Anda di halaman 1dari 196

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia berdasarkan UU RI Nomor 13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lansia adalah mereka yang telah berusia 60 tahun keatas

atau lebih. WHO menyebutkan batasan lansia meliputi usia pertengahan

(middle age) antara 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun,

usia lanjut tua (old) antara 75-90 tahun dan usia sangat lanjut (very old) di

atas 90 tahun (Nasrullah 2016).

Menurut World Health Organization (2017), batasan usia lansia

dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu lansia pertengahan (middle age) usia 45

tahun sampai dengan 59 tahun, lansia (elderly) usia 60 tahun sampai

dengan 74 tahun, lansia tua (old) usia 75 tahun sampai dengan 90 tahun,

dan lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Penyakit yang banyak dialami oleh lansia yaitu penyakit system

kardiovaskular, salah satunya adalah hipertensi (Riskesdas Kementerian

Kesehatan RI, 2018). Hipertensi merupakan salah satu jenis penyakit

Kardiovaskuler yang paling umum dan paling banyak di sandang

masyarakat (P2PTM Kemkes, 2019). Hipertensi disebut juga sebagai the

silent killer karena tanpa ada keluhan sehingga penderita tidak menyadari

dirinya menyandang hipertensi dan baru mengetahui setelah adanya

komplikasi (P2PTM Kemkes, 2019).

1
2

Berdasarkan data dari WHO (World Health Organization) ada

sebanyak 1,13 Miliar jiwa di dunia yang mengalami hipertensi dan jumlah

hipertensi dengan usia 55-64 tahun memiliki proporsi sebanyak 55,2%

(Kemenkes RI, 2019).

Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 34,1%. Ini mengalami

peningkatan dibandingkan prevalensi hipertensi pada Riskesdas Tahun

2013 sebesar 25,8%. Diperkirakan hanya 1/3 kasus hipertensi di Indonesia

yang terdiagnosis, sisanya tidak terdiagnosis. Menurut data Dinas

Kesehatan kota Batam (Dinkes, 2020).

Berdasarkan hasil dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018

jumlah lansia di kepulauan riau sebanyak 2.136.521 jiwa, dengan rincian

laki-laki 1.089.442 jiwa, perempuan 1.074.079 jiwa. (Profil Kesehatan

Indonesia tahun 2018). Pada tahun 2019, prevalensi hipertensi di

Kepulauan Riau menurut kabupaten/kota yang paling tinggi yaitu di

Tanjung Pinang sebesar (40,7%), lalu ada Anambas sebesar (38,5%),

Lingga sebesar (37,4%), Natuna sebesar (35,6%), Karimun sebesar

(34,6%), bintan(25,5%), dan Batam sebesar (24,9%) (Riskesdas RI,

2018).

Berdasarkan hasil data Dinas Kesehatan Kota Batam Pada Tahun

2021 lansia di Batam berjumlah 4.217 lansia. di dapatkan 2 Puskesmas

yang memiliki kunjungan kejadian lansia dengan Hipertensi terbanyak

yaitu pertama terdapat pada puskesmas Batu Aji dengan jumlah 1.382

Lansia, kedua yaitu Puskesmas Sei Lekop dengan jumlah 1.090 lansia.
3

(Dinkes, 2021).

Penatalaksanaan yang umum dilakukan untuk menangani hipertensi

yaitu terapi farmakologi dan non farmakologis. Terapi farmakologis

antihipertensi seperti diuretik, beta bloker, calcium channel blocker,

angiotensin receptor blocker dan Alpha blocker. Salah satu terapi non

farmakologinya dengan BBT (Biological base therapy). BBT adalah salah

satu jenis terapi komplementer yang menggunakan bahan-bahan alami

seperti tanaman herbal. Makanan yang mengandung kalium yang tinggi

adalah buah-buahan yang mengandung kalium yang tinggi adalah pisang,

sehingga mengkonsumsi pisang baik untuk menjaga kestabilan tekanan

darah (Ayu kristuti et al., 2019).

Makanan yang mengandung kalium yang tinggi adalah buah-buahan

dan sayur-sayuran. Buah-buahan yang mengandung kalium yang tinggi

adalah pisang, sehingga mengkonsumsi pisang baik untuk menjaga

kestabilan tekanan darah. Pisang ambon memiliki kandungan kalium lebih

tinggi dan natrium lebih rendah dibandingkan dengan buah pisang

lainnya, dalam 100 g pisang ambon mengandung 435 mg kalium dan

hanya 18 mg natrium, sedangkan berat rata-rata satu buah pisang ambon

kurang lebih 140 g, sehingga dalam satu buah pisang ambon mengandung

kurang lebih 600 mg kalium dengan demikian pisang ambon menjadi

alternatif dalam peningkatan asupan kalium khususnya pada lansia

(Asmidar et al., 2022).

Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Sintya (2018), dengan judul


4

“Asuhan Keperawatan pemberian konsumsi pisang ambon terhadap

penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di kelurahan

tandang kecamatan tembalang kota semarang”. didapatkan hasil setelah

dilakukan intervensi dengan mengkonsumsi pisang ambon dapat

menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. 

Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Azima, N (2021), dengan judul

“Studi kasus Asuhan Keperawatan gerontik pasien dengan hipertensi

melalui pemberian pisang ambon untuk penurunan curah jantung di

Wilayah Kerja Puskesmas Belakang Padang Kota Batam”. Didapatkan

hasil Bahwa dengan mengkonsumsi pisang ambon sebanyak 2 buah/hari

(140gr/buah), dapat menurunkan tekanan darah. dan menjadi salah satu

pengobatan non farmakologis untuk menurunkan tekanan darah penderita

hipertensi.

Hasil penelitian ini juga yang dilakukan (Asmidar et al., 2022),

dengan Judul penurunan tekanan darah dengan pemberian pisang ambon

(Musa Acuminata Cavendish. S) didapatkan hasil setelah 7 hari

pengobatan dengan pisang ambon rata-rata tekanan darah pada penderita

hipertensi lebih rendah dibandingkan sebelum pengobatan.

Dampak yang muncul akibat dari hipertensi apabila tidak di kontrol

dengan baik, dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara

langsung maupun tidak langsung, kerusakan organ-organ yang terjadi pada

penderita hipertensi adalah jantung, penyakit ginjal kronis, penyakit arteri

perifer, retinopati, miokardium gagal jantung (Setyaningrum et al., 2018).


5

Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia, memberikan pelayanan

kesehatan yang paripurna kepada lansia ini perlu disiapkan dari tingkat

pelayanan utama yaitu keluarga, kemudian tingkat puskesmas yang

termasuk dalam fasilitas pelayanan kesehatan dasar. untuk mengelola

penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, kemenkes

membuat kebijakan yaitu mengembangkan dan memperkuat kegiatan

deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining) dan meningkatkan akses

masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui seperti melakukan

kegiatan posbindu, puskesmas lansia, peningkatan manajemen pelayanan

pengendalian penyakit tidak menular secara komprehensif (terutama

promotif dan preventif) dan holistik, serta peningkatan ketersediaan sarana

dan prasarana promotif-preventif, maupun sarana prasarana diagnostik dan

pengobatan (Kemenkes, 2018).

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Asuhan keperawatan gerontik pada Ny. S

dengan hipertensi dengan mengkonsumsi pisang ambon untuk

mengurangi tekanan darah di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Panas

Kota Batam Tahun 2022”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka penulis merumuskan

masalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan gerontik pada Ny. S

dengan hipertensi dengan mengkonsumsi pisang ambon untuk


6

menurunkan tekanan darah di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Panas Kota

Batam Tahun 2022” .

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Asuhan

Keperawatan Gerontik pada Ny.S dengan hipertensi dengan

mengkonsumsi Pisang Ambon untuk menurunkan tekanan darah di

Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Panas Kota Batam Tahun 2022

dengan pendekatan proses keperawatan dari tahap pengkajian,

diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian hipertensi pada Ny. S

dengan mengkonsumsi pisang ambon untuk

mengidentifikasi lansia dengan hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Sungai Panas Kota batam Tahun 2022.

1.3.2.2 Mampu Merumuskan diagnosa keperawatan hipertensi

dengan mengkonsumsi pisang ambon untuk

mengindentifikasi Ny.S dengan Hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Sungai Panas Kota Batam Tahun 2022.

1.3.2.3 Mampu menyusun rencana keperawatan hipertensi dengan

mengkonsumsi pisang ambon untuk mengidentifikasi Ny.S


7

dengan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai

Panas Kota batam Tahun 2022.

1.3.2.4 Mampu melakukan implementasi keperawatan hipertensi

dengan mengkonsumsi pisang ambon untuk

mengidentifikasi Ny.S dengan hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Sungai Panas Kota batam Tahun 2022.

1.3.2.5 Mampu melakukan evaluasi keperawatan dengan

mengkonsumsi pisang ambon untuk mengidentifikasi

Ny.S dengan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Sungai Panas Kota batam Tahun 2022.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Secara Teoritis

Penelitian ini dapat menjadi pengembangan ilmu


pengetahuan asuhan keperawatan di bidang keperawatan gerontik.

1.4.2 Secara Praktis

1.4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan


Meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan yang

dapat dijadikan bahan acuan atau pembelajaran

keperawatan gerontik. dalam mengembangkan ilmu

asuhan keperawatan pada lansia dengan Hipertensi

menggunakan terapi non farmakologis.


8

1.4.2.2 Bagi Pasien dan Keluarga


Mengetahui gambaran umum tentang hipertensi

beserta perawatan yang benar bagi klien agar penderita

mendapatkan perawatan yang tepat dalam keluarganya

melalui terapi non farmakologis.

1.4.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

acuan yang bermanfaat dan menjadi referensi bagi peneliti

selanjutnya
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Definisi Lanjut Usia

Lansia atau menua adalah suatau keadaan yang terjadi dalam

didalam kehidupan manusia. Menua merupakan proses sepanjang

hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai

sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah,

yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya,yaitu

anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda balik secara biologis

maupun psikologis (Dede Nasrullah, 2016).

Memasuki usia tua, hal ini berarti lansia mengalami

kemunduran, misalnya dari kemunduran fisik, yang ditandai dengan

kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,

pendengaran kurang jelas. Penglihatan semakin memburuk, gerakan

lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Dede Nasrullah,

2016).

1.1.2 Batasan-Batasan Lanjut Usia

1.1.2.1 Menurut WHO (Dede Nasrullah, 2016) , lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age),adalah kelompok usia (45-

59 tahun)

b. Lanjut usia (eldery) antara (60-74 tahun)

c. Lanjut usia (old) antara (75-90 tahun)


10

d. Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun

1.1.2.2 Menurut Depkes RI (Reni Yuli Aspiani, 2014) Departemen

Kesehatan Republik Indonesia membaginya lanjut usia

menjadi sebagai berikut:

a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun),keadaan ini

dikatakan sebagai masa virilitas.

b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai masa

presenium.

c. Kelompok-kelompok usia lanjut (>65 tahun) yang

dikatakan sebagai masa senium.

1.1.2.3 Menurut UU No.13 Tahun 1998 (Reni Yuli Aspiani, 2014)

Batasan orang dikatakan lansia berdasarkan, UU No.13

Tahun 1998 adalah 60 tahun. Depkes dikutip dari Aziz

(1994) lebih lanjut membuat penggolongan lansia menjadi 3

(tiga) kelompok yaitu:

a. Kelompok lansia dini (55-64 tahun),yakni kelompok yang

baru memasuki lansia.

b. Kelompok lansia (65 tahun keatas).

c. Kelompok lansia resiko tinggi,yakni lansia yang berusia

lebih dari 70 tahun

1.1.3 Proses Menua (Aging Proces)

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri


11

/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak

dapat bertahan terhadap ineksi dan memperbaiki kerusakan yang

diderita (Constantinides 1994).

Proses menua merupakan prosesn yang terus-menerus

(berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami

pada semua makhluk hidup. Proses menua setiap individu pada organ

tubuh juga tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum tergoong

lanjut usia (masih muda) tapi kekurangan-kekurangannya menyolok

(Deskripanasi).

Menurut UU No.09 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan

pasal 8 ayat 2 berbunyi: Dalam istilah sakit termasuk cacat,

kelemahan dan lanjut usia.

Berdasarkan pernyataan ini,lanjut usia dianggap sebagai suatu

penyakit hal ini tidak benar. Gerontologi berpendapat lain sebab lanjut

usia bukan suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup

manusia yaitu : Bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia.

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan daya tahan

tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupu luar tubuh

walaupun demikian harus diakui bahwa dihadapi berbagai penyakit

yang sering menghinggapi berbagai penyakit. Proses menua sudah

mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa.

Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang

mencapai usia dewasa misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan


12

pada otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga utuh ”mati” sedikit

demi sedikit.

Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia berapa

penampilan seseorang mulai menurun. pada setiap orang, fungsi

fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian

puncak maupun menurunnya. hal ini juga sangat individu. namun

umumnya, fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya umur antara

20-30 tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat dalam tubuh akan

berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun

sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur. Faktor-faktor yang

mempengaruhi proses menua adalah :

a. Hereditas (keturunan genetic), yang melibatkan : “jam gen”,

perbaikan DNA, respon terhadap stress dan pertahanan terhadap

antioksidan.

b. Lingkungan, yang melibatkan : pemasukan kalori, penyakit-

penyakit dan stress dari luar (misalnya : radiasi, bahan-bahan

kimia).
13

2.1.4 Teori-Teori Proses Menua

Skema 2.1

Faktor yang memberi kontribusi utama terhadap proses menua

Sumber : Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi

NANDA,NIC dan NOC Jilid I (2016)

1.1.3.1 Teori Biologis

Teori biologis dalam proses menua mengacu pada

asumsi bahwa proses menua merupakan perubahan yang

terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama masa hidup

(Zairt,1980). Teori ini lebih menekankan pada perubahan

kondisi tingkat structural sel/organ tubuh,termasuk

didalamnya adlaah pengaruh agen patotologis.

Fokus dari teori ini adalah mencari deerminan-

determinan yang menghambat proses penurunan fungsi

organisme. yang dalam konteks sistematik, dapat

mempengaruhi/memberi dampak terhadap organ/system


14

tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan

usia kronologis (Hayflick, 1997).

a. Teori Genetik Clock

Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi

akibat adanya program jam genetik didalam nuclei.Jam ini

akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini

sudah habis putarannya maka akan menyebabkan

berhentinya proses mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil

penelitian Haiflick (1980), dari teori itu dinyatakan adanya

hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur

dengan umur spesies mutasi somatic (Teori

Errorrcatastrophe).

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam

menganalisis faktor penyebab terjadinya proses menua

adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya

mutasi somatik. Radiasi dan zat kimia dapat

memperpendek umur menurut teori ini terjadi mutasiu

progresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan

terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.

b. Teori Error

Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh

menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang

kehidupan manusia akibat keselahan metabolisme yang


15

dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara

perlahan.

Sejalan dengan perkembangan umur sel tubuh, maka

terjadi beberapa perubahan alami pada sel pada DNA dan

RNA, yang merupakan substansi pembangun/pembentuk

sel baru. Peningkatan usia mempengaruhi perubajan sel

dimana sel-sel Nukleus menjadi besar tetapi tidak diikuti

dengan peningkatan jumlah substansi DNA.

Konsep yang diajukan oleh Orgel (1963)

menyampaikan bahwa kemungkinan terjadinya proses

menua adalah akibat kesalahan pada saat transkripsi sel

saat sintesa protein, yang berdampak pada penurunan

kemampuan kualitas (daya hidup) sel atau bahkan sel-sel

baru relative sedikit terbentuk. kesalahan yang terjadi pada

proses transkripsi ini dimungkinkan oleh karena

reproduksi dari enzim dan rantai peptida (protein) tidak

dapat melakukan penggandaan substansi secara tepat.

kondisi ini akhirnya mengakibatkan proses transikripsi sel

berikutnya juga mengalami perubahan dalam beberapa

generasi yang akhirnya dapat merubah komposisi yang

berbeda dari sel awal.


16

c. Teori Autoimun

Pada teori ini, penuaan dianggap disebabkan oleh

adanya penurunan fungsi system imun, perubahan itu lebih

tampak secara nyata pada Limfosit –T, disamping

perubahan juga terjadi pada Limfosit – B.perubahan yang

terjaadi meliputi penurunan system imun humoral,yang

dapat menjadi faktor predisposisi pada orang tua untuk:

1) Menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor

dan perkembangan kanker.

2) Menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi

proses dan secara agresif memobilisasi pertahanan

tubuh terhadap pathogen

3) Meningkatkan produksi autoantigen, yang berdampak

pada semakin meningkatnya resiko terjadinya peyakit

yang berhubungan dengan autoimun.

Proses menua juga dapat terjadi akibat perubahan

protein pasca translasi yang dapat mengakibatkan

berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali

dirinya sendiri (Self Recognition).

Jika mutasi somatic menyebabkan terjadinya

kelainan pada permukaan sel maka hal ini akan

mengakibatkan sistem imun tubuh menganggap sel yang

mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan


17

menghancurkannya. hal ini dibuktikan dengan makin

bertambahnya prevalensi auto antibody pada lansia.

Di pihak lain sistem imun tubuh sendiri daya

pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua,

daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun,

sehingga sel-sel patologis meningkat sesuai dengan

meningkatnya umur.

d. Teori Free Radical

Teori radikal bebas mangasumsikan bahwa proses

menua terjadi akibat kurang efektifnya kerja tubuh dan hal

itu dipengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam

tubuh. yang disebut radikal bebas disini adalah molekul

yang memiliki tingkat afinitas yang tinggi, merupakan

molekul, fragmen molekul atau atom dengan elektron

yang bebas tidak berpasangan. radikal bebas merupakan

zat yang terbentuk dalam tubuh manusia sebagai salah satu

hasil kerja metabolisme tubuh. walaupun secara normal ia

terbentuk dari proses metabolisme tubuh, tetapi ia dapat

terbentuk akibat :

1) Proses oksigenasi lingkungan seperti pengaruh

polutan, ozon dan peptisida.

2) Reaksi akibat paparan dengan radiasi.


18

3) Sebagai reaksi berantai dengan molekul bebas

lainnya.

Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari

komponen radikal bebas dalam tubuh manusia. Radikal

bebas dapat berupa : superoksida (02), radikal hidroksil,

dan H2O2. Radikal bebas sangat merusak karena sangat

reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein dan

asam lemak tak jenuh. Makin tua umur makin banyak

terbentuk radikal bebas sehingga proses pengerusakan

terus terjadi,kerusakan organel sel makin banyak akhirnya

sel mati.

Radikal bebas yang reaktif mampu merusak sel,

termasuk mitokondria, yang akhirnya mampu

menyebabkan cepatnya kematian (apostosis) sel,

menghambat proses reproduksi sel. Hal lain yang

mengganggu fungsi sel tubuh akibat akibat radikal bebas

adalah bahwa radikal bebas yang ada dalam tubuh dapat

menyebabkan mutasi pada transkrip DNA – RNA pada

genetic walaupun ia tidak mengandung DNA. Dalam

sistem saraf dan jaringan otot,Diana radikal bebas

memiliki tingkat afinitas yang relative tinggi di banding

lainnya, terdapat / ditemukan substansi yang disebut juga


19

dengan Lipofudin, yang dapat digunakan juga untuk

mengukur usia kronologis seseorang.

Lipofusin yang merupakan pigmen yang diperkaya

dengan lemak dan protein ditemukan terakumulasi dalam

jaringan orang-orang tua. Kesehatan kulit berangsur-

angsur menurun akibat suplai O2 dan nutrisi yang makin

sedikit yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian

jaringan kulit itu sendiri.

Vitamin C dan E merupakan dua substansi yang

dipercaya dapat menghambat kerja radikal bebas (sebagai

antioksidan) yang memungkinkan menyebabkan

kerusakan jaringan kulit.

e. Teori Kolagen

Kelebihan uaha dan stress menyebabkan sel tubuh rusak.

f. Wear Teori Biologi

Peningkatkan jumlah kolagen dalam jaringan

menyebabkan kecepatan kerusakan jaringan dan

melambatnya perbaikan sel jaringan.

1.1.3.2 Teori Psikososial

a. Activity theory (Teori aktivitas)

Teori ini menyatakan bahwa seorang individu

harus mampu eksis dan aktif dalam kehidupan sosial untuk

mencapai kesuksesan dalam kehidupan di hari tua.


20

(Havigurst dan Albrech.1963). Aktivitas dalam teori ini

dipandang sebagai suatu yang vital untuk

mempertahankan rasa kepuasan pribadi dan kosie diri

yang positif. Teori berdasar pada asumsi bahwa:

1) Aktif lebih baik daripada pasif

2) Gembira lebih baik daripada tidak gembira

3) Orang tua merupakan orang yang baik untuk mencapai

sukses dan akan memilih alternatif pilihan aktif dan

bergembira. Penuaan mengakibatkan penurunan

jumkah kegiatan secara langsung.

b. Continuitas theory ( teori kontinuitas)

Teori ini memandang bahwa kondisi tua

merupakan kondisi yang selalu terjadi dan

berkesinambungan yang harus dihadapi oleh lanjut usia.

Adanya suatu keperibadain berlanjut yang menyebabkan

adanya suatu pola prilaku yang meningkatkan stress.

c. Disanggement theory

Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti

dengan masyarakat serta hubungan dengan individu lain.

d. Teori stratifikasi usia

Karena orang digolongkan dalam usia tua dan

mempercepat proses penuaan.


21

e. Teori kebutuhan manusia

orang yang bisa mencapai aktualisasi menurut

penelitian 5% dan tidak semua orang mencappai

kebutuha yang sempurna.

f. Jung Theory

Terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas

dalam perkembangan kehidupan.

g. Course of human life theory

Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan

ada tingkat maksimum

h. Development task theory

Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas

perkembangan yang sesuai dengan usianya.

1.1.3.3 Environmental theory (Teori Lingkungan)

a. Radiation Theory (Teori Radiasi)

Setiap hari manusia terpapar dengan adanya radiasi

baik karena sinar ultraviolet maupun dalam bentuk

gelombang-gelombang mikro yang telah menumbuk

tubuh tanpa terasa yang dapat mengakibatkan perubahan

susunan DNA dalam sel hidup atau bahkan rusak dan

mati.
22

b. Stress Theory (Teori Stres)

Stress fisik maupun psikologi dapat mengakibatkan

pengeluaran neurotransmitter tertentu yang dpat

mengakibatkan perfusi jaringan menurun sehingga

jaringan mengalami kekurangan oksigen dan mengalami

gangguan metabolisme sel sehingga terjadi penurunan

jumlah cairan dalam sel dan penurunan eksisitas

membran sel.

c. Pollution Theory (Teori Polusi)

Tercemarnya lingkungan dapat mengakibatkan

tubuh mengalami gangguan pada sistem psiko

neuroimunologi yang seterusnya mempercepat terjadinya

proses menua dengan perjalanan yang masih rumit untuk

dipelajari

d. Exposure Theory (Teori Pemaparan)

Terpaparnya sinar matahari yang mempunyai

kemampuan mirip dengan sinar ultra yang lain mampu

mempengaruhi susunan DNA sehingga proses penuaan

atau kematian sel bisa terjadi.

1.1.4 Tipe-Tipe Lanjut Usia

1.1.4.1 Tipe arif bijaksana

Lanjut usia ini kaya dengan hikmah, pengalaman,

menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai


23

kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,

dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.

1.1.4.2 Tipe mandiri

Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang

hilang dengan kegiatan baru, selektif dan mencari

pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi

undangan.

1.1.4.3 Tipe tidak puas

Lanjut usia yang selalu mengalami kontak lahir

dan batin, menentang proses penuaan yang menyebabkan

kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani,

kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayang,

pemarah, tidak sabar mudah tersinggung, menuntut, sulit

dilayani dan pengkritik.

1.1.4.4 Tipe pasrah

Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu

nasib baik, mempunyai konsep habis (habis gelap datang

terang), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki,

pekerjaan apa saja dilakukan.

1.1.4.5 Tipe bingung

Lanjut usia tipe bingung ini biasanya lansia yang

kagetan, kehilangan keperibadian, mengasingkan diri,

merasa minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh. Kedua


24

faktor tersebut akan mempengaruhi aktivitas metabolisme

sel yang akan menyebabkan terjadinya stress oksidasi

sehingga terjadi kerusakan pada sel yang menyebabkan

terjadinya proses penuaan.

1.1.5 Masalah Kesehatan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Berbagai masalah kesehatan danpenyakit yang cenderung

terjadi pada lansia yang terkaitdengan masalah fisik antara lain

(Padila, 2013) :

a. Kurang bergerak

Gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat

menyebabkan lansia kurang bergerak, penyebab yang paling

sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf,

serta penyakit jantung dan pembuluh darah.

b. Instabilitas (mudah jatuh)

Jatuh pada usila merupakan masalah yang sering terjadi.

penyebabnya multi faktor, banyak yang berperan didalamnya

baik faktor intrinsik maupun dari dalam diri usila sendiri.

Sekitar 30-50 % dari populasi usila mengalami jatuh setiap

tahunnya. Sepuluh dari angka tersebut mengalami jatuh

berulang. Perempuan lebih sering jatuh dibandingkan dengan

lanjut usia laki-laki.


25

c. Mudah lelah

Mudah lelah disebabkan, faktor fisiologis (perasaan

bosan, keletihan dan depresi) gangguan organis misalnya

anemia, kurang vitamin, perubahan tulang, gangguan

pencernaan, gangguan sistem peredaran darah dan melelahkan

daya kerja otot.

d. Inkontinensia urine/ gangguan eliminasi

Sering ngompol yang tanpa disadari merupakan salah

satu keluhan utama pada lanjut usia. Inkontinensia adalah

pengeluaran urine atau feses yang tanpa disadari dalam jumlah

dan frekuensi yang cukup, sehingga mengakibatkan masalah

gangguan kesehatan atau sosial.

e. Gangguan intelektual

Gangguan intelektual merupakan kumpulan gejala klinik

yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang

cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas

kehidupan sehari-hari. kejadian ini meningkat dengan cepat

mulai usia 60 sampai 85 tahun atau lebih, yaitu kurang dari 5%

lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami demensia,

delirium, alzheimer sedangkan pada usia setelah 85 tahun

kejadian ini meningkat mendekati 50 %. salah satu hal yang

dapat menyebabkan gangguan intelektual adalah depresi


26

sehingga perlu dibedakan dengan gangguan intelektual

lainnya.

f. Gangguan panca indra, komunikasi, pemyembuhan, dan kulit

Akibat proses menua semua panca indra berkurang

fungsinya, demikian juga gangguan pada otak, saraf dan otot-

otot yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkan

terganggunya komunikasi, sedangkan kulit menjadi lebih

kering rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minimal,

dan gangguan pendengaran, hilangnya pendengaran terhadap

nada murni berfrekuensi tinggi, pada penglihatan kelainan

lensa mata reflek direk lemah, presbiopi dan lainnya

g. Infeksi

Infeksi merupakan salah satu masalah pada lansia.

Beberapa faktor resiko yang menyebabkan lansia mudah

mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan

tubuh yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ

tubuh, terdapatnya berbagai penyakit sekaligus yang

menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang selain

itu faktor lingkungan dan keganasan kuman akan

mempermudah tubuh mengalami infeksi.

h. Depresi

Perubahan status sosial, serta perubahan akibat proses

menua menjadi salah satu pemicu munculnya depresipada


27

lansia. Gejala depresi sering tidak dapat diketahui

penyebabnya, karena gejala depresi yang muncul sering kali

dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua yang normal

ataupun tidak khas.

i. Berat badan menurun

Berat badan menurun disebabkan oleh pada umumnya

nafsu makan menurun karena kurang adanya gairah hidup atau

kelesuan. Adanya penyakit kronis, gangguan pada saluran

pencernaan sehingga penyerapan makanan terganggu, faktor

sosial ekonomi.

j. Sulit buang air besar

Seperti kurangnya gerak fisik, makan yang kurang

mengandung serat, kurang minum, ataupun akibat pemberian

obat- obat tertentu. Akibat pengosongan isi usus menjadi sulit

terjadi atau isi usus menjadi tertahan dan kotoran menjadi

keras dan kering pada keadaan tertentu dapat mengakibatkan

berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah

perut.

k. Kurang gizi

Kekurangan gizi pada lansia disebabkan perubahan

lingkungan maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan

dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan yang

bergizi, isolasi sosial, gangguan panca indra, kemiskinan,


28

hidup seorang diri, gangguan mental, gangguan tidur obat-

obatan, dan lainnya.

l. Impotensi

Merupakan ketidakmampuan untuk mencapai atau

mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan

senggama yang memuaskan, yang terjadi paling sedikit 3

bulan.

m. Gangguan tidur

Faktor usia merupakan faktor penting yang berpengaruh

terhadap kualitas tidur. keluhan kualitas tidur seiring dengan

bertambahnya usia. gangguan tidur tidak saja menunjukkan

indikasi adanya kelainan jiwa yang dini, tapi merupakan

keluhan hampir 30 % penderita yang berobat ke dokter.

2.2 Konsep Hipertensi

2.2.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang muncul secara

tidak disadari serta tidak diketahui sebelum dilakukan pemeriksaan

tekanan darah. Hipertensi sering mengakibatkan keadaan yang

berbahaya karena tidak diketahui dan biasanya tidak menimbulkan

gejala atau jika ada gejala biasanya tidak jelas, sehingga tekanan darah

yang tinggi dalam arteri sering tidak diketahui oleh individu (Lita, et al.

2021).
29

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya

gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai darah yang

membawa oksigen dan nutrisi terhambat untuk sampai ke jaringan. The

Seventh Of The Joint National Committe On Prevention, Derection,

Evaluation, and Treatment Of Higt Blood Pressure (JNC VII)

mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah yang lebih dari 140/90

mmHg dan diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahannya dari

tekanan darah normal, pra hipertensni, hipertensi tahap I, dan hipertensi

tahap II (Lita, et al. 2021).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Menurut Lita, et al. (2021) Klasifikasi atau jenis hipertensi dibagi

menjadi dua, berdasarkan etiologi dan derajatnya, yaitu:

2.2.2.1 Berdasarkan etiologi terjadinya penyakit hipertensi di bagi

menjadi dua, yaitu :

a. Tekanan darah tinggi primer (esensial). Jenis tekanan darah

tinggi primer memiliki jumlah kasus sebesar 90% dari

seluruh angka kejadian tekanan darah tinggi. Tekanan darah

tinggi primer merupakan suatu keadaan peningkatan

tekanan darah yang disebabkan oleh beberapa penyebab

yang tidak diketahui. Faktor genetik masuk kedalam

penyebab tekanan darah tinggi primer dan beberapa faktor

pencetus lainnya seperti kegemukan, stress, merokok, dan

kebiasaan makanan.
30

b. Tekanan darah tinggi sekunder. Jenis tekanan darah tinggi

sekunder memiliki jumlah kasus sebesar 10% dari seluruh

angka kejadian tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi

sekunder merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan

tekanan darah karena mengalami atau menderita penyakit

lain seperti gagal jantung, gagal ginjal, dan adanya

kerusakan pada hormon tubuh (Lita, h.abdurrahman, A.

silvia nora, 2021).

2.2.2.2 Berdasarkan derajatnya

Berdasarkan derajatnya klasifikasi hipertensi dalam

Hastuti (2022) dibagi menjadi 2 yaitu menurut JNC dan WHO :

a. Klasifikasi menurut joint national commite (Joint National

Committe on Prevention, Detection, Evaluatin, and

Tretment of High Blood Pressure) untuk usia lebih dari 18

tahun.

1. Normal <120/<80 mmHg

2. Pre hipertensi 120-139/80-89 mmHg

3. Stadium I 140-159/90-99 mmHg

4. Stadium II lebih dari 160/ lebih dari 100 mmHg

b. Klasifikasi menurut WHO (Word Health Organization)

WHO dan International Society of Hypertension Working

Group (ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam


31

klasifikasi optimal, normal, normal tinggi, hipertensi ringan,

hipertensi sedang, dan hipertensi berat.

1. Normal : <120/<80 mmHg

2. Tingkat 1 : 140-159 / 90-99 mmHg

3. Tingkat 2 : 160-179 / 100-109 mmHg

4. Tingkat 3 : lebih dari 180 / lebih dari 110 mmHg

2.2.3 Etiologi Hipertensi

Penyebab hipertensi dalam Hastuti (2022) dibagi menjadi dua yaitu :

2.2.3.1 Penyebab hipertensi essensial

a. Herediter atau faktor genetic

b. Lingkungan, termasuk asupan garam, obesitas, pekerjaan,

kurang olahraga, asupan alkohol, stres psikososial, jenis

kelamin, usia.

c. Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron.

d. Defek membran sel dalam ekskresi Na, yaitu penurunan

pengeluaran Na dari dalam sel yang disebabkan oleh

kelainan pada sistem Na+K+ATPase dan Na+H+exchanger.

e. Resistensi insulin atau hiperinsulinemia mengakibatkan

retensi natrium ginjal, meningkatkan aktivitas saraf

simpatis, meningkatkan tekanan arteri, dan hipertrofi otot

polos.

2.2.3.2 Penyebab hipertensi sekunder

a. Penggunaan estrogen
32

b. Penyakit ginjal

c. Hipertensi vaskuler renal

d. Hiperaldosteronisme primer

e. Sindrom chushing

f. Feokromositoma

g. Koarktasio aorta

h. Kehamilan

2.2.4 Anatomi Dan Fisiologi

2.2.4.1 Anatomi Jantung

1. Jantung

System kardiovaskuler terdiri atas jantung, pembuluh

darah (arteri, vena, kapiler) dan sistem limfatik. Fungsi

utama system kardiovaskular adalah mengalirkan darah

yang kaya oksigen ke seluruh tubuh dan memompa darah

dari seluruh tubuh (jaringan) ke sirkulasi paru untuk

dioksigenasi (Aspiani, 2016).

Jantung merupakan organ utama sistem

kardiovaskular, berotot dan berongga, terletak di rongga

toraks bagian mediastunum. Jantung berbentuk seperti

kerucut tumpul dan bagian bawah disebut apeks terletak

lebih ke kiri dari garis medial, bagian tepi terletak pada

ruang interkosta IV kiri atau sekitar 9 cm dari kiri linea

medioklavikularis, bagian atas disebut basis terletak agak


33

ke kanan pada kosta ke III sekitar 1 cm dari tepi lateral

sternum. Memiliki ukuran panjang sekitar 12 cm, lebar 8-9

cm, dan tebal 6 cm. Berat jantung sekitar 200-425 gram,

pada laki-laki sekitar 310 gram dan pada perempuan

sekitar 225 gram (Aspiani, 2016).

Jantung adalah organ muscular yang tersusun atas dua

atrium dan dua ventrikel. Jantung dikelilingi oleh kantung

pericardium yang terdiri atas dua lapisan,yakni:

a) Lapisan visceral (sisi dalam)

b) Lapisan perietalis (sisi luar)

Dinding jantung mempunyai tiga lapisan, yaitu:

a) Epikardium merupakan lapisan terluar , memiliki

struktur yang sama dengan pericardium visceral.

b) Miokardium, merupakan lapisan tengah yang terdiri

atas otot yang berperan dalam menentukan kekuatan

konstraksi.

c) Endokardium, merupakan lapisan terdalam terdiri atas

jaringan endotel yang melapisi bagian dalam jantung

dan menutupi katup jantung.

Jantung mempunyai empat katup, yaitu:

a) Trikupidalis

b) Mitralis (katup AV)

c) Pulmonalis (katup semilunaris)


34

d) Aorta (katup semilunaris)

Jantung memiliki 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium

kiri dan ventrikel kanan. Atrium terletak diatas ventrikel

dan saling berdampingan. Atrium dan ventrikel dipisahkan

oleh katup satu arah. Antara rongga kanan dan kiri

dipisahkan oleh septum.

Gambar 2.1 Anatomi Jantung

2. Pembuluh darah

Setiap sel didalam tubuh secara langsung bergantung

pada keutuhan dan fungsi system vaskuler, karena darah

dari jantung akan dikiri ke setiap sel melalui system

tersebut. sifat structural dari setiap bagian system sirkulasi

darah sistemik menentukan peran fisiologinya dalam

integrasi fungsi kardiovaskular. keseluruhan system

peredaran (system kardiovaskular) terdiri atas arteri,

arteriola, kapiler, venula, dan vena (Aspiani, 2016).


35

a) Arteri adalah pembuluh darah yang tersusun atas tiga

lapisan (intima, media, adventisia) yang membawa

darah

yang mengandung oksigen dari jantung ke jaringan.

b) Arteriol adalah pembuluh darah dengan resistensi kecil

yang mevaskularisasi kapiler.

c) Kapiler menghubungkan dengan arteriol menjadi

venula (pembuluh darah yang lebih besr yang

bertekanan lebih rendah dibandingkan dengan arteriol),

dimana zat gizi dan sisa pembuangan mengalami

pertukaran

d) Venula bergabung dengan kapiler menjadi vena

e) Vena adalah pembuluh yang berkapasitas-besar, dan

bertekanan rendah yang membalikkan darah yang tidak

berisi oksigen ke jantung. (Lyndon, 2014)

2.2.4.2 Fisiologi Jantung

1) Siklus jantung

Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu

irama jantung. Dalam bentuk yang pailng sederhana, siklus

jantung adalah kontraksi bersamaan kedua atrium, yang

mengikuti suatu fraksi pada detik berikutnya karena

kontraksi bersamaan kedua ventrikel.


36

Siklus jantung merupakan periode ketika jantung

kontraksi dan relaksasi. Satu kali siklus jantung sama

dengan satu periode sistole (saat ventrikel kontraksi) dan

satu periode diastole (saat ventrikel relaksasi). Normalnya,

siklus jantung dimulai dengan depolarisasi spontan sel

pacemarker dari SA node dan berakhir dengan keadaan

relaksasi ventrikel.

Pada siklus jantung, systole (kontraksi) atrium diikuti

systole ventrikel sehingga ada perbedaan yang berarti

antara pergerakan darah dari ventrikel ke arteri. Kontraksi

atrium akan diikuti relaksasi atrium dan ventrikel mulai ber

kontraksi. kontraksi ventrikel menekan darah melawan

daun katup atrioventrikuler kanan dan kiri dan menutupnya.

Tekanan darah juga membuka katup semilunar aorta dan

pulmonalis. kedua ventrikel melanjutkan kontraksi,

memompa darah ke arteri. ventrikel kemudian relaksasi

bersamaan dengan pengaliran kembali darah ke atrium dan

siklus kembali.

a) Sistole atrium

b) Sistole ventrikel

c) Diastole ventrikel
37

2) Tekanan darah

Tekanan darah (blood pressure) adalah tenaga yang

diupayakan oleh darah untuk melewati setiap unit atau

daerah dari dinding pembuluh darah, timbul dari adanya

tekanan pada dinding arteri. tekanan arteri terdiri atas

tekanan sistolik, tekanan diastolik, tekanan pulsasi, tekanan

arteri rerata. tekanan sistolik yaitu tekanan maksimum dari

darah yang mengalir pada arteri saat ventrikel jantung

berkontraksi besarnya sekitar 100-140 mmHg. tekanan

diastolik yaitu tekanan darah pada dinding arteri pada saat

jantung relaksasi, besarnya sekitar 60-90 mmHg. tekanan

pulsasi merupakan reflek dari stroke volume dan elastisitas

arteri, besarnya sekitar 40-90 mmHg. sedangkan tekanan

arteri rerata merupakan gabungan dari tekanan pulsasi dan

tekanan diastolik yang besarnya sama dengan sepertiga

tekanan pulsasi ditambah tekanan diastolik. tekanan darah

sesungguhnya adalah ekspresi dari tekanan systole dan

tekanan diastole yang normal berkisar120/80 mmHg.

Peningkatan tekanan darah lebih dari normal disebut

hipertensi dan jika kurang normal disebut hipotensi.

Tekanan darah sanagat berkaitan dengan curah jantung,

tahanan pembuluh darah perifer. viskositas dan elastisitas

pembuluh darah (Aspiani, 2016).


38

2.2.5 Gejala Klinis pada Penderita Hipertensi

Menurut Hastuti (2022), peninggian tekanan darah merupakan

satu-satunya gejala. Kadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala dan

baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti

pada ginjal, mata, otak dan jantung. Gejala-gelaja hipertensi pada

masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit

lainnya, adapun gejala–gejala hipertensi meliputi :

2.2.4.1 Rasa berat di tengkuk

2.2.4.2 Sukar tidur

2.2.4.3 Cepat marah

2.2.4.4 Mata bekunang-kunang dan pusing

2.2.6 Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat

vasomotor inibermula saraf simpatis, yang berlanjut berlanjut ke bawah

ke korda spinalis dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui

sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis (Bruner & Suddhart, 2011).

Pada titik ini neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh

darah (Bruner & Suddhart, 2011).


39

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan

vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal

tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistemsimpatis

merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsangan emosi.

Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas

vasokontriksi (Bruner & Suddhart, 2011).

Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang

dapat memperkuat respons vasokontriktor pembuluh darah.

Vasokontriktor yang mengakibatkan penurunan aliran darah keginjal,

menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan

angiostensin I yang kemudian diubah menjadi angiostensin II, suatu

vasokntriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi

aldosterone oleh korteksadenal. Hormon ini menyebabkan retensi

natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume

intravaskuler. Semua faktor tersebut mencetuskan keadaan hipertensi.

(Bruner & Suddhart, 2011).


40

2.2.7 Pathway (Nanda Nic Noc Jilid II, 2015)

Faktor predisposisi : Usia, jenis kelamin, merokok, Stres, Aliran darah makin cepat

kurang olahraga, genetik, alkohol, konsentrasi garam, obesitas Beban kerja jantung keseluruh tubuh sedang-

Kerusakan vaskuler Hipertensi Tekanan sistemik darah kan nutrisi dalam sel

Pembuluh darah Perubahan situasi krisis situasional sudah mencukupi

Perubahan struktur Informasi yang minim Defisit kebutuhan


Pengetahuan
Penyumbatan pembuluh darah Retensi pembuluh darah otak Metode koping tidak
efektif

Vasokontriksi Otak suplai O2 ke otak NyeriAkut


Koping Individu
Gangguan sirkulasi
Tidak Efektif

Ginjal Retina Pembuluh darah


Risiko cidera
Vasokontriksi pembuluh spasme arteriol
Intoleransi
Darah ginjal Hipervolemia Sistemik Koroner
Aktivitas
Blood flow darah Vasokontriksi Iskemia miokard
Respon RAA Edema
Penurunan Curah
Nyeri Akut
merangsang aldosteron Retensi Na Jantung Afterload meningkat Fatique
41

2.2.8 Faktor Resiko Hipertensi

Faktor resiko hipertensi menurut Kemenkes RI (2018) terdapat faktor

yang meliputi:

2.2.8.1 Tidak dapat diubah

a. Jenis kelamin

Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan

usia. Namun, pada usia tua, risiko hipertensi meningkat tajam

pada perempuan dibandingkan laki-laki. hipertensi berkaitan

dengan indeks massa tubuh (IMT). laki-laki obesitas lebih

mempunyai risiko hipertensi lebih besar dibandingkan

perempuan obesitas dengan berat badan sama (pikir, et al.

2015).

b. Umur

Tekanan darah sistolik meningkat progresif sesuai usia

dan orang lanjut usia dengan hipertensi merupakan risiko

besar untuk penyakit kardiovaskular. prevalensi hipertensi

meningkat sesuai dengan usia dan lebih sering pada kulit

hitam dibandingkan kulit putih. Angka mortalitas untuk

stroke dan penyakit jantung koroner yang merupakan

komplikasi mayor hipertensi, telah menurun 50-60% dalam 3

dekade terakhir tetapi saat ini menetap. Jumlah pasien dengan

penyakit ginjal stadium akhir dan gagal jantung, dimana


42

hipertensi merupakan penyebab mayor terus meningkat

(pikir, et al. 2015).

c. Genetik

Hipertensi pada orang yang mempunyai riwayat

hipertensi dalam keluarga sekitar 15-35%. Suatu penelitian

pada orang kembar, hipertensi terjadi pada 60% laki-laki dan

30-40% perempuan. Hipertensi usia di bawah 55 tahun terjadi

3,8 kali lebih sering pada orang dengan riwayat hipertensi

dalam keluarga. Hipertensi dapat disebabkan mutasi gen

tunggal, diturunkan berdasarkan hukum mendel. Walaupun

jarang, kondisi ini memberikan pengetahuan penting tentang

regulasi tekanan darah dan mungkin dasar genetik hipertensi

esensial (pikir, et al. 2015).

2.2.8.2 Dapat dimodifikasi

a. Merokok

Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab

meningkatnya tekanan darah segera setelah hisapan

pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin

diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di

dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya

dalambeberapadetik nikotin sudahmencapaiotak. Otak

bereaksiterhadap nikotin dengan memberi sinyal pada

kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).


43

Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh

darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena

tekanan yang lebih tinggi. Dengan mengisap sebatang rokok

akan memberi pengaruh besar terhadap naiknya tekanan

darah (Sartik et al., 2017).

b. Konsumsi garam berlebih

Asupan natrium yang berlebih terutama dalam bentuk

natrium klorida dapat menyebabkan gangguan keseimbangan

cairan tubuh, sehingga menyebabkan hipertensi (Ernawati, et

al. 2020).

c. Dislipidemi

Dislipidemia adalah satu prediktor kuat dari penyakit

kardiovaskular, pada keadaan ini terjadi kerusakan endotel,

dan hilangnya aktivitas vasomotor fisiologis yang akan

bermanifestasi sebagai peningkatan tekanan darah. Kadar

tinggi kolesterol HDL dihubungkan dengan penurunan risiko

insiden hipertensi Castelli dan Anderson mendapatkan bahwa

tekanan darah dan kolesterol serum berkorelasi kuat pada

pasien hipertensi dan merekomendasi untuk mengobati kadar

kolesterol tinggi pada pasien hipertensi (pikir, et al. 2015).

d. Kurang aktifitas fisik

Hubungan olah raga terhadap hipertensi bervariasi

Olahraga aerobik menurunkan tekanan darah pada individu


44

yang tidak berolahraga, tetapi olahraga berat pada individu

yang aktif memberikan efek yang kurang. Dalam Coronary

Artery Risk Development in Young Adults Study (CARDIA)

dengan pemantauan lebih 15 tahun, didapatkan aktivitas fisik

mereduksi 17% resiko hipertensi (pikir, et al. 2015).

e. Stress

Stress merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh

adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya yang

mendorong seseorang untuk mempersepsikan adanya

perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (Ernawati,

et al. 2020).

f. Obesitas

Kegemukan merupakan persentase abnormalitas lemak

yang dinyatakan dalam Indeks Masa Tubuh (IMT) yaitu

perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat

dalam meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan

kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi.

Berat badan dan IMT berkorelasi langsung dengan tekanan

darah, terutama tekanan darah sistolik. Berdasarkan data

penelitian diketahui, pada penderita hipertensi ditemukan

sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight)

(Ernawati, et al. 2020).


45

g. Konsumsi alkohol

Konsumsi alkohol akan meningkatkan risiko hipertensi,

namun mekanismenya belum jelas. akibat meningkatnya

transport kalsium ke dalam sel otot polos dan melalui

peningkatan katekolamin plasma. terjadinya hipertensi lebih

tingi pada peminum alkohol berat akibat dari aktivasi

simpatetik. Peminum alkohol lebih dari dua gelas sehari akan

memiliki risiko hipertensi dua kali lipat dibandingkan bukan

peminun, serta tidak optimalnya efek dari obat anti hipertensi

pada pasien hipertensi yang mengonsumsi alkohol disarankan

kurang dari 3 ml per hari atau 40 mg etanol perhari (pikir, et

al. 2015).

2.3 Konsep Pisang Ambon

2.3.1 Definisi

Pisang Ambon (Musa Paradisiaca var. Sapientum Linn)

adalah jenis pisang dengan nama lain pisang Cavendish. Pisang

Ambon terdiri dari beragam jenis misalnya pisang ambon lumut,

pisang ambon putih, pisang ambon kuning, dan sebagainya. Pisang

ambon merupakan hasil perkembangbiakan genetis dengan kultur

jaringan. Pisang ambon yang umum ditemui memiliki kulit yang

halus berwarna hijau atau kuning dengan daging putih dan manis

serta tidak berbiji atau berbiji sangat halus. Pada pisang ambon

memiliki kandungan kalium yang tinggi (Khusuma A, 2018).


46

2.3.2 Klasifikasi Pisang Ambon

Klasifikasi tanaman pisang ambon yang diterima secara luas

saat ini adalah sebagai berikut :

a. Division : Magnoliophyta

b. Sub division : Spermatophyta

c. Klas : Liliopsida

d. Sub klas : Commelinidae

e. Ordo : Zingiberales

f. Famili : Musaceae

g. Genus : Musa

h. Species : Musa paradisiaca var.sapientum (L)

Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan

terna raksasa berdaun besar memanjang dari suku musaceae.

Beberapa jenisnya (musa acuminate, M. Balbisiana, dan M.

Xparadisiaca) menghasilkan buah konsumsi yang dinamakan sama.

budidaya pisang sesuai dengan iklim indonesia baik daratan rendah

maupun tinggi sampai dengan 1300 dpl. Pisang dapat ditanam di

daratan rendah bersuhu 21-32 derajat celcius dan beriklim lembab.

Topografi yang dikehendaki tanaman pisang berupa lahan datar

dengan kemiringan 8 derajat. Lahan itu terletak didaerah tropis

antara 16 derajat LU-12 derajat LS. Apabila suhu udara kurang dari

13 derajat celcius atau lebih dari 38 derajat celcius maka pisang

akan berhenti tumbuh dan akhirnya mati. Pisang ambon merupakan


47

buah yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena mengandung

senyawa yang disebut asam lemak rantai pendek, yang memelihara

lapisan sel jaringan dari usus kecil dan meningkatkan kemampuan

tubuh untuk menyerap nutrisi (Hardiansyah, 2014).

2.3.2 Kandungan gizi pisang ambon

Dari kandungan gizinya, buah pisang juga dapat dikategorikan

sumber karbohidrat yang sering dijadikan sebagai pengganti

makanan pokok. Pisang sangat bermanfaat dalam menurunkan

tekanan darah, karena memiliki kandungan potassium (kalium) yang

banyak dari zat gizi lainnya termasuk karbohidrat. Pisang dapat

dikonsumsi secara langasung maupun dalam bentuk olahan, seperti:

pisang goreng, pisang rebus, aneka olahan pisang, cake pisang,

maupun jus pisang dan lain sebagainya.

Tabel 2.2

Kandungan gizi dalam buah pisang ambon per100 gram

No Komposisi pisang ambon Jumlah

1 Energy (kkal) 88

2 Protein (g) 1,1

3 Karbohidrat (g) 23

4 Lemak (g) 0,3

5 Kalium (g) 140

6 Kalsium (mg) 5

7 Natrium (mg) 1
48

8 Vitamin A(IU) 64

9 Vitamin C (mg) 8,7

10 Zat besi (mg) 0,3

11 Vitamin B6 (mg) 0,4

12 Magnesium (mg) 27

Melihat dari tabel diatas, kandungan kalium pada buah pisang

sangatlah tinggi. Dan dapat diberikan kepada penderita tekanan

darah tinggi.

Jenis pisang ambon yang sering dikonsumsi di sekitar kota

padang yaitu pisang ambon lumut dan pisang ambon kuning. Pisang

ambon lumut yang memiliki warna kehijauan dan yang baru dipanen

sangat baik dikonsumsi karena kadar kandungan gula dalam pisang

masih sesuai dengan kebutuhan, apabila sudah terlalu matang kadar

gula dalam pisang akan meningkat dan dapat menyebabkan

peningkatan kadar gula dalam tubuh (Hardiansyah, 2014).

2.3.3 Mekanisme Kerja Pisang Ambon Terhadap Hipertensi

Kalium adalah senyawa kimia yang berperan dalam ginjal

fungsi normal otot, jantung, dan system saraf, kalium adalah

pengatur utama tekanan darah, kelebihan natrium dalam tubuh

memberi sinyal pada ginjal tidak untuk meningkatkan tekanan darah.

Kalium dapat mengatur saraf pusat dan perifer yang

menurunkan tekanan darah. Tidak seperti natrium, kalium adalah ion


49

utama cairan ekstraseluler. Mengkonsumsi banyak kalium

meningkatkan konsentrasinya dalam cairan intraseluler, sehingga

cenderung mengekstrak cairan dari bagian ekstraseluler dan

menurunkan tekanan darah (Harsdiansyah, 2017).

Pisang sangat bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah,

karena memiliki kandungan potassium (kalium) yang banyak dari zat

gizi lainnya termasuk karbohidrat. Makanan yang mengandung

kalium yang tinggi adalah buah-buahan dan sayur-sayuran. Pisang

mengandung kalium yang tinggi, sehingga mengkonsumsi pisang

baik untuk menjaga kestabilan tekanan darah. Pisang ambon

memiliki kandungan kalium lebih tinggi dan natrium lebih rendah

dibandingkan dengan buah pisang lainnya, dalam 100 g, pisang

ambon mengandung 435 mg kalium dan hanya 18 mg natrium.

Sehingga pisang ambon menjadi alternative dalam peningkatan

asupan kalium khususnya pada lansia (Ayu Kristuti et al., 2019).

Menurut badan kesehatan sedunia (WHO) dan pangan sedunia

(FTO), konsumsi pisang ambon yang ideal perhari adalah 2-3 buah,

makan buah pisang ambon setiap hari 1 jam sebelum makan/saat

perut kosong agar lebih bermanfaat untuk menurunkan tekanan

darah (Yulianti et al., 2019).

Pisang mengandung Angiotensin Converting Enzym alami atau

ACE inhibitor alami. ACE menghasilkan zat yang disebut angiotensi-

2 yang berakibat pada penyempitan pembuluh darah dan


50

meningkatkan tekanan di dalamnya. Konsumsi pisang telah terbukti

untuk menghentikan terjadi penyempitan pembuluh darh. ACE

inhibitor menurunkan tekanan darah dengan memblokade produksi

hormon angiotensin II yang menyebabkan konstriksi pembuluh

darah sehingga akan mengurangi tekanan darah (Asmidar et al.,

2022).

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Lansia dengan Hipertensi

2.4.1 Pengkajian

Asuhan Keperawatan pada tahap pertamayaitu pengkajian.

Dalam pengkajian perlu di data biodata kliennya dan data-data lain

untuk menunjang diagnosa. data-data tersebut harus yang seakurat-

akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahap berikutnya. Misalnya

meliputi nama klien, umur, keluhan utama, dan masih banyak

lainnya.

a. Identitas Klien

Berisikan data umum dari klien. yang terdiri dari nama,

tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,

pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, alamat, tanggal

pengkajian, dan diagnosa medis.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Penyakit yang pernah diderita sebelumnya atau penyakit

yang sedang diderita sebelumnya atau penyakit yang sedang

diderita sampai sekarang serta tindakan apa yang sudah dilakukan


51

dan obat yang sudah dikonsumsi selama menderita penyakit

tersebut.

c. Riwayat penyakit sekarang

Umumnya klien mengeluh sering batuk, demam, suara

serak, sakit kepala dan kadang nyeri dada.

d. Riwayat penyakit keluarga

Kaji adakah keluarga klien yang sedang atau pernah

mengalami penyakit yang sama dengan penyakit klien. Dan

tanyakan apakah ada anggota keluarga klien yang mempunyai

penyakit berat lainnya.

Proses kesehatan fungsional menurut Gordon dalam Aspiani

(2016) yaitu :

a. Aktifitas/Istirahat

Gejala : Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama

jantung, takipnea.

b. Sirkulasi

Gejala :

1) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung

koroner/katup, dan penyakit serebrovaskuler.

2) Episode palpitasi

Tanda :

1) Peningkatan tekanan darah


52

2) Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,

takikardi

3) Murmur stenosis valvular

4) Distensi vena jugularis

5) Kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer)

6) Pengisian kapiler mungkin lambat/tertunda

c. Integritas Ego

Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor stress

multiple (hubungan keuangan, yang berkaitan dengan

pekerjaan).

Tanda : letupan suasana hati, gelisah penyempitan perhatian,

tangisan meledak, otot muka tegang, menghela napas,

peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi

Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau

riwayat penyakit ginjal pada masa lalu.

e. Makanan/Cairan

Gejala :

1) makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi

garam, lemak, serta kolesterol

2) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini

(meningkat/turun)
53

3) Riwayat penggunaan diuretik

Tanda :

1) Berat badan normal atau obesitas

2) Adanya edema

3) glikosuria

f. Neurosensori

Gejala :

1) Keluhan pusing/pening, berdenyut, sakit kepala,

suboksipital (terjadi saat bangun dan menghilang secara

spontan setelah beberapa jam)

2) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan kabur,

epistaksis)

Tanda :

1) Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi

bicara, efek, proses pikir

2) Penurunan kekuatan genggaman tangan

g. Nyeri/Ketidaknyamanan

Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung),

sakit kepala

Deskripsi verbal tentang nyeri klien merupakan penilai

terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta

untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang


54

diperlukan harus menggambarkan nyeri klien dalam beberapa

cara yang berikut :

1) Intensitas nyeri klien dapat diminta untuk membuat tingkatan

nyeri pada skala verbal (misal : tidak nyeri, sedikit nyeri,

nyeri hebat, atau sangat hebat; atau 0 sampai 10 dimana 0 =

tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat hebat).

2) Karakteristik nyeri. Termasuk letak (untuk area di mana nyeri

pada berbagai organ mungkin merupakan alih), durasi (menit,

jam, hari, bulan, dsb), irama (terus-menerus, hilang timbul,

periode bertambah dan berkurangnya intensitas atau

keberadaan dari nyeri) dan kualitas nyeri (nyeri seperti

ditusuk-tusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet).

3) Faktor-faktor yang meredakan nyeri (misal gerakan, kurang

bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obat bebas, dsb),

dan apa yang dipercaya klien dapat membantu mengatasi

nyerinya. banyak orang yang mempunyai ide-ide tertentu

tentang apa yang akan menghilangkan nyerinya. Perilaku ini

sering didasarkan pada pengalaman atau trial and error.

4) Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari (misal

tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain,

gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai). Nyeri

akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis dengan

depresi.
55

5) Kekhawatiran klien tentang nyeri. dapat meliputi berbagai

masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis,

pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri (Roza Erda

et al., 2019).

h. Pernapasan

Gejala :

1) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja, takipnea,

ortopnea, dispnea

2) Batuk dengan atau tanpa sputum

3) Riwayat merokok

Tanda

1) Distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernapasan

2) Bunyi napas tambahan (crackles/mengi)

3) Sianosis

i. Keamanan

Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan, hipotensi postural

j. Pembelajaran/Penyuluhan

Gejala :

1) Faktor risiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit

jantung, diabetes mellitus, penyakit ginjal.

2) Faktor lain: risiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon,

penggunaan alkohol atau obat.


56

k. Rencana pemulangan bantuan dengan pemantauan dan tekanan

darah/perubahan dalam terapi obat.

2.4.2 Pengkajian P3G

a. Penilaian Status Fungsional

Tabel 2.3 : Status Fungsional

Mandiri Tergantung
Nilai Nilai
No Aktivitas
(1) (0)
1. Mandi di kamar mandi ( Menggosok,
membersihkan dan mengeringkan badan
2. Menyiapkan pakaian, membuka dan
menggunakannya
3. Memakan makanan yang disiapkan
4. Memelihara kebersihan diri untuk penampilan
diri (Menyisir
rambut, mencuci rambaut, menggosok gigi,
mencukur kumis)
5. BAB di WC ( memberikan dan mengeringkan
daerah bokong )
6. Dapat mengontrol pengeluaran feses
7. Membuang air kecil di kamar mandi
(Membersihakan dan
mengeringkan daerah kemaluan)
8. Dapat mengontrol pengeluaran kemih
9. Berjalan di lingkungan tempat tinggal atau
keluar rauangan
tanpa alat bantu, seperti tongkat
10. Menjalankan agama sesuai agama dan
kepercayaan yang di
Anut
11. Melakukan pekerjaan rumah seperti merapikan
tempat tidur,
mencuci pakaian, memasak dan membersihakan
ruangan
12. Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau kebutuhan
keluarga
13. Mengelola keuangan (menyimpan dan
mengunakan uang
sendiri)
14. Menggunakan sarana transportasi umum untuk
berpergian
15. Menyiapkan obat dan minum obat sesuai
57

dengan aturan (takaran obat dan waktu minum


obat tepat )
16. Merencanakan dan mengambil keputusan untuk
kepentingan keluarga dalam hal penggunaan
uang, aktivitas sosial yang
dilakukan dan kebutuhan akan pelayanan
kesehatan
17. Melakukan aktivitas di waktu luang (kegiatan
keagamaan,
sosial, rekreasi, olah raga dan menyalurkan hobi).

Jumlah

Analisis Hasil :
Point : 0 – 12 : Ketergantungan
Point : 13 – 17 : Mandiri

b. Penilaian Activity of daily Living (ADL) dengan instrumen indeks

bathel modifikasi

Tabel 2.4 : Tabel index Barthel

No Kriteria Dengan Mandiri Keterangan Nilai


Bantuan
1 Makan (jika makanan 5 10 Frekuensi :
harus berupa potongan Jumlah :
dianggap dibantu) Jenis :

2 Minum 5 10 Frekuensi :
Jumlah :
Jenis :
3 Berpindah dari kursi 5 – 10 15
roda ke tempat tidur,
atau sebaliknya
4 Personal toilet (cuci muka, 0 5 Frekuensi :
menyisir rambut, gosok
gigi)

5 Keluar masuk toilet 5 10


(mencuci pakaian,
menyeka tubuh,
menyiram)
58

6 Mandi 5 15 Frekuensi :
7 Jalan dipermukaan datar 0 5
(atau jika tidak bisa
berjalan, menjalankan
kursi
roda)

8 Naik turun tangga 5 10

9 Mengenakan pakaian 5 10

10 Kontrol Bowl (BAB) 5 10 Frekuensi Konsistensi


:
11 Kontrol Bladde 5 10 Frekuensi :
(BAK) r Warna :
12 Olahraga/latihan 5 10
13 Rekreasi/pemanfaatan 5 10 Jenis :
waktu luang
JUMLAH

Keterangan : 130 : Mandiri


65 – 125 : Ketergantungan sebagian
60 : Ketergantungan total
59

c. Penilaian Resiko Jatuh Lanjut Usia

Tabel 2.5 : Pengkajian Keseimbangan Untuk Klien Lanjut Usia

Nilai Nilai
No Kriteria
Maksimal Klien
1 Bangun dari kursi 1
(Tidak bangun dari duduk dengan satu gerakan tetapi,
tetapi mendorong tubuhnya ke atas dengan lengan atau
bergerak ke bagian depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil
pada saat berdiri pertama kali)

2 Duduk ke kursi 1
(Menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk di tengah kursi)

3 Menahan dorongan pada sternum 1


(pemeriksaan mendorong sternum perlahan-
lahan sebanyak 3 kali)
(Klien menggerakkan kaki memegang objek untuk dukungan,
kaki tidak menyentuh sisi-sisinya)
4 Mata tertutup 1
(Sama seperti di atas (periksa kepercayaan klien untuk
input penglihatan untuk keseimbangannya)

5 Perputaran leher 1
(Menggerakkan kaki, menggenggam objek untuk dukungan,
kaki tidak menyentuh sisi-sisinya keluhan vertigo, pusing,
atau keadaan tidak stabil)

6 Gerakan menggapai sesuatu 1


(Tidak mampu menggapai sesuatu dengan bahu fleksi
sepenuhnya sementara berdiri pada ujung-ujung jari kaki,
tidak stabil, memegang sesuatu untuk dukungan)

Membungkuk 1
(Tidak mampu membungkung untuk mengambil objek- objek
kecil (misalnya pulpen) dari lantai, memegang objek untuk
bisa berdiri lagi, memerlukan usaha-usaha multipel untuk
bangun)

7 Meminta klien untuk berjalan ke tempat yang 1


ditentukan
(Ragu-ragu, tersandung, memegang objek
untuk dukungan)
60

8 Ketinggian langkah kaki (mengangkat kaki saat berjalan) 1


(Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser
atau menyeret kaki), mengangkat kaki terlalu tinggi (>5 cm)

9 Kontinuitas langkah kaki (lebih baik diobservasi dari 1


samping klien)
(Setelah langkah-langkah awal, langkah menjadi tidak
konsisten, memulai mengangkat satu kaki sementara kaki
yang lain menyentuh lantai)

10 Kesimetrisan langkah (lebih baik diobservasi dari samping 1


klien)
(Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dari sisi
ke sisi)
11 Tidak berjalan dalam garis lurus (lebih baik diobservasi dari 1
samping klien)
(Tidak berjalan dalam garus lurus, bergelombang dari sisi
ke sisi)
12 Berbalik 1
(Berhenti sebelum berbalik, jalan sempoyongan,
bergoyang, memegang objek untuk dukungan)

JUMLAH

Keterangan :

- Beri nilai 0 jika klien tidak menunjukkan kondisi yang hurufnya dicetak miring.

- Beri nilai 1 jika klien tidak menunjukkan kondisi yang hurufnya dicetak miring.
Interpretasi Hasil :( )0–5 : Resiko jatuh rendah
( ) 6 – 10 : Resiko jatuh sedang
( ) 11 – 15 : Resiko jatuh tinggi
61

d. Berg Balance Scale (BBS)

Tabel 2.6 : BBS

No Item Skor (0-4)


Keseimbangan
1. Duduk ke berdiri 4 = dapat berdiri tanpa menggunakan tangan dan menstabilkan
independen.
3 = mampu berdiri secara independen menggunakan
tangan.
2 = mampu berdiri menggunakan tangan setelah
mencoba.
1 = perlu bantuan minimal untuk berdiri atau
menstabilkan
0 = perlu asisten sedang atau maksimal untuk berdiri.
2. Berdiri tanpa 4 = dapat berdiri dengan aman selama 2
penunjang menit. 3 = mampu berdiri 2 menit dengan
pengawasan.
2 = dapat berdiri 30 detik yang tidak dibantu/ditunjang.
1 = membutuhkan beberapa waktu untuk mencoba berdiri 30
detik yang tidak dibantu.
0 = tidak dapat berdiri secara mandiri selama 30 detik
3. Duduk tanpa 4 = bisa duduk dengan aman dan aman selama 2
penunjang menit 3 = bisa duduk 2 menit dengan
pengawasan
2 = mampu duduk
selama 30 detik 1 = bisa
duduk 10 detik
0 = tidak dapat duduk tanpa penunjang
4. Berdiri ke duduk 4 = duduk dengan aman dengan menggunakan minimal tangan
3 = mengontrol posisi turun dengan menggunakan tangan
2 = menggunakan punggung kaki terhadap kursi untuk
mengontrol posisi turun
1 = duduk secara independen tetapi memiliki keturunan yang
tidak terkendali
0 = kebutuhan membantu untuk duduk.
5. Transfer 4 = dapat mentransfer aman dengan penggunaan ringan
tangan 3 = dapat mentransfer kebutuhan yang pasti aman
dari tangan 2 = dapat mentransfer dengan pengawasan
1 = membutuhkan satu orang untuk membantu
0 = membutuhkan dua orang untuk membantu atau mengawasi
6. Berdiri dengan 4 = dapat berdiri 10 detik dengan aman
mata tertutup 3 = dapat berdiri 10 detik dengan
pengawasan 2 = mampu berdiri 3 detik
1 = tidak dapat menjaga mata tertutup 3 detik tapi tetap aman
0 = membutuhkan bantuan agar tidak jatuh
62

7. Berdiri dengan 4 = mampu menempatkan kaki bersama-sama secara independen


kaki rapat dan berdiri 1 menit aman
3 = mampu menempatkan kaki bersama-sama secara independen
dan berdiri 1 menit dengan pengawasan
2 = mampu menempatkan kaki bersama-sama secara mandiri
tetapi tidak dapat tahan selama 30 detik
1 = memerlukan bantuan untuk mencapai posisi tapi mampu
berdiri 15 kaki bersama-sama detik
0 = memerlukan bantuan untuk mencapai posisi dan tidak dapat
tahan selama 15 detik
8. Menjangkau ke 4 = dapat mencapai ke depan dengan percaya diri 25 cm (10
depan dengan tangan inci) 3 = dapat mencapai ke depan 12 cm (5 inci)
2 = dapat mencapai ke depan 5 cm (2 inci)
1 = mencapai ke depan tetapi membutuhkan pengawasan
0 = kehilangan keseimbangan ketika mencoba / memerlukan
dukungan eksternal
9. Mengambil barang 4 = dapat mengambil sandal aman dan mudah
dari lantai 3 = dapat mengambil sandal tetapi membutuhkan pengawasan
2 = tidak dapat mengambil tetapi mencapai 2-5 cm (1-2 inci)
dari sandal dan menjaga keseimbangan secara bebas
1 = tidak dapat mengambil dan memerlukan pengawasan ketika
mencoba
0 = tidak dapat mencoba / membantu kebutuhan untuk menjaga
dari kehilangan keseimbangan atau jatuh
10. Menoleh ke 4 = tampak belakang dari kedua sisi dan berat bergeser baik
belakang 3 = tampak belakang satu sisi saja sisi lain menunjukkan
pergeseran berat badan kurang
2 = hanya menyamping tetapi tetap mempertahankan
keseimbangan
1 = perlu pengawasan saat memutar
0 = butuh bantuan untuk menjaga dari kehilangan keseimbangan
atau Jatuh
11. Berputar 360 4 = mampu berputar 360 derajat dengan aman dalam 4 detik
Derajat atau kurang
3 = mampu berputar 360 derajat dengan aman satu sisi hanya 4
detik atau kurang
2 = mampu berputar 360 derajat dengan aman tetapi perlahan-
lahan 1 = membutuhkan pengawasan yang ketat atau dengan
lisan
0 = membutuhkan bantuan saat memutar
12. Menempatkan kaki 4 = mampu berdiri secara independen dengan
bergantian di bangku aman dan menyelesaikan 8 langkah dalam 20 detik
3 = mampu berdiri secara mandiri dan menyelesaikan 8 langkah
dalam> 20 detik
2 = dapat menyelesaikan 4 langkah tanpa bantuan
dengan pengawasan
1 = dapat menyelesaikan> 2 langkah perlu assist minimal
0 = membutuhkan bantuan agar tidak jatuh / tidak mampu
untuk mencoba
13. Berdiri dengan 4 = mampu menempatkan tandem kaki secara independen dan
satu kaki didepan tahan 30 detik
63

3 = mampu menempatkan kaki depan independen dan tahan 30


detik 2 = dapat mengambil langkah kecil secara mandiri dan tahan
30 detik 1 = kebutuhan membantu untuk melangkah tapi dapat
menyimpan 15
detik
0 = kehilangan keseimbangan saat melangkah atau berdiri
14. Berdiri dengan 4 = mampu mengangkat kaki secara independen dan tahan> 10
satu kaki detik
3 = mampu mengangkat kaki secara independen dan tahan 5-10
detik
2 = mampu mengangkat kaki secara independen dan tahan ≥ 3
detik
1 = mencoba untuk angkat kaki tidak bisa tahan 3 detik tetapi
tetap
berdiri secara independen.
0 = tidak dapat mencoba kebutuhan membantu untuk mencegah
jatuhnya.
Total score = 56
Interpretasi : 0-20= harus memakai kursi roda (wheelchair bound)
21-40 = berjalan dengan bantuan

41-56 = mandiri/independen

e. Timed Up & Go (TUG) Test


Tabel 2.7 : TUG

Patient : Date: time : AM/PM


The Timed Up and Go (TUG) Test Tujuan: untuk mengkaji mobilitas Peralatan: Stopwatch
Petunjuk: lansia menggunakan alas kaki yang biasa digunakan dan dapat menggunakan alat
bantu jalan bila diperlukan. Diawali dengan lansia duduk bersandar di kursi yang berlengan dan
menghadap garis lurus sepanjang jarak 3 meter di lantai

Instruksi untuk Lansia :


Ketika saya ucapkan “ Go” saya ingin anda :
1. Bangun dari kursi
2. Berjalan mengikuti garis di lantai pada kecepatan normal
3. Berbalik
4. Jalan kembali ke kursi pada kecepatan normal
5. Duduk kembali ke kursi
64

Pada saat berkata “Go” maka penghitungan waktu dimulai. Stop menghitung waktu pada
saat lansia duduk kembali, dan catatlah.
Waktu............................Detik
Seorang lansia yang menghabiskan waktu ≥ 12 detik untuk menyelesaikan TUG test maka
termasuk Risiko Tinggi Jatuh

Lakukan Observasi
- stabilitas postural lansia
- gaya berjalan
- panjang langkah
- pergerakan saat berjalan

f. Home Safety Assesment

Tabel 2.8 : Home safety assesment

No Situasi dan Kondisi Rumah Ya Tidak Ket


(1) (0)
1 Apakah penerangan rumah cukup (tidak gelap)?
2 Apakah sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah?
3 Apakah lantai licin ?
4 Apakah penataan barang-barang di dalam rumah rapi (tidak
berantakan)?
5 Apakah di dalam rumah ada tangga atau lantai yang tidak
rata?
6 Apakah lantai kamar mandi licin ?
7 Apakah tempat buang air besar memakai kloset duduk?
8 Apakah tempat tidur lansia terlalu tinggi?
9 Apakah WC dekat dengan kamar lansia?
10 Apakah tempat duduk terlalu tinggi bagi lansia?

Kesimpulan : Skor lebih dari 5 < beresiko jatuh

g. Status Nutrisi
Tabel 2.9 : Mini Nutrional Assessment (MNA)

I. SKRINING
Berat badan (kg) : Tinggi badan (cm) :

II. FORM SKRINING*

Hasil Penilaian
A. Apakah anda mengalami penurunan asupan makanan dalam 3 bulan
terakhir disebabkan kehilangan nafsu makan, gangguan saluran cerna,
65

kesulitan mengunyah atau menelan?


0 = kehilangan nafsu makan berat (severe)
1 = kehilangan nafsu makan sedang
(moderate) 2 = tidak kehilangan nafsu
makan
B. Kehilangan berat badan dalam tiga bulan terakhir
? 0 = kehilangan BB > 3 kg
1 = tidak tahu
2 = kehilangan BB antara 1 –
3 kg 3 = tidak mengalami
kehilangan BB
C. Kemampuan melakukan
mobilitas ? 0 = di ranjang saja
atau di kursi roda
1 = dapat meninggalkan ranjang atau kursi roda namun tidak bisa
pergi/
jalan-jalan ke luar
2 = dapat berjalan atau pergi dengan leluasa
D. Menderita stress psikologis atau penyakit akut dalam tiga bulan terakhir
?
0 = ya
2 = tidak

E. Mengalami masalah
neuropsikologis? 0 = dementia
atau depresi berat
1 = demensia sedang (moderate)
2 = tidak ada masalah psikologis
F. Nilai IMT (Indeks Massa
Tubuh) ? 0 = IMT < 19 kg/m2
1 = IMT 19 - 21
2 = IMT 21 – 23
3 = IMT > 23

SUB TOTAL

SKOR SKRINING

 Sub total maksimal : 14


 Jika nilai > 12 – tidak mempunyai risiko, tidak perlu melengkapi form
penilaian
 Jika < 11 – mungkin mengalami malnutrisi, lanjutkan mengisi form penilaian
66

2.4.3 Diagnosa Keperawatan

1) Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload,

vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.

2) Nyeri Akut b.d peningkatan tekanan darah vaskuler serebral dan

iskemia.

3) Hipervolemia b.d retensi natrium.

4) Intoleransi aktifitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen.

5) Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur

6) Risiko perfusi serebral tidak efektif b.d penurunan suplai darah ke

otak.

7) Risiko cidera b.d spasme arteriol, pusing.

8) Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi mengenai

penyakit.
67

II.4.4 Intervensi

Tabel 2.10 Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN DAN KRITERIA HASIL


No INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)
(SDKI) (SLKI)

1. Penurunan curah jantung b.d peningkatan Tujuan: Perawatan Jantung

afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/ rigiditas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi

ventrikuler, iskemia miokard. diharapkan keadekuatan jantung memompa  Identifikasi tanda atau gejala primer

 Definisi darah meningkat. penurunan curah jantung

Ketidakstabilan jantung memompa darah Kriteria Hasil :  Identifikasi tanda atau gejala sekunder

untuk memenuhi kebutuhan metabolisme  Tekanan darah menurun penurunan curah jantung

tubuh.  Nadi dalam rentang normal  Monitor tekanan darah

 Penyebab  CRT membaik  Monitor intake dan output cairan

1. Perubahan irama jantung  Palpitasi menurun  Monitor saturasi oksigen

2. Perubahan frekuensi jantung  Distensi Vena jugularis menurun  Monitor keluhan nyeri dada

3. Perubahan kontraktilitas  Gambaran EKG aritmia menurun  Monitor EKG 12 Sandapan

4. Perubahan preload  Lelah menurun Terapeutik

 Posisikan pasien semi fowler atau fowler


68

5. Perubahan afterload  Tidak pucat dan sianosis dengan kaki kebawah atau posisi nyaman

 Gejala dan Tanda Mayor  Dispnea menurun  Berikan diet jantung yang sesuai

Subjektif  Edema menurun  Fasilitasi pasien dan keluarga untuk

1. Perubahan irama jantung memotivasi gaya hidup sehat

1) Palpitasi  Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi

2. Perubahan preload stres, jika perlu.

1) Lelah  Berikan dukungan emosional dan spiritual

3. Perubahan afterload  Berikan oksigen untuk mempertahankan

1) dispnea saturasi oksigen >94%.

4. Perubahan kontraktilitas Edukasi

1) Paroxymal nocturna dyspnea (PND)  Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleran

2) Ortopnea  Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap

3) Batuk  Anjurkan berhenti merokok

Objektif  Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat

1. Perubahan irama jantung badan

1) Bradikardi/takikardi  Anjurkan pasien dan keluarga mengukur

2) Gambaran EKG aritmia intake dan output cairan harian


69

2. Perubahan preload  Berikan pendidikan kesehatan mengenai

1) Edema penyakit.

2) Distensi vena jugularis Kolaborasi

3) Central venous pressure/ CVP  Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu

meningkat atau menurun  Rujuk ke program rehabilitasi jantung

4) Hepatomegali

3. Perubahan Afterload

1) Tekanan darah meningkat/ menurun

2) Nadi perifer teraba lemah

3) Capillary refill time >3 detik

4) Oliguria

5) Warna kulit pucat dan atau sianosis

4. Perubahan kontraktilitas

1) Terdengar suara jantung S3 dan atau

S4

2) Ejection iraction (EF) menurun


70

2. Nyeri Akut (Kepala) b.d peningkatan tekanan Tujuan : Manajemen Nyeri

darah vaskuler serebral dan iskemia. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi

Definisi : diharapkan tingkat nyeri menurun.  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

Pengalaman sensori atau emosional yang Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.

berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau  Frekuensi nadi membaik  Identifikasi skala nyeri

fungsional, dengan onset mendadak atau lambat  Pola nafas membaik  Identifikasi respon nyeri non verbal

dan berintensitas ringan hingga berat yang  Keluhan nyeri menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan

berlangsung kurang dari 3 bulan.  Meringis menurus memperingan nyeri

 Penyebab  Gelisah menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan

1. Agen pencedera fisiologis (mis:  Kesulitas tidur menurun tentang nyeri

inflamasi, iskemia, neoplasma)  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas

2. Agen pencedera kimiawi (mis; terbakar, hidup

bahan kimia iritan)  Monitor efek samping penggunaan analgetik

3. Agen pencedera fisik (mis: abses, Terapeutik

amputasi, terbakar, terpotong,  Berikan teknik nonfarmakologi untuk

mengangkat berat, prosedur operasi, mengurangi rasa nyeri

trauma, latihan fisik berlebihan).  Kontrol lingkungan yang memperberatr rasa


71

 Gejala dan tanda Mayor nyeri

Subjetif  Ukur tanda-tanda vital

1. Mengeluh nyeri  Fasilitasi istirahat dan tidur

Objektif  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam

1. Tampak meringis pemilihan strategi meredakan nyeri

2. Bersikap protektif (mis: waspada, posisi Edukasi

menghindar nyeri)  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

3. Gelisah  Jelaskan strategi meredakan nyeri

4. Frekuensi nadi meningkat  Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk

5. Sulit tidur mengurangi rasa nyeri

 Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi

Subjektif  Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

(Tidak tersedia)

Objektif

1. Tekanan darah meningkat

2. Pola napas berubah

3. Nafsu makan berubah


72

4. Proses berfikir terganggu

5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaphoresis

 Kondisi klinis terkait

1. Kondisi pembedahan

2. Cedera traumatis

3. Infeksi

4. Sindrom koroner akut

5. Glaukoma

3. Hipervolemia b.d retensi cairan Tujuan : Manajemen Hipervolemia

 Definisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi

peningkatan volume cairan intravaskuler, diharapkan keseimbangan cairan  Pemeriksa tanda dan gejala hipervomia

interstial, dan atau intraseluler. meningkat. ortopnea, dispnea, edema JVP/CVP

 Penyebab Kriteria hasil : meningkat, reflek hepatojegular positif, suara

1. Gangguan mekanisme regulasi  Tekanan darah dalam batas normal napas tambahan

2. Kelebihan asupan cairan  Denyut nadi radial dalam batas normal  Identifikasi penyebab hipervolemia
73

3. Kelebihan asupan natrium  Keseimbangan intake dan output dalam  Monitor status hemodinamik (mis. Frekuensi

4. Gangguan aliran darah balik vena 24 jam jantung, tekanan darah, MAP, CVP, PAP,

5. Efek agen farmakologis (mis:  Berat badan stabil PCWP, CO, CI), jika tersedia

kortikosteroid, chlorpropamide,  Turgor kulit tidak mengilap dan tegang  Monitor intake dan output cairan

tolbutamide, vincristine,  Kelembapan membran mukosa  Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar

tryptilinescarbamazephine)  Hematokrit dan nitrogen urea darah natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine)

 Gejala dan Tanda Mayor (BUN)  Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik

Subjektif  Tidak ada vena leher plasma (mis. Kadar protein dan albumin

1. Ortopnea  Tidak ada edema perifer meningkat)

2. Dispnea  Monitor kecepatan infus secara ketat

3. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)  Monitor efek samping diuretik (mis. Hipotensi

Objektif ortostatik, hivopolemia, hypokalemia,

1. Edema anasarka dan/ atau edema perifer hyponatreia)

2. Berat badan meningkat dalam waktu Terapeutik

singkat  Timbang berat badan setiap hari waktu yang

3. Jugularis venous Pressure (CVP) sama

meningkat.  Batasi asupan cairan dan garam


74

4. Refleks hepatojugular positif  Tinggikan kepala tempat tidur 30-400

 Gejala dan Tanda Minor Edukasi

Subjektif  Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5

(tidak tersedia) ml/kg/BB dalam 6 jam

Objektif  Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg

1. Distensi vena jugularis dalam sehari

2. Terdengar suara napas tambahan  Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan

3. Hepatomegali dan haluaran cairan

4. Kadar HB/HT turun  Ajarkan cara mengatasi cairan

5. Oliguria Kolaborasi

6. Intake lebih banyak dari output (balance  Kolaborasi pemberian diuretik

cairan positif)  Kolaborasi penggantian kehilangan kalium

7. Kongesti paru akibat diuretik

 Kolaborasi pemberian continuos renal

replacement therapy (CRRT)

4. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan, Tujuan : Manajamen energi

ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi


75

oksigen. diharapkan toleransi aktivitas meningkat.  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang

 Definisi Kriteria Hasil : mengakibatkan kelelahan

Ketidakcukupan energi untuk melakukan  Frekuensi nadi menurun  Monitor kelelahan fisik

aktivitas sehari-hari.  Keluhan lelah menurun  Monitor pola dan jam tidur

 Penyebab  Dispnea saat aktivitas menurun  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama

1. Ketidakseimbangan antara suplai dan  Dispnea setelah aktivitas menurun melakukan aktivitas

kebutuhan oksigen  Perasaan lemah menurun  Terapeutih

2. Tirah baring  Aritmia saat aktivitas menurun  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah

3. Kelemahan  Aritmia setelah aktivitas menurun stimulus (mis: cahaya, suara, kunjungan)

4. Imobilitas  Sianosis menurun  Lakukan latihan tentang gerak fasif dan atau

5. Gaya hidup monoton  Tekanan darah membaik aktif

 Gejala dan Tanda Mayor  EKG iskemia membaik  Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

Subjektif  Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak

1. Mengeluh lelah dapat berpindah atau berjalan

Objektif Edukasi

1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari  Anjurkan tirah baring

kondisi istirahat  Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap


76

 Gejala dan Tanda Minor  Anjurkan menghubungi perawat jika tanda

Subjektif gejala kelelahan tidak berkurang

1. Dispnea saat/ setelah aktivitas  Ajarkan strategi koping untuk mengurangi

2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas kelelahan

3. Merasa lemah Kolaborasi

Objektif  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara

1. Tekanan darah berubah >20% dari meningkatkan asupan makanan

kondisi istirahat

2. Gambaran EKG menunjukkan Aritmia

saat/ setelah aktivitas

3. Gambaran EKG menunjukkan Iskemia

4. Sianosis

 Kondisi klinis terkait

1. Anemia

2. Gagal jantung kongestif

3. Penyakit jantung koroner

4. Penyakit katup jantung


77

5. Aritmia

6. Penyakit paru obstruktif kronis/ PPOK

7. Gangguan Metabolik

8. Gangguan muskuloskletal

5. Gangguan Pola Tidur b.d kurang kontrol Tujuan : Dukungan Tidur

tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi

 Definisi diharapkan pola tidur membaik.  Identifikasi pola aktivitas dan tidur

Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur Kriteria Hasil :  Identifikasi faktor penganggu tidur (fisik dan/

akibat faktor eksternal  Keluhan sulit tidur menurun atau psikologis)

 Penyebab  Keluhan sering terjaga menurun  Identifikasi makanan dan minuman yang

1. Hambatan lingkungan (mis: kelembapan  Keluhan tidak puas tidur menurun menganggu tidur (mis. Kopi, teh, alkohol,

lingkungan sekitar, suhu lingkungan,  Keluhan pola tidur berubah menurun makanan, mendekati waktu tidur, minum

pencahayaan, kebisingan, bau tidak  Keluhan istirahat tidak cukup menurun banyak air sebelum tidur)

sedap, jadwal pemantauan/ pemeriksaan/  Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

tindakan). Terapeutik

2. Kurang kontrol tidur  Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan,

3. Kurang privasi kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur).


78

4. Restrain fisik  Batasi waktu tidur siang, jika perlu

5. Ketiadaan teman tidur  Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur

6. Tidak familiar dengan peralatan tidur  Tetapkan jadwal tidur rutin

 Gejala dan Tanda Mayor  Lakukan prosedur untuk meningkatkan

Subjektif kenyamanan (mis. Pijat, pengaturan posisi,

1. Mengeluh sulit tidur terapi akupressure)

2. Mengeluh sering terjaga  Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/ atau

3. Mengeluh tidak pulas tidur tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga

4. Mengeluh pola tidur berubah

5. Mengeluh istirahat tidak cukup Edukasi

Objektif  Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

(Tidak tersedia)  Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur

 Gejala dan Tanda Minor  Anjurkan menghindari makanan/ minuman

Subjektif yang menganggu tidur

1. Mengeluh kemampuan beraktivitas  Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak

menurun mengandung supresor terhadap tidur REM

Objektif  Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi


79

(Tidak tersedia) terhadap gangguan pola tidur (mis.psikologis:

 Kondisi klinis terkait gaya hidup. Sering berubah shift bekerja)

1. Nyeri/kolik  Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara non

2. Hipertiroidisme farmakologi lainnya

3. Kecemasan

4. Penyakit paru obstruktif kronis

5. Kehamilan

6. Periode pasca partum

7. Kondisi pasca operasi

6. Risiko perfusi cerebral tidak efektif b.d Tujuan : Manajemen Peningkatan TIK

penurunan suplai darah ke otak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi

 Definisi diharapkan tidak terjadi risiko perfusi  Identifikasi penyebab peningkatan TIK

Beresiko mengalami penurunan sirkulasi serebral membaik.  Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK

darah ke otak. Kriteria Hasil :  Monitor MAP

 Faktor Resiko  Tidak kesadaran meningkat Terapeutik

1. Keabnormalan masa protrombin dan/  Gelisah menurun  Berikan posisi semi fowler

atau masa tromboplastin parsial  Tekanan darah membaik  Hindari pemberian cairan IV hipotonik
80

2. Penurunan kinerja ventrikel kiri  Agitasi menurun  Cegah terjadinya kejang

3. Aterosklerosis  Sakit kepala menurun Kolaborasi

4. Diseksi nyeri  Kecemasn menurun  Kolaborasi dalam pemberian sedasi dan antti

5. Vibrilasi atrium konvulsan, jika perlu

6. Tumor otak  Kolaborasi pemberian diuretik osmosis

7. Dilatasi kardiomiopati

8. Koagulasi intravaskuler diseminata

9. Hipertensi

10. Penyalahgunaan zat

11. Terapi trombolitik

12. Infark miokard akut

13. Hiperkolesteronemia

14. Efek samping tindakan (mis: tindakan

operasi bypass)

15. Neoplasma otak

 Kondisi klinis terkait

1. Stroke
81

2. Cidera kepala

3. Aterosklerotik aortik

4. Infark miokard akut

5. Diseksi arteri

6. Embolisme

7. Endokarditis akut

8. Fibrilasi atrium

9. Hiperkolesterolemia

10. Hipertensi

11. Dilatasi kardiomiopati

12. Stenosis mitral

13. Stenosis carotic

14. Neoplasma otak

7. Risiko cidera b.d spasme arteriol, pusing Tujuan : Manajemen keselamatan lingkungan

 Definisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi

Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan diharapkan keparahan dan cidera yang  Identifikasi kebutuhan keselamatan

fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi diamati atau dilaporkan menurun.  Monitor perubahan status keselamatan
82

sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik. Kriteria Hasil : lingkungan

 Faktor resiko  Kejadian cidera menurun Terapeutik

Eksternal  Luka atau lecet tidak ada/ membaik  Hilangkan bahaya keselamatan

1. Terpapar pathogen  Pendarahan tidak ada  Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan

2. Terpapar zat kimia toksik  Fraktur tidak ada/membaik resiko

3. Terpapar agen nasokomial  Sediakan alat bantu keamanan lingkungan

4. Ketidakamanan transportasi (mis. Pegangan tangan)

Internal  Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel

1. Ketidaknormalan profil darah samping, pintu terkunci, pagar)

2. Perubahan orientasi afektif Edukasi

3. Perubahan sensasi  Ajarkan individu, keluarga dan kelompok

4. Disfungsi auto imun resiko tinggi bahaya lingkungan

5. Disfungsi biokimia Pencegahan Cidera

6. Hiposia jaringan Observasi

7. Kegagalan mekanisme pertahanan  Identifikasi obat yang berpotensi

Tubuh menyebabkan cidera

8. Malnutrisi  Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking


83

9. Perubahan fungsi psikomotor elastis pada ekstremitas bawah

10. Perubahan fungsi kognitif Terapeutik

 Kondisi klinis terkait  Sediakan pencahayaan yang memadai

1. Kejang  Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan

2. Sinkop lingkungan rawat inap

3. Vertigo  Sediakan alas kaki antislip

4. Gangguan penglihatan  Sediakan urinal untuk eliminasi didekat

5. Gangguan pendengaran tempat tidur

6. Penyakit parkinson  Pastikan barang-barang pribadi mudah

7. Hipotensi dijangkau

8. Kelainan nervus vestibulatis  Tingkatkan frekuensi observasi dan

9. Restardasi mental pengawasan pasien

Edukasi

 Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke

pasien dan keluarga

 Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan

duduk beberapa menit sebelum berdiri


84

8. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar Tujuan : Edukasi Kesehatan

informasi mengenai penyakit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi

 Definisi diharapkan tingkat pengetahuan  Identifikasi kesiapan dan kemampuan

Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif meningkat. menerima informasi

yang berkaitan dengan topik tertentu Kriteria Hasil :  Indentifikasi faktor-faktor yang dapat

 Penyebab  Perilaku sesuai anjuran meningkat meningkatkan dan menurunkan motivasi

1. Keteratasan kognitif  Kemampuan menjelaskan pengetahuan perilaku-perilaku hidup bersih dan sehat

2. Gangguan fungsi kognitif suatu topik meningkat Terapeutik

3. Kekeliruan mengikuti anjuran  Pertanyaan tentang masalah yang  Sediakan materi dan media pendidikan

4. Kurang terpapar informasi dihadapi menurun kesehatan

5. Kurang minat dalam belajar  Persepsi yang keliru terhadap masalah  Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai

6. Kurang mampu mengingat menurun kesepakatan

7. Ketidaktahuan menemukan sumber  Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat  Berikan kesempatan untuk bertanya

informasi menurun Edukasi

Gejala dan Tanda Mayor  Jelaskan faktor resiko yang dapat

Subjektif mempengaruhi kesehatan

1. Menanyakan masalah yang dihadapi  Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
85

Objektif  Ajarkan strategi yang dapat dihgunakan untuk

1. Menunjukkan perilaku tidak sesuai meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat

anjuran  Ajarkan penanganan non-farmakologi

2. Menunjukkan persepsi yang keliru

terhadap masalah

 Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

(Tidak tersedia)

Objektif

1. Menjalani pemeiksaan yang tidak tepat

2. Menunjukkan perilaku yang berlebihan

(mis: apatis, bermusuhan, agitasi,

hysteria)

 Kondisi klinis terkait

1. Kondisi klinis yang baru dihadapi oleh

klien

2. Penyakit akut dan Penyakit kronis


2.4.3 Implementasi

Pelaksanaan tindakan (implementasi) merupakan langkah

keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan

berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan), strategi ini

terdapat dalam rencana tindakan keperawatan. Tahap ini perawat

harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya-bahaya fisik dan

perlindungan pada lansia, teknik komunikasi, kemampuan dalam

prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari lansia dan

memahami tingkat perkembangan lansia. Pelaksanaan tindakan

gerontik diarahkan untuk mengoptimalkan kondisi lansia agar

mampu dan produktif (Kholifah, 2016).

2.4.4 Evaluasi

Menurut Craven dan Hirnel (2000, dalam Khofifah 2016).

Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan

keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang telah ditetapkan

dengan respon perilaku lansia yang ditampilkan. Penilaian dalam

keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan rencana

tindakan yang telah ditentukan, kegiatan ini untuk mengetahui

pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari

proses keperawatan. Hasil evaluasi yang menentukan apakah

masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi, adalah dengan

cara membandingkan antara SOAP (Subjektif-Objektif-Assesment-

Planning) dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.


87

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas Klien

Nama : Ny. S

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 66 Tahun

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

Pendidikan Terakhir : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Bengkong Aljabar

Waktu Pengkajian : 26 September 2022 – 31 Oktober 2022

3.1.2 Riwayat Kesehatan

3.1.2.1 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Klien mengatakan sudah ± 10 Tahun yang lalu klien

mengatakan mengalami hipertensi.

3.1.2.2 Riwayat Kesehatan Sekarang

Saat dilakukan pengkajian, klien mengatakan sering

merasa lelah, lemah saat beraktivitas, sering berkeringat dan

jantung berdebar-debar. klien juga mengatakan kepala klien

sering sakit terasa nyeri, menjalar sampai ketengkuk. klien


88

juga mengatakan sulit tidur di malam hari apabila sakit

kepala, klien juga sering terjaga malam, klien mengatakan

sering berkeringat. klien tidur ± 4-5 jam perhari dan jarang

tidur siang. klien merasa tidak segar setelah bangun dari

tidur. klien tampak lemah, wajah klien tampak pucat,

kelelahan, tampak lingkaran hitam dibawah hitam. Mata

klien tampak cekung, klien tampak meringis, dan sesekali

memegang kepalanya. Akral dingin. Pengkajian nyeri P:

nyeri bertambah saat beraktivitas, Q: nyeri seperti ditusuk,

R: Nyeri dikepala menjalar ketengkuk, S: Skala 5, T: Nyeri

hilang timbul durasi ± 10 menit. Tanda-tanda vital: TD:

170/100 mmHg, N: 110x/menit, RR: 21x/menit, S: 36 ° C,

CRT : > 2detik

3.1.2.3 Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit

keturunan dari keluarga seperti: hipertensi, diabetes

mellitus, jantung, atau penyakit lainnya.

Genogram :

Gambar 3.1 Genogram keluarga


89

Keterangan :

: Perempuan

: Laki-laki

: Meninggal

: Pasien

: Tinggal Serumah

3.1.3 Pola Kebiasaan Sehari-hari

3.1.3.1 Biologi

a. Pola Makan

Klien mengatakan makan 3 kali sehari, dengan

komposisi nasi, lauk pauk, dan sayur . klien juga sering

makan cemilan, seperti roti, atau kue-kue dirumahnya.

b. Pola Minum

Klien mengatakan minum air putih ± 6-8 gelas per hari.

c. Pola Tidur

Klien juga mengatakan sulit tidur di malam hari apabila

sakit kepala, klien juga sering terbangun di malam hari,

klien merasa tidak segar setelah bangun dari tidur. klien

mengatakan tidur 4-5 jam perhari dan jarang tidur

siang.
90

d. Pola Eliminasi

Klien mengatakan BAB 1 kali sehari, BAK 5-6 kali

sehari. Ny. S tidak ada mengalami gangguan di pola

eliminasi.

e. Aktivitas dan Istirahat

Klien mengatakan aktivitas yang dilakukan yaitu

membereskan rumah, menyapu halaman, memasak,

serta melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya. dan

Ny. S juga berjualan makanan dirumah nya.

f. Rekresi

Klien mengatakan jika ada waktu luang klien sering

menonton televisi dan berbaring saja dikamar. Klien

mengatakan jarang rekreasi di luar rumah.

3.1.3.2 Psikologis

a. Keadaan sosial

Klien aktif berinteraksi dengan tetangga di

lingkungannya. jika membutuhkan bantuan, klien tidak

segan meminta bantuan tetangganya sekitarnya.

b. Hubungan sosial

Hubungan klien dengan tetangga baik, klien aktif

mengikuti acara yang kadang diadakan didaerah

perumahannya.
91

1. Hubungan dengan anggota kelompok

Hubungan klien dengan anggota kelompok baik,

dan sering berkumpul bersama apabila terdapat

acara disekitar lingkungannya.

2. Hubungan dengan keluarga

Hubungan klien dengan anak dan menantunya baik,

tidak ada pertengkaran. klien sering dikunjungi oleh

menantunya serta anak-anaknya.

3.1.3.3 Spiritual / Kultur

a. Pelaksanaan Ibadah

Klien mengatakan melaksanakan ibadah sholat lima

waktu setiap harinya dan juga selalu berdzikir.

b. Keyakinan terhadap kesehatan

Klien mengatakan sakit itu merupakan ujian, dan klien

yakin akan sembuh dan beraktivitas lagi seperti

biasanya.

3.1.3.4 Pola Kebiasaan yang mempengaruhi Kesehatan

Klien mengatakan jarang melakukan aktivitas

olahraga hanya saja klien sesekali berjalan-jalan diteras

rumahnya pada pagi hari.

3.1.4 Pemeriksaan Fisik

3.1.4.1 Tingkat Kesadaran

Kesadaran : composmentis, GCS= 15


92

Keadaan umum : lemah

3.1.4.2 Tanda-tanda Vital

TD : 170/100 mmHg

N : 110x/menit

RR : 21 x/menit

S : 36° C

3.1.4.3 Pengukuran

BB : 49 Kg

TB : 158 cm

3.1.4.4 Head to Toe

a. Kepala

Kepala normochepali, tidak ada lesi atau benjolan,

rambut mulai memutih, kebersihan rambut bersih, tidak

ada ketombe ataupun kutu, tidak terdapat bekas luka, dan

terdapat nyeri pada kepala.

b. Wajah

Wajah simetris, tampak pucat, tidak ada lesi, tidak

terdapat berjolan ataupun nyeri tekan pada area wajah,

kulit mulai keriput.

c. Mata

Mata tampak merah, cekung, terdapat lingkaran hitam

disekitar mata, konjungtiva anemis, sklera anikterik,


93

fungsi penglihatan sedikit terganggu. klien mengatakan

pandangannya kadang-kadang kabur-buram.

d. Hidung

Normal, tidak ada benjolan, fungsi penciuman normal,

tidak ada polip.

e. Mulut

Normal, kondisi mulut bersih, tidak bau, gigi sudah

banyak yang tanggal, karies ada, tidak ada lesi atau

stomatitis, fungsi menelan baik.

f. Telinga

Simetris kiri dan kanan, fungsi pendengaran baik,

keadaan telinga bersih, tidak ada serumen.

g. Leher

Normal, tidak ada benjolan atau pembesaran JVP, klien

mengatakan nyeri kepala menjalar sampai ketengkuk.

h. Thorak

Dada tampak simetris, tidak ada memar atau benjolan,

bunyi jantung normal, suara nafas vesikuler. Klien

mengatakan kadang-kadang jantungnya berdebar-debar.

i. Abdomen

Simetris, tidak ada lesi atau bekas operasi, fungsi

pencernaan baik, tidak ada nyeri tekan/lepas.


94

j. Ekstremitas Atas dan Bawah

Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan, tidak ada

kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah.

3.1.5 Pengkajian Fokus Lansia

Tabel 3.1 Penilaian Status Fungsional

Tanggal : 27 September 2022 Nama : Ny. S

Umur : 66 Tahun Jenis Kelamin : Perempuan

Mandiri Tergantung
Nilai Nilai
No Aktivitas
(1) (0)
1. Mandi di kamar mandi (Menggosok, 1 1
membersihkan dan mengeringkan badan)
2. Menyiapkan pakaian, membuka dan 1 1
menggunakannya
3. Memakan makanan yang disiapkan 1 1
4. Memelihara kebersihan diri untuk penampilan 1 1
diri (Menyisir
rambut, mencuci rambaut, menggosok gigi,
mencukur kumis)
5. BAB di WC ( memberikan dan mengeringkan 1 1
daerah bokong )
6. Dapat mengontrol pengeluaran feses 1 1
7. Membuang air kecil di kamar mandi 1
(Membersihakan dan 1
mengeringkan daerah kemaluan)
8. Dapat mengontrol pengeluaran kemih 1 1
9. Berjalan di lingkungan tempat tinggal atau 1
keluar rauangan 1
tanpa alat bantu, seperti tongkat
10. Menjalankan agama sesuai agama dan 1
kepercayaan yang di 1
Anut
11. Melakukan pekerjaan rumah seperti merapikan 1
tempat tidur,
1
mencuci pakaian, memasak dan membersihakan
ruangan
12. Berbelanja untuk kebutuhan sendiri atau kebutuhan 1
0
keluarga
13. Mengelola keuangan (menyimpan dan 1
1
mengunakan uang
95

sendiri)
14. Menggunakan sarana transportasi umum untuk 1
berpergian
15. Menyiapkan obat dan minum obat sesuai 1
dengan aturan (takaran obat dan waktu minum 0
obat tepat )
16. Merencanakan dan mengambil keputusan untuk 1 0
kepentingan keluarga dalam hal penggunaan
uang, aktivitas sosial yang
dilakukan dan kebutuhan akan pelayanan
Kesehatan
17. Melakukan aktivitas di waktu luang (kegiatan 1 1
keagamaan,
sosial, rekreasi, olah raga dan menyalurkan hobi).
14

Jumlah

Hasil Pemeriksaan : Skor 14, klien dalam kategori mandiri

Tabel 3.2 : Tabel index Barthel

No Kriteria Dengan Mandiri Keterangan Nilai


Bantuan
1 Makan (jika makanan 5 10 Frekuensi : 10
harus berupa 3 kali sehari
potongan dianggap Jumlah
dibantu) : 1 porsi
Jenis : nasi,
lauk pauk, sayur
2 Minum 5 10 Frekuensi : 10
6-8 gelas/hari
Jumlah
:
±1500 ml
Jenis : air
putih
3 Berpindah dari kursi 5 – 10 15 Klien mampu 15
roda ke tempat tidur, atau berpindah
sebaliknya
4 Personal toilet (cuci muka, 0 5 Frekuensi: 2 : 5
menyisir kali sehari
rambut, gosok gigi)
5 Keluar masuk toilet 5 10 Klien mampu 10
(mencuci pakaian, keluar masuk toilet
menyeka tubuh, dengan mandiri
menyiram)
6 Mandi 5 15 Frekuensi : 2 : 15
96

kali sehari
7 Jalan dipermukaan datar 0 5 Klien mampu 5
(atau jika tidak bisa berjalan
berjalan, dipermukaan datar
menjalankan kursi
roda)

8 Naik turun tangga 5 10 Klien naik turun 5


tangga
menggunakan
pegangan
9 Mengenakan pakaian 5 10 Klien mampu 10
mengenakan
pakaian secara
mandiri
10 Kontrol Bowl (BAB) 5 10 Frekuensi : 1-2 : 10
kali
Konsistens:
lunak
11 Kontrol Bladder 5 10 Frekuensi : 5-6 10
(BAK) kali
Warna :
kuning jernih
12 Olahraga/Latihan 5 10 Klien jarang 10
berolahraga
13 Rekreasi/pemanfaatan 5 10 Jenis: 10
waktu luang nonton tv
JUMLAH 125

Hasil Pemeriksaan : Skor 125, kategori ketergantungan sebagian

Tabel 3.3 : IADL Lawton

Aktivitas Skor Hasil


Dapat menggunakan telepon
Mengoperasikan telepon sendiri dan mencari dan menghubungi 1
nomor
Menghubungi beberapa nomor yang diketahui 1 1
Menjawab telepon tetapi tidak menghubungi 1
Tidak bisa menggunakan telepon sama sekali 0
Mampu pergi ke suatu tempat
Berpergian sendiri menggunakan kendaraan umum atau menyetir 1 1
sendiri
Mengatur perjalanan sendiri 1
Perjalanan menggunakan transportasi umum jika ada 0
yang menyertai
Tidak melakukan perjalanan sama sekali 0
97

Dapat berbelanja
Mengatur semua kebutuhan belanja sendiri 1 1
Perlu bantuan untuk mengantar belanja 0
Sama sekali tidak mampu belanja 0
Dapat menyiapkan makanan
Merencanakan, menyiapkan, dan menghidangkan makanan 1 1
Menyiapkan makanan jika sudah tersedia bahan makanan 0
Menyiapkan makanan tetapi tidak mengatur diet yang cukup 0
Perlu disiapkan dan dilayani 0
Dapat melakukan pekerjaan rumah tangga
Merawat rumah sendiri atau bantuan kadang-kadang 1 1
Mengerjakan pekerjaan ringan sehari-hari (merapikan tempat tidur, 1
mencuci piring)
Perlu bantuan untuk semua perawatan rumah sehari-hari 1
Tidak berpartisipasi dalam perawatan rumah 0
Dapat mencuci pakaian
Mencuci semua pakaian sendiri 1 1
Mencuci pakaian yang kecil 1
Semua pakaian dicuci oleh orang lain 0
Dapat mengatur obat – obatan
Meminum obat secara tepat dosis dan waktu tanpa bantuan 1
Tidak mampu menyiapkan obat sendiri 0 1
Dapat mengatur keuangan
Mengatur masalah finansial (tagihan, pergi ke bank) 1
Mengatur pengeluaran sehari-hari, tapi perlu bantuan untuk ke bank 1 1
untuk transaksi penting
Tidak mampu mengambil keputusan finansial atau memegang uang 0
TOTAL 8

Hasil Pemeriksaan : Skor 8, klien dalam adl Lawton termasuk kategori


mandiri

Tabel 3.4 : Pengkajian Keseimbangan Untuk Klien Lanjut


Usia

Nilai Nilai
No Kriteria
Maksimal Klien
1 Bangun dari kursi 1 0

(Tidak bangun dari duduk dengan satu gerakan tetapi,


98

tetapi mendorong tubuhnya ke atas dengan lengan atau


bergerak ke bagian depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil
pada saat berdiri pertama kali)

2 Duduk ke kursi 1 0
(Menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk di tengah kursi)

3 Menahan dorongan pada sternum (pemeriksaan 1 1


mendorong sternum perlahan-lahan sebanyak 3 kali)
(Klien menggerakkan kaki memegang objek untuk dukungan,
kaki tidak menyentuh sisi-sisinya)

4 Mata tertutup 1 0
(Sama seperti di atas (periksa kepercayaan klien untuk
input penglihatan untuk keseimbangannya)

5 Perputaran leher 1 1
(Menggerakkan kaki, menggenggam objek untuk dukungan,
kaki tidak menyentuh sisi-sisinya keluhan vertigo, pusing,
atau keadaan tidak stabil)

6 Gerakan menggapai sesuatu 1 0


(Tidak mampu menggapai sesuatu dengan bahu fleksi
sepenuhnya sementara berdiri pada ujung-ujung jari kaki,
tidak stabil, memegang sesuatu untuk dukungan)

7 Membungkuk 1 1
(Tidak mampu membungkung untuk mengambil objek- objek
kecil (misalnya pulpen) dari lantai, memegang objek untuk
bisa berdiri lagi, memerlukan usaha-usaha multipel untuk
bangun)

8 Meminta klien untuk berjalan ke tempat 1 0


(Ragu-ragu, tersandung, memegang objek untuk
dukungan)

9 Ketinggian langkah kaki (mengangkat kaki saat berjalan) 1 1


(Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser
atau menyeret kaki), mengangkat kaki terlalu tinggi (>5 cm)
10 Kontinuitas langkah kaki (lebih baik diobservasi dari 1 1
samping klien)
(Setelah langkah-langkah awal, langkah menjadi tidak
konsisten, memulai mengangkat satu kaki sementara kaki
yang lain menyentuh lantai)
11 Kesimetrisan langkah (lebih baik diobservasi dari samping 1 1
klien)
(Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dari sisi
99

ke sisi)
12 Tidak berjalan dalam garis lurus (lebih baik diobservasi dari 1 0
samping klien)
(Tidak berjalan dalam garus lurus, bergelombang dari sisi
ke sisi)
13 Berbalik 1 1
(Berhenti sebelum berbalik, jalan sempoyongan,
bergoyang, memegang objek untuk dukungan)

JUMLAH 7

Hasil Pemeriksaan : Skor 7, Klien menunjukan resiko jatuh sedang

Tabel 3.5 : Berg Balance Scale (BBS)

Item
No Skor (0-4)
Keseimbangan
1. Duduk ke berdiri 4 = dapat berdiri tanpa menggunakan tangan dan 4
menstabilkan independen.
3 = mampu berdiri secara independen
menggunakan tangan.
2 = mampu berdiri menggunakan tangan
setelah mencoba.
1 = perlu bantuan minimal untuk berdiri
atau menstabilkan
0 = perlu asisten sedang atau maksimal untuk berdiri.
2. Berdiri tanpa 4 = dapat berdiri dengan aman selama 2 menit. 4
penunjang 3 = mampu berdiri 2 menit dengan pengawasan.
2 = dapat berdiri 30 detik yang tidak
dibantu/ditunjang.
1 = membutuhkan beberapa waktu untuk mencoba
berdiri 30 detik yang tidak dibantu.
0 = tidak dapat berdiri secara mandiri selama 30 detik
3. Duduk tanpa 4 = bisa duduk dengan aman dan aman selama 2 4
penunjang menit
3 = bisa duduk 2 menit dengan pengawasan
2 = mampu duduk selama 30 detik 1 = bisa duduk
10 detik
0 = tidak dapat duduk tanpa penunjang
4. Berdiri ke duduk 4 = duduk dengan aman dengan menggunakan 4
minimal tangan
3 = mengontrol posisi turun dengan menggunakan
tangan
2 = menggunakan punggung kaki terhadap kursi
untuk mengontrol posisi turun
1 = duduk secara independen tetapi memiliki
100

keturunan yang tidak terkendali


0 = kebutuhan membantu untuk duduk.
5. Transfer 4 = dapat mentransfer aman dengan 4
penggunaan ringan tangan
3 = dapat mentransfer kebutuhan yang pasti
aman dari tangan
2 = dapat mentransfer dengan pengawasan
1 = membutuhkan satu orang untuk membantu
0 = membutuhkan dua orang untuk membantu atau
mengawasi
6. Berdiri dengan 4 = dapat berdiri 10 detik dengan aman 3
mata tertutup 3 = dapat berdiri 10 detik dengan pengawasan
2 = mampu berdiri 3 detik
1 = tidak dapat menjaga mata tertutup 3 detik tapi
tetap aman
0 = membutuhkan bantuan agar tidak jatuh
7. Berdiri dengan 4 = mampu menempatkan kaki bersama-sama secara 4
kaki rapat independen dan berdiri 1 menit aman
3 = mampu menempatkan kaki bersama-sama secara
independen dan berdiri 1 menit dengan
pengawasan
2 = mampu menempatkan kaki bersama-sama
secara mandiri tetapi tidak dapat tahan selama 30
detik
1 = memerlukan bantuan untuk mencapai posisi tapi
mampu berdiri 15 kaki bersama-sama detik
0 = memerlukan bantuan untuk mencapai posisi dan
tidak dapat tahan selama 15 detik
8. Menjangkau ke 4 = dapat mencapai ke depan dengan percaya 4
depan dengan tangan diri 25 cm (10 inci)
3 = dapat mencapai ke depan 12 cm (5 inci)
2 = dapat mencapai ke depan 5 cm (2 inci)
1 = mencapai ke depan tetapi membutuhkan
pengawasan
0 = kehilangan keseimbangan ketika mencoba /
memerlukan dukungan eksternal
9. Mengambil barang 4 = dapat mengambil sandal aman dan mudah 4
dari lantai 3 = dapat mengambil sandal tetapi membutuhkan
pengawasan
2 = tidak dapat mengambil tetapi mencapai 2-5 cm
(1-2 inci) dari sandal dan menjaga
keseimbangan secara bebas
1 = tidak dapat mengambil dan memerlukan
pengawasan ketika mencoba
0 = tidak dapat mencoba / membantu kebutuhan
untuk menjaga dari kehilangan keseimbangan
atau jatuh
10. Menoleh ke 4 = tampak belakang dari kedua sisi dan berat 2
belakang bergeser baik
3 = tampak belakang satu sisi saja sisi lain
101

menunjukkan pergeseran berat badan kurang


2 = hanya menyamping tetapi tetap
mempertahankan keseimbangan
1 = perlu pengawasan saat memutar
0 = butuh bantuan untuk menjaga dari kehilangan
keseimbangan atau Jatuh
11. Berputar 360 4 = mampu berputar 360 derajat dengan aman 2
Derajat dalam 4 detik atau kurang
3 = mampu berputar 360 derajat dengan aman satu
sisi hanya 4 detik atau kurang
2 = mampu berputar 360 derajat dengan aman
tetapi perlahan-lahan
1 = membutuhkan pengawasan yang ketat atau
dengan lisan
0 = membutuhkan bantuan saat memutar
12. Menempatkan kaki 4 = mampu berdiri secara independen 3
bergantian di bangku aman dan menyelesaikan 8 langkah
dalam 20 detik
3 = mampu berdiri secara mandiri dan
menyelesaikan 8 langkah dalam> 20 detik
2 = dapat menyelesaikan 4 langkah tanpa bantuan
dengan pengawasan
1 = dapat menyelesaikan> 2 langkah perlu assist
minimal
0 = membutuhkan bantuan agar tidak jatuh /
tidak mampu untuk mencoba
13. Berdiri dengan 4 = mampu menempatkan tandem kaki secara 4
satu kaki didepan independen dan tahan 30 detik
3 = mampu menempatkan kaki depan independen
dan tahan 30 detik
2 = dapat mengambil langkah kecil secara mandiri
dan tahan 30 detik
1 = kebutuhan membantu untuk melangkah tapi
dapat menyimpan 15
detik
0 = kehilangan keseimbangan saat melangkah atau
berdiri
14. Berdiri dengan 4 = mampu mengangkat kaki secara independen dan 3
satu kaki tahan> 10 detik
3 = mampu mengangkat kaki secara independen dan
tahan 5-10 detik
2 = mampu mengangkat kaki secara independen dan
tahan ≥ 3 detik
1 = mencoba untuk angkat kaki tidak bisa tahan 3
detik tetapi tetap
berdiri secara independen.
0 = tidak dapat mencoba kebutuhan membantu untuk
mencegah jatuhnya.

Hasil Pemeriksaan : Skor 49, klien dalam pengkajian keseimbangan


102

dalam kategori

Tabel 3.6 : Timed Up & Go (TUG) Test


Patient :Ny. S Date: 26 September 2022 time : 09.00 AM
The Timed Up and Go (TUG) Test Tujuan: untuk mengkaji mobilitas Peralatan: Stopwatch
Petunjuk: lansia menggunakan alas kaki yang biasa digunakan dan dapat menggunakan alat
bantu jalan bila diperlukan. Diawali dengan lansia duduk bersandar di kursi yang berlengan dan
menghadap garis lurus sepanjang jarak 3 meter di lantai

Instruksi untuk Lansia :


Ketika saya ucapkan “ Go” saya ingin anda :
1. Bangun dari kursi
2. Berjalan mengikuti garis di lantai pada kecepatan normal
3. Berbalik
4. Jalan kembali ke kursi pada kecepatan normal
5. Duduk kembali ke kursi
Pada saat berkata “Go” maka penghitungan waktu dimulai. Stop menghitung waktu pada
saat lansia duduk kembali, dan catatlah.
Waktu 11 Detik
Seorang lansia yang menghabiskan waktu ≥ 12 detik untuk menyelesaikan TUG test maka
termasuk Risiko Tinggi Jatuh

Lakukan Observasi
- stabilitas postural lansia : postur tubuh lansia stabil
- gaya berjalan : tidak sempoyongan
- panjang Langkah : 1-2 langkah
- pergerakan saat berjalan : tidak lambat
Hasil Pemeriksaan : Klien mampu mengikuti instruksi dan
menunjukkan >12 detik dan tidak termasuk resiko
jatuh tinggi

Tabel 3.7 : Home safety assesment


No Situasi dan Kondisi Rumah Ya Tidak Ket
(1) (0)
1 Apakah penerangan rumah cukup (tidak gelap)? 1
2 Apakah sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah? 1
3 Apakah lantai licin ? 0
4 Apakah penataan barang-barang di dalam rumah rapi (tidak
1
berantakan)?
5 Apakah di dalam rumah ada tangga atau lantai yang tidak
0
rata?
103

6 Apakah lantai kamar mandi licin ? 0


7 Apakah tempat buang air besar memakai kloset duduk? 0
8 Apakah tempat tidur lansia terlalu tinggi? 0
9 Apakah WC dekat dengan kamar lansia? 1
10 Apakah tempat duduk terlalu tinggi bagi lansia? 0
Hasil Pemeriksaan : Skor 4, klien tidak beresiko jatuh

Tabel 3.8: Mini Nutrional Assessment (MNA)

I. SKRINING
Berat badan (kg) : 49 Kg Tinggi badan (cm) : 158
cm

Hasil Penilaian
FORM SKRINING
A. Apakah anda mengalami penurunan asupan makanan dalam
3 bulan terakhir disebabkan kehilangan nafsu makan,
gangguan saluran cerna, kesulitan mengunyah atau
menelan?
0 = kehilangan nafsu makan berat (severe) 2
1= kehilangan nafsu makan sedang (moderate)
2 = tidak kehilangan nafsu
makan
B. Kehilangan berat badan dalam tiga
bulan terakhir ?
0 = kehilangan BB > 3 kg
3
1 = tidak tahu
2 = kehilangan BB antara 1 – 3 kg
3 = tidak mengalami kehilangan BB
C. Kemampuan
melakukan
mobilitas ?
0 = di ranjang saja atau di kursi roda 2
1 = dapat meninggalkan ranjang atau kursi roda
namun tidak bisa pergi/jalan-jalan ke luar
2 = dapat berjalan atau pergi dengan leluasa
D. Menderita stress psikologis atau penyakit akut dalam tiga
bulan terakhir ?
0 = ya 2
2 = tidak
104

E. Mengalami masalah neuropsikologis?


0 = dementia atau depresi berat
2
1 = demensia sedang (moderate)
2 = tidak ada masalah psikologis

F. Nilai IMT (Indeks


Massa Tubuh) ?
49 49
0 = IMT < 19 kg/m2 = =19,6
1 = IMT 19 – 21
1,58 2,50
2 1

2 = IMT 21 – 23
3 = IMT > 23
SUB TOTAL 12
Hasil Pemeriksaan : Skor 12, klien tidak mengalami gangguan

malnutrisi

3.2 Analisa Data

Tabel 3.9 Analisa Data

Masalah
No Data Fokus Etiologi
Keperawatan

1. DS : Peningkatan afterload Penurunan curah

- Klien mengatakan riwayat jantung

hipertensi sejak 10 tahun


105

yang lalu.

- Klien mengatakan sering


merasa lelah

- Klien mengatakan lemah


saat beraktivitas

- Klien mengatakan sering


berkeringat dan kadang-

kadang jantung berdebar-

debar.

DO :

- Klien tampak kelelahan

- Klien tampak lemah

- Klien tampak pucat dan


Akral teraba dingin

- TTV :

- TD : 170/100 mmHg

- N : 110x/menit

- RR : 21 x/menit

- S : 36° C

CRT >2 detik

2. DS: peningkatan tekanan Nyeri Akut

- Klien mengatakan nyeri vaskuler serebral. (Kepala)

pada kepalanya

- Klien mengatakan sakit


dibagian tengkuk
106

- Klien juga mengatakan


nyeri seperti tertusuk-

tusuk

- Klien juga mengatakan


sulit tidur pada malam

hari

DO :

- Klien tampak meringis

- Klien tampak sesekali


memegang kepalanya

- Pengkajian nyeri

- P : Nyeri bertambah saat


beraktivitas

- Q: Nyeri seperti ditusuk


tusuk

- R : Nyeri pada bagian


kepala menjalar ke

tengkuk

- S : Skala nyeri 5

- T : Nyeri hilang Timbul

- Durasi nyeri ± 10 menit

- TTV :

- TD : 170/100 mmHg

- N : 110 x/i
107

- RR : 21 x/i

- S : 36° C

3. DS : Kurang kontrol tidur Gangguan Pola

- Klien mengatakan sulit Tidur

tidur di malam hari

apabila sakit kepala

- Klien juga mengatakan


sering terbangun di

malam hari, klien merasa

tidak segar setelah bangun

dari tidur.

- Klien mengatakan tidur 4-


5 jam perhari. Dan jarang

tidur siang.

DO :

- Klien tampak lemas

- Mata klien tampak merah

- Mata klien tampak cekung

- Terdapat lingkaran hitam


disekitar mata

- TTV

- TD : 170/100 mmHg

- N : 110 x/i

- RR : 21 x/i
108

- S : 36° C

3.3 Diagnosa Keperawatan

3.3.1 Penurunan Curah jantung berhubungan dengan peningkatan

afterload

3.3.2 Nyeri akut (kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan

vaskuler serebral.

3.3.3 Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur

3.4 Intervensi Keperawatan

TUJUAN DAN INTERVENSI


DIAGNOSA KEPERAWATAN
No KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
(SDKI)
(SLKI) (SIKI)

1. Penurunan curah jantung b.d Tujuan: Perawatan Jantung

peningkatan afterload Setelah dilakukan Observasi

 Definisi tindakan  Identifikasi tanda atau

Ketidakstabilan jantung keperawatan gejala primer

memompa darah untuk diharapkan penurunan curah

memenuhi kebutuhan keadekuatan jantung jantung

metabolisme tubuh. memompa darah  Monitor tekanan darah

 Penyebab meningkat.  Monitor keluhan nyeri

1. Perubahan afterload Kriteria Hasil : dada

 Gejala dan Tanda Mayor  Tekanan darah Terapeutik

Subjektif menurun  Fasilitasi pasien dan

1. Perubahan irama jantung  Nadi dalam keluarga untuk

2. Perubahan preload rentang normal memotivasi gaya

Lelah  CRT membaik hidup sehat


109

Objektif  Lelah menurun Edukasi

1. Perubahan irama jantung  Tidak pucat  Anjurkan beraktivitas

1) Bradikardi/takikardi fisik secara bertahap

2. Perubahan Afterload  Berikan pendidikan

1) Tekanan darah kesehatan mengenai

meningkat/ menurun penyakit.

2) Capillary refill time

>3 detik

3) Warna kulit pucat

2. Nyeri Akut (Kepala) b.d Tujuan : Manajemen Nyeri

peningkatan tekanan darah Setelah dilakukan Observasi

vaskuler serebral dan iskemia. tindakan  Identifikasi lokasi,

Definisi : keperawatan karakteristik, durasi,

Pengalaman sensori atau emosional diharapkan tingkat frekuensi, kualitas,

yang berkaitan dengan kerusakan nyeri menurun. intensitas nyeri.

jaringan aktual atau fungsional, Kriteria Hasil :  Identifikasi skala nyeri

dengan onset mendadak atau lambat  Frekuensi nadi  Identifikasi respon

dan berintensitas ringan hingga membaik nyeri non verbal

berat yang berlangsung kurang dari  Keluhan nyeri  Identifikasi faktor

3 bulan. menurun yang memperberat dan

 Penyebab  Meringis memperingan nyeri

1. Agen pencedera fisiologis menurus Terapeutik

(mis: inflamasi, iskemia,  Gelisah menurun  Berikan teknik

neoplasma)  Kesulitas tidur nonfarmakologi untuk

menurun mengurangi rasa nyeri

 Gejala dan tanda Mayor  Kontrol lingkungan

Subjetif yang memperberat


110

1. Mengeluh nyeri rasa nyeri

Objektif  Ukur tanda-tanda vital

1. Tampak meringis  Fasilitasi istirahat dan

2. Frekuensi nadi meningkat tidur

3. Sulit tidur Edukasi

 Gejala dan Tanda Minor  Jelaskan penyebab,

Subjektif periode, dan pemicu

(Tidak tersedia) nyeri

Objektif  Jelaskan strategi

1. Tekanan darah meningkat meredakan nyeri

 Ajarkan teknik

nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri

3. Gangguan Pola Tidur b.d Tujuan : Dukungan Tidur

Kurang Kontrol Tidur Setelah dilakukan Observasi

 Definisi tindakan  Identifikasi pola

Gangguan kualitas dan keperawatan aktivitas dan tidur

kuantitas waktu tidur akibat diharapkan pola  Identifikasi faktor

faktor eksternal tidur membaik. penganggu tidur (fisik

 Penyebab Kriteria Hasil : dan/ atau psikologis)

1. Kurang kontrol tidur  Keluhan sulit  Identifikasi makanan

 Gejala dan Tanda Mayor tidur menurun dan minuman yang

Subjektif  Keluhan sering menganggu tidur (mis.

1. Mengeluh sulit tidur terjaga menurun Kopi, teh, alkohol,

2. Mengeluh sering terjaga  Keluhan tidak makanan, mendekati

3. Mengeluh tidak pulas tidur puas tidur waktu tidur, minum

4. Mengeluh istirahat tidak menurun banyak air sebelum

cukup
111

Objektif  Keluhan istirahat tidur)

(Tidak tersedia) tidak cukup  Identifikasi obat tidur

 Gejala dan Tanda Minor menurun yang dikonsumsi

Subjektif Terapeutik

1. Mengeluh kemampuan  Modifikasi lingkungan

beraktivitas menurun (mis. Pencahayaan,

Objektif kebisingan, suhu,

(Tidak tersedia) matras, dan tempat

 Kondisi klinis terkait tidur).

1. Nyeri  Batasi waktu tidur

siang, jika perlu

 Tetapkan jadwal tidur

rutin

Edukasi

 Jelaskan pentingnya

tidur cukup selama

sakit

 Anjurkan menepati

kebiasaan waktu tidur

 Anjurkan menghindari

makanan/ minuman

yang menganggu tidur

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tabel 3.11 : Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

 Hari Senin, 26 September 2022 (Kunjungan Pertama)


112

No Diagnosa Jam
Implementasi Evaluasi
Keperawatan

1. Penurunan curah 09.00 1. Berkenalan dan membina S:

jantung hubungan saling percaya - Klien bersedia

berhubungan 2. Menjelaskan tujuan menjadi pasien

dengan kunjungan kelolaan

peningkatan 3. Meminta persetujuan


- Klien bersedia
afterload. untuk menjadi pasien
09.05 dilakukan pengkajian
kelolaan
- Klien menyetujui
4. Melakukan pengkajian
kontrak selanjutnya
(identitas, riwayat
09.10 - Klien mengatakan
kesehatan, pola
mempunyai riwayat
kebiasaan sehari-hari,
jantung ± 10 Tahun
pemeriksaan fisik)
yang lalu
5. Melakukan pengkajian
- Klien mengatakan
paripurna pasien geriatri
sering merasa lelah
(P3G)

6. Membuat kontrak
- Klien mengatakan

selanjutnya lemah saat beraktifitas

- Klien mengatakan

sering berkeringat dan

kadang jantung

berdebar-debar

O:

- Klien dapat menjawab

pertanyaan yang

ditanyakan

- Klien mampu
113

menjelaskan

keluhannya

- Klien tampak

kelelahan dan pucat

- Kulit teraba dingin

- TTV :

TD : 170/100 mmHg

N : 110 x/i

RR : 21 x/i

S : 36° C , CRT : >2

detik

A : Penurunan Curah

jantung belum

Teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

2. Nyeri Akut 09.00 1. Berkenalan dan membina S:

(kepala) hubungan saling percaya - Klien bersedia

berhubungan 2. Menjelaskan tujuan menjadi pasien

dengan kunjungan kelolaan

peningkatan 3. Meminta persetujuan


- Klien bersedia
tekanan vaskuler untuk menjadi pasien
09.05 dilakukan pengkajian
serebral kelolaan
- Klien menyetujui
4. Melakukan pengkajian
kontrak selanjutnya
(identitas, riwayat
09.30 - Klien mengatakan
kesehatan, pola
nyeri pada kepalanya
kebiasaan sehari-hari,
- Klien mengatakan
pemeriksaan fisik)
114

5. Melakukan pengkajian sakit sampai tengkuk

09.45 paripurna pasien geriatri - Klien mengatakan

(P3G) sakit yang dirasakan

6. Membuat kontrak O:

selanjutnya
10.00 - Klien mampu

menjawab pertanyaan

yang ditanyakan

- Klien mampu

menjelaskan

keluhannya

- Klien tampak

meringis

- Klien tampak sesekali

memegang kepalanya

Pengkajian nyeri :

- P : Nyeri bertambah

jika beraktivitas

- Q : Nyeri seperti

ditusuk-tusuk

- R : Nyeri pada bagian

kepala menjalar

ketengkuk

- S : Skala nyeri 5

- T : Nyeri hilang

Timbul, durasi nyeri ±

10 menit,
115

- TTV :

TD : 170/100 mmHg

N : 110 x/i

RR : 21 x/i

S : 36° C

A : Nyeri Akut belum

Teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

3 Gangguan Pola 09.00 1. Berkenalan dan membina S:

.. Tidur hubungan saling percaya - Klien bersedia

berhubungan 2. Menjelaskan tujuan menjadi pasien

dengan kurang kunjungan kelolaan

kotrol tidur 3. Meminta persetujuan


- Klien bersedia
untuk menjadi pasien
09.05 dilakukan pengkajian
kelolaan
- Klien menyetujui
4. Melakukan pengkajian
kontrak selanjutnya
(identitas, riwayat
09.10 - Klien mengatakan
kesehatan, pola
sulit tidur di malam
kebiasaan sehari-hari,
hari apabila sakit
pemeriksaan fisik)
kepala
5. Melakukan pengkajian
- Klien mengatakan
paripurna pasien geriatri
sering terbangun di
(P3G)
malam hari, klien
6. Membuat kontrak
merasa tidak segar
09.30 selanjutnya
setelah bangun dari

tidur.

- Klien mengatakan
116

10.00 tidur 4-5 jam perhari

dan jarang tidur siang.

O:

- Klien mampu

menjawab pertanyaan

yang ditanyakan

- Klien mampu

menjelaskan

keluhannya

- Klien tampak lemas

- Mata klien tampak

merah

- Mata klien tampak

cekung

- Terdapat lingkaran

hitam disekitar mata

- TTV :

TD : 170/100 mmHg

N : 110 x/i

RR : 21 x/i

S : 36° C

A : Gangguan pola tidur

belum Teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

 Hari Selasa, 27 September 2022 (Kunjungan Kedua)

No Diagnosa Jam Implementasi Evaluasi


117

Keperawatan

1. Penurunan curah Perawatan Jantung S:

jantung Observasi - Klien

berhubungan dengan 07.15  Mengidentifikasi mengatakan

peningkatan tanda atau gejala sering merasa

afterload. primer penurunan lelah

curah jantung
- Klien
 Memonitor tekanan
07.20 mengatakan
darah
lemah saat
 Memonitor keluhan
beraktifitas
nyeri dada
- Klien
Terapeutik
mengatakan
 Memfasilitasi pasien
tidak ada nyeri
dan keluarga untuk
dada
memotivasi gaya
- Klien
hidup sehat
mengatakan
Edukasi
paham
 Anjurkan
mengenai
beraktivitas fisik
informasi yang
secara bertahap
diberikan
 Memberikan
O:
pendidikan kesehatan
- Klien tampak
mengenai hipertensi
07.45 kelelahan dan
(pengertian,
pucat
penyebab, tanda dan

gejala, komplikasi,
- Klien tampak

pencegahan, sering duduk

penanganan
118

nonfarmakologi : dan istirahat

pemberian pisang - Kulit teraba

ambon) dingin

- Klien tampak

bisa menjawab

pertanyaan

mengenai

hipertensi

- TTV :

TD :170/100

mmHg Crt:>2

Detik, N : 78

x/I, RR : 20

x/I, S : 36° C

A : Penurunan

curah jantung

belum Teratasi

P : Intervensi

dilanjutkan

2. Nyeri Akut (kepala) Manajemen Nyeri S:

berhubungan Observasi - Klien

dengan peningkatan 07.00  Mengidentifikasi mengatakan

tekanan vaskuler lokasi, karakteristik, masih nyeri

serebral durasi, frekuensi, pada

kualitas, intensitas kepalanya

nyeri dan skala nyeri


- Klien
 Mengidentifikasi
mengatakan
119

respon nyeri non tengkuknya

verbal terasa sangat

07.05  Mengidentifikasi berat

faktor yang - Klien

memperberat dan mengatakan

memperingan nyeri tidak sanggup

Terapeutik untuk berdiri

 Memberikan teknik O:

nonfarmakologi
- Klien tampak
untuk mengurangi
meringis
rasa nyeri
- Klien tampak
 Mengontrol
memegang
lingkungan yang
kepalanya
memperberat rasa
- Pengkajian
nyeri
Nyeri :
 Mengukur tanda-
- P : Nyeri
tanda vital
bertambah jika
Edukasi
beraktivitas
 Menjelaskan

penyebab dan
- Q : Nyeri
07.10 seperti
pemicu nyeri

 Menjelaskan ditusuk-tusuk

Pendidikan - R : Nyeri pada

Kesehatan tetang bagian kepala

hipertensi dan cara menjalar

penanganannya ketengkuk

 Menganjurkan - S : Skala nyeri

istirahat yang cukup


120

 Mengajarkan teknik 5

nonfarmakologis - T : Nyeri

untuk mengurangi hilang timbul,

rasa nyeri : relaksasi durasi nyeri ±

napas dalam 10 menit

- TTV :

TD :170/100

mmHg

N : 100 x/I

RR : 20 x/i

S : 36° C

A : Nyeri Akut

belum Teratasi

P : Intervensi

dilanjutkan

3 Gangguan Pola Dukungan Tidur S:

. Tidur berhubungan Observasi - Klien

dengan 07.15  Mengidentifikasi mengatakan

ketidaknyamanan pola aktivitas dan sulit tidur di

(nyeri) tidur malam hari

 Mengidentifikasi apabila sakit

faktor penganggu kepala

tidur
- Klien
 Mengidentifikasi
mengatakan
07.20
makanan dan
juga sering
minuman yang
terbangun di
menganggu tidur
malam hari,
121

Terapeutik klien merasa

 Memodifikasi tidak segar

lingkungan (mis. setelah bangun

Pencahayaan, dari tidur.

kebisingan, suhu, dan - Klien

tempat tidur). mengatakan

 Menetapkan jadwal tidur tadi

tidur rutin malam masih

Edukasi belum nyeyak

 Menjelaskan tadi malam

pentingnya tidur tidur 5-6 jam.


07.30 cukup selama sakit Dan tidak ada

 Menganjurkan tidur siang

menepati kebiasaan O:

waktu tidur
- Klien tampak
 Menganjurkan
lemas
menghindari
- Klien tampak
makanan/ minuman
tidak segar
yang menganggu
- Mata klien
tidur
tampak merah

- Terdapat

lingkaran

hitam disekitar

mata

- TTV :

TD :170/100
122

mmHg

N : 100 x/i

RR : 20 x/I

S : 36° C

A : Gangguan pola

tidur belum

Teratasi

P: Intervensi

dilanjutkan

 Hari Rabu, 28 September 2022 (Kunjungan Ketiga)

No Diagnosa Jam
Implementasi Evaluasi
Keperawatan

1. Penurunan curah Perawatan Jantung S:

jantung Observasi - Klien

berhubungan dengan 07.30  Mengidentifikasi mengatakan

peningkatan tanda atau gejala masih merasa

afterload. primer penurunan lelah

curah jantung
- Klien
 Memonitor tekanan
08.30 mengatakan
darah
lemah saat
 Memonitor keluhan
beraktifitas
nyeri dada
- Klien
Terapeutik
mengatakan
 Memfasilitasi pasien
tidak ada nyeri
dan keluarga untuk
dada
memotivasi gaya
- Klien
123

hidup sehat mengatakan

Edukasi sudah

 Mengajarkan klien menerapkan

penanganan makan pisang

hipertensi secara non ambon 2 x/hari


08.00
farmakologi: makan O:

pisang ambon - Klien tampak

 Menganjurkan lemah

makan pisang ambon


- Kulit teraba
2 kali sehari
dingin
(sebelum sarapan
- Klien makan
08.15 pagi dan sebelum
pisang ambon
makan malam)
- TTV :

TD :160/100

mmHg

N : 100x/i

RR : 20 x/i

S : 36, 4 ° C

A : Penurunan

curah jantung

belum Teratasi

P:Intervensi

dilanjutkan

2. Nyeri Akut (kepala) Manajemen Nyeri S:

berhubungan Observasi - Klien

dengan peningkatan 07.00  Mengidentifikasi mengatakan

tekanan vaskuler lokasi, karakteristik, nyeri pada


124

serebral durasi, frekuensi, kepalanya

kualitas, intensitas sudah

nyeri dan skala nyeri berkurang tapi

 Mengidentifikasi masih hilang

respon nyeri non timbul

verbal - Klien

 Mengidentifikasi mengatakan

faktor yang tengkuknya

memperberat dan masih terasa

memperingan nyeri berat

Terapeutik
- Klien
 Memberikan teknik
mengatakan
nonfarmakologi
sudah
untuk mengurangi
mengurangi
rasa nyeri
aktivitasnya
 Mengontrol
07.20 dan jika nyeri
lingkungan yang
timbul klien
memperberat rasa
melakukan
nyeri
relaksasi napas
 Mengukur tanda-
dalam
tanda vital
O:
Edukasi
- Klien masih
 Menganjurkan
tampak
istirahat yang cukup
meringis
08.30  Mengajarkan teknik
- Klien tampak
nonfarmakologis
sesekali
untuk mengurangi
memegang
rasa nyeri: relaksasi
125

08.35 napas dalam kepalanya

- Pengkajian

Nyeri :

09.00 - P : Nyeri

bertambah jika

beraktivitas

- Q : Nyeri

seperti

ditusuk-tusuk

- R : Nyeri pada

bagian kepala

menjalar

ketengkuk

- S : Skala nyeri

- T : Nyeri

hilang timbul,

durasi nyeri ±

10 menit

- TTV :

TD :160/100

mmHg

N : 100 x/i

RR : 20 x/i

S : 36, 4 ° C

A : Nyeri Akut
126

belum Teratasi

P : Intervensi

dilanjutkan

3 Gangguan Pola Dukungan Tidur S:

. Tidur berhubungan Observasi - Klien

dengan 08.20  Mengidentifikasi mengatakan

ketidaknyamanan pola aktivitas dan masih

(nyeri) tidur terbangun pada

 Mengidentifikasi malam hari

faktor penganggu
- Klien
tidur
mengatakan
 Mengidentifikasi
tidur malam 5-
makanan dan
6 jam dan tidur
minuman yang
siang 1 jam.
menganggu tidur
O:
Terapeutik
- Klien tampak
 Memodifikasi
tidak segar
lingkungan (mis.
- Mata klien
Pencahayaan,
masih tampak
kebisingan, suhu, dan
merah
tempat tidur).
- TTV :
 Menetapkan jadwal

tidur rutin TD :160/100


08.30 mmHg
Edukasi

 Menjelaskan N : 100 x/i

pentingnya tidur RR : 20 x/i

08.45 cukup selama sakit S : 36, 4 ° C

 Menganjurkan A : Gangguan pola


127

menepati kebiasaan tidur belum

waktu tidur Teratasi

09.00  Menganjurkan P: Intervensi

menghindari dilanjutkan

makanan/ minuman

yang menganggu

tidur

 Hari Kamis, 29 September 2022 (Kunjungan Keempat)

No Diagnosa Jam
Implementasi Evaluasi
Keperawatan

1. Penurunan curah Perawatan Jantung S:

jantung Observasi - Klien

berhubungan 07.45  Mengidentifikasi tanda mengatakan

dengan peningkatan atau gejala penurunan lelahnya

afterload. curah jantung berkurang

 Memonitor tekanan
- Klien
darah
07.50 mengatakan
Terapeutik
badannya
 Memfasilitasi pasien
sedikit enakan
dan keluarga untuk
- Klien
memotivasi gaya
mengatakan
hidup sehat
sudah makan
128

Edukasi pisang ambon

 Menganjurkan makan hari ini

pisang ambon 2 kali O:

sehari (Setiap sebelum - Keadaan umum


08.00
sarapan pagi dan sedang

sebelum makan
- Klien
malam)
menerapkan
 Mengevaluasi
makan pisang
penerapan makan
ambon yang
pisang ambon
sudah
 Mengukur Tanda-
diterapkan
18.45 tanda vital
- Kulit teraba

hangat

- Klien makan
19.30
pisang ambon

sesuai jadwal

- TTV :

TD: 160/100

mmHg

N : 90 x/menit

RR : 21

x/menit

S : 36,6° C

A : Penurunan

Curah Jantung

Teratasi
129

Sebagian

P : Intervensi

dilanjutkan

2. Nyeri Akut (kepala) Manajemen Nyeri S:

berhubungan Observasi - Klien

dengan 07.00  Mengidentifikasi mengatakan

peningkatan lokasi, karakteristik, nyerinya sudah

tekanan vaskuler durasi, frekuensi, berkurang

serebral kualitas, intensitas ,


- Klien
skala nyeri
mengatakan
 Mengidentifikasi
tengkuknya
07.05
respon nyeri non
juga tidak
verbal
merasa berat
Terapeutik
lagi
 Memberikan teknik
- Klien
07.10 nonfarmakologi untuk
mengatakan
mengurangi rasa
nyerinya hanya
nyeri : relaksasi napas
timbul kadang-
dalam
kadang
 Mengontrol
- Klien
lingkungan yang
mengatakan
memperberat rasa
apabila nyeri ia
nyeri
melakukan
Edukasi
relaksasi napas
 Menganjurkan
dalam
istirahat yang cukup
O:
 Mengajarkan teknik
- Klien tampak
nonfarmakologis
130

untuk mengurangi rasa lebih segar

07.15 nyeri - Klien tampak

sudah

beraktivitas

seperti biasa

P : Nyeri

bertambah jika

beraktivitas

Q : Nyeri

seperti ditusuk-

tusuk

R : Nyeri pada

bagian

kepala

menjalar

ketengkuk

S : Skala nyeri

T : Nyeri hilang

timbul,

durasi nyeri

± 10 menit

- TTV :

TD : 160/100

mmHg

N : 90 x/menit

RR : 21
131

x/menit

S : 36,6° C

A : Nyeri Akut

Teratasi

Sebagian

P : Intervensi

dilanjutkan

3. Gangguan Pola Dukungan Tidur S:

Tidur berhubungan Observasi - Klien

dengan kurang 07.20  Mengidentifikasi pola mengatakan

kontrol tidur aktivitas dan tidur sudah bisa tidur

 Mengidentifikasi dimalam hari

faktor penganggu tidur


- Klien
Terapeutik
mengatakan
 Memodifikasi
hanya
lingkungan (mis.
terbangun
Pencahayaan,
karna ingin
132

07.25 kebisingan, suhu dan BAK

tempat tidur). - Klien

Edukasi mengatakan

 Menganjurkan tidur malam 6

menepati kebiasaan jam, dan tidur

waktu tidur siang 1 jam.

O:
08.00
- Klien tampak

lebih segar

- Mata klien

tampak tidak

merah lagi

- TTV :

TD:160/100

mmHg

N : 90 x/i

RR : 21 x/i

S : 36, 6 °C

A: Gangguan

pola tidur

teratasi

sebagian

P: Intervensi

dilanjutkan
133

 Hari Jum’at, 30 September 2022 (Kunjungan Kelima)

No Diagnosa Jam
Implementasi Evaluasi
Keperawatan

1. Penurunan curah Perawatan Jantung S:

jantung Observasi - Klien

berhubungan 07.30  Mengidentifikasi tanda mengatakan

dengan peningkatan atau gejala penurunan tidak mudah

afterload. curah jantung merasa lelah

 Memonitor tekanan lagi


07.45
darah
- Klien
Terapeutik
mengatakan
 Memfasilitasi pasien dan
sudah mulai
keluarga untuk
beraktivitas
memotivasi gaya hidup
seperti biasa
sehat
- Klien
Edukasi
mengatakan
 Menganjurkan makan
sudah makan
08.00 pisang ambon 2 kali
pisang ambon
sehari (Setiap sebelum
hari ini
sarapan pagi dan
O:
sebelum makan malam)
- Keadaan umum
 Mengevaluasi penerapan
baik
makan pisang ambon
19.00 - Klien
 Memonitor tanda-tanda
menerapkan
vital
makan pisang
134

19.30 ambon yang

sudah

diterapkan

- Kulit teraba

hangat

- Klien makan

pisang ambon

sesuai jadwal

- TTV :

TD: 160/90

mmHg

N : 19 x/menit

RR : 21 x/menit

S : 36,5° C

A : Penurunan

Curah Jantung

belum

Teratasi

P : Intervensi

dilanjutkan

2. Nyeri Akut (kepala) Manajemen Nyeri S:

berhubungan Observasi - Klien

dengan 07.00  Mengidentifikasi lokasi, mengatakan

peningkatan karakteristik, durasi, nyerinya sangat

tekanan vaskuler frekuensi, kualitas, berkurang

serebral intensitas , skala nyeri


- Klien
 Mengidentifikasi respon
mengatakan
135

nyeri non verbal tengkuknya

Terapeutik juga tidak

 Memberikan teknik merasa berat

nonfarmakologi untuk lagi

mengurangi rasa nyeri : - Klien


07.10
relaksasi napas dalam mengatakan

 Mengontrol lingkungan nyerinya jarang

yang memperberat rasa timbul

nyeri
- Klien
Edukasi
mengatakan
 Menganjurkan istirahat
apabila nyeri ia
yang cukup
melakukan
07.25  Mengajarkan teknik
relaksasi napas
nonfarmakologis untuk
dalam
07.30 mengurangi rasa nyeri
O:

- Klien tampak

lebih segar

- Klien tampak

sudah

beraktivitas

seperti biasa

P : Nyeri

bertambah jika

beraktivitas

Q : Nyeri

seperti ditusuk-

tusuk
136

R : Nyeri pada

bagian kepala

menjalar

ketengkuk

S : Skala nyeri

T : Nyeri hilang

timbul, durasi

nyeri ± 10

menit

- TTV :

TD : 160/90

mmHg

N : 85 x/menit

RR : 19 x/menit

S : 36,5° C

A : Nyeri Akut

belum

Teratasi

P : Intervensi

dilanjutkan

3. Gangguan Pola Dukungan Tidur S:

Tidur berhubungan Observasi - Klien

dengan kurang 08.00  Mengidentifikasi pola mengatakan

kontrol tidur aktivitas dan tidur tidur nyeyak

 Mengidentifikasi faktor semalam

penganggu tidur
- Klien
137

Terapeutik mengatakan

08.15  Memodifikasi hanya

lingkungan terbangun karna

Edukasi ingin BAK

 Menganjurkan menepati - Klien

kebiasaan waktu tidur mengatakan


08.25
tidur malam

5-6 jam dan

tidur siang 1-2

jam

O:

- Klien tampak

lebih segar

- Mata klien

tampak tidak

merah lagi

- TTV :

TD:160/90

mmHg

N : 85 x/i

RR : 19 x/i

S : 36, 5 ° C

A: Gangguan

pola tidur

teratasi

sebagian

P: Intervensi
138

dilanjutkan

 Hari Sabtu, 01 Oktober 2022 (Kunjungan Keenam)

No Diagnosa Jam
Implementasi Evaluasi
Keperawatan

1. Penurunan curah Perawatan Jantung S:

jantung Observasi - Klien

berhubungan 07.35  Mengidentifikasi tanda mengatakan

dengan atau gejala penurunan tidak merasa

peningkatan curah jantung lelah lagi

afterload.  Memonitor tekanan


- Klien
darah
08.00 mengatakan
Edukasi
sudah mulai
 Menganjurkan makan
beraktivitas
pisang ambon 2 kali
seperti biasa
08.00
sehari (Setiap sebelum
- Klien
sarapan pagi dan
mengatakan
sebelum makan
sudah makan
malam)
pisang ambon
 Mengevaluasi
hari ini
18.50 penerapan makan
O:
pisang ambon
- Keadaan
 Memonitor tekanan
umum baik
darah
19.30
- Klien

menerapkan

makan pisang

ambon yang
139

sudah

diterapkan

- Kulit teraba

hangat

- Klien makan

pisang ambon

sesuai jadwal

- TTV :

TD: 160/90

mmHg

N : 82 x/menit

RR : 22

x/menit

S : 36,6° C

A : Penurunan

Curah

Jantung

Teratasi

Sebagian

P : Intervensi

dilanjutkan

2. Nyeri Akut Manajemen Nyeri S:

(kepala) Observasi - Klien

berhubungan 07.00  Mengidentifikasi lokasi, mengatakan

dengan karakteristik, durasi, nyerinya

peningkatan frekuensi, kualitas, sangat

tekanan vaskuler intensitas , skala nyeri berkurang


140

serebral  Mengidentifikasi respon - Klien

nyeri non verbal mengatakan

07.05 Terapeutik tengkuknya

 Memberikan teknik juga tidak

nonfarmakologi untuk merasa berat

mengurangi rasa nyeri : lagi

relaksasi napas dalam


07.10
- Klien
 Mengontrol lingkungan
mengatakan
yang memperberat rasa
nyerinya
nyeri
jarang timbul
Edukasi
- Klien
 Menganjurkan istirahat yang
mengatakan
cukup
apabila nyeri
 Mengajarkan teknik
ia melakukan
nonfarmakologis untuk
relaksasi
07.15 mengurangi rasa nyeri
napas dalam

O:

- Klien tampak

lebih segar

- Klien tampak

sudah

beraktivitas

seperti biasa

P : Nyeri

bertambah

jika

beraktivitas
141

Q : Nyeri

seperti

ditusuk-tusuk

R : Nyeri pada

bagian

kepala

menjalar

ketengkuk

S : Skala

nyeri 2

T : Nyeri

hilang timbul,

durasi nyeri ±

10 menit

- TTV :

TD : 160/90

mmHg

N : 82 x/menit

RR : 22

x/menit

S : 36,6° C

A : Nyeri Akut

Teratasi

Sebagian

P : Intervensi

dilanjutkan

3. Gangguan Pola Dukungan Tidur S:


142

Tidur Observasi - Klien

berhubungan 07.20  Mengidentifikasi pola mengatakan

dengan kurang aktivitas dan tidur tidur nyeyak

kontrol tidur  Mengidentifikasi faktor semalam

penganggu tidur
- Klien
Edukasi
mengatakan
 Menganjurkan menepati
merasa segar
kebiasaan waktu tidur
saat bangun
07.30
 Menganjurkan menghindari
tidur
makanan/ minuman yang
- Klien
menganggu tidur
mengatakan ia

tidur siang

selama ± 1-2

jam

- Klien

mengatakan

tidur 6-7 jam

perhari

O:

- Klien tampak

lebih segar

- Mata klien

tampak tidak

merah lagi

- TTV :

TD:160/90
143

mmHg

N : 83 x/I

RR : 19 x/i

S : 36, 5 ° C

A : Gangguan

pola tidur

teratasi

sebagian

P: Intervensi

dilanjutkan

 Hari Minggu 02 Oktober 2022 (Kunjungan Ketujuh)

No Diagnosa Jam
Implementasi Evaluasi
Keperawatan

1. Penurunan curah Perawatan Jantung S:

jantung Observasi - Klien

berhubungan 07.45  Mengidentifikasi mengatakan

dengan peningkatan tanda atau gejala tidak merasa

afterload. penurunan curah lelah lagi

jantung
- Klien
 Memonitor tekanan
mengatakan
darah
sudah mulai
144

Edukasi beraktivitas

 Menganjurkan seperti biasa

08.00 makan pisang ambon - Klien

2 kali sehari (Setiap mengatakan

sebelum sarapan pagi senang

dan sebelum makan mengetahui

malam) cara

 Mengevaluasi penanganan

penerapan makan hipertensi yang

pisang ambon diajarkan


19.00
 Memonitor tekanan O:

darah
- Keadaan umum

baik
19.30
- Klien

menerapkan

makan pisang

ambon yang

sudah

diterapkan

- Kulit teraba

hangat

- TTV :

TD: 150/90

mmHg

N : 81 x/menit

RR : 20

x/menit
145

S : 36° C

A : Penurunan

Curah Jantung

Teratasi

sebagian

P : Intervensi

dilanjutkan

2. Nyeri Akut (kepala) Manajemen Nyeri S:

berhubungan Observasi - Klien

dengan 07.00  Mengidentifikasi mengatakan

peningkatan lokasi, karakteristik, kepalanya tidak

tekanan vaskuler durasi, frekuensi, nyeri lagi

serebral kualitas, intensitas, O:

skala nyeri
- Klien tampak
 Mengidentifikasi
lebih segar
respon nyeri non
- Klien tampak
07.10
verbal
sudah
Terapeutik
beraktivitas
 Memberikan teknik
seperti biasa
nonfarmakologi
P : Nyeri
07.20 untuk mengurangi
bertambah jika
rasa nyeri : relaksasi
beraktivitas
napas dalam
Q : Nyeri
Edukasi
seperti ditusuk-
 Menganjurkan
tusuk
istirahat yang cukup
07.25 R : Nyeri pada
 Mengajarkan teknik
bagian
nonfarmakologis
146

untuk mengurangi kepala

rasa nyeri menjalar

07.30 ketengkuk

S : Skala nyeri

T : Nyeri

hilang timbul,

durasi nyeri ±

10 menit

- TTV :

TD : 150/90

mmHg

N : 82 x/menit

RR : 22

x/menit

S : 36,6° C

A : Nyeri Akut

Teratasi

Sebagian

P : Intervensi

dilanjutkan

 Hari Jum’at, 29 Oktober 2022 (Kunjungan Kedelapan)


147

No Diagnosa Jam
Implementasi Evaluasi
Keperawatan

1. Penurunan curah Perawatan Jantung S:

jantung Observasi - Klien

berhubungan 07.45  Mengidentifikasi mengatakan

dengan peningkatan tanda atau gejala lelahnya

afterload. penurunan curah berkurang

jantung
- Klien
 Memonitor tekanan
mengatakan
darah
sudah mulai
Edukasi
beraktivitas
 Menganjurkan
seperti biasa
08.00
makan pisang ambon
- Klien
2 kali sehari (Setiap
mengatakan
sebelum sarapan pagi
senang
dan sebelum makan
mengetahui
malam)
cara
 Mengevaluasi
penanganan
penerapan makan
19.00 hipertensi yang
pisang ambon
diajarkan
 Memonitor tekanan
O:
darah
19.30 - Keadaan umum

baik

- Klien

menerapkan

makan pisang

ambon yang
148

sudah

diterapkan

- Kulit teraba

hangat

- TTV :

TD: 150/90

mmHg

N : 81 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36° C

CRT :

< 2Detik

A : Penurunan

Curah Jantung

Teratasi

P : Intervensi

dilanjutkan

2. Nyeri Akut (kepala) Manajemen Nyeri S:

berhubungan Observasi - Klien

dengan 07.00  Mengidentifikasi mengatakan

peningkatan lokasi, karakteristik, kepalanya tidak

tekanan vaskuler durasi, frekuensi, nyeri lagi

serebral kualitas, intensitas, O:

skala nyeri
- Klien tampak
 Mengidentifikasi
lebih segar
07.10
respon nyeri non
- Klien tampak
verbal
sudah
149

Terapeutik beraktivitas

 Memberikan teknik seperti biasa

07.20 nonfarmakologi P : Nyeri

untuk mengurangi bertambah jika

rasa nyeri : relaksasi beraktivitas

napas dalam Q : Nyeri

Edukasi seperti ditusuk-

 Menganjurkan tusuk

istirahat yang cukup R : Nyeri pada


07.25
 Mengajarkan teknik bagian

nonfarmakologis kepala
07.30
untuk mengurangi menjalar

rasa nyeri ketengkuk

S : Skala nyeri

T : Nyeri hilang

timbul, durasi

nyeri ± 10

menit

- TTV :

TD : 150/90

mmHg

N : 82 x/menit

RR : 22 x/menit

S : 36,6° C

A : Nyeri Akut

Teratasi
150

Sebagian

P : Intervensi

dilanjutkan

3 Gangguan Pola Dukungan Tidur S:

Tidur berhubungan Observasi - Klien

dengan kurang 07.40  Mengidentifikasi mengatakan

kontrol tidur pola aktivitas dan tidurnya

tidur nyeyak

Edukasi
- Klien
 Menganjurkan
07.45 mengatakan
menepati kebiasaan
merasa segar
waktu tidur
saat bangun
 Menganjurkan
tidur di pagi
menghindari
hari
makanan/ minuman
- Klien
yang menganggu
mengatakan ia
tidur
tidur malam 6-

7, tidur siang

selama 1-2 jam

- Klien

mengatakan

tidur 6-7 jam

perhari
151

O:

- Klien tampak

lebih segar

- Mata klien

tampak tidak

merah lagi

- TTV :

TD:150/90

mmHg

N : 81 x/i

RR : 20 x/i

S : 36° C

A : Gangguan

pola tidur

teratasi

P: Intervensi

dilanjutkan

 Hari Sabtu, 30 Oktober 2022 (Kunjungan Kesembilan)

No Diagnosa Jam
Implementasi Evaluasi
Keperawatan

1. Penurunan curah Perawatan Jantung S:

jantung Observasi - Klien


152

berhubungan  Mengidentifikasi mengatakan

dengan peningkatan 07.45 tanda atau gejala lelahnya

afterload. penurunan curah berkurang

jantung - Klien

 Memonitor tekanan mengatakan

darah sudah mulai

Edukasi beraktivitas

 Menganjurkan seperti biasa

makan pisang ambon


- Klien
08.00
2 kali sehari (Setiap
mengatakan
sebelum sarapan pagi
senang
dan sebelum makan
mengetahui
malam)
cara
 Mengevaluasi
penanganan
penerapan makan
hipertensi yang

19.00 pisang ambon


diajarkan
 Memonitor tekanan
O:
darah
- Keadaan umum

19.30 baik

- Klien

menerapkan

makan pisang

ambon yang

sudah

diterapkan

- Kulit teraba

hangat
153

- TTV :

TD: 150/90

mmHg

N : 81 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36° C

CRT :

< 2Detik

A : Penurunan

Curah Jantung

Teratasi

sebagian

P : Intervensi

dilanjutkan

2. Nyeri Akut (kepala) Manajemen Nyeri S:

berhubungan Observasi - Klien

dengan 07.00  Mengidentifikasi mengatakan

peningkatan lokasi, karakteristik, kepalanya tidak

tekanan vaskuler durasi, frekuensi, nyeri lagi

serebral kualitas, intensitas, O:

skala nyeri
- Klien tampak
 Mengidentifikasi
lebih segar
07.10
respon nyeri non
- Klien tampak
verbal
sudah
Terapeutik
beraktivitas
 Memberikan teknik
seperti biasa
07.20 nonfarmakologi
P : Nyeri
154

untuk mengurangi bertambah jika

rasa nyeri : relaksasi beraktivitas

napas dalam Q : Nyeri

Edukasi seperti ditusuk-

 Menganjurkan tusuk

istirahat yang cukup R : Nyeri pada


07.25
 Mengajarkan teknik bagian

nonfarmakologis kepala
07.30
untuk mengurangi menjalar

rasa nyeri ketengkuk

S : Skala nyeri

T : Nyeri hilang

timbul, durasi

nyeri ± 10

menit

- TTV :

TD : 150/90

mmHg

N : 82 x/menit

RR : 22 x/menit

S : 36,6° C

A : Nyeri Akut

Teratasi

Sebagian

P : Intervensi

dilanjutkan
155

3 Gangguan Pola Dukungan Tidur S:

Tidur berhubungan Observasi - Klien

dengan kurang 07.40  Mengidentifikasi mengatakan

kontrol tidur pola aktivitas dan tidurnya

tidur nyeyak

Edukasi
- Klien
 Menganjurkan
07.45 mengatakan
menepati kebiasaan
merasa segar
waktu tidur
saat bangun
 Menganjurkan
tidur di pagi
menghindari
hari
makanan/ minuman
- Klien
yang menganggu
mengatakan ia
tidur
tidur malam 6-

7, tidur siang

selama 1-2 jam

- Klien

mengatakan

tidur 6-7 jam

perhari

O:

- Klien tampak

lebih segar

- Mata klien
156

tampak tidak

merah lagi

- TTV :

TD:150/90

mmHg

N : 81 x/i

RR : 20 x/i

S : 36° C

A : Gangguan

pola tidur

teratasi

sebagian

P: Intervensi

dilanjutkan

 Hari Minggu, 31 Oktober 2022 (Kunjungan Kesepuluh)

No Diagnosa Jam
Implementasi Evaluasi
Keperawatan

1. Penurunan curah Perawatan Jantung S:

jantung Observasi - Klien

berhubungan 07.45  Mengidentifikasi mengatakan

dengan peningkatan tanda atau gejala lelahnya

afterload. penurunan curah berkurang

jantung
- Klien
 Memonitor tekanan
mengatakan
darah
sudah mulai
Edukasi
beraktivitas
157

 Menganjurkan seperti biasa

08.00 makan pisang ambon - Klien

2 kali sehari (Setiap mengatakan

sebelum sarapan pagi senang

dan sebelum makan mengetahui

malam) cara

 Mengevaluasi penanganan

penerapan makan hipertensi yang


19.00
pisang ambon diajarkan

 Memonitor tekanan O:

darah
- Keadaan umum
19.30
baik

- Klien

menerapkan

makan pisang

ambon yang

sudah

diterapkan

- Kulit teraba

hangat

- TTV :

TD: 140/90

mmHg

N : 81 x/menit

RR : 20 x/menit

S : 36° C
158

CRT :

< 2 Detik

A : Penurunan

Curah Jantung

Teratasi

P : Intervensi

dilanjutkan

2. Nyeri Akut (kepala) Manajemen Nyeri S:

berhubungan Observasi - Klien

dengan 07.00  Mengidentifikasi mengatakan

peningkatan lokasi, karakteristik, kepalanya tidak

tekanan vaskuler durasi, frekuensi, nyeri lagi

serebral kualitas, intensitas, O:

skala nyeri
- Klien tampak
 Mengidentifikasi
lebih segar
07.10
respon nyeri non
- Klien tampak
verbal
sudah
Terapeutik
beraktivitas
 Memberikan teknik
seperti biasa
07.20 nonfarmakologi
P : Nyeri
untuk mengurangi
bertambah jika
rasa nyeri : relaksasi
beraktivitas
napas dalam
Q : Nyeri
Edukasi
seperti ditusuk-
 Menganjurkan
tusuk
istirahat yang cukup
07.25 R : Nyeri pada
 Mengajarkan teknik
bagian
nonfarmakologis
159

07.30 untuk mengurangi kepala

rasa nyeri menjalar

ketengkuk

S : Skala nyeri

T : Nyeri hilang

timbul, durasi

nyeri ± 10

menit

- TTV :

TD : 140/90

mmHg

N : 82 x/menit

RR : 22 x/menit

S : 36,6° C

A : Nyeri Akut

Teratasi

Sebagian

P : Intervensi

dilanjutkan

3 Gangguan Pola Dukungan Tidur S:

Tidur berhubungan Observasi - Klien

dengan kurang 07.40  Mengidentifikasi mengatakan

kontrol tidur pola aktivitas dan tidurnya

tidur nyeyak
160

Edukasi - Klien

 Menganjurkan mengatakan

07.45 menepati kebiasaan merasa segar

waktu tidur saat bangun

 Menganjurkan tidur di pagi

menghindari hari

makanan/ minuman
- Klien
yang menganggu
mengatakan ia
tidur
tidur malam 6-

7, tidur siang

selama 1-2 jam

- Klien

mengatakan

tidur 6-7 jam

perhari

O:

- Klien tampak

lebih segar

- Mata klien

tampak tidak

merah lagi

- TTV :

TD:140/90

mmHg

N : 81 x/i

RR : 20 x/i
161

S : 36° C

A : Gangguan

pola tidur

teratasi

P: Intervensi

dihentikan

BAB IV
162

PEMBAHASAN

Setelah melakukan Asuhan Keperawatan Gerontik Ny. S dengan Hipertensi

melalui mengkonsumsi Pisang Ambon untuk menurunkan Tekanan darah di

Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Panas Kota Batam yang dilaksanakan Pada

tanggal 26 September- 31 Oktober 2022. Maka pada BAB ini peneliti akan

membahas tentang kesenjangan antara teori dan kasus. Adapun pembahasan ini

meliputi proses dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi

dan evaluasi.

4.1 Analisa Pengkajian

Peneliti melakukan pengkajian pada Ny. S dengan metode pengkajian

auto-annamnesa, observasi, dan pemeriksaan fisik. Data-data yang menjadi

acuan dalam pengkajian ini terdiri dari: data umum, riwayat kesehatan, pola

kebiasaan sehari-hari, pemeriksaan fisik dan pengkajian fokus lansia.

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan pada tanggal 26

september 2022 adalah sebagai beikut: dari data umum Ny. S berumur 66

tahun, agama islam, alamat Bengkong Al jabar Blok P No.7, status kawin.

Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan sudah menderita hipertensi ±

10 Tahun yang lalu. klien mengatakan sering merasa lelah, lemah saat

beraktivitas, jantung berdebar, dan sering berkeringat. klien juga

mengatakan sering sakit kepala, pusing, tengkuk terasa tegang. klien juga

mengatakan sulit tidur dimalam hari, klien juga sering terbangun di malam

hari, klien merasa tidak segar setelah bangun dari tidur. Dari hasil
163

pengkajian klien tampak lemah, kelelahan, sering kulit tampak pucat, teraba

dingin. mata klien tampak merah dan terdapat lingkaran hitam disekitar

mata. Klien tampak meringis dan sesekali memegang kepalanya. Pengkajian

nyeri P : Nyeri bertambah jika beraktivitas, Q : Nyeri seperti ditusuk, R :

Nyeri dikepala menjalar ketengkuk, S : Skala 5, T : Nyeri hilang timbul

durasi ± 10 menit. Tanda-tanda vital : TD : 170/100 mmHg, N : 110

x/menit, RR : 21 x/menit, S : 36° C CRT : >2 detik.

Berdasarkan pengkajian pada penelitian yang di lakukan oleh jafar

(2016) dengan judul “Asuhan Keperawatan Gerontik pada lansia Ny. S

dengan Hipertensi di Wisma A bpstw Yogyakarta Unit Budhi Luhur”, klien

mengeluh sering pusing, masuk angina dan merasa sakit pada bagian

tengkuknya, klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan terkadang

menganggu aktivitasnya. Klien juga mengatakan mengalami susah tidur,

gelisah, tetapi tidak banyak pikiran, sering terbangun pada malam hari jika

ingin BAK, tidak pernah tidur siang, karena tidak bisa tidur pada siang hari.

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh tekanan darah 150/90 mmHg,

frekuensi pernapasan 22 x/menit, frekuensi nadi 88 x/menit, suhu 37° C .

Begitu juga pada pengkajian penelitian yang dilakukan oleh Nahak

(2019), dengan judul “Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn. C dengan

Hipertensi di Wisma Kenanga UPT Panti Sosial Penyantun Lanjut Usia

Budi Agung Kupang”, klien mengeluh kepala terasa sakit, nyeri dan terasa

tegang. Sakit menyebar sampai leher, skala nyeri 5 (nyeri sedang), klien

susah tidur karena nyeri yang dirasakan, klien hanya tidur 1-2 jam terdapat
164

bantalan hitam pada mata. Tanda-tanda vital : TD : 170/80 mmHg, Nadi 80

x/menit, Suhu 36, 2° C , Pernafasan 23x/menit.

Hal ini juga didukung oleh penelitian oleh Nopindrawati (2018),

dengan judul “Gambaran Asuhan Keperawatan pada Lansia Hipertensi

dengan Nyeri Akut di UPT Kesmas Sukawati 1 Gianyar”, hasil dari

pengkajian klien mengeluh nyeri kepala sampai tengkuk akibat tekanan

darah meningkat, nyeri yang dirasakan seperti tertekan, dengan skala nyeri 5

dari 0-10 skala nyeri dank lien mengatakan nyeri yang dirasakan sewaktu-

waktu. DO : Klien tampak meringis, suhu : 36,1° C , nadi : 84 x/menit,

respirasi : 20 x/menit, tekanan darah posisi tidur : 150/90 mmHg, tekanan

darah posisi duduk : 160/90 mmHg dan tekanan darah posisi berdiri :

160/90 mmHg.

Keluhan yang disampaikan oleh Ny. S sesuai dengan teori menurut

Ardiansyah (2012), dimana gejala yang dialami klien dengan kasus

hipertensi antara lain sakit kepala (rasa berat di tengkuk), palpitasi,

kelelahan, nausea, muntah-muntah, nokturia (sering berkemih di malam

hari), kegugupan, keringat berlebihan, tremor otot, pandangan kabur atau

ganda, tinnitus (telinga mendenging), serta kesulitan tidur.

Kesimpulan dari hasil pengkajian yaitu Ny. S mengalami masalah

keperawatan penurunan curah jantung, nyeri akut (kepala), dan gangguan

pola tidur.

4.2 Analisa Diagnosa Keperawatan


165

Dari hasil pengkajian dan analisa data peneliti menemukan masalah

kesehatan yang muncul pada Ny. S yang didapat ditegakkan menjadi

diagnosa keperawatan, yaitu: Penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload, nyeri akut (kepala) berhubungan dengan peningkatan

tekanan vaskuler serebral, dan gangguan pola tidur berhubungan dengan

kurang kontrol tidur

Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload.

Menurut teori Penurunan curah jantung adalah ketidakstabilan jantung

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (SDKI,

2016). Alasan penulis menegakkan diagnosa Penurunan curah jantung

karena saat dilakukan pengkajian pada Ny. S mengeluh sering merasa lelah,

lemah saat beraktivitas, jantung berdebar, dan sering berkeringat. Klien

tampak lemah, kelelahan, sering duduk dan istirahat, kulit tampak pucat,

dan terasa dingin dan memiliki riwayat penyakit hipertensi ± 10 Tahun yang

lalu.

Hal ini sejalan dengan teori SDKI (2016), dimana gejala dan tanda

Penurunan curah jantung antara lain: palpitasi, lelah, dispnea, tekanan darah

meningkat/menurun, nadi perifer teraba lemah, CRT >3 detik, warna kulit

pucat/sianosis, diaphoresis.

Menurut Muttaqin (2014, dalam Purba 2016), hipertensi menyebabkan

curah jantung menurun, menyebabkan aliran tidak adekuat ke jantung dan

otak, menyebabkan afterload meningkat sehingga terjadi risiko penurunan

curah jantung.
166

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2019), dengan

judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Medis hipertensi

di RSUD Bangil Pasuruan”, diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. S

ada 3 yaitu nyeri akut berhubungan dengan resistensi pembuluh darah otak,

gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan sekitar, dan

resiko jatuh berhubungan dengan penurunan fungsi kesehatan. Penelitian

yang dilakukan oleh Raga (2019), dengan judul “Asuhan Keperawatan

Komprehensif pada Tn. F yang menderita Hipertensi di Ruangan Komodo

RSU D. Prof. Dr. W.Z Johannes Kupang”, diagnosa keperawatan yang

muncul pada Tn. F ada 3 yaitu penurunan curah jantung, nyeri akut dan

defisit pengetahuan.

Menurut teori NANDA (2015), bahwa pasien hipertensi memiliki

berbagai masalah keperawatan, yaitu: penurunan curah jantung b.d

peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler,

iskemia miokard, nyeri akut (kepala) berhubungan dengan peningkatan

tekanan darah vaskuler serebral dan iskemia, kelebihan volume cairan

berhubungan dengan retensi natrium, intoleransi aktivitas berhubungan

dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen,

gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan (nyeri), risiko

perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai darah ke

otak, risiko cidera berhubungan dengan spasme arteriol, pusing, dan defisit

pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi mengenai

penyakit.
167

Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan vaskuler serebral.

Menurut teori nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa yang tiba-

tiba dan intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi

atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan (SDKI, 2016).

Alasan penulis menegakkan diagnosa nyeri karena pada saat

dilakukan pengkajian, Ny. S mengatakan kepala klien sering sakit, menjalar

sampai ketengkuk. Klien tampak terganggu karna nyeri sehingga

menghambatnya beraktivitas, klien tampak meringis dan sesekali

memegang kepalanya. Pengkajian Nyeri, P: Nyeri bertambah jika

beraktivitas, Q: Nyeri seperti ditusuk, R: Nyeri dikepala menjalar

ketengkuk, S: Skala 5, T: Nyeri Hilang Timbul durasi ± 10 menit.

Hal ini sejalan dengan SDKI (2016), dimana gejala dan tanda nyeri

akut antara lain : mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif,

gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat,

nafsu makan berubah, diaphoresis.

Menurut Setiawan (2014), penyebab dari nyeri kepala pada hipertensi

karena adanya pergeseran jaringan intracranial, dimana nyeri kepala

merupakan suatu cara tubuh untuk memberikan alarm atau respon bahwa

didalam tubuh sedang mengalami sakit kepala yang sangat hebat secara tiba-

tiba bisa menjadikan salah satu tanda adanya masalah penyakit yang lebih

serius, diantaranya penyakit jantung (kardiovaskuler), gangguan pada


168

system ginjal, bahkan bisa terjadi pecahnya pembuluh darah kapiler diotak

atau disebut dengan stroke dan bisa mengakibatkan kematian.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur.

menurut teori gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas

waktu tidur akibat faktor eksternal SDKI (2016). .Alasan penulis

menegakkan diagnosa gangguan pola tidur karena pada saat dilakukan

pengkajian Ny. S mengatakan sulit tidur dimalam hari apabila sakit kepala,

klien juga sering terbangun dimalam hari,klien merasa tidak segar setelah

bangun dari tidur. klien tampak lemas, kelelahan, mata klien tampak merah

dan terdapat lingkaran hitam disekitar mata.

Hal ini sejalan dengan teori SDKI (2016), dimana gejala dan tanda

gangguan pola tidur antara lain : mengeluh sulit tidur, sering terjaga, tidak

puas tidur, pola tidur berubah, istirahat tidak cukup.

Menurut Alsaadi (2014 dalam Alfi 2018), seseorang yang mengalami

gangguan tidur tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal,melainkan dari

beberapa faktor, misalnya seseorang yang memiliki suatu penyakit yang

menimbulkan rasa nyeri,mereka akan mengalami gangguan ketika tidur

karena merasakan ketidaknyamanan fisik yang berakibat kepada

berkurangnya jumlah jam untuk tidur.

Menurut Mubarak (2008), hipertensi merupakan salah satu penyakit

yang sering menimbulkan gangguan seperti rasa nyeri atau pusing sehingga

seseorang dengan penyakit hipertensi cenderung akan sering terbangun saat

tidur akibat rasa ketidaknyamanan atau rasa pusing tersebut.


169

ketidaknyamanan inilah yang kemudian menyebabkan kurangnya jumlah

waktu tidur dan menimbulkan kualitas tidur yang buruk dan dapat berakibat

pada naiknya tekanan darah padahal untuk rata-rata jumlah jam tidur yang

harus dipenuhi oleh seseorang yang berada pada antara usia 40 tahun sampai

60 tahun adalah 7-8 jam/hari (Alfi, 2018).

Pernyataan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alfi

(2018), yang menyebutkan bahwa mayoritas responden yang mempunyai

tekanan darah tinggi memiliki kualitas tidur buruk.

Berdasarkan data subjektif dan objektif yang didapat dari Ny.S

peneliti menarik kesimpulan 3 diagnosa keperawatan yang muncul. yaitu

Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, Nyeri

akut (kepala) berhubungan dengan peningkatan serebral dan gangguan pola

tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur. diagnosa keperawatan

ditegakkan telah sesuai dengan keluhan yang dirasakan Ny.S dan teori yang

ada yaitu standar diagnosa keperawatan Indonesia serta didukung hasil

penelitian sebelumnya.

4.3 Analisa Intervensi Keperawatan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan adalah melakukan

perencanaan. Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin

dicapai serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Adapun

intervensi yang diberikan oleh peneliti kepada Ny. S menggunakan Standar

Intervensi Keperawatan Indonesia sebagai acuan adalah sebagai berikut:


170

Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan penurunan curah

jantung berhubungan dengan peningkatan afterload. Setelah dilakukan

tindakan keperawatan diharapkan keadekuatan jantung memompa darah

meningkat dengan kriteria hasil tekanan darah menurun, nadi dalam rentang

normal, CRT membaik, palipitasi menurun, lelah menurun, tidak pucat dan

sianosis, dispnea menurun, dan edema menurun.

Rencana tindakan keperawatan yang akan peneliti berikan yaitu

observasi dengan identifikasi tanda/gejala penurunan curah jantung, monitor

tekanan darah, monitor keluhan nyeri dada. Tindakan terapeutik yaitu

fasilitasi pasien untuk memotivasi gaya hidup sehat. Tindakan edukasi yaitu

dengan anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap, berikan pendidikan

kesehatan mengenai hipertensi, ajarkan klien cara penanganan hipertensi

secara non farmakologi : makan pisang ambon dilakukan 2 kali sehari atau

di konsumsi 2 buah sehari (140 gr/buah) selama 7 hari.

Kondisi pada lansia penderita hipertensi membutuhkan penanganan

atau terapi, salah satu terapi non farmakologinya dengan BBT (Biological

base therapy). BBT adalah salah satu jenis terapi komplementer yang

menggunakan bahan-bahan alami seperti tanaman herbal. Pisang ambon

merupakan salah satu tanaman yang dapat menurunkan tekanan darah. Pada

lansia penderita hipertensi kandungan kalium dalam pisang ambon dapat

melancarkan pengiriman O2 ke otak (Yulianti et al., 2019).

Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan nyeri akut

(kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.


171

Setelah dilakukan kunjungan selama 10 hari diharapkan tingkat nyeri

menurun/tidak ada. Klien mengatakan keluhan nyeri menurun, gelisah

menurun, dan kesulitan tidur menurun serta tanda-tanda vital dalam keadaan

normal. Intervensi keperawatan Indonesia yaitu dengan managemen nyeri.

Rencana tindakan keperawatan yang akan peneliti berikan yaitu

observasi dengan identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas, skala nyeri, identifikasi respons nyeri non verbal dan

identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri. Tindakan

terapeutik yaitu dengan berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi

rasa nyeri, kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, dan ukur

tanda-tanda vital. Tindakan edukasi yaitu dengan jelaskan penyebab, dan

pemicu nyeri, anjurkan istirahat yang cukup, dan anjurkan teknik

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

Hal ini sesuai dengan perencanaan yang dilakukan oleh Heriani

(2018), menggunakan SIKI dengan intervensi utama manajemen nyeri.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat nyeri menurun dengan

kriteria hasil keluhan nyeri menurun, meringin menurun, gelisah menurun,

kesulitan tidur menurun, frekuensi nadi cukup membaik, dan tekanan darah

membaik.

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (2018), yaitu melakukan

tindakan observasi dengan identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, identifikasi skala nyeri, identifikasi

respon nyeri non verbal, identifikasi faktor yang memperberat dan


172

memperingan nyeri, identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri,

identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup, dan monitor efek samping

penggunaan analgetik. Tindakan terapeutik yaitu dengan beirikan teknik non

farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri, kontrol lingkungan yang

memperberat rasa nyeri, fasilitasi istirahat dan tidur serta pertimbangkan

jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri. Tindakan

edukasi dengan jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri, jelaskan

strategi meredakan nyeri dan ajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri. Tindakan kolaborasi dengan kolaborasi pemberian

analgetik.

Penyataan diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

penelitian Mulyadi (2015), hasil penelitian menunjukkan bahwa skala nyeri

responden pada kelompok eksperimen menunjukkan penurunan yang

signifikan sebelum dan sesudah terapi relaksasi napas dalam.

Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan gangguan pola

tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan (nyeri). Perencanaan yang

ketiga yaitu diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan

ketidaknyamanan (nyeri). Setelah dilakukan kunjungan selama 10 hari,

kriteria yang diharapkan adalah keluhan sulit tidur menurun, keluhan sering

terjaga menurun, keluhan tidak puas tidur menurun, keluhan pola tidur

berubah menurunkan dan keluhan istirahat tidak cukup menurun. Intervensi

yang peneliti rumuskan yaitu menggunakan standar intervensi keperawatan

Indonesia yaitu dengan dukungan tidur.


173

Rencanakan keperawatan yang peneliti terapkan yaitu tindakan

observasi identifikasi pola aktivitas dan tidur, identifikasi faktor penganggu

tidur (fisik dan/atau psikologis), identifikasi makanan dan minuman yang

menganggu tidur (mis. Kopi). Tindakan terapeutik yaitu dengan modifikasi

lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan tempat tidur),

menetapkan jadwal tidur rutin. Tindakan edukasi yaitu dengan jelaskan

pentingnya tidur cukup selama sakit, anjurkan menepati kebiasaan waktu

tidur, anjurkan menghindari makanan/minuman yang menganggu tidur dan

anjurkan melakukan aktivitas seperti membaca sebelum tidur.

Hal ini sesuai dengan perencanaan yang dilakukan oleh Wahyudi

(2019), menggunakan SIKI dengan intervensi utama dukungan tidur.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 10 hari kepada pasien

menunjukkan gangguan istirahat tidur tidak terjadi dengan kriteria hasil

pasien tampak rileks dan segar, TTV dalam batas normal, dan pasien dapat

tidur selama 6-8 jam setiap malam.

Menurut SIKI (2018), tindakan observasi yaitu dengan identifikasi

pola aktivitas dan tidur, identifikasi faktor penganggu tidur (fisik dan/atau

psikologis), identifikasi makanan dan minuman yang menganggu tidur (mis.

Kopi, teh, alkohol, makanan mendekati waktu tidur, minum banyak air

sebelum tidur) dan identifikasi obat tidur yang dikonsumsi. Tindakan

terapeutik yaitu dengan modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan,

kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur), batasi waktu tidur siang. Jika

perlu, fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur, tetapkan jadwal tidur


174

rutin, lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat,

pengaturan posisi, terapi akupresur), dan sesuaikan jadwal pemberian obat

dan/atau tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga. Tindakan edukasi

yaitu dengan jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit, anjurkan

menepati kebiasaan waktu tidur, anjurkan menghindari makanan/minuman

yang menganggu tidur, anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak

mengandung supresor terhadap tidur REM, anjarkan faktor-faktor yang

berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis. Psikologis: gaya hidup,

sering berubah shift bekerja), ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara

nonfarmakologi lainnya.

Pengobatan hipertensi selain menggunakan obat-obatan kimiawi,

dapat juga menggunakan pengobatan herbal. Saat ini, pengobatan lebih

diminati oleh masyarakat karena praktis, mudah didapat serta efek

sampingnya yang sedikit. Salah satu pengobatan herbal untuk hipertensi

yaitu dengan mengkonsumsi buah-buahan yang mengandung kalium tinggi

seperti pisang. Pisang merupakan buah yang tinggi kalium yang dapat

berfungsi untuk vasodilitasi, mengatur denyut jantung serta mengatur

keseimbangan cairan dalam tubuh sehingga dapat membantu menurunkan

tekanan darah (Tina, 2019).

Pisang (Musa acuminate Colla) adalah salah satu dari tumbuhan yang

paling banyak manfaatnya di dunia, khususnya di daerah tropis seperti di

Indonesia. Buah pisang memiliki khasiat dan nilai gizi yang baik sekali.
175

Daging buah pisang akan kalium dan dipercaya dapat menurunkan tekanan

darah (Chrisanto, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari Lidya (2020),

dengan judul “Pengaruh konsumsi pisang ambon terhadap penurunan

tekanan darah lansia di daerah sungai pulai kecamatan muara tembesi

kabupaten Batanghari tahun 2020” tindakan yang dilakukan adalah

memonitor tekanan darah, memonitor keluhan nyeri dada, tanda-tanda vital,

anjurkan istirahat, anjurkan teknik relaksasi napas dalam.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa intervensi utama

pada Ny.S dengan masalah keperawatan Penurunan curah jantung yaitu

perawatan jantung dan penerapan terapi non farmakologis yaitu pemberian

terapi pisang ambon untuk menurunkan tekanan darah, adapun masalah

keperawatan yang kedua yaitu Nyeri akut (kepala) dilakukan manajemen

nyeri dan masalah keperawatan yang ketiga gangguan pola tidur dengan

dukungan tidur. Intervensi yang dilakukan sudah sesuai dengan teori yang

ada serta didukung oleh penelitian sebelumnya.

4.4 Analisa Implementasi Keperawatan

Dalam melakukan implementasi terhadap Ny.S penulis berpedoman

pada intervensi yang telah disusun. Setelah dilakukan 10 hari kunjungan

pada tanggal 26 September- 31 Oktober 2022 adapun implementasi yang

dilakukan sebagai berikut :.

Pada diagnosa pertama penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload. Pada hari pertama yaitu mengidentifikasi tanda/gejala


176

penurunan curah jantung, memonitor tekanan darah, memonitor keluhan

nyeri dada, memfasilitasi pasien untuk memotivasi gaya hidup sehat,

menganjurkan beraktivitas fisik secara bertahap, memberikan pendidikan

kesehatan mengenai hipertensi, mengajarkan klien cara penanganan

hipertensi secara non farmakologi: makan pisang ambon, menganjurkan

makan pisang ambon 2 kali sehari (sebelum sarapan pagi dan sebelum

makan malam) selama 7 hari.

Pada hari kedua yaitu mengidentifikasi tanda/gejala penurunan curah

jantung, memonitor tekanan darah, memonitor keluhan nyeri dada,

memfasilitasi pasien untuk memotivasi gaya hidup sehat, menganjurkan

beraktivitas fisik secara bertahap, memberikan pendidikan kesehatan

mengenai hipertensi, mengajarkan klien cara penanganan hipertensi secara

non farmakologi: makan pisang ambon, menganjurkan makan pisang ambon

2 kali sehari (sebelum sarapan pagi dan sebelum makan malam) selama 7

hari.

Pada hari ketiga yaitu mengidentifikasi tanda/gejala penurunan curah

jantung, memonitor tekanan darah, memonitor keluhan nyeri dada,

memfasilitasi pasien untuk memotivasi gaya hidup sehat, menganjurkan

beraktivitas fisik secara bertahap, memberikan pendidikan kesehatan

mengenai hipertensi, mengajarkan klien cara penanganan hipertensi secara

non farmakologi: makan pisang ambon, menganjurkan makan pisang ambon

2 kali sehari (sebelum sarapan pagi dan sebelum makan malam) selama 7

hari.
177

Pada hari keempat yaitu mengidentifikasi tanda/gejala penurunan

curah jantung, memonitor tekanan darah, memonitor keluhan nyeri dada,

memfasilitasi pasien untuk memotivasi gaya hidup sehat, menganjurkan

beraktivitas fisik secara bertahap, mengevaluasi klien cara penanganan

hipertensi secara non farmakologi: makan pisang ambon, menganjurkan

makan pisang ambon 2 kali sehari (sebelum sarapan pagi dan sebelum

makan malam) selama 7 hari.

Pada hari kelima yaitu memonitor tekanan darah, memfasilitasi pasien

untuk memotivasi gaya hidup sehat, menganjurkan beraktivitas fisik secara

bertahap, memberikan pendidikan kesehatan mengenai hipertensi,

mengajarkan klien cara penanganan hipertensi secara non farmakologi:

makan pisang ambon, menganjurkan makan pisang ambon 2 kali sehari

(sebelum sarapan pagi dan sebelum makan malam) selama 7 hari.

Pada hari keenam yaitu mengidentifikasi tanda/gejala penurunan

curah jantung, memonitor tekanan darah, memonitor keluhan nyeri dada,

memfasilitasi pasien untuk memotivasi gaya hidup sehat, menganjurkan

beraktivitas fisik secara bertahap, mengajarkan klien cara penanganan

hipertensi secara non farmakologi: makan pisang ambon, menganjurkan

makan pisang ambon 2 kali sehari (sebelum sarapan pagi dan sebelum

makan malam) selama 7 hari.

Pada hari ketujuh yaitu memonitor tekanan darah, memonitor keluhan

nyeri dada, dan mengevaluasi cara penanganan hipertensi secara non


178

farmakologi: makan pisang ambon, menganjurkan makan pisang ambon 2

kali sehari (sebelum sarapan pagi dan sebelum makan malam) selama 7 hari.

Pada hari kedelapan yaitu memonitor tekanan darah, mengevaluasi

klien cara penanganan hipertensi secara non farmakologi: makan pisang

ambon, menganjurkan makan pisang ambon 2 kali sehari (sebelum sarapan

pagi dan sebelum makan malam) selama 7 hari.

Pada hari kesembilan yaitu memonitor tekanan darah, dan

mengevaluasi klien cara penanganan hipertensi secara non farmakologi:

makan pisang ambon, menganjurkan makan pisang ambon 2 kali sehari

(sebelum sarapan pagi dan sebelum makan malam) selama 7 hari.

Pada hari kesepuluh yaitu memonitor tekanan darah, mengevaluasi

klien cara penanganan hipertensi secara non farmakologi: makan pisang

ambon, menganjurkan makan pisang ambon 2 kali sehari (sebelum sarapan

pagi dan sebelum makan malam) selama 7 hari.

Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan nyeri akut

(kepala) berhubungan peningkatan tekanan vaskuler serebral antara lain :

pada hari pertama mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,

kualitas, intensitas, skala nyeri, mengidentifikasi respons nyeri non verbal

dan mengidentifikasi faktor yang memberat dan memperingan nyeri,

memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri,

mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, dan mengukur tanda-

tanda vital, menjelaskan penyebab, dan pemicu nyeri, menganjurkan


179

istirahat yang cukup, dan mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri : relaksasi napas dalam.

Pada hari kedua mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas, skala nyeri, mengidentifikasi respons nyeri

non verbal dan mengidentifikasi faktor yang memberat dan memperingan

nyeri, memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri,

mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, dan mengukur tanda-

tanda vital, menjelaskan penyebab, dan pemicu nyeri, menganjurkan

istirahat yang cukup, dan mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri : relaksasi napas dalam.

Pada hari ketiga mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas, skala nyeri, mengidentifikasi respons nyeri

non verbal dan mengidentifikasi faktor yang memberat dan memperingan

nyeri, memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri,

mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, dan mengukur tanda-

tanda vital, menjelaskan penyebab, dan pemicu nyeri, menganjurkan

istirahat yang cukup, dan mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri : relaksasi napas dalam.

Pada hari keempat mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas, skala nyeri, mengidentifikasi respons nyeri

non verbal dan mengidentifikasi faktor yang memberat dan memperingan

nyeri, memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri,

mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, dan mengukur tanda-


180

tanda vital, menjelaskan penyebab, dan pemicu nyeri, menganjurkan

istirahat yang cukup, dan mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri : relaksasi napas dalam.

pada hari kelima mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas, skala nyeri, mengidentifikasi respons nyeri

non verbal dan mengidentifikasi faktor yang memberat dan memperingan

nyeri, memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri,

mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, dan mengukur tanda-

tanda vital, menjelaskan penyebab, dan pemicu nyeri, menganjurkan

istirahat yang cukup, dan mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri : relaksasi napas dalam.

Pada hari keenam mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas, skala nyeri, mengidentifikasi respons nyeri

non verbal dan mengidentifikasi faktor yang memberat dan memperingan

nyeri, memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri,

mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, dan mengukur tanda-

tanda vital, menjelaskan penyebab, dan pemicu nyeri, menganjurkan

istirahat yang cukup, dan mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri : relaksasi napas dalam.

Pada hari ketujuh mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas, skala nyeri, mengidentifikasi respons nyeri

non verbal dan mengidentifikasi faktor yang memberat dan memperingan

nyeri, memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri,


181

mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, dan mengukur tanda-

tanda vital, menjelaskan penyebab, dan pemicu nyeri, menganjurkan

istirahat yang cukup, dan mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri : relaksasi napas dalam.

Pada hari kedelapan mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, intensitas, skala nyeri, mengidentifikasi respons nyeri

non verbal dan mengidentifikasi faktor yang memberat dan memperingan

nyeri, memberikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri,

mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri, dan mengukur tanda-

tanda vital, menjelaskan penyebab, dan pemicu nyeri, menganjurkan

istirahat yang cukup, dan mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi rasa nyeri : relaksasi napas dalam.

Pada hari kesembilan mengidentifikasi skala nyeri, mengukur tanda-

tanda vital, mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri : relaksasi napas dalam.

Pada hari kesepuluh mengidentifikasi skala nyeri dan mengukur

tanda-tanda vital, menganjurkan istirahat yang cukup, dan mengajarkan

teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri : relaksasi napas

dalam.

Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan gangguan

pola tidur berhubungan ketidaknyamanan (nyeri) Pada hari pertama antara

lain: mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur, mengidentifikasi faktor

penganggu tidur (fisik dan/atau psikologis), mengidentifikasi makanan dan


182

minuman yang menganggu tidur (mis, kopi), memodifikasi lingkungan (mis.

Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan tempat tidur), menetapkan jadwal tidur

rutin, menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit, menganjurkan

menepati kebiasaan waktu tidur, menganjurkan menghindari

makanan/minuman yang menganggu tidur dan menganjurkan melakukan

aktivitas seperti membaca sebelum tidur.

Pada hari kedua antara lain: mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur,

mengidentifikasi faktor penganggu tidur (fisik dan/atau psikologis),

mengidentifikasi makanan dan minuman yang menganggu tidur (mis, kopi),

memodifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan tempat

tidur), menetapkan jadwal tidur rutin, menjelaskan pentingnya tidur cukup

selama sakit, menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur, menganjurkan

menghindari makanan/minuman yang menganggu tidur dan menganjurkan

melakukan aktivitas seperti membaca sebelum tidur.

Pada hari ketiga antara lain: mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur,

mengidentifikasi faktor penganggu tidur (fisik dan/atau psikologis),

mengidentifikasi makanan dan minuman yang menganggu tidur (mis, kopi),

memodifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan tempat

tidur), menetapkan jadwal tidur rutin, menjelaskan pentingnya tidur cukup

selama sakit, menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur, menganjurkan

menghindari makanan/minuman yang menganggu tidur dan menganjurkan

melakukan aktivitas seperti membaca sebelum tidur.


183

Pada hari keempat antara lain: mengidentifikasi pola aktivitas dan

tidur, mengidentifikasi faktor penganggu tidur, mengidentifikasi makanan

dan minuman yang menganggu tidur (mis, kopi), memodifikasi lingkungan

(mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan tempat tidur), menetapkan jadwal

tidur rutin, menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit, menganjurkan

menepati kebiasaan waktu tidur, menganjurkan menghindari

makanan/minuman yang menganggu tidur dan menganjurkan melakukan

aktivitas seperti membaca sebelum tidur.

Pada hari kelima antara lain: mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur,

mengidentifikasi faktor penganggu tidur (fisik dan/atau psikologis),

mengidentifikasi makanan dan minuman yang menganggu tidur (mis, kopi),

memodifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan tempat

tidur), menetapkan jadwal tidur rutin, menjelaskan pentingnya tidur cukup

selama sakit, menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur, menganjurkan

menghindari makanan/minuman yang menganggu tidur dan menganjurkan

melakukan aktivitas seperti membaca sebelum tidur.

Pada hari keenam antara lain: mengidentifikasi pola aktivitas dan

tidur, mengidentifikasi faktor penganggu tidur (fisik dan/atau psikologis),

mengidentifikasi makanan dan minuman yang menganggu tidur (mis, kopi),

memodifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan tempat

tidur), menetapkan jadwal tidur rutin, menjelaskan pentingnya tidur cukup

selama sakit, menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur, menganjurkan


184

menghindari makanan/minuman yang menganggu tidur dan menganjurkan

melakukan aktivitas seperti membaca sebelum tidur.

Pada hari ketujuh antara lain: mengidentifikasi pola aktivitas dan

tidur, mengidentifikasi faktor penganggu tidur (fisik dan/atau psikologis),

mengidentifikasi makanan dan minuman yang menganggu tidur (mis, kopi),

memodifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan tempat

tidur), menetapkan jadwal tidur rutin, menjelaskan pentingnya tidur cukup

selama sakit, menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur, menganjurkan

menghindari makanan/minuman yang menganggu tidur dan menganjurkan

melakukan aktivitas seperti membaca sebelum tidur.

Pada hari kedelapan antara lain: mengidentifikasi pola aktivitas dan

tidur, menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit, menganjurkan

menepati kebiasaan waktu tidur, menganjurkan menghindari

makanan/minuman yang menganggu tidur.

Pada hari kesembilan antara lain: mengidentifikasi pola aktivitas dan

tidur, menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit, menganjurkan

menepati kebiasaan waktu tidur, menganjurkan menghindari

makanan/minuman yang menganggu tidur.

Pada hari kesepuluh antara lain: mengidentifikasi pola aktivitas dan

tidur, dan menetapkan jadwal tidur rutin.

Menurut Hardiansyah (2014), hipertensi dapat diatasi dengan

pengobatan non farmakologis yaitu dengan modifikasi pola hidup sehari-

hari dan kembali ke produk alami yaitu dengan terapi menggunakan jus
185

sayuran atau buah-buahan tertentu dan ramuan tradisional, salah satunya

dengan mengkonsumsi makan pisang ambon. pisang ambon dapat

digunakan untuk pengobatan hipertensi. pisang ambon mengandung

senyawa kalium yang telah terbukti melalui berbagai penelitian mengurangi

tekanan darah tinggi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lidya (2020), dengan

judul Pengaruh Konsumsi pisang ambon terhadap penurunan tekanan darah

lansia di Desa Sungai Pulai Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten

Batanghari Tahun 2020, didapatkan hasil tekanan darah lansia sebelum

diberikan pisang ambon semua lansia mengalami hipertensi 100%, sebagian

besar responden yang sudah dikonsumsi buah pisang ambon mengalami

penurunan tekanan darah sebanyak 7 responden (46,7%), dengan

mengkonsumsi pisang sebanyak 2 buah/hari.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan kesimpulan implementasi yang

dilakukan pada Ny.S yaitu pemberian pisang ambon yang diberikan

sebanyak 2 buah dalam 1 hari sesuai dengan teori yang mendukung dimana

terapi pisang ambon direkomendasikan mampu menurunkan tekanan darah

pada lansia.

4.5 Analisa Evaluasi Keperawatan

Secara umum evaluasi dilakukan setelah penulis selesai melakukan

implementasi, yang meliputi:

Evaluasi untuk diagnosa resiko penurunan curah jantung berhubungan

dengan peningkatan afterload. Setelah dilakukan tindakan selama 10 hari


186

kunjungan, pada tanggal 27 september 2022 klien pertama kali diberikan

pisang ambon, klien mengatakan masih sering merasa lelah, lemah saat

beraktifitas, klien mengerti cara makan pisang ambon yang dianjurkan, klien

mengatakan mau menerapkan makan pisang ambon, klien tampak lemah

dan pucat, kulit teraba dingin, TD : 170/100 mmHg.

Pada hari kedua penerapan makan pisang ambon, klien mengatakan

badannya masih lelah, klien mengatakan sudah menerapkan makan pisang

ambon hari ini, TD : 170/100 mmHg.

Pada hari ketiga penerapan makan pisang ambon, klien mengatakan

lelahnya berkurang, badannya sedikit enakan, klien sudah makan pisang

ambon hari ini, TD : 160/100 mmHg.

Pada hari keempat penerapan makan pisang ambon, klien mengatakan

tidak mudah merasa lelah lagi, sudah mulai beraktivitas seperti biasa, klien

mengatakan sudah makan pisang ambon hari ini, TD : 160/100 mmHg.

Pada hari kelima penerapan makan pisang ambon, klien mengatakan

tidak mudah merasa lelah lagi, sudah mulai beraktivitas seperti biasa, klien

sudah makan pisang ambon hari ini, TD : 160/90 mmHg.

Pada hari keenam penerapan makan pisang ambon, klien mengatakan

tidak mudah merasa lelah lagi, sudah mulai beraktivitas seperti biasa, klien

sudah makan pisang ambon hari ini, TD : 160/90 mmHg.

Pada hari ketujuh penerapan makan pisang ambon, klien mengatakan

lelahnya sudah beraktifitas seperti biasa klien sudah makan pisang ambon

hari ini, TD : 150/90 mmHg.


187

Pada kunjungan kedelapan klien mengatakan lelah berkurang, sudah

beraktifitas seperti biasa, keadaan umum baik dan tampak segar, kulit teraba

hangat, TD : 150/90 mmHg. Pada kunjungan kesembilan klien mengatakan

lelah berkurang, sudah beraktifitas seperti biasa, keadaan umum baik dan

tampak segar, kulit teraba hangat, TD : 150/90 mmHg.

Pada kunjungan kesepuluh penulis melakukan evaluasi akhir, klien

mengatakan tidak merasa lelah lagi, sudah beraktifitas seperti biasa, keadaan

umum baik dan tampak segar, kulit teraba hangat, TD : 140/90 mmHg.

Evaluasi untuk diagnosa keperawatan nyeri akut (kepala)

berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral. Setelah

dilakukan tindakan selama 10 hari kunjungan, pada tanggal 26 September-

31 Oktober 2022 klien mengatakan masih nyeri pada kepalanya, tengkuknya

masih terasa berat, nyerinya bertambah jika beraktivitas, skala nyeri 5.

Pada tanggal 27 September 2022, klien mengatakan masih nyeri

kepala dan tengkuk masih terasa berat, nyerinya hanya timbul kadang-

kadang, klien mengatakan apabila nyeri ia melakukan relaksasi napas

dalam, skala nyeri 5.

Pada tanggal 28 september 2022, klien mengatakan nyerinya sangat

berkurang, tengkuknya juga tidak terasa berat lagi, nyerinya jarang timbul,

klien mengatakan apabila nyeri ia melakukan relaksasi nafas dalam, skala

nyeri 4.

Pada tanggal 29 september 2022, klien mengatakan nyerinya sangat

berkurang, tengkuknya juga tidak terasa berat lagi, nyerinya jarang timbul,
188

klien mengatakan apabila nyeri ia melakukan relaksasi nafas dalam, skala

nyeri 4.

Pada tanggal 30 september 2022, klien mengatakan nyerinya sangat

berkurang, tengkuknya juga tidak terasa berat lagi, nyerinya jarang timbul,

klien mengatakan apabila nyeri ia melakukan relaksasi nafas dalam, skala

nyeri 3.

Pada tanggal 01 Oktober 2022, klien mengatakan nyerinya sangat

berkurang, nyerinya sangat jarang timbul, klien mengatakan apabila nyeri ia

melakukan relaksasi napas dalam, skala nyeri 3. Pada tanggal 02 Oktober

2022 klien mengatakan nyeri kepalanya berkurang, nyeri hilang timbul

skala nyeri 3.

Pada tanggal 29 Oktober 2022, klien mengatakan nyerinya sangat

berkurang, nyerinya sangat jarang timbul, klien mengatakan apabila nyeri ia

melakukan relaksasi napas dalam, skala nyeri 3.

Pada tanggal 30 Oktober 2022, klien mengatakan nyerinya sangat

berkurang, nyerinya sangat jarang timbul, klien mengatakan apabila nyeri ia

melakukan relaksasi napas dalam, skala nyeri 2.

Pada tanggal 31 Oktober 2022 yaitu hari terakhir evaluasi, klien

mengatakan kepalanya tidak nyeri lagi, sudah beraktifitas seperti biasa,

klien tampak nyaman.

Evaluasi untuk diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan

ketidaknyamanan (nyeri). Setelah dilakukan tindakan selama 10 hari

kunjungan, pada tanggal 26 September 2022 klien mengatakan masih sulit


189

tidur di malam hari, masih sering terbangun di malam hari, klien

mengatakan tidur 4-5 jam.

Pada tanggal 27 September 2022, klien mengatakan masih sering

terbangun di malam hari, klien mengatakan hanya terbangun karana ingin

BAK, klien mengatakan 5 jam perhari.

Pada tanggal 28 September 2022, klien mengatakan sudah bisa tidur

dimalam hari, klien mengatakan hanya terbangun karana ingin BAK, klien

mengatakan 5 jam perhari.

29 September 2022, klien mengatakan sudah bisa tidur dimalam hari,

klien mengatakan hanya terbangun karana ingin BAK, klien mengatakan 5

jam dan tidur siang 1 jam perhari.

Pada tanggal 30 September 2022, klien mengatakan tidur nyeyak

semalam, hanya terbangun karna ingin BAK, klien mengatakan tidur 5-6

jam.

Pada tanggal 01 Oktober 2022, klien mengatakan tidur nyeyak

semalam, merasa segar saat bangun tidur, klien mengatakan ia tidur siang

selama ± 1-2 jam, klien mengatakan tidur ± 5-6 jam per hari.

Pada tanggal 02 Oktober 2022, klien mengatakan tidur nyeyak

semalam, merasa segar saat bangun tidur, klien mengatakan ia tidur siang

selama ± 1-2 jam, klien mengatakan tidur ± 7 jam per hari.

Pada tanggal 29 Oktober 2022, klien mengatakan tidur nyeyak

semalam, merasa segar saat bangun tidur, klien mengatakan ia tidur siang

selama ± 1-2 jam, klien mengatakan tidur ± 7 jam per hari.


190

Pada tanggal 30 Oktober 2022, klien mengatakan tidur nyeyak

semalam, merasa segar saat bangun tidur, klien mengatakan ia tidur siang

selama ± 1-2 jam, klien mengatakan tidur ± 7 jam per hari.

Pada tanggal 31 Oktober 2022 hari terakhir evaluasi, klien

mengatakan tidurnya sudah nyeyak, merasa segar saat bangun di pagi hari,

klien mengatakan tidur 6-7 jam perhari.

Salah satu terapi non farmakologinya dengan BBT (Biological base

therapy). BBT adalah salah satu jenis terapi komplementer yang

menggunakan bahan-bahan alami seperti tanaman herbal. Makanan yang

mengandung kalium yang tinggi adalah buah-buahan yang mengandung

kalium yang tinggi adalah pisang, pisang ambon mengandung 435 mg

kalium dan hanya 18 mg natrium. Sehingga pisang ambon menjadi

alternatif dalam peningkatan asupan kalium khususnya pada lansia (Ayu

kristuti et al., 2019).

Hasil Penelitian yang dilakukan oleh Sintya (2018), dengan judul

“Asuhan Keperawatan pemberian konsumsi pisang ambon terhadap

penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di kelurahan

tandang kecamatan tembalang kota semarang”. didapatkan hasil setelah

dilakukan intervensi dengan mengkonsumsi pisang ambon dapat

menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi. 

Hasil Penelitian juga yang dilakukan oleh Azima, N (2021), dengan

judul “Studi kasus Asuhan Keperawatan gerontik pasien dengan hipertensi

melalui pemberian pisang ambon untuk penurunan curah jantung di


191

Wilayah Kerja Puskesmas Belakang Padang Kota Batam”. Didapatkan

hasil Bahwa dengan mengkonsumsi pisang ambon sebanyak 2 buah/hari

(140gr/buah), dapat menurunkan tekanan darah. dan menjadi salah satu

pengobatan non farmakologis untuk menurunkan tekanan darah penderita

hipertensi.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa setelah diberikan

terapi pisang ambon 2 buah dalam 1 hari selama 7 hari berturut-turut

mampu menurunkan tekanan darah pada lansia. dan masalah yang dialami

klien tersebut dapat diatasi karena adanya sikap klien yang kooperatif dan

mau bekerja sama dengan peneliti dalam mengatasi masalah yang

dialaminya.

4.6 Analisa Pemberian Pisang Ambon

Kondisi pada lansia penderita hipertensi membutuhkan

penanganan/terapi. Salah satu terapi non farmakologinya dengan BBT

adalah salah satu jenis terapi komplementer yang menggunakan bahan-

bahan alami seperti tanaman herbal. Pisang ambon merupakan salah satu

tanaman yang dapat menurunkan tekanan darah. Pada lansia penderita

hipertensi kandungan kalium dalam pisang ambon dapat melancarkan

pengiriman O2 ke otak (Smart, 2015).

Salah satu tindakan pencegahan untuk menurunkan tekanan darah

adalah dengan cara mengkonsumsi buah pisang. Hal ini telah dibuktikan

melalui riset di Amerika yang dilaporkan Frank dkk dalam Journal of

Alternative and Complementary Medicine dalam Peni dan Sulisdiana


192

(2015), penderita hipertensi yang berusia 35-50 tahun yang mengkonsumsi

2 buah pisang ambon setiap hari mengalami penurunan tekanan darah

sampai 10% dalam satu minggu para peneliti tersebut menyatakan bahwa ini

dapat terjadi karena kandungan kalium yang sangat tinggi dalam pisang

akan meningkatkan konsentrasi dalam intraseluler sehingga cenderung

menarik cairan dari bagian ekstraseluler beserta natrium sehingga terjadi

retensi cairan yang mengakibatkan peningkatan ekskresi natrium dalam urin

(natriuresis) dan menurunkan tekanan darah (Megia dalam Peni dan

Sulisdiana, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lidya (2020) dengan

judul Pengaruh konsumsi pisang ambon terhadap penurunan tekanan darah

lansia di Desa Sungai Pulai Kecamatan Muara Tembesi Kabupaten

Batanghari Tahun 2020 didapatkan hasil tekanan darah lansia sebelum

diberikan pisang ambon semua lansia mengalami hipertensi 100%, sebagian

besar responden yang sudah konsumsi buah pisang ambon mengalami

penurunan tekanan darah sebanyak 7 responden (46,7%) dengan

mengkonsumsi pisang sebanyak 2 buah/hari.

Hasil ini sejalan dengan penelitian (Mustoofa, 2021), dengan judul

pengaruh konsumsi buah pisang ambon (Musa Pasadisiaca) terhadap

tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kibang Budi Jaya Kecamatan lambu kibang Kabupaten Tulang Bawang

Barat didapatkan hasil rata-rata tekanan darah sistolik 147,33 mmHg,

sedangkan rata-rata tekanan darah diastolik adalah sebesar 93,33 mmHg.


193

Tekanan darah sesudah mengkonsumsi pisang pada lansia dengan

Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kibang Budi Jaya Kecamatan

Lambu Kibang Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2020 mengalami

penurunan rata-rata tekanan darah sistolik 138,83 mmHg, sedangkan rata-

rata tekanan darah diastolic 84,83 mmHg. Konsumsi buah pisang ambon

mempunyai pengaruh yang signifikan untuk menurunkan tekanan darah

pada lansia yang menderita hipertensi.

Penerapan konsumsi pisang ambon dilakukan selama 7 hari sebanyak

2 buah pisang ambon (140g/buah) per hari yaitu sebelum sarapan pagi dan

sebelum makan malam didapatkan hasil yaitu baik tekanan darah Ny.S

menurun.

Kesimpulan pada kasus ini, pemberian konsumsi pisang ambon

selama 7 hari sebanyak 2 buah/hari terbukti dapat menurunkan tekanan

darah pada penderita hipertensi.


194

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Pengkajian yang dilakukan penulis dengan metode auto-anamnesa,

observasi, dan pemeriksaan fisik diperoleh hasil : klien mengatakan

sering merasa lelah, lemah saat beraktivitas, sering berkeringat dan

jantung berdebar-debar, kepala klien sering sakit, menjalar sampai

ketengkuk. sulit tidur di malam hari, sering terbangun di malam hari,

kulit tampak pucat, teraba dingin. klien tampak meringis dan sesekali

memegang kepalanya. Pengkajian nyeri P: Nyeri bertambah jika

beraktivitas, Q: Nyeri seperti ditusuk, R: Nyeri dikepala menjalar

ketengkuk, S: Skala 5, T: Nyeri Hilang timbul durasi ± 10 menit,

tanda-tanda vital: TD: 170/100 mmHg, N: 110 x/menit, RR: 21

x/menit, S : 36° C Crt >2 detik.

5.1.2 Perumusan Diagnosa keperawatan pada Ny. S adalah nyeri kepala

berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral gangguan

pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur, dan resiko

penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload.

5.1.3 Intervensi Keperawatan yang diberikan pada Ny. S menggunakan

standar intervensi keperawatan Indonesia untuk nyeri akut (kepala)

menggunakan rumusan manajemen nyeri, untuk gangguan pola tidur

menggunakan rumusan dukungan tidur dan untuk resiko penurunan


195

curah jantung adalah dengan menggunakan rumusan perawatan

jantung dan penerapan terapi pemberian pisang ambon.

5.1.4 Implementasi keperawatan yang dilakukan dari tanggal 26 September

– 31 Oktober 2022 selama 10 kali kunjungan yaitu dengan penerapan

terapi pemberian pisang ambon sebanyak 2 kali sehari (pagi dan

malam hari) selama 7 hari.

5.1.5 Evaluasi Keperawatan pada ketiga diagnosa yaitu diagnosa penurunan

curah jantung, nyeri akut (kepala) dan gangguan pola tidur dapat

diatasi dalam 10 kali kunjungan. Setelah dilakukan implementasi

pemberian terapi makan pisang ambon, tekanan darah pada klien

menurun dari 170/100 mmHg ke 140/90 mmHg.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah profesi ini dapat memberikan masukan

ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu pembelajaran

yang berhubungan dengan penyakit hipertensi bagi mahasiswa dan

Institut Kesehatan Mitra Bunda Batam. hasil penelitian ini dapat

digunakan sebagai referensi perpustakaan untuk mengembangkan

wawasan serta pengetahuan bagi mahasiswa dan institusi pendidikan

Institusi Kesehatan Mitra Bunda Batam.

5.2.2 Bagi Pasien dan Keluarga

Hasil asuhan keperawatan ini sebagai panduan dasar dan menjadi

salah satu pilihan alternatif untuk menurunkan tekanan darah pada


196

penderita hipertensi karena dapat dilakukan secara mandiri dirumah

dengan menggunakan bahan yang mudah didapatkan.

5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Agar dapat Menjadi referensi ilmiah pada saat akan melakukan

penelitian lebih lanjut. pemilihan responden sepenuhnya lansia

penderita hipertensi, dapat mengembangkan penelitian selanjutnya

yang lebih luas demi pengembangan ilmu.

Anda mungkin juga menyukai