1st Wahyu Utami,ST,MT, 2nd Prof.Ir.Atyanto Dharoko,M.Phil, PhD, 3rd Ir.Ikaputra, M.Eng, PhD,
4th Dr.Ir.Laretna Trisnantari, M.Arch
Kamar Bola
Masjid Losmen
Gambar 2 Pola Utama Kota Magelang dan kota Jawa Gambar 4 Tipologi Kota Magelang
(sumber : analisa, 2001) (sumber: analisa,2001, modifikasi dari Handinoto(1996))
Seiring dengan perkembangan kota Magelang yang Magelang merupakan salah satu ibu kota pemerintahan
semakin pesat, Magelang mulai dipadati oleh bangunan- yang menyimpang perletakan elemen kota-nya jika
bangunan pendukung yang lebih bertitik pada pusat kota. dikomparasikan dengan pola ibu kota yang ada di Jawa.
Jalan-jalan utama mulai dibuat dengan orientasi Utara- Pola kota yang ada di Magelang mempunyai pola yang
Selatan yang sejajar dengan aliran Sungai Progo dan Sungai berbeda dengan kota-kota di Jawa khususnya ibu kota
Elo. Jalan Pemuda - Ahmad Yani sebagai jalan utama kadipaten dan ibu kota Karesidenan. Jika di kota-kota Jawa
berada di tengah-tangah atau di poros antara sungai Progo terdapat pola penyeimbangan penguasa lokal (berhubungan
dan sungai Elo. Elemen-elamen bangunan maupun dengan kerajaan) dan kolonial dengan perletakan istana raja
permukiman yang kemudian bermunculan akhirnya (kadipaten) di sebelah selatan yang berhadapan dengan
mengikuti pola jalan yang ada. kantor karesidenan atau asisten residen yang berada di
Tanam paksa telah menjadi Magelang sebagai daerah sebalah utara dengan di tengahnya adalah alun-alun, namun
yang cukup diperhitungkan, karena khususnya daerah di Magelang justru tidak menonjolkan keseimbangan
hinterland Magelang dijadikan perkebunan yang sangat penguasa lokal dan kolonial tersebut karena pertimbangan
diharapkan oleh Belanda. Berbagai cara dilakukan agar fungsi dan alam yang ada, karena perletakannya yang tidak
panen tidak pernah gagal untuk daerah Magelang. Pada menggunakan sumbu utara-selatan. Kadipaten sebagai
tahun 1845 tertanggal 17 Febuari dalam Djuliati, 2000, replika istana raja berada di sebelah utara alun-alun
diceritakan tentang surat dari Bupati Danuningrat kepada sementara karesidenan berada di sebelah barat alun-alun.
residen Kedu De Bousquet perihal rencana pembuatan jalan Sementara pada posisi selatan alun-alun digunakan sebagai
di Kedu yang melintasi Magelang untuk mendukung sekolah Belanda dan pribumi dikenal dengan MOSVIA.
transportasi perkebunan. Hasil dari komparasi tersebut memperlihatkan adanya
Seiring kuatnya Magelang sebagai kota perkebunan dan penyimpangan tipologi kota di Magelang terutama aspek
kota Militer, membuat Magelang banyak didatangi oleh yang ditonjolkan saat itu yaitu penyeimbangan kekuasaan
kaum nonpribumi. Kaum Cina banyak berdatangan dan dengan perletakan kantor karesidenan atau assisten residen
sesuai dengan peraturan Belanda, masyarakat Cina berhadapan dengan kadipaten. Alun-alun sebagai simbol
dilokalisir di selatan alun-alun yang kemudian kekuasaan pada kota-kota tradisional juga dicampur dengan
berkembangan menjadi daerah Pecinan yang berada di jalan elemen kolonial dengan meletakkan water torn (menara air)
utama. Fasilitas-fasilitas pendukungpun banyak di dalam alun-alun.
bermunculan. Poros Utara-Selatan mulai berkembang sejak
Magelang dijadikan gemeente (kotapraja) pada tahun 1906.
kantor gementee yang terletak di sebelah utara alun-alun
Residen
Kamar Bola telah diikuti bangunan-bangunan pendukung kota yang
berkembang ke arah utara. Gedung Kawedanan, sekolah-
sekolah dan rumah sakit dibangun mulai menjauhi alun-
alun. Rumah Sakit yang sekarang menjadi RSJP dibangun
Masjid Losmen
setelah Magelang menjadi Gemeente. Selain karena
kawasan alun-alun sudah mulai padat juga karena
pertimbangan akses jalan utama.
U
Penjara
Militer Kadipaten
502
Architecture Department of Engineering Faculty – Diponegoro University in colaboration with NURI
University Science Malaysia, Universitas Sumatera Utara, University Kebangsaan Malaysia, Universitas Indonesia, Yala Islamic College Paramitae Thailand, King Mongkut Institute of
Technology Thailand, Institut Teknologi Medan, University of Chulalongkorn, MIT Cave Murana Iniramuros Phillipines, University Puts Malaysia, Institut Teknologi Bandung, Universitas
Soetomo Medan, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Diponegoro, National University of Singapore
Kwarasan, Permukiman Pejabat Belanda
Kawasan Kwarasan merupakan salah satu permukiman
PERIODE AWAL PERKEMBANGAN KOTA indis yang direncanakan oleh Karsten yang terletak di Kota
1. dipengaruhi lokasi yang strategis Magelang. Menurut Sumalyo, 1993, tahun 1937 Karsten
(Semarang-Yogya-Solo) sebagai jalur Utara-Selatan merencanakan pembangunan perumahan murah yang waktu
itu dikenal dengan “Perumahan Rakyat” dalam rangka
penyediaan kebutuhan rumah yang layak dan sehat yang
terletak di bagian Selatan-Barat Kota Magelang yang
kemudian dikenal sampai saat ini dengan “Kwarasan”.
Kwarasan ini berasal dari kata “waras” yang dalam bahasa
Jawa berarti “sehat”. Kata “sehat” tersebut bisa diartikan
Alun-alun sebagai upaya untuk menuju rumah yang sehat atau dengan
kata lain kawasan yang sehat. Karsten dalam
perencanaannya menonjolkan aspek keindahan dan
kenyamanannya dengan pertimbangan Magelang
merupakan daerah dengan hawa cukup dingin,
2. dipengaruhi panorama alam (gunung) pemandangannya indah, didukung posisi Kwarasan
sebagai jalur Timur-Barat berkontur dan berada di sebelah Barat Kota sehingga
tingkat kesejukannya dan keindahan panorama sangat
tinggi.
Karsten mempertimbangkan aspek tapak (kondisi
alam) dengan tetap memanfaatkan perbedaan kontur dan
yang paling utama akses dengan pusat kawasan dalam hal
Alun-alun
ini alun-alun yang dikelilingi tipe besar dan sedang,
sementara untuk tipe kecil di sekitar kedua tipe tersebut
karisidenan dengan tetap diperhatikan masalah akses ke lapangan
berupa gang/jalan kecil. Pembagian antara tipe besar dan
kecil berdasarkan kontur yang lebih tinggi karena viewnya
lebih bagus dibandingkan kontur yang lebih rendah serta
PERIODE TAHUN 1946-2000 orientasi ke alam gunung sebelah Barat dan akses ke jalan
raya di luar kawasan.
Banyak sekali pertimbangan Karsten baik itu dari segi
1. dipengaruhi oleh pola awal
perletakan maupun dari orientasi bangunan yang mengacu
pada pemandangan alam yang indah terutama view ke arah
Barat kawasan. Terutama ini dilakukan untuk bangunan
penting dan unit rumah dengan tipe besar. Apalagi
didukung dengan adanya kontur tanah pada kawasan
tersebut. Kontur tanah yang ada dimanfaatkan optimal
melalui penonjolan fasade bangunan pada kontur tinggi
agar dapat dengan mudah menikmati alam sekitar dalam hal
ini gunung dan sungai progo yang ada di sebelah Barat
kota. Tapak terbangun tidak mendominasi kawasan karena
Karsten tetap ingin kawasan ini sebagai kawasan hijau yang
tetap mempertimbangkan keselarasan terhadap
lingkungannya salah satunya dengan tetap menyediakan
2. dipengaruhi 2 sungai yang mengapit kota
halaman di tiap-tiap unit rumah.
Jalur U-S menjadi akses terkuat
IV. MAGELANG ERA KOTA BERKEMBANG
Magelang sebagai kota berkembang mempunyai pola
umum yang tidak berubah sejak dibangun pada masa
Mataram Baru dengan adanya deretan kebun di sepanjang
jalan utama kota pada saat ini. Dua sungai mengapit kota
Magelang dan menjadi elemen utama dalam pertimbangan
perkembangan kota. Perkembangan kota mengarah ke
Utara-Selatan. Banyak generator diletakkan untuk
menghidupkan kawasan-kawasan yang awalnya tidak
berkembang, misalnya terminal yang digeser dari pusat
kota ke arah Timur , berpindahnya kantor kotamadya dari
Utara Alun-Alun menjadi di daerah Mako, ujung selatan
kota. Juga dibangunnya banyak perumahan di sebelah utara
Gambar 5 Pembentukan Pola Jalan di Kota Magelang kota yang menghubungkan Magelang dengan Semarang.
(sumber: analisa,2001)
503
Architecture Department of Engineering Faculty – Diponegoro University in colaboration with NURI
University Science Malaysia, Universitas Sumatera Utara, University Kebangsaan Malaysia, Universitas Indonesia, Yala Islamic College Paramitae Thailand, King Mongkut Institute of
Technology Thailand, Institut Teknologi Medan, University of Chulalongkorn, MIT Cave Murana Iniramuros Phillipines, University Puts Malaysia, Institut Teknologi Bandung, Universitas
Soetomo Medan, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Diponegoro, National University of Singapore
REFERENCES
Djuliati, 2000, Eksploitasi Kolonial Abad XIX, Kerja Wajib di
Keresidenan Kedu 1800-1890, Yayasan Untuk Indonesia,
Yogyakarta
Haryono, Timbul, 1994, Aspek teknis dan simbolis artefak perunggu jawa
kuno abad VIII-X, Disertasi, Fakultas Sastra UGM, Yogyakarta
Moehkardi, 1988, Catatan Bahasan Atas Makalah Drs.Soekimin
Adiwiratmoko”Penelususran Nama dan Hari Lahir Kota
Magelang”, Magelang
Moordiati, 2003, Ibu dan anak : kajian Mortalitas dan perilaku sehat di
Karesidenan Kedu 1830 – 1870 , thesis, Program Studi Sejarah ,
Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Nessel Van Lissa, 1930, Uit Het Verleden Van Magelang, Magelang
Raffles, Stamford, 2008, The History Of Java, Terjemahan, Narasi,
Yogyakarta
Riboet, Darmosoetopo,1998, Hubungan tanah sima dengan bangunan
kegamaan : di Jawa pada abad IX-X TU, Disertasi Fakultas Sastra
Jurusan Arkeologi UGM, Yogyakarta
Utami, Wahyu, 2001, Elemen-Elemen Dominan dalam Perkembangan
Kota Magelang, Thesis Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Utami, Wahyu, 2003, Penyimpangan Perletakan Elemen Ibu Kota
Kabupaten di Jawa, Jurnal Teknik Simetrika USU, Volume 2
Agustus 2003
Utami, Wahyu, 2004, Pola Permukiman Indis Karya Karsten. Studi Kasus
Kwarasan, Magelang, Jurnal Arsitektur FT UMJ “NALARS”,
Volume 3 Nomor 2, Jakarta 2004, ISSN 1412 - 3266
504
Architecture Department of Engineering Faculty – Diponegoro University in colaboration with NURI
University Science Malaysia, Universitas Sumatera Utara, University Kebangsaan Malaysia, Universitas Indonesia, Yala Islamic College Paramitae Thailand, King Mongkut Institute of
Technology Thailand, Institut Teknologi Medan, University of Chulalongkorn, MIT Cave Murana Iniramuros Phillipines, University Puts Malaysia, Institut Teknologi Bandung, Universitas
Soetomo Medan, Universitas Sam Ratulangi, Universitas Diponegoro, National University of Singapore