Anda di halaman 1dari 6

ESTETIKA FESYEN PADA KARYA “SARAKAN”

DITUJUKAN UNTUK MEMENUHI UJIAN TENGAH SEMESTER MATA


KULIAH ESTETIKA FESYEN

DISUSUN OLEH:

ERINA YUNIANSYAH

18232013

PROGRAM STUDI TATA RIAS DAN BUSANA FAKULTAS SENI RUPA


DAN DESAIN
INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA BANDUNG 2020
PENDAHULUAN

Pameran seni rupa “Locus” yang diadakan di taman BudayaJawa Barat jalan bukit Dago
Utara nomor 53 A di Bandung tepatnya di the Huis Galerry pada hari Senin tanggal 23
November 2020 memamerkan berbagai macam karya seni yang di hasilkan oleh mahasiswa
Fakultas Seni Rupa dan Desain di Institut Seni Budaya Indonesia Bandung. Dari beragam
karya yang dipamerkan ada ada beberapa karya yang dihasilkan oleh mahasiswa program
studi rias busana.

Beberapa karya yang dipamerkan mahasiswa rias busana diantaranya “Sa Biru” karya
Nurul Aisyah, “FABULA” karya Ningrum Ayu Wulandari, “Sarakan” karya Silvia Hilmi
Pisilmi, “Sacrifice” karya Anggi Firmansyah dan “Batik Gayatri” karya Ambar Octaviani.
Tugas kami sebagai mahasiswa rias busana, selain untuk mengapresiasi karya tersebut kami
juga perlu menganalisa estetika dan keindahan dari karya itu sendri sebagai bahan evaluasi
dan pelajaran baru. Maka itu dari beberapa karya diatas, saya memilih untuk membahas karya
yang berjudul “Sarakan” milik Silvia Hilmi Pisilmi. Penjelasan lebih lanjut akan dibahas
pada bab berikutnya.
PEMBAHASAN

A. Estetika Bentuk dan Isi

Karya ini merupakan busana dengan jenis ready-to-wear yang modelnya berupa tunik
panjang disertai outer dilengkapi aksesoris lainnya seperti bucket hat, belt, dan
masker wajah. memiliki warna dengan nuansa “earth tone” yaitu warna oranye ke
coklat-coklatan, hijau tua dan kuning yang agak pucat. Pada permukaan busananya
terdapat motif berupa rumah yang terbuat dari bambu, aksara Sunda dan motif batik
geometris secara menyebar.

Karya ini berjudul “Sarakan” yang dibuat oleh mahasiswa program studi Rias dan
Busana Silvia Hilmi Pisilmi. Sarakan sendiri diambil dari kata “sarakan” dalam
bahasa Sunda yang artinya “tempat lahir”. Maksud Silvia memilih kata sarakan adalah
bahwa ia ingin mengenalkan kampung dukuh yang merupakan salah satu kampung
tradisional yang berasal dari tempat lahirnya yaitu kota Garut. Desainnya yang
modern namun memiliki makna dan proses yang sangat tradisional melalui karya ini
lah ia ingin menyampaikan kearifan lokal yang tetap mengikuti tren yang sedang
berlaku saat ini.

“Sarakan” karya Silvia Hilmi Pisilmi Foto oleh: erina y, pameran Locus di Taman
Budaya Jawa Barat 23 Nov 2020
B. Manifestasi Estetika pada karya “Serakan”

Foto bersama kak silvi, seniman karya “Sarakan” pada pameran seni rupa Locus

Inspirasi seniman dalam membuat karya ini berasal dari “kampung dukuh”
dimana kampung tersebut masih memegang teguh tradisi mereka. Alasannya adalah
karena masih banyak orang yang belum tahu mengenai kampung dukuh ini. Maka itu
Silvia berkeinginan untuk memberi tahu dan mengenalkan kampung dukuh kepada
orang orang diluar sana.

Maka cara Silvia sebagai seniman dalam menyampaikan karyanya juga dibuat
se-tradisional mungkin. Dari mulai pemilihan proses pembuatan karya yaitu
membatik sampai ke motif yang ada di dalamnya memiliki nuansa kearifan lokal yang
kuat. Motifnya dibatik secara manual dengan tangan sehingga menimbulkan kesan
yang authentic dan terlihat indah Selain itu pemilihan warna dan teknik perwarnaan
yang alami didapatkan dari pewarna alam yang berupa tumbuhan biji jelawe dan
batang tinggi. Sehingga dihasilkan lah warna yang natural dengan nuansa earth tone
yang meskipun warnanya terlihat agak kuno namun tetap cocok dan enak dipandang
karena warna yang dihasilkan kuat.

Gambar rumah bambu pada motif batik juga mencerminkan tempat tinggal
warga kampung dukuh yang mana mereka masih tinggal di dalam rumah yang terbuat
dari hasil alam berupa bambu tidak seperti rumah rumah umumnya. Menurut saya,
penyampaian gambar rumah bambu ini yang paling menarik. Karena sangat
menggambarkan nuansa pedesaan sehingga menimbulkan kesan kearifan budaya lokal
yang tinggi. Pemilihan penempatan motif pada busana yang berupa outer juga sangat
pas sehingga orang orang dapat benar benar melihat gambarnya.

Motif aksara Sunda pada busana juga ingin menyampaikan bahwa orang orang
di kampung dukuh masih menggunakan bahasa Sunda yang merupakan bahasa daerah
sekaligus bahasa ibu mereka. Tidak seperti anak anak jaman sekarang yang
menganggap bahwa bahasa Sunda atau bahasa daerah lainnya terkesan kampungan.
Penyampaian aksara Sunda ini sangat menarik karena aksara Sunda memiliki ciri
khasnya sendiri dan aksara Sunda sendiri juga sudah banyak orang yang mengenali
sehingga orang orang yang melihat pun akan tahu bahwa busana ini memiliki unsur
budaya Sunda yang mana Garut juga bagian dari tanah Sunda.

Pada model busananya, di buat ready-to-wear agar lebih efisien dan desainnya
dibuat modern dengan model oversize dan street style yang mana sedang marak
digemari oleh kalangan masyarakat. Maka itu dipilih lah model ini agar busana lebih
mudah di terima masyarakat karena bagaimanapun juga street style memberikan
kesan tetap trendy. Sebenernya jika busana ingin dibuat dengan desain tradisional pun
masih bisa namun Silvia mengatakan ia ingin menyampaikan bahwa busana yang
mengusung konsep tradisional pun tetap bisa terlihat modern dengan estetikanya
sendiri.
KESIMPULAN

Kampung dukuh adalah salah satu kampung tradisional yang berada di kota Garut Jawa barat.
Silvia yang merupakan seorang seniman dari karya yang berjudul “Sarakan” mengambil
inspirasi dari tradisi dan kehidupan orang orang di kampung dukuh dan kampung dukuh itu
sendiri berlokasi di tempat sang seniman lahir. Penyampaian inspirasinya ditunjukkan pada
motif, warna dan teknik yang ia gunakan dalam proses pembuatan busananya. Tujuannya
adalah untuk mengenalkan kampung dukuh kepada orang orang diluar sana namun dikemas
dengan desain yang modern agar lebih mudah diterima oleh masyarakat.

Pada karya ini saya melihat keindahan yang ternyata beragam macamnya.
Penyampaian keindahan dari sebuah karya ternyata tidak luput dari budaya yang baik telah,
sedang atau akan berlangsung. Maka itu diperlukan penyesuaian estetika pada sebuah karya
yang tetap mempertimbangkan budayanya. Kita harus mengetahui bagaimana cara yang tepat
untuk menimbulkan estetika dan kesan yang kuat tanpa merusak asal usul atau budaya
sesuatu.

Dari analisa ini saya belajar banyak hal baru tentang estetika, penyampaiannya dan
keterkaitannya dengan budaya atau hal hal yang berlangsung di sekeliling saya. Saya harap
dari pembahasan ini dapat menginspirasi dan memotivasi saya juga teman teman yang lain
untuk membuat karya dan pameran yang lebih baik dari apa yang telah saya dapatkan.
Terima kasih.

Bandung, 3 desember 2020

SUMBER

https://www.kamusdaerah.com/?bhs=a&bhs2=m&q=loba,%20tamak,%20sarakan,
%20tempat%20lahir,%20tanah%20air.

KATALOG LOCUS

Wawancara bersama kak Silvia Hilmi Pisilmi

Anda mungkin juga menyukai