Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.

2
NAMA : MARIA BEATA MANEK
CGP : ANGKATAN 7
SEKOLAH : SDK TUABAO
KAB : SIKKA

SALAM dan BAHAGIA!

Disini saya akan memberikan Refleksi saya terkait Modul 2.2. Jurnal refleksi dwi mingguan ini
merupakan salah satu tugas yang harus dibuat oleh Calon Guru Penggerak (CGP) pada pendidikan
guru penggerak. Jurnal refleksi dwi mingguan adalah sebuah tulisan tentang refleksi diri saya setelah
mengikuti sebuah kegiatan pelatihan yang ditulis secara rutin setiap dua mingguan yang wajib
dilakukan oleh para CGP. Pada bagian ini, sebagai CGP saya akan merefleksikan seluruh rangkaian
kegiatan selama saya mempelajari modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Dan Emosional, dengan
model refleksi 4F (Fact, Feeling, Findings, Future) yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway.
 Fact (Peristiwa)
Setelah melewati paket modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi untuk memenuhi
kebutuhan belajar murid hingga tanggal 21 Februari 2023, selanjutnya saya mengikuti
pembelajaran modul 2.2 tentang pembelajaran sosial dan emosional yang dijadwalkan dari
tanggal 23 Februari sampai 8 Maret 2023 melalui LMS Pendidikan Guru Penggerak.
Pembelajaran modul 2.2 ini seperti biasa sesuai alur MERDEKA, yakni dimulai dari tahap
aktivitas yang di Mulai Dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi
Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi Antar Materi, dan Aksi Nyata. Pada tanggal 28
Februari dan 1 Maret 2023 diadakan kegiatan ruang kolaborasi yang dipandu oleh Ibu Ermelinda
Adelgundis, S.Pd selaku fasilitator. Dalam kegiatan ruang kolaborasi pertama kami dibagi
kelompok untuk mengerjakan LK 3.1 dan LK 3.2, dimana disetiap LK kami membuat ide
implementasi pembelajaran sosial dan emosional untuk guru dan murid, pada kegiatan pertama
ini diawal kegiatan saya masih mengikuti kegiatan tersebut, dipertengahan saya tidak fokus lagi
untuk mengikuti kegiatan tersebut, karena bersamaan dengan Doa Peringatan 5 Tahun Bapak
Mantu saya, saya hanya berkolaborasi dengan teman kelompok saya di LK 3.1 serta LK 3.2
tentang ide penguatan kompetensi sosial dan emosional untuk rekan pendidik dan tenaga
kependidikan (PTK) di sekolah bersama rekan CGP angkatan 7. Kebetulan saat itu, saya
sekelompok dengan Ibu Gunda. dan Ibu Lili, sehingga Beliau berdua yang melanjutkan untuk
mengerjakan LK 3.2, Setelah selesai Misa, ada WA dari salah satu Rekan kelompok saya untuk
membuat grup WA kelompok untuk berdiskusi lanjutan LK 3.2 yang belum selesai, kemudian
kami mulai berdiskusi di WA hingga selesai, dan kami siap untuk mempresentasikan hasil diskusi
kami berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul 2.2 tentang pembelajaran sosial dan
emosional. Dari tugas diskusi ruang kolaborasi tersebut Pada tanggal 01 Maret 2023, kelompok
saya diberi kesempatan kedua oleh Ibu Ermelinda Adelgundis, S.Pd. selaku fasilitator untuk
mempresentasikan hasil diskusi ruang kolaborasi. Sebenarnya kami yang kelompok pertama,
mengingat teman kelompok kami yang pertama presentasi kesehatannya kurang fit, sehingga
kami menjadi kedua untuk mempresentasikan hasil kami. Dari hasil presentasi tersebut, kelompok
saya mendapat apresiasi dari rekan-rekan CGP angkatan 7 lainnya. Tiada hal yang sempurna dari
tugas yang kami kerjakan, tentu saran dan masukkan dari rekan-rekan CGP lain, juga sangat
membantu kelompok kami menyempurnakan tugas ide implementasi pembelajaran sosial dan
emosional untuk murid, serta ide penguatan kompetensi sosial dan emosional untuk rekan
pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah pada ruang kolaborasi. Dari seluruh
rangkaian kegiatan modul 2.2 ini, momen yang paling penting dalam proses pembelajaran modul
2.2 adalah saya mendapat lagi penguatan dari Ibu Ermelinda Adelgundis, S.Pd, sehingga saya
dapat memahami konsep pembelajaran sosial dan emosional dengan mengembangkan lima
kompetensi sosial emosional sesuai filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang berpihak pada
murid. Harapannya menambah wawasan saya, dalam mengimplementasikan kompetensi sosial
dan emosional (KSE) yang dapat dilakukan melalui pengajaran eksplisit, integrasi dalam
pembelajaran, atau penguatan iklim kelas dan budaya sekolah, diharapkan dapat mewujudkan
kesejahteraan psikologis (well being) murid, sehingga murid dapat membuat keputusan yang
memberikan kontribusi bermakna dan bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, lingkungannya,
hingga dunia. Selain itu, dampak bagi sekolah dan PTK adalah terciptanya suasana yang
menghadirkan keterbukaan, keterlibatan, koneksi, dan tujuan yang berdampak pada murid. Dan
saya juga mendapat Penguatan tambahan terkait dengan Pembelajaran Sosial Emosional dari Ibu
Maria Hastuty Lisnawati, S.Pd,Gr selaku Pengajar Praktik (PP) yang melakukan Pendampingan
Individu di Sekolah saya.

Gambar 1. Kegiatan Ruang Kolaborasi kedua Via Google Meet


(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 2. Pendampingan Individu 3
 Feeling (Perasaan)
Selama mempelajari modul 2.2 tentang pembelajaran sosial dan emosional ini, saya merasa
senang sebab membuka wawasan dan pemikiran yang semakin tajam dalam upaya menciptakan
pembelajaran yang berorientasi pada murid. Namun, ada juga rasa khawatir tidak dapat
menyelesaikan tugas tepat waktu berkaitan dengan beberapa tugas sebagai pendidik yang harus
diselesaikan bersamaan, Bereskan Arkas Bos dan agenda penyusunan Arkas sesuai dengan Rapor
Mutu di Tingkat Gugus. Tentu semua terasa bercampur aduk, serta tetap berusaha memanajemen
waktu dengan baik dan tekad yang kuat untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas modul 2.2 tentang
pembelajaran sosial dan emosional dalam Program Guru Penggerak ini. Dari pembelajaran modul
2.2 ini, saya merasa ada kaitan antara paket modul 1, modul 2.1, dan modul 2.2, yakni
pembelajaran sosial dan emosional ini merupakan pembelajaran yang menciptakan pengalaman
belajar untuk melatih dan menumbuhkan berbagai kompetensi sosial emosional di sekolah sesuai
filosofi Ki Hajar Dewantara. Dalam mengimplementasikan pembelajaran sosial dan emosional,
seorang guru penggerak harus mampu melaksanakan nilai dan peran guru penggerak yang
diwujudkan dalam visi berpihak pada murid dan menciptakan budaya positif di kelas/sekolahnya,
sehingga dapat memfasilitasi kebutuhan belajar murid agar dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran, iklim satuan pendidikan menjadi aman, menghargai keragaman, dan inklusif.
Ketika saya semakin mendalami materi pada modul 2.2 ini, terutama pada aktivitas ruang
kolaborasi, saat momen itu terjadi saya merasa banyak hal yang perlu saya perbaiki dalam hal
memfasilitasi murid untuk belajar, serta memberikan penguatan iklim kelas dan budaya sekolah.
Dalam hal ini, saya mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembelajaran sosial
dan emosional misalnya roda emosi, instrumen musik/ice breaking, dan perangkat lain yang
mendukung implementasi pembelajaran sosial dan emosional. Dari momen tersebut, saya merasa
tergerak untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran saya sebagai guru ke depannya, serta
mengimplementasikan rencana pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi yang mengintegrasikan
kompetensi sosial emosional sebagai rancangan aksi nyata. Di sisi lain, saya juga merasa
tercerahkan dan termotivasi untuk memahami dan mengintegrasikan pembelajaran
berdiferensiasi yang mengintegrasikan kompetensi sosial emosional dalam menjalankan tugas
sebagai pendidik di masa kini agar mampu menjalankan peran sebagai guru penggerak sekaligus
agen perubahan pembelajaran. Selain itu, pada aktivitas modul 2.2 ini, saya merasa sangat
antusias, sebab materi ini sangat bermanfaat dan membantu saya dalam menerapkan
pembelajaran berdiferensiasi yang mengintegrasikan kompetensi sosial emosional sebagai upaya
memerdekakan murid saya.
 Findings (Pembelajaran)
Dari pembelajaran modul 2.2 tentang pembelajaran yang mengintegrasikan kompetensi sosial
emosional ini, saya mendapat ilmu untuk meningkatkan kompetensi sebagai seorang pendidik.
Sebagai seorang calon guru penggerak saya harus dapat mengembangkan pembelajaran sosial
emosional sebagai wujud empati pada murid agar tercipta pengalaman belajar yang dapat
menumbuhkan kompetensi sosial emosional. Sebelum saya mempelajari modul 2.2 ini, saya
berpikir bahwa pembelajaran yang saya lakukan sudah tepat. Namun ternyata pandangan tersebut
keliru, dimana sebagai guru harus dapat mewujudkan kesejahteraan psikologis (well being) murid
sebagai landasan awal dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Dari pembelajaran
modul 2.2 ini, saya merefleksi diri dan berlatih untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi
yang mengintegrasikan kompetensi sosial emosional. Selain itu, pada aktivitas modul 2.2 tentang
pembelajaran sosial emosional ini, saya memahami bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan
psikologis (well being) murid, kita sebagai guru harus dapat bersikap reflektif dan kritis terhadap
kesejahteraan psikologis (well being) murid, agar tercipta suasana dan proses pembelajaran yang
menghadirkan keterbukaan, keterlibatan, koneksi, dan tujuan yang berdampak pada murid.

 Future (Penerapan)
Dari pembelajaran modul 2.2 tentang pembelajaran sosial emosional ini, saya termotivasi untuk
menjadi bagian dari perubahan dan mencoba mulai dari diri sendiri untuk melakukan hal terbaik
dengan penerapan pembelajaran berdiferensiasi yang mengintegrasikan kompetensi sosial
emosional. Pada aktivitas pembelajaran modul 2.2 tentang pembelajaran sosial emosional ini,
saya ingin menyusun RPP yang terintegrasi dengan penerapan Pembelajaran sosial emosional
untuk diterapkan di Kelas saya.

Salam Guru Penggerak


Guru Bergerak, Indonesia Maju

Anda mungkin juga menyukai