, thorakal,
lumbal dan sacral region
TUJUAN 1. Mengurangi instability
2. Mencapai stabilitas spine
3. Koreksi deformitas
4. Membatasi gerakan yang tidak perlu
5. Rehabilitasi dini
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
OSTEOMYELITIS ACUTE
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN Osteomyelitis akut adalah infeksi bakteri akut yang mengenai struktur tulang
dan sumsum tulang
TUJUAN Mengatasi infeksi
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN Osteomyelitis Kronis adalah infeksi bakteri kronis yang mengenai struktur
tulang dan sumsum tulang
TUJUAN Mengatasi infeksi
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
PROSEDUR 1. Penderita supine deng anestesi umum/ spinal
2. Desinfeksi dengan betadine, drapping
3. Incisi pada daerah luka operasi/daerah fistel
4. Dilakukan remove implant, sequesterectomy , guttering dan drilling
bone yang selanjutnya dicuci dengan cairan NaCl sampai bersih
5. Kalau perlu dipasang drain dan diirigasi dengan cairan fisiologis
6. Berikan antibiotika sesuai hasil kultur
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
SEPTIC ARTHRITIS
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN Septic Arthritis adalah infeksi bakteri yang mengenai sendi – sendi besar dan
disertai adanya tanda – tanda sepsis
TUJUAN Mengatasi infeksi
KEBIJAKAN 1. Pelayanan kasus – kasus emergency dalam 24 jam di OK UGD
dikerjakan oleh Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN Spondilitis tuberkulosis adalah fokus infeksi sekunder yang mengenai tulang
belakang
TUJUAN Mengatasi infeksi dan mengembalikan anatomi serta fungsi semula
KEBIJAKAN 1. Pelayanan di Poliklinik Orthopaedi oleh Spesialis orthopaedi dan
Traumatologi
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN Osteochondroma : neoplasma tulang jinak primer yang paling sering, ditandai
dengan terbentuknya tonjolan pada bagian ujung tulang panjang, nyeri Pda
daerah sekitar tonjolan
TUJUAN Sembuh
KEBIJAKAN 1. Pelayanan di Poliklinik Orthopaedi oleh Spesialis orthopaedi dan
Traumatologi
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN Giant cel tumor adalah salah satu tumor jinak tulang yang asalnya tidak
diketahui mengenai epifisis tulang panjang yang dapat meluas kearah
metaphysys dan ke sendi
TUJUAN Sembuh
KEBIJAKAN 1. Pelayanan di Poliklinik Orthopaedi oleh Spesialis orthopaedi dan
Traumatologi
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN Osteosarkoma adalah Neoplasma tulang ganas primer paling sering yang
mengenai metafisis tulang panjang terutama pada distal femur, proksimal
tibia dan proksimal humerus
TUJUAN Paliative
KEBIJAKAN 1. Pelayanan di Poliklinik Orthopaedi oleh Dokter Spesialis
orthopaedi dan Traumatologi
2. Pelayanan di OK IBS oleh Dokter Spesialis orthopaedi dan
Traumatologi
PROSEDUR : Terapinya berupa tindakan : Operatif, kemoterapi dan radioterapi tergantung
stadium
Pada stadium I dan IIA diberikan kemoterapi neo adjuvan. Sedangkan pada
stadium II B lanjut tindakan pembedahan diikuti dengan pemberian adjuvant
kemoterapi
Pada tindakan operatif :
1. Penderita posisi supine dibawah pengaruh general anestesi
2. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine, drapping
3. Incisi pada daerah lesi kemudian dilakukan limb salvage prosedur
pada stadium I dan II A
4. Dilakukan ablasi tungkai pada stadium II B lanjut
Rawat perdarahan, jahit luka operasi
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
CONGENITAL TALIPES EQUINO VARUS
No No Revisi Halaman
Dokumen ……/Komed/RSDY/..../2009 ………/Komed/RSDY/..../2009
…0
RSU DHARMA
YADNYA
STANDAR Tanggal
PROSEDUR Terbit Direktur Utama
OPERASIONAL
PENGERTIAN CTEV adalah Kelainan bawaan pada kaki dan pergelangan kaki dengan
posisi kaki varus – inversi pada kaki bagian depan dan tengah, serta equino
varus pada kaki bagian belakang
TUJUAN Koreksi deformitas, anatomi dan fungsi baik
KEBIJAKAN 1.Pelayanan di Poliklinik Orthopaedi oleh Spesialis orthopaedi dan
Traumatologi
PROSEDUR Konservative;
Dilakukan sedini mungkin, dengan manipulasi dikembalikan ke posisi
normal secara bertahap dipasang gips dengan posisi equinus dan
secara bertahap dibuat posisi plantar grade
Gips sirkuler dipasang secara serial dan diganti setiap minggu selama
12 minggu
Operative :
Dilakukan bila konsevative gagal dan pada kasus yang neglected
Usia 3 bulan :
1. Posteromedial soft tissue release dengan memanjangkan 4
tendon, yaitu :tibilis posterior, flexor digitorum communis,
flexor hallucis longus dan achiles
2. Selain itu lakukan capsulotomi posterior dan medial serta
ligament deltoid dan posterior tibia fibula. Immobilisasi deng
long leg plaster
3. 2 Minggu post operative, gips dibuka, jahitan dibuka kemudia
pasang gips bellow knee selama 2 minggu
4. Setelah itu dilanjutkan dengan Dennis Brown Splint dan
ibunya dianjurkan untuk selalu melakukan gentle stretching
Usia 4 tahun keatas : dilakukan bony operation wedge osteotomy
menurut Evans, disamping posteromedial soft tissue release
Usia 10 – 12 tahun : dilakukan Triple arthrodesis
UNIT TERKAIT Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi,Spesialis Anestesi
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SMF ILMU THT
1.................................
2...........................
BARU DIEDIT
TIMPANOPLASTI
No Dokumen No Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tekhnik operasi rekonstruksi timpano-osikuler (rangkaian tulang
pendengaran) yang terdiri dari rekonstruksi membrane
timpani(miringoplasti) dengan atau tanpa rekonstruksi tulang
pendengaran (osikuloplasti) yang dikerjakan bersama dengan atau
tanpa mastoidektomi.
TUJUAN Menyembuhkan penyakit, mendapatkan telinga yang kering permanen,
mencegah terjadinya komplikasi dan memperbaiki fungsi pendengaran
atau mempertahankan fungsi pendengaran yang masih ada.
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR : 1. Rambut serta kulit sekitar telinga dicuci dengan larutan betadin 10
% juga aurikula dan kanalis akustikus eksternus.
2. Daerah operasi dilindungi dengan kain steril. Larutan lidokain 2 %
dengan adrenalin 1:100.000 disuntikkan retro aurikuler di tiga
tempat untuk memblok n aurikularis magnus, n oksipitalis minor,
dan cabang aurikularis n vagus. Untuk menghilangkan pengaruh n
aurikularis temporalis yang mempersarafi kanalis akustikus
eksternus dengan membrane timpani, dilakukan infiltrasi lidokain
2 % dengan adrenalin 1:100.000 pada kulit kanalis akustikus
eksternus di antara pars kartilaginosa dan pars ossea pada posisi
jam 3, 6, 9 dan 12.
3. Dilakukan insisi retro aurikuler sepanjang 3 cm untuk mengambil
fasia temporalis profunda dengan bentuk bulat dan diameter 2 cm.
fasia dipress dengan menggunakan jepitan fasia kemudian
dikeringkan di udara luar.
4. Dilakukan insisi menembus kulit kanal. Dilakukan fiksasi.
Dipasang mikroskop operasi dan dievaluasi perforasi pada
membrane timpani.
5. Dibuat timpanomeatal flap dengan membuat insisi semisirkuler
pada kulit kanalis dengan menyisakan perlekatan kulit kanal pada
jam 6-7. kulit kanal dilepaskan dari tulang kanalis akustikus
eksternus dengan menggunakan disektor ke arah medial sampai
melepaskan anulus serta sisa membran timpani.
6. Jabir yang terbentuk dielevasi ke arah anterior sampai kavum
timpani dapat dilihat dengan jelas.
7. Evaluasi keadaan patologis di kavum timpani, keutuhan rangkaian
dan mobilitas osikel. Bila tidak dijumpai keadaan patologis pada
kavum timpani, keutuhan rangkaian serta mobilitas osikel baik
maka melalui terowongan yang terbentuk di bawah jabir
TIMPANOPLASTI
No Dokumen No Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
timpanomeatal, fasia temporalis yang telah kerig diletakkan
sedemikian rupa di bagian medial manubrium malei sehingga
menutup seluruh perforasi membran timpani.
8. Kemudian seluruh pinggiran tandur ditempatkan serta diselipkan di
bagian medial sekeliling sisa membran timpani sejauh kira-kira 2
mm secara merata kecuali sebagian tandur yang terletak di bagian
posterior diletakkan di atas tulang kanalis akustikus eksternus di
bawah jabir timpanoeatal.
9. Jabir kemudian dikembalikan ke tempat semula sehingga
sebagaian tandur terletak di antara jabir dan tulang kanalis
akustikus eksternus.
10. Pada bagian lateral membran timpani baru tersebut kemudian
diletakkan potongan-potongan spongostan dan bola-bola sofratule
sampai memenuhi setengah kanalis akustikus eksternus.
11. Selanjutkan dipasang tampon sofratule sampai memenuhi kanalis
akustikus eksternus. Telinga selanjutkan dipasang balut tekan.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan membebaskan kompresi pada nervus fasialis
TUJUAN Membebaskan tekanan pada nervus fasialis
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Setelah dilakukan mastoidektomi simpel, dinding posterior kanal
ditipiskan dengan bor untuk mencapai tulang yang menutupi
bagian vertical nervus fasialis tapi dinding kanal dibiarkan intak.
Setelah tulang tipis, dengan dental pick tulang di dekat kanalis
semi sirkular disingkirkan untuk mencapai nervus fasial.
2. Perlahan-lahan nervus fasialis yang tampak dibuka sampai ke
foramen stilomastoid.
3. Korda timpani yang berada di atas foramen diidentifikasi.
4. Dengan sickle knife yang tajam, selubung saraf dibuka sehingga
bagian vertical nervus fasialis sudah didekompresi.
5. Untuk mendekompresi bagian horizontal nervus fasialis, bisa
melalui antrum mastoid atau melalui kanalis akustikus eksternus.
Aditus ad antrum diperlebar dengan bor kecil.
6. Bagian horizontal dari nervus fasialis kemudian di dekompresi
sampai ganglion genikulatum.
7. Setelah tindakan ini bagian horizontal dari nervus fasialis terlihat
melalui kanalis akustikus eksternus.
8. Selubung dari bagian horizontal saraf dibuka.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan mengangkat laring
TUJUAN Reseksi tumor laring
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR : 1. Posisi penderita terlentang dengan kepala hiperekstensi
2. Gambar rencana insisi dengan biru metilen bentuk U ujung
setinggi kornu mayor os hyoid mengikuti tepi anterior
melengkung dan bertemu pada sisi yang lainpada 1 cm di bawah
kartilago krikoid(bila ada stoma, gambar 1 cm dari tepi stoma)
3. Infiltrasi kulit dengan lidokain 2 % dan adrenalin 1/200.000 U.
4. Insisi diperdalam sampai fascia servikalis profunda termasuk m.
palatine. Vena jugularis anterior diligasi dan dipotong
diikutsertakan pada flap.
5. Dilakukan pemotongan m. Infrahioid, m. Sternohiod dipotong
pada perlekatan bagian inferior dan m. Omohioid dipotong pada
perlekatan inferiornya.
6. Pemisahan kelenjar tiroid. Ismus tiroid dipotong dan tiroid
dipisahkan dari trakea. Arteri tiroidea superior dan inferior
dipertahankan. Bila salah satu ;obus tiroid akan diangkat
bersama-sama laring maka a/v tiroid superior dan inferior
dipotong dan diligasi sehingga lobus tersebut tiodak terpishkan
dari laring.
7. Mobilisasi os hioid(pemisahan otot –otot suprahioid),
identifikasi korpus hioid dan otot-otot genioglosus, milohioid,
hioglosus dipisahkan atau dipotong subperiosteal. Tuberkulum
os hioid ditarik sehingga muskulus konstriktor media, stilohioid
dan tendon muskulus digastrikus mudah dipisahkan dari cornus
mayor os hioid. Membran tiroid dipotong pada kornu mayor os
hioid bisa dipotong dan tampak a/v laring inferior diligasi dan
dipotongSerat transversa muskulus konstriktor inferior
dipisahkan dri perlekatannya sampai pada teppi posterior
8. Trakea yang sudah bebas dari tiroid dan jaringan sekitarnya
dipotong miring(bagian anterior lebih pendek dari posterior dan
tepi anterior dijahitkan ke kulit)
9. Hipofaring dibuka dengan menarik os hioid ke bawah sampai
ujung epiglotis dapat dipegang. Selanjutnya dilakukan
pemotongan membran mukosa sekeliling tepi lateral epiglotis
dan terlihat laring sehingga dapat menilai ukurn dan luas tumor.
LARINGEKTOMI TOTAL
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
Pemotongan dilanjutkan pd mukosa hipofaring yang bebas
tumor laring diangkat.
10. Defek hipofaring dan esofagus servikal dijahit satu
persatu(horisontal) dan dijahit tutup dengan jahitan m.
constrictor faring inferior.
11. Dilakukan pembuatan stoma
12. Buatkan lubang drain(2 buah)
13. Flap kulit ditutup lapis demi lapis,sebelumnya dipasang redon
drain.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 0
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Mengangkat keseluruhan tulang maksila dengan atau tanpa
eksenterasi orbita
TUJUAN Mengangkat tumor beserta jaringan sekitar yang telah terinfiltrasi
oleh sel tumor.
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Kulit diberi tanda biru metilen, infiltrasi subkutan dengan silokain
2 % dan adrenalin 1/200.000 U. insisi 2 mm di tepi kelopak mata
bawah ke lateral.
2. Insisi hidung diteruskan ke medial dengan memotong bibir atas.
Insisi intra oral pada sulkus bucoalveolar sekitar tuberositas
maksila melewati palatum pada perbatasan dari palatum
durumdan palatum mole.
3. Flap dari mukosa ditarik ke lateral/zigoma. M. orbikularis okuli
ditinggalkan pada tempatnya. Perios dari orbita disisihkan ke
atas.
4. Tulang daerah dinding lateral rongga hidung dipotong dengan
tatah, diteruskanke lateral melalui tepi bawah atau dasar
orbita(tergantung pada keadaan).
5. Gergaji gigli dimasukkan ke fisura orbitalis inferior di bawah dari
tulang maksila dengan tuntunan forcep bengkok.
6. Palatum durum dipotong dengan gergaji gigli atau tatah, jangan
melewati garis tengah.
7. Osteum diletakkan di belakang tuberositas dan ditatah untuk
memisahkan pterigoid proses dari dinding posterior maksila.
8. Seluruh ruangan diisi tampon pita salep kemicetin dan dipasang
obturator palatum.
9. Kulit dijahit lapis demi lapis.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan mengangkat tumor ganas yang mengenai kulit hidung luar
dan meluas ke dalam rongga hidung. Dapat juga sebagai perluasan
dari maksilektomi radikal.
TUJUAN Mengangkat tumor ganas yang mengenai kulit hidung luar dan
meluas ke dalam rongga hidung. Dapat juga sebagai perluasan dari
maksilektomi radikal.
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Kulit digarisi dengan biru metilen sebagai tanda insisi. Infiltrasi
jaringan bawah kulit dengan xylocain 2 % dan adrenalin
1/200.000 U.
2. Insisi kulit sesuai dengan garis biru metilen(insisi Moure). Insisi
diperdalam sampai prosesus nasofrontalis maksila dan mukosa
rongga hidung.
3. Ala nasi ditarik dengan tampon pita. Mukosa hidung dibuka
sehingga kavum nasi tampak luas, os nasalis kalau perlu
dipotong.
4. Dinding lateral beserta konka nasi diangkat dengan tatah.
5. Retraksi pipi kearah lateral dan dinding anterior maksila
diangkat sampai sebatas foramen infra orbita(operasi denker).
6. Semua tumor di dalam kavum nasi/sinus paranasalis
dibersihkan.
7. Perdarahan dirawat dan dipasang tampon pita salep kemicetin.
8. Kulit ditutup lapis demi lapis.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Suatu tindakan operasi yang dilakukan pada septum nasi yang
mengalami kelainan bentuk berupa deviasi, defleksi, spina
septi.
KEBIJAKAN Standar pelayanan medis IDI dan standar pelayanan medis RSU
Dharma Yadnya
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan pembedahan membuang preputium penis sehingga
gland penis tidak tertutup prepotium lagi
TUJUAN Glan penis tidak tertutup lagi oleh preputium sehingga lebih
mudah dibersihkan
KEBIJAKAN Pengelolaan pasien urologi di RSU Dharma Yadnya melalui
Spesialis Urologi RSU Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Pasien dengan posisi terlentang dengan anestesi lokal,
spinal, dan umum(pada anak).
2. Dilakukan pemisahan preputium dari glan penis
3. Preputium dipotong kemudian dijahit secukupnya, jahit
angka “8” pada kordae
4. Perdarahan dirawat
5. Luka operasi di balut dengan kasa steril
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Tindakan pembedahan membuang penis sebagian atau
keseluruhan sehingga penis terbebas dari jaringan patologis dan
proses miksi melalui uretra yang tersisa.
TUJUAN Mengendalikan penyakit dan mecegah komplikasi
KEBIJAKAN Pengelolaan pasien urologi di RSU Dharma Yadnya melalui
Spesialis Urologi RSU Dharma Yadnya
PROSEDUR 1. Pasien dengan posisi terlentang dengan anestesi spinal,
umum.
2. Amputasi penis dapat dilakukan dengan Tehnik
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN
TUJUAN
KEBIJAKAN
PROSEDUR
B.03/RSUDY/VII/2010/ 0 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
Dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN
1. Prosedur tetap tindakan medik urologi adalah prosedur yang berlaku pada Ilmu Urologi
RSU Dharma Yadnya untuk pasien-pasien urologi yang memerlukan tindakan
medik/pembedahan urologi.
2. Tindakan medik urologi adalah tindakan/pembedahan yang diperlukan atas indikasi medis
untuk menegakkan diagnosis maupun terapi.
1. Pasien urologi adalah pasien-pasien dengan diagnosis kelainan (patologis) pada organ-organ
saluran kencing (termasuk ginjal), genetalia laki-laki dan kelenjar supra renalis.
2. Kelainan (patologis) saluran kencing, genetalia laki-laki dan kelenjar supra renalis
diantaranya adalah tumor, kelainan bawaan, infeksi, batu, Infertilitas pria, trauma dan lainnya
yang perlu tindakan medik urologi.
9. Instrumen bedah minor urologi adalah instrument yang dipakai untuk operasi-operasi
bedah minor seperti:
Desinfeksi klem Needle holder/pemegang jarum
Duk klem Gunting bedah, gunting benang,
Pisau bedah gunting kasa
Pinset anatomi , pinset chirrugis Jarum kulit, jarumotot/jaringan dan
Klem arteri lainya.
Kocher klem
10. Instrumen bedah mayor urologi adalah instrument yang dipakai untuk operasi-operasi bedah
mayor urologi seperti
Instrumen bedah minor
Spreader hook/hak pemegang luka
Right angle klem/klem arteri bengkok
Klem pedikel
Satinsky (1 pasang) dan lainya.
11. Instrumen endourologi adalah Instrumen untuk tindakan diagnosis maupun terapi dibidang
urologi seperti:
Instrumen Urethrocystoscopy
Instrumen Urethrotomy interna
Instrumen Ureterorenoscopy (URS)
Instrumen Lithotripsy
Instrumen Transurethral resction (TUR)
Instrumen Percutaneous nephro-lithotripsy (PNL)
Intra Corporeal Shoch Wave Lithotripsy dan lainnya.
TUJUAN
Untuk memperlancar, meningkatkan kwalitas, kwantitas pelayanan sehingga pasien mendapat
manfaat yang besar, resiko yang sekecil-kecilnya dengan biaya yang seefisien mungkin dari
pengelolaan pasien urologi di RSU Dharma Yadnya.
KEBIJAKAN
Pengelolaan pasien urologi di RSU Dharma Yadnya melalui Spesialis Urologi RSU Dharma Yadnya
PROSEDUR
Pengelolaan pasien urologi di RSU Dharma Yadnya harus sepengetahuan spesialis urologi RSU
Dharma Yadnya.
UNIT TERKAIT
Untuk diagnosis: Sarana penunjang diagnosis Laboratorium klinik, patologi klinik, radiologi
Untuk terapi : Spesialis Penyakit Dalam, Cardiologi dan spesialis lainnya atas indikasi medis.
Untuk tindakan : Spesialis Anastesi, OK dan Ruang Intensive Care Unit
.
I TINDAKAN MEDIK UROLOGI PENIS
1. SIRKUMSISI
1.1. Nama tindakan
1.1.1. Sirkumsisi atau Sunat
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Tindakan pembedahan membuang preputium penis sehingga gland penis tidak
tertutup prepotium lagi
1.2.2. Katagori operasi bersih/bersih kontaminasi/kontaninasi
1.3. Indikasi tindakan
1.3.1. Pimosis
1.3.2. Patologis prepotium dengan/tanpa gangguan miksi
1.3.3. Hygiene penis
1.3.4. Parapimosis (pasca parapimosis)
1.4. Kontra indikasi tindakan
1.4.1. Hipospadia dengan/tanpa khorde
1.4.2. Gangguan pembekuan darah
1.5. Jenis pembiusan
1.5.1. Lokal, spinal atau Umum
1.6. Peralatan
1.6.1. Instrumen Bedah minor
1.6.2. Benang bedah
1.7. Tempat tindakan
1.7.1. RSU Dharma Yadnya
1.8. Pelaksana tindakan
1.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
1.9. Posisi pasien
1.9.1. Terlentang
1.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Tidak diberikan pada operasi bersih
1.10.1.2. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
1.10.1.3. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Guillotine
1.10.3.2. Dorsumsisi-eksisi prepotium
1.11. Komplikasi dan pengelolaannya
1.11.1. Pendarahan, terapi bebat tekan/ligasi/penjahitan
1.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik
1.12. Lama perawatan
1.12.1. Tidak perlu rawat inap untuk bius local
1.12.2. Perlu rawat inap 1 hari atas indikasi bius umum
1.12.3. Buka bebat 1 hari paska bedah, rawat luka terbuka
1.12.4. Ganti bebat (kalau perlu)
2. AMPUTASI PENIS
2.1. Nama tindakan
2.1.1. Amputasi penis parsial atau Amputasi penis total
2.2. Definisi tindakan
2.2.1. Tindakan pembedahan membuang penis sebagian atau keseluruhan sehingga penis
terbebas dari jaringan patologis dan proses miksi melalui uretra yang tersisa.
2.3. Indikasi tindakan
2.3.1. Tumor ganas penis
2.4. Kontra indikasi tindakan
2.4.1. Gangguan pembekuan darah
2.5. Jenis pembiusan
2.5.1. Spinal atau Umum
2.6. Peralatan
2.6.1. Instrumen Bedah mayor
2.6.2. Benang bedah
2.7. Tempat tindakan
2.7.1. RSU Dharma Yadnya
2.8. Pelaksana tindakan
2.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
2.9. Posisi pasien
2.9.1. Terlentang/lithotomy
2.10. Tehnik tindakan
2.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
2.10.1.1. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
2.10.2. Analgetika
2.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
2.10.2.2. Pasca bedah diberikan
2.10.3. Tehnik operasi
2.10.1.2. Tehnik Guillotine
2.10.1.3. Tehnik eksisi
2.11. Komplikasi dan pengelolaannya
2.11.1. Pendarahan, terapi bebat tekan/ligasi/penjahitan
2.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik
2.12. Lama perawatan
2.12.1. Perlu rawat inap 3-7 hari
2.12.2. Buka bebat 1 hari paska bedah selanjutnya rawat luka terbuka
2.12.3. Ganti bebat (kalau perlu)
2.12.4. Buka jahitan (kalau perlu) hari ke 7-14 paska bedah
1. HIDROKELEKTOMI
1.1. Nama tindakan
1.1.1. Hidrokelektomi atau Eksisi marsupialisasi
1.1.2. Spermatokelektomi atau Eksisi spermatokel
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Hidrokelektomi atau Eksisi marsupialisasi adalah tindakan pembedahan membuang
rogga patologis dalam skrotum atau sebagian“tunica vaginalis” dan hubungannya
dengan rongga peritoneum (apabila ada) dan mengikat/menjahitnya sehingga tidak
berhubungan lagi.
1.2.2. Spermatokelektomi adalah tindakan pembedahan membuang rogga patologis dalam
skrotum dan hubungannya dengan epiddimis/vas deferens/testis (apabila ada) dan
mengikat/menjahitnya sehingga tidak berhubungan lagi.
2. ORKIDEKTOMI
2.1. Nama tindakan
2.1.1. Orkidektomi
2.2. Definisi tindakan
2.2.1. Tindakan pembedahan membuang testis patologis
2.3. Indikasi tindakan
2.3.1. Testis patologis
2.4. Kontra indikasi tindakan
2.4.1. Gangguan pembekuan darah
2.5. Jenis pembiusan
2.5.1. Spinal atau Umum
2.6. Peralatan
2.6.1. Instrumen Bedah mayor
2.6.2. Benang bedah
2.7. Tempat tindakan
2.7.1. RSU Dharma Yadnya
2.8. Pelaksana tindakan
2.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
2.9. Posisi pasien
2.9.1. Terlentang
2.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Tidak diberikan pada operasi bersih
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan inguinal untuk pasien anak-anak dan tumor testis
1.10.3.2. Tehnik operasi pendekatan skrotal untuk pasien dewasa dan bukan tumor
testis
2.11. Komplikasi dan pengelolaannya
2.11.1. Pendarahan, terapi bebat tekan/ligasi/penjahitan
2.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik
2.12. Lama perawatan
2.12.1. Perlu rawat inap 1-3 hari atas indikasi bius spinal/umum
2.12.2. Ganti bebat (kalau perlu)
2.12.3. Buka jahitan (kalau perlu) hari ke 7-14 pasca bedah
3. ORKIOPESI
3.1. Nama tindakan
3.1.1. Orkiopesi
3.2. Definisi tindakan
3.2.1. Tindakan pembedahan untuk membawa testis kedalam rongga skrotum
3.3. Indikasi tindakan
3.3.1. Testis diluar skrotum
3.4. Kontra indikasi tindakan
3.4.1. Gangguan pembekuan darah
3.5. Jenis pembiusan
3.5.1. Spinal atau Umum
3.6. Peralatan
3.6.1. Instrumen Bedah mayor
3.6.2. Benang bedah
3.7. Tempat tindakan
3.7.1. RSU Dharma Yadnya
3.8. Pelaksana tindakan
3.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
3.9. Posisi pasien
3.9.1. Terlentang
3.10. Tehnik tindakan
3.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
3.10.1.1. Tidak diberikan pada operasi bersih
3.10.2. Analgetika
3.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
3.10.2.2. Pasca bedah diberikan
3.10.3. Tehnik operasi
3.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan inguinal-skrotal
3.11. Komplikasi dan pengelolaannya
3.11.1. Pendarahan, terapi bebat tekan/ligasi/penjahitan
3.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik
3.12. Lama perawatan
3.12.1. Perlu rawat inap 1-3 hari atas indikasi bius spinal/umum
3.12.2. Ganti bebat (kalau perlu)
3.12.3. Buka jahitan (kalau perlu) hari ke 7-14 pasca bedah
_________________________________________________________________________________
1. PROSTATEKTOMI
1.1. Nama tindakan
1.1.1. Prostatektomi
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Tindakan pembedahan disobstruksi untuk membuang sebagian atau semua adenoma
dari prostate sehingga uretra posterior terbuka
1.3. Indikasi tindakan
1.3.1. Keluhan kencing karena obstruksi uretra prostatika oleh pembesaran prostat jinak
(BPH)
1.4. Kontra indikasi tindakan
1.4.1. Gangguan pembekuan darah
1.5. Jenis pembiusan
1.5.1. Spinal atau Umum
1.6. Peralatan
1.6.1. Instrumen bedah mayor
1.6.2. Benang bedah
1.7. Tempat tindakan
1.7.1. RSU Dharma Yadnya
1.8. Pelaksana tindakan
1.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
1.9. Posisi pasien
1.9.1. Terlentang
1.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
1.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan retropubik-ekstravesikal
1.10.3.2. Tehnik operasi pendekatan suprapubik-transvesikal
1.11. Komplikasi dan pengelolaannya
1.11.1. Pendarahan, dilakukan traksi dengan balon kateter/ligasi/penjahitan/koterisasi
transuretra
1.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik.
1.11.3. Infeksi saluran kencing, terapi antibiotika terapiutik
1.11.4. Retensiourin karea “catether block”, lakukan spolling catether
1.11.5. Retensiourin karea “blood clot”, lakukan evakuasi transuretra
1.11.6. Retensiourin karea bekuan darah, apabila terjadi dilakukan evakuasi bekuan darah
1.12. Lama perawatan
1.12.1. Perlu rawat inap 7-10 hari
1.12.2. Kendorkan traksi kateter uretra pasca bedah sebelum 24 jam
1.12.3. Buka kateter uretra paska bedah hari ke 5-7 hari
1.12.4. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3 dan hari ke 7
1.12.5. Buka drain hari ke 6-8 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
1.12.6. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14
1. VESIKOLITOTOMI
1.1. Nama tindakan
1.1.1. Vesikolitotomi
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Tindakan pembedahan membuka kandung kencing untuk mengeluarkan batu dari
dalam kandung kencing
1.3. Indikasi tindakan
1.3.1. Batu kandung kencing dengan keluhan saluran kencing
1.3.2. Batu kandung kencing dengan kelainan anatomi kandung kencing
1.3.3. Batu kandung kencing dengan terapi konservatif gagal
1.3.4. Batu dengan penyulit
1.3.5. Batu dengan diameter terkecil > 3 cm
1.4. Kontra indikasi tindakan
1.4.1. Gangguan pembekuan darah
1.5. Jenis pembiusan
1.5.1. Spinal atau Umum
1.6. Peralatan
1.6.1. Instrumen bedah mayor
1.6.2. Benang bedah
1.7. Tempat tindakan
1.7.1. RSU Dharma Yadnya
1.8. Pelaksana tindakan
1.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
1.9. Posisi pasien
1.9.1. Terlentang
1.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
1.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan suprapubik-transvesikal
1.10.3.2. Pemasangan kateter uretra untuk mengindari ketegangan jahitan dengan
menjamin drainase urin lancar
1.11. Komplikasi dan pengelolaannya
1.11.1. Pendarahan, dilakukan/ligasi/penjahitan
1.11.2. Infeksi saluran kencing, terapi antibiotika terapiutik
1.11.3. Retensiourin karea “catether block”, lakukan spolling catether
1.11.4. Retensiourin karea bekuan darah, lakukan evakuasi bekuan darah
1.12. Lama perawatan
1.12.1. Perlu rawat inap 7-10 hari
1.12.2. Buka kateter uretra paska bedah hari ke6-8 hari
1.12.3. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3 dan hari ke 7
1.12.4. Buka drain hari ke7-9 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
1.12.5. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14
3. LITOTRIPSI
3.1. Nama tindakan
3.1.1. Litotripsi
3.2. Definisi tindakan
3.2.1. Tindakan pembedahan dengan cara memecahkan batu dan mengeluarkannya dari
dalam kandung kencing melalui uretra
3.3. Indikasi tindakan
3.3.1. Batu kandung kencing dengan keluhan saluran kencing
3.3.2. Batu kandung kencing dengan kelainan anatomi kandung kencing
3.3.3. Batu kandung kencing dengan terapi konservatif gagal
3.3.4. Batu dengan penyulit
3.3.5. Batu dengan diameter terkecil < 3 cm
3.4. Kontra indikasi tindakan
3.4.1. Gangguan pembekuan darah
3.5. Jenis pembiusan
3.5.1. Spinal atau Umum
3.6. Peralatan
3.6.1. Instrumen litotripsi batu kandung kencing
3.6.2. Alat untuk insisi uretra (Otis’s instrument)
3.6.3. Bugi Benique
3.7. Tempat tindakan
3.7.1. RSU Dharma Yadnya
3.8. Pelaksana tindakan
3.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
3.9. Posisi pasien
3.9.1. Litotomi
3.10. Tehnik tindakan
3.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
3.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontaminasi
3.10.1.2. Terapuitik pada operasi kontaminasi/kotor
3.10.2. Analgetika
3.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
3.10.2.2. Pasca bedah diberikan
3.10.3. Tehnik operasi
3.10.3.1. Urethrocystoscophy-Lithotripsy dengan alligator lithotriptor (23,5 F)
3.10.3.2. Blind insertion of uretrhoscope -Lithotripsy dengan alligator lithotriptor
(23,5 F)
3.10.3.3. Blind insertion of uretrhoscope- Lithotripsy dengan alligator lithotriptor
(26 F)
3.11. Komplikasi dan pengelolaannya
3.11.1. Pendarahan, dilakukan koterisasi
3.11.2. Pemasangan kateter uretra untuk menjamin drainase urin
3.11.3. Infeksi saluran kencing, terapi antibiotika terapiutik
3.11.4. Retensiourin karea “catether block”, lakukan spolling catether
3.11.5. Retensiourin karea “blood clot”, lakukan evakuasi transuretra
3.12. Lama perawatan
3.12.1. Perlu rawat inap 1-3 hari
3.12.2. Buka kateter uretra 1-2 hari pasca bedah
4. SISTEKTOMI
4.1. Nama tindakan
4.1.1. Sistektomi
4.2. Definisi tindakan
4.2.1. Tindakan pembedahan membuang kandung kencing sebagian atau keseluruhan untuk
mengeluarkan/membuang jaringan yang patologis dari kandung kencing dengan
konskuensi miksi melalui uretra atau saluran kencing buatan
4.3. Indikasi tindakan
4.3.1. Keadaan patotogis berupa kelainan anatomi (termasuk neoplasma) dan atau fungsi
kandung kencing
4.4. Kontra indikasi tindakan
4.4.1. Gangguan pembekuan darah
4.5. Jenis pembiusan
4.5.1. Spinal atau Umum
4.6. Peralatan
4.6.1. Instrumen bedah mayor
4.6.2. Benang bedah
4.7. Tempat tindakan
4.7.1. RSU Dharma Yadnya
4.8. Pelaksana tindakan
4.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
4.9. Posisi pasien
4.9.1. Terlentang
4.10. Tehnik tindakan
4.10.1. Bowel sterilisasi dan preparasi (lihat Pedoman Bowel Sterilisasi dan Preparasi)
4.10.1.1. Khemikal (membunuh kuman dengan medikamentosa)
4.10.1.2. Fisikal (dengan diet lunak, rendah serat dan lavemen)
4.10.2. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
4.10.2.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
4.10.2.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
4.10.3. Analgetika
4.10.3.1. Prabedah tidak diberikan
4.10.3.2. Pasca bedah diberikan
4.10.4. Tehnik operasi
4.10.4.1. Tehnik operasi pendekatan laparotomi
4.10.4.2. Sistektomi parsial/total
4.10.4.3. Ileal conduit/tidak
4.11. Komplikasi dan pengelolaannya
4.11.1. Pendarahan, lakukan/ligasi/penjahitan
4.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik-drainase
4.11.3. Retensiourin karea “catether block”, lakukan spolling catether
4.11.4. Retensiourin karea “blood clot”, lakukan evakuasi transuretra (sistektomi parsial)
4.12. Lama perawatan
4.12.1. Perlu rawat inap 8-14 hari
4.12.2. Buka kateter uretra 7-10 hari pasca bedah
4.12.3. Buka spint ureter kanan dan kiri, foley catether (dengan ileal conduit) hari ke 10-12
4.12.4. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3,7,10 dan hari ke 14
4.12.5. Buka drain hari ke 8-10 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
4.12.6. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14
_________________________________________________________________________________
1. URETEROLITOTOMI
1.1. Nama tindakan
1.1.1. Ureterolitotomi
1.2. Definisi tindakan
1.2.1. Tindakan pembedahan mengeluarkan batu dari dalam saluran ureter
1.3. Indikasi tindakan
1.3.1. Batu ureter dengan keluhan saluran kencing
1.3.2. Batu ureter dengan infeksi saluran kencing
1.3.3. Batu ureter dengan obstruksi saluran kencing
1.3.4. Batu ureter dengan diameter batu > 1/2 cm.
1.3.5. Batu ureter dengan terapi medikamentosa/konservatif gagal
1.3.6. Batu ureter dengan mengganggu pekerjaan sehingga membahayakan keselamatan
orang (Contoh: Pilot, Sopir)
1.4. Kontra indikasi tindakan
1.4.1. Gangguan pembekuan darah
1.5. Jenis pembiusan
1.5.1. Spinal atau Umum
1.6. Peralatan
1.6.1. Instrumen Bedah mayor
1.6.2. Benang bedah
1.7. Tempat tindakan
1.7.1. RSU Dharma Yadnya
1.8. Pelaksana tindakan
1.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
1.9. Posisi pasien
1.9.1. Terlentang atau miring (lateral dekubitus)
1.10. Tehnik tindakan
1.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
1.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
1.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
1.10.2. Analgetika
1.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
1.10.2.2. Pasca bedah diberikan
1.10.3. Tehnik operasi
1.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan Seksio-Alta/Gypson/Lumbotomi
1.11. Komplikasi dan pengelolaannya
1.11.1. Pendarahan, lakukan bebat tekan/ligasi/penjahitan
1.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik-drainase
1.12. Lama perawatan
1.12.1. Perlu rawat inap 3-7 hari
1.12.2. Buka kateter uretra paska bedah hari ke1-2 hari
1.12.3. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3 dan hari ke 7
1.12.4. Buka drain hari ke 3 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
1.12.5. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14
2. NEO-INPLANTASI URETER
2.1. Nama tindakan
2.1.1. Neo-Inplantasi ureter
2.2. Definisi tindakan
2.2.1. Tindakan pembedahan menanam ujung distal ureter kedalam kandung kencing
sehingga drainase urin menjadi lebih baik atau normal
2.3. Indikasi tindakan
2.3.1. Gangguan anatomi dan atau fungsi ureter distal
2.4. Kontra indikasi tindakan
2.4.1. Gangguan pembekuan darah
2.5. Jenis pembiusan
2.5.1. Spinal atau Umum
2.6. Peralatan
2.6.1. Instrumen bedah mayor
2.6.2. Benang bedah
2.7. Tempat tindakan
2.7.1. RSU Dharma Yadnya
2.8. Pelaksana tindakan
2.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
2.9. Posisi pasien
2.9.1. Terlentang
2.10. Tehnik tindakan
2.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
2.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
2.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
2.10.2. Analgetika
2.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
2.10.2.2. Pasca bedah diberikan
2.10.3. Tehnik operasi
2.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan Seksio-Alta
2.11. Komplikasi dan pengelolaannya
2.11.1. Pendarahan, lakukan bebat tekan/ligasi/penjahitan
2.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik-drainase
2.12. Lama perawatan
2.12.1. Lama perawatan 9-12 hari
2.12.2. Buka kateter uretra paska bedah hari ke7-10 hari
2.12.3. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3,7 dan hari ke 10
2.12.4. Buka drain hari ke 8-11 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
2.12.5. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14
2. PIELOPLASTI
2.1. Nama tindakan
2.1.1. Pieloplasti
2.2. Definisi tindakan
2.2.1. Tindakan pembedahan reparasi pielum sehingga drainase urine menjadi lebih
baik/normal
2.3. Indikasi tindakan
2.3.1. Keadaan patologi pielun dengan gangguan fungsi drainase urin
2.4. Kontra indikasi tindakan
2.4.1. Gangguan pembekuan darah
2.5. Jenis pembiusan
2.5.1. Spinal tinggi atau Umum
2.6. Peralatan
2.6.1. Instrumen bedah mayor
2.6.2. Benang bedah
2.7. Tempat tindakan
2.7.1. RSU Dharma Yadnya
2.8. Pelaksana tindakan
2.8.1. Dokter Spesialis Bedah Urologi
2.9. Posisi pasien
2.9.1. Miring (lateral dekubitus)
2.10. Tehnik tindakan
2.10.1. Antibiotika (lihat Pedaman penggunaan antibiotika)
2.10.1.1. Profilaksis pada operasi bersih kontanisai
2.10.1.2. Terapiutik pada operasi kontaminasi/kotor
2.10.2. Analgetika
2.10.2.1. Prabedah tidak diberikan
2.10.2.2. Pasca bedah diberikan
2.10.3. Tehnik operasi
2.10.3.1. Tehnik operasi pendekatan lunbotomi
2.10.3.2. Koreksi pielum
2.10.3.3. Dengan/tanpa pemasangan Nefrostomi cateter dan D J Stent
2.11. Komplikasi dan pengelolaannya
2.11.1. Pendarahan, lakukan bebat tekan/ligasi/penjahitan
2.11.2. Infeksi luka operasi, terapi antibiotika terapiutik-drainase
2.12. Lama perawatan
2.12.1. Perlu rawat inap 7-10 hari
2.12.2. Buka kateter uretra paska bedah hari ke1-2 hari
2.12.3. Ganti bebat pasca bedah (kalau perlu), hari ke 3,7,10 dan hari ke 14
2.12.4. Buka drain hari ke 3 pasca bedah apabila produksi < 10 cc
2.12.5. Buka jahitan pasca bedah hari ke 7-14
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
4. Apabila ada temuan gangguan kebugaran yang
merupakan risiko perioperatif, segera dianalisis,
selanjutnya dijelaskan kepada pasien/ keluarganya,
kemudian dilakukan koreksi/terapi sesuai dengan
indikasi sampai keadaan optimal perioperatif
5. Melakukan persiapan rutin dan atau khusus baik
fisik maupun psiko- logis di ruang perawatan/IGD
sesuai dengan SPM.
6. Melakukan evaluasi ulang kebugaran pasien dan
persiapan praoperatif di kamar persiapan dan di
kamar operasi sesuai dengan SPM.
7. Melakukan evaluasi terakhir di kamar operasi untuk
menentukan status fisik ASA, dilanjutkan dengan
persiapan rutin/khusus sesuai dengan SPM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
5. Dalam melaksanakan tatalaksana pasca operatif, Dokter
spesialis Anestesi dan Reanimasi dibantu oleh paramedis
terlatih yang memiliki kompetensi untuk melakukan
bantuan hidup dasar.
6. Dokter spesialis Anestesia dan Reanimasi dan atau
paramedis ruang pulih memantau dan mencatat
perkembangan status fisik pasien secara kontinyu sampai
skor Aldreta mencapai nilai 8 – 10.
7. Apabila terjadi keadaan darurat yang mengancam, Dokter
spesialis Anestesi dan Reanimasi, Dokter Operator dan
paramedis Ruang Pulih segera melakukan bantuan hidup
dasar, selanjutnya bila diperlukan untuk tindakan
reoperasi segera dibawa kembali ke kamar operasi.
8. Pasien dikirim kembali ke ruangan tempat perawatan atau
dipulangkan (untuk pasien rawat jalan) setelah skor
Aldretanya mencapai 10.
9. Instruksi pasca operatif untuk terapi di ruangan dibuat
oleh Dokter spesialis Anestesi dan Reanimasi serta Dokter
Operator.
10. Apabila terjadi keadaan darurat di ruangan, petugas
ruangan segera menghubungi Dokter spesilais Anestesi
dan Reanimasi yang bertugas, selanjutnya Dokter ybs
segera datang ke ruangan tempat pasien dirawat.
11. Pada pasien tertentu yang memerlukan Rawat Intensif
pasca operatif langsung dikirim ke ICU.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 1/1
RSU DHARMA
YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
6. Membuat surat kematian secara lengkap sesuai dengan
format.
7. Melakukan audit medis terhadap kasus kematian tersebut
B.03/RSUDY/VII/2010/ 01 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
1.
2.
3.
4
APPENDEKTOMI
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
PROSEDUR 1. Anestesi umum atau epidural sesuai lokasi donor dan defek
2. Posisi pasien sesuai daerah defek dan lokasi donor
3. Pemasangan penghangat tubuh ( warmer)
4. Torniquet extrimitas untuk fasilitasi pengambilan donor
atau injeksi local anestesi dengan vasokonstriktor
5. Tahap pertama mempersiapkan daerah resipien
6. Tahap kedua mengambil donor
7. Tahap ketiga melakukan anastomosis pembuluh darah di
bawah mikroskop
8. Tahap keempat mengerjakan insetting flap
9. Tahap kelima penutupan daerah donor
10. Monitoring flap
B.03/RSUDY/VII/2010/
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
REPLANTASI
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
HERNIOTOMI
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
dilakukan pembedahan diganjal dengan penyangga
sehingga agak lebih tinggi dari sisi lainnya.
b. Insisi transversal pada lipatan
kulit abdomen paling bawah sepanjang 3-4cm
(tergantung umur pasien) diperdalam sampai fascia
muskulus obliquus abdominalis sambil merawat
perdarahan
c. Pada neonatus
dipergunakan teknik Michael Banks tanpa membuka
fascia muskulus obliquus abdominalis eksternus kantong
hernia ditemukan pada anulus eksternus kanalis
inguinalis dengan membuka dan membersihkan
aponeurosis obliquus eksternus
d. Setelah aponeurosis obliquus
eksternus dibersihkan dan ditemukan funikulus
spermatikus kemudian pisahkan dari muskulus cremaster
sehingga dapat ditemukan kantong hernia terpisah dari
struktur sekitarnya.
e. Kantong hernia dibersihkan
dari vasa spermatika sampai anulus eksternus kanalis
inguinalis kemudian dilakukan ligasi dan dipotong,
sedangkan bagian distal dari kantong hernia dibiarkan
melekat menyatu dengan struktur funikulus spermatikus
f. Selanjutnya luka
pembedahan ditutup dengan jahitan subkutan
4. Perawatan pascabedah ;
a. Perawatan pasca anestesi
diruang pulih IBS sampai pasien sadar untuk
dipindahkan ke bangsal bedah biasa
b. Perawatan luka operasi untuk
penilaian komplikasi awal seperti perdarahan, hematom
c. Pasien pulang setelah evaluasi
pascabedah tidak terdapat kelainan
5. Perawatan rawat jalan ;
a. Pasien kontrol poliklinis 1
(satu) minggu pasca bedah untuk evaluasi luka operasi
dan komplikasi lanjut seperti infeksi, residif
b. Perawatan pasien setelah kontrol
2 (dua) minggu pasca bedah luka operasi tidak terlihat
ada kelainan dianggap selesai
UNIT TERKAIT IGD, OK, RI.A, RI.B, ICU
PENGERTIAN Adalah reposisi isi kantong hernia yang terjepit, memetong dan
menutup kantong hernia sehingga isi rongga abdomen tidak dapat
masuk lagi kedalam kantong hernia
TUJUAN 1. Mengatasi jepitan pada isi kantong hernia untuk
menyelamatkan organ tersebut dari gangguan vaskularisasi
dan obstruksi
2. Melakukan reposisi isi kantong hernia kedalam rongga
abdomen dan menutup hubungan kantong hernia dengan
rongga abdomen sehingga isi rongga abdomen tidak dapat
masuk lagi kedalam kantong hernia
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh dokter
spesialis Bedah.
PROSEDUR 1. Persiapan pasien ;
a. Pasien dipuasakan, dipasang infus cairan dextrose
5% dalam 0,225% NaCL
b. Dipasang pipa lambung dengan ukuran sesuai
dengan usia pasien
c. Pasang kateter urethra tetap untuk penilaian dan
pemantauan produksi urine dan mengosongkan kandung
kencing
d. Jika tidak terdapat kontra indikasi, pemberian
penenang per rektum dapat dilakukan agar bayi / anak
tidur sehingga persiapan pembedahan dapat lebih tenang
2. Persiapan fasilitas pembedahan ;
a. Linen ; sda
b. Instrumen pembedahan ;
- Set bedah dasar bayi dan anak-anak ; 1 set
- Klem usus bayi dan anak-anak ; 2 pasang
c. Benang ;
- Mersilk 4-0 jarum bundar ; 2 pcs
- Vicryl 4-0 jarum bundar ; 2 pcs
1. Craniotomy Evakuasi/Trepanasi
2. Craniotomy Elevasi/Debridement
3. Craniotomy/Trepanasi Tumor Removal
4. Cranioplasty
5. Laminektomy Tumor Removal
6. Punksi Aspirasi
7. Boor Hole Drainage
8. Ventriculo-Peritoneal Shunt ( Vp Shunt )
9. External Ventricular Drainage ( Evd )
10. Subkutaneus Likuor Drainage
11. Endoskopi ThUGD Ventriculostomi
12. Laminektomy Dekompresi
13. Reseksi Meningokel / Meningoensefalokel
14. Laminektomy Discektomy
15. Microdiscektomy
16. Anterior Cervical Discektomy And Fusion ( Acdf )
17. Segmental Spinal Instrumentation ( Ssi )
18. Anterior Spinal Intrumentation ( Asi )
19. Craniotomy / Trepanasi Aneurysma Clipping
20. Craniotomy / Trepanasi Reseksi Avm
21. Craniotomy / Trepanasi Reseksi Cavernoma
22. Ligasi Arteri Karotis Interna
23. Neurotisasi Plexus Brachialis
24. Carpal Tunnel Release
25. Craniotomy / Microvascular Decompression
26. Carotid End Arterectomy ( Cea )
27. Craniotomy / Microvascular
28. Anastomosis Extra - Intrakranial
CRANIOTOMY EVAKUASI/TREPANASI
RSU
DHARMA YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
CRANIOTOMY EVAKUASI/TREPANASI
RSU
DHARMA YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
VENTRICULO-PERITONEAL SHUNT
(VP SHUNT)
RSU
DHARMA YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra, SKM
VENTRICULO-PERITONEAL SHUNT
(VP SHUNT)
RSU
DHARMA YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
10. Insersi shunt intraperitoneal lk 25 cm.
11. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0;
subcutis dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan
Prolene/Dermalon 3.0.
12. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.
LAMINEKTOMY DEKOMPRESI
PENGERTIAN Pembuangan lamina disertai lig flavum dan epidural fat dengan
atau tanpa foraminotomy-medial facetectomy
TUJUAN Dekompresi kanal spinalis
KEBIJAKAN Pelayanan dilaksanakan di OK RSU Dharma Yadnya oleh
dokter Spesialis Bedah Saraf.
PROSEDUR 1. Anestesi Umum.
2. Posisi Prone.
3. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine : RL = 1 : 9.
4. Persempit lapangan operasi dengan doek steril.
5. Pasang opsite.
6. Anestesi infiltrasi dengan pehacain pada daerah incisi.
7. Incisi linier sesuai keperluan.
8. Diseksi subperiosteal dengan monopolar dan dissektor
besar/pahat.
9. Pemasangan spreader otomatis. Atasi perdarahan dengan
cauter bipoler/monopoler.
10. Laminektomi dengan menggunakan Rongeur 5.0 dan 3.0
sesuai keperluan sampai tampak pulsasi duramater.
11. Hemostatik dengan surgicel, bone wax maupun kauterisasi.
12. Pencucian daerah operasi dengan H2O2+Betadine+Nacl 0,9%
sampai bersih.
13. Pemasangan Epidural Analgesia.
14. Vacum drain 10.0/12.0 dipasang.
15. Luka operasi dijahit lapis demi lapis; otot dengan
Vicryl/Dexon 3.0, Fascia dengan Vicryl/Dexon 3.0; subcutis
dengan Vicryl 4.0; Kutis dengan Prolene/Dermalon 3.0 atau
skin stapler.
16. Tutup dengan gaas verband operasi selesai.
RESEKSI MENINGOKEL/MENINGOENSEFALOKEL
LAMINEKTOMY DISCEKTOMY
46. MICRODISCEKTOMY
MICRODISCEKTOMY
CRANIOTOMY/TREPANASI ANEURYSMA
CLIPPING
RSU DHARMA YADNYA
No. Dokumen No Revisi Halaman
……/Komed/ 0
1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama
0
dr.I Wayan Semendra,SKM
CRANIOTOMY/TREPANASI RESEKSI
CAVERNOMA
RSU DHARMA
YADNYA No. Dokumen No Revisi Halaman
……/Komed/ 0 1/1
RSDY/..../2009
STANDAR PROSEDUR Tanggal Terbit
OPERASIONAL Direktur Utama
ANASTOMOSIS EKSTRA-INTRAKRANIAL
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
EKSTRAKSI GIGI
RSU No. Dokumen No Revisi Halaman
DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
PENAMBALAN GIGI
SCALING
No. Dokumen No. Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Peradangan gusi yang disebabkan oleh faktor lokal dan atau
faktor sistemik.
TUJUAN Mencegah kelainan periodontal lebih lanjut.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
KEBIJAKAN
Menghentikan peradangan jaringan periodontial.
Gingivektomi:
1. Anesthesi local
2. Menentukan letak dasar poket
3. Memotong gingival
4. Membersihkan jaringan granulasi,sisa-sisa jar nekrotik
5. Irigasi saline
6. Penutupan dengan pack
GINGIVEKTOMI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
7. Pack dibuka 1 minggu, kemudian dipasang kembali
selama 1 minggu.
8. Kontrol berkala
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
…………0
dr.I Wayan Semendra,SKM
0
RSU DHARMA
YADNYA
………0
dr.I Wayan Semendra,SKM
5. Unit Terkait
:
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
SMF ILMU KESEHATAN MATA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Konsultasi adalah proses permintaan pendapat, saran dan/atau
tindakan medis intra dan inter disiplin sesuai dengan kebutuhan
pasien
TUJUAN Untuk memberikan pelayanan medis yang optimal sesuai dengan
kebutuhan pasien
KEBIJAKAN Konsultasi wajib dilakukan kepada disiplin terkait apabila
diketahui terdapat masalah yang menyangkut multidisiplin.
PROSEDUR 1. Konsultasi dilaksanakan secara tertulis ditujukan kepada
disiplin terkait
2. Konsultasi dilakukan dengan menggunakan lembar khusus
rekam medik
3. Dalam konsultasi dicantumkan secara jelas kronologis pasien,
data penunjang dan maksud konsultasi.
4. Dicantumkan tandatangan dan nama terang dokter yang
meminta konsultasi dan dokter yang memberi konsultasi.
5. Bila diperlukan, dokter yang memberi konsultasi mendampingi
dokter yang menjawab konsultasi pada waktu pemeriksaan
agar dapat berdialog.Jawaban konsul ditulis dalam lembar
khusus rekam medik, memberikan anjuran pemeriksaan
penunjang, terapi, atau tindakan yang diperlukan.
6. Konsultasi dapat dilakukan di ruang rawat inap pasien atau
mendatangi disiplin terkait
7. Konsultasi dapat dalam bentuk konsultasi berencana atau
segera / cito (sesuai dengan kebutuhan, apakah keadaan pasien
emergensi atau tidak)
8. Dalam keadaan kasus-kasus tertentu, dapat dibentuk tim yang
terdiri atas beberapa konsultan sesuai dengan bidangnya.
UNIT TERKAIT POLIKLINIK UMUM, RI A, RI B, SMF TERKAIT
DOKTER JAGA KONSULTAN MATA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA .
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Dokter jaga Konsultan mata adalah dokter spesalis mata bertugas
jaga yang bertugas menerima konsulan dari RSU Dharma Yadnya.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
13. Eratkan silikon band sampai tekanan bola mata kira2 sesuai
dengan beban 5/7.5 Tonometri Schiotz
14. Dekatkan konjungtiva ke limbus, dan jahit dengan benang
vicryl 8-0 pada daerah temporal dan nasal.
15. Suntik 0,5 cc Gentamisin sub konjungtiva pada daerah
inferior atau superior.
16. Beri tetes mata dan bola mata ditutup dengan gaas steril.
17. Operasi selesai
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
PENGERTIAN Mati batang otak adalah suatu keadaan yang ditandai oleh
menghilangnya fungsi batang otak berupa:
a. Tidak terdapat sikap tubuh yang abnormal (dekortikasi
atau deserebrasi).Tidak terdapat sentakan epileptik.
b. Tidak terdapat refleks-refleks batang otak.
c. Tidak terdapat nafas spontan.
TUJUAN 1. Diyakini bahwa telah terdapat pra kondisi tertentu yaitu
koma dan apneu karena kerusakan otak struktural yang
tak dapat diperbaiki lagi, dengan kemungkinan MBO.
2. Menyingkirkan penyebab koma dan henti nafas yang
reversibel (obat-obatan, intoksikasi, gangguan metabolik
dan hipotermia.
KEBIJAKAN Penentuan Mati Batang Otak oleh dokter yang berkompeten
pada unit perawatan pasien
PROSEDUR 1. Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti
nafas yang menetap yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap cahaya.
b. Tidak ada refleks kornea..
c. Tidak ada refleks vestibulo-okuler.
d. Tidak ada respon motor terhadap rangsang adekuat
pada area somatik.
e. Tidak ada refleks muntah (gag refleks) atau refleks
batuk karena rangsang oleh kateter isap yang
dimasukan ke dalam trakea.
f. Tes henti nafas positif, yang dilakukan dengan cara:
o Preoksigenasi dengan O2 100% selama 10
menit.
o Pastikan pCO2 awal testing dalam batas
40:60 torr dengan memakai kapnografdan
atau analisa gas darah.
o Lepaskan pasien dari ventilator, insuflasikan
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
atau bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off.
- Memantau bangkitan EEG, tekanan intrakranial, memulai
pemberian OAE dosis rumatan
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
PENGERTIAN Nyeri kepala adalah perasaan tidak enak atau nyeri yang
dirasakan dari daerah orbital sampai daerah oksiput.
TUJUAN Untuk menangani penderita dengan nyeri kepala baik primer
maupun sekunder.
KEBIJAKAN Pasien dengan nyeri kepala primer/sekunder diperiksa di
poliklinik, bisa langsung pulang atau rawat inap.
PROSEDUR 1. Anamnesis,
2. pemeriksaan fisik.
3. Pemeriksaan penunjang: foto kepala, EEG, CT scan kepala.
4. Terapi sesuai dengan hasil penunjang diagnose
5. Memberikan obat anti nyeri atau konsultasi dengan SMF
Terkait.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/3
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010 dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/3
RSU
DHARMA YADNYA
Rehabilitasi.
Pencegahan stroke: tindakan promotif primer dan
sekunder.
7. Penatalaksanaan khusus:
- Perdarahan subaraknoid: Anti-vasopasmus:
Nimodipine.
Neuroprotektan.
- Perdarahan intraserebral:
Konservatif:
Memperbaiki faal hemostasis (bila ada
gangguan faal hemostasis).
Mencegah/mengatasi vasopasmus otak akibat
perdarahan: Nimodipine.
Neuroprotektan.
Operatif:
Dilakukan pada kasus yang indikatif/memungkinkan:
Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda
peningkatan TIK akut dan ancaman herniasi
otak.
Perdarahan serebelum.
Volume perdarahan lebih dari 30 cc, atau
diameter > 3 cm terutama pada fosa posterior.
Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel
atau serebelum.
GCS > 7.
Terapi kompilasi:
- Anti edema: Larutan manitol 20%.
- Anti biotika, antidepresan, antikonvulsan: atas
indikasi.
- Anti thrombosis vena dalam dan emboli paru.
Penatalaksanaan faktor risiko:
- Antihipertensi: Fase akut stroke dengan
persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004).
- Antidiabetika: Fase akut stroke dengan
persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004).
- Antidislipidemia: atas indikasi.
Terapi nonfarmako:
- Operatif.
STROKE HEMORAGIK
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/3
RSU
DHARMA YADNYA
- Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi
medik.
- Edukasi.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
DEMENSIA VASKULER
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
DEMENSIA VASKULER
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
Galantamin tab 2 x 4 mg maks 2 x 16 mg (interval
titrasi 1 bulan).
Gangguan Perilaku :
Depresi : antidepresan SSRI (pilihan utama)
Delusi/halusinasi/agitasi :
Neuroleptik atipikal: Risperidon tab: 1 x 0,5 mg – 2
mg/hari
Neuroleptik tipikal : Haloperidol tab : 1x 0,5 mg –
2 mg/hari
Terapi non medik:
Stimulasi kognitif, Reminescence, Gerak Latih
Otak, Edukasi pengasuh
Intervensi lingkungan: Terapi musik,Terapi cahaya, Fasilitas
aktivitas
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/1
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
A. FISIOTERAPI
a. Terapi panas (Heat Therapy)
(1) Terapi panas Superfisial (IR) : untuk terapi daerah
muka (kulit & otot)
(2) Terapi panas dalam (Deep Heating), MWD / SWD
untuk terapi daerah foramen mastoideus.
b. Stimulasi Listrik (Electrical Stimulation) pada otot
wajah yang terkena (kalau TIC Facialis tidak ada)
- Latihan otot wajah (gunakan cermin)
- Massage
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN BEEL’S PALSY
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
TUJUAN Memberi acuan tindakan dokter Rehabilitasi Medik dan tim dalam
penanganan kasus tersebut.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
c). Pelaksanaan
Terapi Medikamentosa :
NSAID
Fisioterapi
- Terapi panas dan atau
dingin
- Elektrostimulasi /
TENS
- Exercise : ~ ROM
Exercise
~ Stretching Exercise
TUJUAN Memberi acuan tindakan dokter Rehabilitasi Medik dan tim dalam
penanganan kasus tersebut diatas.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/5
RSU
DHARMA YADNYA
Radiologi : X ray thoraks PA dan lateral, CT scan
thoraks resolusi tinggi.
Pemeriksaan faal paru : Spirometri.
2. Diagnosis Fungsional
PPOK ringan / sedang / berat dalam fase pasca akut /
pemulihan / lanjut , yang berakibat penurunan fungsi
paru , penurunan fungsi otot, kondisi gizi yang makin
buruk.
Dengan masalah :
Sesak nafas atau nafas pendek dengan inspirasi
menggunakan otot-otot napas sekunder.
Banyak dahak di saluran napas dengan kemampuan
batuk yang menurun / buruk.
Penurunan kapasitas fisik yang berakibat penurunan
kemampuan berjalan, naik tangga, penurunan aktivitas
kehidupan sehari-hari ( termasuk merawat diri )
Rasa cemas sampai depresi ( akut atau kronis )
Gangguan pola tidur dan insomnia
Penurunan rasa percaya diri
Terganggunya aktivitas sosial
Meningkatnya hari mangkir kerja.
3. Prognosis
Berlangsung seumur hidup dan makin memburuk.
Dengan rehabilitasi, memperlambat perburukan klinis /
fungsional, memperbaiki kemampuan merawat diri /
beraktivitas dan memperbaiki kualitas hidup
4. Pelaksanaan terapi Rehabilitasi Medik.
a. Pasca eksaserbasi akut ( di rumah sakit )
Tujuan :
mengatasi sesak napas, mencegah sindroma dekondisi.
Program :
Medikamentosa : bronkodilator, steroid, mukolitik
( inhalasi)
Edukasi untuk posisi mengurangi sesak ( waktu berbaring,
duduk, berdiri )
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 4/5
RSU
DHARMA YADNYA
Latihan relaksasi ( imagery, terapi musik, pernapasan
pursedlips )
Latihan ankle pumping aktif / pasif
Latihan aktif / aktif asistif anggota gerak, terutama anggota
gerak bawah
Terapi fisik dada untuk mengeluarkan dahak ( aktif atau
dibantu) , bila perlu memakai alat ( Positive end
expiaratory pressure / flutter ), kontrol pernafasan dan
perbaikan pola nafas. segera bila sesak berkurang
b. Fase Pemulihan ( di rumah sakit, rawat jalan, home
program )
Tujuan :
Mencegah dan mengurangi frekuensi eksaserbasi,
meningkatkan toleransi latihan, meningkatkan
kemampuan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari ( AKS ) /
aktivitas kerja.
Program :
- Edukasi : program berhenti merokok, penggunaan obat,
tujuan / manfaat latihan dihubungkan dengan
patofisiologi penyakit, Strategi pernapasan
optimal, prinsip konservasi energi dan
penyederhanaan kerja, pemakaian CPAP
( Continuous Positive Airway Pressure ) dan
LTOT ( Long Term Oxygen Therapy ).
- Latihan Relaksasi : Relaksasi pernafasan dan relaksasi
Jacobson.
Terapi fisik Dada :
Kontrol pernapasan dan perbaikan pola napas.
Perbersihan jalan napas ( aktive cycle breathing
technique ), bila perlu membantu refleks batuk
( assist cough ) dan dengan alat ( PEEP / flutter ).
Kelenturan otot-otot napas sekunder, otot bahu,
memperbaiki mobilitas dinding dada dan koreksi
postur bila perlu.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 5/5
RSU
DHARMA YADNYA
Meningkatkan / memperbaiki kemampuan otot
inspirasi.
- Terapi okupasi :
Posisi tubuh yang benar, penyesuaian aktivitas
dengan pola napas, perencanaan dan prioritas
aktivitas kerja, pemakaian alat bantu ( bila perlu ).
- Latihan Rekondisi ( bila perlu diberikan oksigen atau
Meningkatkan asupan oksigen selama latihan )
Rekondisi kardiorespirasi : jalan, sepeda statik,
treadmill. Beban disesuaikan dengan hasil uji
latih, dapat dengan beban tetap atau ditingkatkan
bertahap.
Rekondisi grup otot ( ekstremitas atas, ekstremitas
bawah, abdominal ).
Rekondisi otot pernapasan ( dengan / tanpa alat ) :
perasat Muller, inspiratory muscle trainer,
incentive
c. Mobilisasi aktif Fase Lanjut ( rawat jalan, home
program, latihan kelompok / klub senam ).
Tujuan :
Mempertahankan kapasitas fungsional / latihan.
Mempertahankan kemampuan AKS / aktivitas kerja /
psikososial.
Program :
- Edukasi : pemakaian obat, kontrol faktor resiko,
program latihan berkelanjutan, terutam kontrol
pernapasan dan latihan rekondisi.
- Melanjutkan latihan pada fase pemulihan:
Khusus latihan rekondisi : meningkatkan intensitas,
mempertahankan frekuensi dan durasi latihan.
Intensitas dievaluasi dengan uji latih berkala ( setiap
2 -3 bulan )
Frekuensi latihan : 3 – 5 kali per minggu
Durasi : 30 menit, dalam bentuk latihan kontinyubatau
interval Latihan dalam bentuk klub senam PPOK atau
senam Asma
2. Diagnose Fungsional
Penyakit pneumoni pada kondisi subakut atau lanjut dengan
masalah:
- N afas pendek dangkal, dengan kesulitan inspirasi dalam.
- Gangguan mobilitas dinding dada dan pengembangan paru,
dapat disertai kolaps paru.
- Penumpukan dahak di saluran nafas dan kemampuan batuk
yang lemah / tidak ada.
- Keterbatasan kemampuan berjalan, naik tangga, penurunan
aktivitas kehidupan sehari-hari ( termasuk merawat diri.
- Rasa cemas dan depresi ( akut atau kronis )
- Gangguan pola tidur / insomnia.
- Penurunan rasa percaya diri.
- Terganggunya aktivitas sosial
- Meningkatnya hari mangkir kerja
- Pada penyakit-penyakit tertentu akan berlanjut sampai
pemakaian ventilator jangka panjang / seumur hidup.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/5
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 4/5
RSU
DHARMA YADNYA
Terapi latihan dengan berbagai metode fasilitasi serta
managemen spastisitas dan aktivitas fungsional sesuai
dengan tahap perkembangan anak ( dengan atau tanpa
Hidroterapi )
Terapi Okupasi :
o Latihan fungsional berdasarkan tahapan
perkembangan yang memperhatikan
kemampuan awal yang telah dicapai.
o Latihan sensorik tergantung jenis kelainan yang
ada ( penglihatan, pendengaran, integrasi
sensorik ).
Terapi wicara :
o Terapi oromotor, terapi gangguan feeding /
menelan, terapi gangguan komunikasi.
Psikologi :
o Terapi psikososial, pemeriksaan / test : SQ atau
IQ
Rehabilitasi Edukasional : Bila secara fungsional telah
mencapai
o kemandirian rujuk ke SLB D / YPAC.
Rehabilitasi vokasional : untuk CP dewasa .
o Bekerja di luar bila : IQ > 80, mampu ambulasi
dengan / tanpa alat Bantu jalan , mampu
bicara dan dapat dimengerti orang lain, fungsi
tangan normal dengan atau tanpa alat bantu.
o Bekerja ditempat perlindungan bila : IQ : 50 – 79,
ambulasi dengan / tanpa alat bantu jalan,
bicara dapat dimengerti orang lain, fungsi tangan
normal dengan / tanpa alat bantu.
Ortotik Prostetik :
Alat bantu aktivitas / alat bantu jalan
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN PALSI SEREBRAL
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 5/5
RSU
DHARMA YADNYA
Pemakaian ortose : splint/ brace ( resting, functional
antispasticity ), untuk ekstremitas bawah atau ekstremitas
atas.
Kursi roda khusus
B.03/RSUDY/VII/2010/
00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Direktur
SPO Tanggal Terbit
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010 dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
Misal :
Monoporese / plegi / hemiporose / hcmiplegi / gangguan
bicara / gangguan berbahasa / gangguan menelan dengan
psikologis pada stadium I / D / I-I pasca stroke Non
Hemorhogik / Hemorhogik, Pilih jenis tindakan atau
modalitas yang aman dan cocok.
d. Untuk pasien diruangan, pelaksana terapi melaksanakan
tugas sesuai dengan program yang sudah dibuat oleh dokter
Rehabilitasi Medik, setiap hari kerja, dan melaporkan
perkembangan pasien kepada dokter.
e. Dokter melakukan evaluasi yang dibuat setiap 2 X
seminggu.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
PROSEDUR Persiapan dokter Rehabilitasi Medik meliputi :
1. Anamnesa
- Keluhan pasien seperti tersebut diatas
- Adanya penyakit-penyakit lain dan hal-hal yang
perlu mendapat perhatian.
2. Pemeriksaan vital sign
3. Pemeriksaan fisik
- Spasme Otdt
- Test-test: SLR, Patric, Anti Patric, Schaler test.
4. Anjuran / Permintaan pemeriksaan penunjang yaitu Rontgent
Lumbo Sacral Ap - Lat.
5. Buat program Rehabilitasi Medik yang meliputi :
Terapi Medikamentosa
- Analgetika
- NSAID
Relaksasi otot
- Vitamin neurotropik
Terapi dengan modalitas fisik disertakan dengan
keperluan :
- Diathermi (USD / MWD / SWD) selama 10-15
menit
- Stimulasi listrik ( TENS / Interferential )
- Traksi punggung ( setelah keluhan nyeri berkurang )
dengan beban + 1/3 BB selama 10-15 menit.
- Massage kalau diperlukan.
Terapi latihan : penguatan otot abdomen ( William
flexion exercise ) atau back extension exercise
(Mckenzie)
Ortosa : Penggunaan Brace / Korset
Edukasi tentang posisi tubuh kebiasaan sehari-hari,
- Alas tidur keras
- Jangan mengangkat berat-berat dalam posisi
membungkuk, beritahu posisi-posisi yang benar.
- Jangan melompat-lompat.
- Berjalan harus tegak dan relax
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
2. Pemeriksaan Vital sign
3. Pemeriksaan fisik meliputi :
- Spasme Otot
- Test-test : Kompresi leher, ditraksi leher,
hiperekstensilieher.
4. Anjuran / Permintaan pemeriksaan penunjang yaitu Rontgen
Cervical Ap - Lat – Oblique
5. Buat program Rehabilitasi Medik yang meliputi :
a. Tempi Medikamentosa ( bila belum membawa resep
obat dari dokter yang mengirim)
Tindakan :
Analgetika
Anti inflamasi non steroid
Relaksasi otot
Vitamin neurotropik
b. Fisioterapid hari sebanyak 5 X lalu dievaluasi Tindakan
Terapi panas/dingin, lama 10-20 menit
Massage otot leher, Paraspinal
Traksi leher beban ± 1/7 BB lama 10-15
menit
Latihan (exercise) antara lain : RGS ( ROM
Exc) leher dan bahu Neck caillieat exercise
c. Ortotik Prostetik
Alat penyangga leher ( cervical collar) bila
diperlukan.
d. Edukasi: untuk korelasi sikap tubuh yang salah.
Program dibuat dengan memperhatikan Indikasi dan
Kontra Indikasi.
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/2
RSU
DHARMA YADNYA
SPO Tanggal terbit Direktur
PELAYANAN MEDIS
Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/2
RSU
DHARMA YADNYA
2. Pelaksanaan
Program Rehabilitasi yang diberikan meliputi :
a. Terapi Medikamentosa (bila belum memperoleh resep /
obat ) yaitu :
Analgetika
Anti inflamasi Non Steroid
Glukosamine – Chondroitin Sulphate
b. Fisioterapi tiap hari dimana setelah 5 kali akan dievaluasi
Berupa :
Terapi panas / dingin : 10-20 menit
Bila perlu dapat diberi TENS selama 10-20 menit
Latihan (exercise) yaitu latihan luas gerak sendi
(ROM) dan penguatan otot-otot quadriceps.
c. Orthotik Prostetik
Knee brace, bila diperlukan
Alat Bantu jalan (cane, tripod dll ) bila
dibutuhkan
d. Edukasi : untuk konservasi sendi lutut Meliputi :
Diit : menjaga berat badan berada pada batas
normal
Menghindari menekuk lutut lebih dari 90 derajat
saat berdiri, duduk atau jongkok
Naik tangga : gunakan lebih dahulu sisi yang
kurang sakit, sisi lain kemudian mensejajari.
Sebaliknya bila turun tangga.
Menggunakan WC duduk
Program dibuat dengan memperhatikan indikasi dan
kontraindikasi
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/3
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
dr.I Wayan Semendra,SKM
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/3
RSU
DHARMA YADNYA
- Periksa : pembengkakan, deformitas dan gerakan
abnormal, krepitasi dan penurunan fungsi
- Periksa luas gerak sendi (ROM) Hip, Knee dan Ankle
- Periksa kekuatan otot (MMT) pada keempat extremitas
- Periksa Lesi saraf di extremitas bersangkutan dan
ditempat lain.
- Periksa fraktur ditempat lain
Pemeriksaan Radiologi
(Lihat hasil Rontgen foto kalau sudah ada)
- Letak fraktur
- Keadaan fraktur : stabil / tidak
- Instrumen yang digunakan
- Penyembuhan fraktur : ( Union, Non Union, Malunion)
Diagnosa :
- Fraktur Shaft Femur dg internal / external fixasi
- Fraktur Shaft Femur dengan fraktur di tempat lain
- Fraktur Shaft Femur dengan masalah di Kardio Vaskuler
Pelaksanaan :
a. Minggu I
Hindari rotasi , latihan ROM pasif Hip dan Knee
Latihan aktif ROM knee dan Hip.
Latihan isometrik Quadricep, Gluteus
Ambulasi dg alat bantu jalan ( NWB )
b. Minggu II – IV
Hindari rotasi
Latihan ROM aktif , aktif assistif dan pasif menjelang
minggu IV knee dan Hip
Latihan isometrik dan isotonik Quadricep, Gluteus
Ambulasi dg alat bantu jalan ( WBI --- PWB ) untuk
fraktur stabil
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN FRAKTUR SHAFT FEMUR
No. Dokumen No Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/3
RSU
DHARMA YADNYA
c. Minggu IV – VI
Latihan ROM aktif, aktif assistif, dan pasif.
Latihan penguatan : Isometrik, Resistive Isotonik
Exercise Quadricep, Hamstring dan Gluteus
Ambulasi : Weight Bearing dg alat bantu jalan
d. Minggu IX – XII
Latihan aktif / passif ROM knee dan Gluteus
Latihan penguatan ( progressive Ressistive Exercise )
Ambulasi : Full Weight Bearing / sebatas toleransi
dengan alat bantu
e. Minggu XII – XVI
Latihan lanjutan
Ambulasi : Full Weight Bearing tanpa alat bantu
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 1/3
RSU
DHARMA YADNYA
Tanggal Terbit Direktur
SPO
PELAYANAN MEDIS Juli 2010
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 2/3
RSU
DHARMA YADNYA
- Periksa : pembengkakan, deformitas dan gerakan
abnormal, krepitasi dan penurunan fungsi
- Periksa luas gerak sendi (ROM) Hip, Knee dan Ankle
- Periksa kekuatan otot (MMT) pada keempat extremitas
- Periksa Lesi saraf di extremitas bersangkutan dan ditempat
lain.
- Periksa fraktur ditempat lain
4. Pemeriksaan Radiologi
(Lihat hasil Rontgen foto kalau sudah ada)
- Letak fraktur
- Keadaan fraktur : stabil / tidak
- Instrumen yang digunakan
- Penyembuhan fraktur : ( Union, Non Union, Malunion)
5. Diagnosa :
- Fraktur Shaft Tibia dg internal / external fixasi
- Fraktur Shaft Tibia dengan fraktur di tempat lain
- Fraktur Shaft Tibia dengan masalah di Kardio Vaskuler
6. Pelaksanaan :
a. Minggu I – II
Hindari rotasi
Latihan aktif ROM knee dan ankle.
Latihan isometrik Quadricep, Tibialis
anterior,Gastocnemeus- Soleus
Ambulasi dg alat bantu jalan ( NWB )
b. Minggu IV – VI
Hindari rotasi
Latihan aktif ROM knee dan ankle.
Latihan isometrik dan isotonik Quadricep, Tibialis
anterior, Gastocnemeus-Soleus.
Ambulasi dg alat bantu jalan ( WBI --- PWB )
untuk fraktur stabil
PELAYANAN REHABILITASI MEDIK
PADA PASIEN FRAKTUR SHAFT TIBIA
No. Dokumen No Revisi Halaman
B.03/RSUDY/VII/2010/ 00 3/3
RSU
DHARMA YADNYA
c. Minggu VIII – XII
Latihan ROM aktif, aktif assistif, dan pasif.
Latihan penguatan : Gentle Progresive Resistive
Exercise
Ambulasi : Weight Bearing dg alat bantu jalan.
d. Minggu XII – XVI
Latihan lanjutan
Ambulasi : Full Weight Bearing tanpa alat bantu