Tabel 1. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kakao Perkebunan Rakyat Indonesia
Tahun 2015 - Tahun 2020
SEDIKIT DEMI SEDIKIT, MULAI
MENGARAH KE MASALAH KHUSUS
• Semakin mendekati akhir latar belakang, semakin
khusus membahas isu / tema penulisan.
• Bahaslah teori-teori atau data yang mendukung
pembahasan mengenai karya tulis kita.
• INGAT! Saat mencantumkan sebuah teori atau
informasi penguat (by data) dan dituliskan dengan
pengutipan yang benar.
Luas areal perkebunan kakao di Indonesia sebelum tahun 2019 selama empat tahun terakhir
cenderung menunjukkan penurunan, turun sekitar 1,15 sampai dengan 3,93 persen per tahun
(Tabel 1). Pada tahun 2015 lahan perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 1,71 juta
hektar, menurun menjadi 1,61 juta hektar pada tahun 2018 atau terjadi penurunan 5,74
persen. Pada tahun 2019 diperkirakan luas areal perkebunan kakao turun sebesar 1,14
persen dari tahun 2018 menjadi 1,59 juta hektar. Penurunan luas areal perkebunan kakao
diantaranya disebabkan oleh banyaknya alih fungsi komoditas yang ditanam oleh petani serta
aktivitas alih fungsi lahan lainnya (BPS, 2019).
Pada Tabel 1 juga diketahui, tahun 2015 produksi biji kakao sebesar 593.300 ton, naik
menjadi 767.280 ton pada tahun 2018 atau terjadi kenaikan 29,32 persen. Tahun 2019
diperkirakan produksi biji kakao akan naik menjadi 774.200 ribu ton atau sebesar 0,90
persen. Produksi biji kakao terbesar tahun 2018 berasal dari Provinsi Sulawesi Tengah
sebesar 125,47 ribu ton atau sekitar 17,19 persen dari total produksi Indonesia. Selama
periode tahun 2015 sampai dengan 2019 areal perkebunan kakao tersebar di 33 provinsi dan
Provinsi Sulawesi Tengah merupakan provinsi dengan areal perkebunan kakao yang terluas
di Indonesia yaitu 283,3 ribu hektar pada tahun 2018 atau 18,77 persen dari total luas areal
perkebunan kakao di Indonesia. Pada tahun 2019 luas areal luas areal perkebunan kakao di
Provinsi Sulawesi Tengah diperkirakan sebesar 282,73 ribu hektar.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu dari 33 provinsi di Indonesia yang juga mengusahakan
tanaman kakao. Perkembangan luas areal di DIY dari tahun 2016 – 2020 dapat digambarkan dalam Tabel 2 di
bawah ini. Dalam Tabel 2 dapat diketahui bahwa tanaman kakao di DIY menurut data yang ada di BPS, sejak tahun
2016 – 2018 luas areal tanaman kakao tetap yaitu 5,20 ribu hektar yang tersebar di 4 Kabupaten yaitu Kabupaten
Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Sleman. Pada tahun 2019 terdapat
perluasan lahan tanaman kakao sebesar 4,3 ribu hektar atau 1,9 %. Sedangkan pada tahun 2020 luas areal
tanaman kakao ada kecenderungan menurun yaitu 4,60 ribu hektar atau 13,2 % dibandingkan tahun 2019.
Penurunan luas areal tanaman kakao diantaranya disebabkan oleh alih komoditas dari kakao ke komoditas
tanaman tahunan lainnya karena tanaman kakao sudah tidak produktif lagi dan digantikan dengan komoditas
selain kakao. Diantara empat kabupaten yang menjadi sentra tanaman kakao, Kabupaten Kulon Progo menduduki
peringkat pertama dalam luasan areal tanaman kakao yaitu 3.587,37 hektar atau 69 % dari total luas areal kakao di
DIY, kemudian Kabupaten Gunung Kidul seluas 1.421,50 hektar, Kabupaten Sleman 103,55 hektar dan Kabupaten
Bantul 48,10 hektar.
Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu sentra tanaman kakao di Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo, produksi kakao tahun 2018
berkisar 1043,86 ton per tahun dari luasan lahan 2.345,7 hektar dengan jenis kakao Lindak dengan kualitas kakao
mayoritas masuk golongan B yaitu 111 sampai 120 biji per 100 gram dan golongan C yaitu 101 sampai 110 biji per
100 gram.
Sebagian besar petani menjual biji Kakao kering tidak difermentasi, sehingga tingkat harga yang
didapatkan petani rendah. Pada bulan Juni 2020 harga biji coklat yang sudah dikeringkan mencapai 25 ribu
rupiah perkilogram, sedangkan harga biji kakao yang difermentasi bisa mencapai 50 ribu rupiah
perkilogram. Upaya yang dilakukan oleh Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo pada saat
ini dengan cara pendampingan pada petani kakao dan kelompok tani dari hulu sampai hilir dengan
harapan tingkat kesejateraan petani meningkat (Eskarya & Elihami, 2019).
Berdasarkan latar belakang dari penulisan karya ilmiah ini, maka tujuan dalam penulisan ini adalah untuk
mengetahui pendapatan usahatani kakao, distribusi pendapatan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani kakao
di Kabupaten Kulon Progo.
KUATKAN TULISAN DENGAN MEMBERIKAN
TEORI PENDUKUNG DARI SUMBER ILMIAH
SEPERTI JURNAL DAN BUKU
• Karya tulis ilmiah BUKAN TULISAN FIKSI YANG BERMODAL IMAJINASI,
ARGUMENTASI ,& OPINI PRIBADI PENULIS.
• Karya Tulis Ilmiah = KARYA NON FIKSI
• Setiap fakta yang dituliskan harus mencantumkan bukti ilmiah. Salah satunya kutipan
dari jurnal ilmiah atau buku ilmiah.
• Berapa sih jumlahnya kutipan ilmiah itu? Satu, dua, tiga, atau sepuluh? Ada beberapa
orang beranggapan kalau makin banyak kutipan makin baik.
• IDEALNYA = tidak perlu banyak-banyak namun bagaimana kita memilih setiap
kalimat menjadi nyambung dan menarik, itu yang terpenting.
• Kualitas dari sumber kutipan juga diperhatikan. Prioritaskan sumber sumber ilmiah
yang factual dan credible
MEMBUAT OUTLINE
(KERANGKA TULISAN)
• OUTLINE dalam suatu penulisan karya ilmiah sangat dibutuhkan
karena OUTLINE akan menjadi panduan selama penulisan.
• Sehingga karya tulis ilmiah tidak ngawur dalam menulis disetiap
paragrafnya. Ketersambungan antar paragraf juga akan terjaga.
• Outline yang biasa saya gunakan dalam penulisan latar belakang
seperti ini:
✓ Masalah umum (paragraf 1-4)
✓ Masalah khusus (paragraf 5-8)
✓ Inti penelitian tersebut (paragraf terakhir)
• Atau silahkan buat sesuai dengan yang anda inginkan, yang penting
semuanya saling ada keterikatan antar paragraf. Jangan sampai
paragraf sebelum dan sesudahnya tidak ada kaitannya sama sekali.
“Itulah beberapa
langkah dalam
menyusun latar
belakang. Jika latar
belakang dituliskan
secara jelas dan sesuai
dengan tema yang
diangkat, maka dalam
penyusunan item
selanjutnya lebih
mudah.”
OUTLINE DI Ms.WORD
Kesimpulan harus berisi kosakata baku, hindari penggunaan frasa di luar pedoman ejaan
bahasa Indonesia. Jangan gunakan istilah yang tidak diketahui orang pada umumnya karena
akan memunculkan pertanyaan kontekstual yang mungkin tidak terdapat dalam kesimpulan
tersebut.
Kesimpulan dapat ditemukan pada akhir kalimat, namun biasanya ia akan berhubungan
dengan kalimat utama pada suatu paragraf. Untuk menentukan inti, maka gabungkan
kalimat utama dengan kalimat akhir paragraf untuk membentuk suatu kesimpulan.
Dapat berupa hubungan sebab akibat atau akibat sebab
Hubungan sebab akibat dalam sebuah paragraf dapat menjadi kunci untuk
mendapatkan suatu kesimpulan dari teks bacaan. Ketika tahu mana hubungan sebab
akibat yang terjadi di dalamnya, seseorang tidak akan kesulitan menemukan inti
permasalahan yang dibahas.
Dibuat berdasarkan Kata Kunci pada Kalimat Penjelas dan Ide Pokok
Kesimpulan harus dibangun berdasarkan ide pokok yang ada pada setiap paragraf.
Selain itu, kata kunci dalam kalimat penjelas juga harus disertakan agar dapat
mencakup isi keseluruhan bagian menjadi satu kesatuan yang utuh. Penulis dapat
menggunakan teknik parafrase atau menggunakan kalimat sendiri asalkan maknanya
tidak berubah.
CONTOH
• Besarnya angka GSR (Goods Service Ratio) rumah tangga petani kakao yang
memiliki tanaman kakao kurang dari 200 tanaman dikategorikan tingkat ekonomi
kurang sejahtera, sedangkan rumah tangga petani kakao yang memiliki tanaman
kakao 200 – 599 tanaman dikategorikan tingkat ekonomi sejahtera dan rumah
tangga petani kakao yang memiliki lebih dari 600 tanaman dikategorikan tingkat
ekonomi lebih sejahtera
• Berdasarkan hasil penelitian mengenai Analisis Pendapatan Petani Kakao dengan
Menggunakan Teknik Sambung Samping di Desa Kalahunde Kecamatan Pakue
Tengah Kabupaten Kolaka Utara, maka dapat disimpulkan bahwa besar tingkat
pendapatan petani kakao yang menggunakan teknik sambung samping selama 1
tahun/ha yaitu rata-rata sebesar Rp.10.040.108