Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA I

DISUSUN OLEH :
Nama : Aghni Hafizah Manuri (08031282126038)
Alysia Lydia Sitompul (08031282126045)
Ananda Cecilia Recoba (08031282126051)
Febi Ayu Damayanti (08031282126065)
Zesika Ananda Putri (08031282126058)

Kelompok : I (Satu)

PERCOBAAN I
LAJU INVERSI GULA

LABORATORIUM KIMIA FISIKA


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK I

Nama : Aghni Hafizah Manuri (08031282126038)


Alysia Lydia Sitompul (08031282126045)
Ananda Cecilia Recoba (08031282126051)
Febi Ayu Damayanti (08031282126065)
Zesika Ananda Putri (08031282126058)

Mengetahui

Koordinator Asisten Praktikum Asisten Praktikum


Kimia Fisika I Kimia Fisika I

July Tasya Siahaan Almer Akbar


NIM : 08031281924121 NIM : 08031182025013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi kimia dikenal sebagai proses berubahnya suatu pereaksi (reaktan)
menjadi hasil reaksi (produk). Reaksi kimia ada yang berlangsung lambat dan ada
yang cepat. Reaksi-reaksi pada senyawa anorganik umumya berlangsung secara
cepat sehingga sulit dipelajari mekanisme reaksi yang terjadi, sedangkan pada
ssnyawa organik berlangsung lambat. Laju suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai
laju berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi atau laju bertambahnya konsentrasi
suatu produk. Tetapan kestabilan k dirujuk sebagai tetapan laju untuk suatu reaksi
tertentu. Suatu persamaan yang memberikan hubungan antara laju reaksi dan
konsentrasi pereaksi disebut persamaan laju atau hukum laju (Yuda dkk, 2017).
Hukum laju reaksi melibatkan diskusi tentang jumlah keadaan transisi atau
kompleks teraktivasi. Orde reaksi adalah jumlah eksponen faktor konsentrasi yang
terdapat dalam hukum laju reaksi. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi laju
reaksi, berupa konsentrasi, kondisi fisika, intensitas radiasi, dan sifat pelarut. Faktor
pertama berupa konsentrasi, suatu reaksi memiliki setidaknya satu reaktan.
Pembentukan produk dapat dengan adanya katalisis atau autocatalysis. Katalis
dapat mempengaruhi laju reaksi. Faktor kedua pada kondisi fisika, terdapat suhu
dan tekanan yang mempengaruhi laju reaksi. Faktor yang ketiga intensitas radiasi.
Sinar matahari dan cahaya juga dapat mempengaruhi laju reaksi. Secara umum,
efek ini sedikit diperhatikan hanya dalam studi efek fotokimia. Faktor yang terakhir
berupa sifat pelarut. Laju reaksi tergantung pada polaritas pelarut, viskositas,
jumlah donor elektron, dan lain sebagainya. Penambahan elektrolit juga dapat
menurunkan atau meningkatkan laju reaksi (efek garam), mirip dengan adanya
larutan buffer (Siregar, 2008).
Laju reaksi dipengaruhi oleh suhu yang merupakan salah satu faktor
kecepatan laju reaksi. Apabila suhu dinaikkan maka laju reaksi yang terjadi akan

semakin besar. Hal ini dapat terjadi karena kalor yang diberikan akan menambah
energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya jumlah dari energi tumbukan semakin
besar. Begitupun apabila suhu diturunkan maka kalor yang diberikan akan
mengurangi energi kinetik partikel pereaksi, akibatnya jumlah dari energi

1 Universitas Sriwijaya
2

tumbukan dapat berkurang menjadi kecil. Pencampuran larutan pada suhu yang
sama dapat membuat laju reaksi yang dihasilkan tidak mengalami perubahan besar.
Penentuan laju dari reaksi kimia yang diberikan, harus ditentukan dari seberapa
cepat perubahan konsentrasi yang terjadi pada reaktan atau produknya (Naomi,
Gaol, dan Toha, 2013).
Persamaan Arrhenius mengacu pada suhu reaksi yang memperngaruhi laju
suatu reaksi, besarnya peningkatan laju yang dihasilkan akan berbanding secara
eksponensial satu per satuan suhu reaksi. Pengaruh lainnya berupa konsentrasi
katalisator yang diberikan pada sistem reaksi pada jumlah tertentu, akan
memaksimalkan interaksi antara reaktan sisi aktif katalisator, sehingga reaksi
berjalan lebih cepat serta reaksi yang dihasilkan akan lebih maksimal (Nuryoto,
2021). Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun
produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat akibat perubahan
yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan
energi aktivasi yang lebih rendah (Purnami dkk, 2015).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan antara waktu dengan sudut polarisasi?
2. Bagaimana perbandingan sudut polarisasi sebelum pemanasan dengan
setelah pemanasan?
3. Bagaimana hubungan antara sampel optis aktif dan bidang polarisasi dan
berapa konstanta laju reaksi?
1.3 Tujuan Percobaan
1. Menganalisis hubungan antara waktu dengan sudut polarisasi.
2. Mengetahui perbandingan sudut polarisasi sebelum pemanasan dengan
setelah pemanasan.
3. Menganalisis hubungan antara sampel optis aktif dan bidang polarisasi
serta mengetahui nilai konstanta laju reaksi.

Universitas Sriwijaya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laju Reaksi
Reaksi kimia adalah proses dimana reaktan diubah menjadi produk. Beberapa
reaksi kimia berlangsung lambat dan ada pula yang cepat. Secara umum, reaksi
yang terjadi pada senyawa anorganik biasanya berlangsung cepat, sehingga sulit
untuk mempelajari mekanisme reaksinya. Di sisi lain, senyawa organik bereaksi
lambat. Pembahasan tentang kecepatan (laju) suatu reaksi disebut kinetika kimia.
Laju atau kecepatan reaksi adalah perubahan konsentrasi reaktan atau produk dalam
satuan waktu. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju penurunan konsentrasi
reaktan. atau tingkat dimana konsentrasi produk meningkat. Konsentrasi biasanya
dinyatakan dalam mol per liter, tetapi untuk reaksi fase gas, satuan tekanan
atmosfer, milimeter air raksa, atau pascal dapat digunakan sebagai gantinya (Yuda
dkk, 2017).
2.2 Hukum dan Persamaan Laju Reaksi
Bagaimana laju reaksi dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi reaktan tidak
dapat diprediksi dari persamaan reaksi keseluruhan harus ditentukan secara empiris.
Persamaan yang menggambarkan hubungan antara laju reaksi dan konsentrasi
reaktan disebut persamaan laju atau hukum laju. Konstanta stabilitas k disebut
konstanta laju untuk reaksi tertentu. Laju reaksi menurun seiring dengan
menurunnya konsentrasi reaktan seiring dengan berlangsungnya reaksi. Namun,
konstanta laju k tidak berubah selama reaksi. Oleh karena itu, laju reaksi
memberikan ukuran laju reaksi yang berguna. Semakin cepat reaksi, semakin besar
nilai k; semakin lambat reaksi, semakin kecil nilai k (Yuda dkk, 2017).
Persamaan yang memberikan hubungan antara kecepatan reaksi dan
konsentrasi pada suhu tetap disebut hukum kecepatan reaksi. Reaksi elementer, laju

reaksi pada setiap waktu berbanding lurus dengan konsentrasi reaktan pada saat itu.

Hukum kecepatan reaksi dapat langsung diturunkan dari persamaan stokiometri.


Contoh reaksinya :
A+B C+D
Reaksi elementer maka hukum kelajuan reaksi:
v = [A] [B] atau v = k [A] [B]

3 Universitas Sriwijaya
4

Keterangannya berupa k yang dikatakan sebagai konstanta yang disebut konstanta


laju reaksi. Nilai k tergantung pada jenis reaksi, satuan waktu yang digunakan dan

suhu spesifik. Reaksi yang tidak reaksi elementer, seperti reaksi yang berjalan lebih
dan satu tahap atau reaksi yang tidak ada habisnya, hukum kecepatan reaksi dan
orde reaksi hanya dapat ditentukan dari data eksperimen (Phimmavong, 2020).
2.3 Orde Reaksi
Orde reaksi mewakili bentuk matematika dimana hasil perubahan dapat
dinyatakan. Orde reaksi hanya dapat dihitung secara eksperimen dan hanya dapat
diprediksi jika mekanisme reaksi diketahui seluruh orde reaksi yang dapat
ditentukan sebagai jumlah dari eksponen untuk masing-masing reaktan. Hanya
eksponen untuk masing-masing reaktan dikenal sebagai orde reaksi untuk
komponen itu. Orde reaksi adalah jumlah pangkat faktor pengayaan dalam hukum

laju bentuk diferensial. Secara umum, orde reaksi suatu zat tidak sama dengan
koefisien persamaan reaksi stoikiometri (Naomi dkk, 2013).
Untuk reaksi orde nol, laju reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :
Laju = k[A]0 … (1)
−𝑑[𝐴]
= k[A]0 … (2)
𝑑𝑡

d[A] = -k × dt … (3)
[A] – [A]0 = -k × t … (4)
[𝐴]0−[𝐴]
k= … (5)
𝑡

Persamaan (5) di atas menunjukkan bahwa laju reaksi orde nol tidak bergantung
pada konsentrasi reaktan. Grafik orde 0 menunjukkan grafik hubungan penurunan
konsentrasi reaktan A terhadap waktu, dimana slope k merupakan nilai konstanta
dari orde nol. Laju reaksi orde pertama berbanding lurus dengan konsentrasi

reaktan.
−𝑑[𝐴]
= k[A] … (6)
𝑑𝑡
[𝐴]𝑡
ln [𝐴]0 = -k × t … (7)

ln[A]t - ln[A]0 = -k × t … (8)


1 [𝐴]0
k = 𝑡 × ln [𝐴]
… (9)

Universitas Sriwijaya
5

Grafik hubungan ln[A] terhadap t adalah garis lurus. Pada reaksi orde dua, laju
reaksi berbanding lurus dengan kuadrat konsentrasi.
−𝑑[𝐴]
= k[A]2 … (10)
𝑑𝑡

Bila di integrasikan :
1 1
[𝐴]𝑡
= [𝐴]0 + k.t … (11)

Suatu reaksi dikatakan memiliki orde reaksi dua apalbila nilai laju reaksinya adalah
hasil kuadrat dari perubahan konsentrasi seperti persamaan (10) (Purba dkk, 2012).
2.4 Konstanta Laju Reaksi
Persamaan Arrhenius digunakan untuk menentukan nilai konstanta laju
reaksi. Energi aktivasi dihitung dari data konstanta laju reaksi pada temperatur yang
berbeda.
k = k0e -Ea/RT = k0 e-Ea/R (1/T) …. (1)
Atau dengan membuat sisi kanan dan kiri menjadi bentuk logaritma natural:
𝐸𝑎 1
ln k = ln k0 - ( ) …. (2)
𝑅 𝑇

persamaan di atas merupakan persamaan lurus dengan sumbu x berupa (1/T) dan
sumbu y berupa ln k, dengan kemiringan (-Ea/R) dan titik potongnya adalah ln k0.
Kenaikan konstanta laju reaksi dengan meningkatnya suhu juga dapat dijelaskan
oleh persamaan Arrhenius (persamaan 1). Nilai konstanta laju reaksi (k) tidak
dipengaruhi oleh faktor frekuensi (faktor pra-eksponensial), karena faktor frekuensi
(k0) relatif konstan untuk perubahan suhu yang kecil, sehingga faktor pengaruhnya
adalah e-Ea/RT. Semakin tinggi suhu reaksi, semakin tinggi nilai e-Ea/RT,
sehingga konstanta laju reaksi (k) yang dihasilkan semakin tinggi. (Poerwadi dkk,
2019).
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi
Reaksi kimia dapat dipercepat atau diperlambat dengan cara memberi
perlakuan tertentu. Perlakuan tersebut tergantung pada ukuran partikel reaktan,

suhu, konsentrasi, katalis, dll. Semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan
material semakin besar, sehingga reaksi berlangsung lebih cepat. Semakin kecil
ukuran partikel benda, maka semakin besar luas permukaan total benda tersebut.
Permukaan yang lebih besar menghasilkan tumbukan yang lebih sering antara
permukaan partikel. Hal ini dapat mempercepat terjadinya reaksi. Kenaikkan suhu

Universitas Sriwijaya
6

mempercepat reaksi karena semakin tinggi suhu, semakin cepat partikel bergerak,
sehingga semakin cepat reaksi karena peningkatan energi kinetik partikel,
tumbukan yang lebih efektif terjadi. Akibatnya, semakin banyak partikel yang
bereaksi (Sudarlin, 2010).
Larutan konsentrasi tinggi secara alami mengandung molekul yang lebih
padat daripada larutan konsentrasi rendah. Larutan dengan konsentrasi tinggi
adalah larutan pekat dan larutan dengan konsentrasi rendah adalah larutan encer.
Tumbukan lebih sering terjadi dalam larutan pekat daripada dalam larutan encer
karena molekul-molekulnya sangat berdekatan. Oleh karena itu, semakin tinggi
konsentrasi larutan reaksi, semakin tinggi laju reaksi. Katalis adalah zat yang
mempengaruhi laju reaksi. Dalam kerjanya, katalis juga bereaksi dengan reaktan,
tetapi pada akhir reaksi katalis terpisah lagi. Ada dua jenis katalis berupa katalis
positif dan katalis negatif. Katalis positif dapat mempercepat laju reaksi. Katalis
negatif adalah katalis yang memperlambat laju reaksi, katalis ini disebut inhibitor
(Sudarlin, 2010).
Jenis katalis dibedakan menjadi katalis homogen, katalis heterogen, dan
katalis enzimatik. Katalis homogen adalah jenis katalis yang memiliki fasa yang
sama dengan reaktan, sedangkan katalis heterogen adalah jenis katalis yang
memiliki fasa yang berbeda dengan reaktan. Jenis katalis homogen yang banyak
digunakan adalah katalis asam berupa HCl, H2SO4 dan HNO3, sedangkan jenis
katalis heterogen adalah zeolit. Katalis homogen memiliki kelebihan tidak mudah
teracuni oleh kotoran dan setiap molekul katalis berfungsi aktif sebagai katalis,
sedangkan kekurangannya diantaranya sulit dipisahkan dari campurannya dan
mudah terurai pada temperatur tinggi. Katalis heterogen memiliki kelebihan dapat
dipisahkan dari campuran reaksi hanya dengan penyaringan, yaitu dapat dengan
mudah diregenerasi. Katalis heterogen juga memiliki kelemahan yaitu reaksi tidak

dapat berlangsung jika permukaan katalis dijenuhkan dengan molekul reaktan.


Studi sebelumnya tentang pengaruh konsentrasi katalis asam (HCl, H2SO4) dan
waktu reaksi menemukan bahwa kadar glukosa meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi katalis. Hal ini karena konstanta laju reaksi hidrolisis berbanding lurus

dengan konsentrasi H dalam lingkungan asam. Pengaruh waktu hidrolisis terhadap


pemulihan glukosa pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa semakin lama

Universitas Sriwijaya
7

proses hidrolisis, kadar glukosa juga meningkat hingga 120 menit, setelah itu
kenaikan kadar glukosa tidak terlalu signifikan (Praputri dkk, 2018).
2.6 Senyawa Optis Aktif
Sifat yang dapat memutar bidang polarisasi dari gelombang elektromagnetik
yang melewatinya disebut sifat optis aktif. Larutan gula dan minyak goreng
merupakan bahan yang umum diketahui memiliki sifat optis aktif. Larutan gula
dapat memutar bidang polarisasi dan nilai perubahan sudut yang linier terhadap
konsentrasinya yang telah diuji dengan metode polarisasi sebelumnya (Simbolon
dan Firdausi, 2016). Karakter glukosa salah satunya berupa molekul dengan atom
pusat asimetris disebut sebagai molekul kiral. Molekul kiral memiliki sifat yaitu
molekul akan merespon dan memutar arah bidang getar cahaya yang terpolarisasi,
sifat ini hampir sama dengan lensa. Semakin besar konsentrasi glukosa dalam suatu
larutan, maka perubahan sudut putar polarisasi yang didapat juga semakin besar,
hal ini dibuktikan berdasarkan penelitian sebelumnya. Senyawa optik dapat juga

menimbulkan suatu aktivitas optik. Aktivitas optik dinyatakan sebagai suatu


kemampuan memutar bidang cahaya terpolarisasi ketika cahaya melewati kristal,
zat cair, atau larutan. Senyawa optik aktif akan memunculkan suatu respon berupa

perubahan sudut putar polarisasi bila dikenai medan listrik luar. Adanya interaksi
antara medan listrik luar dengan molekul polar dalam sampel akan meningkatkan
perubahan sudut putar polarisasi cahaya. Kuat medan listrik dan perubahan
konsentrasi glukosa mempengaruhi perubahan sudut putar polarisasi cahaya (Ninna
dkk, 2014).
2.7 Gula
Bahan pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia salah satunya adalah
gula. Fungsi mengonsumsi gula diantaranya sebagai sumber energi, pemberi cita
rasa dan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman oleh sebagian besar
masyarakat. Gula juga sebagai salah satu bahan pangan sumber karbohidrat dan

sumber energi atau tenaga yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Gula dianjurkan
dikonsumsi per harinya sebesar enam persen dari total kecukupan energi atau 110
kalori per kapita atau 30 gram gula pasir. Gula termasuk pemanis alami yang tidak

membahayakan kesehatan apabila dikonsumsi secukupnya. Gula pasir atau sukrosa

Universitas Sriwijaya
8

merupakan jenis gula terbanyak di alam, diperoleh dari ekstraksi batang tebu, umbi,
nira palem dan nira pohon maple (Acer saccharum) (Suwarno dkk, 2015).
Karbohidrat yang menyediakan energi di dalam tubuh salah satunya
karbohidrat glukosa. Karbohidrat glukosa baik karbohidrat monosakarida,
disakarida dan polisakarida yang dikonsumsi oleh manusia akan terkonversi
menjadi glukosa di dalam hati oleh karena itu karbohidrat ini penting bagi
penyediaan energi di dalam tubuh. Glukosa berperan sebagai salah satu molekul
utama bagi pembentukan energi di dalam tubuh. Peranan glukosa antara lain
sebagai bahan bakar bagi proses metabolism dan sebagai sumber energi utama bagi
kerja otak. Melalui proses oksidasi yang terjadi di dalam sel-sel tubuh, glukosa
kemudian digunakan untuk mensintesis molekul ATP (Adenosine triphosphate)
yang merupakan molukul molekul dasar penghasil energi di dalam tubuh.
Mengonsumsi glukosa sehari maka akan menyediakan hampir 50-75% dari total
kebutuhan energi untuk tubuh (Irawan, 2007).
2.8 Gula Invert
Produk hasil pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa dengan
perbandingan satu banding satu disebut dengan gula invert. Kegunaan gula invert
untuk memperlambat kristalisasi gula pada konsentrasi larutan yang tinggi.
Kegunaan lainnya dalam kehidupan sehari hari digunakan dalam krim non kristal,
selai, madu buatan dan industri permen serta industri yang hanya memproduksi
larutan gula. Keuntungan dari gula invert diantaranya dapat berfungsi
mempertahankan kadar air, penstabil emulsi, pengawet dan memiliki rasa yang
lebih halus sehingga tidak menimbulkan iritas. Kelebihan dari fruktosa adalah dapat
dikonsumsi bagi penderita diabetes karena tidak berdampak terhadap proses sekresi
insulin (Suwarno dkk, 2015).
Reaksi inversi menyebabkan hilangnya sukrosa selama proses pengolahan
gula. Penghambatan reaksi inversi diperlukan supaya laju hidrolisa sukrosa oleh

enzim dapat diturunkan. Hal ini dilakukan dengan memberikan suhu ekstrim dan

penambahan antiinversi. Permasalahan yang menyebabkan rendemen gula di

Indonesia rendah salah satunya adalah reaksi inversi. Kehilangan gula atau sukrosa
menjadi gula-gula sederhana atau disebut invert, seperti glukosa dan fruktosa atau

Universitas Sriwijaya
9

senyawa turunan lainnya dapat mengganggu proses kristalisasi, sehingga dapat


menurunkan rendemen gula sukrosa (Winata dan Susanto, 2015).
2.9 Reaksi Inversi Gula
Reaksi inversi gula merupakan reaksi yang terjadi saat sukrosa dihidrolisis
dengan bantuan asam. Proses hidrolisa asam yang terjadi saat proses reaksi inversi
gula tergantung dari jenis asam yaitu asam anorganik yang termasuk asam kuat dan
asam organic yang termasuk asam lemah (Suwarno dkk, 2015). Produk yang
dihasilkan dari reaksi inversi gula berupa gula invert. Gula invert mengandung
senyawa glukosa dan fruktosa dengan jumlah yang sama. Gula invert dihasilkan
dari hidrolisis sukrosa secara enzimatik dan secara kimia dengan katalis asam
bebas. Kelebihan hidrolisis sukrosa dengan cara enzimatik akan menghasilkan gula
invert yang jernih dan bermutu tinggi, tetapi proses produksinya memerlukan biaya
yang tinggi karena harga enzim mahal (Razak dkk, 2012).
Gula invert yang dihasilkan dengan menggunakan hidrolisis dengan
enzimatik agar efisien dapat memanfaatkan penggunaan enzim invertase amobil.
Karakteristik ekstrak kasar enzim invertase dari sel ragi roti yang diamobilisasi oleh
natrium alginat mampu mempertahankan stabilitas aktivitas katalitik enzim dari
keadaan lingkungan yang tidak diinginkan. Kekurangannya, saat penggunaan
berulang yang berlanjut terjadi penurunan aktivitas enzim invertase yang
disebabkan oleh rusaknya sistem penjerat dan amobilisasi enzim mengakibatkan
penurunan aktivitas enzim akibat terhalangnya sebagian pusat aktif enzim oleh
bahan penjerat. Kekurangan lainnya adalah enzim amobil yang telah digunakan
tidak bisa diregenerasi untuk pemulihan aktivitas enzim. Gula invert yang
dihasilkan menggunakan hidrolisis dengan katalis asam menghasilkan campuran
yang mengandung kelebihan asam sehingga perlu dinetralkan sebelum digunakan.

Kekurangan dari cara ini adalah larutan yang dihasilkan kurang jernih atau keruh.
Perubahan warna larutan akibat terbentuknya hidroksimetil furfural dan dehidrasi
fruktosa terjadi akibat pemanasan larutan gula yang dilakukan pada saat hidrolisis
sukrosa menggunakan katalis asam (Razak dkk, 2012).
2.10 Polarimeter
Polarimetri merupakan metode yang digunakan untuk mendeteksi bentuk dan
permukaan suatu objek. Metode polarimetri ini banyak digunakan untuk analisis

Universitas Sriwijaya
10

material, optik, medis dan bidang lainnya. Pengaruh lingkungan sangat


mempengaruhi metode polarimetri sehingga membatasi ketepatan saat pengukuran
(Liu et al., 2022). Polarimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur sudut
polar jenis larutan gula sebagai fungsi konsentrasi dan menetukan konsentrasi
larutan gula. Cara kerja polarimeter dimulai dengan cahaya yang dinyalakan dengan
tabung sampel yang kosong, prisma analisis diputar sehingga berkas cahaya yang
terpolarisasi oleh prisma pemolarisasi benar- benar terhalangi dan bidang polarisasi
menjadi gelap. Sumbu prisma dari prisma pemolarisasi dan prisma analisis tegak
lurus dengan lainnya. Sampel diletakkan pada tabung sampel. Zat yang bersifat
tidak optis aktif dapat ditandai dengan tidak adanya perubahan yang terjadi. Zat
yang bersifat aktif optis aktif ditandai dengan adanya perubahan yang terjadi jika
diletakkan pada tabung, zat memutar bidang polarisasi, dan sebagian cahaya akan
melewati penganalisis ke arah pengamat. Perubahan yang terjadi dapat diamati
dengan memutar prisma penganalisis searah jarum jam atau berlawanan arah jarum
jam (Ningsih dkk, 2013).
Polarisasi merupakan peristiwa penyerapan arah bidang getar gelombang
disebut dengan polarisasi. Gelombang transversal merupakan gejala yang hanya
dialami pada polarisasi. Cahaya yang terpolarisasi linear jatuh pada bahan optis
aktif, maka cahaya yang keluar akan tetap terpolarisasi linear dengan arah getar
terputar terhadap arah getar semula (Simbolon dan Firdausi, 2016). Cahaya
monokromatis adalah sumber cahaya yang digunakan pada polarimeter. Cahaya
monokromatis berupa cahaya yang sudah merupakan warna dasar sehingga tidak
bisa diurai lagi. Panjang gelombang lampu natrium 589,3 nm (Ningsih dkk, 2013).

Universitas Sriwijaya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 22 September 2022 pukul 13.00
WIB di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan pada percobaan ini antara lain botol semprot,
bulb, gelas beaker 100 mL, gelas beaker 50 mL, bulb, labu ukur 100 mL, labu
ukur 50 mL, pipet tetes, pipet volume 25 mL, polarimeter, tabung polarimeter
dan thermometer.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain akuades, asam
klorida (HCl) 0,1 M, dan larutan gula 20%.
3.3 Metode Percobaan
3.3.1 Penentuan sudut awal dengan blanko

Akuades
- dimasukkan ke dalam tabung
polarimeter hingga penuh
- ditutup rapat agar meminimalisir
adanya gelembung
- diputar tuas polarimeter hingga
teramati cahaya bulat sempurna
- dicatat skala pembacaannya

11 Universitas Sriwijaya
12

3.3.2 Penentuan sudut polarisasi larutan gula + HCl


Larutan gula 20%
- dimasukkan ke dalam gelas beaker 25
mL
- ditambahkan HCl 0,1 M 25 mL
- dihomogenkan dalam labu takar
- dimasukkan ke dalam tabung
polarimeter
- ditutup rapat agar meminimalisir
adanya gelembung
- dimasukkan ke dalam alat polarimeter
dan amati polarisasi cahayanya
- diputar tuas polarimeter hingga
teramati cahaya bulat sempurna
- dicatat skala pembacaannya
- dilakukan pengukuran sudut
polarisasinya secara berkala hingga 30
menit (setiap 5 menit)
- dituang ke dalam gelas beaker
- diukur temperatur awalnya
- ditambahkan sedikit campuran gula +
HCl
- ditutup dengan aluminium foil
- dipanaskan pada suhu 100 oC selama
10 menit
- diukur temperature akhir
- dimasukkan ke dalam polarimeter
- diukur sudut polarisasinya secara
berkala hingga 30 menit (setiap 5
menit)

Universitas Sriwijaya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengamatan
Blanko ( 𝛼𝑜 ) = 65,9
Sudut Ukur Pemanasan

t (menit) Sebelum Sesudah


(𝛼 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 ) (𝛼 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 )

5 144,7 110
10 128,9 109,5
15 119,7 106,7
20 114,3 102,3
25 110,1 100,6
30 105,9 94,2

4.2 Pembahasan
Percobaan ini membahas mengenai laju inversi gula dengan tujuan
menentukan tetapan laju reaksi inversi gula dan mempelajari katalis oleh ion
hidrogen. Laju reaksi dikatakan sebagai pengurangan konsentrasi suatu reaktan dan

penambahan konsentrasi suatu produk. Sukrosa atau gula dikenal sebagai suatu
senyawa karbohidrat disakarida yang tersusun atas molekul glukosa dan fruktosa
yang terikat melalui ikatan glikosidik. Inversi gula dikenal sebagai reaksi hidrolisis

gula dari bentuk disakarida menjadi monosakarida berupa glukosa dan fruktosa.
Reaksi hidrolisis ditandai dengan adanya pemutusan-pemutusan dengan melibatkan
molekul air. Laju reaksi dipengaruhi oleh suhu, pengadukan, dan katalis. Katalis
mampu mempercepat laju reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi suatu
reaksi. Inversi gula pada percobaan ini dapat dipercepat dengan pemberian katalis

asam. Prinsip kerja katalis asam diawali bereaksi terlebih dahulu dengan reaktan

membentuk intermediet dan akan terbentuk kembali di akhir reaksi. Senyawa yang

mengandung atom karbon asimetris tergolong sebagai senyawa kiral. Senyawa


kiral mampu memutar bidang getar cahaya terpolarisasi, sehingga dalam percobaan

13 Universitas Sriwijaya
14

ini menggunakan alat berupa polarimeter untuk mengukur seberapa besar sudut
polarisasi yang dihasilkan oleh senyawa kiral tersebut.
Polarimeter berupa alat yang digunakan untuk mengukur besarnya putaran
optik yang dihasilkan oleh suatu zat senyawa optis aktif yang terdapat dalam
larutan. Polarimeter tersusun atas bagian-bagian diantaranya sumber cahaya,
prisma nicole, tabung sampel, prisma analisator, skala lingkar, dan detektor.
Prinsip kerja polarimeter diawali dengan sebuah cahaya yang terpolarisasi dengan
gelombang 589 nanometer ditembakan ke polarisator. Cahaya berasal dari lampu
natrium. Cahaya yang bidang getarnya sesuai dengan bidang tembus polarisator
akan melewati polarisator tersebut menjadi cahaya terpolarisasi. Cahaya
terpolarisasi akan melewati sampel dalam tabung polarimeter kemudian diteruskan
ke analisator yang diamati dengan mata. Apabila cahaya terpolarisasi tersebut
sesuai dengan bidang tembus analisator maka cahaya yang akan diteruskan akan
terlihat lebih terang dan jika cahaya bidang getarnya tidak sesuai dengan bidang
analisator maka cahaya yang terlihat akan redup. Analisator dapat diputar-putar
untuk menyesuaikan bidang tembusnya terhadap bidang getar cahaya yang datang.
Perubahan bidang getar akibat adanya senyawa optis aktif dapat diukur dengan
melihat perubahan sudut putar antara pelarut murni dan larutan yang mengandung
senyawa optis aktif. Semakin besar konsentrasi senyawa optis aktif maka sudut

putar yang terukur akan semakin besar.


Bahan yang digunakan dalam percobaan ini berupa sukrosa, aquades, dan
asam klorida. Sukrosa memiliki atom karbon kiral, sehingga sukrosa dijadikan

sampel dalam percobaan ini. Kemampuan suatu senyawa untuk memutar bidang

polarisasi dikenal dengan sifat optis aktif. Atom karbon dikatakan kiral karena

mengikat empat gugus atom yang berbeda. Sampel yang memiliki atom karbon

kiral dijadikan syarat untuk dapat dilakukannya pengukuran dalam percobaan ini.
Aquades berfungsi sebagai pelarut sekaligus blanko atau larutan tidak berisi analit
atau larutan tanpa sampel. Asam klorida berperan sebagai katalis asam yang
tergolong kedalam katalis homogen karena katalis asam berada dalam fase yang
sama dengan pereaksi. Pengukuran diawali dengan pengukuran sudut polarisasi
terhadap aquades, hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah alat polarimeter

Universitas Sriwijaya
15

dalam kondisi baik, ada atau tidaknya zat pengganggu dalam pengukuran dan
mengetahui seberapa besar sudut polarisasi yang terbentuk apabila dalam larutan
terdapat senyawa optis aktif yang berdasarkan dengan nilai ukur pelarut murni.
Perlakuan untuk menentukan laju reaksi suatu larutan gula dua puluh persen
dilakukan dengan cara mereaksikan sebanyak dua puluh lima mililiter dengan
larutan asam klorida sebanyak dua puluh lima mililiter agar reaksi bertambah cepat
dan dijalankan stopwatch untuk menghitung lamanya reaksi yang berlangsung.
Proses pengisian tabung dengan sampel tidak boleh terdapat gelembung, hal
ini dikarenakan gelembung udara dapat menyebabkan cekungan pada larutan.
Kondisi tersebut dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang terpolarisasi yang
mengakibatkan pengukuran besar sudut putar pada sampel menjadi tidak akurat dan
dapat diantisipasi dengan meletakkan gelembung pada perangkap gelembung yang
terdapat pada bagian tabung. Pengukuran dilakukan setiap lima menit dengan
kurung waktu tiga puluh menit untuk tiap perlakuan. Perlakuan dilakukan tanpa
pemanasan dan melalui pemanasan. Sampel yang belum dilakukan pemanasan
diukur terlebih dahulu suhu awalnya dengan menggunakan termometer sehingga
diperoleh pada percobaan ini suhu awalnya 31,6 derajat celcius, sedangkan sampel
setelah dilakukan pemanasan suhu nya berubah menjadi 65,9 derajat celcius.
Pemanasan dilakukan dengan tujuan agar dapat mengetahui pengaruh temperatur
terhadap laju reaksi dan dapat menentukan persamaan laju dari reaksi inversi gula.
Reaksi hidrolisis ditandai dengan berubahnya nilai sudut polarisasi yang
ditunjukkan dengan buram dan gelapnya cahaya yang diamati, hal ini dikarenakan
bidang getar cahaya yang diteruskan mengalami perubahan. Bidang tembus
analisator dapat disesuaikan dengan bidang cahaya yang diteruskan hingga cahaya
yang teramati terlihat lebih terang dari sebelumnya. Seiring berjalannya waktu,
hasil pengukuran sudut polarisasi akan terus berubah hal ini disebabkan produk
yang terbentuk berupa glukosa dan fruktosa semakin banyak sehingga
konsentrasinya meningkat. Semakin besar konsentrasi suatu senyawa maka sudut

polarisasi yang dihasilkan semakin besar.


Data hasil pengukuran sudut polarisasi diperoleh nilai sudut polarisasi blanko
sebesar 65,9 derajat. Nilai alpa terukur pada sudut polarisasi sebelum pemanasan
lebih besar daripada nilai alpa terukur sudut polarisasi setelah dilakukan

Universitas Sriwijaya
16

pemanasan, hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan suhu berbanding lurus
dengan laju reaksi dan berbanding terbalik dengan sudut polarisasi. Hasil
pengukuran sudut polarisasi sebelum pemanasan tiap lima menit berturut-turut
sebesar 144,7°; 128,9°; 119,7°; 114,3°; 110,1°; 105,9° sedangkan hasil pengukuran
sudut polarisasi setelah pemanasan berturut-turut sebesar 110°; 109,5°; 106,7°;
102,3°; 100,6°; 94,2°. Semakin tinggi suhu, sudut polarisasi yang terbentuk
semakin kecil. Kondisi ini diakibatkan karena zat akan memuai dengan naiknya
suhu sehingga zat yang berada tabung akan berkurang. Grafik nilai logaritma
natural (ln) sudut polarisai terhadap waktu berdasarkan teori linear menurun tiap
satuan menit, namun pada percobaan yang telah dilakukan grafik yang dihasikan
naik pada menit ke tiga puluh. Faktor yang menjadi penyebab kesalahan
diantaranya kesalahan saat pembacaan skala polarimeter, kurang teliti dalam
mengencerkan larutan, dan temperatur ruangan.

Universitas Sriwijaya
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Semakin bertambahnya waktu maka sudut polarisasi yang dihasilkan
larutan gula dan asam klorida akan semakin meningkat.
2. Nilai alpha terukur sudut polarisasi yang didapatkan dari percobaan
setelah pemanasan lebih besar dibandingkan dengan nilai alpha terukur
sebelum pemanasan.
3. Semakin besar konsentrasi gula maka sudut polarisasi yang dihasilkan
akan semakin besar.
4. Sampel yang digunakan harus memiliki sifat optis aktif untuk dapat
memutar bidang polarisasi dan menentukan laju inversi.
5. Nilai alpha yang didapatkan pada percobaan sebelum pemanasan sebesar
144,7 dan setelah pemanasan didapatkan sebesar 110.
5.2 Saran
Percobaan ini dapat menggunakan sampel yang lain selain dari gula seperti
2-butanol agar pengamatan tidak hanya pada gula dan penggunaan katalis asam bisa
dari bahan lain seperti asam sulfat agar bisa membandingkan laju reaksi pada
masing-masing katalis.

17 Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Irawan, M. A. 2007. Glukosa dan Metabolisme. Sport Science Brief. 1(6): 1-7.
Liu, Y., Li, J., Duana, M., Meng, X., Xua, Y., and Wang, J. 2022. Full‐Stokes
Imaging Polarimetry Via Random Retarder Rotation. Optics and Lasers in
Engineering. 160 (2023): 1-6.
Naomi, P., Gaol, A. M., dan Toha, M.Y. 2013. Pembuatan Sabun Lunak dari
Minyak Goreng Bekas ditinjau dari Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik
Kimia. 19(2): 42-48.
Ningsih, N., Kumila, B. N., dan Taufiqi, M. 2013. Polarimeter. Jurnal Praktikum
Gelombang-Polarimeter. 1(1): 1-6.
Ninna, K., Juswono, U. P., dan Saroja, G. 2014. Pengaruh Kosentrasi Gula Dan
Variasi Medan Listrik Dalam Madu Lokal Terhadap Perubahan Sudut Putar
Polarisasi. Brawijaya Physics Student Journal. 2(1): 1-5.
Nuryoto, Setionegoro, W., dan Mubaro, M. R. 2021. Pengaruh Suhu Reaksi dan
Konsentrasi Katalisator Zeolit Alam Bayah Termodifikasi Pada Reaksi
Esterifikasi. Jurnal Integrasi Proses. 10(1): 21-26.
Phimmavong, S. 2020. Effect of Concentration on Reaction Speed. International
Journal Advance and Scientific Review. 1(1): 21-29.
Poewardi, B., Ismuyanto, B., Rosyadi, A. R., dan Wibowo, A. I. 2019. Kinetika
Reaksi Transesterifikasi Menggunakan Microwave Pada Produksi Biodisel
dari Minyak Jarak. Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan.
3(1): 6-11.
Praputri, E., Sundari, E., Firdaus, F., dan Sofyan, S. 2018. Penggunaan Katalis
Homogen dan Heterogen pada Proses Hidrolisis Pati Umbi Singkong Karet
menjadi Glukosa. Jurnal Litbang Industri. 8(2): 106.
Purba, E. dan Khairunisa, A. C. 2012. Kajian Awal Laju Reaksi Fotosintesis untuk
Penyerapan Gas CO2 menggunakan Mikroalga Tetraselmis Chuii. Jurnal
Rekayasa Proses. 6(1): 9.
Purnami, Wardana, I., dan Veronika, K. 2015. Pengaruh Pengunaan Katalis
Terhadap Laju Dan Efisiensi Pembentukan Hidrogen. Jurnal Rekayasa Mesin.
6(1): 51-59.

18 Universitas Sriwijaya
19

Razak, A. R., Sumarni, N. K., dan Rahmat, B. 2012. Optimalisasi Hidrolisis


Sukrosa menggunakan Resin Penukar Kation Tipe Sulfonat. Jurnal Natural
Science. 1(1): 119-131.
Simbolon, N. dan Firdausi, K. S. 2016. Pengukuran Perubahan Sudut Polarisasi
Oleh Fluoresensi Pada Sampel Minyak Zaitun. Youngster Physics Journal.
5(4): 475-480.

Siregar, T. B. 2008. Kinetika Kimia Reaksi Erlenmeter. Medan: USU Press.

Sudarlin. 2010. Kimia Dasar Untuk Fisika. Yogyakarta: Omah Ilmu.


Suwarno, Ratnani, R. D., dan Hartati, I. 2015. Proses Pembuatan Gula Invert Dari
Sukrosa Dengan Katalis Asam Sitrat, Asam Tartrat Dan Asam Klorida.
Momentum. 11(2): 99-103.
Winata, E. D. dan Susanto, W.H. 2015. Pengaruh Penambahan Antiinversi Dan
Suhu Imbibisi Terhadap Tingkat Kesegaran Nira Tebu. Jurnal Pangan dan
Agroindustri. 3(1): 271-280.
Yuda, R. C., Irdiansyah, dan Prihatiningtyas, I. 2017. Studi Kinetika Pengaruh Suhu
Terhadap Ekstraksi Minyak Atsiri Dari Kulit Jeruk Nipis Dengan Pelarut
Etanol. Jurnal Chemurgy. 1(1): 22-26.

Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN

1. Lampiran Reaksi

20 Universitas Sriwijaya
21

2. Lampiran Perhitungan
2.1 Perhitungan I (Sebelum Pemanasan)
α ref = 65,9
● Menit ke-5
α‘t = α terukur – α ref
α‘t = 144,7 – 65,9
α‘t = 78,8
● Menit ke-10
α‘t = α terukur – α ref
α‘t = 128,7 – 65,9
α‘t = 63
● Menit ke-15
α‘t = α terukur – α ref
α‘t = 119,7 – 65,9
α‘t = 53,8
● Menit ke-20
α‘t = α terukur – α ref
α‘t = 114,3 – 65,9
α‘t = 48,4
● Menit ke-25
α‘t = α terukur – α ref
α‘t = 110,1 – 65,9
α‘t = 44,2
● Menit ke-30
α‘t = α terukur – α ref
α‘t = 105,9 – 65,9
α‘t = 40
2.2 Perhitungan II (Setelah Pemanasan)
α ref = 65,9
● Menit ke-5
α‘t terukur + Δt = α terukur + ( Δt- α ref)
α‘t terukur + Δt = 110– 65,9

Universitas Sriwijaya
21

Universitas Sriwijaya
22

α‘t terukur + Δt = 44,1


● Menit ke-10
α‘t terukur + Δt = α terukur + ( Δt- α ref)
α‘t terukur + Δt = 109,9– 65,9
α‘t terukur + Δt = 43,6
● Menit ke-15
α‘t terukur + Δt = α terukur + ( Δt- α ref)
α‘t terukur + Δt = 106,7– 65,9
α‘t terukur + Δt = 40,8
● Menit ke-20
α‘t terukur + Δt = α terukur + ( Δt- α ref)
α‘t terukur + Δt = 102,3– 65,9
α‘t terukur + Δt = 40,8
● Menit ke-25
α‘t terukur + Δt = α terukur + ( Δt- α ref)
α‘t terukur + Δt = 100, 6 – 65,9
α‘t terukur + Δt = 34,7
● Menit ke-30
α‘t terukur + Δt = α terukur + ( Δt- α ref)
α‘t terukur + Δt = 94,2 – 65,9
α‘t terukur + Δt = 28,3
2.3 Perhitungan III
● Menit ke-5
α’t – (α’terukur - Δt) = x
78,8 – 44,1 = 34,7
In x = 3,547
● Menit ke-10
α’t – (α’terukur - Δt) = x
63 – 43,6 = 19,4
In x = 2,965
● Menit ke-15
α’t – (α’terukur - Δt) = x

Universitas Sriwijaya
23

53,8 – 40,8 = 13
In x = 2,564
● Menit ke-20
α’t – (α’terukur - Δt) = x
48,4 – 36,4 = 12
In x = 2,485
● Menit ke-25
α’t – (α’terukur - Δt) = x
44,2 – 34,7 = 9,5
In x = 2,251
● Menit ke-30
α’t – (α’terukur - Δt) = x
40 – 28,3 = 11,7
In x = 2,459

Universitas Sriwijaya
24

3. Lampiran Grafik

Inversi Gula Orde 1


t vs In x
4
3,5
3
2,5
In x

2
y = -0,0438x + 3,4779
1,5 R² = 0,7545
1
0,5
0
0 5 10 15 20 25 30 35
t (menit)

Universitas Sriwijaya
25

4. Lampiran Tabel
t (menit) x In x

5 34,7 3,547
10 19,4 2,965
15 13 2,564
20 12 2,485
25 9,5 2,251
30 11,7 2,459

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai