Anda di halaman 1dari 19

2.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
PERKERETAAPIAN
2.1 Tinjauan UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian

2.1.1 Asas Penyelenggaraan Perkeretaapian


Menurut UU No. 23 Tahun 2007 disebutkan bahwa perkeretaapian sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan 9 asas antara lain
asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas kepentingan umum, asas keterpaduan,
asas kemandirian, asas transparansi, asas akuntabilitas, dan asas berkelanjutan. Asas-asas
tersebut memberikan arahan mengenai koridor yang menjadi batasan bagi pemerintah dalam
menyusun kebijakan penyelenggaraan perkeretaapian nasional secara umum, termasuk dalam
hal investasi yang dituangkan dalam rencana pengembangan jalur KA. Penjelasan mengenai
asas penyelenggaraan perkeretaapian nasional menurut UU No. 23 tahun 2007 tentang
Perkeretaapian antara lain:

1. Asas manfaat : Perkeretaapian harus dapat memberikan manfaat yang


sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan
kemakmuran rakyat, kesejahteraan rakyat, dan
pengembangan kehidupan yang berkesinambungan bagi
warga negara
2. Asas keadilan : Perkeretaapian harus dapat memberi pelayanan kepada
segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau
serta memberi kesempatan berusaha dan perlindungan
yang sama kepada semua pihak yang terlibat dalam
perkeretaapian
3. Asas keseimbangan : Perkeretaapian harus diselenggarakan atas dasar
keseimbangan antara sarana dan prasarana, kepentingan
pengguna jasa dan penyelenggara, kebutuhan dan
ketersediaan, kepentingan individu dan masyarakat,

1
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

antardaerah dan antarwilayah, serta antara kepentingan


nasional dan internasional
4. Asas kepentingan : Perkeretaapian harus lebih mengutamakan kepentingan
umum masyarakat luas daripada kepentingan perseorangan atau
kelompok dengan memperhatikan keselamatan, keamanan,
kenyamanan, dan ketertiban
5. Asas keterpaduan : Perkeretaapian harus merupakan satu kesatuan sistem dan
perencanaan yang utuh, terpadu, dan terintegrasi serta
saling menunjang, baik antar hierarki tatanan
perkeretaapian, intramoda maupun antarmoda transportasi
6. Asas kemandirian : Penyelenggaraan perkeretaapian harus berlandaskan
kepercayaan diri, kemampuan dan potensi produksi
dalam negeri, serta sumber daya manusia dengan daya
inovasi dan kreativitas yang bersendi pada kedaulatan,
martabat, dan kepribadian bangsa
7. Asas transparansi : Penyelenggaraan perkeretaapian harus memberi ruang
kepada masyarakat luas untuk memperoleh informasi yang
benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat mempunyai
kesempatan berpartisipasi bagi kemajuan perkeretaapian
8. Asas akuntabilitas : Penyelenggaraan perkeretaapian harus didasarkan pada
kinerja yang terukur, dapat dievaluasi, dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
9. Asas berkelanjutan : Penyelenggaraan perkeretaapian harus dilakukan secara
berkesinambungan, berkembang, dan meningkat dengan
mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian
lingkungan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan
masyarakat

2.1.2 Tatanan Perkeretaapian Nasional


Tatanan perkeretaapian nasional (pasal 5 dan 6 UU 23/2007) merupakan satu kesatuan sistem
perkeretaapian yang meliputi perkeretaapian Nasional, Provinsi, dan Kab/Kota yang harus
terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Untuk mewujudkan tatanan perkeretaapian
tersebut ditetapkan Rencana Induk Perkeretaapian (RIP) yang terdiri dari RIP Nasional, RIP

2
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

Provinsi, dan RIP Kab/Kota (pasal 7 UU 23/2007). Adapun dasar pertimbangan dan muatan
dalam setiap RIP tersebut disampaikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Penyusunan Rencana Induk Perkeretaapian dalam UU No. 23 Tahun 2007
Item pengaturan RIP Nasional RIP Provinsi RIP Kab/Kota
Dokumen yang a. rencana tata ruang a. rencana tata ruang a. rencana tata ruang
harus diperhatikan wilayah nasional wilayah nasional wilayah nasional
b. rencana induk b. rencana tata ruang b. rencana tata ruang
jaringan moda wilayah provinsi wilayah provinsi
transportasi c. rencana induk c. rencana tata ruang
lainnya perkeretaapian wilayah kabupaten
nasional dan rencana tata
d. rencana induk ruang wilayah kota
jaringan moda d. rencana induk
transportasi lainnya perkeretaapian
pada tataran provinsi. provinsi
e. rencana induk
jaringan moda
transportasi lainnya
pada tataran
kabupaten/kota
Faktor yang harus kebutuhan angkutan kebutuhan angkutan kebutuhan angkutan
dipertimbangkan perkeretaapian pada perkeretaapian pada perkeretaapian pada
tataran transportasi tataran transportasi tataran transportasi
nasional provinsi kabupaten/kota
Muatan (sekurang- a. arah kebijakan dan a. arah kebijakan dan a. arah kebijakan dan
kurangnya) peranan peranan peranan
perkeretaapian perkeretaapian perkeretaapian
nasional dalam provinsi kabupaten/kota
keseluruhan moda b. dalam keseluruhan dalam keseluruhan
transportasi; moda transportasi; moda transportasi
b. prakiraan c. prakiraan perpindahan b. prakiraan
perpindahan orang orang dan/atau barang perpindahan orang
dan/atau barang d. menurut asal tujuan dan/atau barang
menurut asal perjalanan pada menurut asal tujuan
tujuan perjalanan; tataran provinsi; perjalanan pada
c. rencana kebutuhan e. rencana kebutuhan tataran
prasarana prasarana kabupaten/kota
perkeretaapian perkeretaapian c. rencana kebutuhan
nasional; provinsi; prasarana
d. rencana kebutuhan f. rencana kebutuhan perkeretaapian
sarana sarana perkeretaapian kabupaten/kota
perkeretaapian provinsi; d. rencana kebutuhan
nasional; g. dan sarana
e. rencana kebutuhan h. e. rencana kebutuhan perkeretaapian
sumber daya sumber daya manusia kabupaten/kota
manusia. e. rencana kebutuhan
sumber daya
manusia
(Sumber: ditabelkan dari pasal 7 sd pasal 10 UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian)

3
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

Rencana pembangunan perkeretaapian (RPP) disusun untuk mewujudkan RIP N/P/KK (pasal
35 (1) PP 56/2009). RPP disusun untuk jangka waktu 5 tahun dan dapat dievaluasi setiap 2
tahun atau lebih cepat jika terjadi perubahan lingkungan strategis (pasal 35 (4, 5) PP
56/2009). RPP paling sedikit memuat (pasal 35 (6) PP 56/2009):

a. Lokasi jaringan jalur dan stasiun;

b. Pembangunan prasarana perkeretaapian nasional;

c. Jenis dan jumlah sarana perkeretaapian nasional;

d. Kebutuhan sumber daya manusia; dan

e. Pengoperasian perkeretaapian nasional

2.1.3 Pendefinisian Mengenai Jalur KA


Menurut UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, yang dimaksud sistem
perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber
daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan
transportasi kereta api. Sistem perkeretaapian terbagi menjadi sistem sarana kereta api dan
sistem prasaranan kereta api. Ditinjau dari sistem sarana, yang dimaksud dengan kereta api
adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun
dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di
jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Terdapat berbagai jenis sarana kereta api,
namun menurut UU No. 23 Tahun 2007, definisi sarana kereta api digeneralisir menjadi
seluruh moda kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel.

Menurut UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang dimaksud dengan sistem
prasarana kereta api adalah seluruh komponen perkeretaapian berupa jalur kereta api, stasiun
kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan dan melayani
pengguna jasa. Berdasarkan sistem prasarana, yang dimaksud dengan jalur kereta api adalah
jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api,
ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan
bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api. Konektivitas jalur kereta api
membentuk sebuah jaringan kereta api, yaitu berupa jalur kereta api yang terkait satu dengan
yang lain yang menghubungkan berbagai tempat sehingga merupakan satu sistem.

4
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

Berdasarkan ruang lingkup pekerjaan Studi Kelayakan Studi Kelayakan Pembangunan Jalur
KA Antara Batas Negara – Simanggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
diketahui bahwa salah satu lingkup perencanaan dan analisis yang dilakukan adalah terkait
jalur kereta api. yaitu jalur kereta api dengan lokasi antara Batas Negara – Simanggaris –
Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb. Pada pasal 40 PP No. 56 tahun 2009 disampaikan
bahwa jalur KA merupakan bagian dari prasarana perkeretaapian yang selain meliputi jalur
kereta api juga terdiri dari stasiun kereta api dan fasilitas pengoperasian kereta api. Definisi
mengenai jalur KA disampaikan pada pasal 1 Butir 12 PP No. 56 tahun 2009 dimana
disampaikan bahwa jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel
yang meliputi ruang manfaat jalur (Rumaja) kereta api, ruang milik jalur (Rumija) kereta api,
dan ruang pengawasan jalur (Ruwasja) kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api. Gambaran mengenai meliputi ruang manfaat jalur
(Rumaja) kereta api, ruang milik jalur (Rumija) kereta api, dan ruang pengawasan jalur
(Ruwasja) kereta api dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Ilustrasi Batasan Jalur Kereta Api


(Sumber: diilustrasikan berdasarkan UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian)

2.1.4 Stasiun Kereta Api


Stasiun kereta api adalah tempat pemberangkatan dan pemberhentian kereta api. Stasiun
kereta api merupakan simpul yang memadukan:

 Jaringan jalur kereta api dengan jaringan jalur kereta api lain;

 Jaringan jalur kereta api dengan moda transportasi lain.

Dalam pasal 85 PP 56 Tahun 2009, disebutkan bahwa stasiun kereta api meliputi jenis, kelas,
dan kegiatan di stasiun kereta api. Menurut jenisnya stasiun kereta api terdiri atas:

1. Stasiun penumpang, yaitu stasiun kereta api untuk keperluan naik turun penumpang;

5
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

2. Stasiun barang, yaitu stasiun kereta api untuk keperluan bongkar muat barang;

3. Stasiun operasi, yaitu stasiun kereta api untuk menunjang pengoperasian kereta api.

Menurut fungsinya stasiun kereta api berfungsi sebagai tempat kereta api berangkat atau
berhenti untuk melayani berbagai kegiatan. Beberapa aktivitas kegiatan yang dilayani di
stasiun kereta antara lain:

1. Naik dan turun penumpang;

2. Bongkar muat barang, dan/atau

3. Keperluan operasi kereta api.

Menurut kelasnya stasiun penumpang dibedakan menjadi 3 yaitu stasiun besar, stasiun
sedang dan stasiun kecil. Penjelasan mengenai kelas stasiun penumpang berdasarkan
kelompak adalah sebagai berikut:

1. Stasiun besar yaitu stasiun yang berada pada lintas utama dan melayani aktivitas
utama pada lintas tersebut seperti turun naik penumpang, bongkar muat barang,
langsiran dan dapat berfungsi sebagai terminus atau stasiun asal dan akhir perjalanan;

2. Stasiun sedang merupakan stasiun yang hanya melayani aktivitas turun naik
penumpang atau bongkar muat barang saja serta dilalui oleh perjalanan KA secara
rutin;

3. Stasiun kecil, merupakan stasiun sekunder yang berfungsi sebagai lokasi


pemberhentian sementara dan tidak melayani naik turun penumpang maupun bongkar
muat barang secara rutin.

Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 90-91 PP 56 Tahun 2009 mengenai stasiun kereta api,
dimana stasiun kereta api terdiri dari:

1. Emplasemen stasiun, yang minimal terdiri dari jalan rel, fasilitas pengoperasian kereta
api, dan drainase.

2. Bangunan stasiun, yang minimal terdiri dari gedung dan instalasi pedukung.

Fasilitas minimal yang harus disediakan di stasiun kereta api antara lain, fasilitas
keselamatan, fasilitas keamanan, fasilitas bongkar muat, fasilitas umum, fasilitas

6
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

pembuangan sampah. Untuk kepentingan bongkar muat barang di luar stasiun, dapat
dibangun jalan rel yang menghubungkan antara stasiun dan tempat bongkar muat barang.

2.1.5 Tata Cara Penetapan Trase Jalur Kereta Api


Dalam pasal 1 PM No. 11 Tahun 2012, dinyatakan bahwa trase adalah rencana tapak jalur
kereta api yang telah diketahui titik-titik koordinatnya. Penetapan trase jalur kereta api
menjadi pedoman untuk melaksanakan kegiatan perencanaan teknis, analisis mengenai
dampak lingkungan hidup atau UKL dan UPL, serta pengadaan tanah sebelum melaksanakan
pembangunan jalur kereta api (pasal 3 PM No. 11 Tahun 2012).

Adapun tujuan penetapan trase jalur KA sesuai pasal 2 PM 11/2012 adalah untuk:

1. Keharmonisan antara jaringan jalur kereta api dan perencanaan tata ruang wilayah
sesuai tatarannya.

2. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang untuk jaringan jalur kereta api dalam
rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pembangunan jalur kereta api.

3. Keterpaduan jaringan jalur kereta api sebagai satu kesatuan sistem jaringan
transportasi nasional, sehingga mempermudah dan memperlancar pelayanan angkutan
orang dan/atau barang.

4. Efisiensi penyelenggaraan perkeretaapian.

Selanjutnya pada pasal 8 dan 9 PM No. 11 tahun 2012 dinyatakan bahwa penetapan trase
jalur kereta api harus dilengkapi dengan persyaratan kajian teknis trase jalur kereta api yang
paling sedikit memuat:

1. Gambar rencana trase jalur kereta api, yakni gambar situasi dan rencana trase jalur
KA yang memenuhi persyaratan/menginformasikan mengenai titik-titik koordinat,
lokasi stasiun, rencana kebutuhan lahan, dan skala gambar.

2. Data teknis lainnya, yang paling sedikit harus memuat hal-hal sebagai berikut: potensi
angkutan, pola operasi, kebutuhan lahan, keterpaduan inter dan antar moda, dampak
sosial dan lingkungan, panjang jalur kereta api, jenis konstruksi jalan rel (at grade,
elevated, underground), kondisi geografi dan topografi, kondisi geologi, kondisi fisik
tanah, kelandaian maksimum, dan perpotongan.

7
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

2.1.6 Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api


Agar jalur kereta api yang dibangun dan digunakan berfungsi sesuai peruntukannya dan
memiliki tingkat keandalan yang tinggi, mudah dirawat dan dioperasikan, maka
pembangunan jalur kereta api harus memenuhi persyaratan teknis untuk lebar jalan rel 1067
mm dan atau lebar jalan rel 1435 mm yang terdiri dari persyaratan sistem yang merupakan
pemenuhan kondisi untuk berfungsinya suatu sistem, dan komponen jalur kereta api yang
merupakan pemenuhan spesifikasi teknis setiap komponen sebagai bagian dari suatu sistem.

Perencanaan konstruksi jalur kereta api dipengaruhi oleh jumlah beban, kecepatan
maksimum, beban gandar, dan pola operasi. Dalam Lampiran PM No. 60 Tahun 2012 tentang
Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api dijelaskan bahwa pengaturan persyaratan teknis jalur
kereta api ini adalah untuk lebar jalan rel 1067 mm dan lebar jalan rel 1435 mm, yang
dijelaskan beberapa hal berikut:

1) Kecepatan

 Kecepatan rencana, yaitu kecepatan yang digunakan untuk merencanakan konstruksi


jaln rel.

 Kecepatan maksimum, yaitu kecepatan tertinggi yang diijinkan untuk operasi suatu
rangkaian kereta pada lintas tertentu;

 Kecepatan operasi, yaitu kecepatan rata-rata pada petak jalan tertentu;

 Kecepatan komersial, yaitu kecepatan rata-rata kereta api sebagai hasil pembagian
jarak tempuh dengan waktu tempuh.

2) Beban gandar

 Beban gandar untuk lebar jalan rel 1067 mm pada semua kelas jalur maksimum
sebesar 18 ton.

 Beban gandar untuk lebar jalan rei 1435 mm pada semua kelas jalur maksimum
sebesar 22,5 ton.

3) Kelas Jalan Rel

8
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

Berdasarkan Permenhub, No. PM 60 Tahun 2012 tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta
Api maka kelas jalan rel dengan lebar jalan rel 1067 mm dan lebar jalan rel 1435 mm
dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.2 Kelas Jalan Rel Lebar Jalan Rel 1067 mm


Daya P Jenis Bantalan Tebal Lebar
Jenis
Kelas Angkut V maks maks Jarak antar Balas Bahu
Tipe Rel Penamba
jalan Lintas (km/jam) gandar sumbu bantalan Atas Balas
t
(ton/thn) (ton) (cm) (cm) (cm)
Beton Elastis
I >20.106 120 18 R.60/R.54 30 60
60 Ganda
10.106 - Beton/Kayu Elastis
II 110 18 R.54/R.50 30 50
20.106 60 Ganda
5.106 - Beton/Kayu/Baja Elastis
III 100 18 R.54/R.50/R.42 30 40
10.106 60 Ganda
Beton/Kayu/Baja Elastis
2,5.106 -
IV 90 18 R.54/R.50/R.42 Ganda/ 25 40
5.106 60
Tunggal
Kayu/Baja Elastis
V <2,5.106 80 18 R.42 25 35
60 Ganda
(Sumber: Permenhub, No. PM 60 Tahun 2012 tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api)

Tabel 2.3 Kelas Jalan Rel Lebar Jalan Rel 1435 mm


Daya P Jenis Bantalan Tebal Lebar
Kelas Angkut V maks maks Jarak antar Jenis Balas Bahu
Tipe Rel
jalan Lintas (km/jam) gandar sumbu Penambat Atas Balas
(ton/thn) (ton) bantalan (cm) (cm) (cm)
Beton Elastis
I >20.106 160 22,5 R.60 30 60
60 Ganda
10.106 - Beton Elastis
II 140 22,5 R.60 30 50
20.106 60 Ganda
5.106 - R.60/ Beton Elastis
III 120 22,5 30 40
10.106 R.54 60 Ganda
R.60/ Beton Elastis
IV <5.106 100 22,5 30 40
R.54 60 Ganda
(Sumber: Permenhub, No. PM 60 Tahun 2012 tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api)

4) Pengalokasian Ruang Pengoperasian

Untuk kepentingan operasi suatu jalur kereta api harus memilikipengaturan ruang yang
terdiri dari:

 Ruang bebas, yaitu ruang di atas jalan rel yang senantiasa harus bebas dari segala
rintangan dan benda penghalang. Ruang ini disediakan untuk lalu Iintas rangkaian
kereta api.

9
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

 Ruang bangun, adalah ruang di sisi jalan rel yang senantiasa harus bebas dari segala
bangunan tetap. Batas ruang bangun diukur dari sumbu jalan rel pada tinggi 1 meter
sampai 3,55 meter. Jarak ruang bangun tersebut ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 2.4 Lebar Jalan Rel


Lebar Jalan Rel 1067 mm dan 1435 mm
Segmen Jalur
Jalur Lurus Jalur Lengkung R < 800
Lintas Bebas Minimal 2,35 m di kiri- kanan as R ≤ 300, minimal 2,55 m
jalan rel R > 300, minimal 2,45 m
di kiri- kanan as jalan rel
Emplasemen Minimal 1,95 m di kiri- kanan as Minimal 2,35 m di kiri- kanan as jalan
jalan rel rel
Jembatan, Terowongan 2,15 m di kiri- kanan as jalan rel 2,15 m di kiri- kanan as jalan rel
(Sumber: Permenhub, No. PM 60 Tahun 2012 tentang Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api)

2.1.7 Standar Spesifikasi Teknis Lokomotif


Lokomotif adalah sarana perkeretaapian yang memiliki penggerak sendiri yang bergerak dan
digunakan untuk menarik dan/atau mendorong kereta, gerbong, dan/atau peralatan khusus.
(permenhub No. KM. 40 tahun 2010).

a. Lokomotif menurut jenisnya terdiri dari lokomotif diesel dan lokomotif elektrik
(listrik);

b. Kereta menurut jenisnya terdiri dari kereta yang ditarik lokomotif dan kereta dengan
penggerak sendiri.

c. Gerbong hanya berupa gerbong yang ditarik lokomotif;

d. Peralatan khusus sarana perkeretaapian menurut jenisnya terdiri dari peralatan khusus
yang ditarik lokomotif dan peralatan khusus dengan penggerak sendiri.

Lebih lanjut dijelaskan dalam Permen Nomor KM 40 Tahun 2010 tentang Standar Spesifikasi
Teknis Lokomotif, bahwa konstruksi dan komponen lokomotif harus memperhatikan:

a. lebar jalan rel dan beban gandar, dimana lebar jalan rel yang dimaksud adalah lebar
jalan rel 1067 mm, 1435 mm atau sesuai kebutuhan, dan beban gandar maksimum
sesuai dengan kelas jalur kereta api.

b. kelengkungan jalan rel, dimana kelengkungan jalan rel yang dimaksud adalah radius
lengkung sesuai dengan kelas jalur kereta api yang akan dilalui.

c. ruang bebas dan ruang batas sarana, dimana ruang bebas dan ruang batas sarana yang
dimaksud mempunyai ukuran yang dibedakan berdasarkan jalur jalan rel tunggal dan
jalur jalan rel ganda pada bagian lurus atau lengkung.

10
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

d. landai penentu maksimum, dimana landai penentu maksimum yang dimaksud antara
lain rel adhesi maksimum 40 % dan rel bergigi maksimum 80 %.

e. pelestarian fungsi lingkungan hidup, dimana pelestarian fungsi lingkungan hidup yang
dimaksud terdiri dari:

- kelembaban relatif antara 40% - 98%;

- temperatur udara sekeliling antara 18°-40°C;

- ketinggian dari permukaan laut maksimum 1200 m; dan

- standar kebisingan eksternal dan emisi gas buang (motor diesel) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Konstruksi dan komponen lokomotif yang diatur dalam Permen Nomor KM 40 Tahun 2010
tentang Standar Spesifikasi Teknis Lokomotif dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Konstruksi Dan Komponen Dari Sarana Perkeretaapian


Konstruksi Dan
No Komponen Persyaratan Teknis
Sarana
1 Rangka dasar a. terdiri dari balok penyangga, balok ujung, balok samping, balok
melintang, penyangga peralatan bawah lantai;
b. dirancang sebagai konstruksi baja rakitan las, terbuat dari baja
karbon atau material lain yang mempunyai kekuatan dan
kekakuan yang tinggi terhadap pembebanan tanpa terjadi
deformasi tetap dan dilengkapi dengan konstruksi tahan
benturan.
b. terbuat dari baja karbon atau material lain dengan kekuatan
tarik minimum 41 kg/mm2;
c. dapat menahan beban, getaran, dan goncangan sebesar berat
lokomotif;
d. tahan terhadap korosi;
e. dilengkapi penghalau rintangan;
f. kontruksi menyatu atau tidak menyatu dengan badan lokomotif.
2 Badan a. terdiri dari atap, dinding samping, dan dinding ujung;
b. dirancang sebagai satu kesatuan dengan rangka dasar
(semimonocoque atau monocoque) dan terpisah dari rangka
dasar (hanya sebagai penutup);
c. harus dilengkapi dengan sistem pemadamapi yang ditempatkan
pada ruang mesin dan berfungsi secara otomatis atau
dioperasikan dari kabin masinis.
d. terbuat dari baja atau material lain yang memiliki kekuatan dan
kekakuan tinggi
e. konstruksi tahan benturan;
f. tahan terhadap korosi dan perubahan cuaca;
g. mampu meredam kebisingan;

11
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

Konstruksi Dan
No Komponen Persyaratan Teknis
Sarana
h. sederhana, kokoh, dan ringan;
i. dirancang untuk memudahkan pada saat pemeriksaan dan/atau
perawatan.
3 kabin masinis a. terdiri dari atap, dinding samping, dan dinding ujung yang
dirancang sesuai dengan kebutuhan, keselamatan, keamanan,
dan kenyamanan;
b. harus dilengkapi denganperalatan operasional, peralatan
pemantau, dan peralatan kenyamanan kerja;
c. mampu menampung masinis dan asisten masinis;
d. memiliki ruang gerak bagi masinis dan asisten masinis;
e. kebisingan dalam ruang kabin masinis maksimum 85 dBA;
f. mampu melindungi masinis dan asisten masinis dari gas buang
sarana perkeretaapian yang menggunakan motor diesel.
g. memiliki ruang bebas pandang ke depan (angle view) tanpa
terhalang badan lokomotif;
h. kaca depan pada kabin masinis yang bebas pandang, mampu
menahan benturan dan apabila pecah tidak membahayakan
awak sarana perkeretaapian;
i. kaca depan pada kabin masinis dilengkapi dengan penghapus
kaca dan penahan sinar matahari;
j. jendela bebas pandang disesuaikan dengan kebutuhan;
k. pintu masuk ruang masinis yang dilengkapi dengan kunci.
4 Bogie a. terdiri dari rangka bogie, sistem suspensi, penerus gaya traksi,
dan perangkat roda;
b. rangka bogie berupa terbuat dari baja yang memiliki kekuatan
dan kekakuan tinggi terhadap pembebanan tanpaterjadi
deformasi tetap;
b. konstruksi tahan pembebanan;
c. mampu meredam getaran;
d. konstruksi sederhana, kokoh;
e. dirancang agar keausan serta alih beban pada roda dan rel
serendah mungkin; dan
f. mampu memberikan kualitas pengendaraan (Vr) maksimal 3,0
pada kecepatan maksimal operasi di jalur kereta api sesuai
standar teknis jalan rel yang ditetapkan (metode E. Sperling - J.
L. Koffman).
5 peralatan penerus a. merupakan alat yang digunakan untuk meneruskan daya dari
daya sumber tenaga ke roda;
b. konstruksi kokoh;
c. mampu tukar;
d. mudah dalam perawatan;
e. hemat energi;
f. mampu meneruskan daya dari sumber tenaga ke roda dalam
dua arah dengan kemampuan sama;
g. mudah dikendalikan dari kabin masinis.
6 peralatan a. konstruksi kokoh;
penggerak b. kompatibilitas tinggi;

12
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

Konstruksi Dan
No Komponen Persyaratan Teknis
Sarana
(sumber tenaga) c. mudah dalam perawatan;
d. hemat energi;
e. kebutuhan daya traksi;
f. kebisingan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
g. untuk lokomotif elektrik: tidak menimbulkan gangguan
elektromagnetik terhadap peralatan prasarana perkeretaapian;
h. untuk lokomotif diesel: emisi gas buang sesuai peraturan
perundangan yang berlaku
7 Peralatan a. berfungsi sebagai alat yang menghubungkan antara sarana
perangkai perkeretaapian;
b. kokoh, kompatibilitas tinggi dan mampu tukar;
c. dilengkapi dengan peralatan yang dapat menyerap benturan;
d. terbuat dari baja tuang, baja tempa atau bahan lainnya serta
dapat menahan beban normal minimal 200 ton tanpa terjadi
deformasi tetap;
e. tinggi peralatan perangkai antara sarana perkeretaapian yang
satu dengan lainnya pada saat dirangkai harus sama atau
memiliki selisih ketinggian maksimum 25 mm dihitung dari
sumbu peralatan perangkai yang diukur kondisi lokomotif siap
operasi.
8 Peralatan a. digunakan sebagai rem pelayanan, rem parkir, dan rem sendiri;
pengereman b. mampu memberikan perlambatan lokomotif minimal 0,8 m/def;
c. mampu menghentikan lokomotif sesuai tingkat kecepatan
dalam keadaan normal atau darurat; dan
d. bekerja secara otomatis pada keadaan sistem gagal bekerja.
9 peralatan a. adalah alat yang digunakan untuk mengendalikan akselerasi
pengendali dan deselarasi lokomotif;
b. peralatan pengendali berupa pembalik arah atau pengatur daya;
c. memiliki tuas atau tombol pengendali pergerakan maju dan
mundur;
d. dilengkapi alat proteksi operasional; dan
e. mudah dioperasikan dari tempat duduk masinis
10 Peralatan a. merupakan suatu perlengkapan atau alat yang digunakan untuk
keselamatan keperluan darurat;
b. Peralatan keselamatan sekurang-kurangnya terdiri atas alat
pemadam kebakaran, rem darurat, palu pemecah kaca, dan
pengganjal roda.
b. mudah dalam pengoperasian.
c. sesuai dengan peruntukannya;
d. mudah dijangkau; dan
e. dilengkapi dengan petunjuk pengoperasian.
11 peralatan a. merupakan suatu alat yang digunakan untuk menghalau benda
penghalau atau material yang menghalangi jalan reI;
rintangan b. Rancangan peralatan penghalau rintangan dapat berupa
konstruksi plat baja dan/atau kisi-kisi dan dirancang mampu
menahan beban statis minimum 15 ton pada sumbunya;
c. dipasang pada rangka dasar dengan sambungan tidak tetap

13
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

Konstruksi Dan
No Komponen Persyaratan Teknis
Sarana
(adjustable);
d. posisi pemasangan mengikuti sudut kemiringan 20°-40° ke
arah depan lokomotif dengan sudut kemiringan dihitung dari
sumbu vertikal;
e. mampu menghalau rintangan ke arah samping;
f. jarak peralatan penghalau rintangan dirancang maksimum 170
mm, diukur dari kepala rei sampai bagian terendah penghalau
rintangan; dan
g. tidak bersinggungan dengan sarana perkeretaapian lain pada
saat dirangkaikan.
(Sumber: Pasal 5 – 36 PM No. 40 Tahun 2010 tentang Standar Spesifikasi Teknis Lokomotif)

Selain konstruksi dan komponen lokomotif yang telah dijelaskan, dalam PM 40 tahun 2010
juga disebutkan mengenai peralatan penunjang lokomotif seperti yang terangkum dalam
Tabel 2.6.
Spesifikasi teknis sarana perkeretaapian yang telah disetujui oleh Menteri berlaku paling
lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 2 (dua) tahun.

Tabel 2.6. Peralatan Penunjang Lokomotif


No Item Persyaratan Teknis
Peralatan
Penunjang
1 Klakson a. kuat suara minimum 85 dBA diukur pada jarak 100 meter di depan
lokomotif; dan
b. kuat suara maksimum 130 dBA diukur pada jarak 1 meter di depan
lokomotif.
2 Lampu a. lampu utama, merupakan lampu sorot cahaya putih yang dipasang di
muka bagian atas tengah dan bagian bawah sebelah kiri dan kanan
lokomotif. Lampu utama yang dipasang dibagian atas tengah harus
memenuhi standar kuat cahaya minimum 150.000 candela dan
mampu memancarkan cahaya pada jarak minimum 700 meter ke
depan. Sedangkan lampu utama yang dipasang di muka bagian
bawah kiri dan kanan, harus memenuhi standar kuat cahaya
minimum 50.000 candela.
b. Lampu tanda, merupakan lampu yang dipasang di muka bagian
bawah kiri dan kanan lokomotif harus memenuhi standar yang dapat
dilihat dengan jelas pada jarak minimum 700 meter.
3 Deadman a. merupakan alat yang berfungsi sebagai kesiagaan atau peringatan
device pada masinis dalam mengoperasikan lokomotif yang sistem
kerjanya berhubungan dengan pengaktifan pengereman.
b. dapat dioperasikan dengan kaki atau tangan masinis dengan interval
waktu 20-90 detik.
c. akan mengeluarkan bunyi dan lampu peringatan selama 5 (lima)
detik dan apabila masinis tidak bereaksi, sistem pengereman
otomatis bekerja.

14
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

No Item Persyaratan Teknis


Peralatan
Penunjang
4 Peralatan a. dapat digunakan untuk komunikasi antara masinis dengan petugas
komunikasi pengendali perjalanan kereta api atau sebaliknya;
b. mampu menerima suara dengan jelas.
(Sumber: Pasal 5 – 36 PM No. 40 Tahun 2010 tentang Standar Spesifikasi Teknis Lokomotif)

2.2 Perbandingan Moda Kereta Api dengan Moda Lainnya

2.2.1 Keunggulan Moda Kereta Api


Salah satu keunggulan komparatif kereta sebagai moda transportasi yang hemat energi
dibandingkan dengan moda lainnya dapat dilihat dari nilai produktivitas. Nilai produktivitas
perjalanan ini adalah besarnya rata-rata ekuivalen dari jumlah penumpang dan jarak yang
ditempuh dari konsumsi 1 satuan bahan bakar. Besarnya ekuivalen produktivitas perjalanan
dapat dituliskan dalam satuan penumpang-km/kg bahan bakar (pass-km/kg oil) atau rata-rata
jumlah bahan bakar yang dikonsumsi oleh penumpang dikalikan jarak yang ditempuh dalam
suatu perjalanan. Berdasarkan data diketahui bahwa rata-rata produktivitas perjalanan dengan
moda kereta mencapai 172,2 penumpang-km/kg BBM, dimana konsumsi 1 kilogram bahan
bakar minyak (BBM) dapat digunakan untuk perjalanan 172,2 penumpang sejauh 1
kilometer. Produktivitas ini memiliki nilai efisiensi yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan moda lainnya. Sebagai contoh, untuk moda angkutan jalan khususnya bus, rata-rata
produktivitas perjalanan berbanding konsumsi BBM hanya sekitar 91,2 penumpang-km/kg
BBM atau sekitar 80% lebih rendah jika dibandingkan dengan kereta. Sedangkan untuk moda
kendaraan pribadi, produktivitas rata-ratanya hanya sekitar 38,8 penumpang-km/kg BBM
atau 5 kali lebih rendah jika dibandingkan dengan kereta. Untuk lebih jelasnya, nilai
perbandingan rata-rata produktivitas perjalan terhadap konsumsi bahan bakar pada setiap
moda dapat dilihat pada Gambar 2.2.

railway

bus

car
plane

15
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

Gambar 2.2 Perbandingan Efisiensi Energi Menurut Rata-rata Produktivitas Perjalanan Per Satuan
Ekivalen Konsumsi Bahan Bakar
(Sumber: Keunggulan Komparatif Kereta Api, PT. KAI, 2011)
Selain dari sisi produktivitas ekuivalen rata-rata perjalanan, kereta api juga dinilai ramah
lingkungan karena produksi emisi bahan bakarnya yang jauh lebih rendah jika dibandingkan
dengan moda lainnya. Salah satu parameter yang dapat dilihat adalah produksi emisi gas
rumah kaca (CO) yang dihasilkan oleh kereta dibanding dengan moda lainnya. Berdasarkan
data, diketahui bahwa kontribusi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh moda kereta
hanya sebesar 0,5%. Kontributor terbesar dari produksi emisis gas rumah kaca adalah bus dan
kendaraan pribadi yaitu sebesar 92%, sedangkan pesawat terbang memberikan kontribusi
sebesar 3,3%. Transportasi merupakan salah satu sektor penghasil emisi gas rumah kaca di
dunia. Rata-rata besarnya produksi emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi adalah
sebesar 5,3 Gt CO₂e atau sebesar 5% dari total produksi CO₂ yang terkait aktivitas
pembakaran energi. Dimana moda kereta hanya berkontribusi sebesar 2% dari seluruh
aktivitas tersebut. Penjelasan kontribusi rata-rata sektor transportasi dalam produksi emisi gas
rumah kaca dapat dilihat pada grafik berikut:

Gambar 2.3 Kontibusi Rata-Rata Produksi Emisi Gas Rumah Kaca


(Sumber: Keunggulan Komparatif Kereta Api, PT. KAI, 2011)
Seperti telah dijelaskan secara singkat pada bagian sebelumnya, kereta api sebagai sarana
transportasi juga memiliki keunggulan komparatif sebagai angkutan massal yang hemat
lahan. Hal ini dapat dilihat dari besarnya penggunaan lahan dan kinerja lahannya.
Berdasarkan penggunaan lahan, jalan rel untuk kereta api sebesar 25.000 m²/km dapat

16
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

memiliki kapasitas angkut sebesar 340.000 ton/km per hari atau memiliki rata-rata kinerja
lahan sebesar 225.000 ton/km/m² per hari.

Sedangkan jika dibandingkan dengan angkutan jalan yang memiliki kebutuhan lahan lebih
besar yaitu sebesar 75.000 m²/km hanya menghasilkan kapasitas angkut sebesar 150.000
ton/km per hari atau 50% lebih rendah jika dibandingkan dengan kereta api. Berdasarkan
kebutuhan lahan dan kapasitas angkut yang dihasilkan, maka perkiraan rata-rata kinerja lahan
untuk angkutan adalah sebesar 50.000 ton/km/m² per hari atau hanya sebesar 6% dari kinerja
lahan moda kereta api. Berdasarkan kondisi ini terlihat bahwa moda kereta api jauh lebih
efisien dalam hal penggunaan lahan dan kapasitas yang dihasilkan. Untuk lebih detailnya,
perbandingan mengenai kebutuhan lahan, kapasitas yang dihasilkan dan kinerja lahan antara
moda kereta api dan jalan dapat dilihat pada grafik berikut:

350.000 14

300.000 12

250.000
10 Surface used (m2/km)
Surface and Capacity

Spatial Performance

200.000
Capacity (t/km/day)
8
150.000
Spatial Performance
6 (t/km/m2/day)
100.000

50.000 4

0 2
Rail Road

Gambar 2.4 Perbandingan Kinerja Lahan Antara Moda Kereta Api Dan Jalan
(Sumber: Keunggulan Komparatif Kereta Api, PT. KAI, 2011)

17
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

Gambar 2.5 Perbedaan Kontribusi Biaya Eksternal Lalu Lintas Angkutan Penumpang
(Sumber: Keunggulan Komparatif Kereta Api, PT. KAI, 2011)
Dilihat dari besarnya rata-rata biaya eksternal yang dihasilkan, kereta api memiliki besar
eksternalitas yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan moda lainnya. Beberapa
komponen dari biaya eksternal tersebut antara lain biaya akibat kecelakaan, polusi suara/
kebisingan, polusi udara, dampak gas rumah kaca terhadap perubahan iklim, perubahan
lanskap, dampak urbanisasi dan dampak lingkungan lainnya. Faktor yang mencolok adalah
biaya eksternal dari polusi udara dan efek rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim
dimana besarnya produksi polusi udara dan gas rumah kaca yang dihasilkan oleh moda kereta
api jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan moda lainnya.

2.2.2 Kelemahan Moda Transportasi Kereta Api


Selain memiliki keunggulan, sistem perkeretaapian juga memiliki beberapa kelemahan,
antara lain:

1. Biaya investasi awal sangat besar.

2. Keterikatan operasi pada sistem jalur tetap.

3. Dalam waktu singkat tidak adaptif terhadap teknologi baru.

4. Biaya perawatan cukup tinggi.

5. Tidak bisa “door to door services”.

18
Studi Kelayakan Pembangunan Jalur KA Antara Batas Negara – Simamggaris – Malinau – Tanjung Selor – Tanjung Redeb
LAPORAN AKHIR

19

Anda mungkin juga menyukai