Anda di halaman 1dari 6

Kampus Lidah Wetan

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA Telepon: +6231.8190000

UPT MATA KULIAH WAJIB UMUM Gedung PPPG

Mata kuliah : Pendidikan Agama Katolik Dosen


: Dr. Budinuryanta Yohanes, M.Pd.

A. Sistematika dan Isi Makalah

Bagian Uraian/Isi Skor


Judul 5 s.d. 9 kata sesuai dengan isi makalah Anda. 5
Nama dan NIM Hanya awal unsur nama yang dikapitalkan -
Pendahuluan Mengantar atau mengintroduksikan isi 10
makalah sesuai dengan judul yang berisi
(1)alasan perumusan/pemilihan judul, dan
(2)rumusan masalah yang akan dibahas
dalam inti makalah.
(2 paragraf).
Pembahasan Mengaji secara relektif kritis maasalah yag 70
diajukan dalam pendahuluan dengan inti
pembahasan:
(1)pertanyaan 1, (15)
(2)pertanyaan 2, (20)
(3)pertanyaan 3, dan (15)
(4)pembandingan (20)
(15-20 paragraf)
Simpulan Rumusan akhir bahasan reflektif kritis (1 10
paragraf)
Daftar Acuan Sesuai dengan yang digunakan 5
dalam makalah.
Total 100
B. Ketentuan Teknis

1 Format A4
2 Margin 4, 4, 3, 3 cm
3 Font/huruf Calibri 12
4 Spasi Tunggal/single
5 Paragraf Justify (rata kiri kanan)

Tuhan memberkati. Selamat mengerjakan!

Toleransi Antar Umat


Beragama DiSekitar Kita

Andreas Eka Yuono


Sutron/email: andreaseka.22002@mhs.unesa.ac.id

Jurusan /Prodi D4 Teknik Listrik, Fakultas Vokasi


22091387002

Pendahuluan

“Toleransi” Toleransi beragama adalah sikap untuk yang saling menerima dan
keterbukaan terhadap adanya umat dengan agama yang beragam. Tidak peduli terhadap
agama apa yang dianut, setiap orang selayaknya dapat saling menghargai satu dengan yang
lain. Tujuan dari toleransi beragama yaitu untuk membuat suasana atau situasi yang dan
harmonis serta menciptakan kerjasama antar umat beragama.

Istilah toleransi mencakup banyak bidang. Salah satunya adalah toleransi beragama,
yang merupakan sikap saling menghormati dan menghargai antar penganut agama lain,
seperti: Tidak memaksakan orang lain untuk menganut agama kita; Tidak
mencela/menghina agama lain dengan alasan apapun. Karena lingkungan di sekitar kita
tidak hanya memeluk satu agama saja maka menjaga perasaan antar umat beragama sangat
penting. Berikut penglaman saya di masyarakat.

1. Ketoleransiku terhadap sesama di lingkungan sekitar

Contoh yang pertama ini ketika saya mendengar adzan mahgrib, adzan
subuh. Ketika mendengar adzan sikap saya tentu menghargai,tidak protes ke masjid
atau musholla untuk mengecilkan suaranya. Sikap yang kedua adalah saya juga
harus diam dan mengecilkan segala suara aktivitas. Kebiasaan ini demi menjaga
perasaan teman,guru,atau saudara kita yang bukan katolik.
Ketika kita sudah menghargai,kita juga akan dihargai. Contohnya adalah
ketika loceng Gereja dibunyikan,umat muslim juga tidak keberatan dan tidak protes
ke gereja. Terkadang Gereja mengapresiasi hal tersebut dengan membalas kebaikan
melalui pembagian ta’jil ketika berbuka puasa, membagikan sembako ke warga
tetangga Gereja. Hal tersebut terus akan dilakukan demi menjaga persaudaraan
antar umat beragama.
Contoh yang kedua yang saya alami adalah ketika Hari raya. Ketika hari Raya
Natal beberapa tetangga atau teman datang kerumah untuk membawa kue dan
mengucapkan Selamat Natal. Sebaliknya ketika Hari Raya Idul Fitri saya berkunjung
ke rumah tetangga untuk mengucapkan MinalaidzinWalfaizin Taqabal Mina
Waminkum.
Banyak juga teman teman yang memperdebatkan hukumnya mengucapkan
selamat Natal,saya lalu menjawab “hal tersebut tidak usah diperdebatkan,apabila
mengucapkan Natal membuat Imanmu goyah dan membuatmu berdosa maka
jangan lakukan hal tersebut”.
Lalu Contoh yang Ketiga adalah ketika saya berpergian ke luar kota bersama
teman teman, saat sudah memasuki waktunya untuk ibadah umat muslim saya
bergegas untuk mengantar mencarikan masjid atau mushilla terdekat,mengingatkan
mereka ibadah membuat hati mereka senang dan akan menghargai kita balik. Dan
ketika ada kerja kelompok mereka mencari hari selain hari minggu supaya saya bisa
melakukan ibadah Misa pada hari minggu. Sungguh sangat indah jika kehidupan
berjalan seperti ini terus menerus.
2. Hakikat Hidup Rukun Antarumat Beragama

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai suku,
agama dan ras, tetapi dikenal sebagai bangsa yang ramah dan toleran, termasuk
dalam hal kehidupan beragama. Kemajemukan (pluralisme) agama di Indonesia
telah berlangsung lama dan lebih dahulu dibandingkan dengan di negara-negara di
dunia pada umumnya. Hanya saja, dalam beberapa tahun terakhir ini (terutama
sebelum 2014) terjadi sejumah peristiwa yang menunjukkan prilaku keagamaan
sebagian masyarakat Indonesia yang tidak atau kurang toleran. Hal ini masih
mendapatkan sorotan dari berbagai lembaga internasioanl, seperti UN Human
Rights Council (UNHRC), Asian Human Rights Commission (AHRC), U.S. Commission
on International Religious Freedom (USCIRF), dan sebagainya.
Toleransi mengadung pengertian adanya sikap seseorang untuk menerima
perasaan, kebiasaan, pendapat atau kepercayaan yang berbeda dengan yang
dimilikinya. Namun Susan Mendus dalam bukunya, Toleration and the Limit of
Liberalism membagi toleransi menjadi dua macam, yakni toleransi negatif (negative
interpretation of tolerance) dan toleransi positif (positive interpretation of
tolerance). Yang pertama menyatakan bahwa toleransi itu hanya mensyaratkan
cukup dengan membiarkan dan tidak menyakiti orang/kelompok lain. Yang kedua
menyatakan bahwa toleransi itu membutuhkan lebih dari sekedar ini, meliputi juga
bantuan dan kerjasama dengan kelompok lain. Konsep toleransi positif inilah yang
dikembangkan dalam hubungan sosial di negara ini dengan istilah kerukunan
(harmony).
Jadi, kerukunan beragama adalah keadaan hubungan antarumat beragama
yang dilandasi toleransi, saling pengertian dan saling menghormati dalam
pengamalan ajaran agama serta kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat.
Eksistensi kerukunan ini sangat penitng, di samping karena merupakan keniscayaan
dalam konteks perlindungan hak asasi manusia (HAM), juga karena kerukunan ini
menjadi prasyarat bagi terwujudnya integrasi nasional, dan integrasi ini menjadi
prasyarat bagi keberhasilan pembangunan nasional.
Kerukunan umat beragama itu ditentukan oleh dua faktor, yakni sikap dan
prilaku umat beragama serta kebijakan negara/pemerintah yang kondusif bagi
kerukunan. Semua agama mengajarkan kerukunan ini, sehingga agama idealnya
berfungsi sebagai faktor integratif. Dan dalam kenyataannya, hubungan
antarpemeluk agama di Indoensia selama ini sangat harmonis. Hanya saja, di era
reformasi, yang notabene mendukung kebebasan ini, muncul berbagai ekspresi
kebebasan, baik dalam bentuk pikiran, ideologi politik, faham keagamaan, maupun
dalam ekspresi hak-hak asasi. Dalam iklim seperti ini mucul pula ekspresi kelompok
yang berfaham radikal atau intoleran, yang walaupun jumlahnya sangat sedikit
tetapi dalam kasus-kasus tertentu mengatasnamakan kelompok mayoriras.
Konflik antar-umat beragama umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor
agama, tetapi oleh faktor politik, ekonomi atau lainnya yang kemudian dikaitkan
dengan agama. Sedangkan yang terkait dengan persoalan agama, di samping karena
munculnya sikap keagamaan secara radikal dan intoleran pada sebagian kecil
kelompok agama, juga dipicu oleh persoalan tentang pendirian rumah ibadah dan
penyiaran agama serta tuduhan penodaan agama. Persoalan pendirian rumah
ibadah merupakan faktor yang paling banyak mempengaruhi terjadinya perselisihan
atau sikap intoleransi. Memang tahun 2014 toleransi beragama ini berkembang
lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi masih ada beberapa peristiwa
gangguan atau penghentian pembangunan rumah ibadah yang sudah mendapatkan
izin secara sah.
Di antara kasus pendirian rumah ibadah yang kini belum ada penyelesaian
final adalah pendirian gereja GKI Yasmin di Bogor, pendirian gereja HKBP Filadelfia
di Bekasi, dan pendirian masjid Nur Musafir di Kupang. Sebenarnya perselisihan
tentang pendirian rumah ibadah yang bisa diselesaikan secara arif dan damai jauh
lebih banyak dibandingkan dengan penyelesaian yang berlarut-larut atau yang
kemudian menjadi konflik. Namun, karena persoalan pendirian rumah ibadah ini
dikaitkan dengan perlindungan kebebasan beragama, maka hal ini pun
mendapatkan catatan dari badan-badan HAM dunia.
Jika kasus-kasus semacam di atas terus berlangsung, dikhawatirkan kondisi
kerukunan umat beragama ini akan rusak. Oleh karena itu, penguatan kerukunan
dan toleransi itu perlu terus-menerus dilakukan, teterutama melalui sosialisasi
pemahaman keagamaan yang moderat dan menekankan pentingnya toleransi dan
kedamaian dalam kehidupan masyarakat yang majemuk. Juga, perlu dilakukan
upaya-upaya penguatan wawasan kebangsaan dan integrasi nasional, yang meliputi
sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinnekaan. Dan tak kalah pentingnya
adalah penguatan kesadaran dan penegakan hukum, baik bagi aparatur negara,
tokoh politik maupun tokoh agama.

3. Pembuktian biblis mengenai kerukunan antarumat beragama

“Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu
berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal
Allah.” (1 Yohanes 4:7).

“Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi,


supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat
melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari

“Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan


nyawaNya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-
saudara kita.” (1 Yohanes 3:16)

4. Hambatan praktis dan solusi oleh seseorang yang telah mempersonalisasikan


kekatolik-an di lingkup wilayah Indonesia
Kesadaran dalam diri masing masing itu sangat penting, menjadi pribadi yang berpikiran
terbuka atau berfikir kritis itu sangat diperlukan. Memberi pemahaman secara perlahan
kepada seseorang yang intoleran dan apatis.Tidak seharusnya selalu memperdebatkan
keimanan seseorang, Karena hal tersebut memang tidak bisa dipaksakan.

Berusaha menjadi contoh untuk umat Katolik lainnya atau contoh kepada sekitar
untuk selalu bersikap menghargai perbedaan. Di kampus maupun di kampung pasti ada saja
orang yang memang fanatik. Tentu kita tidak bisa memaksakan kehendak,yang hanya bisa
saya lakukan untuk solusi dalam masalah ini adalah menjadi contoh yang baik,untuk selalu
toleransi antarumat beragama

Simpulan
Demi menjaga kerukunan hidup beragama yang perlu ditandai hanyalah sikap toleransi. Dari
sikap toleransi tersebut kita tahu menerima perbedaan macam agama yang berada di
Indonesia dan mengetahui tata cara ibadah mereka masing-masing. Keimanan seseorang
yang pantas menilai hanya Tuhan, kita tidak pantas untuk memperdebatkan soal
keimanan,yang bisa kita usahakan hanya saling menhargai pendapat dan kepercayaan orang
lain.

Pustaka Acuan

Toleransi dalam Kehidupan Beragama

https://binus.ac.id/character-building/2020/05/toleransi-dalam-kehidupan-beragama/

MERAWAT KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

http://graduate.uinjkt.ac.id/?p=17323

Anda mungkin juga menyukai