Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FILSAFAT AGAMA

“TASAMUH INTERN UMAT BERAGAMA”


Ditujukan Untuk Memenuhi Mata Kuliah Filsafat Agama
Dosen Pengampu : H. M. Ali Maksum, SE., ME

Disusun Oleh :

Danisa Yani Safitri (22101031015)


Fani Nadia Listiowati (22101021059)
Muhamad Amri Fazdries (22101031041)
Winda Wati (22101021057)
Yahya Alamudin (22101031035)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2023

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kita
dapat menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Agama dengan judul “Tasamuh Intern Umat
Beragama” dengan tepat waktu.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bapak H. M. Ali
Maksum, SE., ME selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumul
Qur’an dan Hadits yang telah membimbing kami dalam
pengerjaan tugas makalah ini, baik secara formal maupun materi.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman seperjuangan
yang telah membantu dan mendukung kami dalam menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah kami masih jauh
dari kata sempurna, kekuranan pada teknis penulisan maupun
materi. Oleh karena itu dengan adanya saran dan kritik yang dapat
membangun senantiasa kami harapkan sebagai perbaikam kami
dalam penulisan makalah maupun materi.
Kami berharap dengan adanya makalah ini semoga dapat
bermanfaat bagi para pembaca untuk dapat mengetahui dan
memahami mengenai tasamuh intern umat beragama.

Semarang, 14 Maret 2023

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR...................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................3
BAB I.............................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................4
A. LATAR BELAKANG........................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...................................................4
C. TUJUAN............................................................................4
BAB II...........................................................................................5
PEMBAHASAN............................................................................5
A. PENGERTIAN TASAMUH (TOLERANSI) ANTAR
UMAT BERAGAMA................................................................5
B. DASAR TASAMUH (TOLERANSI) ANTAR UMAT
BERAGAMA.............................................................................8
C. PRINSIP PRINSIP TASAMUH (TOLERANSI) ANTAR
UMAT BERAGAMA ................................................................7
D. KENDALA TASAMUH (TOLERANSI) ANTAR UMAT
BERAGAMA...........................................................................11
BAB III........................................................................................11
PENUTUP...................................................................................12
A. KESIMPULAN...................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Aswaja merupakan mata pelajaran khusus bagi satuan
pendidikan tertentu, pembelajaran aswaja diberikan dengan
mengikuti tuntunan bahwa visi aswaja adalah untuk mewujudkan
manusia yang berpengetahuan, rajin, beribadah, cerdas, produktif,
etis, jujur dan adil secara personal dan serta mengembangkan
budaya Ahlusnnah Wal Jama’ah.

Aswaja merupakan salah satu materi pembelajaran yang


dalam kajiannya menunjuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, dalam
tahap aswaja menggunakan cara logis dan rasional, karena
mengaitkan materi dengan pengalaman mahasiswa dalam
kehidupan sehai-hari. Pembelajaran aswaja juga bertujuan untuk
mendorong mahasiswa supaya mendaalmi dan mengamalkan
ajaran islam Ahlusunnah Wal Jama’ah, yang diharapkam nantinya
akan lahir generasi-generasi Kyai yang unggul serta mampu
menjadi pilar-pilar kokoh dalam menyiarkan islam di tengah-
tengah masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai tasawuf,
tawazun dan tasamuh.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian tasamuh antar umat beragama?
2. Apa Dasar Toleransi dalam Islam?
3. Apa prinsip – prinsip tasamuh (toleransi) antar umat
beragama ?
4. Apa Kendala Toleransi AntarUmat Beragama?

C. TUJUAN
1. Untuk memahami pengertian tasamuh.
2. Untuk mengetahui apa saja Dasar dasar Toleransi dalam
Islam.
3. Untuk memahami prinsip – prinsip tasamuh (toleransi)
antar umat beragama .
4. Untuk mengetahui Kendala Toleransi AntarUmat
Beragama.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TASAMUH (TOLERANSI) ANTAR


UMAT BERAGAMA
Kata tasamuh berasal dari bahasa Arab secara bahasa artinya,
murah hati, lapang hati. Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
tasamuh diartikan lapang dada, keluasan pikiran, toleransi. Adapun
pengertian tasamuh adalah sikap atau perbuatan melapangkan
dada, tenggang rasa dalam menghadapi perbedaan, baik pendapat,
keyakinan dan agama.
Dalam tasamuh terdapat unsur menghormati, menghargai dan
simpati. Tasamuh ini sangat penting, apalagi dalam kehidupan
masyarakat yang bersifat heterogen atau majemuk, terutama dalam
kehidupan beragama.
Konsepsi toleransi dan kerukunan antar umat beragama
merupakan dua bentuk yang tak terpisahkan satu sama lain, ada
hubungan kausalitas diantara keduanya, kerukunan berdampak
pada toleransi dan sebaliknya sebaliknya toleransi menghasilkan
kerukunan, keduanya menyangkut hubungan antar sesama
manusia. Jika tri kerukunan antar umat beragama, intern umat
seagama, dan umat beragama dengan pemerintah terbangun serta
diaplikasikan pada hidup dan kehidupan sehari-hari, maka akan
muncul toleransi antar umat beragama. Atau, jika toleransi antar
umat beragama dapat terjalin dengan baik dan benar, maka akan
menghasilkan masyarakat yang rukun satu sama lain. Agama
adalah elemen fundamental hidup dan kehidupan manusia, oleh
sebab itu, kebebasan untuk beragama dan tidak beragama, serta
berpindah agama harus dihargai dan dijamin. Menurut Oxford
Advanced Learners Dictionary of Current English, toleransi adalah
quality of tolerating one‟s own (dalam bahasa Inggris) yang
berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan
orang lain tanpa memerlukan persetujuan.
W.J.S Poerwadarminto menyatakan toleransi adalah sikap
atau sifat menenggang berupa menghargai serta membolehkan
suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang
lainnya yang berbeda dengan pendirian sendiri. Dari beberapa
definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa toleransi adalah
suatu sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan kebebasan
kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan
tersebut. sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia.
Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap
kelapangan dada terhadap orang lain dengan memperhatikan
prinsip-prinsip yang dipegang sendiri, yakni tanpa mengorbankan
prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu sangat jelas bahwa
toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat perbedaan prinsip,
dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa
mengorbankan prinsip sendiri. Dengan kata lain, pelaksanaannya
hanya pada aspek-aspek yang detail dan teknis bukan dalam
persoalan yang prinsipil.
Dalam Islam toleransi dijelaskan dalam Al-Qur'an dapat
dengan mudah mendukung etika perbedaan dan toleransi.
AlQur'an tidak hanya mengharapkan, tetapi juga menerima
kenyataan perbedaan dan keragaman dalam masyarakat. Hal ini
sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Hujurat ayat 13,
ayat tersebut menunjukkan adanya ketatanan manusia yang
essensial dengan mengabaikan perbedaanperbedaan yang
memisahkan antara golongan yang satu dengan golongan yang
lain, manusia merupakan tiap keluarga besar. Di dalam memaknai
toleransi ini terdapat dua penafsiran tentang konsep tersebut.
Pertama, penafsiran negatif yang menyatakan bahwa toleransi itu
cukup mensyaratkan adanya sikap membiarkan dan tidak
menyakiti orang atau kelompok lain baik yang berbeda maupun
yang sama. Sedangkan, yang kedua adalah penafsiran positif yaitu
menyatakan bahwa toleransi tidak hanya sekedar seperti pertama
(penafsiran negatif) tetapi harus adanya bantuan dan dukungan
terhadap keberadaan orang lain atau kelompok lain.
Toleransi antar umat beragama mempunyai arti sikap lapang
dada seseorang untuk menghormati dan membiarkan pemeluk
agama untuk melaksanakan ibadah menurut ajaran dan ketentuan
agama masing-masing yang diyakini, tanpa ada yang mengganggu
atau memaksakan baik dari orang lain maupun dari keluarganya
sekalipun. Secara teknis pelaksanaan sikap toleransi antar umat
beragamayang dilaksanakan di dalam masyarakat lebih banyak
dikaitkan dengan kebebasan dan kemerdekaan
menginterpretasikan serta mengekspresikan ajaran agama masing-
masing. Konsekuensi dari paham relativisme agama bahwa doktrin
agama apapun harus dinyatakan benar. Atau, “semua agama
adalah sama”. Oleh karena itu, seorang relativis tidak akan
mengenal, apalagi menerima, suatu kebenaran universal yang
berlaku untuk semua dan sepanjang masa. Namun demikian,
paham pluralisme terdapat unsur relativisme, yakni unsur tidak
mengklaim kebenaran tunggal (monopoli) atas suatu kebenaran,
apalagi memaksakan kebenaran tersebut kepada pihak lain.
Dalam kaitannya dengan kemajemukan ditengah masyarakat, al-
Quran menggelari umat Islam sebagai “ummatan wasathan” (umat
pertengahan/moderat).
Menurut Quraish Shihab, kata al-wasat sendiri pada awalnya
berarti segala yang baik sesuai dengan objeknya. Sementara itu,
sesuatu yang baik biasanya selalu berada diantara dua posisi
ekstrim. Ajaran al-Quran tentang hal ini, antara lain dapat
ditelusuri dari penjelasannya tentang keadilan (al-„adl atau al-
qisth), kebajikan (al-birr), perdamaian (al-shulh ataual-sala,) dan
lain sebagainya.

B. DASAR DASAR TOLERANSI ANTAR BERAGAMA


Secara etimologis, toleransi berasal dari bahasa Inggris,
toleration, diindonesiakan menjadi toleransi, dalam bahasa
Arab disebut altasamuh, yang berarti, antara lain, sikap
tenggang rasa, teposelero, dan sikap membiarkan. Sedangkan
secara terminologis, toleransi adalah sikap membiarkan orang
lain melakukan sesuatu sesuai dengan kepentingannya. Bila
disebut toleransi antarumat beragama, maka artinya adalah
bahwa masing-masing umat beragama membiarkan dan
menjaga suasana kondusif bagi umat agama lain untuk
melaksanakan ibadah dan ajaran agamanya tanpa dihalangi-
halangi. Inilah toleransi yang dimaksudkan oleh Islam. Ada
beberapa dasar teologis yang secara langsung maupun tidak
langsung mengandung pesan akhlak toleransi Islam.
1. Pengakuan Pluralisme
Secara teologis, Islam menyadari dan mengakui
kenyataan pluralisme agama sebagai kodrat yang
diciptakan oleh Allah pada diri setiap manusia, bahwa
setiap orang secara naluriah memang memiliki
kecenderungan berbeda, termasuk dalam menentukan
dan memilih agama yang dijadikan panutan. Allah Yang
Maha Kuasa tidak menciptakan dan atau memaksa
manusia harus seragam dan bersatu dalam satu agama,
melainkan memberikan kebebasan kepada manusia
untuk menentukan pilihan yang saling berbeda,
2. Kesatuan dan Persaudaraan Universal
Sebagai konsekuensi teologis dari akidah Tauhidiah,
demikian Mukti Ali, adalah kesatuan manusia yang akan
melahirkan kesadaran persaudaraan universal. Tiada
Tuhan selain Allah, Allah Maha Esa dan Maha Kuasa,
Allah Pencipta tunggal, tidak ada pencipta kecuali Allah,
la khaliqa illa Allah. Semua manusia adalah makhluk
atau ciptaan Allah, berkembang dari satu keturunan Nabi
Adam AS, yang diciptakan langsung oleh Allah dengan
tangan-Nya. Dari akidah tauhid ini, secara logis manusia
sadar bahwa semua manusia berstatus sama sebagai
makhluk ciptaan Allah Yang Esa, satu keturunan dan
satu keluarga, dan karenanya harus hidup rukun sebagai
saudara antarsesama.
3. Etika Dakwah Persuasif
Karena secara teologis agama adalah pilihan bebas yang
diberikan oleh Allah kepada manusia, maka etika
dakwah Islam adalah “tidak boleh ada paksaan dan
pemaksaan” dalam mengajak manusia kepada Islam.
Bagi Islam, dengan nurani dan akal sehat yang
dianugerahkan, manusia seyogianya bisa membedakan
antara yang benar dan yang batil, antara yang baik dan
yang buruk, maka Allah memberikan kebebasan dan
kewenangan kepada seseorang untuk menentukan jalan
dan pedoman hidupnya, bebas memilih agama yang
akan dianutnya.8 Namun, tentu saja manusia harus
mempertanggungjawabkan kebebasan dan kewenangan
yang dianugerahkan ini dan harus siap menerima
konsekuensi dari sebuah pilihan
4. Sikap Islam Terhadap Agama Wahyu
Dalam hubungan dengan umat agama wahyu
sebelumnya, Yahudi dan Nasrani, Islam mempunyai
dasar dan pandangan teologis tersendiri. Teologi Islam
menegaskan bahwa semua Nabi dan Rasul Allah, dari
Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW, membawa
akidah tauhidiah, monotheisme. Agama Allah yang
disebut agama tauhid, monotheis, ini diturunkan melalui
para Nabi dan Rasul, dari Nabi Adam sampai Nabi
Muhammad SAW. Akidah tauhid ini seumur dengan
awal keberadaan manusia di muka bumi, dan dengan
demikian, tauhid tidak mengenal proses evolusi.

C. PRINSIP TASAMUH (TOLERANSI) ANTAR UMAT


BERAGAMA
Toleransi, seperti telah dikemukakan di dalam
pengertian, adalah sikap tenggang rasa dan dengan lapang
dada membiarkan orang lain untuk melakukan apa yang
diinginkan. Toleransi agama, menurut Islam, adalah sebatas
membiarkan umat agama lain untuk melaksanakan ibadah dan
ajaran agamanya, sejauh aktivitas tersebut tidak mengganggu
ketertiban dan ketenangan umum. Kalau Islam mengajarkan
dan menekankan keniscayaan akhlak toleransi dalam
pergaulan antarumat beragama, maka tidak mungkin Islam
merusak toleransi tersebut atas nama agama pula. Namun, di
lain pihak, dalam pergaulan antarumat beragama, Islam juga
sangat ketat menjaga kemurnian akidah dan syariah Islamiah
dari noda-noda yang datang dari luar. Maka bagi Islam
kemurnian akidah dan syariah Islamiah tersebut tidak boleh
dirusak atau ternoda oleh praktik toleransi.
Oleh sebab itu, Islam memiliki prinsip dan ketentuan
tersendiri, yang harus dipegang teguh oleh muslimin di dalam
bertoleransi.
Pertama, toleransi Islam tersebut terbatas dan fokus pada
masalah hubungan sosial kemasyarakatan yang dibangun atas
dasar kasih sayang dan persaudaraan kemanusiaan, sejauh
tidak bertentangan dan atau tidak melanggar ketentuan
teologis Islami.
Kedua, toleransi Islam di wilayah agama hanya sebatas
membiarkan dan memberikan suasana kondusif bagi umat lain
untuk beribadah menjalankan ajaran agamanya. Bukan akhlak
Islam menghalangi umat lain agama untuk beribadah menurut
keyakinan dan tata cara agamanya, apatah lagi memaksa umat
lain berkonversi kepada Islam.
Ketiga, di dalam bertoleransi kemurnian akidah dan syariah
wajib dipelihara. Maka Islam sangat melarang toleransi yang
kebablasan, yakni perilaku toleransi yang bersifat
kompromistis yang bernuansa sinkretis. Demikian prinsip
pokok toleransi menurut Islam. Sebagai penganjur toleransi
secara teologis, Islam tidak akan pernah menghalangi
toleransi atas nama agama. Namun, sebagai agama yang
sangat ketat memelihara kemurnian Akidah Tauhidiah dan
Syariah, Islam melarang keras perilaku toleransi yang
mengarah kepada sinkretisme. Toleransi harus dilaksanakan,
tetapi kemurnian akidah tauhidiah dan syariah islamiah wajib
dipertahankan. Bertoleransi dan menghormati eksistensi
sebuah agama, tidak boleh dalam tindakan kesediaan
mengikuti sebagian ajaran teologi atau sebagian ibadah agama
tersebut. Mencampuradukkan satu agama dengan agama
lainnya adalah perilaku kompromis-sinkretis, bukan toleransi
antar umat beragama.
D. KENDALA (TOLERANSI) ANTAR UMAT BERAGAMA
Kendala Toleransi AntarUmat Beragama Secara teoretis dan
logis, semua umat beragama mendambakan kehidupan damai
tanpa konflik, termasuk konflik atas nama agama 193 karena
berbeda. Tidak ada agama yang menganjurkan kekerasan dan
konflik. Namun kenyataannya, toleransi yang menjadi syarat
kerukunan dan kedamaian sosial tersebut tidak mudah
diwujudkan tanpa kendala. Masih ada kendala yang selalu
muncul di sekitar upaya mewujudkan toleransi antarumat
beragama, antara lain, sebagai berikut
1. Fanatisme dan Radikalisme
Adalah benar, bahwa penganut masingmasing agama mesti
meyakini kenenaran agamanya secara mutlak tanpa
keraguan. Namun, sempena dengan keyakinan yang teguh
ini ada sebagian umat beragama yang fanatik ekstrem,
mengaku agamanya yang paling benar dan menyalahkan
semua agama yang lain. Dengan kebenaran tunggal yang
diklaim, kelompok ini secara radikal ingin meluruskan yang
lain yang dipandang salah. Atau dengan alasan kewajiban
menyampaikan misi kebenaran yang diwajibkan oleh
tuhannya, lalu menerobos batas toleransi dan melakukan
intervensi bahkan agresi terhadap komunitas agama lain.
2. Penyebaran Suatu Agama Kepada Umat Agama Lain
Agama, oleh para ahli, lazim dibedakan kepada agama misi
dan non misi. Agama misi adalah yang meyakini dan
mengemban keharusan mengembangkan ajaran agamanya
secara universal ke seluruh umat manusia. Kini ada dua
agama besar yang digolongkan kepada agama misi, yakni
Kristen dengan gerakan misionarisnya, dan Islam dengan
garakan dakwahnya. Sementara agama non-misi adalah yang
tidak menganggap penyebaran agama sebagai kewajiban,
mereka pasif tidak merasa ada keharusan mengajak orang
lain kepada agamanya, seperti agama Yahudi, Hindu, dan
Budha.
3. Sinkretisme Di dalam praktik toleransi sering muncul
perilaku berlebihan yang mengarah kepada nuansa
sinkretisme, yang di Indonesia disebut toleransi kebablasan.
Sinkretisme yang dimaksud di sini tentu saja tidak sama
dengan fenomena sinkretisme yang terjadi antara Hindu dan
Budha, melainkan dalam arti sikap kompromistis,
mencampuradukkan akidah dan ibadah antar agama.
Misalnya, seseorang umat agama tertentu ikut serta dalam
pelaksanaan ibadah tertentu dari agama tertentu yang bukan
agamanya. Perilaku kompromistis-sinkretis ini pernah
ditawarkan oleh para tokoh kafir Quraisy kepada Nabi
Muhammad SAW. Mereka mengajak Nabi Muhammad
SAW agar mau berkompromi dengan perilaku: Sesekali
kafir Quraisy ikut ibadah Islam, dan sebaliknya, sesekali
Nabi Muhammad SAW ikut melaksanakan ibadah kafir
Quraisy.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Semua intelektual Muslim di Indonesia mengakui
prinsip toleransi sebagai prinsip yang harus
dilindungi atau dijaga dalam masyarakat yang
pluralistik. Sikap toleransi merupakan wujud dari
prinsip persamaan yang menimbulkan sifat tolong
menolong dan sikap kepedulian sosial di antara
sesama warga masyarakat, yang pada gilirannya akan
melahirkan rasa persatuan dan solidaritas sosial yang
kuat dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Implikasi prinsip tasamuh terhadap masyarakat
muslim yakni tidak memaksakan suatu agama pada
orang lain, tidak memusuhi orang-orang selain muslim
atau kafir, hidup rukun dan damai dengan sesama
manusia, saling tolong menolong dengan sesama
manusia.Islam,
3. secara teologis maupun historis, adalah agama yang
sarat dengan pesan-pesan akhlak toleransi dan
kerukunan antarumat beragama. Islam tidak
membedakan antara umat agama samawi dan non-
samawi, semua diperlakukan sama sebagai manusia
yang diikat oleh tali persaudaraan universal sebagai
mahkluk Allah Yang Tunggal dan berasal dari satu jalur
keturunan anak cucu Nabi Adam AS. Pesan-pesan
akhlak toleransi Islami ini bukan menjadi khazanah
teoretis belaka, tetapi betul-betul dipraktikkan secara
historis dan nyata di sepanjang sejarah pergaulan
muslimin dengan umat agama lain. Praktik toleransi
yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW terus
dipraktikkan pula oleh umatnya dari masa ke masa, di
berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Dalam
hidup berdampingan dengan umat lain secara damai
melalui akhlak toleransi Islami, Islam hanya sebatas
membiarkan umat agama lain untuk beribadah dan
menjalankan ajaran agamanya, tanpa gangguan apapun,
sejauh praktik agama tersebut tidak mengganggu
ketertiban dan kepentingan umum, termasuk
kepentingan umat Islam. Maka prinsip toleransi Islam
tidak boleh merusak dan atau menodai kemurnian
akidah dan syariah Islamiah. Karena itu, toleransi Islam
tidak pernah dan tidak boleh menjurus kepada hal-hal
yang berbau sinkretis. Kenyataan historis menunjukkan
bahwa selagi Islam menjadi yang mayoritas di sebuah
Negara atau wilayah manapun jua, toleransi selalu akan
tetap tercipta dan terpelihara, kerukunan dan kedamaian
hiduppun menjadi nyata. Entah bagaimana sebaliknya,
bila Islam yang menjadi minoritas? Yang pasti sejarah
sudah mencatat dan dunia selalu ingat.
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Masykuri. Demokrasi di Persimpangan Makna:


Respons Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep
Demokrasi 1966-1993. Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya. 2004), Cet. 2.
Al-Ja>biri Muhammad Abid, Agama, Negara dan Penerapan
Shariah. Terj. Mujiburrahman (Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2001.
AS. Honrby, Oxford Advanced Learner‟s Dictionary of
Current English, Britain: Oxford University Press, 1986.
Ash-Shiddiqy Muhammad Hasbi, Falsafah Hukum Islam
Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Bek, al-Khuda>ri, Al-Shaykh Muhammad, Ta>rikh Tashri‟
Al-Isla>mi, Beirut: Dar al-Fikr 1988.
Black, Antony. Pemikiran Politik Islam: dari Masa Nabi
hingga Kini, terjemahan, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,
2001.
Connolly, Peter. ed. Aneka Pendekatan Studi Agama,
terjemahan, Imam Khoiri, (Yogyakarta: LKiS. 2002).
Efendi, Bahtiar dan Hendro Prasetyo, ed. Radikalisme Agama,
Jakarta: PPIM, 1998.
Fish, M. Steven. Islam and Authorism, World Politics 55,
Oktober 2002.
Hooker, M. B.. Islam Madzhab Indonesia: Fatwa-fatwa dan
Perubahan Sosial, terjemahan, Iding Rosyidin Hasan,
Jakarta: Teraju. 2002.
Huntington, Samuel P. The Clash of Civilizations and The
Remaking of World Order New York: Simon and
Schuster, 1996.
Madjid, Nurcholis, “Kaum Muslim dan Partisipasi Politik,”
dalam bukunya, Islam Doktrin dan Peradaban : Sebuah
Telah Kritis Tentang Masalah Keimanan,Kemanusiaan
Dan Kemoderenan, (Jakarta : Yayasan Wakaf
Paramadina, 1992)
Mudzhar, M. Atho. Pendekatan Studi Islam: dalam Teori dan
Praktek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2001. Cet. III.
Mujiburrahman. Mengindonesiakan Islam. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008),
Muhammad Abid al-Jabiri. Kritik Pemikiran Islam Wacana
Baru Filsafat Islam. Terj. Burhan, Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2003.
Schacht, Joseph, An Introduction to Islamic Law, Oxford:
University Press, 1964
Shihab, M. Quraish, Kedudukan Perempuan dalam Islam,
dalam bukunya Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan
Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung:
Mizan, edisi ke-2, 1992.
Simpson, J.A. dan E.S.C. Weiner, The Oxford English
Dictionary, Vol. XI, Oxford: Clarendon Press, edisi ke-
2,1989.
Sjazaly, Munawir, “Reaktualisasi Ajaran Islam," dalam Iqbal
Abdurrauf (ed.), Polemik Reaktualisasi Ajaran Islam,
(Jakarta: Pustaka Panjimas, 1988).
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1988.
Wahid, Abdurrahman, "Menetapkan Pangkalan-Pangkalan
Pendaratan Menuju Indonesia yang Kita CitaCitakan,"
dalam Imam Waluyo dan Kons Kleden (eds.), Dialog:
Indonesia Kini dan Esok, Jakarta Leppenas, 198.
---------, Islam Kosmopolitan: Nilai-nilai Indonesia dan
Transformasi Kebudayaan, Jakarta: The Wahid Institute,
2007.
Yusdani. Peranan Kepentingan Umum Dalam Reakltualisasi
Hukum; Kajian Konsep Hukum Islam Najmu al-din al-
T}u>fi, Yogyakarta: UII Press, 200
Mukti Ali. Faktor-faktor Penyiaran Islam. Jogjakarta: Yayasan
Nida, 1971.
———. Keesaan Tuhan dalam al-Qur‘an. Jogjakarta:
Yayasan Nida, 1972.
al-‘Asqalani, Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar. Bulugh al-Maram
min Jam‘i Adillat al-Ahkam. Kairo: Dar al-Hadits, 2003.

Anda mungkin juga menyukai