Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN KONSEP DIRI DAN EFIKASI KARIR PADA

REMAJA AKHIR LAKI-LAKI PENYANDANG DISABILITAS

Adeline, Penny Handayani, Irwanto1


Fakultas Psikologi, UNIKA Atma Jaya, Jakarta, Indonesia

Abstract: Bekerja dan memiliki karir adalah bagian dari perkembangan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan hidup, termasuk penyandang disabilitas. Memilih karir bukan hal yang
mudah karena menyangkut kemandirian seorang individu dan masa depan terlebih lagi pada
penyandang disabilitas mereka memiliki hambatan dan perlakuan diskriminatif. Efikasi karir
merupakan kepercayaan seorang individu mengenai kemampuannya sehubungan dengan
pembuatan keputusan dalam karir. Salah satu hal yang mempengaruhi karir adalah konsep diri.
Konsep diridapat diaplikasikan dalam pemilihan karir agar seseorang dapat memilih karir yang
sesuai dengan dirinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil perhitungan
menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara konsep diri dan efikasi karir pada
remaja laki-laki penyandang disabilitas. Ini berarti bahwa, penyandng disabilitas yang
menghendaki bekerja juga harus memilih jenis pekerjaan mereka sesuai dengan apa yang mampu
mereka lakukan dan mereka inginkan.

Keywords: konsep diri, efikasi karir, remaja akhir laki-laki, disabilitas.

1
Komunikasiditujukankepada Prof. Irwanto, Ph.D. melalui e-mail: irwanto_i@yahoo.com

21
1. Pendahuluan
Bekerja dan meniti karir adalah bagian
yang tidak terpisahkan dalam tugas-tugas Memperoleh pekerjaan yang sesuai
perkembangan manusia, termasuk orang yang dengan kemampuan seseorang yang mengalami
hidup dengan disabilitas.Di Indonesia disabilitas adalah persoalan yang sangat
diperkirakan 11% penduduknya mengalami dilematis karena adanya stigma dan
disabilitas (Roskesdas 2013). Secara umum, hal diskriminasi di masyarakat. Menurut survei
ini berarti bahwa Indonesia adalah rumah bagi Pusat Demografi Universitas Indonesia,
sekitar 27 juta penduduk yang mengalami seseorang yang mempunyai diabilitas ringan
disabilitas. Jumlah ini sedikit di bawah estimasi hanya mempunyai kesempatan 65% dibanding
WHO (2011) yaitu 15% dari penduduk dunia. rekannya yang tidak mengalami disabilitas.
Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar Mereka yang mempunyai disabilitas berat
(Riskesdas, 2013) jumlah individu yang hanya mempunyai kesempatan 10% - jauh dari
mengalami disabilitas di Indonesia ditinjau dari harapan Konvensi PBB mengenai Hak-hak
berbagai hambatan yang dialami oleh Orang Dengan Disabilitas (CRPD) yang telah
penyandang disabilitas, maka diperoleh diratifikasi oleh pemerintah RI melalui UU No.
gambaran seperti dalam Tabel 1 berikut ini: 19 Tahun 2011 yang mewajibkan negara
menjamin hak bekerja dai semua orang dengan
Tabel 01: Populasi penyandang disabilitas disabilitas. Oleh karena itu, keadaan dengan
(Riskesdas, 2013) berdasarkan domain impairment disabilitas selalu dekat dengan kebidihan dan
kemiskinan (Adioetomo, Mont, Irwanto, 2014;
Domain Sedan Berat Sangat Irwanto, Kasim, Fransiska, Lusli, & Okta,
g berat 2010; Trani & Loeb, 2011; WHO, 2011).
Kognisi 2.70 1.23 0.33 Penelitian ini mencoba untuk memahami
Mobilitas 3.00 2.65 0.75 aspirasi remaja yang mengalami disabilitas
Rawat Diri 1.05 0.45 0.20 dalam bekerja dan mengembangkan karir atas
Mempertahanka 1.65 0.55 0.20 dukungan dari orangtua
n persahabatan proses pengambilan keputusan dalam karir.
Kegiatan sehari- 2.35 1.25 0.40 Tahap eksplorasi sendiri berlangsung pada usia
hari 15 sampai 24 tahun (Seligman, 1994).
Partisipasi 2.20 1.20 0.40 Konsep diri atau self-conceptmerupakan
PREVALENSI 11 % (NASIONAL) salah satu faktor yang mempengaruhi seorang
DISABILITAS individu dalam perkembangan karirnya.
mereka. Ahli psikologi perkembangan Menurut Super (dalam Craig, 1999),konsep
Havighusrt (Ali & Asori, 2004) mengatakan diridiaplikasikan dalam pemilihan karir
bahwa salah satu tugas remaja adalah memilih sehingga seseorang dapat mencari karir yang
dan menyiapkan lapangan pekerjaan. Menurut sesuai dengan citra diri mereka sehingga
Pandia (2007), karir harus direncanakan dengan diharapkan seseorang dapat mencapai
baik sehingga seluruh potensinya diharapkan aktualisasi diri. Konsep diriadalah domain yang
dapat berkembang dengan optimal hingga spesifik mengenai evaluasi diri (Santrock,
tumbuh keyakinan terhadap kemampuan untuk 2009). Melalui evaluasi dirinya terhadap aspek-
melakukan tugas-tugas yang berhubungan aspek konsep diriini, seorang remaja dapat
dengan aspirasinya. Pada usia remaja akhir, memahami kelebihan dan kekurangannya
para remaja diharapkan sudah memiliki dalam setiap aspek dalam pribadinya sehingga
gambaran yang jelas mengenai jenjang karir membantu mereka untuk mengenal diri mereka.
yang akan digeluti (Pandia dalam Nurrachman, Konsep diri pada masa remaja, dimulai
et al, 2011). dengan melihat diri mereka dari perspektif
Menurut Super (1980) dalam tahapan orang lain sehingga pada tahap ini akan terjadi
perkembangan karir, terdapat tahap eksplorasi. kebingungan terhadap diri sendiri. Pada masa
Tahap eksplorasi adalah tahapan di mana remaja, konsep diriyang sudah terbentuk akan
seorang individu mencoba untuk memahami dipertanyakan kembali. Gunarsa (1991)
diri mereka dan mencari tempat mereka di mengatakan bahwa pada akhir masa remaja,
dalam dunia kerja (Greenhaus & Callanan, proses evaluasi telah berakhir, dan konsep diri
2006). Menurut Luzzo dan Severy (2009), ia harapkan dan lebih stabil diharapkan sudah
tahap eksplorasi dikatakan sebagai pusat dari terbentuk.

22
Seperti remaja pada umumnya, para multidimensional, terorganisir secara hirarki,
remaja penyandang disabilitas berproses dalam dan menjadi berbeda sesuai umur (Marsh,
membentukkonsep dirinya.Konsep diri Byrne, & Shavelson, 1988). Konsep diri dapat
memiliki banyak aspek yang dievaluasi seperti dibagi menjadi dua komponen yaitu konsep diri
penampilan atau fisik, penerimaan sosial dan akademik dan konsep diri non-akademik. Pada
lainnya. Konsep diri biasanya menjadi stabil komponen ini terbagi menjadi domain yang
pada masa remaja, tetapi hal ini berbeda dengan lebih spesifik. Konsep diri akademik terdiri dari
remaja yang disabilitas (Ittyerah & Kumar, Verbal (Bahasa Inggris dan membaca),
2007). Keterbatasan (impairment) atau Matematika, dan kemampuan akademik lainnya
kemampuan mereka menjadi tumpuan untuk secara umum. Untuk konsep diri non-akademik
membangun konsep diri, definisi dirinya, terdiri dari penampilan fisik, harga diri secara
melalui perbandingan sosial dalam kelompok umum, kejujuran/kepercayaan, kemampuan
acuannya (Orange, 1997).Karena lingkungan fisik, kestabilan emosi, hubungan dengan
dan sebaya yang lebih melihat keterbatasan orangtua, hubungan dengan sesama jenis,
dibanding kemampuannya, maka anak dengan hubungan dengan lawan jenis, agama/nilai
disabilitas cenderung memiliki konsep diriyang spiritual, pemecahan masalah. Dalam penelitian
secara signifikan lebih negatif daripada anak ini, konsep diri non akademiklah yang
yang tidak mengalami disabilitas (Meissner & digunakan walau persepsi atas kemampuan
Thoreson, 1967; Irwanto dkk., 2010). akademik secara umum juga ditanyakan.
Pada penyandang tunawicara,
kesulitandalam berbicara menyebabkan 2.2. Efikasi karir
konsekuensi negatif dalam relasi interpersonal Efikasi karir merupakan penerapan dari
dan perkembangan konsep diri mereka teori self-efficacy yang disusun oleh Bandura
(Mangunsong, 2009). Konsep diri negatif juga berkaitan dengan teori mengenai
dialami oleh remaja penyandang tunadaksa. pengembangan karir oleh Hacket dan Betz pada
Vernon (1993) mengatakan bahwa remaja yang tahun 1983. Taylor dan Betz (1983)
disabilitas fisik cenderung melihat diri mereka mendefinisikan efikasi karir sebagai keyakinan
sebagai suatu kegagalan, mereka akan individu mengenai kemampuannya dalam
mempunyai pikiran yang negatif tentang diri melakukan tugas-tugas-tugas yang berhubungan
mereka, merasa ketergantungan dengan orang keputusannya memilih karir tertentu. Definisi
tua dan orang lain, dan kemungkinan efikasi karir juga diungkapkan oleh
mempunyai kesulitan dalam kemampuan Bozegeyikli, Banali, Dogan (2009). Mereka
sosialisasi. Beberapa penelitian mendefinisikan efikasi karir sebagai
mengungkapkan mengenai konsep diriyang kepercayaan seseorang bahwa ia dapat secara
rendah pada penyandang tunarungu. Dugan sukses dapat melakukan tugas yang
(2003)mengatakan bahwa konsep diriyang berhubungan terhadap proses pembuatan
rendah pada anak tunarungu dikarenakan keputusan dalam karir. Pada efikasi karir,
kepercayaan mereka bahwa orang lain memiliki terdapat dimensi-dimensi yang mempengaruhi
perasaan dan pikiran negatif yang melawan dan dilandasi dari teori yang disusun oleh Crites
mereka, walaupun sebenarnya tidak ada. Pada (1971) mengenai kematangan karir. Dimensi-
tunanetra, juga ditemukan konsep diri yang dimensi tersebut adalah Self Appraisal
rendah. Hal ini didukung oleh penelitian dari (Penilaian Diri), Occupational Information
Mishra (2013), serta Mishra dan Singh (2013) (Informasi Pekerjaan), Goal Selection
yang menemukan konsep diriremaja (Penetapan Tujuan), Planning (Perencanaan),
penyandang tunanetra lebih rendah. Problem Solving (Penyelesaian Masalah)

2. Landasan Teoretik dan Pustaka 2.3. Remaja akhir


2.1. Konsep diri Remaja difahami sebagai periode
Shavelson, Hubner, dan Stanton (1976) perkembangan transisi dari masa kanak-kanak
mendefinisikan konsep diri secara luas sebagai menuju ke masa dewasa awal yang melibatkan
persepsi seseorang terhadap dirinya. Persepsi perubahan biologis, kognitif, dan
ini terbentuk melalui pengalamannya dengan sosioemosional (Santrock, 2003). Batasan usia
lingkungannya dan dipengaruhi khususnya oleh remaja akhir bermacam-macam. Cobb (2001)
penguatan dari lingkungan dan orang lain. mengatakan bahwa batasan usia remaja akhir
Konsep diri seseorang merupakan adalah 16 sampai 19 tahun. Hal ini berbeda

23
dengan rentang usia remaja di Indonesia yang orang lain disekitarnya. Berbeda dengan
diungkapkan oleh Sarwono (2006) bahwa pandangan klasik yang menekankan pada
rentang usia remaja Indonesia adalah 11-24 “disability” seseorang (disebut wacana
tahun. Salah satu tugas perkembangan disablement), konvensi PBB yang baru
remajamenurut Havighurst (dalam Ali & menyerukan perubahan paradigma untuk
Asrori, 2004) adalah mempersiapkan diri untuk melihat pada kemampuan manusia (disebut
suatu karir dan mencoba mandiri dalam hal wacana “enablement”) dan bersama-sama
pengelolaan keuangan pribadi. Pada usia menghilangkan hambatan yang ada, baik fisik
remaja, minat dalam pemilihan dan maupun sikap dan pandangan orang di
mempersiapkan pekerjaan sudah muncul. sekitarnya (Adioetomo, dkk., 2014; Irwanto
Secara fisik, ukuran dan kekuatan badan remaja dkk., 2010).
sudah cukup kuat dan tangkas untuk memiliki Sampai hari ini, kita tidak mempunyai
dan menyiapkan diri untuk bekerja.Secara data mengenai prevalensi anak dan remaja
spesifik terdapat perbedaan antara remaja laki- secara spesifik. Karena metodologi survei yang
laki dan remaja perempuan. Secara gender, rumit, maka populasi anak dan remaja sering
remaja laki-laki dituntut untuk maskulin. tidak diikutsertakan (Adioetomo, dkk., 2014).
Akibat dari dituntut untuk maskulin, mereka Oleh karena itu, jika anak dan remaja (0-18
akan memilih bekerja dibandingkan dengan tahun) adalah 30% dari populasi, estimasi
aspek hubungan dalam hidup (Rice & Dolgin, terdekat adalah bahwa Indonesia memiliki
2008). Perbedaan ini memiliki kaitan dengan sekitar 9 juta anak dan remaja yang mengalami
perbedaan peran. Budiman (1982) menyatakan disabilitas. Kondisi mereka, terutama yang
perbedaan peran menyebabkan laki-laki dapat mengalami disabilitas serius, sangat
lebih mengembangkan diri secara optimal, memprihatinkan. Banyak di antara mereka yang
karena laki-laki berkecimpung dalam tidak diakui oleh keluarga sehingga tidak
kehidupan di luar rumah. Berbeda dengan dimasukkan dalam Kartu Keluarga, tidak
wanita yang menyebabkan dunia wanita didaftarkan untuk memperoleh Akte Kelahiran,
memiliki batasan pada dunia keluarga. Begitu dan tidak diberikan akses untuk pendidikan.
pula pada konsep diriremaja laki-laki dan Banyak di antara mereka yang sekolah,
perempuan. Konsep diri laki-laki bersumber terutama di sekolah reguler, harus mengalami
pada keberhasilan pekerjaan, persaingan, dan berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan
kekuasaan sedangkan konsep diri wanita sehingga memutuskan untuk putus sekolah atau
bersumber pada keberhasilan tujuan pribadi, pindah ke sekolah luar biasa yang jumlahnya
citra fisik, dan keberhasilan dalam hubungan sangat terbatas dan cenderung lebih mahal.
keluarga (Pudjijogyanti, 1993). Pada usia remaja akhir (16-18 tahun),
kebanyakan akan berada di sekolah reguler atau
2.4. Remaja Penyandang Disabilitas tidak bersekolah lagi (Irwanto, dkk., 2010;
Disabilitas sering dipahami sebagai UNICEF, 2013).
adanya impairment atau kerusakan atau Responden dalam penelitian ini adalah
disfungsi pada fisik, intelektual atau mental penyandang disabilitas laki-laki dalam masa
seseorang yang menganggu atau menghambat remaja akhir karena pada remaja akhir mereka
fungsi sosialnya. Penyandang disabilitas dalam diharapkan sudah memiliki gambaran karir dan
sehari-hari masih sering disebut sebagai orang konsep diri yang sudah lebih terbentuk.
cacat, sering dianggap sebagai warga Rentang usia yang dipilih adalah 16-24 tahun.
masyarakat yang tidak produktif, tidak mampu Pembagian rentang usia ini berdasarkan batasan
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya usia remaja akhir oleh Cobb (2001) yaitu 16-19
sehingga hak-haknya pun diabaikan (Irwanto, tahun dan Sarwono (2006) yaitu 11-24 tahun.
dkk., 2010). Konvensi PBB mengenai Hak-hak 2.5. Konsep Diri dan Efikasi Karir
orang dengan disabilitas menjelaskan bahwa Teori yang membahas mengenai kaitan
disabilitas adalah sebuah konsep yang masih konsep diri dan karir adalah teori dari Super.
berkembang yang menjelaskan situasi orang Menurut Super (1960, 1969, 1990), pemilihan
yang mengalami hambatan dalam berpartisipasi karir dan perkembangannya merupakan proses
secara penuh dalam masyarakat karena adanya dari perkembangan dan implementasi dari
kondisi disfungsi atau impairment dalam konsep diri seseorang. Kehidupan dan kepuasan
dirinya, hambatan fisik (bangunan) di kerja menjadi hal yang bergantung pada apakah
lingkungan atau karena sikap dan pandangan seseorang mampu mengimplementasikan

24
konsep diri mereka melalui bekerja dan laki-laki penyandang disabilitas. Dengan
kegiatan lain. Super (dalam Craig & Don, 1999) keterbatasan yang mereka miliki, para remaja
menambahkan, konsep diri diaplikasikan dalam laki-laki penyandang disabilitas memiliki
pemilihan karir sehingga seseorang dapat perkembangan karir yang terbatas dan konsep
mencari karir yang sesuai dengan konsep diri diri yang berbeda dengan remaja yang tidak
mereka dan dengan mengembangkan karir yang mengalami disabilitas dikarenakan proses
sesuai dengan diri mereka diharapkan seseorang evaluasi diri yang berbeda.
dapat mencapai aktualisasi diri.
Terdapat lima tahapan perkembangan 3. Metode Penelitian
karir oleh Super (dalam Luzzo & Severy, 3.1. Jenis dan subyek penelitian
2009). Tahapan tersebut adalah growth Jenis penelitian dalam penelitian ini
(pertumbuhan), exploration (eksplorasi), adalah penelitian deskriptif korelasional.Dalam
establishment (pembentukan), disengagement penelitian kali ini, peneliti ingin melihat
(pelepasan). Tahapan ini berlangsung dari lahir hubungan konsep diridan efikasi karir pada
hingga masa dewasa akhir. Rentang usia remaja remaja akhir laki-laki penyandang disabilitas.
akhir berada pada tahap eksplorasi. Tahapan Dalam penelitian ini, kriteria subjek yang
eksplorasi merupakan pusatnya dari proses dipilih adalah remaja akhir yang berusia 16-24
membuat keputusan karir. Pada tahap tahun, berjenis kelamin laki-laki, penyandang
eksplorasi, ada tiga tahapan kecil yang akan disabilitas (tunarungu, tunadaksa, tunawicara,
dilalui oleh seorang individu. Tahapan pertama tunanetra), menjalani pendidikan. Sampel
adalah crystallizing (kristalisasi)dimana pada penelitian ini berjumlah 146 orang yang berasal
tahap ini muncul karir impian dan berlangsung dari SLB maupun pusat atau sumber belajar
pada usia 15-17 tahun. Pembuatan keputusan yang berada di daerah Jakarta, Bekasi,
karir yang efektif memerlukan angan-angan Cibinong.Sehubungan dengan kemampuan
mengenai karir di masa depan. Tahapan kedua inteligensi para penyandang tunagrahita,
adalah specifying (penentuan)dimana pada tunalaras, dan tunadaksa golongan D1 maka
tahap ini seseorang akan mulai mengerucutkan dari jenis ketunaan ini tidak termasuk dalam
pilihan karir yang akan dipilih. Tahapan ini penelitian. Seligman (1994) menyebutkan
berlangsung selama usia 18-21 tahun. Tahapan inteligensi merupakan salah satu faktor yang
terakhir adalah implementasi dimana pada mempengaruhi perkembangan karir seseorang
tahap ini seseorang akan mengimplementasikan karena berkaitan dengan faktor-faktor
karir yang dipilih. Tahapan ini berlangsung perkembangan karir seseorang.
pada usia 22-24 tahun.
Teori perkembangan karir lainnya yang 3.2. Instrumen penelitian
juga fokus pada konsep diri dikembangkan oleh Proses pengambilan data menggunakan
Gottfredson (1981, 1996). Ia mengungkapkan kuesioner yang disebut Self-description
bahwa perkembangan konsep diri merupakan Questionnaire IIIyang disusun oleh Herb
pusat dari proses perkembangan karir secara Marsh (1988). Alat ukur efikasi karir
keseluruhan (Leung, 1999). Osipow (1983) menggunakanCareer Decision Self-Efficacy
menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa Scale-Short Form (CDMSE-SF)yang disusun
gagasan konsep diri memainkan peranan oleh Karen M. Taylor dan Nancy E. Betz (Betz,
penting dalam pilihan pekerjaan. Hal ini juga Klein, & Taylor, 1996). Kuesioner terdiri dari
sejalan dengan pernyataan Pandia (dalam data pribadi, alat ukur konsep diri dan alat ukur
Nurrachman, dkk., 2011) yang mengatakan efikasi karir. Alat ukur ini sebelumnya
bahwa dalam perkembangan karir, konsep diri dimodifikasi agar sesuai dengan konteks
menjadi penting. Pilihan pekerjaan pendidikan dan disabilitas. Kedua alat tes
menggambarkan bagaimana seseorang tersebut telah diuji secara psikometrik. Pada
mengimplementasikan dan mengaktualisasikan alat tes konsep diri, didapat hasil item
konsep dirinya. Selain itu, seseorang juga harus berjumlah 40 buah dengan hasil analisis item
mampu membuat keputusan mengenai pilihan menggunakan item discrimination. 40 item
karir yang akan dipilih. Oleh karena itu, efikasi tersebut memiliki skor korelasi minimal sama
karir juga berperan dalam hal pengambilan atau lebih dari 0.3 dengan skor totalnya.
keputusan karir. Validitas menggunakan construct validity
Mengetahui konsep diri dan menentukan dengan batas skor validitas adalah 0.3 dimana
pilihan karir juga harus dilakukan pada remaja 40 item tersebut memiliki skor sama atau lebih

25
dari 0.3. Reliabilitas menggunakan teknik karir. Dengan hasil F (2, 143) = 24.156, p < .05,
Cronbach’s Alpha dengan batas 0.75. Dari hasil dimana hal ini menujukkan terdapat perbedaan
perhitungan didapatkan 0.972 dimana hal ini yang signifikan terhadap konsep diri pada
menunjukkan reliabilitas yang baik. Begitu pula remaja akhir laki-laki penyandang tunarungu,
dengan alat ukur efikasi karir dimana tunadaksa, dan tunanetra. Dengan kata lain,
digunakan teknik yang sama. Alat ukur efikasi Remaja tunadaksa memiliki citra diri dan
karir berjumlah 18 item dimana 18 item ini perasaan mampu yang lebih tinggi di banding
memiliki skor korelasi minimal sama atau lebih rekan-rekannya yang Tunanetra maupun
dari 0.3 begitu pula dengan skor validitas sama Tunarungu.
atau lebih dari 0.3. Reliabilitas didapatkan skor
0.945 sehingga reliabilitas alat ukur efikasi 4.2. Uji Hubungan
karir juga termasuk baik.Kuesioner diisi oleh Hasil pengujian korelasi menunjukkan
subjek. Setelah mendapatkan data, data adanya hubungan yang signfikan antara konsep
dianalisis menggunakan teknik pearson product diridan efikasi karir pada remaja akhir laki-laki
moment correlation. penyandang disabilitas. Hasil menunjukkan r =
+0.541, n = 146, p <0.01, two tailed. Hal ini
4. Analisis data dan hasil penelitian menujukkan bahwa H0ditolak, sehingga
4.1. Gambaran Deskriptif Konsep Diri terdapat hubungan positif yang signifikan
antara konsep diri dan efikasi karir pada remaja
Tabel 02: Gambaran Deskriptif akhir laki-laki penyandang disabilitas. Hal ini
Konsep Diri menunjukkan semakin positif konsep diri
seorang remaja akhir laki-laki penyandang
Jenis Disabilitas N Mean disabilitas, maka akan semakin tinggi pula
efikasi kariernya. Begitu pula dengan
Tunarungu 50 114.82
sebaliknya, semakin negatif konsep diri seorang
Tunanetra 46 118.76 remaja akhir laki-laki penyandang disabilitas,
Tunadaksa 50 131.96 maka semakin rendah pula efikasi kariernya.

Peneliti melakukan analisa deskriptif 4.3. Analisa Tambahan


konsep diri pada subjek dengan hasil yang Pada analisis tambahan ini, sebelum
diuraikan sebagai berikut. Nilai rata-rata konsep peneliti melakukan perhitungan, peneliti
diri tunadaksa tertinggi dibandingkan dengan menggunakan metode mode substitution.
jenis ketunaan lainnya. Dari gambaran ini Metode mode imputation digunakan untuk
peneliti mencoba menganalisa perbedaan mengisi missing data. Metode mode imputation
konsep diri dengan hasil F (2, 143) = 19.283, p digunakan untuk mengisi missing data dengan
< .05. Hasil ini menujukkan bahwa terdapat variabel yang bersifat kualitatif (Silva-Ramirez,
perbedaan yang signifikan terhadap konsep Pino-Mejías, López-Coello, Cubiles-de-la-vega,
diripada remaja akhir laki-laki penyandang 2011). Data deskriptif didapat sebagai berikut:
tunarungu, tunadaksa, dan tunanetra.
Analisis deskriptif juga dilakukan pada Tabel 04: Gambaran Deskriptif Pendapatan
efikasi karir dengan hasil sebagai berikut. Orangtua

Tabel 03: Gambaran Deskriptif Pendapatan N Mean


Efikasi Karier ≤ Rp 2.500.000 108 61.46
Jenis Disabilitas N Mean Rp 2.500.000-Rp 28 61.25
5.000.000
Tunarungu 50 54.38
Tunanetra 46 61.72 ≥ Rp 5.000.000 10 62.50
Tunadaksa 50 68.40
Hasil menunjukkan bahwa efikasi karir Uji perbedaan didapat dengan hasil F (2,
penyandang tunadaksa tertinggi dibandingkan 143) = 0.44, p > .05. Hasil ini menunjukkan
penyandang tunarungu dan tunanetra. Uji beda bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
juga dilakukan untuk melihat perbedaan efikasi antara pendapatan orang tua dengan efikasi

26
karir pada remaja akhir laki-laki disabilitas Daftar Pustaka
yang pendapatan orangtuanya ≥ Rp 5.000.000,
Rp 2.500.000-Rp 5.000.000, ≤ Rp 2.500.000. Adioetomo, S.M., Mont, D., & Irwanto (2014).
Persons with Disabilities in Indonesia:
5. Kesimpulan dan Saran Empirical Facts and Implications for
Penelitian sederhana ini menunjukkan Social Protection Policies, Jakarta,
bahwa jika anak dengan disabilitas dididik atau Indonesia, Demographic Institute,
didukung oleh lingkungannya (sekolah) untuk Faculty of Economics, University of
memiliki citra diri yang positif, maka mereka Indonesia in collaboration with Tim
akan berani bercita-cita untuk mengembangkan Nasional Percepatan Penanggulangan
karir tertentu karena merasa mampu mencapai Kemiskinan (TNP2K).
cita-cita tersebut. Hubungan antara konsep diri Ali, M. & Asrori, M. (2004). Psikologi Remaja;
dengan efikasi karir ini tidak dipengruhi oleh Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
tingkat pendapatan orangtua. Bumi Aksara.
Dalam penelitian ini juga ditemukan Betz, N. E., Klein, K. L., & Taylor, K. M.
bahwa secara rata-rata Remaja Tunadaksa (1996). Evaluation of a short form of the
mempunyai konsep diri yang lebih positif Career Decision-Making Self-Efficacy
dibanding rekan-rekannya yang Tunanetra dan Scale. Journal of Career Assessment, 4,
Tunarungu. Ini mungkin disebabkan 47-57
karena kedua ketunaan ini memberikan Bozgeyikli, H., Bacanli, F. & Dogan, H. (2009).
tantangan yang lebih berat dalam penerimaan Examination of 8th
diri dan dalam komunikasi dengan orang-orang grade elementary school students’ career
di sekitarnya. decision making self-efficacy predictors.
Penting untuk dicatat bahwa remaja yang [Versi Elektronik]. Selçuk
menjadi subyek dalam penelitian ini ÜniversitesiSosyalBilimlerEnstitüsüDerg
kebanyakan masih sekolah atau sedang isi, 21, 125-136.
mengikuti pelatihan. Mereka secara umum akan Budiman, A. (1982) Pembagian Kerja Secara
memiliki citra diri yang lebih positif dibanding Seksual: Sebuah Pembahasan Sosiologis
mereka yang sudah tidak berada di sekolah dan tentang Peran Wanita di dalam
mungkin tidak bekerja. Di sekolah maupun di Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia.
tempat pelatihan mereka memang diajar untuk Brown & L. Brooks (eds.), Career choice
percaya diri dan memiliki kemampuan yang and development: Applying
dapat bersaing dengan siapapun. Sayang sekali contemporary approaches to practice
bahwa wahana pelatihan dan pendidikan untuk
(3rd ed., pp-179-232) San Fransisco:
anak-anak dan remaja yang mengalami
disabilitas tidak selalu tersedia – terutama di
Jossey-Bass
kota kabupaten, apalagi di desa. Cobb, N. J. (2001). Adolescence:
Sesuai dengan slogan UNICEF (2008) Continuity, change, and diversity.
“Its about Ability” dan wacana “enablement”, (Ed. ke-4).London: Mayfield
adalah sangat penting untuk membuka wacana Publishing Company.
seluas-luasnya mengenai “kemampuan” bukan Craig, G. J. & Don. B. (1999). Human
“kecacatan” sebagai pendorong kebijakan development. (Ed. ke-8). New Jersey:
publik (Irwanto, 2013). Prentice Hall.
Saran yang sama juga berlaku bagi Crites, J. O. (1971) The maturity of
lembaga pendidikan seperti SLB untuk
vocational attitudes in adolescence.
menekankan dalam kurikulum pendidikan
mengenai pengembangan kemampuan seluas- Washington, DC: American
luasnya baik di bidang vokasional, Personnel and Guidance Association.
keterampilan diri (sosial) – khususnya Dugan. M. (2003). Living with hearing loss.
komunikasi. Dalam kegiatan vokasional, dapat Washington: Gallaudet University
diberikan pilihan yang lebih beragam, press.
bimbingan karir, dan juga memaparkan para Gottfredson, L. S. (1981) Circumscription
remaja penyandang disabilitas dengan and compromise: A development
pekerjaan-pekerjaan lainnya. theory og occupational aspirations

27
[Monograph]. Journal of Counseling Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan
Psychology, 28, 545-579. Pendidikan Anak Berkebutuhan
Gottfredson, L. S. (1996). Gottfredson’s Khusus (Jilid Kesatu). Depok: LPSP3
theory of circumscription and UI.
compromise. Brown, D. & Brooks, L. Meissner, A. L. & Thoreson, R. W. (1967).
(Ed. 3). Career choice and Relation of self-concept to impact and
development. (hlm 179-232). CA: obviousness of disability among male
Jossey-Bass. and female adolescents. [Versi
Greenhaus, J. H. & Callanan, J. H. (2006). Elektronik]. Perceptual and Motor
Encyclopedia of career development. Skills, 24, 1099-1105.
(Jilid Kesatu). USA: Sage. Mishra, V. (2013). A study of self-concept
Gunarsa, Y. S. D. & Gunarsa, S. D. (1991). in relation to ego-strength of sighted
Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung and visually impaired students. [Versi
Mulia. Elektronik]. International Journal on
Leung, S. A. (1999). Quality education: A New Trends in Education and Their
career development and self-concept Implications. 4(1), 203-207.
approach. [Versi Elektronik]. Hong Mishra, V. & Singh, A. (2012). A
Kong: The Chinese University of comparative study of self-concept and
Hong Kong. self-confidence of sighted and
Luzzo, D. A. & Severy, L. E. (2009). visually impaired children. [Versi
Making Career Decisions That Elektronik]. EXCEL International
Count: A practical guide. (Ed. ke-3). Journal of Multidisciplinary
New Jersey: Prentice Hall. Management Studies. 2(2), 148-157.
Irwanto, Kasim, E.R., Fransiska, A., Lusli, Nurrachman, N., Shanti, T. I., Pandia, W. S.
M., & Siradj, O.(2011). The situation S., Suci, E. S. T., Hidajat, L. L.,
of persons with disabilities in Sukmaningrum, E., Partasari, W. D.,
Indonesia: a desk review. Jakarta: Windyaningsih, M. M. T. W. D.,
Puska Disabilitas, FISIP-UI, and Wibawa D. S. (2011). Psikologi
AusAid. Perempuan: Pendekatan Kontekstual
Irwanto, Supriyanto, E., Julianto, M.J., Indonesia. Yogyakarta: Pohon
Wirya, E., Sagita, C. (2012). Cahaya.
Investing in ability: Rapid assessment Orange, L. M. (1997). Skills development
of living conditions of persons with for multicultural rehabilitation
disabilities in Sukoharjo District, counseling: a quality of life
Central Java –focusing on access to perspective. Diunduh pada tanggal 12
social protection. Manuscript for the Februari 2015 dari
Ministry of National Developmentand www.dinf.ne.jp/doc/english/Us_Eu/a
GIZ. da_e/pres_com/pres-dd/orange.html
Ittreyah, M. & Kumar, N. (2007). The Osipow, S. H. (1983). Theories of career
actual and ideal self-concept in development (Ed. ke-3) Englewood
disabled children, adolescents, and Cliffs, NJ: Prentice Hall.
adults. Psychology and Developing Pandia, W. S. S. (2007). Status Identitas
Societies, 19(1), 81-112. Ego, Orientasi Karier, dan Aspirasi
Marsh, H. W., Byrne, B. M, & Shavelson, Karier Remaja Perempuan. [Versi
R. (1988). A multifaceted academic Elektronik]. Jurnal Psikologi, 20(2),
self-concept: Its hierarchical structure 29-46.
and its relation to academic Penyajian Pokok-pokok Hasil Riset
achievement. Journal of Educational Kesehatan Dasar 2013. Jakarta:
Psychological, 80, 363-380. Badan Litbang Kemenkes RI.
Diunduh dari

28
www.litbang.depkes.go.id choice and development: Applying
Pudjijogyanti, C. R. (1993). Konsep Diri contemporary approaches to practice
Dalam Pendidikan. Jakarta: Arcan. (pp. 192-239). San Fransisco: Jossey-
Rice, F. P. & Dolgin, K. G. (2008) The Bass.
adolescent: development, Super, D. E., & Overstreet, P. L. (1960).
relationships, and culture. (Ed. ke- The vocational maturity of ninth-
12) Boston: Pearson grade boys. New York: Teachers
Santrock, J. W. (2009). Life-span College Press.
development.(Ed. ke-12)New York: Taylor, K.M. & Betz, N.E. (1983).
McGraw-Hill. Applications of self-efficacy theory to
Sarwono, S. W. (2006). Psikologi Remaja. the
Jakarta: RajaGrafindo Persada. understanding and treatment of career
Shavelson, R., Hubner, K. J., &Stanton, G. indecision.[Versi Elektronik].Journal
C. (1976). Self-concept: Validation of of Vocational Behavior, 22, 63-81.
construct interpretations.[Versi Trani, J.-F. and Loeb, M. (2012), “Poverty
Elektronik].Review of Educational and disability: A vicious circle?
Research, 46, 407-441. Evidence from Afghanistan and
Seligman, L. (1994). Developmental career Zambia”. J. Int. Dev., 24: S19–S52.
counseling and assessment. (Ed. ke- doi: 10.1002/jid.1709
2). California: Sage.
UNICEF (2008). Its about ability. An
Silva-Ramirez, E.L., Pino-Mejías, R., explanation of CRPD. New York:
López-Coello, M., Cubiles-de-la- UNICEF and A World Enabled - Pineda
vega, M. (2011). Missing value Foundation.
imputation on missing completely at
UNICEF (2013). The State of The World’s
random data using multilayer
Children. Children with disabilities.
perceptrons. [Versi Elektronik]. New York: UNICEF
Neural Networks. 24(2011), 121-129.
Super, D. E. (1969). Vocational
development theory. [Versi Vernon, A. (1993). Counseling children
Elektronik]. The Counseling and adolescents. Denver: Love.
Psychologist, 1, 2-30. WHO and World Bank, 2011. World
Super, D. E. (1990). A life-span, life-space Report on Disability 2011. WHO:
approach to career development. In Malta
D. Brwon & L. Brooks (Eds.), Career

29

Anda mungkin juga menyukai