Anda di halaman 1dari 13

KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA

MAKALAH

Makalah Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sosiologi
Agama Pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Institut Agama Islam (IAI)
As’adiyah Sengkang

Oleh :

JAHARUDDIN JAMIR SAPUTRA


NIM: 19210009

FAKULTAS USHULUDDIN, DAKWAH DAN KOMUNIKASI


INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AS’ADIYAH SENGKANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT. karena masih

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini. Shalawat dan taslim semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW. sebagai uswatun hasanah.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulisan makalah

ini. Makalah ini sangatlah sederhana, tapi semoga pembaca berkenan meluangkan

waktunya untuk menelaah isinya agar memberikan kritik dan saran kepada

penulis.

Makalah ini tentunya masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar pembuatan makalah

berikutnya lebih baik dari sebelumnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para

pembaca.

Sengkang, 29 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................2

C. Tujuan Penulisan................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................3

A. Awal Mula dan Penyebab Kekerasan Atas Nama Agama..................3

B. Bentuk-bentuk Kekerasan Atas Nama Agama...................................7

BAB III PENUTUP......................................................................................9

A. Kesimpulan.........................................................................................9

B. Saran...................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kekerasan agama selama berabad-abad merupakan kejahatan terburuk

yang telah mengisi peradaban manusia. Sesuatu yang paradoks, karena agama

mengajarkan nilai-nilai luhur, tetapi  agama juga bertanggung jawab terhadap

terjadinya kerusakan di muka bumi ini. Di Indonesia sendiri, kekerasan yang

terjadi atas nama agama sangat kita rasakan. Wahid Institue melaporkan adanya

peningkatan kekerasan agama di Indonesia. Tercatat ada 232 kasus berkenanan

dengan kekerasan agama di 2009, sedangkan di 2008 dilaporkan ada 197 kasus.

Bertitik tolak dari argumen dan asumsi bahwa terorisme dapat dilakukan

oleh negara atau sekelompok masyarakat, maka kini kita akan mencoba

mendiskusikan lebih jauh faktor agama dalam hal ini Islam khususnya karena

mayoritas penduduk Indonesia menganut agama Islam dan Islam sendiri sering

muncul dalam perkembangan isu-isu terorisme belakangan ini, terutama aksi

terorisme yang terjadi di Indonesia sering dilakukan dengan dan atas nama agama

Islam dan juga karena kekerasan atas nama agama menimbulkan pandangan

sempit bagi orang-orang terhadap agama yang dijadikan tameng dalam aksi

kekerasan atau terorisme itu.

Kemudian secara umum, terutama dari sudut pandang fenomenologi

agama, yang perlu kita telaah di sini ialah apakah aksi terorisme diterima sebagai

doktrin agama atau merupakan alat dari orang yang beragama. Faktor agama

tersebut akan didskusikan di dalam makalah ini yaitu apakah benar bahwa aksi

terorisme itu harus selalu dikaitkan atas nama agama? Mengapa banyak orang

yang selalu melakukan aksi kekerasan atau terorisme atas nama agama? Padahal

jika dilihat dari sudut pandang logika terutama fenomenologi agama, semua

1
2

agama tentu tidak ada yang pernah untuk mengajarkan aksi kekerasan demikian

atau dengan kata lain terorisme dan setiap agama pasti mengajarkan cinta dan

kasih sayang kepada seluruh umat manusia.

Untuk itu dalam pembahasan di dalam makalah ini, kita akan coba melihat

seluk-beluk serta menganalisis terorisme atas nama agama serta keterkaitan antara

aksi terorisme tersebut di Indonesia dengan faktor agama yang selalu dijadikan

tameng oleh para pelaku teror dalam menjalankan aksinya serta kita juga akan

mencoba untuk mencari penyelesaian yang terbaik untuk mengubah pola pikir

orang agar tidak lagi melakukan aksi teror hanya karena atas nama agama

sekaligus mencari upaya pencegahan tindak terorisme di Indonesia untuk tahun-

tahun ke depannya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana awal mula dan penyebab dari kekerasan terhadap agama ?

2. Bagaimana bentuk-bentuk dari kekerasan atas nama agama ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui awal mula dan penyebab dari kekerasan terhadap

agama.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari kekerasan atas nama agama.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Awal Mula dan Penyebab Kekerasan Atas Nama Agama

Di dalam sejarah kekristenan banyak tindakan kekerasan yang dilakukan

oleh gereja karena kesalahan dalam melakukan penafsiran terhadap Kitab Suci.

Orang-orang yang tekstualis memahami apa yang tertulis di dalam Alkitab secara

literal dan menerapkannya di dalam konteks yang berbeda. Proses eksegese yang

sebenarnya diabaikan sehingga mereka gagal untuk mendapatkan makna dari apa

yang tertulis dan memusatkan perhatian terhadap teks secara mentah tanpa

melakukan penggalian apapun.

Hal itu pun sama terjadi terhadap agama Islam, khususnya di Indonesia.

Berdasarkan survei yang dilakukan, perilaku kekerasan agama di Indonesia

berkorelasi positif dengan pemahaman agama yang tekstual. Ajaran-ajaran agama

tentang kekerasan baik itu berasal dari Al qur’an, seperti kebolehan suami

memukul istri bila ia mangkir dari kewajibannya (Q.S. 4: 34-35), maupun Sunnah

seperti hadis yang menyatakan anak perlu diperintahkan salat ketika berumur

tujuh tahun, dan boleh dipukul (bila tidak salat) ketika berumur sepuluh, adalah

sedikit contoh dari ajaran Islam tentang perlunya kekerasan.

Survei menunjukkan bahwa orang yang bersedia merusak gereja yang

tidak memiliki izin berjumlah 14,7%, mengusir kelompok Ahmadiyah 28,7%,

merajam orang berzina 23,2%, perang melawan non-muslim yang mengancam

43,5%, menyerang atau merusak tempat penjualan minuman keras 38,4%,

mengancam orang yang dianggap menghina Islam 40,7%, jihad di Afghanistan

dan Irak 23,1%, dan jihad di Ambon dan Poso 25,2%. Sementara untuk bentuk

tindakan kekerasan yang bersifat domestik, diperoleh tingkat kesediaan berikut:

mencubit anak agar patuh pada orangtua 22%, memukul anak di atas sepuluh

3
4

tahun agar salat 40,7%, suami memukul istri jika tidak melakukan kewajibannya

16,3%.

Berdasarkan hal di atas agama terkesan merupakan sumber dari kekerasan

akan tetapi pemahaman yang tekstualis terhadap Kitab Suci agama lah yang bisa

menjadi variabel yang paling signifikan dalam mendorong timbulnya perilaku

kekerasan agama. Di samping mendorong perilaku kekerasan agama, tekstualisme

dan Islamisme juga berkorelasi positif dengan perilaku kekerasan umum dan

kekerasan negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa agama merupakan sumber

identitas yang sangat kuat dalam diri seseorang. Agama profetik seperti Islam dan

Kristen, cenderung melakukan kekerasan segera setelah identitas mereka

terancam. Persaingan antar agama yang memicu konflik sangat mudah terjadi

apabila salah satu kelompok merasa identitasnya terancam. Misalkan bisa kita

lihat pada konflik Ambon dan Poso jika dalam konteks dalam negeri. Potensi ini

menjadi semakin besar ketika para pemimpin politik berusaha mengkonstruksi

identitas negara berdasarkan agama tertentu yang mayoritas. Di satu sisi itu bisa

menimbulkan arogansi dari kelompok pemeluk agama yang mayoritas dan

perasaan terancam dan terintimidasi yang dirasakan oleh kelompok minoritas.

Namun demikian, sejarah kekristenan telah membuktikan bahwa semakin dekat

gereja secara institusi dengan politik pemerintahan semakin bobrok kondisi

keagamaannya. Usaha-usaha untuk mebentuk negara Kristen telah dilakukan dan

terbukti gagal. Calvin mencoba menciptakan sebuah kota yang ilahi di Geneva

dan tidak berhasil. Demikian juga pada abad ke-4 ketika Konstantinus bertobat

dan menyatukan gereja dengan negara, pada akhirnya itu pun mengalami

kegagalan baik di dalam sisi pemerintah maupun gereja itu sendiri. Gereja pada

akhirnya terlibat secara aktif dalam tindak kekerasan yang imoral dan melawan

ajaran dari agamanya sendiri.


5

Di Indonesia pada saat ini kita sedang berhadapan dengan gerakan Islam

fundamentalis yang berusaha untuk mendirikan negara Islam. Sudah terbukti

bahwa itu merupakan salah satu sumber terbesar kekerasan agama yang terjadi di

negara kita. Bukan hanya gereja atau kelompok agama lain yang dianggap sebagai

musuh melainkan juga kelompok Islam lainnya yang tidak setuju dengan ide

negara Islam tersebut. Akibatnya negara kita mengalami penderitaan yang sangat

dalam. Muncul kecurigaan antara pemeluk agama dan memicu terbentuknya

semangat separatis.

Dalam realitas negara kita sekarang ini, terorisme adalah bentuk paling

nyata dari kekerasan politik-agama di Indonesia. Dalam konteks teologis,

terorisme bisa mengambil bentuknya dari agama sebagai landasan dan alat untuk

mendapatkan kekuasaan, sebagai tujuan dari teror tersebut. Inilah analogi

gambaran situasi tragis kehidupan dalam pandangan John D Caputo.

Secara singkat dan khusus, ada beberapa faktor yang menyebabkan para

pelaku teror melakukan kekerasan (terorisme) atas nama agama, yaitu :

Kurangnya pendidikan agama yang dia peroleh atau dengan kata lain dia tidak

menghayati atau memahami keseluruhan esensi dari agama yang dia anut.

Kurangnya pengawasan serta perhatian dari orang tua atau keluarganya serta

kerabat baiknya dalam mengendalikan cara pergaulannya di dalam lingkungan

sehingga ia mudah dihasut.

1. Lingkungan pergaulan, di manapun itu, yang tidak kondusif serta

berpotensi menumbuhkan pola pikir sempit atau skeptis bahkan radikal

terhadap agama yang ia anut. Sebagai contoh akhir-akhir ini banyak orang-

orang Indonesia yang pergi ke Timur Tengah atau Afganistan bahkan

beberapa negara lainnya seperti Filipina yang di mana pada awalnya

tujuan mereka pergi ke sana ialah untuk studi namun kemudian setelah
6

pulang kembali ke Indonesia mereka berubah menjadi teroris diakibatkan

oleh pengaruh lingkungan serta ajaran selama mereka berada di sana dari

orang-orang berpola pikir sempit serta radikal. Contoh lainnya ialah di

mana tersangka teroris seperti Imam Samudera dan Amrozi yang memang

sejak muda sudah dilatih dan tinggal di lingkungan militan teroris di

Afganistan sehingga wajar jika begitu pulang ke Indonesia mereka sudah

jadi teroris.

2. Ketidakpuasan ekonomi dan hal-hal yang bersifat material yang dia

peroleh dalam hidup, sehingga untuk melampiaskan kekesalan dan

ketidakpuasannya dia melakukan aksi teror dengan dalih atas nama agama

karena mungkin saja hal itu justru akan mengobati ketidakpuasannya

dalam bidang ekonomi tersebut.

3. Agama memberikan bahasa, mitologi, ilustrasi yang bisa digunakan oleh

para pemimpin politik atau politik keagamaan untuk memotivasi umatnya

melakukan kekerasan.

4. Agama merupakan sumber identitas yang sangat kuat; oleh sebab itu

apabila para pemimpin politik menggunakan agama, berdasarkan agama

yang mayoritas, untuk mengkonstruksi sebuah identitas nasional, maka

pintu terhadap kekerasan akan terbuka lebar.

5. Agama bisa digunakan secara politis untuk mencapai tujuan pribadi atau

kelompok yang berkaitan dengan kekuasaan, ekonomi atau perkara

material lainnya.

Itulah gambaran beberapa faktor yang menyebabkan orang melakukan

tindakan aksi  kekerasan atas nama agama di Indonesia ini. Sebagai manusia yang

beragama dan beriman, tentu saja kita tidak menginginkan ketujuh hal tersebut

terjadi pada kita maupun pada anak, keluarga, dan kerabat baik kita semua.
7

B. Bentuk-bentuk Kekerasan Atas Nama Agama

Kejadian-kejadian dan aksi-aksi kekerasan (terorisme) yang tengah

menimpa manusia, khususnya di Indonesia ini sangatlah banyak dan beraneka

ragam sesuai dengan kondisi dan keadaan yang diharapkan oleh para pelakunya

guna meraih sasaran dan target mereka. Secara singkat, bentuk-bentuk aksi

terorisme dapat dibagi ke dalam 3 macam golongan :

1. Terorisme fisik, yaitu peristiwa-peristiwa atau bentuk terorisme yang

sekarang menjadi puncak sorotan manusia seperti pelededakan, bom

bunuh diri, pembajakan, dan seterusnya. Berbagai kejadian pahit dari

terorisme fisik ini telah telah tercatat dalam sejarah. Seperti di Indonesia

seperti Bom Bali 1, Bom Bali 2, Bom Kedutaan Australia di Jakarta, Bom

Marriot 1, Bom Marriot 2 dan lain-lain.

2. Terorisme psikologis (kejiwaan). yaitu suatu bentuk-bentuk terorisme yang

berupa suatu ancaman psikologis terhadap suatu subjek atau objek

tertentu, seperti misalkan berupa teror ancaman bom melalui media

tertentu seperti telepon, pesan singkat, surat, email, artikel blog, website

dan lain-lain, yang bertujuan untuk menimbulkan kepanikan. Seperti yang

terjadi pada teror gereja pada malam natal, teror gedung kedutaan AS dan

lain-lain.

3. Terorisme ideologi (pemikiran/pemahaman). Terorisme jenis ini jauh lebih

berbahaya dari terorisme fisik dan psikologi. Sebab seluruh bentuk

terorisme fisik yang terjadi bersumber dari dorongan ideologi para

pelakunya, baik itu dari kalangan orang-orang tidak beragama yang

merupakan sumber terorisme di muka bumi ini, atau dari kalangan

kaum beragama yang telah menyimpang pemikirannya dari jalan ajaran


8

mereka, khususnya dalam hal ini kaum muslimin yang telah menyimpang

dari ajaran Islam yang sesungguhnya.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Segala bentuk kekerasan atas nama agama merupakan suatu hal yang tidak

bisa diterima oleh pihak manapun. Karena jika kita melihat pada bentuk dan

substansi agama, maka tidak ada satupun agama di dunia ini yang mengajarkan

manusia untuk berbuat anarki dan kekerasan terhadap manusia lainnya. Terlebih-

lebih jika perbuatan kekerasan tersebut dilakukan atas nama suatu agama tertentu.

Justru sebaliknya, semua agama di dunia ini mengajarkan kasih sayang, toleransi,

cinta damai, saling mengasihi antar sesama manusia lainnya. Sehingga secara

otomatis segala bentuk tindakan kekerasan dilarang oleh semua agama.

Secara singkat, penyebab yang paling utama hingga menyebabkan orang

melakukan tindakan kekerasan atas nama agama ialah karena orang tersebut

memiliki pandangan yang sangat sempit mengenai agama tersebut atau dengan

kata lain dia hanya melihat agama itu sebatas bentuknya saja tanpa memahami

substansi yang sesungguhnya, sehingga kekerasan yang dia lakukan dipandang

sebagai tindakan yang benar dalam agamanya menurut pandangannya.

B. Saran

Semua komponen masyarakat baik keluarga, tokoh masyarakat, pemuka

agama dan pemerintah Indonesia perlu saling bekerja sama dan berkoordinasi

secara baik, teratur, dan sistematis dalam pemberantasan segala bentuk kekerasan

yang terjadi yang dalam hal ini dilakukan atas nama agama pada khususnya.

Upaya-upaya pencegahan yang telah diutarakan di atas, akan benar-benar

terlaksana dengan baik dan benar jika pemerintah dan seluruh komponen

masyarakat mau bekerja sama dan saling menaruh kepercayaan yang baik dan

tinggi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Adji, Indriyanto Seno. Terorisme. Perpu No.1 tahun 2002 dalam Perspektif
Hukum Pidana dalam Terorisme: Tragedi Umat Manusia. Jakarta: O.C.
Kaligis & Associates. 2001.
Hali, Damianus J. Bahan Kuliah Fenomenologi Agama. Unpar. 2007.
Handayani,  Dwi Maria. Kekristenan dan Kekerasan Agama,
www.leimena.org/0101_artikel2. html
http://www.terrorism.com/modules.php.
Jahroni, Jajang. Tekstualisme, Islamisme dan Kekerasan Agama. Dalam:
Islamlib.com. 07 Agustus 2008.
Manullang, A.C. Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim. Jakarta: Panta
Rhei. Januari 2001
Mustofa, Muhammad. Memahami Terorisme: Suatu Perspektif Kriminologi,
Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI. Vol. 2 No. III. Desember 2002.

10

Anda mungkin juga menyukai