Anda di halaman 1dari 11

PENYEBAB RENDAHNYA TINGKAT LITERASI DI SUMATERA UTARA DALAM

BIDANG EKONOMI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Sekolah

Dosen Pengampu:

Dr. H.M. Joharis Lubis, M.M., M.Pd.

Oleh Kelas:

PBSI-REGULER B 2020

PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Dalam kesempatan
ini, penulis ucapakan terima kasih kepada Bapak Dr. H.M. Joharis Lubis, M.M., M.Pd. selaku
dosen pengampu mata kuliah Manajemen Sekolah yang telah membimbing penulis dalam
mengerjakan makalah ini. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan memberi dorongan sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik dan tepat waktu.
Makalah ini membahas mengenai penyebab rendahnya literasi di Sumatera Utara dalam
Bidang Ekonomi, mencari tahu faktor penyebab masalah tersebut dan cara mengatasi setaiap faktor yang
telah diteliti. Serta membandingkan tingkat literasi di Sumatera Utara dengan daerah yang memiliki
tingkat literasi tertinggi.

Di samping itu, penulis memohon maaf sebesar-besarnya kepada pihak pembaca jika
terdapat kesalahan dalam penulisan, penyusunan, maupun kesalahan lain yang tidak berkenan di
hati pembaca. Oleh karena itu, penulis memohon kritik dan saran demi meningkatkan mutu
penulisan selanjutnya. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI...................................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................................4

PENDAHULUAN...........................................................................................................................4

A. Latar Belakang........................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4

C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................5

PEMBAHASAN..............................................................................................................................5

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................10

A. Simpulan...............................................................................................................................10

B. Saran......................................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fenomena perilaku konsumtif bagi generasi muda dapat dikatakan segala sesuatu yang
serba instan , tidak menghargai sebuah proses sebelum terjadinya satu pencapaian tertentu dan
juga tidak dibarengi dengan perencanaan keuangan yang baik maka akan memicu perilaku
shopaholic yang dapat merugikan diri sendiri dimasa yang akan datang terlebih lagi banyak
mahasiswa yang masih meminta bantuan orang tua untuk membayarsemua barang belanjaannya.
Hal ini didukung temuan lembaga riset independen provetic. Berdasarkan survei daring (online)
pada 7.757 responden. Lembaga riset ini menemukanbahwa 38% di antaranya masih
menggunakan uang dari orang tua mereka dalam melakukan transaksi.

Dari 50 mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas


Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) yang peneliti jadikan sampel observasi awal, dapat
disimpulkan bahwa 50 mahasiswa tersebut pernah melakukan tindakan perilaku konsumtif.
Indikasi yang penelIti temukan dari tujuan mereka ber perilaku konsumtif adalah untuk membeli
produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi serta membeliproduk atas pertimbangan harga
(bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya). Gaya hidup masyarakat sekarang ini sudah
mengalami perubahan dan perkembangan seiring berkembangnya zaman.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini
ialah:

1. Apakah yang menjadi penyebab rendahnya tingkat literasi di Sumatera Utara dalam
bidang ekonomi?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penyebab penyebab rendahnya tingkat literasi di Sumatera Utara


dalam bidang ekonomi

4
BAB II

PEMBAHASAN

Data Terkait Permasalahan yang Dibahas

Literasi keuangan atau “melek” keuangan termasuk 10 macam kecerdasan yang harus
dimiliki manusia. Orang yang tidak memiliki kecerdasan finansial, baik orang kaya maupun
menengah ke bawah, keuangan mereka langsung habis untuk membayar utang dan pengeluaran,
sehingga tidak ada yang ditabung. Namun berbeda dengan arus uang orang kaya, yang makin
kaya dengan kecerdasan finansial yang mereka miliki. Semua penghasilan mereka tidak
dihabiskan, namun digunakan untuk memiliki aset sehingga memberikan pendapatan tambahan,
kemudian mengelola pengeluaran dengan baik, tidak terlalu banyak berutang, serta hasilnya
masih ada sisa untuk ditabung.

Tidak ada gunanya seseorang yang cerdas dalam masa sekolah, memiliki emosi yang
baik, namun tidak dapat mengelola keuangannya dengan baik. Tanpa disadarinya, uang yang
telah diperoleh dari hasil kerjanya lenyap tak berbekas, karena salah kelola (Fauzi, 2006).Maka
dapat disimpulkan bahwa, kecerdasan finansial mutlak diperlukan agar seseorang dapat terus
menikmati kesejahteraan. Semakin cepat memiliki kecerdasaan finansial yang tinggi, semakin
sejahtera hidup seseorang. Bila terlambat, tentu akan mengalami kesengsaraan dalam hidup
(Fauzi, 2006). Kurangnya pengetahuan mengenai pengelolaan keuangan menjadi masalah serius
bagi dunia. Termasuk Indonesia sendiri, menurut Master Card dalam Indeks Financial Literacy
2014, menggarisbawahi bahwa kemajuan dalam meningkatkan kesejahteraan keuangan tahun
2014, tetap stagnan di sebagian besar pasar di Asia Pasifik termasuk Negara Indonesia yang
berada diurutan ke 14 dari 16 negara (Fauzi, 2006).

Begitupun dengan survei yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2013, hanya 21,84 persen
dari masyarakat Indonesia yang berumur di atas 17 tahun telah melek keuangan. Tingkat
penggunaan layanan keuangan formal hanya 59,74 %. Menurut survei Bank Dunia (world bank),
Indonesia negara ketiga yang mempunyai tingkat literasi keuangan paling lemah setelah India
dan Cina dari seluruh negara di dunia. Kondisi tersebut jelas kurang menguntungkan bagi upaya

5
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebab, tingkat kesejahteraan suatu masyarakat sejalan
dengan tingkat melek keuangan dan kedekatan masyarakat terhadap akses keuangan. Karena itu,
kebutuhan pengembangan keuangan mikro dan program keuangan inklusif (financial inclusion)
yang lebih efektif dan efisien, sangat besar.

Literasi keuangan merupakan langkah kongkrit yang terdapat dalam program inklusi
keuangan OJK.Tingkat literasi keuangan yang tinggi merupakan kebutuhan dasar bagi setiap
orang agar terhindar dari masalah keuangan. Kesulitan keuangan bukan disebabkan dari
pendapatan semata (rendahnya pendapatan), kesulitan keuangan juga dapat muncul jika terjadi
kesalahan dalam pengelolaan keuangan seperti kesalahan penggunaan kredit, tidak adanya
perencanaan keuangan dan tidak memiliki tabungan. Sehingga memiliki literasi keuangan yang
tinggi merupakan hal vital untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera. Edukasi finansial
(financial education)dijadikan sebagai alat mengatasi permasalahan rendahnya tingkat melek
keuangan. Namun masih merupakan tantangan besar diterapkan di Indonesia. Edukasi finansial
adalah proses panjang yang memacu individu untuk memiliki rencana keuangan di masa depan
demi mendapatkan kesejahteraan sesuai dengan pola dan gaya hidup yang mereka jalani.

Sementara di Indonesia sendiri pendidikan keuangan pribadi (personal finance) masih


jarang ditemui baik itu di sekolahsampai perguruan tinggi. Penelitian yang dilakukan Cole,
Sampson, dan Zia tahun 2009 menemukan bahwa tingkat literasi finansial pada keluarga-
keluarga di India dan Indonesia rendah.Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada,
Jepang, dan Australia termasuk negara yang memberikan edukasi finansial kepada
masyarakatnya, terutama mahasiswa dengan harapan literasi keuangan (financial literacy)
masyarakat semakin meningkat (Mendari dan Kewal, 2013).Pendidikan sangat berperan penting
dalam pembentukan literasi finansial, baik pendidikan informal di lingkungan keluarga maupun
pendidikan formal di lingkungan perguruan tinggi. Dalam lingkungan keluarga, tingkat literasi
finansial ditentukan oleh peran orang tua dalam memberikan dukungan berupa pendidikan
keuangan.

Pembelajaran di perguruan tinggi sangat berperan penting dalam proses pembentukan


literasi finansial mahasiswa. Pembelajaran yang efektif dan efisien akan membantu mahasiswa
memiliki kemampuan memahami, menilai, dan bertindak dalam kepentingan keuangan mereka.
Sebagai regulator pada industri keuangan, OJK mengeluarkan program peningkatan literasi

6
keuangan dengan Strategi Nasional Literasi Keuangan (SNLK). OJK menjadikan salah satu
sasaran kelompok masyarakat dalam SNLK adalah pelajar, sebagai gerbang terdepan kecerdasan
bangsa. Selain itu, pelajar ataupun mahasiswa akan menjadi sumber informasi yang berasal dari
kaum intelektual untuk memberikan pemahaman keuangan kepada orang yang berada di
sekelilingnya. Mahasiswa merupakan salah satu komponen masyarakat yang jumlahnya cukup
besar serta berperan penting bagi perubahan bangsa (agent of change).Menurut Lusardi,
mahasiswa sebagai generasi muda tidak hanya akan menghadapi kompleksitas yang semakin
meningkat dalam produk-produk keuangan, jasa, dan pasar. Tetapi mereka lebih cenderung harus
menanggung resiko keuangan di masa depan yang lebih dari orang tua mereka (Lusardi and
Mitchell, 2007).

Dampak Rendahnya Literasi Ekonomi

Rendahnya literasi ekonomi akan berdampak pada sikap konsumtif pada masyarakat.
Indikasi lainnya dari rendahnya literasi ekonomi adalah banyak kasus dan korban penipuan
berbalut investasi,termasuk kasus yang terakhir yakni kasusAntaboga-Century. Fenomena
lainnya adalah rendahnya spirit masyarakat. Indonesia untuk menabung dan kebiasaan belanja
yang berlebihan sehingga sulit untuk menjadi konsumen yang cerdas. Dengan menjadi konsumen
yang takluk pada hasrat untuk berbelanja secara berlebihan hanya akan menjadikan siklus hidup
menjadi semakin jauh dari pencapaian yang diharapkan.

Seperti yang dilansir oleh Warsono (2010) bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk
saat ini sebanyak 231 juta orang, sebagian besar masih menghadapi kendala dalam kesejahteraan
hidup. Hal ini dapat dilihat dari indikasi pendapatan per kapita masyarakat yang baru mencapai
sebesar US$2600. Dengan pendapatan per kapita sebesar itu, perlu pengelolaan yang baik,
sehingga dapat mengoptimalkan pengalokasiannya. Di samping itu penggunaan sumber
pembelanjaan, pengelolaan risiko, dan penyiapan dana pensiun yang tepat perlu dipikirkan lebih
mendalam.

Adapun faktor penyebab masalah tersebut adalah :

Tingkat ekonomi Indonesia disinyalir menjadi salah satu penyebab rendahnya mutu
literasi di Indonesia. Sebagai bagian dari masyarakat indonesia kita juga tidak bisa memungkiri
bahwa biaya yang dikeluarkan untuk mendukung kegiatan literasi tidak murah. Buku-buku

7
berkualitas yang dipasarkan baik secara online maupun offline cukup membuat kita harus
berpikir dua kali untuk membelinya. Masalahnya, kita dihadapkan pada pilihan yang cukup
sulit,yaitu memenuhi kebutuhan perut lebih dahulu atau kebutuhan otak.

Kita tahu persis bagi masyarakat indonesia yang rerata memiliki gaji UMR kesulitan
memenuhi kebutuhan untuk membeli buku. Masyarakat yang sudah memiliki gaji di atas UMR
biasanya memiliki minat baca tinggi. Sehingga mereka menyediakan budget khusus untuk
memenuhi minat bacanya tersebut. yaitu memenuhi kebutuhan perut lebih dahulu atau kebutuhan
otak. Kita tahu persis bagi masyarakat indonesia yang rerata memiliki gaji UMR kesulitan
memenuhi kebutuhan untuk membeli buku. Masyarakat yang sudah memiliki gaji di atas UMR
biasanya memiliki minat baca tinggi. Sehingga mereka menyediakan budget khusus untuk
memenuhi minat bacanya tersebut.

Solusi yang dapat diambil :

Solusi atau upaya yang bisa dilakukan dalam rangka meningkatkan literasi masyarakat
indonesia tidak bisa dilakukan seorang, dua orang. Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan
yang mendukung hal tersebut. Pemerintah bisa mendorong berbagai pihak termasuk swasta
untuk menyediakan fasilitas yang berkaitan dengan literasi secara luas dan gratis.Pemerintah
juga bisa mensubsidi buku-buku untuk masyarakat.

Pemerintah juga mendorong para penulis dan pelaku usaha penerbitan untuk
menghasilkan bahan bacaan bermutu bagi masyarakat. pemerintah pun bisa membeli hak
kekayaan intelektual dan memberikan royalti kepada penulis agar ia lebih semangat dalam
menghasilkan buku berkualitas lainnya bagi masyarakat. Pemerintah bekerjasama dengan
berbagai pihak untuk mendistribusikan buku ke seluruh wilayah NKRI. Pemerintah juga bisa
mengurangi pajak perbukuan termasuk royalti dari penjualan buku penulis. Upaya lainnya adalah
dengan mengadakan lomba baca.

Solusi lainnya yang dapat ditempuh antara lain adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pemahaman mengenai uang.


Pemahaman bahwa sumber rizki kita satu-satunya dari Allah dengan segala
ketetapanNya. Menanamkan uang dan harta bukan tujuan hidup di dunia. Uang dan harta

8
itu hanya sarana agar hidup kita semakin dekat kepada Allah dan salah satu cara
menggapai ridho Allah untuk kemudahan beribadah, misalnya haji dan umrah, berinfak.
shadaqah, zakat, berdakwah dan bermanfaat untuk keluarga dan orang lain.
Mengenalkan bentuk uang (koin dan kertas, besar dan kecil), warnanya, nilainya, dan
kegunaannya. Bandingkan harga beberapa merek barang sekaligus, dan beritahukan anak
mengapa Anda memilih salah satunya. Bisa karena harga atau kualitasnya, hal ini bisa di
ajarkan oleh guru pada pelajaran IPS melalui demonstrasi jual beli dan mengenalkan
uang.
2. Pemahaman mengenai bekerja
Pemahaman mengenai bekerja juga harus dirubah. Bekerja bukan untuk mencari uang.
Tetapi bekerja adalah menciptakan nilai tambah yang bermanfaat bagi semua pihak.
Untuk mendapatkan penghasilan berupa uang, sesorang harus berikhtiar dan berusaha
melalui bekerja.
3. Pemahaman  tentang berbagai kebutuhan sehari-hari .
Pemahaman tentang kebutuhan pokok atau kebutuhan primer yang sifatnya harus
dipenuhi, dibandingkan kebutuhan sekunder.
4. Pemahaman mengenai perbedaan keinginan dan kebutuhan.
Kebutuhan adalah sesuatu yang harus dipenuhi, ada atau tidak ada uang. Misalnya,
kebutuhan makan. Sedangkan keinginan adalah sesuatu yang pemenuhannya bisa
ditunda, tidak harus sekarang. Oleh karena itu, jika anak menangis meminta dibelikan
sesuatu, pahami terlebih dahulu apakah itu kebutuhan at

Data Perbandingan :

Sementara hanya 3 provinsi yang mendapat skor literasi digital di atas rata-rata nasional
yaitu DIY (3,71), Jawa Timur (3,55), dan DKI Jakarta (3,51). Bahkan untuk Provinsi Banten,
menempati empat posisi terbawa skor literasi digital 2021 dengan 3,37. Sebagai informasi,
Indeks Literasi Digital Indonesia 2021 mendapatkan skor 3,49 atau pada level "sedang".

9
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Otoritas Jasa Keuangan mendefinisikan bahwa literasi keuangan adalah rangkaian proses
atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan keyakinan
(confidence) konsumen dan masyarakat luas sehingga mereka mampu
mengelola keuangan pribadi lebih baik. Literasi keuangan adalah kemampuan dalam memahami
pro dan kontra dari suatu keputusan keuangan, pertimbangan biaya dan dengan percaya diri
memutuskan apa yang harus dilakukan. Literasi keuangan adalah aspek meliputi pengetahuan,
keterampilan dan seseorang mengambil keputusan mengenai finansial sebagai pemanfaatan
sumber dana dalam kehidupan

Literasi Keuangan memiliki tujuan jangka panjang bagi seluruh golongan masyarakat,


yaitu: Meningkatkan literasi seseorang yang sebelumnya less literate atau not literate menjadi
well literate; Meningkatkan jumlah pengguna produk dan layanan jasa keuangan. Literasi
keuangan juga membantu anak dan remaja untuk menabung, membuat anggaran, dan
berinvestasi. Dengan memahami hal tersebut, lebih mudah bagi anak pada kemudian hari untuk
mencapai kemandirian dan kestabilan finansial. Mereka bisa menentukan tujuan finansial yang
realistis dan cara terbaik untuk mencapainya.

B. Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis juga menyarankan pembaca untuk banyak
membaca buku, jurnal, atapun referensi lain yang berkaitan dengan materi yang dijabarkan
dalam makalah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, H., & Saputra, Y. E. (2016). Analisis tingkat literasi keuangan. JEBI (Jurnal Ekonomi
Dan Bisnis Islam), 1(2), 235-244.

Hasil Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) ketiga tahun 2019, katanya, indeks literasi
keuangan sudah mencapai 38,03 persen dari target 35 persen

Pulungan, D. R., & Febriaty, H. (2018). Pengaruh gaya hidup dan literasi keuangan terhadap
perilaku konsumtif mahasiswa. Jurnal Riset Sains Manajemen, 2(3), 103-110.

Sumber dataindonesia.id pertama kali diindeks oleh Google pada September 2021

11

Anda mungkin juga menyukai