Anda di halaman 1dari 5

UJIAN AKHIR SEMESTER 3

HAKI

NAMA : RACHMAD IMAM MUHARRI


NIM / ABSENSI : 20010000270 / 25
PRODI : HUKUM – KELAS SORE

1. hak merek merupakan sebuah hak eksklusif yang diberikan kepada pemilik merek terdaftar
selama jangka waktu tertentu. Mengacu pada UU No. 12 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografis, jangka waktu berlakunya hak merek adalah 10 tahun sejak tanggal penerimaan, dan
bisa diperpanjang secara berkala jika masa berlakunya sudah akan habis.

Dengan memiliki hak merek, Anda sebagai pemilik merek bisa menggunakan sendiri merek
yang telah Anda daftarkan. Atau, Anda bisa berikan izin kepada pihak lain yang ingin
menggunakannya, yang dilakukan lewat lisensi.

Mengacu pada UU No. 20/2016, merek merupakan tanda yang dapat disajikan secara grafis.
Nah, penyajian merek ini bisa berupa angka, gambar, huruf, kata, nama, maupun susunan warna.
Di samping itu, merek pun dapat ditampilkan dalam format 2D dan/atau 3D, suara, ataupun
hologram.

Adanya merek ini bertujuan untuk membedakan merek satu dengan merek yang lain. Dengan
demikian, tujuan utama dari hak merek ini adalah untuk menghindari kesamaan merek pada
produk atau jasa yang dilakukan oleh pihak lain, apalagi tanpa seizin pemilik merek terdaftar
yang sah.

Contoh : Nama Apple pasti sudah sangat familiar di telinga Anda, kan? Logonya pun sangat
khas, yaitu bentuk buah apel yang terlihat sudah digigit. Melihat logo seperti ini, siapapun –
termasuk Anda – tentu langsung bisa mengenali bahwa ini adalah logo Apple. Nah, itulah yang
disebut sebagai merek, mulai dari nama sampai dengan logonya. Dan inilah yang dilindungi oleh
hak merek. Dengan demikian, orang lain tidak bisa menggunakan merek tersebut untuk produk
atau jasanya tanpa seizin Apple sebagai pemilik merek terdaftar yang sah.

Dalam UU Merek & IG, tidak ada penjelasan baku mengenai gambar, nama, kata, huruf, angka
serta susunan warna namun dalam praktiknya yang dimaksud dengan gambar, nama, kata, huruf,
angka serta susunan warna adalah sebagai berikut:

• Gambar
Gambar yang dijadikan logo merek tidak boleh terlalu rumit seperti benang kusut
atau juga terlalu sederhana seperti titik. Sehingga, gambar dapat melambangkan kekhususan
tertentu dalam bentuk lencana atau logo, dan secara visual langsung memancarkan identitas
merek tersebut.

• Nama
Pada dasarnya nama orang, badan usaha, kota, benda, dapat dijadikan

sebagai
Merek namun tetap harus memiliki daya pembeda (distinctive power) yang kuat agar dapat
menjadi identitas yang sangat spesifik dari pemilik nama. Nama yang sangat umum yang tidak
memiliki daya pembeda yang kuat tidak dapat didaftarkan sebagai Merek karena akan
mengaburkan identitas khusus seseorang dan membuat bingung masyarakat. Begitu pula dengan
nama yang mempunyai lebih dari satu pengertian tidak bisa dijadikan Merek.

• Kata
Kata dapat dijadikan sebagai Merek jika mempunyai kekhususan yang memberikan kekuatan
daya pembeda dari Merek lain yang meliputi berbagai bentuk yaitu:

1. Dapat merupakan kata dari bahasa asing, bahasa Indonesia, dan bahasa daerah;

2. Dapat berupa kata sifat, kata kerja, dan kata benda;


3. Dapat merupakan kata yang berasal dari istilah bidang tertentu, seperti budaya,

pendidikan, kesehatan, teknik, olahraga, seni, dan sebagainya;


4. Bisamerupakansatukatasajaataulebihdarisatukata,duaataubeberapakata.

• Huruf

2.

Sama halnya dengan gambar, sepanjang tidak memuat susunan yang rumit dan

tidak terlalu sederhana, huruf juga dapat dijadikan Merek.

• Angka
Angka tidak dapat dijadikan sebagai Merek jika hanya mengandung 1 (satu)

angka
saja karena terlalu sederhana dan tidak memiliki daya pembeda yang cukup. Oleh karena itu,
angka harus dibuat sedemikian rupa hingga memiliki daya pembeda, namun tidak terlalu rumit
juga karena akan sulit didefinisikan sehingga tidak dapat didaftarkan sebagai Merek.

• Susunan Warna
Merek yang berupa susunan warna berarti Merek tersebut terdiri dari satu unsur
warna. Susunan warna yang dibuat sederhana tanpa dikombinasikan dengan unsur gambar atau
lukisan geometris, diagonal atau lingkaran, atau gambar dalam bentuk apa saja, dianggap kurang
memberikan daya pembeda.

• Merek Kombinasi
Merek kombinasi merupakan unsur Merek yang terdiri dari gabungan

gambar, nama, kata, huruf, angka serta susunan warna yang secara keseluruhan tidak merupakan
satu kesatuan pengertian sendiri. Banyak Merek-Merek yang berbentuk kombinasi dari berbagai
unsur. Bahkan, pada umumnya hampir semua Merek merupakan kombinasi dari dua, tiga, atau
seluruh unsur-unsur tersebut.

Setidaknya dikenal 2 (dua) sistem kepemilikan hak atas paten merek, yaitu sebagai berikut:

a. Sistem Deklaratif
Sistem deklaratif mendasarkan kepada perlindungan hukum bagi mereka

yang menggunakan Merek terlebih dahulu. Dalam sistem deklaratif ini, hukum mengganggap
orang atau badan usaha yang mendaftarkan mereknya pertama kali

merupakan pemakai pertama. Jika ada pihak ketiga yang dapat membuktikan hak yang lebih kuat
dari pemakai

pertama, maka hak dari si pemakai pertama atas merek menjadi kalah dan hak dari

pihak
ketiga inilah yang diakui oleh hukum sebagai yang berhak atas Merek.

Sistem deklaratif pernah digunakan di Indonesia pada masa berlakunya UU Merek Tahun 1961.
Namun pada prakteknya, saat itu sistem deklaratif dianggap kurang menjamin kepastian hukum
dan menimbulkan hambatan dalam dunia usaha karena tidak terjaminnya ketenangan bagi dunia
usaha. Kurangnya kepastian hukum dalam sistem deklaratif dikarenakan suatu pendaftaran Merk
dapat dibatalkan dengan alasan pihak lain merupakan pemakai yang pertama.

b. Sistem Konstitutif
Sistem konstitutif mendasarkan kepada perlindungan hukum bagi mereka

yang mendaftarkan Merek terlebih dahulu. Menurut sistem konstitutif, yang berhak atas suatu
Merek adalah pihak yang telah mendaftarkan Mereknya. Pendaftaran Merk inilah yang
menciptakan hak atas Merek tersebut dan pihak yang mendaftarkan adalah satu-satunya yang
berhak atas suatu Merek dan bagi pihak lain harus menghormati hak si pendaftar.

Sistem konstitutif mulai digunakan di Indonesia pada saat berlakunya UU Merek Tahun 1992.
Pendaftaran Merek dengan sistem konstitutif dianggap lebih menjamin kepastian hukum
daripada sistem deklaratif.
3. Ketentuan pidana untuk pelanggaran merek adalah delik aduan berdasarkan UU Merek Pasal
103. Artinya, tanpa adanya aduan dari Anda sebagai pemilik merek, penegak hukum tidak akan
menindak pelanggaran merek.

Berdasarkan UU Merek Pasal 100, pelanggaran merek yang terjadi sama persis serta merupakan
jenis sama dapat mengakibatkan pelakunya di penjara paling lama selama
5 tahun, dan denda paling banyak Rp 2 miliar. Sementara bagi pelanggar merek yang barang atau
produknya mirip diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 4 tahun, dan denda
paling banyak Rp 2 miliar. Tak hanya itu saja, ada juga ancaman pidana yang lebih berat apabila
pelaku pelanggaran merek menyebabkan masalah kesehatan, lingkungan, sampai kematian lewat
barangnya. Dalam kasus ini, hukuman bagi pelanggar merek adalah pidana penjara selama
maksimal 10 tahun, dan denda maksimal Rp 5 miliar.

Lalu, apakah ancaman pidana hanya bisa diberikan kepada produsen yang telah

melanggar merek Anda? Ternyata tidak, lho! Penjual merek tiruan, baik itu barang ataupun

jasa, juga bisa dihukum penjara paling lama 1 tahun, atau denda paling banyak Rp 200 juta,
berdasarkan UU Merek Pasal 102.

CONTOH KASUS :

Pemalsuan Produk Milk Bath merek the Body Shop di Jakarta Selanjutnya, penjelasan mengenai
contoh lain kasus pelanggaran hak merek dan penyelesaiannya. Seorang pengusaha pakaian
bernama Veronica menemukan merek produk pakaian di toko lain yang menggunakan nama
sama dengan merek produknya, mulai dari merek, nomor izin dan lain sebagainya. Pakaian tidur
merek Hoki & Sheila yang mirip tersebut sangat tidak terlihat perbedaannya jika dilihat dari
kejauhan. Hal tersebut mengakibatkan Veronica mengalami kerugian mencapai Rp.7 miliar.
Veronica melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib atas tuduhan pemalsuan merek.
Terdakwa dipidana kurungan selama 1 tahun penjara dengan denda Rp. 200.000.000 (dua ratus
juta rupiah).

Kasus merek cap kaki tiga

Kasus ini merupakan contoh kasus pelanggaran hak atas merek logo cap kaki tiga yang
menyerupai lambang atau mata uang isle of men. Hal tersebut menjadi permasalahan dalam
kasus merek. Pihak Direktorat Jenderal HKI menolak permohonan merek cap kaki tiga, karena
merek tersebut menyerupai/tiruan pada singkatan nama, bendera, lambang atau simbol nasional
maupun internasional. Penggunaan nama untuk produk merek harus berbeda dengan yang lain
apalagi yang sudah terdaftar. Kasus-kasus tersebut merupakan kasus pelanggaran hak atas merek
yang terjadi di Indonesia saat ini. Banyak kasus pelanggaran tersebut disebabkan penggunaan
nama sebuah bisnis atau produk. Hal tersebut termasuk dalam pelanggaran HKI meliputi hak
cipta dan hak atas merek. Kami akan menjelaskan perbedaan hak cipta paten dan hak merek
berikut ini.
Hak cipta adalah hak yang diberikan pada pencipta atau penerima hak untuk memperbanyak dan
mengumumkan ciptaannya seperti lagu, buku, novel dll.

Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan pada pemilik merek untuk

menggunakan
merek barang/jasa yang sesuai dengan kelas dan jenis masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai