Anda di halaman 1dari 8

APLIKASI BIOSTATISTIKA DALAM FENOMENA PENYAKIT GAGAL

GINJAL PADA ANAK

Tugas Ini Disusun


Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Biostatistik

Disusun Oleh Kelompok 1 :


1. Akbar Tito (1420122143) 7. TamzizAmarulloh S (1420122065)
2. Ali Hamzah (1420122181) 8. Yesi Martiana (1420122180)
3. Dede Rohmayati (1420122178) 9. Sinta Latifatu R (1420122023)
10. Rizcky Aldian T.P (1420122131)
4. Dwi Widyawati (1420122130) 11. Resty Dwi O (1420122179)
12. Ipan Mulyana (1420122161)
5. Eris Destiani (1420122151) 13. Ayu Nur Wahidah (1420122055)
6. Ginanjar Rianto I (1420122173) 14. Juan Rido P (1420122032)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN LANJUTAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS GALUH 2022/2022

A. PRESENTASI FENOMENA
Kasus Gangguan Ginjal Akut di 27 Provinsi. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat
terdapat 269 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (Acute Kidney Injury/AKI) hingga 26
Oktober 2022. Ratusan kasus itu tersebar di 27 provinsi di Indonesia. DKI Jakarta memiliki
kasus paling banyak 57 kasus, Jawa Barat 38 kasus, disusul Aceh (30 kasus), Jawa Timur (25
kasus), Sumatera Barat (19 kasus), dan Bali (15 kasus), ujar Juru Bicara Kemenkes Mohammad
Syahril dalam konferensi pers, Kamis (27/10).Rinciannya, sebanyak 157 kasus meninggal dunia
atau mencapai 58% dari total kasus. Disusul oleh yang dirawat 73 kasus dan sembuh 39
kasus.Berikut sebaran kasus gangguan ginjal akut di Indonesia per 26 Oktober 2022:
1. DKI Jakarta: 57 kasus
2. Jawa Barat: 36 kasus
3. Aceh: 30 kasus
4. Jawa Timur: 25 kasus
5. Sumatera Barat: 19 kasus
6. Bali: 15 kasus
7. Banten: 15 kasus
8. Sumatera Utara: 14 kasus
9. Sulawesi Selatan: 12 kasus
10. DI Yogyakarta: 6 kasus
11. Nusa Tenggara Timur: 5 kasus
12. Kepulauan Riau: 4 kasus
13. Sumatera Selatan: 4 kasus
14. Jawa Tengah: 4 kasus
15. Lampung: 3 kasus
16. Sulawesi Tenggara: 3 kasus
17. Jambi: 3 kasus
18. Kalimantan Utara: 3 kasus
19. Kalimantan Selatan: 2 kasus
20. Kalimantan Tengah: 2 kasus
21. Sulawesi Utara: 1 kasus
22. Kepulauan Bangka Belitung: 1 kasus
23. Nusa Tenggara Barat: 1 kasus
24. Bengkulu: 1 kasus
25. Papua: 1 kasus
26. Gorontalo: 1 kasus
27. Kalimantan Timur: 1 kasus
Sumber :
Kementerian
Kesehatan
(Kemenkes), 27
Oktober 2022

Mayoritas
kasus ini
mengalami gejala
anuria atau tidak
mengeluarkan air
urine sama sekali,
yaitu sebanyak 143
kasus (53% dari
total kasus). Lalu
dilanjutkan dengan
gejala oliguria atau
mengeluarkan air
urine sedikit
sebanyak 58 kasus
(22%), dan tidak
anuria ataupun
oliguria sebanyak
68 kasus (25%).
Kalau sudah terjadi
anuria atau tidak
bisa buang air
kecil, maka sudah
masuk ke stadium
ketiga, stadium berat," ujar Syahril.Selain itu, menurut Syahril, gejala prodromal atau gejala
yang diikuti selain produksi air urine menurun juga harus diperhatikan. Gejala yang biasa
muncul pada kasus ini di antaranya berupa demam, turunnya nafsu makan, mual, muntah, diare,
hingga gangguan saluran pernapasan.(Baca: Sebanyak 141 dari 245 Kasus Gangguan Ginjal
Akut Meninggal Dunia)

Gejala Kasus Presentase


Anuria/tidak mengeluarkan 143 kasus 53%
urin
Oliguria/mengelurkan urin 58 kasus 22%
sedikit
Tidak anuria/oliguria 68 kasus 25%

B. PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DI BIDANG PELAYANAN KESEHATAN


UNTUK PENYAKIT GAGAL GINJAL PADA ANAK

Jakarta, 17 Oktober 2022

Kementerian Kesehatan melalui Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan menerbitkan Tata


Laksana dan Managemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (Atypical Progressive
Acute Kidney Injury) Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan melalui SuratKeputusan
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02./2/I/3305/2022.

Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Tentang Tata Laksana dan Menejemen Klinis
Atypical Progressive Acute Kidney Injury
Surat Keputusan yang diterbitkan pada tanggal 28 September 2022 tersebut, bertujuan untuk
meningkatkan kewaspadaan dini sekaligus sebagai acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan
dalam memberikan penanganan medis kepada pasien gagal ginjal akut.

“Gagal Ginjal Akut pada Anak ini telah terjadi pada awal tahun 2022, namun baru mengalami
peningkatan pada September. Sejumlah antisipasi telah kita lakukan termasuk melakukan
fasilitasi dengan menyusun pedoman penatalaksanaan Gagal Ginjal Akut pada Anak,” ungkap
Plt. Direktur Pelayanan Kesenatan Rujukan dr. Yanti Herman, MH. Kes.

Lebih lanjut, dr. Yanti menjelaskan bahwa secara keseluruhan pedoman tersebut memuat
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lain dalam
melakukan penanganan terhadap Pasien Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal sesuai dengan
indikasi medis.

Dimulai dari diagnosis klinis. Penegakan diagnosis untuk penyakit gagal ginjal akut pada anak
diawali dengan mengamati gejala dan tanda klinis yang dialami pasien, salah satunya terjadi
penurunan jumlah BAK (oliguria) atau tidak ada sama sekali BAK (anuria).

“Penurunan cepat dan tiba-tiba pada fungsi filtrasi/penyaringan ginjal. Biasanya ditandai
peningkatan konsentrasi kreatinin serum atau azotemia dan/atau penurunan sampai tidak ada
sama sekali produksi urine,” kata dr. Yanti.

Gagal Ginjal Akut diketahui menyerang anak dengan di rentang usia 6 bulan-18 tahun, paling
banyak terjadi pada balita. Dengan gejala awalnya berupa infeksi saluran cerna dan gejala ISPA,
gejala khas adalah jumlah air seni yang semakin berkurang bahkan tidak bisa BAK sama sekali.
Pada kondisi seperti sudah fase lanjut dan harus segera dibawa ke Faskes seperti RS.
Untuk itu, bagi orang tua yang memiliki gejala seperti diatas terutama pada rentang usia tersebut,
diminta lebih waspada dengan aktif melakukan pemantauan tanda bahaya umum serta
pemantauan jumlah dan warna urin (pekat atau kecoklatan) di rumah, pastikan anak
mendapatkan cairan yang cukup dengan minum air.

“Bila anak mengalami gejala dan tanda disertai dengan volume urine berkurang atau tidak ada
urine selama 6-8 jam (saat siang hari), segera bawa anak anda ke fasilitas pelayanan kesehatan
terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut,” ujar dr. Yanti.

Saat di rumah sakit, Kemenkes merekomendasikan agar pemeriksaan berlanjut pada fungsi ginjal
(turun, kreatinin). Kalau fungsi ginjal meningkat, selanjutnya dilakukan pemeriksaan lanjutan
untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi.

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan positif gagal ginjal akut, selanjutnya pasien akan dilakukan
perawatan di ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU)/Pediatric Intensive Care Unit
(PICU) sesuai indikasi.

Selama proses perawatan, fasyankes akan memberikan obat dan terus memonitoring kondisi
pasien yang meliputi volume balance cairan dan diuresis selama perawatan, kesadaran, napas
kusmaull, tekanan darah, serta pemeriksaan kreatinin serial per 12 jam.

“Selama proses perawatan pasien Gagal Ginjal Akut akan diberikan Intravena Immunoglobulin
(IVIG). Sebelum diberikan, Rumah Sakit harus mengajukan permohonan kepada Direktorat
Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan,” jelas dr. Yanti.

Menurut laporan IDAI, jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak terus meningkat sejak Agustus
lalu. Puncaknya terjadi pada September dengan 78 kasus. Meskipun demikian, pihaknya
meminta masyarakat untuk tetap tenang, selalu hati-hati dan waspada.

Karena Kemenkes secara aktif terus melakukan pemantauan dan pelacakan kasus di masyarakat
guan menemukan kasus gagal ginjal akut sedini mungkin. Salah satunya dengan melaporan
penyakit gagal ginjal akut pada anak maupun penyakit menular lainnya melalui Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon Event Baeed Surveillance (SKDREBS)/ Surveilans Berbasis
Kejadian (SBK) di https://skdr.surveilans.org dalam waktu kurang dari 24 jam.

Apabila fasyankes tidak memiliki akun SKDR, bisa melaporkan ke Dinkes dengan mengisi
Formulir Penyelidikan Epidemologi (PE) yang dapat diunduh di https://skdr/surveilans.org dan
mengirimkannya ke PHEOC melalui nomor WhatsApp 087777591097 atau email
poskoklb@yahoo.com atau pheoc.indonesia@gmail.com

“Pelaporan ini berlaku untuk semua penyakit yang berpotensi terjadi KLB, kami harapkan
Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan terkait bisa melaporkan secepatnya,” harap dr. Yanti.

Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan
Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor
hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021)
5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (MF)

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik

dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid

Anda mungkin juga menyukai