Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH PROBLEM BASED LEARNING 2 (PBL 2)

MANAJEMEN PELAYANAN KEFARMASIAN KOMUNITAS

Dosen Pengampu:
Dr. apt. Yosef Wijoyo, M.Si.

Disusun oleh:
Kelas/Kelompok: A/4
Nama Anggota Kelompok:
Aura Tasya Susanto 218115089
Florentina Galuh Ivanka 218115099
Anandha Nabila Prjanaparamita 218115101
Lenny Evangeline Natiur 218115105
Agustina Dewi Riskawati 218115108
Agus Budiartha 218115113
Aprilia Sabila Saraswati 218115125
Seravina Miranda Losong 218115127

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2022
PENDAHULUAN
A. KASUS
Seorang Apoteker melakukan kunjungan home care pada 7 Maret 2020 ke rumah seorang
pasien bernama Pak Sarwo Bakti. Pada waktu berjumpa apoteker dengan pasien, pasien nampak
masih lemah dan lesu. Pasien juga merasa jenuh meminum obat dan belum terlalu familiar
dengan perawatan luka diabetes pada kaki. pasien senang karena penghasilannya naik selama
pandemi, namun juga merasa tertekan karena hampir setiap hari ada konsumen yang komplain
terkait produk yang dibeli karena tidak diantar secara on-time; merasa belum familiar dalam
menggunakan fasilitas asuransi BPJS. Pasien menanyakan apakah obatnya dapat diganti dengan
obat generik, karena dia juga tidak merasa yakin apakah penghasilannya akan tetap seperti saat
ini.

B. DATA INFORMASI YANG DIPEROLEH DARI PASIEN


Berdasarkan penggalian informasi dari pasien, didapatkan informasi sebagai berikut:
1. Pasien bernama Pak Sarwo Bakti, usia 50 tahun.
2. Saat ini memiliki tinggi badan 170 cm; berat badan 83 kg
3. Pasien baru menjadi anggota BPJS bulan Januari 2022
4. Pasien memiliki riwayat penyakit :
● 5 tahun mengalami diabetes dan hiperkolesterolemia
● 3 tahun terakhir mengalami penyakit jantung iskemi dan 1 tahun lalu menjalani
operasi by pass jantung
● arthropaty dan luka diabetes pada kaki (bernanah)
5. Hasil pemeriksaan lab pada kaki pasien terdapat
● luka pada kaki
● enterococcus faecalis +++
● lactose fermenting coliform +++
6. Pasien merupakan seorang perokok berat (pengguna cerutu)
7. Riwayat obat yang dikonsumsi pasien saat ini (jumlah awal bulan dan sisa saat masuk
IGD) yaitu :
● Metformin tablet 500 mg (3x1 tab) (90 tablet, sisa 80)
● Actos tablet 15 mg (2x1 tab) (60 tablet, sisa 50)
● Atorvastatin tablet 40 mg (1x1 tab) (30 tablet, sisa 26)
● Ezetrol tablet 10 mg (1x1 tab) (30 tablet, sisa 26)
● Furosemida 40 mg (1x1 tab) (30 tablet, sisa 26)
● Aspilet tablet (1x1 tablet) (30 tablet, sisa 26)
● Coveram (1x1 tab) (30 tablet, sisa 25)
● Cardismo 20 mg (3x1 tab) (90 tablet, sisa 78)
8. Hasil lab yang pasien jalanin sebelum pulang dari rumah sakit 5 Maret 2020
● Glukosa darah 250 mg/dL
● Kreatinin 186 micromol/liter
● WCC 11,2 x 109 /L
● Neutrofil 7.6 x 109/L
● Blood culture positive for Gram-positive cocci
9. Pasien bekerja sebagai karyawan sebuah perusahaan konstruksi, namun dirumahkan pada
sejak April 2021. Mulai Juni 2021 hingga Sekarang pasien menjadi reseller produk
makanan kesehatan yang melakukan penjualan produk tsb melalui media social instagram
10. Pasien berpenghasilan sebesar 6 juta per bulan (pada waktu menjadi karyawan) dan
setelah menjadi reseller menjadi 9 juta. Namun demikian hampir setiap hari menerima
complain karena ketidaktepatan waktu pengiriman dikarena supply produk makanan
kesehatan tersebut selalu oversold
11. Saat kunjungan home care oleh apoteker, diperoleh informasi:
- Pasien masih merasa lemah dan lesu.
- Pasien juga merasa jenuh meminum obat dan belum terlalu familiar dengan perawatan
luka diabetes pada kaki
- Pasien senang karena penghasilannya naik selama pandemic, namun juga merasa
tertekan karena hampir setiap hari ada konsumen yang komplain terkait produk yang
dibeli karena tidak diantar secara on-time
- Pasien merasa belum familiar dalam menggunakan fasilitas asuransi BPJS.
- Pasien menanyakan apakah obatnya dapat diganti dengan obat generik, karena dia juga
tidak merasa yakin apakah penghasilannya akan tetap seperti saat ini.

C. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
P1. Efektivitas Terapi
P1.2 Efek terapi obat belum optimal
Terapi kombinasi obat antidiabetes (Metformin tablet 500 mg dan Actos tablet 15 mg) yang
digunakan pasien belum optimal dalam mengontrol kadar gula darah pasien
P1.3 Gejala atau indikasi yang belum terobati
1. Belum ada pengobatan antibiotik untuk infeksi pada kaki pasien. Hasil pemeriksaan lab
pada kaki menunjukkan adanya infeksi bakteri Enterococcus faecalis (+++) dan lactose
fermenting coliform (+++).
2. Belum ada terapi untuk HONK yang dialami pasien. Pasien mengalami kelelahan, merasa
lemah, bingung, dehidrasi, disorientasi, dan hipotensi yang dibuktikan dengan
pengukuran TD= 92/59 mmHg (4 Maret 2022).
3. Dilihat dari hasil pemeriksaan yaitu GFR: 49 ml/mnt/1,73m2 pasien kemungkinan
menderita GGK stadium 3 dan belum ada manajemen terapi yang diberikan.
P2. Keamanan terapi
P2.1 Kejadian obat yang merugikan (mungkin) terjadi
Terdapat potensi interaksi antara Aspirin pada Aspilet dengan Perindropril pada Coveram.
P3. Lain-lain
P3.1 Permasalahan terkait dengan biaya terapi
Pasien ingin melakukan penggantian obat dengan merek dagang menjadi obat generik
dikarenakan tidak yakin dengan penghasilannya akan tetap atau menurun.
P3.3 Permasalahan/keluhan yang belum diselesaikan
1. Pasien merasa belum familiar dalam menggunakan fasilitas asuransi BPJS.
2. Pasien merasa jenuh meminum obat dan belum terlalu familiar dengan perawatan luka
diabetes pada kaki.
3. Pasien mengalami tekanan karena hampir setiap hari ada konsumen yang komplain
terkait produk yang dibeli karena tidak diantar secara on-time.
4. Pasien merupakan perokok berat (pengguna cerutu).

D. TUJUAN
1. Memberikan konseling kepada pasien agar patuh dan taat dalam menjalani terapi
agar terapi menjadi optimal dan outcome tercapai.
2. Mengobati gejala atau indikasi baru yang dialami pasien.
3. Memastikan terapi yang dijalani aman.
4. Memberikan edukasi terkait penggunaan layanan bpjs kesehatan agar pasien lebih
paham dalam penggunaan layanan bpjs kesehatan atau lebih familiar.

E. LANDASAN TEORI
Informasi Obat yang Diterima Pasien
a. Metformin tablet 500 mg (3x1 tab)
Indikasi : Diabetes mellitus tipe 2, terutama untuk pasien dengan berat badan
berlebih (overweight), apabila pengaturan diet dan olahraga saja tidak
dapat mengendalikan kadar gula darah (PIONAS, 2015).
Kandungan : Metformin HCl
Dosis : Dosis ditentukan secara individu berdasarkan manfaat dan
tolerabilitas. Dewasa: dosis awal 500 mg setelah sarapan untuk
sekurang-kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg setelah sarapan dan
makan malam untuk sekurang-kurangnya 1 minggu, kemudian 500 mg
setelah sarapan, setelah makan siang dan setelah makan malam. Dosis
maksimum 2 g sehari dalam dosis terbagi (PIONAS, 2015).
ESO : Anoreksia, mual, muntah, diare (umumnya sementara), nyeri perut,
asidosis laktat (jarang, bila terjadi hentikan terapi), penurunan
penyerapan vitamin B12, eritema, pruritus, urtikaria dan hepatitis
(PIONAS, 2015).

b. Actos tablet 15 mg (2x1 tab)


Indikasi : Terapi tambahan pada diet dan olahraga pada diabetes melitus tipe 2
(dual kombinasi dengan sulfonilurea atau metformin, dan triple
kombinasi dengan metformin dan sulfonilurea) (PIONAS, 2015).
Kandungan : Pioglitazon
Dosis : Dewasa, dosis awal 15 mg atau 30 mg satu kali sehari, dosis dapat
ditingkatkan hingga 45 mg satu kali sehari (PIONAS, 2015).
ESO : (Kombinasi dengan metformin) anemia, gangguan penglihatan,
flatulen, peningkatan berat badan, artralgia, sakit kepala, hematuria,
disfungsi ereksi (PIONAS, 2015).

c. Atorvastatin tablet 40 mg (1x1 tab)


Indikasi : Sebagai terapi tambahan pada diet untuk mengurangi peningkatan
kolesterol total, c-LDL, apolipoprotein B dan trigliserida pada pasien
dengan hiperkolesterolemia ketika respon terhadap diet dan
pengukuran non farmakologi lainnya tidak mencukupi (PIONAS,
2015).
Dosis : Hiperkolesterolemia primer dan hiperlipidemia campuran, biasanya
10 mg sekali sehari, bila perlu dapat ditingkatkan dengan interval 4
minggu hingga maksimal 80 mg sekali sehari (PIONAS, 2015).
ESO : Sakit kepala, nyeri lambung, mual dan muntah, insomnia, angio
udema, anoreksia, asthenia, neuropati perifer, alopesia, pruritus, ruam,
impoten, sakit dada, hipoglikemik dan hiperglikemik, trombositopenia
jarang dilaporkan (PIONAS, 2015).

d. Ezetrol tablet 10 mg (1x1 tab)


Indikasi : Hiperkolesterolemia primer, diberikan tunggal atau kombinasi
dengan inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) (PIONAS, 2015).
Kandungan : Ezetimib
Dosis : Pasien harus diet yang cukup untuk menurunkan lipid dan
melanjutkan diet selama pengobatan dengan Ezetimib. Dosis 10 mg
sehari sekali, digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan statin,
dengan atau tanpa makanan (PIONAS, 2015).
ESO : (Ezetimib kombinasi dengan statin) sakit kepala, lemas, sakit perut,
konstipasi, diare, kembung, mual, peningkatan ALT, peningkatan
AST, mialgia (PIONAS, 2015).

e. Furosemida 40 mg (1x1 tab)


Indikasi : Udem karena penyakit jantung, hati, dan ginjal. Terapi tambahan
pada udem pulmonari akut dan udem otak yang diharapkan mendapat
onset diuresis yang kuat dan cepat (PIONAS, 2015).
Dosis : Dewasa, dosis awal 40 mg pada pagi hari, penunjang 20-40 mg
sehari, tingkatkan sampai 80 mg sehari pada udem yang resistensi
(PIONAS, 2015).
ESO : Gangguan elektrolit, dehidrasi, hipovolemia, hipotensi, peningkatan
kreatinin darah, hemokonsentrasi, hiponatremia, hipokloremia,
hipokalemia, peningkatan kolesterol darah, peningkatan asam urat
darah, gout, enselopati hepatik pada pasien dengan penurunan fungsi
hati, peningkatan volume urin. (PIONAS, 2015).

f. Aspilet tablet (1x1 tablet)


Indikasi : Profilaksis penyakit serebrovaskuler atau infark miokard. (PIONAS,
2015).
Kandungan : Asam asetilsalisilat
Dosis : Penggunaan jangka panjang pada dosis 75 mg sehari berguna untuk
semua pasien dengan penyakit kardiovaskular, untuk pasien dengan
risiko mengalami penyakit kardiovaskular pada 10 tahun mendatang
sebesar 20% atau lebih dan usia di atas 50 tahun, untuk pasien
diabetes yang berusia di atas 50 tahun atau yang telah menderita
diabetes lebih dari 10 tahun dan untuk pasien dengan diabetes yang
menerima pengobatan antihipertensi (PIONAS, 2015).
ESO : Bronkospasme; perdarahan saluran cerna (kadang-kadang parah),
juga perdarahan lain (misal subkonjungtiva) (PIONAS, 2015).

g. Coveram (1x1 tab)


Indikasi :
Amlodipin = hipertensi, profilaksis angina (PIONAS, 2015).
Perindopril = hipertensi; gagal jantung kongestif (menurunkan kambuhan stroke dalam
kombinasi dengan indapamid pada pasien dengan riwayat penyakit serebrovaskuler)
(PIONAS, 2015).
Kandungan : Amlodipin + Perindopril
Dosis :
Amlodipine = hipertensi atau angina, dosis awal 5 mg sekali sehari; maksimal 10 mg
sekali sehari (PIONAS, 2015)
Perindopril = hipertensi, dosis yang dianjurkan 4 mg sebagai dosis tunggal sehari pada
pagi hari, dapat ditingkatkan menjadi 8 mg dosis tunggal, jika perlu setelah 1 bulan terapi
(PIONAS, 2015).
ESO :
Amlodipin = nyeri abdomen, mual, palpitasi, wajah memerah, edema, gangguan tidur,
sakit kepala, pusing, letih (PIONAS, 2015).
Perindopril = hipotensi yang parah, gangguan fungsi ginjal, dan batuk kering yang
menetap, angioedema (mula kerja dapat tertunda), ruam kulit (pruritus dan urtikaria),
pankreatitis dan gejala pada saluran pernafasan atas seperti sinusitis, rinitis, dan sakit
tenggorokan, mual, muntah, dispepsia, diare, konstipasi, dan nyeri abdomen (PIONAS,
2015).

h. Cardismo 20 mg (3x1 tab)


Indikasi : Profilaksis angina; tambahan pada gagal jantung kongesif (PIONAS,
2015).
Kandungan : Isosorbid mononitrat
Dosis : Dosis awal 20 mg 2-3 kali sehari atau 40 mg 2 kali sehari (10 mg 2 kali
sehari pada pasien yang belum pernah menerima nitrat sebelumnya), bila
perlu sampai 120 mg sehari dalam dosis terbagi (PIONAS, 2015).
ESO : Sakit kepala berdenyut, muka merah, pusing, hipotensi postural, takikardi
(dapat terjadi bradikardi paradoksikal) (PIONAS, 2015).

DAGUSIBU obat-obat diatas adalah:


Dapatkan : Resep dokter yang dapat ditebus di apotek, puskesmas, dan rumah sakit
(Zulbayu dkk., 2021).
Gunakan :
o Metformin tablet 500 mg (3x1 tablet)
o Actos tablet 15 mg (2x1 tablet)
o Atorvastatin tablet 40 mg (1x1 tablet)
o Ezetrol tablet 10 mg (1x1 tablet)
o Furosemida 40 mg (1x1 tablet)
o Aspilet tablet (1x1 tablet)
o Coveram (1x1 tablet)
o Cardismo 20 mg (3x1 tablet)
Simpan : Disimpan pada suhu ruangan, dalam kotak obat atau tempat yang
terlindung dari sinar matahari langsung dan tidak bisa dijangkau anak-anak
(Lutfiyati dkk., 2017).
Buang : Ditimbun di tanah atau dibuang ke saluran air (Lutfiyati dkk., 2017).
Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia sebagai akibat dari defek sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dikenal 4 pilar penting dalam mengontrol perjalanan
penyakit dan komplikasi. Empat pilar tersebut adalah edukasi, terapi nutrisi, aktifitas fisik dan
farmakologi (Putra dan Berawi, 2015).

Terapi Farmakologi

Terapi Non-Farmakologi
- Terapi nutrisi medis direkomendasikan untuk semua pasien. Untuk DM tipe 1,
fokusnya adalah pada pengaturan fisiologis pemberian insulin dengan diet
seimbang untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat. Rencana
makan harus moderat dalam karbohidrat dan rendah lemak jenuh, dengan fokus
pada makanan seimbang.
- Latihan aerobik dapat meningkatkan sensitivitas insulin dan kontrol glikemik dan
dapat mengurangi faktor risiko kardiovaskular, berkontribusi pada penurunan atau
pemeliharaan berat badan, dan meningkatkan kesejahteraan.
(Perkeni, 2021; Dipiro, 2015)

HONK
Hiperosmolar Hiperglycemic State merupakan komplikasi akut pada penyakit diabetes.
Keadaan ini merupakan suatu kedaruratan metabolik yang serius namun jarang ditemui, angka
morbiditas dan mortalitasnya tinggi jika tidak ditangani dengan segera dan adekuat. Keadaan
hiperglikemik dapat menyebabkan menurunnya cairan tubuh total sehingga target pengobatannya
yaitu untuk mengobati penyebab dasarnya secara bertahap dan aman yaitu dengan cara
mengganti kehilangan cairan dan elektrolit, mengobati fase pencetus, menormalkan osmolalitas,
serta menormalkan gula darah (Zamri, 2018).

(Pasquel dan Umplerrez, 2014).

Tujuan terapi awal yaitu rehidrasi intravena untuk mengambilkan perfusi perifer.
Elektrolit seperti natrium, klorida, dan kalium, sehingga cairan basa yang harus digunakan
adalah larutan natrium klorida 0,9% dengan kalium ditambahkan sesuai kebutuhan. Penggantian
cairan saja (tanpa insulin) akan menurunkan glukosa darah, mengurangi osmolalitas dan
menyebabkan pergeseran air ke ruang intraseluler.

Penggunaan Insulin
- Jika terdapat ketonaemia yang signifikan (> 1 mmol/L), ini menunjukkan
hipoinsulinemia relatif dan insulin harus dimulai pada saat awal
- Jika ketonaemia yang signifikan tidak ada (<1 mmol/L) JANGAN mulai insulin.
- Penggantian cairan saja dengan larutan natrium klorida 0,9% akan menghasilkan tingkat
gula darah yang turun. Pengobatan insulin sebelum penggantian cairan yang adekuat
dapat menyebabkan kolaps kardiovaskular ketika air keluar dari ruang intravaskular,
dengan hasil penurunan volume intravaskular.
- Dosis insulin yang dianjurkan adalah infus insulin iv tingkat tetap yang diberikan pada
0,05 unit per kg per jam. Penurunan glukosa pada kecepatan hingga 5 mmol/L per jam
adalah ideal dan, setelah gula darah berhenti turun setelah resusitasi cairan awal,
penilaian kembali asupan cairan dan evaluasi fungsi ginjal harus dilakukan. Insulin dapat
dimulai pada titik ini, atau, jika sudah ada, laju infus meningkat 1 unit / jam.

a. Jam 1. Manajemen segera setelah diagnosis: 0 hingga 60 menit

1) Pertimbangkan penggantian yang lebih cepat jika tekanan darah sistolik <90
mmHg, perhatian pada orang tua di mana rehidrasi yang terlalu cepat dapat
memicu gagal jantung tetapi tidak cukup dapat gagal untuk membalikkan
cedera ginjal akut

2) Hanya memulai infus insulin (0,05 unit / kg / jam) jika terdapat ketonaemia
yang signifikan (> 1 mmol/L) atau ketonuria ≥2+.
3) Kapiler BG, vena plasma glukosa darah, urea dan elektrolit, osmolalitas yang
diukur dan dihitung (2Na + glukosa + urea), gas darah vena, keton darah dan
laktat, darah lengkap, kultur darah, EKG, rontgen dada, analisis dan kultur
urin, protein C-reaktif (jika diindikasikan)

b. 60 menit – 6 jam

● Menggunakan 0,9% normal saline bertujuan untuk memberikan 0,5 hingga 1


liter / jam lebih lanjut tergantung pada penilaian klinis dehidrasi / risiko
pemicu gagal jantung dan keseimbangan cairan.
● Ukur glukosa, urea, dan elektrolit setiap jam dan hitung osmolalitas (2Na +
glukosa + urea)
● Jika plasma Na+ meningkat tetapiosmolalitas menurun pada tingkat yang
sesuai, lanjutkan NaCl 0,9%
● Jika glukosa darah turun <5 mmol /l per jam periksa keseimbangan cairan.
● Jika keseimbangan tidak memadai, tingkatkan infus natrium klorida 0,9%,
Jika keseimbangan cairan adekuat, dimulai dosis rendah iv insulin (0,05
unit/kg/h) atau jika sudah berjalan, meningkatkan tingkat 0,1 unit / kg /jam.

c. 6-12 jam

● Pastikan bahwa variabel klinis dan biokimia membaik


● Lanjutkan cairan pengganti untuk mencapai keseimbangan positif 3-6L dalam
12 jam.
● Kaji komplikasi pengobatan misalnya kelebihan cairan, edema serebral,
mielinolisis pontin ekstra.
● Menghindari hipoglikemia dengan menjaga gula darah 10-15 mmol/L dalam
24 jam pertama.
● Jika gula dara turun di bawah 14 mmol/L, mulailah dextrose 5% atau 10%
glukosa pada 125 ml/jam dan lanjutkan NaCl 0,9%.

d. 12-24 jam

● Pastikan terus perbaikan klinis dan biokimia yang membaik


● Jangan berharap biokimia telah dinormalisasi dalam 24 jam (tingkat natrium
dan osmolalitas cenderung meningkat)
● Lanjutkan iv penggantian cairan untuk mencapai sisa perkiraan kehilangan
cairan dalam 12 jam
● Lanjutkan menjaga keseimbangan cairan yang akurat, merencanakan
osmolalitas dan membuat penyesuaian yang tepat untuk laju penggantian
cairan.
● Lanjutkan iv insulin dengan atau tanpa dextrose 5% atau 10% untuk
mempertahankan glukosa darah 10–15 mmol/L.
● Sesuaikan laju infus insulin setiap jam dengan 1 unit / jam berikutnya

e. 24 jam – hari ke tiga

Pasien harus sudah pulih, dapat makan dan minum dengan baik, biokimia mulai
normal, dan variabel klinis dan biokimia telah dinormalisasi.

(Zamri, 2018).

Terapi Cairan

Terapi cairan awal bertujuan mencukupi volume intravaskular dan restorasi


perfusi ginjal. Terapi cairan saja dapat menurunkan kadar glukosa darah. Salin normal
(NaCl 0,9%) dimasukkan secara intravena dengan kecepatan 500 sampai dengan 1000
ml/jam selama dua jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak boleh lebih dari 3
mOsm/ jam. Namun jika pasien mengalami syok hipovolemik, maka cairan isotonik
ketiga atau keempat dapat digunakan untuk memberikan tekanan darah yang stabil dan
perfusi jaringan yang baik.

Terapi Bikarbonat

Pada pasien hiperglikemia dengan defisit kalium yang berat, pemberian insulin
dapat memicu terjadinya hipokalemia dan memicu terjadinya aritmia atau kelemahan otot
pernafasan. Oleh karena itu, jika kadar kalium kurang dari 3,3 mEq/L, maka pemberian
kalium intravena harus segera diberikan dan terapi insulin ditunda sampai kadarnya lebih
atau sama dengan 3,3 mEq/L.

Terapi Fosfat

Bagaimanapun, untuk menghindari kelainan jantung dan kelemahan otot dan


depresi pernapasan oleh karena hipofosfatemia, penggantian fosfat kadang-kadang
diindikasikan pada pasien dengan kelainan jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan
pada mereka dengan konsentrasi fosfat serum kurang dari 1,0 mg/dL. Bila diperlukan,
20-30 mEq/L kalium fosfat dapat ditambahkan ke larutan pengganti.

(Semarawima, 2017).

Penghentian Furosemide

Furosemid merupakan golongan loop diuretic yang bekerja dengan menghambat


reabsorpsi ion natrium dan klorida pada tubulus ginjal proksimal dan distal serta
lengkung Henle; dengan mengganggu sistem kotranspor pengikat klorida, menyebabkan
peningkatan air, kalsium, magnesium, natrium, dan klorida (Medscape, 2022).
Penggunaan diuretic dapat memperparah keadaan HONK karena efek antihipertensinya
yang melepas air dan natrium sehingga menurunkan volume cairan dan menurunkan
tekanan darah. Pada kondisi HONK yang parah maka penggunaan furosemide
dipertimbangkan untuk dapat dihentikan.

BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Jaminan
Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. BPJS bertujuan untuk
mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup
yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya. BPJS diselenggarakan
berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia dengan tujuan untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang
layak bagi setiap rakyat Indonesia yang sudah menjadi hak dasar manusia (Pemerintah
RI, 2011).
Fasilitas asuransi BPJS dapat diakses melalui aplikasi Mobile JKN atau dari
website BPJS tersebut. Aplikasi Mobile JKN merupakan inovasi yang dibuat oleh BPJS
Kesehatan untuk memudahkan calon peserta dan peserta JKN-KIS. Melalui aplikasi ini
semua layanan dan informasi penting peserta dapat di akses dalam perangkat
elektronik/handphone. Dalam aplikasi Mobile JKN terdapat menu peserta, ubah data
peserta, ketersediaan tempat tidur, pendaftaran pelayanan, premi, konsultasi dokter,
jadwal tindakan operasi, skrining kesehatan, obat yang ditanggung, catatan pembayaran,
pendaftaran peserta, pembayaran, riwayat pelayanan, informasi dan pengaduan, info
JKN, lokasi dan skrining Mandiri Covid-19.
Terdapat beberapa jenis obat dalam medis. Dalam ketentuan umum Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02/MENKES/068/1/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah
disebutkan bahwa terdapat 4 jenis obat, yakni:
1. Obat Paten, yaitu obat yang memiliki hak paten;
2. Obat Generik, yakni obat dengan nama resmi International Non Proprietary
Names (INN) yang ditetapkan Farmakope Indonesia atau buku standar lain untuk
zat berkhasiat yang dikandungnya;
3. Obat Generik Bermerek/Bernama Dagang, yakni obat generik dengan nama
dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan;dan
4. Obat Esensial, merupakan obat terpilih yang dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan bagi masyarakat mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan
tercantum dalam Daftar Obat Esensial yang ditetapkan Menteri
Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka apoteker dapat
mengganti obat merek dagang tersebut dengan obat generik selama komponen aktifnya
sama atau mengganti dengan obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien (Pasal 21 ayat (2) Permenkes 9/2017).
Apoteker dalam mengganti obat atas persetujuan setidaknya dari pihak pasien.
Namun, secara etis apoteker dan/atau pasien tetap harus mengonfirmasi atau konsultasi
ulang kepada dokter yang menulis resep untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan.
Peraturan ini kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah.
Agar upaya pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka
kebijakan tersebut mencakup peresepan dengan nama generik.
Berdasarkan PP No.12 pasal 32 tahun 2013, pelayanan obat pada fasilitas
kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS mengacu pada daftar dan harga obat yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Resep obat BPJS dalam era JKN mengacu pada
Formularium Nasional (ForNas) yang berisi daftar obat yang dijamin dan dibayar oleh
BPJS dan non ForNas dapat diberikan atas persetujuan Komite Medik.

Alur Pelayanan Homecare


(DEPKES RI, 2008).

F. SOLUSI DAN PEMBAHASAN


P1. EFEKTIVITAS TERAPI
1. P1.2 Efek terapi obat belum optimal
Terapi kombinasi obat antidiabetes (Metformin tablet 500 mg dan Actos tablet 15 mg) yang
digunakan pasien belum optimal dalam mengontrol kadar gula darah pasien yang dibuktikan
dengan kadar gula darah pasien masih tinggi yaitu 250 mg/dL.
Cause:
C7.1 Pasien tidak patuh dalam mengkonsumsi obatnya. Ketidakpatuhan pasien
dikarenakan pasien merasa jenuh dalam menghadapi terapinya.
Solusi/intervensi:
I1.3 Intervensi diusulkan pada dokter penulis resep
Diberikan usulan intervensi berupa penggantian kombinasi dari 2 kombinasi
(metformin+actos) menjadi 3 kombinasi obat (metformin+actos+acarbosa). Selain itu
diusulkan terkait penurunan frekuensi konsumsi metformin dari 3x1 tab menjadi 2x1 tab
sehari dikarenakan kondisi fungsi ginjal pasien yang mengalami penurunan.

I1.4 Intervensi didiskusikan dengan dokter penulis resep


Didiskusikan dengan dokter terkait usulan intervensi berupa usulan intervensi berupa
penggantian kombinasi dari 2 kombinasi (metformin+actos) menjadi 3 kombinasi obat
(metformin+actos+acarbosa). Selain itu diusulkan terkait penurunan frekuensi konsumsi
metformin dari 3x1 tab menjadi 2x1 tab sehari dikarenakan kondisi fungsi ginjal pasien yang
mengalami penurunan.

I2.4 Dibicarakan dengan anggota keluarga/pemberi perawat


Keluarga pasien diberikan konseling agar dapat memantau kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat dikarenakan pasien merasa jenuh meminum obat. Selain itu, perlu
dipantau atau dijaga pola makan dan aktivitas pasien.

I2.1 Konseling kepada pasien terkait obat


Diberikan konseling terkait dagusibu pengobatan yang diperoleh

I3.3 Formulasi diubah menjadi


Terdapat pengubahan formula pengobatan pasien dari 2 kombinasi menjadi 3 kombinasi
(metformis+actos+acarbosa).

I4.1 Intervensi lain (Spesifik)


Pasien diberikan konseling terkait terapi non farmakologi seperti modifikasi gaya hidup,
menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan
mengurangi konsumsi garam.
Pasien diberikan konseling terkait komposisi makanan yang dianjurkan yang terdiri dari:
1. Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi, terutama
karbohidrat yang berserat tinggi.
- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
- Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan
sama dengan makanan keluarga yang lain.
- Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
- Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal tidak melebihi
batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake/ADI).
- Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan selingan
seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
2. Lemak
- Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi
- Komposisi yang dianjurkan:
● Lemak jenuh (SAFA) <7% kebutuhan kalori
● Lemak tidak jenuh ganda (PUFA) < 10%
● Lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) sebanyak 12-15%
● Rekomendasi perbandingan lemak jenuh:lemak tak jenuh tunggal:lemak
tak jenuh ganda = 0,8:1,2:1
- Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain:
● Daging berlemak dan susu fullcream
- Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah < 200 mg/hari
3. Protein
- Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein menjadi
0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya
bernilai biologik tinggi
- Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Sumber
bahan makanan protein dengan kandungan saturated fatty acid (SAFA) yang
tinggi seperti daging sapi, daging babi, daging kambing dan produk hewani
olahan sebaiknya dikurangi konsumsi
4. Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat yaitu <
1500 mg per hari
- Penyandang DM dengan hipertensi perlu pengurangan natrium secara individual
- Pada upaya pembatasan asupan natrium ini, perlu juga memperhatikan bahan
makanan yang mengandung tinggi natrium antara lain adalah garam dapur,
monosodium glutamat, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan
natrium nitrit
5. Serat
- Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat
- Jumlah konsumsi serat yang disarankan adalah 14 gram/1000 kal atau 20-35 gram
per hari, karena efektif
6. pemanis buatan
- Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman yang
dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori
- Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa
- Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, xylitol
- Fruktosa tidak dianjurkan digunakan karena dapat meningkatkan LDL, namun
tidak ada alasan menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang
mengandung fruktosa alami
- Pemanis tak berkalori termasuk aspartam, sakarin, acesulfame potasium, sukrose,
neotame
7. Kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal.
(PERKENI, 2019).
Pasien di berikan edukasi terkait pentingnya kepatuhan dalam proses terapi. baik
patuh dalam konsumsi obat sesuai dengan aturannya, maupun patuh dalam menjalani
terapi non farmakologinya. Pasien nuga disarankan untuk selalu memonitoring kadar
HbA1C dan juga glukosa darah. Kadar HbA1C dapat diperiksakan setiap 3 bulan
(Perkeni, 2019). Adapaun sasaran dari pengendalian diabetes melitus, sebagai berikut ;

Intervensi utama yang dipilih adalah I1.4, 13.3 dan I4.1.


Apabila I1.4, 13.3 dan I4.1 diterima maka dilakukan konseling kepada pasien/keluarga
pasien (I2.1; I2.4) terkait pengobatan yang diterima. Apabila I1.4 dan 13.3 ditolak maka
akan diusulkan kembali kepada dokter untuk mengganti terapi kombinasi
metformin+actos+acarbosa dengan terapi kombinasi lain yaitu sitagliptin +acarbosa (I3.3).

2. P1.3 Gejala atau indikasi yang belum terobati


Cause:
C1.6 Pengobatan tidak diberikan atau tidak lengkap walaupun terdapat indikasi
a. Problem 1
Hasil pemeriksaan lab pada kaki pada pasien menunjukkan adanya infeksi bakteri
Enterococcus faecalis (+++) dan lactose fermenting coliform (+++), namun pasien
belum diberikan terapi antibiotik untuk mengatasi infeksi tersebut.
Solusi/intervensi:
I1.3 Intervensi diusulkan pada dokter penulis resep
Diberikan usulan intervensi berupa pemberian terapi antibiotika pada pasien.
I1.4 Intervensi didiskusikan dengan dokter penulis resep
Didiskusikan mengenai usulan intervensi berupa pemberian terapi antibiotika pada
pasien.
I3.6 Obat dimulai
Pasien diberikan obat baru yaitu antibiotika untuk mengobati infeksi pada kaki pasien.
Antibiotika yang diberikan berupa kombinasi amoxicillin 2000 mg tablet extended
release dan asam klavulanat 250 mg tablet extended release setiap 12 jam sekali yang
digunakan selama 7-14 hari (Medscape, 2022; MIMS, 2022).
I2.1 Konseling kepada pasien terkait obat
Obat yang akan diberikan pada pasien adalah obat antibiotik, sehingga harus dilakukan
edukasi terkait cara penggunaan antibiotika yang baik dan benar. Pasien juga diberikan
konseling terhadap cara penanganan luka pada kaki pasien.

Apabila I3.6 diterima, maka pasien akan diberikan terapi kombinasi amoxicillin dan
asam klavulanat lalu dilakukan konseling kepada pasien (I2.1). Apabila I4.2 ditolak
maka intervensi tersebut tidak dilakukan dan tidak ada alternatif solusi.
b. Problem 2
Pasien mengalami kelelahan, merasa lemah, bingung, dehidrasi, disorientasi, dan
hipotensi yang dibuktikan dengan pengukuran TD= 92/59 mmHg (4 Maret 2022). Gejala
tersebut diduga merupakan gejala dari HONK yang dialami pasien, dan belum ada terapi
yang diberikan untuk mengatasi gejala tersebut.

Solusi/intervensi:
I1.3 Intervensi diusulkan kepada dokter penulis resep
Diberikan usulan intervensi berupa pertimbangan untuk penghentian furosemid
karena dapat memperparah keadaan HONK, dilakukan terapi penggantian elektrolit, dan
diberikan terapi normal saline 0,9% iv serta insulin iv.

Furosemid merupakan golongan loop diuretic yang bekerja dengan menghambat


reabsorpsi ion natrium dan klorida pada tubulus ginjal proksimal dan distal serta
lengkung Henle; dengan mengganggu sistem kotranspor pengikat klorida, menyebabkan
peningkatan air, kalsium, magnesium, natrium, dan klorida (Medscape, 2022).
Penggunaan diuretic dapat memperparah keadaan HONK karena efek antihipertensinya
yang melepas air dan natrium sehingga menurunkan volume cairan dan menurunkan
tekanan darah. Pada kondisi HONK yang parah maka penggunaan furosemide
dipertimbangkan untuk dapat dihentikan. Selain itu, pasien menerima terapi
antihipertensi berupa coveram yang berisi amlodipin/perinodipril arginine (kombinasi
antihipertensi golongan CCB/ACE-inhibitor). Berdasarkan PERKI (2015), regimen terapi
antihipertensi untuk pasien berusia <60 tahun yaitu ace-inhibitor atau ARB dan hanya
jika perlu dapat ditambahkan CCB atau thiazid. Pemberian coveram sudah tepat untuk
pasien. Pasien diberikan pengobatan cardismo (isosorbid mononitrate) untuk indikasi
jantung iskemik yang pernah dialaminya yang bekerja sebagai vasodilator, berfungsi
sebagai sumber eksogen oksida nitrat yang menyebabkan relaksasi otot polos pembuluh
darah dan akibatnya dilatasi arteri dan vena perifer. Efek ini menurunkan tekanan dan
volume akhir diastolik ventrikel kiri dan kanan, sehingga meningkatkan aliran darah
subendokardial (MIMS, 2022). Keempat regimen terapi tersebut (furosemid, coveram
dan cardismo) dapat meningkatkan efek antihipertensi sehingga menyebabkan hipotensi
pada pasien. Berdasarkan hal tersebut memperkuat alasan untuk dipertimbangkan
penghentian furosemid yang mana tidak cocok untuk kondisi HONK pasien dan hipotensi
yang sedang dialaminya dalam artian furosemid belum diperlukan pada kondisi pasien
saat ini.

I1.4 Intervensi didiskusikan dengan dokter penulis resep


Didiskusikan mengenai usulan intervensi berupa pertimbangan untuk penghentian
furosemid karena dapat memperparah keadaan HONK, dilakukan terapi penggantian
elektrolit, dan diberikan terapi normal saline 0,9% iv serta insulin iv.
I2.3 Pasien disarankan kembali ke dokter
Pasien disarankan kembali ke dokter untuk mendapat terapi penggantian elektrolit,
normal saline 0,9% iv, dan insulin iv dan agar mendapat keputusan terkait pertimbangan
penghentian terapi furosemid dari dokter
I2.1 Melakukan konseling kepada pasien
Diberikan konseling kepada pasien terkait penghentian furosemid apabila dokter setuju
untuk dilakukan penghentian.

Apabila I1.4 diterima maka pasien disarankan ke dokter kembali I2.3 dan dilakukan
konseling kepada pasien (I2.1). Apabila I1.4 ditolak maka akan diusulkan kembali
kepada dokter untuk mengurangi dosis furosemid pada pasien (I3.2).

c. Problem 3
Dilihat dari hasil pemeriksaan yaitu GFR: 49 ml/mnt/1,73m2 pasien kemungkinan
menderita GGK stadium 3 dan belum ada manajemen terapi yang diberikan.
Solusi/intervensi:
I4.1 Intervensi lain (spesifik)
- Melakukan pengendalian kadar gula darah pasien
- Melakukan pengendalian kadar tekanan darah pasien dengan target 120-129/139
mmHg.
- Monitoring progress GGK dengan memantau nilai GFR pasien
- Monitoring atau evaluasi nilai ACR untuk mengetahui apakah terdapat kondisi
albuminuria
- Monitoring atau evaluasi kondisi apakah terdapat kondisi hematuria
(NHS, 2011; Kemenkes RI, 2017).

Apabila I4.1 diterima maka intervensi tersebut dapat dilakukan, dan penggunaan terapi
diabetes dan hipertensi pada pasien dilanjutkan dengan pilihan terapi terbaik. Apabila
I4.1 ditolak maka intervensi tersebut tidak dilakukan dan tidak ada alternatif solusi.

P2. KEAMANAN TERAPI


1. P2.1 Kejadian obat yang merugikan (mungkin) terjadi
Cause:
C.9.2 Penyebab lain (Spesifik):
Terdapat potensi interaksi antara Aspirin pada Aspilet dengan Perindopril pada Coveram.
Pemberian kedua obat tersebut secara bersamaan dapat menyebabkan penurunan fungsi
ginjal yang signifikan. NSAID dapat mengurangi efek antihipertensi dari ACE inhibitor.
Mekanisme interaksi ini kemungkinan terkait dengan kemampuan NSAID untuk mengurangi
sintesis prostaglandin vasodilatasi ginjal.
Solusi/Intervensi:
I1.4 Intervensi didiskusikan dengan penulis resep.
Aspilet dan Coveram diketahui memiliki interaksi farmakodinamik yang bersifat antagonis
sehingga disarankan untuk mengganti aspilet menjadi clopidogrel. Pertimbangan penggantian
obat ini karena clopidogrel merupakan prodrug yang secara ireversibel berikatan dengan
reseptor trombosit P2Y12-ADP dengan membentuk jembatan disulfida setelah dua tahap
aktivasi oleh isoenzim hati sitokrom P450 (CYP). Clopidogrel diketahui lebih efektif
daripada aspirin untuk pencegahan kejadian vaskular sekunder (Younis et al., 2020).
I2.1 Melakukan konseling kepada pasien
Diberikan konseling kepada pasien terkait penghentian aspilet apabila dokter setuju untuk
dilakukan penghentian maka diganti menjadi clopidogrel.
I2.3 Pasien disarankan kembali ke dokter
Pasien disarankan kembali ke dokter untuk mendapat terapi penggantian clopidogrel dan agar
mendapat keputusan terkait pertimbangan penghentian terapi aspilet dari dokter
I3.1 Obat berubah menjadi ..
Dilakukan pergantian aspilet yang digunakan sebagai antiplatelet menjadi clopidogrel 75 mg
sekali sehari dengan atau tanpa makanan (Pionas, 2015).

Apabila I1.4 diterima maka apoteker perlu melakukan konseling kepada pasien (I2.1),
pasien disarankan kembali kembali ke dokter (I2.3), dan penggantian aspilet menjadi
clopidogrel 75 mg (I3.1). Apabila I1.4 ditolak maka dilakukan monitoring terhadap
penggunaan obat tersebut.

P3. LAIN-LAIN
1. P3.1 Permasalahan terkait dengan biaya terapi
Cause :
C.9.2 Penyebab lain (Spesifik):
Pasien ingin melakukan penggantian obat dengan merek dagang menjadi obat generik
dikarenakan tidak yakin dengan penghasilannya akan tetap atau menurun.
Solusi/Intervensi:
I1.3 Intervensi diusulkan kepada penulis resep
Apoteker mengusulkan kepada dokter penulis resep untuk penggantian obat merek dagang
menjadi obat generik karena pasien tidak yakin dengan kestabilan penghasilannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2017, apoteker dapat
mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat
merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.
I3.1 Obat merek dagang diubah menjadi obat generik
Pasien sudah menjadi anggota BPJS Kesehatan (Kelas 1) sejak Januari 2022 sehingga
penggantian obat merek dagang menjadi obat generik dapat disesuaikan dengan Formularium
Nasional (FORNAS). Obat-obat merk dagang yang diganti menjadi obat generik adalah
Actos tablet 15 mg menjadi pioglitazon 15 mg, coveram (diasumsikan dosis 5mg/5mg)
menjadi amlodipin 5 mg dan perindopril 5 mg sedangkan obat-obatan lain seperti ezetrol
tablet 10 mg yang mengandung ezetimibe, aspilet yang mengandung asam asetilsalisilat,
serta cardismo 20 mg yang mengandung isosorbid mononitrat tidak dapat diganti dengan
obat generik karena obat generik yang mengandung zat aktif yang sama dengan obat merek
dagang tersebut tidak tercantum dalam formularium nasional sehingga tetap ditebus diluar
layanan BPJS.

2. P3.3 Permasalahan/keluhan yang belum diselesaikan


Cause :
C.9.2 Penyebab lain (Spesifik):
a. Problem 1
Pasien merasa belum familiar dalam menggunakan fasilitas asuransi BPJS.
Solusi/Intervensi:
I4.1 Intervensi lain (Spesifik)
Memberikan edukasi kepada pasien atau kerabat pasien (keluarga) terkait penggunaan
fasilitas asuransi BPJS dapat diakses melalui aplikasi Mobile JKN atau dari website
BPJS tersebut. Aplikasi Mobile JKN merupakan inovasi yang dibuat oleh BPJS
Kesehatan untuk memudahkan calon peserta dan peserta JKN-KIS. Melalui aplikasi ini
semua layanan dan informasi penting peserta dapat di akses dalam perangkat
elektronik/handphone. Dalam aplikasi Mobile JKN terdapat menu peserta, ubah data
peserta, ketersediaan tempat tidur, pendaftaran pelayanan, premi, konsultasi dokter,
jadwal tindakan operasi, skrining kesehatan, obat yang ditanggung, catatan pembayaran,
pendaftaran peserta, pembayaran, riwayat pelayanan, informasi dan pengaduan, info
JKN, lokasi dan skrining Mandiri Covid-19.
b. Problem 2
Pasien merasa jenuh meminum obat dan belum terlalu familiar dengan perawatan luka
diabetes pada kaki pasien
Solusi/Intervensi:
I4.1 Intervensi lain (Spesifik)
Mengingatkan dan mengedukasi pasien bahwa kejenuhan minum obat dalam jangka
waktu yang panjang dapat menyebabkan ketidakpatuhan minum obat yang akan berefek
pada keberhasilan terapi dan dapat mengakibatkan pemburukan kualitas hidup pasien itu
sendiri. Serta mengingatkan pasien bahwa merawat luka pada kaki harus menjadi
kebiasaan sehari-hari guna mencegah amputasi diabetes. Apoteker dapat memberikan
edukasi pasien mengenai perawatan luka yaitu:
● Membersihkan luka
● Mengobati luka
● Menutup luka dengan balutan basah dan kering sehingga terhindar dari resiko
infeksi (Potter dan Perry, 2010)
dan langkah-langkah perawatan kaki yang ideal yaitu:
● Pemeriksaan kaki 2 kali sehari dan segera periksa ke dokter atau petugas kesehatan
bila ada perubahan warna kulit, luka, atau tanda-tanda infeksi.
● Cuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan menggunakan sabun yang
berlemak serta mengeringkan kaki dengan kain yang lunak secara cermat dan teliti.
● Gunakan cream atau lotion, tetapi tidak pada sela-sela jari
● Menggunakan alas kaki yang nyaman
● Memeriksa sepatu sebelum dipakai, jangan sampai ada terselip benda yang dapat
melukai kaki
● Potong kuku jari dengan rata atau jangan terlalu dalam
● Jangan berjalan tanpa alas kaki
● Jangan memakai bahan kimia untuk menghilangkan callus.

(Widasari, 2008)
c. Problem 3
Pasien mengalami tekanan karena hampir setiap hari ada konsumen yang komplain
terkait produk yang dibeli karena tidak diantar secara on-time.
Solusi/Intervensi:
I4.1 Intervensi lain (Spesifik)
Menimbang kondisi pasien yang sekarang, menganjurkan kepada Bapak Sarwo untuk
mempekerjakan jasa antar atau bekerja sama dengan jasa pengiriman barang untuk
mengurangi beban kerja dan guna menyelesaikan permasalahan terkait waktu
pengiriman produk. Dengan begitu, produk yang dijual dapat dikirim dengan tepat
waktu sehingga pelanggan tidak lagi komplain terkait waktu pengiriman barang
d. Problem 4
Pasien merupakan perokok berat (pengguna cerutu).
Solusi/Intervensi:
I4.1 Intervensi lain (Spesifik)
Pasien dianjurkan untuk mengikuti Nicotine Replacement Therapy. Terapi ini terbukti
efektif untuk membantu mengurangi frekuensi merokok sampai mempertahankan dan
memperpanjang periode bebas rokok. Selama pelaksanaan terapi penggantian nikotin,
pasien perlu diberikan pendampingan terutama dalam hal craving merokok, sehingga
periode bebas rokok dapat lebih panjang dan stabil (Vito dan Irene, 2014)

KESIMPULAN
1. Melakukan konsultasi dengan dokter terkait penggantian terapi 2 kombinasi antidiabetes
(Metformin tablet 500 mg dan Actos tablet 15 mg) menjadi 3 kombinasi antidiabetes
(metformin+actos+acarbosa) dengan pertimbangan kadar gula darah pasien berada di atas
normal.
2. Pasien disarankan untuk melakukan monitoring kadar HbA1C dan juga glukosa darah
yang dapat diperiksakan setiap 3 bulan.
3. Memberikan konseling kepada pasien atau kerabat pasien (keluarga) terkait terapi non
farmakologi diabetes dan memantau kepatuhan pasien dalam menjalani terapi agar
outcome tercapai.
4. Memberikan edukasi terkait penggunaan layanan bpjs kesehatan (JKN Mobile) kepada
pasien atau kerabat pasien (keluarga) agar lebih paham.
5. Melakukan konsultasi dengan dokter terkait terapi yang akan diberikan pada pasien yaitu
terapi kombinasi amoxicillin 2000 mg tablet extended release dan asam klavulanat 250
mg tablet extended release setiap 12 jam sekali yang digunakan selama 7-14 hari pada
kaki pasien yang menunjukkan adanya infeksi bakteri.
6. Melakukan konsultasi dengan dokter terkait penggantian elektrolit, normal saline 0,9%
iv, dan insulin iv dan pertimbangan penghentian terapi furosemid pada pasien.
7. Mengingatkan pasien bahwa kejenuhan minum obat akan menyebabkan ketidakpatuhan
minum obat yang berefek pada keberhasilan terapi. Memberikan edukasi pasien
mengenai perawatan luka dan langkah-langkah perawatan kaki yang ideal.
8. Menyarankan kepada Bapak Sarwo untuk mempekerjakan jasa antar atau bekerja sama
dengan jasa pengiriman barang untuk menyelesaikan permasalahan terkait waktu
pengiriman.
9. Menyarankan pasien untuk mengikuti program Nicotine Replacement Therapy guna
membantu pasien mengurangi frekuensi merokok hingga pasien terbebas dari rokok.
LAMPIRAN
1. Form Rekonsiliasi
2. Catatan Penggunaan Obat Pasien

No Tgl Jam Nama Dokter Terapi yang Diberikan Catatan Pelayanan Apoteker
Pela
yana Nama Spesialis Alamat Tgl Nama Obat Cara
n R/ Pemberian

1 7/3/20 17.00 Dr. Penyakit Bantul 4/3/20 Metformin Oral (diminum 1. Pasien mengalami efek terapi
22 -18.0 Sari, Dalam 22 500 mg 3x1 menggunakan OHO yang belum optimal
0 Sp.PD air) sehingga terdapat usulan
melal Actos 15 mg penggantian terapi DM dari
ui 2x1 metformin 500 mg 3x1
zoom menjadi 2x1 kemudian
meeti Atorvastatin terdapat tambahan terapi
ng 40 mg 1x1 acarbosa sehingga pasien
mendapat usulan 3 kombinasi
Ezetrol 10 OHO.
mg 2. Terdapat infeksi pada pasien
namun belum diberikan
Furosemide terapi sehingga diusulkan
40 mg 1x1 kepada dokter untuk
memberikan terapi kombinasi
Aspilet 1x1 amoxicillin 2000 mg tab ER
dan asam klavulanat 250 mg
Coveram tab ER setiap 12 jam sekali
1x1 digunakan selama 7-14 hari.
3. Pasien masih mengalami
Cardismo gejala HONK sehingga
20 mg 3x1 diusulkan penghentian obat
furosemid dan pasien
dianjurkan kembali kedokter
terkait usulan penghentian
furosemid, dan supaya
mendapat terapi normal
saline 0,9% iv serta insulin
iv.
4. Memastikan pasien dapat
meminum obat dengan benar
dan menjelaskan kembali
apabila pasien lupa
5. Memastikan pasien tidak
mengalami ESO
6. Memastikan keluarga pasien
paham terkait pengobatan
pasien dan menyarankan agar
setiap aturan pakai obat
dicatat agar tidak lupa
7. Memonitoring gula darah
pasien, tekanan darah paien,
fungsi ginjal pasien, infeksi
pada pasien
8. Menjelaskan penyimpanan
obat
9. Memberikan terapi
nonfarmakologi
10. Mengevaluasi apakah ada
interaksi obat yang terjadi
pada pasien
11. Mengevaluasi program
nicotine replacement therapy
pada pasien
3. Lembar Persetujuan (Informed Consent) Pelayanan Kefarmasian di Rumah
PERSETUJUAN (Informed Consent) PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH
(HOME PHARMACY CARE)

Yang bertanda tangan di bawah ini


Nama Pasien : Sarwo Bakti
Tempat / Tanggal Lahir : Bantul, 2 Januari 1972
Alamat : Sewon, Bantul
No. Telp : 088823231212
Penanggung Jawab (Keluarga)
Nama : Dimas Bakti
Alamat : Sewon, Bantul
No. Telp : 089900112233
Hubungan dengan pasien : Anak

Setelah mendapat penjelasan tentang permasalahan yang terkait obat Metformin tablet
500 mg, Actos tablet 15 mg, Furosemide 40 mg, Atorvastatin 40 mg, Ezetrol 10 mg,
Aspilet, Coveram, dan Cardismo 20 mg yang memerlukan pelayanan kefarmasian di
rumah melalui :
a. Pengkajian masalah yang berhubungan dengan penggunaan obat
b. Pengawasan kepatuhan dan kesepahaman terapeutik
c. Konseling
d. Monitoring pelaksanaan, efektivitas dan keamanan penggunaan obat

Maka bersama ini menyatakan persetujuan menerima pelayanan kefarmasian di rumah


oleh apoteker/tim pelayanan kefarmasian di rumah.

Hak Pasien :
1. Ikut menentukan rencana pelayanan kefarmasian di rumah
2. Menerima pelayanan yang sesuai dengan standar/pedoman yang berlaku
3. Memperoleh informasi yang berkaitan dengan pelayanan yang sedang dilakukan
4. Memperoleh perlindungan hukum atas tindakan yang menyimpang dari standar prosedur

Kewajiban Pasien/ Keluarga :


1. Bekerjasama dan membantu apoteker untuk mendukung tercapainya tujuan pelayanan
kefarmasian di rumah
2. Mematuhi rencana pelayanan kefarmasian yang telah dibuat berdasarkan kesepakatan
dengan apoteker
3. Membayar pelayanan yang diterima sesuai dengan tarif yang berlaku
4. Memperlakukan apoteker sesuai dengan norma yang berlaku berdasarkan etika, norma
agama dan sosial budaya tanpa diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, usia atau asal-usul kebangsaan.

Hak Apoteker
1. Menerima jasa pelayanan sesuai tarif yang berlaku
2. Memperoleh informasi yang sebenarnya dari pasien/keluarga pasien tentang keadaan
pasien yang terkait dengan pelayanan kefarmasian yang diberikan
3. Memperoleh perlakuan yang sesuai dengan norma yang berlaku

Kewajiban Apoteker
1. Memberikan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan standar/pedoman yang berlaku
2. Mematuhi rencana pelayanan kefarmasian yang telah dibuat berdasarkan kesepakatan
dengan pasien/keluarga
3. Memberikan informasi kepada pasien yang berkaitan dengan pelayanan yang sedang
dilakukan

Saya memahami bahwa pelayanan kefarmasian di rumah merupakan salah satu upaya
meningkatkan keberhasilan pengobatan yang sedang saya jalani. Saya percaya bahwa apoteker
yang memberikan pelayanan k efarmasian di rumah akan menjaga hak-hak saya dan kerahasiaan
pribadi saya sebagai pasien, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Bantul, 7 Maret 2020

Pasien Keluarga Pasien Yang Menjelaskan

Bapak Sarwo Bakti Dimas Bakti (Anak Dimas) Apt. Putri Anindya, S.Farm
4. Form Home Pharmacy Care
Lembar Dokumentasi
Pelayanan Home Pharmacy Care

Data Pasien:
Nama Pasien : Sarwo Bakti
TTL : Bantul, 2 Januari 1972
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 50 Tahun
Tinggi/BB : 170cm/83kg
Gol darah : AB
Alamat : Sewon, Bantul, Yogyakarta
Nomor HP : 088823231212
Pekerjaan : Pengusaha (Reseller produk makanan kesehatan)

Catatan Masalah Terkait Obat yang dijumpai dan Penyelesaiannya:


1. Terapi kombinasi obat antidiabetes (Metformin tablet 500 mg dan Actos tablet 15 mg)
yang digunakan pasien belum optimal dalam mengontrol kadar gula darah pasien yang
dibuktikan dengan kadar gula darah pasien masih tinggi yaitu 250 mg/dL. Pasien tidak
patuh mengkonsumsi anti diabetes karena merasa jenuh, penyelesaian dengan diajukan
penggantian kombinasi dari 2 kombinasi (metformin+actos) menjadi 3 kombinasi obat
(metformin+actos+acarbosa). Selain itu diusulkan terkait penurunan frekuensi konsumsi
metformin dari 3x1 tab menjadi 2x1 tab sehari dikarenakan kondisi fungsi ginjal pasien
yang mengalami penurunan.
2. Pasien belum mendapatkan terapi infeksi sehingga diusulkan kepada dokter untuk
memberikan terapi kombinasi amoxicillin 2000 mg tab ER dan asam klavulanat 250 mg
tab ER setiap 12 jam sekali digunakan selama 7-14 hari
3. Pasien belum mendapat terapi HONK dan mengalami hipotensi sehingga diusulkan
penghentian furosemid kepada dokter

Hasil Evaluasi:
1. Hasil pemeriksaan terakhir (5 Maret 2022)
- Glukosa darah 250 mg/dL (normal: GDS 200mg/dL, GDP 126 mg/dL)
- Kreatinin 186 micromol/liter = 2,1 mg/dL (normal laki-laki: 1,4 mg/dL)
- WCC 11,2 x 109 /L
- Neutrofil 7.6 x 109/L
- Blood culture positive for Gram-positive cocci
2. Pasien masih merasa lemah dan lesu.

Rangkuman Hasil Pelayanan Home Care oleh Apoteker:


1. Pasien mengerti mengenai pentingnya kepatuhan dan ketaatan dalam menjalani terapi
2. Pasien lebih memahami terkait penggunaan dan fasilitas BPJS
3. Pasien patuh dan paham terkait cara dan aturan pakai obat
4. Pasien tidak kesulitan mengkonsumsi obat
5. Keluarga pasien menemani dan mendampingi pasien dalam mengkonsumsi obat agar
tidak ada yang terlewat
6. Pasien mengerti mengenai anjuran diet yang disarankan
7. Pasien mengerti mengenai pola hidup sehat yang disarankan
8. Pasien paham terkait penyimpanan obat
9. Pasien paham dengan perawatan luka pada kaki pasien
10. Pasien melaksanakan terapi non farmakologi dan terapi nikotin
11. Pasien belum menerima terapi untuk infeksi pada kaki pasien
12. Pasien belum menerima terapi untuk mengatasi HONK
13. Pasien disarankan untuk melakukan kontrol kembali ke dokter, terkait hasil GFR pasien
yang rendah yaitu 49 ml/mnt/1,73m2 dan adanya kemungkinan GGK, agar dapat segera
ditindak lanjuti dan diberikan manajemen terapi yang sesuai

Tanda-tangan

Pasien Keluarga Pasien Apoteker


Bapak Sarwo Bakti Dimas Bakti (Anak Dimas) Apt. Putri Anindya, S.Farm
5. Kartu Kunjungan Home Pharmacy Care
Nama : Bapak Sarwo Bakti
Alamat : Sewon, Bantul, Yogyakarta
TTL : Bantul, 2 Januari 1972
Apoteker : Apt. Putri Anindya, S.Farm
No : 08123456789

Tanggal dan Jam Catatan Apoteker Keterangan


Kunjungan

7/3/2022 (17.00-18.00) - Evaluasi pengobatan Melalui zoom meeting


dan perkembangan
kesehatan pasien
- Edukasi terkait
kepatuhan terapi, efek
samping, penyimpanan
obat dan terapi non
farmakologi
- Edukasi terapi nikotin
pasien

14/3/2022 (17.00-18.00 Melalui zoom meeting


- Evaluasi pengobatan
dan perkembangan
kesehatan pasien
- Evaluasi ESO
- Evaluasi gula darah,
tekanan darah, infeksi
dan nikotin terapi

21/3/2022 (17.00-18.00) Melalui zoom meeting


- Evaluasi pengobatan
dan perkembangan
kesehatan pasien
- Evaluasi ESO
- Evaluasi gula darah,
tekanan darah, infeksi
dan nikotin terapi

28/3/2022 (17.00-18.00) Melalui zoom meeting


- Evaluasi pengobatan
dan perkembangan
kesehatan pasien
- Evaluasi ESO
- Evaluasi gula darah,
tekanan darah, infeksi
dan nikotin terapi
DAFTAR PUSTAKA
Alawiyah, A., dan Mutakin, 2017. Analisis Amlodipin dalam Plasma Darah dan Sediaan
Farmasi. Farmaka, 15(3), 123-124.
Astra Life, 2021, Panduan Covid-19 Pada Bayi dan Anak (0-18 Tahun), Astra,
https://www.astralife.co.id/beta/wp-content/uploads/2021/07/Covid-19-Guideline_Kids.
pdf, diakses tanggal 22 Februari 2022
Chaudhary, M. K., Pandey, G., Godar, M., Gautam, R., Gurung, S., 2015. Efficacy of Cefixime
in the Treatment of Urinary Tract Infection. World Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, 4(4), 987-994.
Depkes RI, 2008. Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Rumah. Depkes RI, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik.
Dipiro, C. V., Wells, B. G., Dipiro, J. T., Schwinghammer, T. L., 2015. Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edition. New York: McGraw-Hill Education.
Drugs, 2022. Drug Interaction Report Amlodipine/Valsartan and echinacea.
https://www.drugs.com/interactions-check.php?drug_list=955-0,172-0, diakses pada
tanggal 1 Maret 2022.
IDAI, 2020. Tata Laksana COVID-19 pada Anak edisi 3.
Kartika, L. A., Afifah, E., Suryani, I., 2017. Asupan lemak dan aktivitas fisik serta hubungannya
dengan kejadian hipertensi pada pasien rawat jalan. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia
(Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics), 4(3), 139-146.
Krisnanta, I Komang Agus Bayu., Parfati, Nani., Presley, Bobby., Setiawan, Eko.,2018. Analysis
of Profile and Contributing Factors to Non-Adherence towards Antibiotics Utilization
Among Caregivers of Paediatric Patients. JMPF. 8(1), 40.
Kemenkes RI, 2016. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi).
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Tekanan-Darah-Tinggi-Hipertensi.pdf,
diakses pada tanggal 24 Februari 2022.
Kemenkes RI, 2020. Panduan Teknis Pelayanan Rumah Sakit Pada Masa Adaptasi Kebiasaan
Baru. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Kemenkes RI, 2022. Istirahat Cukup.
https://promkes.kemkes.go.id/wp-content/uploads/pdf/publikasi_materi_promosi/Inform
asi%20CERDIK/6.%20Istirahat%20Cukup_285x285mm.pdf, diakses pada tanggal 25
Februari 2022.
Kemenpppa, 2020, Lindungi Keluarga dengan Menerapkan Protokol Kesehatan Keluarga,
https://kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/2923/lindungi-keluarga-dengan-mener
apkan-protokol-kesehatan-keluarga, diakses tanggal 22 Februari 2022
Martini, S., Roshifanni, S., Marzela, F., 2018. Pola tidur yang buruk meningkatkan risiko
hipertensi. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Universitas Hasanuddin, 14(3),
297-303.
Medscape, 2022. Valsartan + Diclofenac.
https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker, diakses pada 22 Februari 2022.
MIMS, 2022. Cefixime. https://www.mims.com/india/drug/info/cefixime?mtype=generic, diakses
pada 22 Februari 2022.
MIMS, 2022. Exforge. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/exforge, diakses pada 22
Februari 2022.
MIMS, 2022. Cardismo. https://www.mims.com/indonesia/drug/info/isosorbide%20mononitrate,
diakses 13 Maret 2022.
Pasquel, F. J., dan Umplerrez, G. E., 2014. Hyperosmolar Hyperglycemic State: A Historic
Review of the Clinical Presentation, Diagnosis, and Treatment. Diabetes Care, (37),
3125-3131.
PDHI, 2019. Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi 2019. Perhimpunan Dokter Hipertensi
Indonesia, Jakarta. Pp. 46-47.
PDPI., 2020. Pedoman Tata Laksana COVID-19, ed.3. Jakarta, PDPI PERKI PAPDI PERDATIN
IDAI.
PERKENI, 2019. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa Di
Indonesia 2019. PB PERKENI, Jakarta.
Perkeni, 2021. Pedoman Petunjuk Praktis Terapi Insulin Pada Pasien Diabete Melitus 2021.
Jakarta: PB Perkeni
PERKI, 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular, Edisi Pertama.
PB PERKI, Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia., 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pionas, 2015. Pedoman Umum. https://pionas.pom.go.id/ioni/pedoman-umum, diakses pada
tanggal 23 Februari 2022.
Potter,P.A., dan Perry, A. G., 2010. Fundamental of Nursing: Fundamental Keperawatan Buku 3
Edisi 7. Jakarta : EGC.
Purwono, J., Sari, R., Ratnasari,A., Budianto, A., 2020. Pola Konsumsi Garam dengan Kejadian
Hipertensi pada Lansia. Jurnal Wacana Kesehatan, 5(1), 531- 542.
Putra, I.W.A., dan Berawi, K.N., 2015. Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2. Majority, 4(9), 8-12.
Rohkuswara, T. D., Syarif, S., 2017. Hubungan obesitas dengan kejadian hipertensi derajat 1 di
pos pembinaan terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) Kantor Kesehatan
Pelabuhan Bandung tahun 2016. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia, 1(2).
Rokot, R.P., Rotty, L.W., Moeis, E.S., 2019. Perbedaan Pola Konsumsi Ikan Laut dan Daging
terhadap Kejadian Hipertensi pada Masyarakat. Jurnal e-Clinic (eCl),7(1), 51-58.
Semarawima, G., 2017. Status Hiperosmolar Hiperglikemik. Medicina, 48(1), 49-53.
Siddiqui, N., Husain, A., Chaudhry, L., Alam, M. S., Mitra, M., Bhasin, P. S., 2011.
Pharmacological and pharmaceutical profile of valsartan: a review. Journal of Applied
Pharmaceutical Science, 1(04), 12-19.
Sukma, Nida Septioning., Cahyani, Devy Maulidya., Revi, Yuniar Tri Saskia., Febiany, Evelyn
Clarissa., Alifiyah, Fatihatul., Hariawan, Berlian Sarasitha., Khosyyatillah, Iffah.,
Khoiriyyah, Ni’matul., Ayuningtyas, Savira Putri., Rosyidah, Firda., Mufarrihah., 2020.
Pemilihan Analgesik Eksternal Untuk Mengatasi Nyeri Otot Pada Kuli Angkut Pusat
Grosir Surabaya. Jurnal Farmasi Komunitas. 7 (1), 24.
Susilo, dkk., 2020. Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit
Dalam Indonesia. 7(1), 45-67.
Widasari, S.G., 2008, Perawatan Luka Diabetes, Bogor, Wocare Publishing
Zamri, A., 2018. Diagnosis dan Penatalaksanaan Hyperosmolar Hyperglycemic State (HHS).
JMJ, 7(2), 151-160.

Anda mungkin juga menyukai