Anda di halaman 1dari 13

Nama : Fardan Muhammad Rizqin Januar Fadhilah

NIM : 11520026
Kelompok : A1

PRAKTIKUM BIOMETRI HUTAN BW-2204

DINAMIKA PERTUMBUHAN DAN HASIL HUTAN TANAMAN PADA


BEBERAPA JENIS TEGAKAN

1. Model

2. Equation
3. Grafik & Tabel
Gambar 1.1 Grafik penanaman tegakan jati, mahoni, dan sengon

Gambar 1.2 Tabel penanaman tegakan jati, mahoni, dan sengon

Analisis:
Dapat diperhatikan melalui Gambar 1.1 aktivitas penanaman dari tegakan
jati, mahoni, dan sengon. Terdapat periode penanaman yang berbeda untuk
masing-masing tegakan. Pada tegakan jati periode penanaman dilakukan 40 tahun
sekali sebanyak 5 m3/ha, pada tegakan mahoni periode pananaman dilakukan 25
tahun sekali sebanyak 5 m3/ha, dan pada tegakan sengon periode penanaman
dilakukan 10 tahun sekali sebanyak 3 m3/ha. Pada tegakan jati, dengan
pertimbangan yang dikemukakan oleh Ramdhani (2018), jarak tanam berukuran
(2m x 2m) menghasilkan pohon jati yang baik berupa kayu yang stabil, lingkaran
tumbuh yang lebih jelas, teras yang lebih gelap , berat jenis, dan porsi yang lebih
banyak, kerapatan kayu di bagian peralihan yang lebih tinggi. Pada tegakan
mahoni, berdasarkan pertimbangan yang dikemukakan oleh Hasan (2017), jarak
tanam dengan ukuran 3m x 3m merupakan jarak yang direkomendasikan dengan
pertimbangan kerapatan dan keberterimaan cahaya matahari pada setiap individu
pohon. Pada tegakan sengon berdasarkan pertimbangan Ismail & Moko (2005),
jarak dengan 2m x 3m menghasilkan pertumbuhan tanaman yang paling baik
karena pada jarak tanam tersebut senyawa hara yang terserap berkaitan dengan
semakin meningkatkan aktivitas perakaran tanaman. Periodisasi aktivitas
penanaman juga disesuaikan dengan kemampuan pertumbuhan setiap tegakan.
Perlu diketahui bahwa jati dan mahoni termasuk kedalam kriteria tanaman yang
moderate-slow growing species sedangakan sengon termasuk kedalam kriteria
tanaman yang fast growing species (Sulaksana et al., 2014).

Gambar 2.1 Grafik volume tegakan jati, mahoni, dan sengon


Gambar 2.2 Tabel volume tegakan jati, mahoni, dan sengon

Analisis:
Dapat diperhatikan melalui Gambar 2.1 aktivitas penanaman dari tegakan
jati, mahoni, dan sengon. Dapat diperhatikan bahwa terjadi dinamisasi nilai
volume setiap tegakan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu proses
penanamannya, pertumbuhan, penjarangan dan pemanenan. Nilai pertumbuhan
dan penanaman dalam hal ini menjadi inflows dari nilai volume tegakan,
penjarangan, dan pemanenan sebagai outflowsnya. Dapat diperhatikan pula dari
grafik yang disajikan bahwa ketiga tegakan berada pada puncak (peak) kisaran
tahun ke 25 hingga 40an dan terjadi secara periodisasi. Berdasarkan Gambar 2.2
dapat diketahui nilai tegakan pada tahun ke 100 dari tegakan jati adala sebesar
73,52 cm3, pada tegakan mahoni sebesar 220,45 cm3, dan pada sengon sebesar
6,77 cm3.
Gambar 3.1 Grafik penjarangan tegakan jati, mahoni, dan sengon

Gambar 3.2 Tabel penjarangan tegakan jati, mahoni, dan sengon

Analisis:
Dapat diperhatikan melalui Gambar 3.1 aktivitas penjarangan dari
tegakan jati, mahoni, dan sengon. Pada grafik yang disajikan dapat diketahui
periodisasi penjarangan tiap tegakan, pada tegakan jati dilakukan penjarangan
setiap 10 tahun dengan kuantitas sebesar 25% dari volume tegakan, pada tegakan
mahoni dilakukan penjarangan setiap 5 tahu dengan kuantitas 35% dari volume
tegakan, dan pada tegakan sengon dilakukan penjarangan setiap 3 tahun dengan
kuantitas 45% dari volume tegakan. Penjarangan ini perlu dilakukan untuk
memperlebar jarak tanam atau mengurangi jumlah tegakan agar pertumbuhan
merata dan didapatkan tegakan yang sehat sehingga menghasilkan kayu yang
berkualitas (Heriansyah dan Widyani, 2001). Menurut jurnal Penebangan (2016),
besarnya kuantitas dari penjarangan dipengaruhi oleh model arsitektur alami dari
setiap tegakan. Pada grafik dapat diperhatikan pula bahwa aktivitas penjarangan
ketiga tegakan dilakukan berdasarkan periodisasi dan yang tertinggi (peak) berada
pada kisaran tahun ke 25 hingga 40 an.

Gambar 4.1 Grafik pemanenan tegakan jati, mahoni, dan sengon

Gambar 4.2 Tabel pemanenan tegakan jati, mahoni, dan sengon

Analisis:
Dapat diperhatikan melalui Gambar 4.1 aktivitas pemanenan dari tegakan
jati, mahoni, dan sengon. Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Utama et al. (2018)
pada tegakan jati dilakukan pemanenan setiap 40 tahun, pada pohon mahoni
dilakukan pemanenan setiap 25 tahun, dan pada tegakan sengon dilakukan
pemanenan setiap 10 tahun. Periode pemanenan ini dikatakan sudah sesuai
dengan kriteria yang dihasilkan dan diinginkan pasar. Pola pada grafik juga
dipengaruhi oleh proses penanaman, pertumbuhan dan penjarangan setiap
tegakan.

Gambar 5.1 Grafik pendapatan hasil penjarangan tegakan jati, mahoni, dan sengon
Gambar 5.2 Tabel pendapatan hasil penjarangan tegakan jati, mahoni, dan sengon

Analisis:
Dapat diperhatikan melalui Gambar 5.1 pendapatan hasil penjarangan
dari tegakan jati, mahoni, dan sengon. Ketiga tegakan mengalami peningkatan
hasil penjarangan pada kisaran tahun ke 25 hingg tahun ke 40an dan relatif
meningkat kembali pada kisaran tahun ke 75. Pola hasil yang ditunjukan grafik
menyesuaikan dengan banyaknya volume dari hasil penjarangan serta hasil kayu
dari setiap tegakan. Dapat diperhatikan bahwa pada kisaran tahun ke 35 hingga
40 an merupkaan tahun dimana setiap tegakan berada pada puncaknya (peak
tertinggi). Berdasarkan Gambar 5.2 dapat diketahui bahwa hasil penjarangan
pada tahun ke 100 pada tegakan jati adalah sebesar Rp 3.785.889,16 dengan hasil
penjarangan paling tinggi sebesar Rp 157.053.354, pada tegakan mahoni sebesar
Rp 9.289.707,77 dengan hasil penjarangan paling tinggi sebesar Rp
45.405.137,64, dan pada tegakan sengon sebesar Rp 0 dengan hasil penjarangan
paling tinggi sebesar RP 2.520.873,31.
Gambar 6.1 Grafik pendapatan akhir dari tegakan jati, mahoni, dan sengon

Gambar 6.2 Tabel pendapatan akhir dari tegakan jati, mahoni, dan sengon

Analisis:
Dapat diperhatikan melalui Gambar 6.1 pendapatan akhir dari tegakan
jati, mahoni, dan sengon. Ketiga tegakan mengalami peningkatan pendapatan
akhir pada kisaran tahun ke 25 hingg tahun ke 40an. Pendapatan mengalami
penurunan kisaran tahun ke 50 an dan kembali meningkat kisaran tahun ke 75.
Pola hasil yang ditunjukan grafik dipengaruhi oleh banyaknya volume dari hasil
pemanenan dari setiap tegakan. Dapat diperhatikan bahwa pada kisaran tahun ke
40 an merupkaan tahun dimana setiap tegakan berada pada puncaknya (peak
tertinggi). Berdasarkan Gambar 6.2 dapat diketahui bahwa hasil akhir pada tahun
ke 100 pada tegakan jati adalah sebesar Rp 0 dengan pendapatan akhir paling
tinggi sebesar Rp6.801.220.287,71, pada tegakan mahoni sebesar Rp
0.107.947,00 dengan pendapatan akhir paling tinggi sebesar Rp1.196.369.125,4,
dan pada tegakan sengon sebesar Rp 6.768.007,88 dengan pendapatan akhir
paling tinggi sebesar Rp 75.301.889,41.

Gambar 7.1 Grafik total pendapatan dari tegakan jati, mahoni, dan sengon

Gambar 7.2 Tabel total pendapatan dari tegakan jati, mahoni, dan sengon
Analisis:
Dapat diperhatikan melalui Gambar 7.1, total pendapatan dari hasil
tegakan jati, mahoni, dan sengon. Ketiga tegakan mengalami peningkatan
pendapatan pada kisaran tahun ke 25 hingg tahun ke 40an. Pendapatan mengalami
penurunan kisaran tahun ke 50 an dan kembali meningkat kisaran tahun ke 75.
Grafik yang ditunjukan pada gambar memberikan indikasi terjadinya pola
dinamisasi akibat dari hasil pendapatan akhir. Berdasarkan Gambar 7.2 dapat
diketahui bahwa hasil akhir pada tahun ke 100 pada tegakan jati adalah sebesar
Rp 3.785.889,10 dengan pendapatan paling tinggi dari total pendapatan sebesar
Rp 6.958.273.642,49, pada tegakan mahoni sebesar Rp 9.397.004,77 dengan
pendapatan paling tinggi dari total pendapatan sebesar paling tinggi sebesar
Rp79.146.578,72. dan pada tegakan sengon sebesar Ro 6.768.007,88 dengan
pendapatan paling tinggi dari total pendapatan sebesar Rp. 1.242.774.263,05.
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, M. H. (2017). Budidaya Mahoni (Swietenia macrophylla King.). Balai


Pengelolaan Hutan, 26.
Heriansyah, I., & Widyani, N. (2001). Proyek Pengembangan Hutan Jati Rakyat ACIAR
Peningkatan Manfaat Ekonomi Usha Hutan Jati Rakyat dalam Sistem Agroforestry
Indonesia. World Agroforestry Centre.
Ismail, B., & Moko, H. (2005). Pengaruh Asal Sumber Benih Dan Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan Sengon. In Jurnal Penelitian Hutan Tanaman (Vol. 2, Issue 1, pp.
53–59). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman.
https://doi.org/10.20886/jpht.2005.2.1.53-59
Penebangan, M. T., Hutan, H., & Yang, K. (2016). Pembangunan Hutan Tanaman. PLPG,
1–22.
Ramdhani, R. (2018). Pengaruh jarak tanam terhadap struktur anatomi dan sifat fisis kay
jati cepat tumbuh. IPB Respository, 1–33.
Utama, R. C., Dewi, B. S., Melly, O., & Harum, A. (2018). PERSEMAIAN DAN
PEMANENAN KAYU DI PERUM PERHUTANI DIVISI REGIONAL 1 JAWA
TENGAH NURSERY AND TIMBER HARVESTING IN PERHUTANI OF
REGIONAL DIVISION 1 CENTRAL JAVA PENDAHULUAN Perusahaan
Umum Kehutanan Negara ( Perum Perhutani ) berada di bawah naungan Badan Us.
Jurnal Kehutanan, October.

Anda mungkin juga menyukai