Anda di halaman 1dari 4

Bahtera Tafsir Sufi untuk Manusia KOTA

Nama : Muhammad Iqbal


Prodi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
NIM : U20181064
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat kota memang di saat ini bisa di bilang dalam keadaan krisis, yaitu krisis rasa
ingin mengetahui tentang segi keilmuan tafsir Al Qur’an, masyarakat seolah-olah minder
(patah semangat) terlebih dahulu akan mendalami ilmu ini, di karena kan ilmu tafsir
memang perlu beberapa syarat wajib dalam mendalami nya, yang dimana masyarakat tidak
semuanya mampu menjangkau syarat tersebut, terlebih lagi masyarakat kota lebih
dominan, memilih Ilmu yang ringkas dan mudah di cerna tanpa harus beberapa syarat yang
berat. Disini lah keilmuan tafsir sufi di perlukan dalam lingkungan masyarakat kota, yang di
mana posisi tafsir secara sufi tidak menggunakan Syarat-syarat ilmiah yang terlalu rumit
untuk masyarakat kota, sehingga bisa relevan di kalangan mereka.
Pembahasan I
Penggunaan Kata Bahtera sendiri yaitu mengambil suatu ayat dari al Qur’an yang di mana
Allah SWT menjawab doa nabi Nuh alaihisalam, tentang pengaduan akan umatnya yang
semakin banyak dari mereka berbuat syirik[1], dan kemudian Allah memerintahkan nabi
Nuh Alaihisalam untuk menyelamatkan umatnya yang masih setia mengikuti nya, perintah
tersebut terdapat pada Al Qur’an surat Hud.
“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan Janganlah
kamu bicarakan dengan Aku perihal orang-orang yang zalim itu. Sesungguhnya mereka
nanti akan ditenggelamkan.” (QS. Hud 11:37)
Makna dari kata bahtera yang terdapat dalam surat Hud tersebut berupa kapal yang
menyelamatkan umat nabi Nuh alaihisalam, begitu pula maksud bahtera dalam Tafsir sufi,
disini bahtera tersebut ibarat suatu kapal yang di dalamnya berada dalam naungan tafsir
tasawuf (sufi), yakni sesuatu yang di perlukan untuk menyelamatkan dan melindungi
mereka para manusia yang ingin memahami Al Qur’an secara tafsir tetapi tidak mampu
menafsirkan dengan ilmiah, dengan adanya suatu bahtera tafsir sufi ini manusia kota bisa
mendapatkan bimbingan dan peluang untuk memahami apa itu tafsir Al Qur’an melalui
pendekatan tafsir tasawuf.
Pemahaman Manusia kota yang dasarnya masih di bilang awam akan tafsir, tentu sangat
terbatas apabila mereka memahami tafsir al Qur’an secara autodidak apa lagi tafsir tersebut
bersifat ilmiah.
melalui bahtera tafsir sufi (tasawuf) setidaknya mereka bisa memiliki wawasan tentang
penafsiran Al Qur’an terlebih lagi, kecocokan tafsir sufi untuk Manusia kota yaitu lebih
condong menggunakan metode hikmah dan cinta dalam mempelajari dan memahami akan
makna yang terdapat dalam al Qur’an, dengan cara itu kemudian secara pelan-pelan mereka
kalangan manusia kota bisa mencintai al Qur’an dengan jalan para mufasir sufi. itu lah yang
di namakan bahtera di dalam tafsir sufi yaitu suatu tempat naungan agar mereka para
manusia kota tidak lagi patah semangat dalam mendapatkan ilmu al Qur’an yang
notabenenya menggunakan ilmu yang khusus.

Pembahasan II
Tafsir sufi yaitu suatu tafsir yang menggunakan metode tasawuf sebagai objek penafsiran,
tafsir sufi sendiri berbeda dari tafsir pada umumnya yang bersifat makna secara dzahir
(tampak), Menurut Al-Zarqani tafsir sufi adalah “menafsirkan Al-Qur’an tidak dengan makna
dzahir, melainkan dengan makna batin, karena ada isyarat yang tersembunyi yang terlihat
oleh para sufi. Namun demikian tafsir batin tersebut masih dapat dikompromikan dengan
makna dzahir nya, Pendapat lain menyatakan, Tafsir Tasawuf adalah corak penafsiran Al-
Qur’an yang beraliran tasawuf [2].
Disini bisa terlihat bahwa tafsir sufi juga sangat di minati bagi kalangan manusia yang ingin
mempertajam batin melalui Al-Qur’an, mereka dapat mengambil hikmah melewati tafsir
tasawuf ini yang di dalamnya penuh akan jalan menuju cinta akan ketuhanan, dan keilmuan
tafsir tasawuf sangat lah perlu bagi manusia kota yang saat ini, yang dimana bisa di bilang
manusia kota batin nya masih belum bisa menemukan manisnya cinta akan ketuhanan.
para sufi umumnya berpedoman kepada Hadist Rasulullah SAW, Hadits tersebut
diriwayatkan oleh al-Farabi, Hadits al-Hasan bahwa ia meriwayatkan dari Rasulullah bahwa
ia berkata :
“Setiap ayat memiliki makna lahir dan batin. Setiap huruf memiliki batasan-batasan
tertentu. Dan setiap batasan memiliki tempat untuk melihatnya [3].”
Sebagaimana yang di maksud Hadits diatas yaitu tentang makna al Qur’an yang memiliki dua
sisi, yakni sisi tafsir dzahir atau yang bersifat secara ilmiah, sedangkan satu sisinya tafsir
secara hikmah kebatinan non ilmiah.
Seperti apa yang dikatakan seorang sufi terkemuka yakni Nashiruddin Khasru misalnya,
mengibaratkan makna dzahir seperti badan, sedang makna batin seperti ruh; badan tanpa
ruh adalah substansi yang mati [4].
Sedangkan maksud sufi adalah julukan bagi seorang yang mendalami ke ilmuan tasawuf,
secara istilah Tasawuf adalah Perilaku ritual yang dilakukan untuk menjernihkan jiwa dan
menjauhkan diri dari kemegahan dunia melalui zuhud, kesederhanaan dan ibadah. Dapat
dikatakan juga, Tasawuf adalah membersihkan diri(takhali) dari suatu yang hina, dan
menghiasinya dengan suatu yang baik untuk mencapai kepada tingkat yang lebih dekat
dengan Allah baik secara lahir maupun batin[5].
Tafsir sufi saat ini relevan dan dapat di terima bagi mereka manusia kota, penafsiran nya
yang menggunakan kesucian batin, membuat mereka ingin tahu lebih dalam mengenai hal
batin, manusia sendiri pada dasar nya secara fitrah selalu mencari jati dirinya tentang
ketuhanan, akan tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana jalan menuju tuhan sehingga
mereka terhalang akan keinginan nya untuk mencari jalan menuju cinta terhadap tuhan nya.
Apa lagi dengan lingkungan dalam manusia perkotaan yang sangat jarang mengetahui, akan
jalan kecintaan terhadap tuhan membuat mereka semakin tidak merasakan manis nya cinta
akan tuhan, dengan teori pemikiran tafsir tasawuf pendekatan terhadap manusia kota bisa
dapat mengurangi masalah mereka yang susah menemukan kecintaan nya terhadap tuhan.

Pembahasan III
Manusia kota yaitu sesuatu istilah bagi mereka masyarakat yang hidup di lingkungan
perkotaan, manusia kota sendiri bisa di bilang saat ini yaitu sebagai Masyarakat modern
yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan
dalam peradaban masa kini.
Pada umumnya masyarakat modern tinggal di daerah perkotaan, sehingga disebut
masyarakat kota. Namun tidak semua masyarakat kota tidak dapat disebut masyarakat
modern, sebab orang kota tidak memiliki orientasi ke masa kini, misalnya gelandangan[6].
Problem bagi Manusia perkotaan biasa nya yaitu terhadap ilmu agama, mereka lebih
menyukai hal yang bersifat menyenangkan tapi secara instan terdapat di depan mata,
sedangkan ilmu agama merupakan hal yang berkaitan dengan keyakinan.
masyarakat perkotaan yang sibuk seperti di Jakarta atau daerah mana pun, banyak yang
terjebak dalam kelalaian mengejar harta secara berlebihan sehingga hatinya (batin) perlu
suatu cahaya yang dapat memberikan jalan kehidupan yang sebenarnya untuk Manusia kota
dalam beragama secara benar, hal ini membuat keresahan bagi si penulis tersendiri
terhadap manusia kota yang semakin lupa akan kewajibannya terhadap beragama Islam
tentunya, sebagai seorang muslim sudah kewajiban dan termasuk keimanan akan suatu
kepedulian nya terhadap sesama muslim lain nya, inilah landasan bagi penulis agar manusia
kota dapat terarah secara agamis melewati jalur bahtera Tafsir Sufi untuk Manusia Kota
yang di harapkan bisa membantu menyelesaikan dan menyelamatkan mereka para manusia
perkotaan yang ingin mendapatkan jalan kecintaan terhadap Allah SWT.

Penutup
Kesimpulan
Bahtera Tafsir Sufi untuk Manusia kota, yaitu suatu solusi agar mereka kalangan masyarakat
perkotaan dapat menjadi seorang manusia muslim yang baik dalam hal keduniaan maupun
hal akhirat, tafsir sufi yang merupakan menggunakan metode batin di harapkan dapat
memberikan kebaikan batin pula bagi manusia kota yang hatinya terlalu kelam akan
keduniaan, sebab hati (batin) suatu hal yang penting bagi seorang manusia tanpa batin yang
bersih kehidupan manusia akan selalu merasakan resah dan mereka juga akan selalu haus
akan duniawi.
hati (batin) juga merupakan suatu tempat pandangan Allah SWT sebagaimana telah di
dengar Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alahi wasalam
bersabda :
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad atau bentuk kamu, akan tetapi Dia melihat
kepada hati kamu”, beliau menunjuk ke dadanya dengan telunjuknya.” [7]
Manusia kota sendiri akan lebih memiliki kualitas jika mereka bisa mengendalikan batin nya,
sehingga hal yang bersifat duniawi tidak akan mempengaruhi diri nya dalam melakukan
kewajiban nya sebagai manusia yang beragama Islam, dan juga efek terhadap lingkungan
sekitarnya bisa menjadi sesuatu yang positif bagi manusia kota sendiri, apa bila manusia
perkotaan sudah dapat memahami al Qur’an dengan jalan tafsir tasawuf otomatis manusia
kota memiliki akhlak karimah, yaitu saling kasih sayang antar sesama manusia walaupun
berbeda pendapat atau agama, Mereka tetap tenang dan bijaksana dalam menghadapi
masalah yang berada dalam perkotaan, sebab tadi cahaya Al Qur’an yang di dapatkan
dengan penafsiran tasawuf membuat diri mereka Manusia kota selamat dari fitnah
(masalah) yang terjadi pada lingkungan perkotaan.

Referensi
[1] tafsir ibnu Katsir surat Hud ayat 36.
[2] M. Karman, Ulumul Qur’an,(Bandung, Pustaka Islamika: 2002) hlm.309
[3] Islam kitab, ‫( التفسير والمفسرون‬Islam kitab: 1998) hlm.262
[4] tafsir Al-Suyuti, (1951:104)
[5] Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Hitam putih(TT. Tiga Serangkai,2004).hlm.3
[6] Wordpress Rafian Journey (2010)
[7] Shahih muslim no. 2564

Anda mungkin juga menyukai