Anda di halaman 1dari 8

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

SMA NEGERI 10 KOTA TERNATE

PERTEMUAN 4

Sekolah : SMA Negeri 10 Kota Ternate


Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Kelas/Semester : XII/Ganjil
Materi Pokok : Dari Konflik Menuju Konsensus ; Suatu Pembelajaran
Alokasi Waktu : 2 Jam

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Menggunakan Cooperative Integrated Reading and Composition Peserta didik mampu bekerja
sama saling, membacakan dan menemukan ide pokok dan member tanggapan terhadap
wacana/Video Pembelajaran yang ditampilkan Guru dalam bentuk Power Point.
Mempresentasikan /membacakan hasil kelompok terkait dengan berbagai pergolakan daerah yang
terjadi di Indonesia antara tahun 1948 hingga 1965.

B. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Kegiatan Deskripsi Kegiatan Waktu


 Memberisalam, berdoa, menyanyikanlagunasional 10’
 Mengecek kehadiran peserta didik dan memberi motivasi
Pendahuluan  Menyampaikan garis besar cakupan materi dan langkah
pembelajaran

Kegiatan Inti  Menjelaskan materi tentang Dari Konflik Menuju 65’


Konsensus ; Suatu Pembelajaran
 Membentuk kelompok yang anggotanya 2 orang yang
secara heterogen
 Setiap pasangan diminta guru untuk mempelajari garis
besar Bab 1 “ Perjuangan Menghadapi Ancaman
Disintegrasi Bangsa
 Peserta didik bekerja menganalisis materi, lalu
mengerjakan tugas diskusi dan analisis.
 Mempresentasikan /membacakan hasil kelompok

Penutup  Kesimpulan 15’


 Evaluasi
 Refleksi
 Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya dan berdoa
C. PENILAIAN HASIL BELAJAR
1. PENILAIAN SIKAP
 Observasi
 Jurnal

2. PENGETAHUAN
 Tes tertulis dalam bentuk mengerjakan soal uraian/PG pada LKS, terdapat dalam
media LCD dan Powerpoint dan lainnya
 Penugasan
3. KETERAMPILAN
 Projek
 Portofolio

Ternate, … Juli 2022

Mengetahui
Kepala SMA Negeri 10 Kota Ternate Guru Mata Pelajaran

SABARIA UMAHUK, S.Pd RISKA HUSA, S.Pd


NIP. 196905241998022004 NIP.199310272019032013
LAMPIRAN MATERI AJAR

PETA KONSEP

PERJUANGAN MENGHADAPI
ANCAMAN DISINTEGRASI
BANGSA (1948-1965)

IDEOLOGI
KEPENTINGAN

KETEGANGAN DAN Peristiwa Yang Terkait


GEJOLAK DI DALAM NEGERI Dengan
SISTEM
PEMERINTAHAN

KESADARAN
TERHADAP
PENTINGNYA
INTEGRASI BANGSA

INGATAN AKAN
HIKMAH
KETELADANAN TOKOH-
TOKOH YANG BERPERAN
DALAM
MEMPERTAHANKAN
KEUTUHAN BANGSA
DALAM MENGHADAPI
ANCAMAN DISINTEGRASI
BANGSA
URAIAN MATERI AJAR

DARI KONFLIK MENUJU


KONSENSUS ; SUATU
PEMBELAJARAN

PEMBERONTAKAN PERMESTA PERSOALAN NEGARA FEDERAL

DAN PRRI DAN BFO

1. PEMBERONTAKAN PERMESTA DAN PRRI

Pasukan AS saat membantu tentara PRRI dalam pemberontakan


Latar Belakang
Permasalahan ini muncul dimulai sejak Perundingan Linggarjati disetujui dan
ditandatangani dan di perparah dengan penandatanganan perundingan yang lainnya, seperti
Roem-Royen. Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara Bagian (BFO/Bijeenkomst
Federal Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi perpecahan di kalangan bangsa Indonesia
sendiri setelah kemerdekaan.
Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang ingin bentuk
negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin Indonesia menjadi Negara
kesatuan.
Dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan pada 24 Juli 1946 misalnya, pertemuan
untuk membicarakan tatanan federal yang diikuti oleh wakil dari berbagai daerah non RI itu,
ternyata mendapat reaksi keras dari para politisi pro RI yang ikut serta. Mr. Tadjudin Noor dari
Makasar bahkan begitu kuatnya mengkritik hasil konferensi.
Perbedaan keinginan agar bendera Merah-Putih dan lagu Indonesia Raya digunakan atau
tidak oleh Negara Indonesia Timur (NIT) juga menjadi persoalan yang
tidakbisadiputuskandalamkonferensi. Kabinet NIT juga secara tidak langsung ada yang jatuh
karena persoalan negara federal ini (1947)
Umumnya semua bermuara pada ketidakpuasan rakyat atau pimpinan di luar Jawa
(Daerah) terhadap penyelenggaraan pemerintahan (Pusat) yang dilakukan para pemimpin RI
karena dirasakan terlalu sentralistis &berorientasi Jawa. Adapun latarbelakang pemberontakan
PRRI dan Permesta dapat di jelaskan seperti point-point dibawah ini
1. Gagalnya perekonomian bangsa
2. Kesenjangan dalam internal tentara angkatan darat
3. Ancaman komunisme
4. Peristiwa Cikini
5. Intervensi asing
Pertentangan ini bahkan berujung pada aksi pengambilan kekuasaan pemerintahan daerah
dan para tokoh militer tersebut membentuk dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangan
tuntutan pada Desember 1956 dan Februari 1957. Adapun dewan yang dimaksud, meliputi;
 Dewan Banteng di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein
 Dewan Gajah di Sumatera Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon
 Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian
 DewanManguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual

Pergolakan ini akhirnya memuncak ketika tanggal 15 Februari 1957, Pemerintahan


Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diproklamasikan oleh Achmad Hussein di Padang,
Sumatera Barat. Pemerintah pusat yang mengetahui hal ini pun tanpa ragu-ragu bertindak tegas
dengan melakukan operasi militer untuk menindak pemberontak.

2. Persoalan Negara Federal dan BFO

BFO Negara Federal maupun BFO prinsipnya sama, yakni adalah suatu negara yang secara
resmi merdeka dan diakui kedaulatannya namun secara de-facto berada di bawah control Negara
lainnya. Permasalahan ini muncul dimulai sejak Perundingan Linggar jati disetujui dan
ditandatangani dan di perparah dengan penandatanganan perundingan yang lainnya, seperti
Roem-Royen.

Konsep Negara Federal dan “Persekutuan” Negara Bagian (BFO/ Bijeenkomst Federal
Overleg) mau tidak mau menimbulkan potensi perpecahan di kalangan bangsa Indonesia sendiri
setelah kemerdekaan. Persaingan yang timbul terutama adalah antara golongan federalis yang
ingin bentuk negara federal dipertahankan dengan golongan unitaris yang ingin Indonesia
menjadi Negara kesatuan.
Sejak pembentukannya di Bandung pada bulanJuli 1948, BFO telah terpecah kedalam dua
kubu. Kelompok pertama lebih memilih bergabung RI yang dipelopori oleh Ide Anak Agung
Gde Agung (NIT) serta R.T. Adil Pura diredjadan R.T. Djumhana (Negara Pasundan).
Kelompok kedua dipimpin oleh Sultan Hamid II (Pontianak) dan dr. T. Mansur (Sumatera
Timur) yang bekerja sama dengan Belanda tetap dipertahankan BFO.
Ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II-nya, pertentangan antara dua kubu ini kian
sengit. Dalam sidang-sidang BFO selanjutnya kerap terjadi konfrontasi antara Anak Agung
dengan Sultan Hamid II. Di kemudian hari, Sultan Hamid II ternyata bekerjasama dengan APRA
Westerling mempersiapkan pemberontakan terhadap pemerintah RIS.
Namun selain pergolakan yang mengarah pada perpecahan, pergolakan bernuansa positif
bagi persatuan bangsa juga terjadi. Hal ini terlihat ketika negara-negara bagian yang
keberadaanya ingin dipertahankan setelah KMB, harus berhadapan dengan tuntutan rakyat yang
ingin agar negara-negara bagian tersebut bergabung ke RI.
Potensi disintegrasi bangsa pada masa kini bisa saja benar-benar terjadi bila bangsa Indonesia
tidak menyadari adanya potensi semacam itu. Karena itulah kita harus selalu waspada dan terus
melakukan upaya untuk menguatkan persatuan bangsa Indonesia. Sejarah Indonesia telah
menunjukkan bahwa proses disintegrasi sangat merugikan. Antara tahun 1948-1965 saja, gejolak
yang timbul karena persoalan ideologi, kepentingan atau berkait dengan system pemerintahan,
telah berakibat pada banyaknya kerugian fisik, materi mental dan tenaga bangsa.
Konflik dan pergolakan yang berlangsung diantara bangsa Indonesia bahkan bukan saja
bersifat internal, melainkan juga berpotensi ikut campurnya bangsa asing pada kepentingan
nasional bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi disintegrasi yang sudah terjadi terulang,
sebagai generasi muda bangsa ini haruslah berjuang dengan cara mengisi kemerdekaan.

Anda mungkin juga menyukai