Anda di halaman 1dari 37

GAMBARAN RADIOLOGI PADA FRAKTUR VERTEBRA

PAPER

Oleh:
PATRICK LIMBARDON 210131048
DARA AYU PANJAITAN 210131099
VIKTRIS GRACIA SALSALINA 210131116
BIODYA DIGNA PHILOTHRA 210131161
WHYRA PRATAMA SAID 210131255

Pembimbing:
dr. Elvita Rahmi Daulay M.Ked(Rad), Sp.Rad(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN RADIOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan referat ini yang bertema “Gambaran Radiologi pada Fraktur
Vertebra”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Dokter di Departemen Radiologi Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Elvita Rahmi Daulay M.Ked(Rad), Sp.Rad(K) yang telah meluangkan
waktunya dalam membimbing penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.

Dengan disusunnya referat ini diharapkan Penulis dapat memberikan kontribusi positif
dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal. Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini
masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi maupun susunan bahasanya, untuk itu Penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata Penulis mengucapkan terima kasih.

Medan,3 Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………... ii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………………….. iii
BAB I …………………………………………………………………………………………... 1
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………… 1
1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………………………… 1
1.2 TUJUAN PENULISAN…………………………………………………………………. 2
1.3 MANFAAT PENULISAN………………………………………………………………. 2
BAB II…………………………………………………………………………………………... 3
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………………….. 3
2.1 ANATOMI……………………………………………………………………………….. 3
2.2 DEFINISI……………………………………………………………………………….. 11
2.3 EPIDEMIOLOGI……………………………………………………………………….. 11
2.4 ETIOLOGI……………………………………………………………………………… 12
2.5 PATOFISIOLOGI……………………………………………………………………… 13
2.6 X-RAY………………………………………………………………………………….. 14
2.7 CT SCAN………………………………………………………………………………. 19
2.8 MRI…………………………………………………………………………………….. 20
2.9 DIAGNOSIS BANDING………………………………………………………………. 26
2.10 TATALAKSANA……………………………………………………………………. 27
2.11 KOMPLIKASI……………………………………………………………………….. 28
BAB III………………………………………………………………………………………… 30
KESIMPULAN……………………………………………………………………………….. 30
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………… 31

ii
DAFTAR GAMBAR

2.1.1 Anatomi normal tulang belakang ……………………………………………………3


2.1.2 Badan vertebra………………………………………………………….....................4
2.1.3 Badan vertebra……………………………………………………………………….4
2.1.4 Tiga garis servikal…………………………………………………………………...5
2.1.5 Scottie dog sign……………………………………………………………………...6
2.1.6 Orientasi sendi faset………………………………………………………………....7
2.1.7 Ilustrasi skema tulang belakang lumbar……………………………………………..8
2.1.8 Disk dan ligament intervertebralis normal…………………………………………..9
2.1.9 Anatomi tulang servikal…………………………………………………………….10
2.6.1 Fraktur kompresi……………………………………………………………………15
2.6.2 Open-mouth view normal, fraktur Jefferson, tampilan mulut terbuka, dan
computed tomography (CT)
………………………………………………………...16
2.6.3 Fraktur Hangman……………………………………………………………………17
2.6.4 Burst fracture, foto polos dan CT……………………………………………………18
2.6.5 CT sagittal dan coronal dari fraktur chance…………………………………………19
2.7.1 CT scan vertebra…………………………………………………………………….20
2.8.1 MRI lumbosacral potongan aksial dan sagittal anatomi tulang belakang level
lumbosacral………………………………………………………………………….21
2.8.2 MRI lumbosacral potongan sagittal menunjukkan fraktur kompresi akut pada CV
Th12, tampak hypointense pada T1W1 (A) dan hyperintense pada T2W1 (B)
disertai soft tissue edema di vertebra posterior…… ………………………………22
2.8.3 Irisan sagittal pada T2W1 menunjukkan gambaran ligamentum longitudinal anterior
yang normal (panah biru), ligament longitudinal posterior (panah orange) dan
ligament interspinous normal bergaris/ lurik (panah hijau)
………………………………………………………………………………..23

iii
2.8.4 STIR MRI menunjukkan robekan total pada ligament longitudinal anterior (panah, a),
robekan total ligament longitudinal posterior (panah pendek tunggal, b), dan robekan
ligamentum flavum (panah panjang, b), robekan ligamentum nuchae (panah pendek
double, b), cedera kapsul facet (panah, c) dan cedera ligamentum interspinosus (panah
pendek double, d) dengan contusion vertebra thoracal (panah,d).
………………………………………………………………………………..24
2.8.5 Sagital T2WI (A) dan Axial T2WI (B) menunjukkan adanya herniasi diskus ke central,
yang menyebabkan stenosis kanalis spinalis dan kompresi pada medulla
spinalis…………………………………………………………………………………...25
2.8.6 Sagital T2WI (A) dan Axial T2WI (B) menunjukkan adanya spinal
cord injury setinggi level C4-5………………..…………………………………………26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Fraktur vertebra merupakan trauma akibat cedera ekstrinsik yang terjadi pada kolumna
tulang belakang (tulang belakang, artikulasi intervertebralis, ligamen) dan/atau struktur yang
terkandung dalam kanal tulang belakang (sumsum tulang belakang, akar saraf). Fraktur vertebra
terjadi akibat pembebanan aksial yang tidak tepat dengan atau tanpa komponen rotasi dan/atau
distraksi/dislokasi dalam keadaan trauma, osteoporosis, infeksi, metastatis, atau penyakit tulang
lainnya (Whitney, E. & Alastra, A, 2022). Cedera servikal dan torakolumbal biasanya ditemukan
pada pasien trauma. Cedera tulang belakang servikal terjadi pada 3-4% pasien trauma tumpul
yang datang ke instalasi gawat darurat, sedangkan fraktur torakolumbal terjadi pada 4-7% pasien
trauma tumpul. Fraktur vertebra toraks dan lumbal umumnya berhubungan dengan trauma mayor
dan dapat menyebabkan kerusakan medulla spinalis sehingga terjadi defisit neurologis. Korda
spinalis torakal adalah komponen terpanjang dari sumsum tulang belakang (12 segmen) yang
menghasilkan peningkatan kemungkinan cedera dibandingkan dengan daerah tulang belakang
lainnya (Ghobrial, G., 2021).

Osteoporosis adalah faktor pencetus yang paling umum untuk terjadinya fraktur vertebra.
Diperkirakan lebih dari 200 juta orang menderita osteoporosis. Osteoporosis terjadi pada 30%
wanita. Tingkatan vertebra yang paling umum untuk terjadi fraktur kompresi osteoporosis berada
di sambungan torakolumbal T11-L2. Perkiraan angka kejadian fraktur tulang belakang traumatis
adalah 160.000 per tahun dengan 50% terjadi pada persambungan torakolumbal. Fraktur vertebra
lebih sering terjadi pada pria dengan usia rata-rata 30 tahun. Selain osteoporosis, kejadian
trauma, kanker, kemoterapi, infeksi, penggunaan steroid jangka panjang, hipertiroidisme, dan
terapi radiasi juga diketahui dapat melemahkan tulang dan dapat menyebabkan fraktur kompresi.
Merokok, penyalahgunaan alkohol, kadar estrogen yang rendah, anoreksia, penyakit ginjal, obat-
obatan, penghambat pompa proton, dan obat-obatan lainnya juga dapat menyebabkan rendahnya
densitas tulang. Faktor risiko fraktur vertebra di antaranya adalah jenis kelamin wanita,
osteoporosis, osteopenia, usia lebih dari 50 tahun, riwayat patah tulang belakang, merokok,
kekurangan vitamin D, dan penggunaan kortikosteroid yang berkepanjangan. Trauma adalah

1
penyebab paling umum kedua dari patah tulang belakang. Kecelakaan kendaraan bermotor
adalah penyebab nomor satu dari cedera tulang belakang (Whitney, E. & Alastra, A, 2022).

Gejala fraktur vertebra meliputi nyeri punggung dan defisit neurologis seperti kelemahan,
neuropati perifer, syok neurogenik, dan syok spinal. Pasien dengan fraktur vertebra akibat
trauma mayor memerlukan pemeriksaan hemoglobin serial sebagai indicator stabilitas
hemodinamik. Pemeriksaan radologis yang diperlukan adalah radiografi, computed tomography
(CT) scan, dan magnetic resonance imaging (MRI). CT scan dilakukan untuk mendereksi
adanya fraktur dan membantu penilaian derajat fraktur. MRI merupakan alat paling sensitif
untuk mendeteksi lesi jaringan saraf dan tulang. Tujuan penatalaksanaan fraktur tulang belakang
adalah untuk memastikan stabilitas tulang belakang dan mempertahankan fungsi neurologis.
Manajemen konservatif dilakukan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan status fungsional.
Pada kasus nyeri persisten dan kegagalan perawatan konservatif dapat dilakukan intervensi
bedah.

1.2 TUJUAN PENULISAN


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Sebagai salah satu syarat kelulusan kepaniteraan klinik di Departemen Radiologi Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

2. Agar peserta kepaniteraan klinik dapat memahami teori terkait fraktur vertebra.

3. Agar peserta kepaniteraan klinik dapat mengetahui gambaran radiologi pada fraktur

vertebra.

1.3 MANFAAT PENULISAN


Manfaat dari pembuatan referat ini adalah untuk menambah informasi serta wawasan
bagi penulis dan pembaca terkhusus yang berlatar belakang pendidikan medis maupun
masyarakat secara umum mengenai teori fraktur vertebra dan hal-hal penting terkait
gambaran radiologi pada fraktur vertebra.
1.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Tulang belakang terdiri dari 32 atau 33 segmen vertebral, yang terdiri dari 7 vertebra
servikal, 12 vertebra torakal, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sakral, dan 3-4 coccygeal. Setiap
tulang belakang terdiri dari tubuh tulang belakang, lengkungan tulang belakang, dan pelengkap
tulang. Tubuh vertebral terdiri dari tulang trabekular kortikal luar dan dalam, dengan sumsum
tulang di dalam tubuh vertebral. Lengkungan tulang belakang terletak di belakang badan tulang
belakang dan terdiri dari dua pedikel di depan (satu di setiap sisi) dan lamina di belakang.
Pedikel terdiri dari tulang kortikal dan menghubungkan tubuh vertebral dengan lamina. Proses
transversal dan proses artikular superior dan inferior muncul di dekat persimpangan pedikel dan
lamina. Pars interarticularis adalah bagian tulang yang menyempit antara processus articularis
superior dan inferior (Kang et al., 2014).

Gambar 2.1.1 Anatomi normal tulang belakang

3
Setiap vertebra terdiri dari vertebral body (VB), vertebral arch, dan bone appendages.
Lengkungan tulang belakang terdiri dari pedikel (P) di depan dan lamina (L) di belakang. Setiap
pedikel terdiri dari tulang kortikal yang menghubungkan tubuh vertebral dengan setiap lamina.
Proses melintang (TP), proses artikular superior (SAP), dan proses artikular inferior (IAP)
muncul di dekat persimpangan pedikel dan lamina. Proses spinosus (SP) terletak di garis tengah
antara lamina dan proyek posterior (Kang et al., 2014).

Gambar 2.1.2 Badan vertebra

Hampir setiap vertebra memiliki tubuh yang terdiri dari tulang kanselus bagian dalam dan
sumsum dan elemen posterior yang terbuat dari tulang padat dan padat yang terdiri dari pedikel,
lamina, faset, prosesus transversus, dan prosesus spinosus (Herring, 2016).

4
Gambar 2.1.3 Badan vertebra

Setiap badan vertebra memiliki dua pedikel, yang menonjol sebagai oval kecil di kedua sisi
badan vertebra (panah putih solid). Proses spinosus (panah putih putus-putus) dapat
divisualisasikan ditumpangkan pada tubuh yang melekat. Sambungan faset terlihat di sini en face
(panah hitam solid). Dari tingkat C3 melalui tingkat L5, badan vertebra kurang lebih berbentuk
persegi panjang dan tingginya kira-kira sama di bagian posterior dan anterior. Pelat ujung badan
vertebra yang berdekatan kira-kira sejajar satu sama lain. Sisi artikular dari proses artikular
superior dan inferior dilapisi dengan tulang rawan, dan sendi faset ini adalah sendi sinovial sejati.
Pada proyeksi frontal, setiap korpus vertebra menampilkan dua pedikel ovoid yang terlihat di
setiap sisi korpus vertebra. Pedikel L5 seringkali sulit untuk divisualisasikan, bahkan pada
individu normal, karena lordosis tulang belakang lumbal. Di tulang belakang servikal, tiga garis
arkuata paralel harus dengan mulus bergabung: (1) semua garis putih spinolaminar
(persimpangan antara lamina dan prosesus spinosus), (2) aspek posterior badan vertebral, dan (3)
semua dari aspek anterior badan vertebra. Perubahan pada kelengkungan paralel yang halus dari
ketiga garis ini dapat menunjukkan perpindahan ke depan atau ke belakang dari semua atau
sebagian dari tubuh vertebra (Herring, 2016).

5
Gambar 2.1.4 Tiga garis servikal.

Tampilan lateral tulang belakang servikal memungkinkan penilaian cepat untuk


fraktur/subluksasi tulang belakang sebelum pemeriksaan lebih lanjut dilakukan, yang mungkin
melibatkan gerakan leher pasien. Tiga garis arkuata paralel harus dengan mulus bergabung
dengan semua garis putih spinolaminar, yang merupakan persimpangan antara lamina dan
prosesus spinosus (garis hitam putus-putus); garis kedua harus menghubungkan semua aspek
posterior badan vertebra (garis lurus hitam) dan sepertiga harus bergabung dengan semua aspek
anterior badan vertebra (garis putus-putus putih) (Herring, 2016).

Gambar 2.1.5 Scottie Dog Sign

Pada radiografi tulang belakang lumbal konvensional yang dilakukan dengan proyeksi
miring, struktur anatomi biasanya saling tumpang tindih untuk menghasilkan bayangan yang
menyerupai ujung depan terrier Skotlandia, Scottie Dog Sign. yang terkenal. Ini adalah
pandangan miring posterior kiri dari tulang belakang lumbal (pasien diputar setengah jalan ke
arah kirinya sendiri). "Anjing Scottie" terdiri dari: "telinga" (panah hitam pekat) adalah sisi
artikular superior, "kaki" (panah putih solid) adalah sisi artikular inferior, "hidung" (panah hitam
bertitik ) adalah proses transversal, "mata" (P) adalah pedikel, dan "leher" (panah putih putus-

6
putus) adalah pars interarticularis. Semua struktur ini dipasangkan—set yang identik harus
terlihat di sisi kanan pasien (Herring, 2016).

Gambar 2.1.6 Orientasi sendi faset

Sendi facet serviks berorientasi terutama pada arah horizontal dan pada bidang koronal (b, c).
Sendi facet toraks dan lumbar terutama diarahkan secara vertikal. Sendi facet toraks berorientasi
pada bidang koronal (d, e) sedangkan facet lumbal berorientasi pada bidang sagital miring
anteromedial (f, g), yang menjadi predisposisi faset lumbal yang mengalami degenerasi ke
perpindahan anterior (a, b, d , f) (Kang et al., 2014).

7
Gambar 2.1.7 Ilustrasi skema tulang belakang lumbar.

Badan vertebral (VB) seperti yang terlihat pada pandangan frontal (a) dan lateral (b).
Diskus intervertebralis (IVD) terletak di antara badan vertebra. Di tulang belakang lumbar,
foramen saraf (titik) diarahkan ke samping. Superior articular process (SAP) dan inferior
articular process (IAP) membentuk sendi zyg-apophyseal (Z-joint, yang disebut 'facet joint',
lingkaran pada gambar), dan ditunjukkan dengan baik pada tampilan posterior oblique. (c). Pars
interarticularis (PI) adalah segmen tulang yang menyempit di antara proses artikular superior dan
inferior, dan juga divisualisasikan dengan baik pada pandangan miring posterior (c). Pada
tampilan posterior (d), lamina (L), proses transversal (TP), proses spinosus (SP) serta proses
artikular superior dan inferior diperlihatkan. Di antara lamina, ada ruang (ruang interlaminar,
panah putus-putus) yang dapat digunakan sebagai rute untuk penyadapan tulang belakang atau
injeksi epidural (Kang et al., 2014).

8
Gambar 2.1.8 Disk dan ligamen intervertebralis normal

Pada ilustrasi skematik (a, c) dan gambar T2-weighted MR (b, d). Diskus intervertebralis
(panah) adalah struktur fibrokartilago yang ditemukan di antara badan vertebra. Ligamentum
flavum (LF) terletak tepat di depan lamina. Ligamen interspinous (ISL) membentang di proses
spinosus, sedangkan ligamen supraspinous (SSL) menghubungkan permukaan posterior dari
proses spinosus. Diskus intervertebralis terdiri dari nukleus pulposus dalam (NP) dan annulus
fibrosus luar. Biasanya, diskus intervertebralis menunjukkan hiperintensitas sentral (bertitik
panah) dan hipointensitas perifer pada gambar T2-weighted. Hiperintensitas T2 sentral
mencerminkan nukleus pulposus (NP) dan annulus fibrosus dalam. Ligamentum flavum (=
ligamen kuning, LF) adalah ligamen fibroelastik yang menghubungkan bagian anterior lamina
tingkat atas ke bagian posterior lamina tingkat bawah, dan diarahkan secara lateral menuju
anterior capsule of the facet joint (a, c) (Kang et al., 2014).

9
Gambar 2.1.9 Anatomi tulang servikal

10
Pada pandangan anterior (a-c) dan miring kanan (d-f) dari ilustrasi skematik (a, d),
radiografi polos (b, e), dan CT angiogram (c, f). Uncinate process (UP) adalah proyeksi tulang
yang timbul secara superior dari permukaan posterolateral korpus vertebra servikal. Foramen
saraf serviks (NF) diarahkan secara anteromedial dan ditunjukkan dengan baik pada pandangan
miring (d-f). Foramen neural ipsilateral (NF) ditunjukkan en face pada pandangan miring antara
pedikel ipsilateral (panah terbuka) yang tampak sebagai jembatan tulang. Pedikel kontralateral
ditunjukkan pada ujung (titik) pada radiografi miring (e). Sendi uncovertebral (lingkaran)
dibentuk oleh proses uncinate dari tubuh vertebral bawah dan permukaan inferior dari tubuh
vertebral bagian atas. Sendi uncovertebral (lingkaran) terletak di sepanjang aspek anterior
foramen neural, karena hipertrofi sendi uncovertebral dapat menyebabkan penyempitan
foraminal neural, yang menjadi predisposisi kompresi akar saraf. Arteri vertebral (VA) mengalir
melalui foramen vertebral dari proses transversus dari C6 ke C1 dan terletak di bagian anterior
foramen saraf (a, d) (Kang et al., 2014).

2.2 DEFINISI
Fraktur adalah kerusakan pada struktur tulang yang berkesinambungan, kerusakan
tersebut dapat berupa retakan, gumpalan atau pecahan pada bagian terluar tulang. Vertebra
adalah tulang belakang yang disatukan oleh artikulasi yang tidak hanya melindungi sumsum
tulang belakang namun juga memungkinkan pergerakan aksial dan menopang badan (Whitney,
E. & Alastra, A, 2022). Trauma vertebra merupakan trauma akibat cedera ekstrinsik yang terjadi
pada kolumna tulang belakang (tulang belakang, artikulasi intervertebralis, ligamen) dan/atau
struktur yang terkandung dalam kanal tulang belakang (sumsum tulang belakang, akar saraf).
Fraktur vertebra traumatis biasanya menyebabkan cedera vertebra yang parah sehingga
mengakibatkan nyeri persisten, deformitas tulang belakang, paralisis, bahkan kematian (Wu, S.,
et al, 2018).

2.3 EPIDEMIOLOGI
Trauma adalah penyebab paling umum kedua dari patah tulang belakang, dan kecelakaan
kendaraan bermotor adalah penyebab nomor satu dari cedera tulang belakang. Fraktur kompresi
vertebra mempengaruhi lebih dari 1,5 juta orang Amerika setiap tahunnya, 10,7 per 1000 wanita
dan 5,7 per 1000 pria. Jika klinisi mendiagnosa fraktur kompresi vertebra, ada peningkatan lima
kali lipat dalam kejadian fraktur baru, dan dua fraktur meningkatkan risiko sebesar dua belas kali

11
lipat. Patah tulang ini mengakibatkan nyeri kronis dan akut, penurunan kualitas hidup,
kehilangan harga diri, isolasi sosial, peningkatan risiko jatuh dan patah tulang, dan perkiraan
tingkat kematian dua kali lipat dari kontrol yang cocok.Tingkat yang paling umum untuk fraktur
kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis berada di sambungan thoracolumbar T11-L2.
Perkiraan fraktur tulang belakang traumatis adalah 160.000 per tahun, dengan 50%
mempengaruhi persimpangan torakolumbal. Mereka lebih sering pada pria dengan usia rata-rata
30 tahun (Whitney and Alastra, 2022). Setiap tahun, hampir 160.000 pasien mengalami patah
tulang belakang traumatis di Amerika Serikat,2 dan tingkat kejadian meningkat dengan
popularitas mobil.3 Patah tulang belakang dada adalah jenis patah tulang belakang yang paling
umum, terhitung lebih dari 90% dari semua patah tulang belakang (Wu et al., 2018).

2.4 ETIOLOGI
Vertebra adalah tulang belakang yang disatukan oleh artikulasi yang tidak hanya
melindungi medulla spinalis tetapi juga memungkinkan pemuatan aksial dan dukungan anggota
gerak. Fraktur tulang belakang dapat terjadi akibat trauma dan penyakit metastatik, tetapi pada
kebanyakan kasus, biasanya disebabkan oleh osteoporosis. Kegiatan ini menjelaskan evaluasi
dan pengobatan patah tulang belakang dan menyoroti penggunaan yang tepat dari intervensi
bedah dan peran tim kesehatan dalam menangani pasien dengan kondisi ini (Whitney, 2021).

Osteoporosis adalah faktor pencetus yang paling umum untuk fraktur tulang belakang.
Namun, trauma, kanker, kemoterapi, infeksi, penggunaan steroid jangka panjang,
hipertiroidisme, dan terapi radiasi juga diketahui dapat melemahkan tulang yang dapat
menyebabkan fraktur kompresi. Etiologi kepadatan tulang yang lebih rendah dapat dikaitkan
dengan merokok, penyalahgunaan alkohol, kadar estrogen yang lebih rendah, anoreksia, penyakit
ginjal, obat-obatan, penghambat pompa proton, dan obat-obatan lainnya. Faktor risiko termasuk
jenis kelamin wanita, osteoporosis, osteopenia, usia lebih dari 50 tahun, riwayat patah tulang
belakang, merokok, kekurangan vitamin D, dan penggunaan kortikosteroid jangka Panjang
(Whitney, 2021).

Trauma adalah penyebab paling umum kedua dari fraktur tulang belakang, dan
kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab nomor satu dari cedera tulang belakang. Cedera
di bawah konus adalah cedera cauda equina. Menurut Pusat Statistik Cedera Tulang Belakang

12
Nasional, penyebab cedera tulang belakang lainnya termasuk jatuh dan luka tembak (Whitney,
2021).

2.5 PATOFISIOLOGI
Korpus vertebra, serupa dengan femur proksimal dan radius distal, memiliki komponen
tulang trabekular yang relatif lebih besar daripada komponen tulang kortikal dan sebagian besar
bergantung pada tulang trabekular untuk kekuatannya. Karena tulang trabekular tipis dan
memiliki luas permukaan yang besar, tulang ini lebih responsif terhadap perubahan lingkungan
mikro daripada tulang kortikal dan merupakan bagian yang paling berpengaruh dalam proses
osteoporosis. Oleh karena itu, fraktur osteoporosis cenderung terjadi pada bagian tulang tersebut,
seperti korpus vertebra, yang sangat bergantung pada tulang trabekular untuk kekuatannya.
Tulang dan kepadatan trabekular tidak terdistribusi secara merata di seluruh tubuh vertebra.
Bagian terlemah dari korpus vertebra ditemukan di anterior dan superior di mana densitas yang
lebih rendah tidak dikompensasi oleh arsitektur struktur trabekula yang lebih tinggi. Trabekula
sentral cenderung sekitar 15% lebih tebal dan memiliki ujung bebas yang lebih sedikit daripada
yang dekat dengan endplate. Meskipun semua trabekula rentan terhadap penipisan dan akhirnya
perforasi selama proses osteoporosis, efek pada trabekula yang berorientasi horizontal dan
vertikal sedikit berbeda. Dengan penuaan, trabekula horizontal dan vertikal berkurang
jumlahnya, meskipun trabekula horizontal yang paling berkurang ketebalannya (Griffith &
Guglielmi, 2010).

Keropos tulang progresif mengurangi kepadatan mineral tulang volumetrik tubuh


vertebra menjadi sekitar 20% dari normal, sedangkan kekuatan tubuh vertebra berkurang
menjadi hanya sekitar 10% dari normal. Hal ini membuat korpus vertebra, dan khususnya bagian
anterosuperiornya, lebih rentan terhadap fraktur selama beban off-axial atau bahkan aksial
sehari-hari. Hal ini bergantung pada kekuatan eksternal dan kekuatan tubuh vertebra yang
melekat. Tingkat keparahan fraktur dapat bervariasi dari fraktur inkremental kecil hingga fraktur
vertebra yang hampir lengkap. Sifat inkremental dari fraktur vertebra ini telah terlihat secara
histologis pada fraktur vertebra osteoporosis, dimana sering menunjukkan tumpang tindih dari
berbagai tahap penyembuhan fraktur sebagai akibat dari mikrofraktur berulang yang
ditumpangkan pada fraktur penyembuhan sebelumnya. Karena vertebra dan diskus

13
intervertebralis berfungsi sangat banyak sebagai satu kesatuan unit, fraktur terisolasi dari satu
tubuh vertebra dapat mempengaruhi kinetika tulang belakang (Griffith & Guglielmi, 2010).

Peningkatan luas penampang vertebral mengurangi risiko patah tulang. Area penampang
vertebra sekitar 25% lebih besar pada pria daripada wanita. Aposisi tulang periosteal, terutama
pada pria, berpotensi mengimbangi peningkatan kerapuhan yang dipicu oleh berkurangnya
massa tulang melalui peningkatan luas penampang tubuh vertebra. Studi berbasis computed
tomography kuantitatif volumetrik longitudinal telah menunjukkan bahwa wanita, selain
memiliki vertebra yang lebih kecil dan kehilangan tulang lebih cepat daripada pria, sehingga
berpotensi membuat wanita rentan terhadap peningkatan risiko patah tulang belakang (Griffith &
Guglielmi, 2010).

2.6 X-RAY
Fraktur pada tulang belakang adalah fraktur yang jarang terjadi jika dibandingkan dengan
fraktur pada tulang yang lain. Fraktur vertebrae sering berhubungan dengan cedera medulla
spinalis. Fraktur vertebrae yang sering terjadi adalah fraktur pada L1, L2 dan T12 yang
mencakup lebih dari setengah dari fraktur torakolumbal. Fraktur yang paling sering pada
vertebrae thoracica adalah fraktur kompresi.

Beberapa jenis fraktur vertebra yang sering terjadi (Herring, 2016):

- Fraktur kompresi
- Fraktur Jefferson
- Fraktur Hangman
- Burst Fracture
- Fraktur Chance

Fraktur kompresi

Fraktur kompresi vertebral (VCFs) terjadi sekunder akibat beban aksial / tekan (dan pada
tingkat yang lebih rendah, fleksi) dengan kegagalan biomekanik yang dihasilkan dari tulang yang
mengakibatkan fraktur. VCF menurut definisi berkompromi dengan kolumna anterior tulang

14
belakang, sehingga menghasilkan kompromi dengan separuh anterior korpus vertebra dan
ligamen longitudinal anterior (ALL). Hal ini menyebabkan deformitas berbentuk baji yang khas.

VCF tidak melibatkan bagian posterior korpus vertebra dan tidak melibatkan komponen
tulang posterior atau kompleks ligamen posterior (PLC). Yang pertama membedakan fraktur
kompresi dari fraktur pecah. Implikasi dari fraktur kompresi ini terkait dengan stabilitas struktur
yang dihasilkan dan potensi perkembangan deformitas. Fraktur kompresi biasanya dianggap
stabil dan tidak memerlukan instrumentasi bedah.

Selama jatuh atau trauma, tulang belakang akan berputar di sekitar pusat sumbu untuk
rotasi ini. Ada juga gaya aksial terkait yang diterapkan karena fleksi/ekstensi tulang belakang ini.
Gaya aksial yang lebih besar daripada gaya yang dapat ditolerir oleh korpus vertebra akan
menyebabkan fraktur kompresi. Jika gaya tersebut sangat besar maka akan mengakibatkan
fraktur pecah. Deformitas kifotik (fleksi ke depan tulang belakang) yang dihasilkan dari fraktur
kompresi dapat mengubah biomekanik tulang belakang, memberikan tekanan tambahan pada
tingkat tulang belakang lainnya. Perubahan ini menyebabkan tulang belakang lebih rentan
terhadap fraktur tambahan dan deformitas progresif. Adanya komorbid seperti osteoporosis
meningkatkan risiko fraktur kompresi tambahan (Donnally et al., 2022).

Gambar 2.6.1 Fraktur kompresi (West et al., 2015)

Fraktur Jefferson

Fraktur Jefferson adalah fraktur C1 yang biasanya melibatkan lengkung anterior dan
posterior. Dalam gambaran klasiknya, terdapat fraktur bilateral pada arcus anterior dan posterior
C1 yang menghasilkan empat fraktur secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh cedera beban

15
aksial (seperti menyelam ke dalam kolam renang dan membenturkan kepala ke dasar). Fraktur
Jefferson adalah fraktur "dekompresi diri" di mana kanal tulang belakang pada tingkat fraktur
cukup lebar untuk mengakomodasi pembengkakan medulla spinalis sehingga biasanya tidak ada
defisit neurologis yang terkait dengan jenis fraktur ini.

Pada radiografi konvensional, ciri khas dari fraktur Jefferson adalah bilateral, offset
lateral dari massa lateral C1 relatif terhadap C2 seperti yang terlihat pada tampilan mulut terbuka
(atlantoaxial view) dari tulang belakang servikal. Fraktur dikonfirmasi menggunakan CT scan.
Pada gambar 1 A, Tampilan normal "open mouth" dari C1 dan C2 menunjukkan bahwa margin
lateral C1 (panah putih solid) sejajar dengan margin lateral C2. B, Ciri dari fraktur Jefferson
adalah bilateral, offset lateral dari massa lateral C1 (panah putih solid) relatif terhadap C2. C,
Fraktur dikonfirmasi menggunakan CT, yang menunjukkan fraktur lengkung anterior kanan dan
kiri C1 dan lengkung posterior kanan (panah putih putus-putus) (Herring, 2016).

Gambar 2.6.2 open-mouth view normal, Fraktur Jefferson, tampilan mulut terbuka, dan computed
tomography (CT).

Fraktur Hangman

Fraktur Hangman adalah fraktur elemen posterior C2. Fraktur Hangman diakibatkan oleh
cedera hiperekstensi-kompresi yang biasanya terjadi pada penumpang kecelakaan kendaraan
bermotor yang dahinya terbentur kaca depan. Fraktur Hangman paling baik dievaluasi pada
tampilan lateral tulang belakang leher pada radiografi konvensional dan tampilan sagital pada
CT. Fraktur memisahkan aspek posterior corpus vertebra C2 dari aspek anterior C2,
memungkinkan aspek anterior C2 untuk subluksasi ke depan pada corpus C3 (Gambar 2).
Beberapa fraktur Hangman kurang tergeser, dan CT mungkin diperlukan untuk mendeteksinya.

16
Karena fraktur Hangman menyebabkan pelebaran kanal tulang secara keseluruhan, biasanya
disertai dengan defisit neurologis. Hal ini bertentangan dengan cedera setelah fraktur ini
dinamai, fraktur yang terjadi selama hukuman gantung, di mana terjadi hiperekstensi yang
mengarah ke fraktur C2 dan gangguan C2 dari C3 yang ditandai dengan gangguan medulla
spinalis.

Gambar 2 menunjukkan fraktur hangman yang terjadi akibat cedera hiperekstensi-


kompresi. Ini melibatkan fraktur melalui elemen posterior C2, paling baik dievaluasi pada
tampilan lateral. Fraktur (panah putih putus-putus menunjukkan garis fraktur) memisahkan aspek
posterior korpus vertebra C2 dari aspek anterior C2, memungkinkan aspek anterior subluksasi ke
depan pada korpus C3. Perhatikan bahwa garis spinolaminar C2 terletak di posterior badan
vertebra lainnya (panah hitam padat), dan aspek anterior C2 terletak di depan badan C3 (panah
putih padat) (Herring, 2016).

Gambar 2.6.3 Fraktur Hangman

Burst Fracture

Brust fracture dapat terjadi pada tingkat mana pun tetapi paling sering terjadi pada level
cervical, torakal, dan upper lumbal. Fraktur ini disebabkan oleh cedera beban aksial berenergi
tinggi, biasanya sekunder akibat kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh di mana diskus atas
terdorong ke corpus vertebra di bawahnya sehingga terbentuk semburan corpus vertebra. Hal ini
menyebabkan terdorongnya fragmen tulang ke arah posterior ke kanal tulang belakang (fragmen
retropulsed), dan aspek anterior tubuh vertebra bergeser ke depan. Karena fraktur ini melibatkan

17
serbuan pada kanal tulang belakang, sebagian besar fraktur ini berhubungan dengan defisit
neurologis. Temuan fraktur burst meliputi fraktur kompresi kominutif pada korpus vertebra di
mana aspek posterior korpus tertekuk ke belakang menuju kanal tulang belakang. CT adalah
modalitas pencitraan terbaik untuk mengidentifikasi fragmen tulang di kanal tulang belakang.
Pada gambar 3 A, Temuan meliputi fraktur kompresi kominutif pada korpus vertebra di mana
korpus vertebra anterior tergeser ke depan (panah putih putus-putus) dan aspek posterior korpus
terdorong ke arah dorsal kanal tulang belakang (panah hitam). Perhatikan bagaimana aspek
posterior dari badan vertebra yang normal cekung ke dalam (panah putih solid). Ada kalsifikasi
pada ligamentum nuchae, tanpa konsekuensi klinis (lingkaran putih). B, CT scan aksial tulang
belakang menunjukkan fraktur tubuh (panah hitam) dan fragmen retropulsi (panah putih)
menonjol ke kanal tulang belakang (C) (Herring, 2016).

Gambar 2.6.4 Burst fracture, foto polos dan CT.

Fraktur Chance

Fraktur Chance (dinamai menurut George Q. Chance, ahli radiologi Inggris yang pertama
kali mendeskripsikannya) adalah cedera tulang belakang fleksi-distraksi yang tidak stabil tanpa
rotasi fragmen fraktur atau perpindahan lateral, seperti yang dijelaskan oleh konsep tiga kolom
yang dijelaskan oleh Francis Denis. Menurut konsep ini, tulang belakang dibagi menjadi tiga
kolom berikut:

- Kolom anterior: ligamen longitudinal anterior, annulus anterior, dua pertiga anterior
tubuh vertebra

18
- Kolom tengah: sepertiga posterior tubuh vertebra, annulus posterior, dan ligamen
longitudinal posterior
- Kolom posterior: elemen posterior dan kompleks ligamen posterior

Cedera yang melibatkan setidaknya dua dari tiga kolom dianggap tidak stabil. Fraktur
Chance melibatkan setidaknya dua kolom – cedera tipe distraksi pada kolom tengah dan
posterior – dengan atau tanpa cedera tipe kompresi tambahan pada kolom anterior. Lokasi tipikal
untuk fraktur chance adalah di regio thoracolumbar (T10-L2) pada kebanyakan orang dewasa;
pada anak-anak mungkin terletak di daerah pertengahan lumbar.

Kemungkinan fraktur dapat dibagi lagi menjadi cedera tulang, cedera ligamen, dan cedera
osteoligamen. Cedera kesempatan tulang termasuk patah tulang proses spinosus, pedikel, dan
tubuh vertebral. Cedera kesempatan ligamen dapat melibatkan pecahnya ligamen interspinous,
ligamen longitudinal posterior, ligamentum flavum, kapsul sendi facet, dan diskus
intervertebralis. Cedera osteoligamen mencakup elemen cedera tulang dan ligamen.

Chance fractures tidak seperti cedera tulang belakang lainnya karena keterkaitannya yang
tinggi dengan cedera intra-abdomen. Insiden cedera intra-abdomen dapat setinggi 50%. Cedera
intra-abdominal yang paling sering terjadi adalah perforasi usus dan laserasi mesenterika, yang
keduanya menandakan tingkat kematian pasien yang tinggi (Koay et al., 2022).

Temuan radiografi termasuk fraktur horizontal yang memotong melalui tubuh vertebra,
pedikel, dan proses spinosus. Komponen tubuh vertebra mungkin tidak terlihat seperti patah
tulang melalui elemen posterior (Herring, 2016).

19
Gambar 2.6.5 CT sagital dan coronal dari fraktur chance (Koay et al., 2022)

2.7 CT SCAN
Adanya ketersediaan dari penggunaan Multidetector CT (MDCT), banyak fraktur tulang
dapat terdeteksi pada reformasi sagital pada pasien yang menjalani CT scan untuk indikasi lain.
Meskipun mudah untuk mengidentifikasi fraktur vertebra pada CT, banyak fraktur yang masih
belum dilaporkan karena penilaian vertebra hanya pada bagian aksial, bukan pada bagian sagital.
Kemampuan CT unggul untuk menggambarkan tulang dibandingkan dengan radiografi, juga
dapat mendeteksi dengan lebih baik kerusakan tulang kortikal dan keterlibatan elemen posterior
tulang belakang sehingga membedakan fraktur jinak dengan ganas dan fraktur akut dengan
fraktur kronis. CT juga dapat menggambarkan udara intraosseous dengan lebih lebih sebagai
indicator untuk identifikasi fraktur jinak (Panda et al., 2014).

Penggunaan CT untuk mendeteksi fraktur tidak praktis karena beban dan biaya radiasi
yang tinggi. Kegunaan lain dari CT termasuk mikro CT (μCT) dan CT kuantitatif (qCT) dapat
secara langsung menilai BMD, mikroarsitektur tulang kortikal, dan trabekular dengan dosis
radiasi yang lebih rendah karena resolusi spasialnya yang tinggi. Teknik-teknik ini masih dalam
evaluasi dan saat ini terbatas pada penelitian (Panda et al., 2014).

20
2.7.1 CT scan vertebra
2.8 MRI
Foto Rontgen dan computed tomography (CT) adalah modalitas pencitraan awal yang
untuk mengecek keadaan tulang belakang dan mencari bagian tulang belakang yang mengalami
fraktur. Pemeriksaan CT scan dapat untuk mengevaluasi stabilitas tulang belakang yang akan
menentukan tindakan selanjutnya.
Jika keadaan pasien sudah stabil pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk melihat adanya
kerusakan jaringan di sekitar tulang dan pada sumsum tulang belakang. MRI lebih sensitif
daripada modalitas pencitraan lainnya untuk menilai ligament dan struktur jaringan lunak
lainnya, diskus, medula spinalis, serta cedera osseus minimal. MRI juga membantu dalam
memprediksi prognosis dengan menunjukkan cedera medula spinalis hemoragik dan non
hemoragik. (Kumar & Hayashi, 2016)

Gambar 2.8.1 MRI lumbosacral potongan aksial dan sagital anatomi tulang belakang level
lumbosacral

Indikasi MRI adalah pada pasien dengan defisit neurologi dan pada fraktur unstable
untuk mengevaluasi adanya cedera pada medula spinalis, nerve root, discus intervertebralis dan
ligament serta untuk mengevaluasi ada tidaknya epidural hematoma. Tetapi screening MRI pada
pasien dengan gambaran CT scan yang normal tidak diperlukan oleh karena unstable
ligamentous injury tanpa adanya fraktur atau subluksasi adalah jarang.Untuk mengevaluasi
kemungkinan cedera pada jaringan lunak, seperti ligament, medula spinalis, discus

21
intervertebralis dan jaringan lunak paraspinal, MRI mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi
dibandingkan CT scan. Sehingga peranan MRI meningkat pada pasien-pasien dengan trauma
tulang belakang. (Jo, et al., 2018)
Protokol MRI standard untuk cedera tulang belakang meliputi irisan sagital pada
sequence T1-weighted dan T2-weighted spin echo, T2*weighted, gradien recalled echo (GRE),
dan irisan sagital pada short tau inversion recovery (STIR), serta irisan axial pada T2W dan
T2*W GRE. Sequence T1W terutama digunakan paling baik untuk menggambarkan anatomi dan
adanya fraktur tulang. STIR atau T2-weighted imaging dengan fat saturasi sangat sensitif untuk
mendeteksi adanya edema pada tulang dan ligament khususnya ligamen interspinosus atau
supraspinosus, serta dapat menggambarkan adanya kelainan pada medula spinalis, discus, dan
epidural space (seperti epidural hematoma). Sedangkan T2*W dan GRE digunakan untuk
mendeteksi adanya perdarahan di dalam dan di sekitar medula spinalis, sehingga irisan sagittal
pada T2*W harus di tambahkan dalam protocol trauma tulang belakang.Dengan perkembangan
teknologi, adanya perubahan pada medula spinalis yang disebabkan oleh 6 trauma tulang
belakang yang tidak terlihat pada MRI konventional, dapat dideteksi dengan difusion tensor
imaging (DTI). (Kumar & Hayashi, 2016)

Fraktur Tulang Belakang Akut dan Fraktur Lama


Fraktur kompresi seringkali terjadi terutama pada orang tua, dan biasanya disebabkan oleh
osteoporosis. Diagnostik awal dapat dilakukan menggunakan radiografi tulang belakang maupun
CT, tetapi fraktur baru dan fraktur lama tidak selalu dengan mudah dapat dibedakan. Riwayat
adanya trauma sebelumnya digabung dengan pemeriksaan fisik berupa adanya hematoma soft
tissue dapat membantu untuk membedakan keduanya. Fraktur akut biasanya menyebabkan
terjadinya peningkatan kadar air oleh karena perdarahan dan edema bone marrow, sehingga MRI
sangat membantu ditandai dengan hypointensitas pada T1WI dan hyperintensitas pada T2WI dan
STIR. Tanda penting lainnya yang mengarah ke suatu gambaran fraktur akut adalah
ditemukannya edema soft tissue. Adanya fatty marrow yang ditandai dengan sinyal tinggi pada
T1WI dan T2WI mengarah ke suatu gambaran fraktur lama tanpa adanya edema bone marrow.
(Jindal & Pukenas, 2011)

22
Gambar 2.8.2 MRI Lumbosacral potongan Sagital menunjukkan fraktur kompresi akut pada CV
Th12, tampak hypointens pada T1WI (A) dan hyperintens pada T2WI (B) disertai soft tissue
edema di vertebra posterior.
Cedera Ligament
Ligament spinal sangat penting untuk mempertahankan alignment normal antara segmen tulang
belakang dalam menerima beban fisiologis. Pada MRI ligamen normal tulang belakang tampak
sebagai pita dengan intensitas signal rendah pada semua sequence. Kecuali pada ligamen
interspinosus yang juga menunjukkan intensitas sinyal rendah bergaris diselingi dengan area
intensitas sinyal tinggi sesuai komponen lemak pada gambar T1WI. (Purohit, et al., 2015)

Gambar 2.8.3 Irisan sagittal pada T2WI menunjukkan gambaran ligamentum longitudinal
anterior yang normal (panah biru), ligament longitudinal posterior (panah orange) dan ligament
interspinous normal bergaris/ lurik (panah hijau).

Robekan ligamen bisa terjadi partial maupun komplit, dimana robekan partial terlihat
sebagai area yang menunjukkan intensitas sinyal tinggi pada sequence STIR yang menunjukkan
23
adanya edema dan perdarahan, sedangkan robekan komplit tampak area dengan intensitas signal
tinggi pada STIR disertai dengan hilangnya gambaran serat-serat ligament yang utuh.
Mekanisme terjadinya trauma dapat mempengaruhi jenis cedera ligamen. Kerusakan pada kolom
anterior atau gabungan anterior dan posterior yang melibatkan ALL dan PLL umumnya
disebabkan oleh mekanisma trauma berupa hiperekstensi. Sedangkan kerusakan yang
mengakibatkan kolom posterior atau gabungan kolom posterior dan cedera tengah yang ditandai
dengan kerusakan ligamentum flavum, ligamen interspinosus, ligamen supraspinous, kapsul
sendi facet, dan PLL, umumnya disebabkan oleh mekanisme trauma berupa hyperflexion. (Perez,
et al., 2014)
Cedera ALL dan PLL terlihat sebagai disrupsi dari signal hipointense pada semua
sequence disertai dengan edema prevertebral yang paling baik diidentifikasi pada STIR. Cedera
pada ligamentum flavum paling baik diidentifikasi pada irisan parasagital yang juga terlihat
sebagai diskontinuitas fokal. Cedera ligamen interspinosus dan supraspinosus ditandai oleh
peningkatan signal di ruang interspinosus dan ujung dari proses spinosus, pada sequence
STIR.Pelebaran sendi facet disertai peningkatan signal cairan antara permukaan sendi
merupakan tanda adanya cedera pada kapsul sendi facet. Cedera ligament dapat mengubah
cedera kolom tunggal menjadi cedera dua kolom, karena merupakan komponen penting dari
kolum tulang belakang, sehingga dapat meningkatkan cedera yang stabil menjadi cedera yang
tidak stabil (Perez, et al., 2014)

Gambar 2.8.4 STIR MRI menunjukkan robekan total pada ligament longitudinal anterior (panah,
a), robekan total ligament longitudinal posterior (panah pendek tunggal, b), dan robekan
ligamentum flavum (panah panjang, b), robekan ligamentum nuchae (panah pendek double, b),

24
cedera kapsul facet (panah, c) dan cedera ligamentum interspinosus (panah pendek double, d)
dengan contusion vertebra thoracal (panah,d).

Traumatik Herniasi Discus


Dislokasi fraktur vertebra dan cedera hiperekstensi tulang belakang, sering kali
menyebabkan cedera pada annulus fibrosus sehingga terjadi herniasi nucleus pulposus. Hal ini
dapat menyebabkan kompresi medula spinalis. Cedera diskus dapat juga tanpa disertai herniasi
yang ditandai adanya oleh pelebaran asimetris atau penyempitan diskus disertai peningkatan
signal pada STIR yang sesuai gambaran edema (Perez, et al., 2014)

Gambar 2.8.5 Sagital T2WI (A) dan Axial T2WI (B) menunjukkan adanya herniasi diskus ke
central, yang menyebabkan stenosis kanalis spinalis dan kompresi pada medulla spinalis

Cedera Medula Spinalis


MRI merupakan modalitas yang paling baik untuk menilai adanya cedera medula spinalis
pada cedera tulang belakang, terutama pada T2W irisan aksial dan sagital. Selain itu sequence
T2*W GRE juga sangat berguna menilai adanya perdarahan. Hyperintens pada T2WI merupakan
temuan MRI yang paling umum yang menunjukkan adanya edema medula spinalis, sedangkan
perdarahan terlihat sebagai signal hipointens pada GRE. Biasanya adanya perdarahan berkaitan
dengan prognosis yang buruk. American Spinal Injury Association (ASIA) Impairment Scale
digunakan untuk mengevaluasi derajat luasnya cedera pada medula spinalis secara klinis.
Kategori yang digunakan meliputi : A= Komplit - tidak terdapat fungsi sensorik atau motorik
normal pada segmen sakral S4- 5; B = Tidak lengkap - fungsi sensorik, tetapi bukan motorik,

25
dipertahankan di bawah level neurologis dan meluas melalui segmen sakral S4-5; C = Tidak
lengkap - fungsi motorik dipertahankan di bawah level neurologis, dan sebagian besar otot kunci
di bawah level neurologis memiliki grade otot (Phal & Anderson, 2006)

Gambar 2.8.6 Sagital T2WI (A) dan Axial T2WI (B) menunjukkan adanya spinal cord injury
setinggi level C 4 – 5

Cedera pada Tulang dan Soft Tissue


Untuk mengevalusi cedera tulang yang minimal seperti kompresi dan fraktur kortikal,
MRI jauh lebih sensitif dibandingkan CT Scan, yang terlihat sebagai lesi hyperintens pada STIR
yang menunjukkan adanya edema bone marrow, dan perdarahan. Sedangkan cedera pada soft
tissue prevertebral dapat terlihat berupa gambaran penebalan yang 15 abnormal yang
berhubungan dengan edema dan perdarahan, dimana strain otot menunjukkan intensitas signal
yang tinggi pada STIR yang berhubungan dengan edema, sedangkan perdarahan otot terlihat
sebagian signal dengan intensitas heterogen sesuai dengan usia perdarahannya. Cedera soft tissue
lainnya juga dapat mengenai otot-otot paraspinal muscles maupun saraf. Cedera soft tissue juga
merupakan salah satu indikator keparahan pada trauma tulang belakang (Phal & Anderson,
2006).

2.9 DIAGNOSIS BANDING


Pasien dengan usia tua yang dating dengan nyeri punggung akut harus dievaluasi
menggunakan pencitraan untuk menilai adanya fraktur kolom vertebra. Jika pencitraan
menunjukkan adanya fraktur vertebra degan penyebab selain trauma, penyebab yang
26
mendasarinya harus dicari. Beberapa penyakit yang mendasari ini mencakup osteoporosis,
penyakit metastatik, dan patologi tulang primer. Semua pasien trauma benturan harus menjalani
diagnostik pencitraan (Whitney, E. & Alastra, A, 2022).

2.10 TATALAKSANA
Tujuan penatalaksanaan fraktur tulang belakang adalah untuk memastikan stabilitas
tulang belakang dan mempertahankan fungsi neurologis. Manajemen konservatif pada fraktur
kompresi osteoporosis akut bertujuan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan status
fungsional termasuk asetaminofen, ibuprofen, opioid, fisioterapi, program rehabilitasi, dan tirah
baring. Pada fraktur kompresi sering dilakukan bracing sehinigga nyaman dan tidak
mempengaruhi stabilitas tulang belakang. Sebuah penelitian mendukung penggunaan ortosis
thoracolumbar semirigid untuk memperbaiki cara berjalan. Pengobatan penyakit yang mendasari
terjadinya fraktur tulang belakang adalah pendekatan yang direkomendasikan (Whitney, E. &
Alastra, A, 2022). Pertimbangan harus diberikan untuk stabilisasi pasien dengan cedera tulang
belakang dan paraplegia. Pasien-pasien ini perlu distabilkan secara memadai sehingga tubuh
bagian atas dan tulang aksial mereka didukung dengan tepat, sehingga memungkinkan
rehabilitasi yang efektif (Ghobrial, G, 2021).

Pada kasus nyeri persisten dan kegagalan perawatan konservatif, diperlukan intervensi
bedah. Vertebroplasti tidak direkomendasikan untuk mengobati fraktur tulang belakang
osteoporosis akut hingga subakut. Namun, beberapa studi klinis besar selama 12 bulan telah
menyimpulkan bahwa tingkat kematian setelah fraktur tulang belakang secara signifikan lebih
tinggi untuk pasien yang dirawat secara konservatif dibandingkan dengan vertebroplasti dan
kifoplasti balon, sementara hanya satu penelitian yang menyimpulkan tidak ada perbedaan.
Vertebroplasti merupakan prosedur rawat jalan yang dipandu oleh pencitraan dengan waktu 2-3
jam untuk memasukkan jarum berisi semen ke dalam korpus vertebra. Semen akan mengeras
dengan cepat dan menstabilkan fraktur. Kifoplasti merupakan adalah prosedur yang sangat mirip
dengan vertebroplasti, namun prosedur ini menggunakan balon untuk memperluas korpus
vertebra sebelum menyuntikkan semen (Whitney, E. & Alastra, A, 2022).

Pasien dengan trauma medulla spinalis memerlukan rawatan ICU dengan bantuan
sirkulasi dan saluran napas. Cedera medulla spinalis dapat menyebabkan stimulasi parasimpatis
sehingga terjadi vasodilatasi dan hipotensi. Norepinefrin atau dopamin akan memberikan

27
stimulasi alfa dan beta dan harus digunakan untuk menjaga tekanan darah dengan tujuan MAP
lebih besar dari 85 selama tujuh hari. Pasien dengan osteomyelitis maupun diskitis membutuhkan
antibiotik intravena selama 6 sampai 8 minggu setelah hasil biopsy menunjukkan adanya infeksi
mikroba semen (Whitney, E. & Alastra, A, 2022).

2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur vertebra bisa berhubungan dengan perjalanan penyakit atau
pengobatan. Fraktur vertebra dapat meningkatkan risiko patah tulang belakang selanjutnya,
kelemahan atau kelumpuhan otot serta ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari seperti
buang air. Komplikasi lainnya bisa terjadi akibat ketidakmampuan pasien dalam bergerak terlalu
banyak, yaitu luka dekubitus, atau luka pada bagian tubuh yang terlalu lama tertekan karena
posisi tubuh yang tidak berubah. Selain itu, apabila terjadi cedera pada saraf-saraf yang mengatur
pernapasan, komplikasi dapat berupa ketidakmampuan pasien untuk bernapas normal,
pengecilan paru-paru, dan infeksi paru (pneumonia).
Sementara itu, komplikasi terkait pengobatan dapat berupa komplikasi penggunaan
antinyeri terlalu lama. Penggunaan obat antinyeri nonsteroid (non-steroidal anti-inflammatory
drugs, NSAID) terlalu lama dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna atas dan tukak
lambung. Penggunaan opioid dapat berakibat kecanduan. Sementara itu, pembedahan dapat
menyebabkan komplikasi infeksi pada tempat pembedahan, penyumbatan pembuluh darah, serta
perburukan kondisi. (Ghobrial, 2021)

2.12 PROGNOSIS
Prognosis dari fraktur dan dislokasi tulang belakang bergantung pada kondisi neurologis
pasien. Pasien yang tidak memiliki defisit neurologis ataupun defisit neurologis sebagian
memiliki prognosis yang baik dibandingkan pasien dengan defisit neurologis komplit. Survival
rate dari pasien dengan lesi komplit dari spinal cord lebih rendah dibandingkan pasien dengan
lesi inkomplit (Vinas , 2022).
Lokasi dari cidera juga mempengaruhi nyeri dan kualitas hidup pasien. Cidera pada
bagian lumbal memiliki kualitas hidup yang lebih rendah serta nyeri yang lebih berat
dibandingkan pasien dengan cidera pada bagian torakal. Perkembangan dari nyeri yang dialami
pasien juga berbeda, pada defek bagian lumbal, nyeri yang dialami pasien akan lebih stabil
dibandingkan torakal yang mengalami perburukan seiring berjalannya waktu. Hal ini dapat

28
disebabkan oleh hubungan antara terjadinya fraktur vertebra bagian torakal dengan kifosis dari
vertebra torakal yang dapat menyebabkan nyeri dan disabilitas (Suzuki, et al., 2009).

Secara umum, semakin parah patah tulang belakang, semakin kecil kemungkinan untuk
sembuh total; bahkan, dalam kasus patah tulang belakang yang berhubungan dengan cedera
tulang belakang, pemulihan fungsi motorik tertentu (termasuk kontrol sfingter ginjal dan
kandung kemih) tidak mungkin. Pada pasien lanjut usia dengan fraktur kompresi osteoporosis,
terjadi peningkatan mortalitas dibandingkan dengan kontrol yang disesuaikan usia. Tingkat
kelangsungan hidup telah dikutip menjadi 53,9% pada 3 tahun, 30,9% pada 5 tahun dan 10,5%
pada 7 tahun (Donally III, et al., 2022).

29
BAB III

KESIMPULAN

Fraktur vertebra merupakan trauma akibat cedera ekstrinsik yang terjadi pada kolumna
tulang belakang (tulang belakang, artikulasi intervertebralis, ligamen) dan/atau struktur yang
terkandung dalam kanal tulang belakang (sumsum tulang belakang, akar saraf). Fraktur vertebra
terjadi akibat pembebanan aksial yang tidak tepat dengan atau tanpa komponen rotasi dan/atau
distraksi/dislokasi dalam keadaan trauma, osteoporosis, infeksi, metastatis, atau penyakit tulang
lainnya. Fraktur vertebra toraks dan lumbal umumnya berhubungan dengan trauma mayor dan
dapat menyebabkan kerusakan medulla spinalis sehingga terjadi defisit neurologis. Osteoporosis
adalah faktor pencetus yang paling umum untuk terjadinya fraktur vertebra. Diperkirakan lebih
dari 200 juta orang menderita osteoporosis. Osteoporosis terjadi pada 30% wanita. Tingkatan
vertebra yang paling umum untuk terjadi fraktur kompresi osteoporosis berada di sambungan
torakolumbal T11-L2.

Faktor risiko fraktur vertebra di antaranya adalah jenis kelamin wanita, osteoporosis,
osteopenia, usia lebih dari 50 tahun, riwayat patah tulang belakang, merokok, kekurangan
vitamin D, dan penggunaan kortikosteroid yang berkepanjangan. Trauma adalah penyebab paling
umum kedua dari patah tulang belakang. Kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab
nomor satu dari cedera tulang belakang. Gejala fraktur vertebra meliputi nyeri punggung dan
defisit neurologis seperti kelemahan, neuropati perifer, syok neurogenik, dan syok spinal. Pasien
dengan fraktur vertebra akibat trauma mayor memerlukan pemeriksaan hemoglobin serial
sebagai indicator stabilitas hemodinamik. Pemeriksaan radologis yang diperlukan adalah
radiografi, computed tomography (CT) scan, dan magnetic resonance imaging (MRI). CT scan
dilakukan untuk mendereksi adanya fraktur dan membantu penilaian derajat fraktur. MRI
merupakan alat paling sensitif untuk mendeteksi lesi jaringan saraf dan tulang. Tujuan
penatalaksanaan fraktur tulang belakang adalah untuk memastikan stabilitas tulang belakang dan
mempertahankan fungsi neurologis.

30
DAFTAR PUSTAKA

Donnally III CJ, DiPompeo CM, Varacallo M. Vertebral Compression Fractures. [Updated 2022 Nov 14].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448171/

Ghobrial, M. G., 2021. Vertebral Fracture. Medscape.


Griffith, J. F., & Guglielmi, G. (2010). Vertebral Fracture. In Radiologic Clinics of North America (Vol.
48, Issue 3, pp. 519–529). https://doi.org/10.1016/j.rcl.2010.02.012

Herring, W., 2016. Learning Radiology Recognizing the Basics, 3rd ed. Elsevier, Philadelphia.

Jindal , G. & Pukenas, B., 2011. Normal spinal anatomy on magnetic resonance imaging. Pubmed, 19(3).
Jo, A. S., Wilseck, Z., Manganaro, M. S. & Ibrahim, M., 2018. Essentials of Spine Trauma Imaging:
Radiographs, CT, and MRI. Pubmed, 39(6).
Kang, H.S., Woo, J., Jong, L., Kwon, W., 2014. Radiology Illustrated Spine. Heidelberg.

Koay J, Davis DD, Hogg JP. Chance Fractures. [Updated 2022 Aug 22]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536926/

Kumar, Y. & Hayashi, D., 2016. Role of magnetic resonance imaging in acute spinal trauma: a pictorial
review. BMC Musculoskeletal Disorders, 17(310).
Panda, A., Das, C., & Baruah, U. (2014). Imaging of vertebral fractures. In Indian Journal of
Endocrinology and Metabolism (Vol. 18, Issue 3, pp. 295–303). Medknow Publications.
https://doi.org/10.4103/2230-8210.131140

Perez, R. M. et al., 2014. Spinal cord injury after blunt cervical spine trauma: correlation of soft-tissue
damage and extension of lesion. Pubmed, 35(5).
Phal, P. M. & Anderson, J. C., 2006. Imaging in Spinal Trauma. Pubmed, 41(3).
Purohit, B. N., Skiadas, V. & Sampson, M., 2015. Imaging features of spinal trauma: what the radiologist
needs to know. Dalam: Clinical Radiologi. s.l.:Elsevier, pp. e1-e11.
Suzuki, N., Ogikubo, O. & Hansson, T., 2009. The prognosis for pain , disability , activities of daily
living and quality of life after an acute osteoporotic vertebral body fracture : its relation to fracture
level , type of fracture and grade of fracture deformation.. Eur Spine J, 18(1).
Vinas , F. C., 2022. Lumbar Spine Fractures and Dislocations. Medscape.
Whitney, E., Alastra, A.J., 2022. Vertebral Fracture. StatPearls.

31
West C., Roosendaal S., Bot J., Smithuis F. TLICS Classification of fractures. Departement of Radiology
and Regional Spinal Cord Injury Center of the Delaware Valley, Thomas Jefferson University
Hospital, Philadephia and the Radiology Department of the Free University Medical Center and
the Academical Medical Center, Amsterdam.
https://radiologyassistant.nl/neuroradiology/spine/tlics-classification

Wu, S., Xu, X., Sun, J., Zhang, Y., Shi, J., Xu, T., 2018. Low-intensity pulsed ultrasound accelerates
traumatic vertebral fracture healing by coupling proliferation of type H microvessels. Journal of
Ultrasound in Medicine 37, 1733–1742. https://doi.org/10.1002/jum.14525

32

Anda mungkin juga menyukai