Anda di halaman 1dari 7

Nama : Suci Imroatin Rosida

NIM : 20010000066

1. hak merek merupakan sebuah hak eksklusif yang diberikan kepada pemilik merek terdaftar
selama jangka waktu tertentu. Mengacu pada UU No. 12 Tahun 2016 tentang Merek dan
Indikasi Geografis, jangka waktu berlakunya hak merek adalah 10 tahun sejak tanggal
penerimaan, dan bisa diperpanjang secara berkala jika masa berlakunya sudah akan habis.
Dengan memiliki hak merek, Anda sebagai pemilik merek bisa menggunakan
sendiri merek yang telah Anda daftarkan. Atau, Anda bisa berikan izin kepada pihak lain
yang ingin menggunakannya, yang dilakukan lewat lisensi.
Mengacu pada UU No. 20/2016, merek merupakan tanda yang dapat disajikan
secara grafis. Nah, penyajian merek ini bisa berupa angka, gambar, huruf, kata, nama,
maupun susunan warna. Di samping itu, merek pun dapat ditampilkan dalam format 2D
dan/atau 3D, suara, ataupun hologram.
Adanya merek ini bertujuan untuk membedakan merek satu dengan merek yang
lain. Dengan demikian, tujuan utama dari hak merek ini adalah untuk menghindari
kesamaan merek pada produk atau jasa yang dilakukan oleh pihak lain, apalagi tanpa
seizin pemilik merek terdaftar yang sah.

Contoh : Nama Apple pasti sudah sangat familiar di telinga Anda, kan? Logonya pun sangat
khas, yaitu bentuk buah apel yang terlihat sudah digigit. Melihat logo seperti ini,
siapapun – termasuk Anda – tentu langsung bisa mengenali bahwa ini adalah logo
Apple. Nah, itulah yang disebut sebagai merek, mulai dari nama sampai dengan
logonya. Dan inilah yang dilindungi oleh hak merek. Dengan demikian, orang lain
tidak bisa menggunakan merek tersebut untuk produk atau jasanya tanpa seizin Apple
sebagai pemilik merek terdaftar yang sah.
Dalam UU Merek & IG, tidak ada penjelasan baku mengenai gambar, nama, kata,
huruf, angka serta susunan warna namun dalam praktiknya yang dimaksud dengan gambar,
nama, kata, huruf, angka serta susunan warna adalah sebagai berikut:

 Gambar

Gambar yang dijadikan logo merek tidak boleh terlalu rumit seperti benang kusut
atau juga terlalu sederhana seperti titik. Sehingga, gambar dapat melambangkan
kekhususan tertentu dalam bentuk lencana atau logo, dan secara visual langsung
memancarkan identitas merek tersebut.

 Nama
Pada dasarnya nama orang, badan usaha, kota, benda, dapat dijadikan
sebagai
Merek namun tetap harus memiliki daya pembeda (distinctive power) yang kuat agar
dapat menjadi identitas yang sangat spesifik dari pemilik nama. Nama yang sangat
umum yang tidak memiliki daya pembeda yang kuat tidak dapat didaftarkan sebagai
Merek karena akan mengaburkan identitas khusus seseorang dan membuat bingung
masyarakat. Begitu pula dengan nama yang mempunyai lebih dari satu pengertian tidak
bisa dijadikan Merek.

 Kata

Kata dapat dijadikan sebagai Merek jika mempunyai kekhususan yang memberikan
kekuatan daya pembeda dari Merek lain yang meliputi berbagai bentuk yaitu:

1. Dapat merupakan kata dari bahasa asing, bahasa Indonesia, dan bahasa
daerah;
2. Dapat berupa kata sifat, kata kerja, dan kata benda;
3. Dapat merupakan kata yang berasal dari istilah bidang tertentu, seperti budaya,
pendidikan, kesehatan, teknik, olahraga, seni, dan sebagainya;
4. Bisa merupakan satu kata saja atau lebih dari satu kata, dua atau beberapa kata.

 Huruf
Sama halnya dengan gambar, sepanjang tidak memuat susunan yang rumit
dan
tidak terlalu sederhana, huruf juga dapat dijadikan Merek.

 Angka
Angka tidak dapat dijadikan sebagai Merek jika hanya mengandung 1 (satu)
angka
saja karena terlalu sederhana dan tidak memiliki daya pembeda yang cukup. Oleh karena
itu, angka harus dibuat sedemikian rupa hingga memiliki daya pembeda, namun
tidak terlalu rumit juga karena akan sulit didefinisikan sehingga tidak dapat didaftarkan
sebagai Merek.

 Susunan Warna

Merek yang berupa susunan warna berarti Merek tersebut terdiri dari satu unsur
warna. Susunan warna yang dibuat sederhana tanpa dikombinasikan dengan unsur
gambar atau lukisan geometris, diagonal atau lingkaran, atau gambar dalam bentuk
apa saja, dianggap kurang memberikan daya pembeda.

 Merek Kombinasi

Merek kombinasi merupakan unsur Merek yang terdiri dari gabungan


gambar, nama, kata, huruf, angka serta susunan warna yang secara keseluruhan tidak
merupakan satu kesatuan pengertian sendiri. Banyak Merek-Merek yang berbentuk
kombinasi dari berbagai unsur. Bahkan, pada umumnya hampir semua Merek
merupakan kombinasi dari dua, tiga, atau seluruh unsur-unsur tersebut.

2. Setidaknya dikenal 2 (dua) sistem kepemilikan hak atas paten merek, yaitu sebagai berikut:

a. Sistem Deklaratif
Sistem deklaratif mendasarkan kepada perlindungan hukum bagi mereka
yang menggunakan Merek terlebih dahulu. Dalam sistem deklaratif ini, hukum
mengganggap orang atau badan usaha yang mendaftarkan mereknya pertama kali
merupakan pemakai pertama. Jika ada pihak ketiga yang dapat membuktikan hak yang
lebih kuat dari pemakai
pertama, maka hak dari si pemakai pertama atas merek menjadi kalah dan hak dari
ketiga inilah yang diakui oleh hukum sebagai yang berhak atas Merek.
Sistem deklaratif pernah digunakan di Indonesia pada masa berlakunya UU
Merek Tahun 1961. Namun pada prakteknya, saat itu sistem deklaratif dianggap
kurang menjamin kepastian hukum dan menimbulkan hambatan dalam dunia usaha
karena tidak terjaminnya ketenangan bagi dunia usaha. Kurangnya kepastian
hukum dalam sistem deklaratif dikarenakan suatu pendaftaran Merk dapat dibatalkan
dengan alasan pihak lain merupakan pemakai yang pertama.

b. Sistem Konstitutif
Sistem konstitutif mendasarkan kepada perlindungan hukum bagi mereka
yang mendaftarkan Merek terlebih dahulu. Menurut sistem konstitutif, yang berhak
atas suatu Merek adalah pihak yang telah mendaftarkan Mereknya. Pendaftaran Merk
inilah yang menciptakan hak atas Merek tersebut dan pihak yang mendaftarkan adalah
satu-satunya yang berhak atas suatu Merek dan bagi pihak lain harus menghormati hak
si pendaftar.
Sistem konstitutif mulai digunakan di Indonesia pada saat berlakunya UU Merek
Tahun 1992. Pendaftaran Merek dengan sistem konstitutif dianggap lebih
menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif.

3. Ketentuan pidana untuk pelanggaran merek adalah delik aduan berdasarkan UU Merek
Pasal 103. Artinya, tanpa adanya aduan dari Anda sebagai pemilik merek, penegak
hukum tidak akan menindak pelanggaran merek.
Berdasarkan UU Merek Pasal 100, pelanggaran merek yang terjadi sama
persis serta merupakan jenis sama dapat mengakibatkan pelakunya di penjara paling
lama selama
5 tahun, dan denda paling banyak Rp 2 miliar. Sementara bagi pelanggar merek
yang barang atau produknya mirip diancam dengan hukuman pidana penjara paling
lama 4 tahun, dan denda paling banyak Rp 2 miliar. Tak hanya itu saja, ada juga
ancaman pidana yang lebih berat apabila pelaku pelanggaran merek menyebabkan
masalah kesehatan, lingkungan, sampai kematian lewat barangnya. Dalam kasus ini,
hukuman bagi pelanggar merek adalah pidana penjara selama maksimal 10 tahun, dan
denda maksimal Rp 5 miliar.
Lalu, apakah ancaman pidana hanya bisa diberikan kepada produsen yang telah
melanggar merek Anda? Ternyata tidak, lho! Penjual merek tiruan, baik itu barang
ataupun
jasa, juga bisa dihukum penjara paling lama 1 tahun, atau denda paling banyak Rp 200
juta, berdasarkan UU Merek Pasal 102.

CONTOH
KASUS :

Pemalsuan Produk Milk Bath merek the Body Shop di Jakarta Selanjutnya, penjelasan
mengenai contoh lain kasus pelanggaran hak merek dan penyelesaiannya. Seorang
pengusaha pakaian bernama Veronica menemukan merek produk pakaian di toko lain yang
menggunakan nama sama dengan merek produknya, mulai dari merek, nomor izin dan lain
sebagainya. Pakaian tidur merek Hoki & Sheila yang mirip tersebut sangat tidak terlihat
perbedaannya jika dilihat dari kejauhan. Hal tersebut mengakibatkan Veronica mengalami
kerugian mencapai Rp.7 miliar. Veronica melaporkan hal tersebut kepada pihak yang
berwajib atas tuduhan pemalsuan merek. Terdakwa dipidana kurungan selama 1 tahun penjara
dengan denda Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).

Kasus merek cap kaki


tiga

Kasus ini merupakan contoh kasus pelanggaran hak atas merek logo cap kaki tiga yang
menyerupai lambang atau mata uang isle of men. Hal tersebut menjadi permasalahan dalam
kasus merek. Pihak Direktorat Jenderal HKI menolak permohonan merek cap kaki tiga,
karena merek tersebut menyerupai/tiruan pada singkatan nama, bendera, lambang atau
simbol nasional maupun internasional. Penggunaan nama untuk produk merek harus berbeda
dengan yang lain apalagi yang sudah terdaftar. Kasus-kasus tersebut merupakan kasus
pelanggaran hak atas merek yang terjadi di Indonesia saat ini. Banyak kasus pelanggaran
tersebut disebabkan penggunaan nama sebuah bisnis atau produk. Hal tersebut termasuk dalam
pelanggaran HKI meliputi hak cipta dan hak atas merek. Kami akan menjelaskan perbedaan hak
cipta paten dan hak merek berikut ini.

Hak cipta adalah hak yang diberikan pada pencipta atau penerima hak untuk memperbanyak dan
mengumumkan ciptaannya seperti lagu, buku, novel dll.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan pada pemilik merek untuk
merek barang/jasa yang sesuai dengan kelas dan jenis masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai