Anda di halaman 1dari 43

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI

MATEMATIS SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM


BASED LEARNING DI MTS AR-RIDHA MEDAN

PROPOSAL

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi


Syarat Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada
Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:
SUHAMRI NASUTION
NPM :1602030085

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................i

DAFTAR TABEL.............................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1

B. Identifikasi Masalah.....................................................................................6

C. Batasan Masalah...........................................................................................6

D. Rumusan Masalah........................................................................................6

E. Tujuan Penelitian..........................................................................................6

F. Manfaat Penelitian........................................................................................7

BAB II LANDASAN TEORITIS.....................................................................8

A. Kerangka Teoritis.........................................................................................8

1. Kemampuan representasi Matematis......................................................8

2. Pengertian Model Pembelajaran...........................................................11

3. Model Problem Based learning...........................................................12

4. Karakteristik Model Problem Based Learning....................................13

5. Prinsip Model Problem Based Learning..............................................14

6. Langkah Model Problem Based Learning...........................................15

B. Pemahaman Konsep Penjumlahan dan Pengurangan...........................16

1. Bilangan Bulat.........................................................................................16

2. Pemahaman Konsep Penjumlahan Bilangan Bulat.................................17

i
3. Pemahaman Konsep Pengurangan Bilangan Bulat.................................18

C. Penelitian yang Relevan.............................................................................20

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................21

A. Rancangan Penelitian.................................................................................21

B. Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................22

C. Teknik pengumpulan Data.........................................................................22

D. Instrumen Penelitian...................................................................................25

E. Teknik Analisis Data..................................................................................27

1. Analisis Data Kemampuan Representasi Matematis............................27

2. Perbedaan Kemampuan Representasi Matematis yang Diajarkan

dengan Model Problem Based Learning dan Pembelajaran

Konvensional........................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA………………………………….………………….…..35

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bentuk-bentuk Operasional Representasi Matematis................................10

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian.................................................................................21

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Representasi Matematis......................26

Tabel 3.3 Kriteria Indikator.......................................................................................28

Tabel 3.4 Kriteria N-Gein..........................................................................................29

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Langkah Problem Based Learning........................................................15

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan umumnya berarti daya – upaya untuk memajukan

bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran dan tubuh anak,

agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup yakni kehidupan dan

penghidupan anak – anak yang kita didik selaras dengan dunianya

(K.H.Dewantara, 1962). Pendidikan merupakan proses perbaikan, penguatan, dan

penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia (Moh. roqib,

2009). Berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan bergantung pada proses

pembelajran yang berlangsung di kelas.

Pendidikan juga merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam

pembangunan nasional di Indonesia. Undang – undang Sistem Pendidikan

Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan bahwa

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran dan latihan bagi perannya dimasa yang akan datang. Hal

ini dimaksudkan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi yang ada

dalam dirinya, untuk itu pemerintah diharapkan mampu memperbaiki segala

sarana yang menyangkut dengan pendidikan pada segala jenjang tentunya dengan

memperbaiki mutu pendidikan.

Manusia dalam proses pendidikan adalah inti utama. Realitas sejarah

membuktikan pada kita bahwa pendidikan dalam kultur masyarakat manapun

berkepentingan mengarahkan manusia kepada tujuan – tujuan tertentu. Jadi,

manusia dengan pendidikan tidak dapat dipisahkan, karena pada dasarnya

pendidikan diciptakan oleh manusia untuk membentuk manusia itu sendiri

1
2

Proses pembelajaran di sekolah merupakan alat kebijakan publik terbaik

sebagai upaya peningkatan pengetahuan dan skill (Caroline Hodges Persell,

1979). Selain itu banyak siswa menganggap bahwa sekolah adalah kegiatan yang

sangat menyenangkan, mereka bisa berinteraksi satu sama lain. Sekolah dapat

meningkatkan keterampilan sosial dan kesadaran kelas sosial siswa. Sekolah

secara keseluruhan adalah media interaksi antar siswa dan guru untuk

meningkatkan kemampuan integensi, skill dan rasa kasih sayang diantara mereka.

Pada akhir tahun 2019 munculnya infeksi virus yang menyebar secara

cepat, menyebar secara massif di Negara- Negara lainnya. World Healt

Organization (WHO) mengumumkan pada tanggal 11 Maret 2020 bahwa

COVID-19 dinyatakan sebagai pandemic (WHO,2020). Indonesia adalah salah

satu Negara yang terjangkit virus COVID-19. Virus ini sudah tersebar di

Indonesia pada Maret 2022 hingga hari ini sebanyak 4.270.000 kasus positif

COVID-19 di Kota Medan (Our World in Data,2022). Pandemik COVID-19

membawa pengaruh kepada semua lintas kehidupan, khususnya dunia pendidikan.

Akibat dari pandemic COVID-19, pelaksanaan pembelajaran ditutup secara

menyeluruh dan mengakitbatkan peserta didik tidak mendapatkan pembelajaran

tatap muka kurang lebih 2 tahun yang mengakibatkan kemunduran bagi peserta

didik.

Dengan kondisi tersebut, proses pembelajaran pada peserta didik haruslah

tetap berlangsung, bahkan perhatian kepada mereka diberikan lebih dari kondisi

normal. Anak didik memerlukan pendidikan untuk mengoptimalkan seluruh aspek

perkembangannya (Purwanti, 2013) demi masa depan dalam menempuh jenjang

berikutnya. Berdasarkan hasil Programme for International Student Assement


3

(PISA) pada tahun 2018 yang diterbitkan pada maret 2019 lalu pada kategori

matematika Indonesia berada di peringkat ke – 7 dari bawah (73) dengan skor rata

– rata 379 turun dari peringkat 63 pada tahun 2015. Berdasarkan dari hasil PISA

diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih dalam

kategori rendah, termasuk kemampuan anak Indonesia dalam bidang matematika.

Hal ini membukatikan ada hal – hal yang harus kita benahi dari segi proses

pembelarajan, peserta didik maupun guru.

Guru tidak hanya dituntut mampu menyampaikan materi dengan baik,

tetapi mampu memahami karakteristik siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat

tercapai. Salah satu materi pelajran di sekolah adalah matematika. Pembelajaran

matematika merupakan pembelajaran yang sangat penting bagi siswa, matematika

merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting dalam kehidupan

sehari – hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya.

Pembelajaran matematika dikatakan efektif apabila siswa memahami konsep dari

matematika dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari. Keberhasilan

proses pembelajaran matematika dapat diukur dari tercapainya tujuan

pembelajaran matematika. Keberhasilan itu dapat dilihat dari aktivitas guru yang

mampu melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga siswa menjadi aktif dan

kreatif serta pembelajran pun menjadi efektif dan menyenangkan.

Namun pada kenyataan di lapangan dapat dilihat bahwa minat belajar

siswa pada mata pelajaran matematika masih sangat rendah. Keadaan tersebut

tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang bersifat konvensional dan

tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri. Dalam kurikulum yang

berlaku sekarang ini terdapat beberapa model yang dapat dipergunakan oleh guru
4

untuk menyampaikan materi pelajaran diantaranya student Team Achievement

Division (STAD), Problem Based Learning (PBL), Discovery Learning (DL),

Pembelajaran Cooperatif dan sebagainya.

Model Pembelajaran problem based learning juga diduga dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi siswa. Problem based learning adalah

model pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan berpikir

kritis siswa, untuk membantu peserta didik terhadap pembelajaran bahkan ketika

menghadapi masalah ambigu dan untuk membantu peserta didik mengembangkan

karakter yang bertanggung jawab dan professional (Chung Shan, n.d.). Dengan

segenap pengetahuan dan kemampuan yang telah dimilikinya, siswa dituntut

untuk menyelesaikan masalah yang kaya dengan konsep – konsep matematika.

Menurut Muniroh (Muniroh, 2015) problem based learning merupakan

pembelajaran yang menuntut guru untuk bertindak sebagai fasilitator dalam

pembelajaran yang menuntut guru untuk bertindak sebagai fasilitatior dalam

pembelajaran. Peran guru dalam hal ini adalah mengembangkan kesadaran siswa

mengenai apa yang harus dilakukan dalam belajar matematika, berusaha

melibatkan siswa dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan dapat

mendorong siswa untuk bekerja sendiri (Yulia Pratiwi, 2019).

Salah satu kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa setelah

melakukan pembelajaran matematika yaitu kemampuan represantasi matematis.

Kemampuan representasi matematis dapat membantu siswa dalam membangun

konsep dan menyatakan ide – ide matematis, serta memudahkan siswa dalam

mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Sebagaimana diungkapkan

Wahyudin (Prihatin, 2013) bahwa representasi bisa membantu para siswa untuk
5

mengatur pemikirannya. Pembelajaran yang menekankan representasi matematis

adalah pembelajaran yang menuntut aktifitas mental siswa secara optimal dalam

memahami suatu konsep. Dalam pembelajaran matematika, kemampuan

representasi matematis merupakan salah satu standar yang harus dicapai oleh

siswa, tetapi pada pelaksanaanya bukan merupakan hal yang mudah untuk

merealisasikannya kepada siswa.

Kurang berkembangnya kemampuan representasi siswa tersebut dipengaruhi

oleh beberapa faktor, diantaranya pengaruh guru yang selalu mengandalkan

pembelajaran konvensional, siswa yang cenderung malas dalam

mengidentifikasikan suatu masalah, dll lebih jauh Prihatin (Risnawati, 2012)

dalam penelitiannya menyatakan bahwa kemampuan representasi matematis siswa

masih belum tertangani dengan baik dikarenakan keterbatasan pengetahuan guru

dan kebiasaan siswa dalam belajar dengan cara konvensional belum

memungkinkan bisa menumbuhkan kemampuan representasi secara optimal.

Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti mengambil inisiatif untuk melakukan

penelitian tentang “PENINGKATAN MODEL PEMBELAJARAN

PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN

REPRESENTASI MATEMATIS SISWA DI MTS AR-RIDHA MEDAN”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat diidentifikasi beberapa masalah

yaitu :

1. Guru masih menganggap bahwa representasi matematis hanya

sekedar pelengkap pembeajaran


6

2. Kemampuan representasi matematis siswa relative rendah

3. Pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar belum efektif

C. Batasan Masalah

Untuk membatasi masalah dan memberi ruang lingkup yang jelas dalam

pembahasan, maka perlu dilakukan pembatasan masalah dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. Subjek penelitian ini adalah dua kelas, di kelas VII dan VIII MTs Ar-Ridha

Medan

2. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pola Operasi Bilangan

Bulat

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana peningkatan representasi siswa ditinjau dari model pembelajaran

problem based learning di Mts Ar-ridha.

2. Bagaimana pola jawaban siswa yang diajarkan melalui Problem Based

Learning di Mts Ar-Ridha.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Meningkatnya representasi siswa dengan menggunakan model pembelajaran

Problem Based Learning.

2. Mengetahui pola jawaban siswa yang diajarkan melalui Problem Based

Learning di Mts Ar-Ridha.


7

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini diharapkan dapat

membawa manfaat sebagai berikut :

1. Bagi siswa, dapat menambah pengalaman siswa serta memperbaiki cara

berpikir dan belajar sehingga proses pembelajaran akan lebih efektif.

2. Bagi guru, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan

mode pembelajaran untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.

3. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengalaman mengenai model

pembelajaran Problem Based Learning.

4. Bagi sekolah, budaya meneliti lebih baik dan pembelajaran menjadi lebih

terarah.
BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Kerangka Teoritis

1. Kemampuan Representasi Matematis

NCTM menetapkan lima standar proses yang harus dimiliki siswa,

yaitu pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, koneksi, dan

representasi. Representasi merupakan salah satu dari lima standar proses

yang tercakup dalam NCTM. Kelima standar proses tersebut tidak bisa

dipisahkan dari pembelajaran matematika, karena kelimanya saling terkait

satu sama lain dalam proses belajar dan mengajar matematika. Standar

representasi menekankan pada penggunaan simbol, bagan, grafik dan table

dalam menghubungkan dan mengekspresikan ide-ide matematika.

Pengguna hal-hal tersebut harus dipahami siswa sebagai cara untuk

mengkomunikasikan ide-ide matematika kepada orang lain (John A Van

de Walle, 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa representasi merupakan

salah satu standar kemampuan yang harus ada dalam pembelajaran

matematika.

Standart kemampuan representasi matematis yang ditetapkan NCTM

adalah sebagai berikut:

1. Membuat dan menggunakan representasi untuk mengorganisir, mencatat,

dan mengkomunikasikanide-ide matematis.

2. Memilih, menerapkan, dan menerjemahkan representasi matematis untuk

memecahkan masalah.

3. Menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan

8
9

fenomena matematis (Mohammad Archi Maulyda, 2020)

Sejalan dengan itu, Kartini menyatakan bahwa representasi matematis

merupakan ungkapan-ungkapan dan ide-ide matematis (masalah,

pernyataan, definisi, dan lain-lain) yang digunakan untuk memperlihatkan

(mengkomunikasikan) hasil kerjanya dengan cara tertentu (cara

konvensional atau tidak konvensional) sebagai hasil interpretasi dari

pikirannya (Kartini, 2009).

Menurut Vegnaud, representasi merupakan elemen yang sangat

penting dalam teori pengajaran dan pembelajaran matematika, tidak hanya

karena penggunaan sistem-sistem simbolik yang sangat penting dalam

matematika, sintaks dan semantic yang kaya, bervariasi, dan universal,

tetapi juga untuk dua alasan epistimologi yang kuat yaitu:

1. Matematika memainkan bagian yang esensial dalam

mengkonseptualisasikan dunia nyata;

2. Matematika memberikan kegunaan yang sangat luas dari homomorpisma

dimana reduksi struktur satu sama lain merupakan hal yang esensial

(Goldin, 2002).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa representasi

matematis merupakan pengungkapan ide-ide matematika (masalah,

pernyataan, definisi, dan lain-lain) dalam berbagai cara.

Irene T. Miura membagi representasi menjadi dua macam, yaitu (1)

representasi instruksional (yang bersifat pelajaran), seperti definisi,

contoh, dan model, yang digunakan guru untuk menanamkan pengetahuan

kepada siswa; (2) representasi kognitif yang dibangun oleh siswa itu
10

sendiri sambil mereka mencoba membuat konsep matematika dapat

dimengerti atau mencoba untuk menemukan solusi dari suatu masalah

(Irene T. Miura, 2001).

Mudzakkir mengelompokkan representasi matematika kedalam tiga

bentuk, yaitu (1) representasi berupa diagram, grafik, atau table, dan

gambar; (2) persamaan atau ekspresi matematika; (3) kata-kata atau teks

tertulis (Andri Suryana, 2012). Kemudian ketiga bentuk representasi

tersebut diuraikan ke dalam bentuk-bentuk operasional sebagai berikut:

Tabel 2.1 Bentuk-bentuk Operasional Representasi Matematis

No. Representasi Bentuk-bentuk Operasional

1. Representasi visual:  Menyajikan kembalidata atau informasi


a. Diagram, grafik, atau dari suatu representasi ke
table representasidiagram, grafik atau table
 Menggunakan representasi visual untuk
menyelesaikan masalah

b. Gambar  Membuat gambar pola-pola geometri


 Membuat gambar bangun geometri untuk
memperjelas masalah dan memfasilitasi
penyelesaiannya
2. Persamaan atau ekspresi  Membuat persamaan atau model
matematis matematika dari representasi lain yang
diberikan
 Penyelesaian masalah yang melibatkan
ekspresi matematis
3. Kata-kata atau teks  Membuat situasi masalah berdasarkan data-
tertulis data atau representasi yang diberikan
 Menuliskan interpretasi dari suatu
representasi
11

 Menuliskan langkah-langkah penyelesaian


masalah matematis dengan kata-kata
 Menyusun cerita yang sesuai dengan suatu
representasi yang disajikan
 Menjawab soal dengan menggunakan kata-
kata atau teks tertulis.
Berdasarkan seluruh uraian mengenai representasi matematis di atas,

kemampuan representasi matematis adalah kemampuan menyatakan ide

matematis dalam bentuk grafik, ekspresi matematis dan teks tertulis.

2. Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah pendekatan spesifik dalam mengajar

yang dirancang untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan

berpikir dan memperoleh pemahaman mendalam tentang materi secara

spesifik. Model pembelajaran terdiri dari serangkaian langkah bertujuan

untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran yang spesifik (Al

Krismanto, 2013).

Menurut Joyce (1994), model pembelajaran adalah suatu

perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran dalam tutorial dan

untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk

didalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum dan lain-lain.

Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran

mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta

didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.


12

Menurut Udin (dalam Hermawan, 2006:3) model pembelajaran

adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis

dalam mengorganisirkan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar tertentu. Model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi para

perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan serta

melaksanakan aktivitas pembelajaran (Shilphy A. Octavia, 2020).

Menurut Trianto (dalam Gunarto, 2013:15) model pembelajaran

adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman

dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran tutorial.

Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan

digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap

dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan

kelas. Jadi model pembelajaran adalah prosedur atau pola sistematis yang

digunakan sebagai pedoman untuk mencapai tujuan pembelajaran di

dalamnya terdapat strategi, teknik, metode bahan, media dan alat (Shilphy

A. Octavia, 2020).

Berdasarkan uraian pengertian model pembelajaran diatas, maka

dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu kerangka

metode atau koseptual yang didalamnya terdapat serangkaian materi ajar

yang meliputi segala fasilitas yang digunkan guru dan diterapkan dalam

proses kegiatan belajar mengajar dengan tujuan untuk mengetahui apakah

kegiatan proses pembelajaran sudah tercapai atau belum.

3. Model Problem Based Learning


13

Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris

problem based learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang

dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan

masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat

menyelesaikannya. Problem based learning (PBL) atau Pembelajaran

Berbasis Masalah adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya

permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar

berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh

pengetahuan (Duch, 2001). Problem based learning dapat dikatakan

sebagai salah satu bentuk pengembangan kurikulum dan system

pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi pemecahan

masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan

menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah

permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik (Herminarto

Sofyan, 2017). Problem based learning dapat dikatakan sebagai salah satu

bentuk pengembangan system pengajaran yang mengembangkan secara

simultan strategi pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan

keterampilan dengan menempatkan para peserta didik dalam perang aktif

sebagai pemecah permasalahan sehari-hari yang tidak terstruktur dengan

baik.

Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan

melakukan kerja kelompok antar peserta didik. Peserta didik menyelidiki

sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya

dibawah petunjuk fasilitato (guru). Pembelajaran Berbasis Masalah


14

menyarankan kepada peserta didik untuk mencari atau menentukan

sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Dalam hal ini, peserta didik

lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit

bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional,

peserta didik lebih diperlukan sebagai penerima pengetahuan yang

diberikan secara terstruktur oleh seorang guru (Herminarto Sofyan, 2017).

4. Karakteristik Model Problem Based Learning

Menurut Arends (Richard I. Arends, 2008) mengidentifikasi empat

karakteristik pembelajaran berbasis masalah, antara lain:

1). Pengajuan masalah. Masalah yang diajukan harus autentik diajukan

dengan mengacu pada kehidupan nyata. Guru dapat membantu

peserta didik untuk belajar memecahkan masalah dengan memberi

tugas yang memiliki konteks kehidupan.

2). Keterikatan dengan disiplin ilmu lain. Walaupun pembelajaran berbasis

masalah ditunjukan pada suatu bidang ilmu tertentu, tetapi dalam

pemecahan masalah actual peserta didik dapat menyelidiki dari

berbagai ilmu.

3). Menyelidiki masalah autentik. Dalam pembelajaran berbasis masalah

diperlukan penyelidikan masalah tersebut seperti menganalisa dan

merumuskan masalah, mengembangkan hipotesis, meramalkan,

mengumpulkan, menganalisis informasi dan melaksanakan eksperimen

jika diperlukan dan membuat kesimpulan.


15

4). Kolaborasi. Model ini dicirikan dengan kerja sama dalam satu tim,

kerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas kompleks dan

meningkatkan temuan dan dialog pengembangan keterampilan berpikir

dan keterampilan social.

5. Prinsip Model Problem Based Learning

Menurut Romauli (Maya Yulita, 2013) sebagai strategi

pembelajaran Problem Based Learning dibangun atas empat prinsip

pembelajaran modern yaitu:

1). Konstruktif adalah proses aktif dalam memahami, dimana seseorang

secara aktif membangun dan mengatur pengetahuannya sendiri.

2). Mandiri atau selfdirected learning merupakan proses dimana seseorang

memainkan peran aktif peran aktif dalam belajarnya sendiri dengan

atau tanpa bantuan orang lain.

3). Kolaboratif merupakan proses interaksi dari beberapa orang yang

menghasilkan efek positif.

4). Konstektual berarti belajar sesuai dengan konteks kehidupan nyata

sehingga sesuai dengan keperluan dimasa mendatang.

6. Langkah Problem Based Learning

Berdasarkan prinsip dasar diatas dapat diterangkan secara umum

terdapat lima langkah utama dalam penerapan problem based learning.

Laangkah-langkah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

TAHAP 1 Mengorientasikan peserta didik


terhadap masalah
16

TAHAP 2 Megorganisasi peserta didik untuk


belajar

TAHAP 3 Membimbing penyelidikan individual


maupun kelompok

TAHAP 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil


karya

TAHAP 5 Menganalisis dan mengevaluasi


proses pemecahan masalah

Gambar 2.1Langkah Problem Based learning


Pada dasarnya, problem based learning diawali dengan aktivitas

peserta didik untuk menyelesaikan masalah tersebut berimplikasi pada

terbentuknya keterampilan peserta didik dalam menyelesaikan masalah

dan berpikir kritis serta sekaligus membentuk pengetahuan baru

(Herminarto Sofyan, 2017).

B. Pemahaman Konsep Penjumlahan dan Pengurangan

1. Bilangan Bulat

Dalam mempelajari ilmu matematika tentu tidak akan lepas dari bermacam

bilangan termasuk bilangan bulat. Untuk memahami bilangan bulat maka perlu

pemahaman mengenai bilangan pada suatu garis bilangan. Bilangan bulat

merupakan gabungan antara bilangan asli, dengan bilangan – bilangan negatifnya

serta bilangan nol (Darhim, 1991).

Bilangan bulat fapat dikelompokkan ke dalam bilangan positif yang

merupakan bilangan asli, bilangan nol serta bilangan bulat negative. Suatu
17

bilangan yang tidak bertanda dapat diartikan bahwa bilangan tersebut adalah

positif. Misalnya angka 7, bilangan tersebut jelas merupakan bilangan bulat positif

dikarenakan memiliki tanda (+) walaupun didepannya tidak tertulis. Bilangan

bulat negatif merupakan lawan dari bilangan bulat positifnya. Misalnya lawan dari

bilangan 7 adalah -7.lambang negatif suatu bilangan adalah menunjukkan pada

kedudukan bilangan tersebut yang berada di sebelah kiri dari titik pangkal suatu

garis bilangan sejauh bilangan itu sendiri. Kedudukan suatu bilangan pada garis

bilangan ditentukan oleh tanda bilangannya. Besarnya suatu bilangan sangat

ditentukan oleh bilangannya serta ditentukan pula oleh macam tandanya.

Misalnya bilangan -2 tentu akan lebih besar dari -7.

Dalam memahami konsep awal bilangan bulat perlu adanya pembelajaran

di mana siswa berkedudukan sebagai subjek yang aktif membangun

pengetahuannya sendiri.

2. Pemahaman Konsep Penjumlahan Bilangan Bulat

Konsep penjumlahan bilangan bulat sering desebut penjumlahan bilangan

bulat. Menjumlah berarti menggabungkan dua bilangan atau lebih. Di dalam

mengoperasikan penjumlahan bilangan bulat sering digunakan tanda (+) dan tanda

(-). Seperti yang kita ketahui tanda (+) atau (-) pada suatu bilangan adalah

merupakan pentunjuk akan kedudukan dari bilangan itu pada suatu garis bilangan

terhadap 0 atau titik pangkal.

Konsep penjumlahan bilangan bulat memiliki beberapa sifat yang penting

untuk ditemukan sendiri oleh siswa, sifat-sifat tersebut menurut (Darhim, 1991)

adalah sebagi berikut

a. Sifat tertutup
18

Penjumlahan bilangan bulat dengan bilangan bulat yang lain akan

menghasilkan bilangan bulat kembali. Aturan ini yang seringkali

disebut sebagai aturan sifat tertutup dari operasi penjumlahan bilangan

bulat.

b. Sifat pertukaran

Contoh sifat ini bahwa a + b = b + a apabila a dan b bilangan bulat.

Siswa dapat memahami sifat ini dengan menjumlahkan sembarang

bilangan bulat yang mereka pilih. Kemudia setelah siswa dapat

menyebutkan hasilnya, siswa diminta untuk menukarkan pasangan

penjumlahan dua bilangan tadi. Apabila hasilnya sama maka sifat ini

memang terbukti.

c. Sifat pengelompokkan

Sifat pengelompokkan menerangkan bahwa, (a + b) + c = a + (b + c)

apabila a, b, dan c adalah bilangan-bilangan bulat. Untuk setiap tiga

bilangan bulat jumlahnya tidak akan berubah. Sekalipun bilangan

pertama dan kedua dilakukan penjumlahan terlebih dahulu atau

bilangan kedua dan ketiga.

d. Sifat bilangan no

Sifat bilangan nol dapat ditunjukkan apabila terjadi penjumlahan

sembarang bilangan bulat dengan bilangan nol. Bilangan nol adalah

merupakan unsur identitas dari setiap bilangan bulat apabila

dijumlahkan dengan nol maka akan didapatkan hasil yang sama

dengan bilangan itu sendiri.


19

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman

konsep penjumlahan bilangan bulat adalah kemampuan untuk menguasai

konsep penjumlahan bilangan bulat dengan baik dan benar, sehingga dapat

menggunakan konsep tersebut untuk menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan operasi penjumlahan bilangan bulat.

3. Pemahaman Konsep Pengurangan Bilangan Bulat

Konsep pengurangan bulat merupakan materi yang harus dipelajari dan

dipahami oleh siswa. Pengurangan merupakan salah satu bentuk operasi hitung

yang ada pada bilangan bulat. Secara umum, jika a + b = c, maka yang dimaksud

dengan b = c – a ialah bilangan yang jika ditambahkan ke a menghasilkan c.

Proses mencari b ini dinamakan pengurangan. Kalau kita inginkan suatu system

bilangan yang tertutup terhadap pengurangan, haruslah kita defenisikan bilangan-

bilangan baru yang dinamakan bilangan bulat negatif (Andi Hakim Nasution,

1982). Pengurangan bilangan bulat dapat diibaratkan sebagai penambahan dengan

lawan bilangan pengurangannya. Untuk memahami konsep pengurangan bilangan

bulat dapat menguunakan garis bilangan. Adanya bilangan bulat positif dan

negatif memungkinkan terjadinya pengurangan bilangan bulat dengan bentuk:

a) Pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif,

misalnya 2 – 5. Untuk menyelesaikan operasi pengurangan tersebut

mungkin siswa dapat menggunakan garis bilangan sehingga mudah

untuk menemukan hasilnya.

b) Pengurangan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif,

misalnya 4 – (-6).
20

c) Pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat positif,

misalnya -3 – 4.

d) Pengurangan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif,

misalnya -4 – (-7).

Pemahaman konsep pengurangan bilangan bulat diperlukan siswa untuk

menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan bilangan bulat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman

konsep pengurangan bilangan bulat adalah kemampuan untuk menguasai

konsep pengurangan terhadap bilangan bulat secara benar, sehingga dapat

menggunakan konsep tersebut untuk menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan operasi pengurangan bilangan bulat.

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan diambil sebagai refrensi yang menjadi acuan

dalam melakukan penelitian ini adalah :

1. Daryono yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Hadap

Masalah Ditinjau Dari Kemampuan Representasi Matematis Siswa” bahwa

rata rata gain kemampuan representasi siswa pada kelas pembelajaran

berbasis hadap masalah lebih tinggi dari pada kelas pembelajaran

konvensional. Rata-rata gain pada kelas pembelajaran berbasis hadap


21

masalah adalah 0,605, sedangkan rata-rata gain pada kelas konvensional

adalah 0,434.

2. Selvy Dwi Utami yang berjudul “Efektifitas Penerapan Problem Based

Learning Ditinjau dari Kemampuan Representasi Matematis” bahwa data

tes kemampuan representasi matematis siswa diperoleh zhitung sebesar -2,75

kurang dari ztabel yaitu 1,64 maka tolak H1 dan terima H0, sehingga

presentase siswa yang memiliki kemampuan representasi matematis

dengan baik pada model PBL tidak lebih dari 60%.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang peneliti gunakan dalam peneliti ini

adalah penelitian eksperimen semu (quasi experimental) (Nana Syaodih

Sukmadinata, 2011). Rancangan ini tidak memungkinkan peneliti melakukan

pengontrolan penuh terhadap factor lain yang mempengaruhi variabel dan kondisi

eksperimen.
22

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis desain Control Group Pre-

test-Post-test Design. Penelitian ini melibatkan dua kelas, yaitu kelas eksperimen

dan kelas kontrol. Pada tahap awal kedua kelompok akan diberikan soal pre-test

untuk mengetahui kemampuan dasar siswa kemudian pada tahap pembelajaran

kedua kelompok akan diberikan perlakuan yang berbeda yaitu kelas eksperimen

diberikan perlakuan dengan menerapkan model Problem Based Learning

sedangkan kelas kontrol diberikan perlakuan dengan menerapkan pembelajaran

konvensional. Setelah diberikan perlakuan, masing-masing kelompok akan

diberikan post-test untuk mengetahui perubahan kemampuan representasi

matematis siswa setelah diterapkan perlakuan tersebut. Adapun desain

penelitiannya sebagai berikut:

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Post-test

Eksperimen O1 X O2

Kontrol O1 - O2

Keterangan:

O1 = pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol


O2 = postest kelas eksperimen dan kelas kontrol
X = Pembelajaran melalui model Problem Based Learning

B. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh

siswa MTs Ar-Ridha dan yang menjadi sampel adalah kelas VII dan VIII.

Penelitian ini menggunakan simple random sampling, karena pengambilan

anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak dimana peneliti memilih
23

sampel dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua anggota sampel

(Sugiyono, 2014). Asumsi tersebut didasarkan pada alas an bahwa siswa yang

menjadi objek penelitian duduk pada tingkat yang sama dan pembagian kelas

tidak berdasarkan kecerdasan maupun rangking siswa.

C. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat tiga tahapan besar pada prosedur pengumpulan data yang peneliti

lakukan, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini peneliti melakukan beberapa kegiatan, diantaranya

mengidentifikasi masalah penelitian, mengikuti seminar proposal, kegiatan

tersebut termasuk studi pendahuluan. Selanjutnya peneliti menggunakan

perangkat pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran yang akan digunakan

dalam peneliti ini dan instrument tes representasi matematis kemudian

mengkonsultasinya kepada pembimbing.

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini berupa

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD),

bahan ajar, buku paket, dan soal tes. Adapun kualitas perangkat pembelajaran:

a. Validasi

Perangkat pembelajaran berbasis model Problem Based Learning terlihat

dari penilaian validator, tingkat validitas RPP berada pada kriteria baik dengan

skor rata-rata 4,10. Tingkat validitas LKPD berada pada kriteria sangat baik

dengan skor rata-rata 4,32. Tingkat validitas bahan ajar berada pada kriteria sangat

baik dengan skor rata-rata 4,38. Dan tingkat validitas lembar evaluasi berada pada

kriteria sangat baik dengan skor rata-rata 4,37.


24

Keseluruhan perolehan nilai rata-rata menunjukkan perangkat

pembelajaran berada pada kriteria valid sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan dan antara komponrn dalam perangkat pembelajaran yang

dikembangkan konsisten saling mendukung satu sama lain. Hal ini menunjukkan

bahwa perangkat pembelajaran berbasis Problem Based Learning untuk

meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa valid berdasarkan isi,

sesuai dengan silabus materi bilangan. Dan juga valid berdasarkan konstruk,

sesuai dengan karakteristik atau prinsip kurikulum 2013 serta valid berdasarkan

bahasa sesuai dengan kaidah bahasa berlaku

b. Kepraktisan Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikatakan praktis

apabila praktisi menyatakan secara teori bahwa perangkat tersebut dapat

diterapkan dan dilekasakan secara nyata di lapangan. Selain itu kriteria

praktis juga dilihat dari respon guru sehingga perangkat pembelajaran

yang dikembangkan dikatakan peraktis atau mudah digunakan.

2. Tahap Pelaksanaan

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu

menentukan populasi dan sampel yang akan dijadikan subjek penelitian,

kemudian peneliti mengurus surat izin ke Fakultas untuk diserahkan

kepada pihak sekolah dan meminta izin kepada pihak sekolah untuk

melakukan penelitian pada sekolah tersebut. Selanjutnya menentukan

kelas eksperimen dan kelas kontrol, diberikan simulasi awal terhadap

pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning dengan


25

materi bilangan dan dilanjutkan dengan pemberian pratest pada setiap

kelas.

Kegiatan selanjutnya adalah pemberian perlakuan pada setiap kelas

masing-masing berupa pembelajaran dengan model Problem Based

Learning pada kelas ekperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas

kontrol pada sekolah tersebut. Setelah kegiatan pembelajaran telah selesai

dilakukan, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan posttest dengan

tujuan melihat peningkatan kemampuan representasi matematis siswa

setelah memperoleh pembelajaran dengan model Problem Based Learning

dan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa dengan

pembelajaran konvensional.

3. Tahap pengumpulan data

Data diperoleh dari hasil tes kedua kelompok sampel dengan

pemberian tes representasi matematis yang sama, yang dilakukan pada

akhir pokok bahasan materi yang telah dipelajari.

1. Variabel yang diteliti

Variabel bebas: Pendekatan pembelajaran Problem Based


Learning
Variabel terikat: Kemampuan representasi matematis siswa

2. Sumber data

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa yang menjadi sampel

penelitian.
26

D. Instrumen Penelitian

Adapun instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah

perangkat pembelajaran dan instrument pengumpulan data.

1.Lembar Soal Tes Kemampuan Representasi Matematis

Untuk keperluan pengujian hipotesis penelitian, maka dalam hal ini

perlu adanya instrument penelitian. Instrumen penelitian pada penelitian

ini menggunakan teknik tes. Tes digunakan untuk mengukur penguasaan

dan kemampuan yang dicapai siswa dalam berbagai bidang pengetahuan

instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan

representasi matematis siswa.

Soal tes yang dimaksud disini adalah soal-soal yang akan

diberikan peneliti kepada siswa yang disusun dalam bentuk uraian. Tes ini

digunakan sebanyak dua kali yaitu Pre-test dan Post-test. Pre-test

diberikan sebelum pembelajaran berlangsung yang disusun dalam bentuk

uraian yang berjumlah dua butir soal dengan tujuan untuk mengetahui

kemampuan awal siswa, dan pada pertemuan terakhir diberikan Post-test

yang disusun dalam bentuk uraian berjumlah dua butir soal.

Instrument tes kemampuan representasi matematis dikembangkan

dan dimodifikasi dari materi atau bahan ajar pada pokok bahasan Pola

Bilangan. Skor untuk setiap soal kemampuan representasi matematis

memiliki bobot maksimum 9 dan yang terbagi dalam 3 komponen

kemampuan yaitu: kemampuan menyajikan data atau informasi dari suatu

masalah ke representasi gambar, diagram, grafik atau tabel, menyelesaikan


27

masalah yang melibatkan ekspresi matematika dan menuliskan langkah-

langkah penyelesaian masalah matematika dengan deskripsi.

Untuk menghindari masuknya unsur subjektivitas dari penilai,

maka system skoringnya dilakukan dengan cara membuat pedoman

skoring terlebih dahulu sebelum tes diujikan. Teknik pemberian skor untuk

soal uraian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Representasi

Matematis

Aspek yang diamati Indikator Skor

Menyajikan data Menyajikan data atau informasi ke representasi 3


atau informasi dari gambar
suatu masalah ke
representasi gambar
Menyajikan data atau informasi ke representasi 2
gambar yang hamper benar
Data atau informasi yang fapat disajikan ke 1
representasi gambar salah
Tidak ada jawaban 0

Menyelesaikan Menyelesaikan masalah yang melibatkan ekspresi 3


masalah yang matematis dengan benar
melibatkan ekspresi
matematis
Menyelesaikan masalah yang melibatkan ekspresi 2
matematis tetapi penyelesaian kurang benar
Menyelesaikan masalah yang melibatkan ekspresi 1
matematis tetapi penyelesaian salah
Tidak ada jawaban 0

Menuliskan langkah- Penjelasan secara matematis dengan jelas dan 3


langkah tersusun secara logis
28

penyelesaian
masalah dengan
deskripsi
Penjelasan secara matematis tetapi tidak tersusun 2
secara logis
Hanya sedikit penjelasan (hanya diketahui dan 1
ditanya)
Tidak ada jawaban 0

E. Teknik Analisis Data

Tahap yang paling penting dalam suatu penelitian adalah tahap pengolahan

data, karena pada tahap ini hasil penelitian dirumuskan setelah semua data

terkumpul maka untuk mendeskripsikan data penelitian dilakukan perhitungan

sebagai berikut:

1. Analisis Data Kemampuan Representasi Matematis

Untuk teknik analisis data yang digunakan dalam kemampuan

representasi matematis siswa adalah sebagai berikut

a. Rubrik penskoran tes kemampuan representasi matematis.

Adapun rubri yang digunakan untuk penskoran kemampuan representasi

matematis dapat dilihat pada Tabel 3.2 rubrik penskoran kemampuan representasi

matematis.

b. Menghitung hasil tes evaluasi tiap siswa digunakan rumus

Untuk menghitung hasil tes evaluasi tiap siswa digunakan rumus:

skor yang dicapai siswa


skor kemampuan repre sentasi matematis= × 100 %
jumlah skor maksimal
29

Skor nol sampai 2 dikategorikan sebagai rendah dan skor 3 dikategorikan

sangat baik.

c. Menghitung skor rata-rata hasil evaluasi

Skor rata-rata kemampuan representasi matematis dihitung

menggunakan rumus (Sudjana, 2005a):

( x )=
∑ xi
n

Keterangan :

x : rata-rata skor kemampuan representasi matematis siswa

∑ xi : jumlah skor kemampuan representasi matematis

n : banyaknya siswa

Tabel 3.3 Kriteria Indikator

Presentase (%) Interpresentasi

Indikator ≥ 70 Tinggi

30 ≤ Indikator < 70 Sedang

Indikator < 30 Rendah

d. Pengujian dengan Gain Score

Peningkatan kemampuan Representasi matematis siswa antara sebelum

dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g factor (Gian score

ternormalisasi), yaitu:
30

posttest score− pretest score


N−gian=
ideal score− pretest score

Tabel 3.4 Kriteria N-gain (Harun Al Rasyid, 1993).

Skor Gian Interpretasi

g ≥ 0,7 Efektivitas tinggi

0,3 ≤ g < 0,7 Efektivitas sedang

g < 0,3 Efektivitas rendah

e. Pengujian dengan t paired

Menentukan rata-rata

B=
∑B
n

Menentukan simpangan baku

S B=
√ 1
n−1
¿¿

Menghitung nilai t paired

B
t=
SB
√n
Keterangan :

B = rata-rata beda kelas

S B = Simpangan Baku

n = banyak siswa
31

2. Perbedaan Kemampuan Representasi Matematis yang Diajarkan


dengan Model Problem Based Learning dan Pembelajaran
Konvensional.

Analisis data pada tahap ini menggunakan uji statistic, data

kemampuan representasi matematis siswa merupakan data berskala

ordinal. Data berskala ordinal sebenarnya merupakan data kualitatif atau

bukan angka sebenarnya. Dalam prosedur statistic seperti regresi, korelasi

person, uji-t dan lain sebagainya, mengharuskan data berskala interval.

Oleh karena itu, data kemampuan representasi matematis siswa harus

diubah ke dalam bentuk interval dengan menggunakan MSI (Method

Successive Interval) (Harun Al Rasyid, 1993). Metode Suksesif Interval

(MSI) merupakan proses mengubah data ordinal menjadi data interval.

Ada dua cara dalam mengubah data ordinal menjadi data interval yaitu

dengan perhitungan manual dan prosedur dalam Excel.

Adapun langkah dalam melakukan konversi dengan MSI secara

manual adalah sebagai berikut:

a) Menghitung frekuensi setiap skor

b) Menghitung proporsi

c) Menghitung proporsi komulatif

d) Menghitung nilai Z

e) Menghitung nilai densitas fungsi Z

f) Menghitung scale value

g) Menghitung pengskalaan
32

Berdasarkan hasil penskalaan data ordinal menjadi data interval,

kriteria kemampuan representasi matematis siswa juga berubah sesuai

dengan skala interval yang diperoleh. Sehingga, skor kemampuan

representasi matematis diakumulasikan agar mendapatkan skor

kemampuan representasi matematis setiap siswa.

Adapun data yang diolah untuk penelitian ini adalah data tes awal

(Pretest) dan data tes akhir (Postes). Selanjutnya data tersebut diuji

dengan menggunakan uji-t pada taraf signifikan α = 0,05. Seiring dengan

uji-t yang digunakan, maka prosedur yang digunakan adalah sebagai

berikut.

1. Mentabulasi Data ke dalam Daftar Distribusi

Untuk menghitung tabel distribusi frekuensi dengan panjang kelas yang

sama menurut Sudjana (Sudjana, 2005) terlebih dahulu ditentukan:

a) Rentang (R) adalah data terbesar – data terkecil

b) Banyak kelas interval (K) = 1+3,3 log n

Rentang
c) Panjang kelas interval (P) =
Banyak kelas

d) Pilih ujung bawah kelas interval pertama. Untuk ini bias diambil

sama dengan data terkecil atau nilai data yang lebih kecil dari data

terkecil tetapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas yang

telah ditentukan. Selanjutnya daftar diselesaikan dengan

menggunakan harga-harga yang telah dihitung

e) Menentukan nilai rata-rata (x ) dan simpangan baku S


33

Menghitung rata-rata skor Pre-test dan Post-test masing-masing

kelompok dengan rumus:

x=
∑ f i xi
∑ fi

Keterangan:

x = Skor rata-rata siswa


fi = Frekuensi kelas interval data
xi = Nilai tengah.

Menghitung simpangan baku masing-masing kelompok dengan rumus:


S= n ∑ f i xi ²−¿ ¿ ¿ ¿

Keterangan:

S = Simpangan baku.

fi = Frekuensi kelas interval data

xi = Nilai tengah

f) Menguji Normalitas Data dengan menggunakan Statistik Chi-

Kuadrat ( X 2 ), menurut Sudjana dengan rumus (Sudjana, 2005):


k
(Oi−Ei ) ²
X =∑
2

i=1 Ei

Keterangan:
2
X = Statistik chi-kuadrat
k = Banyak kelas
O i = Frekuensi pengamatan
Ei = Frekuensi yang diharapkan
34

Langkah berikutnya adalah membandingkan X 2 hitung dengan X 2 tabel

dengan taraf signifikan ∝=0,05 dan derajat kebebasan (dk) = n-1, dengan

kriteria pengujian adalah tolak H0 jika X 2 ≥ X 2 (1-a)(n-1), dalam hal lainnya H0

diterima.

Hipotesis dalam uji kenormalan data adalah sebagai berikut:

H0 : Sampel berdistribusi normal

H1 : Sampel tidak berdistribusi normal.

g) Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui peningkatan

kemampuan representasi matematis siswa kelas eksperimen dengan

peningkatan representasi matematis siswa setelah masing-masing kelas

dilakukan perlakuan yang berbeda. Statistic yang digunakan uji paired t

test sedangkan pada pengujian hipotesis kedua digunakan independent t

test. Adapun rumusan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternative (H1)

adalah sebagai berikut:

Hipotesis Pertama, yaitu:

H0 μ2=μ ₁ : Kemampuan Representasi matematis siswa tidak meningkat secara

signifikan setelah dilakukan dengan model Problem Based Learning

pada siswa MTs Ar-Ridha Medan.


35

H1 μ2 > μ ₁ : Kemampuan Representasi matematis siswa meningkat secara

signifikan setelah dilakukan dengan model Problem Based Learning

pada siswa MTs Ar-Ridha Medan.

Hipotesis Kedua, yaitu:

H0 μ2=μ ₁ : Peningkatan Kemampuan Representasi matematis siswa pada

materi Bilangan yang dilakukan dengan model Problem Based

Learning pada siswa MTs Ar-Ridha Medan sama dengan

Peningkatan Kemampuan Repesentasi matematis siswa dengan

model Konvensional.

H1 μ2 > μ ₁ : Peningkatan Kemampuan Representasi matematis siswa pada

materi Bilangan yang dilakukan dengan model Problem Based

Learning pada siswa MTs Ar-Ridha Medan lebih baik dari

Peningkatan Kemampuan Repesentasi matematis siswa dengan

model Konvensional.
DAFTAR PUSTAKA

Al Krismanto. (2013). Beberapa Teknik, Model, Dan Strategi Dalam

Pembelajaran Matematika. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat

Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat Pengembangan Penataran

Guru (PPPG) Matematika,.

Andi Hakim Nasution. (1982). Landasan Matematika. Bhratara.

Andri Suryana. (2012). Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Lanjut

(Advanced Mathematical Thinking) dalam Mata Kuliah Statistika

Matematika 1. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan

Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UNY.

Caroline Hodges Persell. (1979). Educations and Inequality (The Free Press

(ed.)). The Roots and Results of Strattification in America’s Schools.

Chung Shan. (n.d.). “Applying Problem-based Learning (PBL) in University

English Translation Classes. The Journal of International Management

Studies, Vol 7.

Darhim. (1991). Pendidikan Matematika 2. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.

Duch. (2001). The power of problembased learning. Sterling. VA: Stylus.

Goldin, G. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem

Solving, dalam Lyn D. English. Lawrence Erlbaum Associates.

Harun Al Rasyid. (1993). Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala.

36
37

Program pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Herminarto Sofyan. (2017). PROBLEM BASED LEARNING DALAM

KURIKULUM 2013. UNY Press.

Irene T. Miura. (2001). The Influence of Language on Mathematical

Representations.

John A Van de Walle. (2010). Elementary and Middle School Mathematics:

Teaching Developmentally Seventh Edition. Pearson.

K.H.Dewantara. (1962). Karja K.H. Dewantara Bagian Pendidikan (1st ed.).

Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Kartini. (2009). Peranan Representasi dalam Pembelajaran Matematika. Makalah

disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika,

Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UNY.

Maya Yulita. (2013). Pengaruh Metode Problem Based Learning terhadap Proses

Pembelajaran dan Peningkatan softskil mahasiswa akutansi.

http://jurnal.umrah.ac.id/

Moh. roqib. (2009). Ilmu Pendidikan Islam. 1 ed (PT LKiS Pr).

Mohammad Archi Maulyda. (2020). PARADIGMA PEMBELAJARAN

MATEMATIKA BERBASIS NCTM. CV.IRDH.

Muniroh. (2015). Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013.

LKis Pelangi Aksara.

Nana Syaodih Sukmadinata. (2011). Metode Penelitian Pendidikan,. Remaja


38

Rosdakarya.

Prihatin, S. (2013). Model Penilaian Pencapaian Kompetensi Peserta Didik

Sekolah Menengah Pertama (Kementrian).

Purwanti, F. (2013). Peningkatan Kemampuan Berhitung Melalui Permainan

Balok Angka Pada Anak Kelompok B Di TK Universal Ananda Kecamatan

Patebon Kendal. Jurnal Pendidikan, 41–42.

Richard I. Arends. (2008). Learning to Teach. Pustaka Pelaja.

Risnawati. (2012). Pengaruh Pembelajaran Dengan Pendekatan Induktif-Deduktif

Berbantuan Program Cabri Geometri Terhadap Peningkatan Kemampuan

Representasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama.

Shilphy A. Octavia. (2020). Model model pembelajaran. CV.Budi Utama.

Sudjana. (2005a). Metoda Statistika. Tarsito.

Sudjana. (2005b). Metode Statistika. Tastiso.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. alfabeta.

Yulia Pratiwi. (2019). EFEKTIFITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING

DITINJAU DARI KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS

SISWA. Jurnal Pendidikan Matematika, 7, 443.

Anda mungkin juga menyukai