Anda di halaman 1dari 5

4th International Symposium of NUSANTARA URBAN RESEARCH INSTITUTE (NURI)

“CHANGE + HERITAGE IN ARCHITECTURE + URBAN DEVELOPMENT”


November 7th, 2009, Architecture Department of Engineering Faculty, Diponegoro University, Tembalang Campuss
Jl.Prof.H.Sudharto, SH, Semarang, Central Java, Indonesia

Landscape dalam Perkembangan Kota Magelang Sebagai Kota Bersejarah

1st Wahyu Utami,ST,MT, 2nd Prof.Ir.Atyanto Dharoko,M.Phil, PhD, 3rd Ir.Ikaputra, M.Eng, PhD,
4th Dr.Ir.Laretna Trisnantari, M.Arch

 Niewenkamp bahwa sebagian dataran Kedu Selatan pernah


Abstract— Kota Magelang yang terletak di Provinsi Jawa menjadi danau yang terjadi karena aliran sungai Progo dan
Tengah, dalam setiap perkembangannya selalu Elo yang bertemu di sekitar Candi Borobudur tersumbat
mempertimbangkan landscapenya. Pada awal pemilihan oleh letusan gunung berapi. Tepian palung merupakan
Magelang sebagai kota kebun untuk kerajaan Mataram baru rantai pegunungan dengan beberapa buah gunung berapi
didasarkankan posisi Magelang yang sangat memungkinkan yang mengelilinginya. Di batas Tenggara yang landai tak
sebagai ladang makanan karena subur dan posisinya berbukit terentang jalur komunikasi utama menuju
dikelilingi oleh beberapa gunung sehingga menjadikan Yogyakarta yang membawahi sebagian daerah Kedu.
Magelang sebagai tanah yang subur. Hal ini dilanjutkan Palung besar tersebut adalah lembah Sungai Progo dan
oleh pihak colonial Inggris dan Belanda yang menjadikan
Sungai Elo, dua sungai utama yang membelah dataran
Magelang sebagai salah satu kota yang diperhitungkan pada
Kedu dari Utara ke Selatan. Beserta puluhan anak sungai
masa itu.
yang bersumber di berbagai gunung berapi, kedua sungai
Keywords : landscape, kota, bersejarah besar tersebut mengangkut endapan lahar dan abu vulkanik
yang menyuburkan lembah Kedu (Djuliati, 2000). Menurut
I. PENDAHULUAN Moordiati, 2003, selain sebagai sebuah dataran tinggi yang
luas, sekitar 2054 km2, wilayah Kedu juga merupakan
Magelang terletak di dataran tinggi dengan ketinggian
salah satu wilayah yang memilkiki karekteristik alam yang
375 dpl dengan keunikan dikelilingi beberapa gunung dan
sangat subur. Didukung oleh kondisi ekologi, wilayah Kedu
ditengahnya terletak bukit Tidar. Ada legenda yang
banyak dialiri sungai seperti sungai besar Progo dan Ello,
mengatakan bahwa Bukit Tidar sebagai pakuning jawa.
Sungai Pabelan, Krasak, Kali Putri, Kali Lereng, Kali Luk
Posisi goegrafis Magelang terletak ditengah-tengah pulau
Ula dan Kali Jatinegara.
Jawa dan secara adminstrasi Magelang terletak di
Karesidenan Kedu yang merupakan satu-satunya
II. MAGELANG ERA PRA KOLONIAL
karesidenan yang tidak berbatasan dengan laut.
Van Bemmelen dalam Moehkardi, 1988, menyebutkan Magelang yang pada saat itu lebih dikenal dengan
bahwa daerah Magelang-Selatan di jaman purba pernah bukit Tidar yang ada di tengah kota telah berkembang jauh
terbentuk telaga yang cukup luas. Telaga ini terbentuk sebelum kolonial datang pada tahun 1810. Bahkan pada
sebagai akibat ledakan dahsyat gunung Merapi pada tahun bukunya yang berjudul The History of Jave, Raffles
1006 yang laharnya mengalir ke barat dan menyumbat menceritakan adanya Magelang tahun 88 M yang diperkuat
aliran sungai progo di Timur laut kaki pegunungan dengan artikel-artikel lepas sejarawan yang menguak
Menoreh. Setelah berabad sumbatan yang membendung kemunculan Kota Megelang. Bukit Tidar menjadi salah
sungai progo ini hilang termakan erosi sungai progo satu simbol bagi kota Magelang. Pada masa itu Bukit Tidar
sehingga akhirnya kering. Dalam naskah Ardrijksundig en menjadi salah satu tujuan para pembuka lahan untuk
Statistich Woordenboek van Nederlandsch – Indie dalam mempertahankan kehidupan di Pulau Jawa umumnya dan di
Djuliati, 2000, dikatakan bahwa nama Kedu berasal dari Magelang pada khususnya. Hal ini juga tidak terlepas
kata kedung, yaitu tanah yang melekuk ke dalam dan berair adanya sungai Progo dan sungai Elo yang pada masa
atau palung. Karesidenan Kedu yang pada abad XIX hanya Kerajaan Mataram Kuno (± 732 M) diidentikkan sebagai
meliputi Kabupaten Magelang dan Kabupaten Temanggung sungai Gangga yang ada di India dan Gunung Merapi di
memang menyerupai palung besar yang memanjang dari identikkan dengan salah satu gunung yang ada di India.
arah Barat Laut ke Tenggara sampai batas Daerah Istimewa Sejak tahun 88 M kawasan di sekitar bukit Tidar mulai ada
Yogyakarta. Suatu hipotesa pernah dilontarkan oleh geolog kehidupan yang seiring dengan waktu mulai banyak
dikunjungi orang-orang pendatang. Dari sumber sejarah
1st Wahyu Utami,ST,MT, Mahasiswa S3 Teknik Arsitektektur dan yang sudah ada, terlihat bahwa pada masa Kerajaan
Perencanaan UGM, wahyuutami_dn@yahoo.com Kalingga sudah menggunakan daerah di sekitar bukit Tidar
2nd Prof.Ir.Atyanto Dharoko,M.Phil, PhD, Jurusan Teknik Arsitektur
dan Perencanaan UGM
dan gunung merapi sebagai daerah permukiman terutama
3rd Ir.Ikaputra, M.Eng, PhD, Jurusan Teknik Arsitektur dan pada saat terjadi perpecahan di kerajaan Kalingga.
Perencanaan UGM
4th Dr.Ir.Laretna Trisnantari, M.Arch, Jurusan Teknik Arsitektur dan
Perencanaan UGM
500
Architecture Department of Engineering Faculty – Diponegoro University in colaboration with NURI
University Science Malaysia, Universitas Sumatera Utara, University Kebangsaan Malaysia, Universitas Indonesia, Yala Islamic College Paramitae Thailand, King Mongkut Institute of
Technology Thailand, Institut Teknologi Medan, University of Chulalongkorn, MIT Cave Murana Iniramuros Phillipines, University Puts Malaysia, Institut Teknologi Bandung, Universitas
Soetomo Medan, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Diponegoro, National University of Singapore
Dalam disertasi Riboet Darmosoetopo, 1998, bernama Mas Ngabehi Danoekromo. Masjid dan
Magelang lebih dikenal pada era Mataram Kuno dengan Kadipaten dibangun tidak jauh dari kebon dalem milik
sebutan Mantyasih yang dijadikan sebagai daerah perdikan Mataram Baru. Kadipaten sebagai replika penguasa lokal
oleh Raja Balitung pada tahun 907 M. Pada era Raja terletak disebelah selatan alun – alun. Inggris waktu itu
Balitung istana Mataram Kuno berada di daerah Medang memilih Magelang sebagai salah satu daerah yang dikuasai
Poh Pitu (Kedu). Selain desa Mantyasih, dalam disertasi karena melihat Magelang bisa dijadikan gudang beras bagi
Timbul Haryono, 1994, diceritakan adanya desa Poh yang pemerintah saat itu. Selain itu juga Magelang dengan alam
dijadikan daerah untuk melakukan persembahan dengan yang indah dijadikan tempat peristirahatan dan daerah
dibangun Sima pada tahun 905 M. Kedua desa tersebut perkebunan.
Inggris tidak lama berkuasa di Magelang, karena pada
diceritakan di dua prasasti yang ada di Magelang , yaitu
tahun 1812 Magelang sudah dikuasai Belanda. Belanda
prasasti Mantyasih dan prasasti Poh. Prasasti Mantyasih
melanjutkan konsep pembangunan yang sudah dilakukan
terletak di desa Meteseh yang berada di sebelah barat kota
Inggris. Bahkan bupati pada jaman Belanda pun masih
Magelang, begitu juga dengan prasasti Poh yang terletak di melanjutkan bupati pada jaman kolonial Inggris, yaitu
desa Dumpoh yang terletak di sebelah utara desa Meteseh. Bupati Danoekromo. Saat diangkat menjadi bupati kembali
Setelah melalui masa jayanya sekitar dua abad, wilayah gelarnya menjadi raden tumenggung Danoeningrat. Sejak
Magelang dan sekitarnya sedikit demi sedikit mulai saat itu Magelang menjadi daerah padat di wilayah kedu,
ditinggal kaumnya karena sudah adanya perpindahan ibu seperti yang dikatakan Moordiati, 2003, bahwa selama
kota Mataram Kuno ke Jawa Timur. Hal ini ditambah tahun 1817 sampai dengan tahun 1867 angka kepadatan
dengan fenomena alam yang terjadi yaitu adanya Gunung penduduk Kedu termasuk tinggi dan daerah terpadat
merapi yang meletus tahun 1006 yang mengakibatkan cenderung memusat di bagian selatan seperti di kabupaten
hancurnya Mataram Hindhu karena adanya gempa yang Magelang, 20168 orang per kilometer persegi. Karena
sangat besar. Djuliati,2000, Magelang baru muncul lagi selain akses jalan juga daerah-daerah pinggir lebih banyak
setelah terbentuknya pusat kekuasaan baru yaitu Mataram digunakan sebagai daerah perkebunan sementara daerah
di Yogyakarta sebagai wilayah nagaragung (daerah inti pusat kota dikhususkan sebagai daerah permukiman baik
kerajaan yang langsung diperintah dari pusat). Magelang untuk masyarakat pribumi maupun masyarakat pendatang.
berkembang sebagai daerah hinterland Mataram dan Oleh karena itu pada tahun 1818, Magelang yang
menjadi gudang beras bagi kerajaan Mataram. ditunjuk sebagai ibu kota Karesidenan Kedu yang terbentuk
Menurut Nessel, 1935, setelah ada perang Jawa yang tahun 1817, mendirikan Kantor Karesidenan yang letaknya
menghasilkan perjanjian Gianti, Tahun 1755 wilayah Kedu berada di sebelah barat alun-alun dan tidak berbatasan
langsung dengan alun-alun kota. Kantor karesidenan
menjadi bagian dari Yogyakarta. Ditambahkan oleh
Djuliati, 2000, ketika Sultan Hamengkubuwono II dari berada justru di dekat dengan desa Meteseh (Mantyasih)
dengan view utama ke arah Barat atau ke arah Gunung
Yogyakarta gagal melakukan perlawanan terhadap
kekuasaan Inggris, Inggris menyerbu keraton Yogyakarta Sumbing dan Gunung Sindoro serta pegunungan Menoreh.
dan memaksanya untuk menerima syarat-syarat yang Kantor karesidenan dibangun di tempat tangsi-tangsi
Inggris yang sudah dibangun tahun 1810 dan dipugar pada
diajukan yang antara lain menyerahkan sebagian dari
wilayah nagaragungnya termasuk Kedu sebagai gudang tahun 1819 oleh JC Schultze. Bangunan ini dilengkapi
dengan pendopo yang menghadap ke Barat.
beras. Kedu saat itu masuk dalam dua wilayah penguasa
yaitu wilayah Surakarta dan wilayah Yogyakarta. Wilayah
kekuasaan Mataram merupakan lingkaran konsentris yang
berpusat di kraton dan Magelang masuk dalam daerah
Kedu yang merupakan nagaragung dari Mataram.
Magelang pada waktu itu merupakan daerah sebagai kebun
milik raja atau kebon dalem, yaitu kebun milik Sri Sunan
Pakubuwono. Ini dibuktikan dengan adanya artefak yang
sampai saat ini masih ada nama kawasan dengan kekhasan
nama hasil kebun sepanjang kampung Potrobangsan
sampai kampung Bayeman yang merupakan deretan
kebun, antara lain kebun kopi (Botton Koppen), kebun pala
(Kebonpolo), kebun kemiri (Kemirikerep), kebun jambu
(Jambon), kebun bayem (Bayeman), kebun karet (Karet).
Sri Sunan Pakubuwono menjadikan Magelang sebagai
daerah untuk menikmati keindahan alam, hal ini didukung Gambar 1. Kantor Karesidenan menghadap ke Barat
dengan kondisi alam yang sangat indah karena dikelilingi (sumber : KITLV collection)
banyak gunung dan dialiri dua sungai.
Kantor karesidenan ini selain berfungsi sebagai kantor
III. MAGELANG ERA KOLONIAL pemerintahan, juga berfungsi sebagai daerah pertahanan
dan daerah pengawasan atas pergerakan lokal yang
dilakukan masyarakat pribumi, antara lain Pangeran
Dalam Nessel, 1935, diceritakan sejak 1810, Diponegoro.
Magelang yang saat itu masih gabungan antara Kabupaten
Magelang dan Kota Magelang saat ini, dipilih oleh orang
Inggris sebagai ibu kota kabupaten dengan bupati pertama
501
Architecture Department of Engineering Faculty – Diponegoro University in colaboration with NURI
University Science Malaysia, Universitas Sumatera Utara, University Kebangsaan Malaysia, Universitas Indonesia, Yala Islamic College Paramitae Thailand, King Mongkut Institute of
Technology Thailand, Institut Teknologi Medan, University of Chulalongkorn, MIT Cave Murana Iniramuros Phillipines, University Puts Malaysia, Institut Teknologi Bandung, Universitas
Soetomo Medan, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Diponegoro, National University of Singapore
Kotapraja
Kadipaten Militer
Karisidenan

Kamar Bola

Masjid Losmen

Magelang Kota Jawa U


Penjara
Karesidenan Kadipaten

Gambar 2 Pola Utama Kota Magelang dan kota Jawa Gambar 4 Tipologi Kota Magelang
(sumber : analisa, 2001) (sumber: analisa,2001, modifikasi dari Handinoto(1996))

Seiring dengan perkembangan kota Magelang yang Magelang merupakan salah satu ibu kota pemerintahan
semakin pesat, Magelang mulai dipadati oleh bangunan- yang menyimpang perletakan elemen kota-nya jika
bangunan pendukung yang lebih bertitik pada pusat kota. dikomparasikan dengan pola ibu kota yang ada di Jawa.
Jalan-jalan utama mulai dibuat dengan orientasi Utara- Pola kota yang ada di Magelang mempunyai pola yang
Selatan yang sejajar dengan aliran Sungai Progo dan Sungai berbeda dengan kota-kota di Jawa khususnya ibu kota
Elo. Jalan Pemuda - Ahmad Yani sebagai jalan utama kadipaten dan ibu kota Karesidenan. Jika di kota-kota Jawa
berada di tengah-tangah atau di poros antara sungai Progo terdapat pola penyeimbangan penguasa lokal (berhubungan
dan sungai Elo. Elemen-elamen bangunan maupun dengan kerajaan) dan kolonial dengan perletakan istana raja
permukiman yang kemudian bermunculan akhirnya (kadipaten) di sebelah selatan yang berhadapan dengan
mengikuti pola jalan yang ada. kantor karesidenan atau asisten residen yang berada di
Tanam paksa telah menjadi Magelang sebagai daerah sebalah utara dengan di tengahnya adalah alun-alun, namun
yang cukup diperhitungkan, karena khususnya daerah di Magelang justru tidak menonjolkan keseimbangan
hinterland Magelang dijadikan perkebunan yang sangat penguasa lokal dan kolonial tersebut karena pertimbangan
diharapkan oleh Belanda. Berbagai cara dilakukan agar fungsi dan alam yang ada, karena perletakannya yang tidak
panen tidak pernah gagal untuk daerah Magelang. Pada menggunakan sumbu utara-selatan. Kadipaten sebagai
tahun 1845 tertanggal 17 Febuari dalam Djuliati, 2000, replika istana raja berada di sebelah utara alun-alun
diceritakan tentang surat dari Bupati Danuningrat kepada sementara karesidenan berada di sebelah barat alun-alun.
residen Kedu De Bousquet perihal rencana pembuatan jalan Sementara pada posisi selatan alun-alun digunakan sebagai
di Kedu yang melintasi Magelang untuk mendukung sekolah Belanda dan pribumi dikenal dengan MOSVIA.
transportasi perkebunan. Hasil dari komparasi tersebut memperlihatkan adanya
Seiring kuatnya Magelang sebagai kota perkebunan dan penyimpangan tipologi kota di Magelang terutama aspek
kota Militer, membuat Magelang banyak didatangi oleh yang ditonjolkan saat itu yaitu penyeimbangan kekuasaan
kaum nonpribumi. Kaum Cina banyak berdatangan dan dengan perletakan kantor karesidenan atau assisten residen
sesuai dengan peraturan Belanda, masyarakat Cina berhadapan dengan kadipaten. Alun-alun sebagai simbol
dilokalisir di selatan alun-alun yang kemudian kekuasaan pada kota-kota tradisional juga dicampur dengan
berkembangan menjadi daerah Pecinan yang berada di jalan elemen kolonial dengan meletakkan water torn (menara air)
utama. Fasilitas-fasilitas pendukungpun banyak di dalam alun-alun.
bermunculan. Poros Utara-Selatan mulai berkembang sejak
Magelang dijadikan gemeente (kotapraja) pada tahun 1906.
kantor gementee yang terletak di sebelah utara alun-alun
Residen
Kamar Bola telah diikuti bangunan-bangunan pendukung kota yang
berkembang ke arah utara. Gedung Kawedanan, sekolah-
sekolah dan rumah sakit dibangun mulai menjauhi alun-
alun. Rumah Sakit yang sekarang menjadi RSJP dibangun
Masjid Losmen
setelah Magelang menjadi Gemeente. Selain karena
kawasan alun-alun sudah mulai padat juga karena
pertimbangan akses jalan utama.
U
Penjara
Militer Kadipaten

Gambar 3 Tipologi Ibu Kota Kabupaten Jawa


(sumber : analisa Kazemeir dan Tonkens, Handinoto, 1996)

502
Architecture Department of Engineering Faculty – Diponegoro University in colaboration with NURI
University Science Malaysia, Universitas Sumatera Utara, University Kebangsaan Malaysia, Universitas Indonesia, Yala Islamic College Paramitae Thailand, King Mongkut Institute of
Technology Thailand, Institut Teknologi Medan, University of Chulalongkorn, MIT Cave Murana Iniramuros Phillipines, University Puts Malaysia, Institut Teknologi Bandung, Universitas
Soetomo Medan, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Diponegoro, National University of Singapore
Kwarasan, Permukiman Pejabat Belanda
Kawasan Kwarasan merupakan salah satu permukiman
PERIODE AWAL PERKEMBANGAN KOTA indis yang direncanakan oleh Karsten yang terletak di Kota
1. dipengaruhi lokasi yang strategis Magelang. Menurut Sumalyo, 1993, tahun 1937 Karsten
(Semarang-Yogya-Solo) sebagai jalur Utara-Selatan merencanakan pembangunan perumahan murah yang waktu
itu dikenal dengan “Perumahan Rakyat” dalam rangka
penyediaan kebutuhan rumah yang layak dan sehat yang
terletak di bagian Selatan-Barat Kota Magelang yang
kemudian dikenal sampai saat ini dengan “Kwarasan”.
Kwarasan ini berasal dari kata “waras” yang dalam bahasa
Jawa berarti “sehat”. Kata “sehat” tersebut bisa diartikan
Alun-alun sebagai upaya untuk menuju rumah yang sehat atau dengan
kata lain kawasan yang sehat. Karsten dalam
perencanaannya menonjolkan aspek keindahan dan
kenyamanannya dengan pertimbangan Magelang
merupakan daerah dengan hawa cukup dingin,
2. dipengaruhi panorama alam (gunung) pemandangannya indah, didukung posisi Kwarasan
sebagai jalur Timur-Barat berkontur dan berada di sebelah Barat Kota sehingga
tingkat kesejukannya dan keindahan panorama sangat
tinggi.
Karsten mempertimbangkan aspek tapak (kondisi
alam) dengan tetap memanfaatkan perbedaan kontur dan
yang paling utama akses dengan pusat kawasan dalam hal
Alun-alun
ini alun-alun yang dikelilingi tipe besar dan sedang,
sementara untuk tipe kecil di sekitar kedua tipe tersebut
karisidenan dengan tetap diperhatikan masalah akses ke lapangan
berupa gang/jalan kecil. Pembagian antara tipe besar dan
kecil berdasarkan kontur yang lebih tinggi karena viewnya
lebih bagus dibandingkan kontur yang lebih rendah serta
PERIODE TAHUN 1946-2000 orientasi ke alam gunung sebelah Barat dan akses ke jalan
raya di luar kawasan.
Banyak sekali pertimbangan Karsten baik itu dari segi
1. dipengaruhi oleh pola awal
perletakan maupun dari orientasi bangunan yang mengacu
pada pemandangan alam yang indah terutama view ke arah
Barat kawasan. Terutama ini dilakukan untuk bangunan
penting dan unit rumah dengan tipe besar. Apalagi
didukung dengan adanya kontur tanah pada kawasan
tersebut. Kontur tanah yang ada dimanfaatkan optimal
melalui penonjolan fasade bangunan pada kontur tinggi
agar dapat dengan mudah menikmati alam sekitar dalam hal
ini gunung dan sungai progo yang ada di sebelah Barat
kota. Tapak terbangun tidak mendominasi kawasan karena
Karsten tetap ingin kawasan ini sebagai kawasan hijau yang
tetap mempertimbangkan keselarasan terhadap
lingkungannya salah satunya dengan tetap menyediakan
2. dipengaruhi 2 sungai yang mengapit kota
halaman di tiap-tiap unit rumah.
Jalur U-S menjadi akses terkuat
IV. MAGELANG ERA KOTA BERKEMBANG
Magelang sebagai kota berkembang mempunyai pola
umum yang tidak berubah sejak dibangun pada masa
Mataram Baru dengan adanya deretan kebun di sepanjang
jalan utama kota pada saat ini. Dua sungai mengapit kota
Magelang dan menjadi elemen utama dalam pertimbangan
perkembangan kota. Perkembangan kota mengarah ke
Utara-Selatan. Banyak generator diletakkan untuk
menghidupkan kawasan-kawasan yang awalnya tidak
berkembang, misalnya terminal yang digeser dari pusat
kota ke arah Timur , berpindahnya kantor kotamadya dari
Utara Alun-Alun menjadi di daerah Mako, ujung selatan
kota. Juga dibangunnya banyak perumahan di sebelah utara
Gambar 5 Pembentukan Pola Jalan di Kota Magelang kota yang menghubungkan Magelang dengan Semarang.
(sumber: analisa,2001)

503
Architecture Department of Engineering Faculty – Diponegoro University in colaboration with NURI
University Science Malaysia, Universitas Sumatera Utara, University Kebangsaan Malaysia, Universitas Indonesia, Yala Islamic College Paramitae Thailand, King Mongkut Institute of
Technology Thailand, Institut Teknologi Medan, University of Chulalongkorn, MIT Cave Murana Iniramuros Phillipines, University Puts Malaysia, Institut Teknologi Bandung, Universitas
Soetomo Medan, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Diponegoro, National University of Singapore
REFERENCES
Djuliati, 2000, Eksploitasi Kolonial Abad XIX, Kerja Wajib di
Keresidenan Kedu 1800-1890, Yayasan Untuk Indonesia,
Yogyakarta
Haryono, Timbul, 1994, Aspek teknis dan simbolis artefak perunggu jawa
kuno abad VIII-X, Disertasi, Fakultas Sastra UGM, Yogyakarta
Moehkardi, 1988, Catatan Bahasan Atas Makalah Drs.Soekimin
Adiwiratmoko”Penelususran Nama dan Hari Lahir Kota
Magelang”, Magelang
Moordiati, 2003, Ibu dan anak : kajian Mortalitas dan perilaku sehat di
Karesidenan Kedu 1830 – 1870 , thesis, Program Studi Sejarah ,
Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Nessel Van Lissa, 1930, Uit Het Verleden Van Magelang, Magelang
Raffles, Stamford, 2008, The History Of Java, Terjemahan, Narasi,
Yogyakarta
Riboet, Darmosoetopo,1998, Hubungan tanah sima dengan bangunan
kegamaan : di Jawa pada abad IX-X TU, Disertasi Fakultas Sastra
Jurusan Arkeologi UGM, Yogyakarta
Utami, Wahyu, 2001, Elemen-Elemen Dominan dalam Perkembangan
Kota Magelang, Thesis Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Utami, Wahyu, 2003, Penyimpangan Perletakan Elemen Ibu Kota
Kabupaten di Jawa, Jurnal Teknik Simetrika USU, Volume 2
Agustus 2003
Utami, Wahyu, 2004, Pola Permukiman Indis Karya Karsten. Studi Kasus
Kwarasan, Magelang, Jurnal Arsitektur FT UMJ “NALARS”,
Volume 3 Nomor 2, Jakarta 2004, ISSN 1412 - 3266

504
Architecture Department of Engineering Faculty – Diponegoro University in colaboration with NURI
University Science Malaysia, Universitas Sumatera Utara, University Kebangsaan Malaysia, Universitas Indonesia, Yala Islamic College Paramitae Thailand, King Mongkut Institute of
Technology Thailand, Institut Teknologi Medan, University of Chulalongkorn, MIT Cave Murana Iniramuros Phillipines, University Puts Malaysia, Institut Teknologi Bandung, Universitas
Soetomo Medan, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Diponegoro, National University of Singapore

Anda mungkin juga menyukai