Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rizal Fathoni

NIM : 20010000182

SMT : 3

Kelas : Sore

1. hak merek merupakan sebuah hak eksklusif yang diberikan kepada pemilik merek terdaftar
selama jangka waktu tertentu. Mengacu pada UU No. 12 Tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis, jangka waktu berlakunya hak merek adalah 10 tahun sejak tanggal
penerimaan, dan bisa diperpanjang secara berkala jika masa berlakunya sudah akan habis.
Dengan memiliki hak merek, Anda sebagai pemilik merek bisa menggunakan sendiri
merek yang telah Anda daftarkan. Atau, Anda bisa berikan izin kepada pihak lain yang ingin
menggunakannya, yang dilakukan lewat lisensi.
Mengacu pada UU No. 20/2016, merek merupakan tanda yang dapat disajikan secara
grafis. Nah, penyajian merek ini bisa berupa angka, gambar, huruf, kata, nama, maupun
susunan warna. Di samping itu, merek pun dapat ditampilkan dalam format 2D dan/atau 3D,
suara, ataupun hologram.
Adanya merek ini bertujuan untuk membedakan merek satu dengan merek yang lain.
Dengan demikian, tujuan utama dari hak merek ini adalah untuk menghindari kesamaan merek
pada produk atau jasa yang dilakukan oleh pihak lain, apalagi tanpa seizin pemilik merek
terdaftar yang sah.

Contoh : Nama Apple pasti sudah sangat familiar di telinga Anda, kan? Logonya pun sangat khas,
yaitu bentuk buah apel yang terlihat sudah digigit. Melihat logo seperti ini, siapapun –
termasuk Anda – tentu langsung bisa mengenali bahwa ini adalah logo Apple. Nah, itulah
yang disebut sebagai merek, mulai dari nama sampai dengan logonya. Dan inilah yang
dilindungi oleh hak merek. Dengan demikian, orang lain tidak bisa menggunakan merek
tersebut untuk produk atau jasanya tanpa seizin Apple sebagai pemilik merek terdaftar
yang sah.
Dalam UU Merek & IG, tidak ada penjelasan baku mengenai gambar, nama, kata, huruf,
angka serta susunan warna namun dalam praktiknya yang dimaksud dengan gambar, nama,
kata, huruf, angka serta susunan warna adalah sebagai berikut:
 Gambar
Gambar yang dijadikan logo merek tidak boleh terlalu rumit seperti benang kusut
atau juga terlalu sederhana seperti titik. Sehingga, gambar dapat melambangkan
kekhususan tertentu dalam bentuk lencana atau logo, dan secara visual langsung
memancarkan identitas merek tersebut.

 Nama
Pada dasarnya nama orang, badan usaha, kota, benda, dapat dijadikan sebagai
Merek namun tetap harus memiliki daya pembeda (distinctive power) yang kuat agar dapat
menjadi identitas yang sangat spesifik dari pemilik nama. Nama yang sangat umum yang
tidak memiliki daya pembeda yang kuat tidak dapat didaftarkan sebagai Merek karena akan
mengaburkan identitas khusus seseorang dan membuat bingung masyarakat. Begitu pula
dengan nama yang mempunyai lebih dari satu pengertian tidak bisa dijadikan Merek.

 Kata
Kata dapat dijadikan sebagai Merek jika mempunyai kekhususan yang memberikan
kekuatan daya pembeda dari Merek lain yang meliputi berbagai bentuk yaitu:

1. Dapat merupakan kata dari bahasa asing, bahasa Indonesia, dan bahasa daerah;
2. Dapat berupa kata sifat, kata kerja, dan kata benda;
3. Dapat merupakan kata yang berasal dari istilah bidang tertentu, seperti budaya,
pendidikan, kesehatan, teknik, olahraga, seni, dan sebagainya;
4. Bisa merupakan satu kata saja atau lebih dari satu kata, dua atau beberapa kata.

 Huruf
Sama halnya dengan gambar, sepanjang tidak memuat susunan yang rumit dan
tidak terlalu sederhana, huruf juga dapat dijadikan Merek.

 Angka
Angka tidak dapat dijadikan sebagai Merek jika hanya mengandung 1 (satu) angka
saja karena terlalu sederhana dan tidak memiliki daya pembeda yang cukup. Oleh karena
itu, angka harus dibuat sedemikian rupa hingga memiliki daya pembeda, namun tidak
terlalu rumit juga karena akan sulit didefinisikan sehingga tidak dapat didaftarkan sebagai
Merek.

 Susunan Warna
Merek yang berupa susunan warna berarti Merek tersebut terdiri dari satu unsur
warna. Susunan warna yang dibuat sederhana tanpa dikombinasikan dengan unsur gambar
atau lukisan geometris, diagonal atau lingkaran, atau gambar dalam bentuk apa saja,
dianggap kurang memberikan daya pembeda.

 Merek Kombinasi
Merek kombinasi merupakan unsur Merek yang terdiri dari gabungan gambar,
nama, kata, huruf, angka serta susunan warna yang secara keseluruhan tidak merupakan
satu kesatuan pengertian sendiri. Banyak Merek-Merek yang berbentuk kombinasi dari
berbagai unsur. Bahkan, pada umumnya hampir semua Merek merupakan kombinasi dari
dua, tiga, atau seluruh unsur-unsur tersebut.

2. Setidaknya dikenal 2 (dua) sistem kepemilikan hak atas paten merek, yaitu sebagai berikut:

a. Sistem Deklaratif
Sistem deklaratif mendasarkan kepada perlindungan hukum bagi mereka yang
menggunakan Merek terlebih dahulu. Dalam sistem deklaratif ini, hukum mengganggap
orang atau badan usaha yang mendaftarkan mereknya pertama kali merupakan pemakai
pertama. Jika ada pihak ketiga yang dapat membuktikan hak yang lebih kuat dari pemakai
pertama, maka hak dari si pemakai pertama atas merek menjadi kalah dan hak dari pihak
ketiga inilah yang diakui oleh hukum sebagai yang berhak atas Merek.
Sistem deklaratif pernah digunakan di Indonesia pada masa berlakunya UU Merek
Tahun 1961. Namun pada prakteknya, saat itu sistem deklaratif dianggap kurang
menjamin kepastian hukum dan menimbulkan hambatan dalam dunia usaha karena tidak
terjaminnya ketenangan bagi dunia usaha. Kurangnya kepastian hukum dalam sistem
deklaratif dikarenakan suatu pendaftaran Merk dapat dibatalkan dengan alasan pihak lain
merupakan pemakai yang pertama.

b. Sistem Konstitutif
Sistem konstitutif mendasarkan kepada perlindungan hukum bagi mereka yang
mendaftarkan Merek terlebih dahulu. Menurut sistem konstitutif, yang berhak atas suatu
Merek adalah pihak yang telah mendaftarkan Mereknya. Pendaftaran Merk inilah yang
menciptakan hak atas Merek tersebut dan pihak yang mendaftarkan adalah satu -satunya
yang berhak atas suatu Merek dan bagi pihak lain harus menghormati hak si pendaftar.
Sistem konstitutif mulai digunakan di Indonesia pada saat berlakunya UU Merek
Tahun 1992. Pendaftaran Merek dengan sistem konstitutif dianggap lebih menjamin
kepastian hukum daripada sistem deklaratif.

3. Ketentuan pidana untuk pelanggaran merek adalah delik aduan berdasarkan UU Merek
Pasal 103. Artinya, tanpa adanya aduan dari Anda sebagai pemilik merek, penegak hukum
tidak akan menindak pelanggaran merek.
Berdasarkan UU Merek Pasal 100, pelanggaran merek yang terjadi sama persis
serta merupakan jenis sama dapat mengakibatkan pelakunya di penjara paling lama selama
5 tahun, dan denda paling banyak Rp 2 miliar. Sementara bagi pelanggar merek yang
barang atau produknya mirip diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 4
tahun, dan denda paling banyak Rp 2 miliar. Tak hanya itu saja, ada juga ancaman pidana
yang lebih berat apabila pelaku pelanggaran merek menyebabkan masalah kesehatan,
lingkungan, sampai kematian lewat barangnya. Dalam kasus ini, hukuman bagi pelanggar
merek adalah pidana penjara selama maksimal 10 tahun, dan denda maksimal Rp 5 miliar.
Lalu, apakah ancaman pidana hanya bisa diberikan kepada produsen yang telah
melanggar merek Anda? Ternyata tidak, lho! Penjual merek tiruan, baik itu barang ataupun
jasa, juga bisa dihukum penjara paling lama 1 tahun, atau denda paling banyak Rp 200 juta,
berdasarkan UU Merek Pasal 102.

CONTOH KASUS :

Pemalsuan Produk Milk Bath merek the Body Shop di Jakarta Selanjutnya, penjelasan mengenai
contoh lain kasus pelanggaran hak merek dan penyelesaiannya. Seorang pengusaha pakaian
bernama Veronica menemukan merek produk pakaian di toko lain yang menggunakan nama sama
dengan merek produknya, mulai dari merek, nomor izin dan lain sebagainya. Pakaian tidur merek
Hoki & Sheila yang mirip tersebut sangat tidak terlihat perbedaannya jika dilihat dari kejauhan.
Hal tersebut mengakibatkan Veronica mengalami kerugian mencapai Rp.7 miliar. Veronica
melaporkan hal tersebut kepada pihak yang berwajib atas tuduhan pemalsuan merek. Terdakwa
dipidana kurungan selama 1 tahun penjara dengan denda Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Kasus merek cap kaki tiga

Kasus ini merupakan contoh kasus pelanggaran hak atas merek logo cap kaki tiga yang menyerupai
lambang atau mata uang isle of men. Hal tersebut menjadi permasalahan dalam kasus merek. Pihak
Direktorat Jenderal HKI menolak permohonan merek cap kaki tiga, karena merek tersebut
menyerupai/tiruan pada singkatan nama, bendera, lambang atau simbol nasional maupun
internasional. Penggunaan nama untuk produk merek harus berbeda dengan yang lain apalagi yang
sudah terdaftar. Kasus-kasus tersebut merupakan kasus pelanggaran hak atas merek yang terjadi
di Indonesia saat ini. Banyak kasus pelanggaran tersebut disebabkan penggunaan nama sebuah
bisnis atau produk. Hal tersebut termasuk dalam pelanggaran HKI meliputi hak cipta dan hak atas
merek. Kami akan menjelaskan perbedaan hak cipta paten dan hak merek berikut ini.

Hak cipta adalah hak yang diberikan pada pencipta atau penerima hak untuk memperbanyak dan
mengumumkan ciptaannya seperti lagu, buku, novel dll.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan pada pemilik merek untuk menggunakan
merek barang/jasa yang sesuai dengan kelas dan jenis masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai