Anda di halaman 1dari 99

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN*

BAB II. PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA*

BAB III. SELEKSI DAN ORIENTASI*

BAB IV. PENGORGANISASIAN PENGEMBANGAN SDM*

BAB V. PEMANFAATAN PROMOSI DAN PEMINDAHAN*

BAB VI. PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KARIER*

BAB VII. PENILAIAN PRESTASI KERJA*

BAB VIII. KOMPENSASI*

BAB IX. MOTIVASI*

BAB X. KEPEMIMPINAN DAN BERBAGAI ASPEKNYA*

BAB XI. KONFLIK DALAM ORGANISASI*

BAB XII. HUBUNGAN SERIKAT KARYAWAN DAN PIMPINAN


(MANAJEMEN)*

BAB XIII. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SDM DALAM


ORGANISASI*

BAB XIV. PEMBERHENTIAN PERSONEL

DAFTAR PUSTAKA

Handoko H.T. 1985. Manajemen Personalia dan SDM. Liberty, Yogyakarta.

Manullang. 1982. Manajemen Personalia. Ghalia Indonesia. Jakarta.


Ranupandoyo, Heidjrachman dan Suad Husnan. 1984. Manajemen Personalia,
Edisi III. BPFE, Yogyakarta.

Susilo M. 1999. Manajemen SDM. Edisi 4. BPFE, Yogyakarta.

BAB I. PENDAHULUAN.

1. Pengertian Dasar.

Definisi Manajemen:

“Bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan


(menafsirkan), dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan
fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
penyusunan personalia/kepegawaian (staffing), pengarahan (directing) dan
kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling)”.

1. Perencanaan
(Planning)
2. Pengorganisasian
(Organizing)
Anggota
3. Penyusunan
Manajemen Organisasi
personalia (Staffing)
(Bawahan)
4. Pengarahan
(Directing)
5. Pengawasan
Tujuan
(Controlling)
Organisasi

Gambar 1. Arti manajemen.

Mengapa manajemen diperlukan?

Menurut T. Hani Handoko dalam bukunya yang berjudul “Manajemen”,


manajemen diperlukan:

1. Untuk mencapai tujuan.


Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan pribadi.

2. Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling


bertentangan.

Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan,


sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari
pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi, misalnya pemilik
dan karyawan, kreditur, pelanggan/konsumen perdagangan,
masyarakat, dan pemerintah.

3. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas.

Suatu kerja organisasi dapat diukur dengan banyak cara yang berbeda.
Salah satu cara yang umum adalah efisiensi dan efektivitas.

2. Berbagai istilah.

Manpower Management and Personnel Administration = Manajemen


Personalia.

Labour Relation = Labour Management: Menitik beratkan kepada


hubungan-hubungan antara manajemen dan serikat sekerja.

Personnel Management: khusus memperhatikan hubungan antara manajer


dengan pegawai-pegawai sebagai perseorangan.

Industrial Relations:

- Memperhatikan hubungan antara manajer dengan pegawai-pegawai


sebagai perseorangan.

- Memperhatikan hubungan antara manajemen dan serikat sekerja.

3. Aset pembangunan.

Semakin tinggi manusia menaiki tingkat peradaban, kultur merupakan


kekuatan dinamis yang amat penting dalam usaha menciptakan sumber
daya baru, namun demikian lingkungan alamiah tetap merupakan batas
akhir dan landasan dasar bagi segala upaya manusia. Manusia tidak dapat
produktif tanpa adanya alam fisik di sekitarnya. Sumber daya manusia
yang besar harus dapat diubah menjadi suatu asset (kekayaan) yang
bermanfaat bagi pembangunan. Oleh karena itu berbagai keahlian,
keterampilan, dan kesempatan harus dibekalkan kepada sumber daya
manusia, sesuai kemampuan biologis dan rohaninya. Tindakan yang cermat
dan bijaksana harus dapat diambil dalam membekali dan mempersiapkan
sumber daya manusia, sehingga benar-benar menjadi asset pembangunan
bangsa yang produktif dan bermanfaat. Sumber daya manusia benar-benar
merupakan kunci utama dan berperanan sentral dalam pembangunan setiap
bangsa dan negara di manapun.

4. Sejarah MSDM.

Manajemen ilmiah (Scientific Management) lahir mendahului Manajemen


SDM (Manajemen Personalia). Manajemen SDM merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari manajemen pada umumnya, yakni sejak adanya
hubungan antara atasan dan bawahan atau hubungan superior (atasan) –
subordinates (bawahan).

Pada permulaan abad kedua puluhan ini, manusia sudah dianggap sebagai
manusia yang mempunyai perasaan, pikiran dan kebutuhan, manusia tidak
seperti masa sebelumnya dianggap sebagai suatu barang yang dapat
diperlakukan sekehendak hati majikan. Manusia benar-benar dianggap
sebagai sumber daya yang memiliki keinginan dan kebutuhan yang
manusiawi dan mendapatkan perhatian yang mendalam dari pihak majikan
agar prestasinya selaku sumber daya manusia dapat ditingkatkan.

Sebab-sebab timbulnya perhatian terhadap masalah-masalah SDM.

Menurut Manullang dalam bukunya “Manajemen Personalia”, ada 5 sebab,


sebagai berikut:

1. Perkembangan scientific management yang dipelopori oleh Taylor 


diabaikannya peranan tenaga kerja  buruh bagaikan mesin belaka.

2. Kekurangan tenaga kerja pada Perang Dunia I bagi negara-negara yang


terlibat peperangan.

3. Kemajuan yang dicapai serikat-serikat sekerja.


4. Semakin meningkatnya campur tangan pemerintah dalam hubungan
antara majikan dan buruh.  UU tenaga kerja, UU/peraturan upah
minimum, UU kesejahteraan pegawai.

5. Akibat depresi (tekanan) besar tahun 1930.

Output dari MSDM adalah:

1. Kualitas kehidupan kerja.

2. Produktivitas kerja.

3. Kepuasan pekerja.

4. Pengembangan pekerja.

5. Kesiapan mengadakan perubahan-perubahan.

HRD (Human Resources Development)

Lingkup HRD adalah pada pengembangan individu/karyawan (employee)


untuk memungkinkan pengembangan diri mereka yang akhirnya mengarah
pada pengembangan organisasi. HRD harus dalam kerangka
pengembangan kemampuan yang terorganisir dan pada batas waktu atau
periode tertentu yang memberikan kemungkinan pengembangan kinerja
individu dan pertumbuhan organisasi

5.Tujuan MSDM.

1. Tujuan organisasional.

Untuk tercapainya efektivitas maksimal dari suatu organisasi dengan


menggerakkan dan mengefektifkan SDMnya pada masing-masing
organisasi. Oleh karena itu mutlak bagi setiap manajer dalam suatu
organisasi untuk menggerakkan, memotivasi (mendorong), mengarahkan
dan mengefektifkan secara tepat, baik dan benar anak buahnya dalam
mencapai sasaran tugas pokoknya masing-masing, sehingga pengetahuan
MSDM sangat mutlak dihayati dan dilaksanakan oleh setiap manajer di
semua bidang dalam organisasi.

2. Tujuan fungsional.
Secara fungsional tujuan MSDM di setiap organisasi harus sesuai dengan
tujuan organisasi yang lebih besar. Pencapaian sasaran pada masing-
masing unit organisasi tidak berlebihan dan tidak terlalu kurang dari
tujuan organisasi secara keseluruhan. Adanya kelebihan atau
kekurangan pencapaian sasaran pada masing-masing unit organisasi tsb.,
menunjukkan adanya pemborosan penggunaan SDM. Oleh karena itu,
setiap unit organisasi yang mengelola atau menggunakan SDM harus
mampu memelihara keseimbangan yang tepat dalam kuantitas maupun
kualitas SDMnya masing-masing dalam mencapai tujuan organisasi, dan
sinkron dengan tujuan organisasi dalam arti luas.

3. Tujuan sosial.

Setiap organisasi apapun tujuannya, harus mengingat akibatnya bagi


kepentingan masyarakat umumnya, di samping untuk kepentingan
masyarakat internal organisasinya. Aspek etika dan atau moral dari
produk yang dihasilkan suatu organisasi, juga merupakan tanggung
jawab organisasi yang di dalamnya terdapat manusia-manusia yang
menangani dan merupakan juga anggota masyarakat di luar
organisasinya.

4. Tujuan personal.

Kepentingan personal atau individual dalam organisasi juga harus


diperhatikan oleh setiap manajer, terutama manajer SDM, dan harus
disinkronkan (disesuaikan) dengan tujuan organisasi secara keseluruhan.
Dengan demikian tujuan personal setiap anggota organisasi harus
diarahkan pula untuk tercapainya tujuan organisasi. Oleh karena itu,
motivasi pemeliharaan maupun pengembangan individu-individu dalam
organisasi perlu senantiasa diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik.

6. Aktivitas MSDM.

Aktivitas MSDM adalah segala tindakan atau langkah-langkah yang


dilakukan untuk menyediakan dan mempertahankan suatu jumlah dan
kualitas SDM (tenaga kerja) yang tepat bagi organisasi agar tujuan
manajemen tercapai dengan baik dan tepat.

Aktivitas MSDM adalah sbb:


1. Perencanaan SDM (Human Resources Planning).

2. Rekruitmen (Recruitment): penerimaan tenaga kerja baru.

3. Proses seleksi (Selection).

4. Peninjauan (Orientation).

5. Penempatan (Placement)

6. Pendidikan dan pelatihan.(Education and training).

7. Pengembangan (Development)

8. Penilaian kinerja (Appraisal of Performance).

9. Proses kompensasi (Compensation).

10. Pemberian insentif sesuai dengan jasanya dalam organisasi (Required


Services).

11. Hubungan kerja (Employee Relation).

12. Penentuan/penilaian akhir (Assessment).

BAB II. PERENCANAAN SUMBER DAYA MANUSIA.

I. Umum.

Suatu perencanaan senantiasa berkaitan dengan tujuan masa depan. Masa


depan senantiasa berubah dan tidak menentu, maka suatu perencanaan
harus benar-benar cermat dan matang. Perencanaan SDM diperlukan
kecermatan yang maksimal, karena bersangkutan dengan harkat dan hajat
hidup manusia.

Menurut Yudo Swasono (1982), suatu perencanaan tenaga kerja


mengandung implikasi (pengertian, kesimpulan) dan hal pokok sbb:

1. Mengumpulkan informasi secara reguler (tetap, teratur).

2. Menganalisa permintaan dan penawaran tenaga kerja masa kini dan


masa datang, serta mencari ketidakseimbangan yang timbul.
3. Menggunakan hasil analisa untuk bahan penyusunan kebijaksanaan,
program/proyek dan kegiatan di bidang ketenagakerjaan dan
kesempatan kerja.

4. Menyangkut pengembangan dan pemanfaatan SDM di tingkat nasional,


sektoral, wilayah, dan menurut jenis jabatan.

5. Melaksanakan monitoring (pemantauan) secara terus-menerus terhadap


kebijaksanaan yang telah dilaksanakan dan segera melaksanakan
perubahan/penyesuaian apabila diperlukan.

6. Mengintegrasikan perencanaan tenaga kerja ke dalam perencanaan dan


pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi dan menjaga agar kedua hal
tsb saling menunjang.

Tujuan perencanaan tenaga kerja.

1. Tujuan konvensional.

a) Mendukung perkembangan ekonomi dengan:

1. Penyediaan tenaga kerja terdidik dan terlatih.

2. Alokasi secara optimum sumber dana dan sumber daya


pendidikan.

b) Pemenuhan permintaan masyarakat (social demand).

2. Tujuan pemerataan.

a) Keadilan sosial melalui:

1. Pemerataan pendapatan.

2. Pemerataan pendidikan.

b) Menciptakan kesempatan kerja.

Selain tujuan-tujuan tsb, masih ada tujuan lain yang sifatnya merupakan
tanggapan pada masalah situasional di suatu negara, misalnya untuk
menggantikan tenaga kerja asing, meningkatkan partisipasi pendidikan
dll. Perencanaan SDM (manpower/tenaga kerja) tidak dapat dilepaskan
dari peranan pemerintah suatu negara dalam melaksanakan
kebijaksanaan ketenagakerjaan.

II. Pengadaan tenaga kerja dan analisa jabatan.

1. Umum.

Pada dasarnya pengadaan tenaga kerja merupakan fungsi operasional


manajemen personalia, sedangkan analisa jabatan merupakan suatu
proses untuk mempelajari dan mengumpulkan berbagai informasi yang
berhubungan dengan berbagai operasi (pekerjaan) dan kewajiban suatu
jabatan. Keduanya tidak terlepas dari lingkup perencanaan SDM atau
perencanaan tenaga kerja tsb.

2. Pengadaan tenaga kerja.

Pengadaan tenaga kerja adalah upaya untuk memperoleh jumlah dan


jenis tenaga kerja yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja
yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.

Fungsi pengadaan tenaga kerja terutama menyangkut tentang:

a) penentuan kebutuhan tenaga kerja dan penarikannya


(perekrutannya), serta

b) seleksi dan penempatannya.

Keterangan:

a) Penentuan kebutuhan tenaga kerja dan penarikannya menyangkut


jumlah dan mutu tenaga kerja yang direkrut.

b) Seleksi dan penempatan menyangkut masalah:

- memilih dan menempatkan tenaga kerja.

- pembahasan formulir lamaran.

- test psikologi.

- wawancara.
Pada berbagai unit organisasi yang besar, fungsi pengadaan tenaga
kerja ini biasanya didelegasikan kepada para ahli bagian personalia,
sedangkan pada unit organisasi yang kecil, seringkali cukup ditangani
oleh pimpinan unit ybs.

Untuk pelaksanaan fungsi pengadaan tenaga kerja perlu lebih dulu


ditentukan:

a) Kualitas tenaga kerja yang diinginkan sesuai persyaratan jabatan yang


ada.

b) Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan.

Untuk menentukan kualitas dan kuantitas tenaga kerja yang dibutuhkan,


diperlukan adanya job analysis (analisa jabatan).

Proses pengadaan tenaga kerja (recruitment) tidak lepas dari adanya


perencanaan SDM (Human Resources Planning) dan adanya permintaan
yang bersifat khusus dari para manajer (Specific Requests of Managers) di
mana untuk mewujudkannya perlu adanya “action plans” yang jelas dan
tegas, yang akhirnya “membuka kesempatan kerja”.

Kualitas tenaga kerja yang bagaimana dan sejumlah berapa orang tenaga
kerja yang dibutuhkan dalam suatu organisasi, diperlukan adanya analisa
jabatan atau analisa kerja yang akan menentukan permintaan tenaga kerja
yang memenuhi persyaratan (job requirements = syarat-syarat pekerjaan)
untuk mendukung jabatan tsb. Pengisian lowongan kerja tsb dapat
dilakukan dari dalam (internal) atau dari luar (eksternal) perusahaan
untuk dapat mencapai jumlah recruits sesuai persyaratan untuk keperluan
seleksi selanjutnya.

Analisa jabatan.

Untuk melaksanakan penarikan atau seleksi tenaga kerja dengan baik dan
tepat, perlu lebih dulu diketahui keterangan-keterangan yang lengkap
tentang jabatan yang perlu diisi. Pada dasarnya, analisa jabatan (job
analysis) merupakan suatu proses untuk membuat uraian pekerjaan
sedemikian rupa, sehingga dari uraian tsb dapat diperoleh keterangan-
keterangan yang perlu untuk dapat menilai jabatan itu guna suatu
keperluan.
Definisi analisa jabatan pekerjaan oleh William B. Werther dan Keith Davis
dalam bukunya “Human Resources and Personnel Management”:

“Analisa jabatan pekerjaan adalah suatu proses untuk meneliti atau


mengamati suatu pola aktivitas guna menentukan tugas, kewajiban, dan
tanggung jawab yang diperlukan atas suatu pekerjaan/jabatan”.

Analisa jabatan (job analysis) dapat dibedakan dalam 4 jenis, sbb:

a) Job analysis for personnel specifications. Specifications = perincian,

b) Job analysis for training purposes. Purposes = tujuan.

c) Job analysis for setting rates. Setting rates = menetapkan nilai.

d) Job analysis for method improvements. Improvements = perbaikan.

Penjelasan:

a) Job analysis for personnel specifications, bertujuan untuk menentukan


syarat mental yang dibutuhkan dari seseorang untuk dapat sukses
memangku suatu jabatan tertentu.

b) Job analysis for training purposes, bertujuan untuk menentukan


langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengajarkan sesuatu
pekerjaan kepada tenaga kerja baru (untuk keperluan latihan dan
pendidikan).

c) Job analysis for setting rates, bertujuan untuk menentukan nilai masing-
masing jabatan dalam suatu organisasi, sehingga dapat ditentukan
tingkat upah masing-masing secara adil.

d) Job analysis for method improvements, bertujuan untuk memudahkan


cara bekerja tenaga kerja pada suatu jabatan tertentu.

Manfaat analisa jabatan.

Analisa jabatan pada dasarnya merupakan alat bagi pimpinan organisasi


dalam memecahkan masalah ketenagakerjaan secara manusiawi.

Manfaat analisa jabatan a.l. :

a) Dalam penarikan, seleksi dan penempatan tenaga kerja.


b) Dalam pendidikan.

c) Dalam penilaian jabatan.

d) Dalam perbaikan syarat-syarat pekerjaan.

e) Dalam perencanaan organisasi.

f) Dalam pemindahan dan promosi.

Kualifikasi personil yang dibutuhkan dapat dicantumkan di dalam job


analysis tsb.

Untuk mendidik/melatih seorang calon tenaga kerja untuk memangku


jabatan tertentu, lebih dulu diketahui keahlian khusus yang dibutuhkan.
Job analysis bermanfaat pada perbaikan-perbaikan syarat pekerjaan.
Suatu perencanaan dalam suatu satuan organisasi akan lebih mudah
dikerjakan, apabila telah diketahui dengan tepat dan jelas batasan masing-
masing jabatan dan hubungan jabatan yang satu dengan yang lainnya,
sehingga dapat dihindari duplikasi (rangkap) tugas dalam suatu organisasi.

Prinsip-prinsip analisa jabatan.

1. Analisa jabatan harus memberikan semua fakta yang penting yang ada
hubungannya dengan jabatan ybs.

Fakta-fakta yang penting tergantung pada untuk tujuan apa hasil


analisa akan digunakan.

2. Analisa jabatan tunggal harus dapat memberikan fakta-fakta yang


diperlukan untuk bermacam-macam tujuan. Apabila untuk masing-
masing tujuan dibuat analisa jabatan tersendiri, maka hal ini akan
memakan biaya yang besar.

3. Analisa jabatan harus sering ditinjau kembali dan apabila perlu,


diperbaiki.

Dalam organisasi-organisasi yang besar jabatan-jabatan itu tidak statis,


namun sering terjadi perubahan tentang proses, metode, alat, maupun
aspek-aspek lainnya.
Program analisa jabatan merupakan program yang terus-menerus
(kontinyu) dalam organisasi yang besar.

4. Analisa jabatan harus dapat menunjukkan unsur-unsur jabatan mana


yang paling penting di antara beberapa unsur jabatan dalam tiap
jabatan.

5. Analisa jabatan harus dapat memberikan informasi yang teliti dan


dapat dipercaya. Informasi yang teliti dan dapat dipercaya dapat
ditentukan oleh ahli analisa jabatan.

Ada 4 macam informasi sebagai dasar bagi analisa jabatan:

1. Analisa jabatan memberikan gambaran umum tentang unsur-unsur


jabatan yang dilakukan dalam jabatan.

2. Analisa jabatan mencatat syarat-syarat perorangan yang penting


untuk masing-masing jabatan.

3. Analisa jabatan mencatat tanggung jawab dari pemegang jabatan.

4. Analisa jabatan mencatat beberapa kondisi kerja yang penting.

Metode-metode analisa jabatan.

Beberapa metode untuk menganalisa suatu jabatan, ialah:

a) Penyusunan daftar pertanyaan.

Daftar pertanyaan mengenai jabatan (job questionnaires) dikirimkan


kepada para petugas ybs. Daftar pertanyaan dibatasi pada hal-hal
yang penting dan benar-benar diperlukan saja, agar jawaban para
petugas tidak melantur. Hal-hal yang penting dan diperlukan adalah
keterangan tentang jabatan yang ditanyakan dapat terjawab/diperoleh
dengan baik. Contoh analisa jabatan sebagai berikut:

Analisa jabatan.

Nama jabatan:……………….

1) Apakah tujuan umum dari jabatan ini?

2) Tugas-tugas apa pada umumnya harus dikerjakan?


3) Tugas-tugas apa sekali-kali harus dikerjakan?

4) Dalam kesatuan mana jabatan ini berada dalam struktur organisasi


perusahaan?

5) Berapakah bawahan sdr langsung? Jelaskan satu per satu.

6) Untuk memangku jabatan ini, pendidikan apa yang harus


ditempuh?

7) Pengalaman apa yang harus dimiliki oleh seorang pegawai baru


untuk dapat memangku jabatan ini?

8) Tugas-tugas apa tersukar untuk dilaksanakan?

9) Tugas-tugas apa termudah untuk dilaksanakan?

10) dsbnya.

Dengan dapat terjawabnya pertanyaan-pertanyaan tsb dengan baik,


dapatlah dikumpulkan informasi yang dapat menggambarkan dengan
jelas tentang suatu jabatan tertentu.

Kelemahannya adalah belum tentu semua petugas yang disodori


pertanyaan-pertanyaan tsb dapat menjawab dengan baik, sehingga
mungkin saja sasaran yang hendak dituju tidak dapat dicapai dengan
daftar pertanyaan tsb.

b) Interview.

Metode yang lain adalah dengan cara interview. Informasi yang


dibutuhkan diperoleh para penganalisa jabatan (job analyst) dengan
mengadakan interview langsung kepada orang-orang ybs (baik kepada
bawahan maupun kepada atasannya). Dapat juga pertanyaan
ditujukan kepada mereka yang mengetahui tentang pekerjaan atau
jabatan ybs.

Pada cara interview harus dihindari timbulnya kesalahpahaman atau


kesalahpengertian antara penganalisa jabatan (job analyst) dan mereka
yang diinterview. Pada dasarnya, penyusunan analisa jabatan dengan
cara interview sering digunakan untuk mengecek kebenaran informasi
yang diperoleh dengan cara/metode penyusunan daftar pertanyaan.
c) Observasi (pengamatan).

Metode ini dilaksanakan dengan mengadakan observasi, peninjauan


atau pemeriksaan pada tiap-tiap jabatan, dan mengadakan diskusi
dengan para pekerja/pegawai ybs dengan sebaik-baiknya. Pada
umumnya metode ini dilaksanakan oleh para penganalisa jabatan yang
telah memperoleh latihan secara khusus.

d) Kombinasi.

Metode ini dilaksanakan dengan menggabungkan ketiga cara tsb.

Sikap penganalisa jabatan.

a) Memperkenalkan diri dan menjelaskan maksudnya.

Petugas penganalisa jabatan memperkenalkan diri dan menjelaskan


apa peranannya, apa fungsinya, apa kewenangannya, mengapa
bertugas menganalisa jabatan tsb, manfaat apa yang dapat diperoleh
dari analisa jabatan tsb. Hal tsb untuk mengurangi kemungkinan
kecurigaan karyawan atau pejabat yang sedang dianalisa jabatannya.

b) Menunjukkan perhatian terhadap pekerjaan karyawan atau pejabat


ybs.

Hal tsb akan merupakan salah satu kunci untuk dapat membuka
“pintu informasi” dengan lebih lebar, sehingga dapat diperoleh
informasi yang diperlukan.

c) Dalam menganalisa jabatan seseorang jangan bersikap “menggurui”


kepada karyawan atau pejabat ybs. Apabila bersikap “menggurui”,
karyawan atau pejabat ybs akan tersinggung dan akan menutup pintu-
pintu informasi yang semula diharapkan terbuka, sehingga akan
mengurangi kuantitas dan kualitas informasi yang akan diperoleh.

d) Mengumpulkan selengkap-lengkapnya informasi berkaitan dengan


tujuan program yaitu untuk memperoleh data tentang kualifikasi
(kecakapan) dan spesifikasi (perincian) karyawan atau pejabat
tertentu, untuk keperluan “training” atau mengembangkan metode
training dsb.
Deskripsi jabatan.

Deskripsi (uraian) jabatan merupakan hasil dari proses analisa jabatan.

Pokok-pokok isi suatu deskripsi jabatan (job description) dapat berupa:

a) Identifikasi (pengenalan) jabatan.

b) Ringkasan jabatan.

c) Tugas yang dilaksanakan.

d) Pengawasan yang diberikan dan yang diterima.

e) Hubungan dengan jabatan-jabatan lain.

f) Bahan-bahan, alat-alat dan mesin-mesin yang digunakan.

g) Kondisi kerja.

h) Penjelasan istilah-istilah yang tak lazim.

Definisi (batasan) deskripsi jabatan.

Deskripsi jabatan adalah catatan yang sistematis (tersusun) dan teratur


tentang tugas dan tanggung jawab suatu jabatan, yang didasarkan pada
kenyataan-kenyataan apa, bagaimana, mengapa, kapan dan di mana suatu
pekerjaan dilaksanakan.

Spesifikasi (perincian) jabatan.

Job specification (spesifikasi jabatan) adalah catatan yang menjelaskan


persyaratan yang diperlukan oleh seorang karyawan untuk memangku
dan mengerjakan suatu pekerjaan dari jabatan tertentu. Jadi titik berat
suatu spesifikasi jabatan adalah pada syarat-syarat yang dibutuhkan oleh
seseorang untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai
dengan beban dan tanggung jawab jabatan tsb.

Pada umumnya, suatu spesifikasi jabatan mengandung hal-hal sbb:

a) Identifikasi jabatan:

1. Nama.
2. Kode.

3. Bagian.

b) Persyaratan kerja:

1. Pendidikan.

2. Tingkat kecerdasan minimum yang diperlukan.

3. Pengalaman yang diperlukan.

4. Pengetahuan dan keterampilan.

5. Persyaratan fisik.

6. Status perkawinan.

7. Jenis kelamin.

8. Usia.

9. Kewarganegaraan.

10. Kualifikasi emosi.

11. Kemampuan-kemampuan khusus, dsb.

Dengan hal-hal tsb, suatu unit organisasi dapat menggunakannya


sebagai pedoman untuk menarik tenaga kerja, latihan, pendidikan, dan
pengembangan lebih lanjut.

III. Menentukan kualifikasi dan kuantitas tenaga kerja.

Standar personalia.

Setiap upaya analisa jabatan pasti pada akhirnya berkaitan dengan


persyaratan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk
mengisi jabatan atau pekerjaan yang dianalisa tsb. Oleh karena itu
standar personalia sebagai pembanding harus lebih dulu ditentukan.
Standar ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi agar
seorang pekerja atau pegawai atau karyawan dapat menjalankan
pekerjaannya dengan baik. Penentuan standar personalia berkaitan
erat dengan spesifikasi jabatan, karena berhasil tidaknya pemangku
jabatan ybs melakukan tugas-tugasnya, dipengaruhi oleh ada tidaknya
persamaan antara kualifikasi pejabat atau karyawan tsb (standar
personalia) dengan job specification (spesifikasi jabatan). Spesifikasi
jabatan merupakan hasil dari suatu deskripsi jabatan yang menjelaskan
karakteristik dari karyawan atau pejabat yang dibutuhkan untuk
memangku jabatan tertentu yang didasarkan atas suatu kualifikasi
tertentu yang bersifat standar (menurut suatu ukuran tertentu). Suatu
contoh standar personel bagi seorang calon manajer untuk dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik, yakni calon manajer yang antara
lain memiliki:

a) Taraf “intelligence” (“kecerdasan”) yang setingkat sarjana.

b) “Leadership ability” (“kemampuan kepemimpinan”) yang mantap.

c) “Communication ability” (“kemampuan berhubungan”) yang efektif.

d) “Moral virtues” (“kebaikan akhlak”) yang tinggi.

e) “Good judgement” (“pertimbangan baik”).

f) Kaya akan “initiative” (“prakarsa”, “ikhtiar”)

Sifat-sifat tsb merupakan sifat yang sangat berperan untuk berhasilnya


pemimpin melaksanakan tugas kewajibannya, sehingga dapat digunakan
sebagai “standarisasi sifat” seorang calon manajer, dan terwujudlah suatu
“standar personel manajer”. Salah satu sifat hakiki (sebenarnya) dari
seorang manajer adalah kesempurnaan watak atau “integrity”. Integrity
harus dititik beratkan dalam mengangkat orang untuk kedudukan pucuk
pimpinan.

Ada 5 (lima) sifat hakiki yang terdapat pada manusia yang dapat
memimpin orang lain dengan berhasil, yaitu:

a) Kebenaran.

b) Kemauan.

c) Pikiran yang fleksibel.

d) Pengetahuan.
e) Kesempurnaan watak (hal yang membuat orang lain hormat dan
percaya).

Penentuan standar personel.

Untuk menentukan suatu standar personel yang dibutuhkan suatu


organisasi ditempuh berbagai cara yang sistematis, yakni: analisa jabatan,
diikuti dengan menyusun deskripsi jabatan yang diperlukan. Spesifikasi
jabatan merupakan standar personalia yang akan digunakan sebagai
pembanding bagi para calon karyawan atau pemangku jabatan yang akan
diisi, sehingga spesifikasi jabatan dapat memberikan dasar bagi
pembentukan prosedur seleksi.

Kuantitas kebutuhan personel.

Menurut Heidjrachman R dalam bukunya “Manajemen Personalia”,


untuk menentukan jumlah masing-masing jenis karyawan yang
diperlukan, perlu ditempuh 2 (dua) langkah sbb:

a) Peramalan kebutuhan.

- Perlu melakukan peramalan/proyeksi (gambaran) terhadap


kebutuhan organisasi untuk suatu periode tertentu (berkaitan erat
dengan peramalan kondisi organisasi di masa mendatang).

- Bila organisasi tsb berupa suatu perusahaan, maka banyak sedikitnya


masing-masing jenis karyawan yang diperlukan akan tergantung
kepada:

- prospek ekonomi perusahaannya, dan

- kebijaksanaan perusahaan dalam melakukan investasi


peralatan/mesin-mesin yang akan digunakan dalam proses
produksi.

Urut-urutan untuk meramalkan kebutuhan tenaga kerja adalah sbb:

1. Ramalan penjualan.

2. Rencana produksi (program produksi dan pengendaliannya).

3. Rencana penjualan yang harus dicapai.


4. Penentuan kebutuhan karyawan.

Analisa beban kerja (Work Load Analysis)

Contoh: Suatu perusahaan, 1 bulan merencanakan membuat 22.000


unit. Proses tiap unit memerlukan 0,09 jam kerja karyawan.

Jadi pembuatan 22.000 unit memerlukan waktu = 22.000 x 0,09 jam


kerja karyawan = 1980 jam kerja karyawan.

Jika setiap karyawan di dalam 1 bulan bekerja 180 jam, maka


diperlukan = 1980/180 x 1 karyawan = 11 karyawan (cara ini hanya
dapat digunakan untuk pekerjaan yang hasilnya dapat diukur
satuannya). Untuk jenis-jenis pekerjaan, misalnya staf dll yang tidak
dapat diukur satuan hasilnya, cara seperti contoh tsb tidak dapat
digunakan.

Untuk menentukan jumlah karyawan yang diperlukan, dipengaruhi oleh


faktor-faktor sbb:

1) Distribusi umur penduduk.

2) Perkembangan teknologi (baik terhadap produk maupun prosesnya).

3) Persaingan.

4) Tingkat aktivitas ekonomi.

5) Rencana pengembangan perusahaan/organisasi.

Penjelasan:

1. Tingkat kelahiran yang berubah-ubah dari waktu ke waktu akan


memberikan jumlah penduduk yang berbeda-beda untuk masing-
masing kelompok umur.

2. Perkembangan teknologi yang makin cepat, akan mengakibatkan


diperlukannya tenaga-tenaga professional/ahli dan tenaga-tenaga
teknik.
Perubahan-perubahan sosial yang mungkin terjadi, dapat juga
berpengaruh terhadap perubahan dalam angkatan kerja dan sifat
mereka.

b) Analisa kebutuhan tenaga kerja (Work Force Analysis).

Analisa kebutuhan tenaga kerja adalah melakukan analisa terhadap


kemampuan tenaga kerja yang sekarang ini untuk memenuhi kebutuhan
jumlah karyawan. Dianalisa apakah tenaga kerja yang sekarang ada,
sebenarnya bila diatur kembali dapat memenuhi kebutuhan atau tidak?
Bila belum memenuhi kebutuhan, tentu berusaha menarik tenaga kerja
dari luar. Dengan kembali memperhatikan contoh permasalahan tsb,
andaikan benar-benar menarik 11 orang karyawan baru berdasarkan
“Work Load Analysis” (“Analisa Beban Kerja”).

Kemungkinan yang timbul selama 1 bulan kerja, belum tentu mereka


senantiasa berada di tempat kerja pada jam-jam kerja, berarti
kemungkinan absen di antara mereka dapat saja terjadi. Oleh karena itu
perlu digunakan “Work force analysis” dengan memperhatikan:

1. Tingkat absensi (TA).

Tingkat absensi merupakan perbandingan antara hari-hari yang


hilang dengan keseluruhan hari yang tersedia untuk bekerja.

Rumus:

TA = Hari kerja yang hilang : (Hari karyawan bekerja + Hari karyawan tidak
bekerja)

Langkah-langkah analisa untuk mengetahui sebab-sebab absensi:

a) Mencatat nama karyawan yang absen.

b) Mencatat sebab-sebab ketidakhadiran.

c) Memperhatikan kelompok umur yang sering absen.

d) Kelompok jenis kelamin.

e) Hari-hari sering tidak masuk kerja.

f) Kondisi kerja.
2. Perputaran karyawan (“Turnover”).

Perputaran (turnover) karyawan adalah aliran para karyawan yang masuk dan
keluar organisasi (perusahaan), yang merupakan petunjuk kestabilan
karyawan. Makin tinggi turnover berarti makin tinggi atau makin sering
terjadi pergantian (keluar/masuk) karyawan, yang berarti makin besar
kerugian organisasi (perusahaan) ybs.

Kerugian organisasi (perusahaan) sebagai akibat adanya turnover karena:

a) Adanya biaya baru untuk penarikan karyawan baru.

b) Adanya tambahan biaya latihan untuk karyawan baru.

c) Perlu waktu penyesuaian bagi karyawan.

d) Peralatan produksi terpaksa tidak dapat digunakan selama proses


pergantian.

Turnover yang tinggi pada suatu bidang dalam suatu organisasi, menunjukkan
bahwa bidang tsb perlu diperbaiki kondisi kerjanya atau cara pembinaannya.
Contoh: Suatu perusahaan memiliki rata-rata 800 tenaga kerja/bulan, di mana
selama itu terjadi 16 x karyawan keluar (“accession”) dan 24 x pemecatan
(“separation”).

Maka “Accession rate” = 16/800 x 100 % = 2 %.

“Separation rate” = 24/800 x 100 % = 3 %.

Jadi “replacement rate”= “accession rate” = 2 %, sebab “replacement rate”


selalu harus seimbang dengan “accession rate”nya. Hal ini berarti dengan
keluarnya seorang pegawai/karyawan, harus segera diganti dengan seorang
pegawai/karyawan baru sebagai penggantian (replacement). Tingkat
“replacement” tsb sering disebut “net labour turnover”, yang menekankan pada
biaya perputaran tenaga kerja untuk menarik dan melatih karyawan
pengganti.

Untuk menentukan jumlah karyawan yang harus ditarik perlu diperhatikan


analisa beban kerja (work load analysis), persentase absensi, dan persentase
“turnover”.

Apabila memperhatikan tingkat absensi, tidak hanya perlu menarik 11 orang


karyawan, tetapi 12 orang karyawan. Apabila memperhatikan
“turnover”karyawan, mungkin perlu menambah jumlah karyawan yang
ditarik bukan 11 orang karyawan atau 12 orang karyawan, tetapi bahkan 13
orang karyawan.

IV. Sumber dan prosedur pengadaan tenaga kerja.

Sumber tenaga kerja.

Tenaga kerja yang diperlukan suatu organisasi diperoleh dari 2 (dua) sumber,
yakni: sumber dari dalam organisasi dan sumber dari luar organisasi.

a) Sumber dari dalam organisasi.

Hal ini berarti untuk mengisi kekosongan jabatan dalam suatu organisasi
digunakan tenaga dari dalam organisasi itu sendiri (sumber intern).
Pertimbangan yang dikemukakan mengapa pengambilan tenaga kerja dari
dalam perusahaan/organisasi itu sendiri ialah:

1) Karena tenaga kerja tsb telah diketahui sifat, pribadi dan kecakapannya.

2) Secara psikologis dapat meningkatkan moral para karyawan dari


organisasi ybs.

3) Biaya yang dikeluarkan relatif murah.

Hal inilah yang sering disebut dengan “the promotion from within” yang
berarti suatu kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dan prestasi
pada jabatan yang baru berdasarkan prestasi sebelumnya yang sudah
ditunjukkan.

Keadaan ini yang memungkinkan terciptanya “The right man on the right
place”.

Kelemahan mengambil tenaga kerja dari dalam organisasi sendiri (promotion


from within) ialah:

1) Kesulitan dalam menentukan dan memilih karyawan.

Dasar kriteria yang bagaimana yang akan digunakan? Berdasarkan jasa,


senioritas atau prestasi?

Bila berdasarkan jasanya, maka yang lebih seniorlah yang harus dipilih.

Bila yang senior yang dipilih, maka belum tentu yang senior akan lebih
baik dan bermutu dari yang yunior.
Bila berdasarkan prestasi, maka harus seobyektif mungkin jangan sampai
pilih kasih atau atas dasar emosi.

2) Cara “promotion from within” tsb akan membatasi kemungkinan


masuknya ide-ide baru yang justru dari luar organisasi.

Kelemahan-kelemahan tsb dapat diatasi dengan:

- Organisasi harus mempunyai data yang lengkap dan benar, baik tentang
semua jabatan yang ada, maupun tentang karyawan atau pejabat-pejabat
dalam organisasi ybs.

- Harus jelas kriteria apa yang dipakai untuk memungkinkan suatu


“promosi”.

b) Sumber dari luar organisasi.

Apabila sumber dari dalam belum cukup, atau sudah tidak mungkin lagi,
maka langkah lain untuk menarik tenaga kerja ialah dari sumber di luar
organisasi (sumber ekstern) yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan
yang telah ditentukan.

Sumber tenaga kerja dari luar organisasi yang dapat dimanfaatkan a.l.:

1. Teman atau anggota keluarga karyawan.

Biasanya dengan suatu rekomendasi (jaminan tentang kemampuan dan


kecakapan) dari karyawan dalam organisasi ybs.

Kelemahannya: kemungkinan timbulnya klik-klik (segolongan orang yang


membela kepentingannya sendiri).

2. Lamaran yang masuk secara kebetulan.

Dapat pula terjadi suatu perusahaan tidak atau belum mengumumkan


suatu lowongan jabatan, tetapi sudah ada lamaran yang datang. Bila
memenuhi syarat, mungkin dapat diterima dalam perusahaan tsb.

3. Lembaga pendidikan.

Lulusan suatu lembaga pendidikan merupakan tenaga-tenaga yang dapat


dimanfaatkan untuk mengisi lowongan jabatan.

4. Badan-badan penempatan tenaga.


a) Badan pencari tenaga kerja yang dibentuk bersama oleh 2 atau lebih
perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja untuk perusahaan itu
sendiri.

b) Badan swasta.

Badan ini mencari laba dengan menawarkan kepada perusahaan-


perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja.

c) Jawatan kantor tenaga atau suatu badan pemerintah yang khusus


bertugas mencari tenaga kerja

Biaya yang diperlukan relatif murah. Permintaan tenaga kerja oleh


perusahaan harus diajukan kepada Jawatan Penempatan Tenaga Kerja
setempat, bila kebutuhannya lebih sedikit atau 100 orang tenaga kerja.
Bila kebutuhannya lebih banyak dari 100 orang tenaga kerja,
pengajuannya langsung kepada Menaker.

5. Iklan/advertensi.

Dengan iklan/advertensi, akan mudah diperoleh calon tenaga kerja yang


cukup banyak, sehingga ada kemungkinan dapat memilih yang terbaik.

6. Sumber-sumber lain.

a) Lingkungan pertanian (pada musim paceklik dsb).

b) Imigrasi/imigran (dari luar negeri dan dari desa ke kota).

c) Organisasi-organisasi tertentu (organisasi buruh, veteran, dsb).

BAB III. SELEKSI DAN ORIENTASI.

Seleksi adalah pemilihan tenaga kerja yang sudah tersedia. Tujuan seleksi adalah
untuk mendapatkan tenaga kerja yang memenuhi syarat dan memiliki kualifikasi
(kecakapan) yang sesuai dengan deskripsi (uraian) jabatan yang ada dan/atau sesuai
dengan kebutuhan organisasi.

Setelah seleksi berhasil menetapkan jumlah tenaga kerja disertai dengan kualitas yang
sesuai, maka perlu langkah “orientasi” (peninjauan) atau “induksi” (penempatan) bagi
tenaga kerja yang diterima sebagai karyawan/pegawai baru dari organisasi ybs.

1. Dasar kebijaksanaan dalam seleksi.


Setiap organisasi untuk mengarah kepada tujuan seleksi, senantiasa akan berusaha
dengan biaya yang serendah mungkin, dengan menggunakan cara seleksi yang
paling efisien dan efektif. Keterkaitan antara proses seleksi dengan kegiatan-
kegiatan dapat digambarkan dalam bagan sbb:

Analisa Jabatan - Orientasi


- Latihan
- Pengembangan
Rencana-rencana Proses - Perencanaan Karier
Sumber Daya Manusia Seleksi - Evaluasi Prestasi
- Kompensasi
Penarikan - Perjanjian Kolektif
- Pengawasan Personalia

Gambar 2. Keterkaitan antara proses seleksi dengan kegiatan-kegiatan.

Pada bagan tsb, proses seleksi tergantung pada 3 (tiga) masukan yang akan sangat
menentukan efektivitas proses seleksi, yaitu:

a. Analisa jabatan. Informasi tentang analisa jabatan memberikan deskripsi


(gambaran) jabatan, spesifikasi (syarat, perincian) jabatan dan standar-standar
(ukuran2, patokan2) prestasi yang disyaratkan untuk setiap jabatan.

b. Rencana-rencana SDM. Rencana ini memberi informasi kepada manajer


personalia bahwa ada lowongan pekerjaan.

c. Penarikan. Langkah penarikan diperlukan agar manajer personalia


mendapatkan sejumlah orang/pelamar yang akan terpilih.

2. Kualifikasi (kecakapan) yang menjadi dasar seleksi.

Proses seleksi memberikan penilaian akan sifat-sifat, watak serta kemampuan para
pelamar secara tepat, teliti dan lengkap. Sifat, watak serta kemampuan yang
dibutuhkan untuk dapat memenuhi ketentuan-ketentuan dalam deskripsi jabatan
(job description), harus sejauh mungkin tercermin atau ada pada diri para
pelamar. Ini berarti pula bahwa tenaga kerja yang diterima adalah pelamar yang
memenuhi syarat-syarat yang tergambar dalam spesifikasi jabatan (job
specification).

Menurut Manullang, pada umumnya beberapa kualifikasi yang menjadi dasar


dalam proses seleksi, adalah:

a. Keahlian. f. Keadaan fisik.


b. Pengalaman. g. Tampang.

c. Umur. h. Bakat.

d. Jenis kelamin. i. Temperamen.

e. Pendidikan. j. Karakter.

Keahlian. Penggolongan keahlian dapat dikemukakan sbb:

a. Technical skill: merupakan jenis keahlian yang utama yang harus dimiliki oleh
para pegawai pelaksana.

b. Human skill: merupakan keahlian yang harus dimiliki oleh mereka yang akan
memimpin beberapa orang bawahan atau lebih.

c. Conceptual skill: merupakan keahlian yang harus dimiliki oleh mereka yang
akan memangku jabatan pucuk pimpinan, sebagai figur yang harus mampu
mengkoordinir aktivitas-aktivitas utama dalam organisasi dalam rangka
mencapai tujuan-tujuan organisasi.

Pengalaman. Pengalaman pelamar cukup penting artinya dalam proses seleksi,


karena suatu organisasi atau perusahaan, akan lebih cenderung memilih pelamar
yang berpengalaman daripada yang tidak berpengalaman. Mereka yang
berpengalaman dipandang lebih mampu dalam pelaksanaan tugas yang akan
diberikan. Tentunya di samping pengalaman, yang juga menjadi dasar
pertimbangan selanjutnya adalah kemampuan inteligensinya (orang yang
mempunyai inteligensi yang baik biasanya adalah orang yang memiliki
kecerdasan yang cukup baik pula). Pengalaman saja tidak tepat digunakan untuk
menentukan kemampuan seorang pelamar dalam menyelesaikan tugas dengan
baik.

Umur. Perhatian dalam proses seleksi juga tertuju pada masalah “umur”
pelamar. Usia muda dan usia “lanjut” tidak menjamin diterima dan tidaknya
seorang pelamar. Mereka yang berusia “lanjut”, tenaga fisiknya relatif terbatas,
meskipun mereka pada umumnya banyak pengalaman, karena pengalaman juga
berkaitan erat dengan umur. Sebaliknya mereka yang berusia muda, mungkin
memiliki vitalitas fisik yang cukup baik, tetapi “labour turnover” mereka relatif
lebih besar, dan umumnya rasa tanggung jawabnya relatif agak kurang,
dibanding yang berusia “agak lanjut”. Oleh karena itu yang terbaik adalah
pelamar-pelamar yang berusia sedang, atau lebih kurang 30 tahun, dengan
kualitas-kualitas yang disesuaikan dengan keperluan organisasi ybs. Pada
umumnya suatu perusahaan menolak mempekerjakan mereka yang sudah
berusia “lanjut”, karena alasan-alasan sbb:

a. Terlalu lambat bekerja.

b. Kurang kreatif dibandingkan dengan yang usia muda.


c. Sukar mendidiknya.

d. Sering mangkir.

e. Sering sakit atau relatif kurang sehat dibandingkan dengan yang berusia muda.

Hal tersebut bertolak belakang dengan hasil survai di Amerika Serikat terhadap
mereka yang berusia lanjut, ternyata 93 % pegawai yang berusia lanjut
produktivitasnya sama baiknya dengan pegawai yang berusia muda. Oleh karena
itu belum tentu mereka yang berusia lanjut kurang produktif dibanding yang
berusia muda. Mereka yang berusia lanjut umumnya lebih bertanggung jawab,
lebih disiplin, lebih tertib, lebih teliti, lebih berhati-hati, lebih bermoral dan lebih
berbakti daripada yang berusia muda.

Jenis kelamin. Pada abad ini memang terbuka lebar kesempatan tenaga kerja,
baik pria maupun wanita, untuk berbagai jabatan. Jabatan-jabatan tsb ada yang
memang dikhususkan untuk pria, ada juga yang khusus untuk wanita, tetapi
banyak juga yang terbuka untuk kedua jenis kelamin tsb. Dalam hal tsb, maka
perlu penanggung jawab sumber daya manusia dalam masing-masing organisasi
ybs, memperhatikan perundang-undangan sosial yang berlaku. Sebagai contoh,
perundang-undangan sosial melarang setiap perusahaan mempekerjakan wanita
di pertambangan, wanita tidak boleh dipekerjakan pada malam hari, kecuali
perawat kesehatan di rumah sakit.

Pendidikan. Kualifikasi pelamar merupakan cermin dari hasil pendidikan dan


latihan sebelumnya. Pendidikan dan latihan yang sebelumnya dialami oleh
pelamar akan menentukan hasil seleksi selanjutnya dan kemungkinan
penempatannya dalam organisasi apabila nanti pelamar ybs jadi diterima,
sehingga “the right man on the right place” lebih dapat didekati sasarannya. Proses
pemilihan akan kesulitan tanpa adanya latar belakang pendidikan tsb.

Keadaan fisik. Kondisi fisik seorang pelamar kerja turut memegang peranan
penting dalam proses seleksi, karena bagaimanapun juga suatu organisasi secara
optimal akan senantiasa ingin memperoleh tenaga kerja yang:

a. Sehat jasmani dan rohani.

b. Postur tubuh yang cukup baik, terutama untuk jabatan-jabatan tertentu.

Bagi pelamar yang memiliki keadaan fisik yang baik, jelas lebih beruntung dalam
proses seleksi, tentunya dengan tetap memperhatikan faktor-faktor yang lain.

Tampang. Apabila orang barat menyebut “personal appearance” yakni tampak


seseorang dihadapan orang lain,atau yang tampak pada orang lain.

Menurut Manullang, dalam jabatan-jabatan tertentu, tampang juga merupakan


salah satu kualifikasi yang menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam
melaksanakan tugasnya, misalnya: tugas sebagai pramugari, pelayan toko,
hubungan masyarakat dsb. Pada umumnya persyaratan “tampang”ini
merupakan kualifikasi tambahan, meskipun memang penting untuk
dipertimbangkan dalam seleksi, terutama dalam jabatan –jabatan tertentu.

Bakat. Bakat atau “aptitude” seorang calon/pelamar turut pula sebagai kunci
sukses dalam proses seleksi. Bakat ini dapat tampak pada tes-tes, baik fisik
maupun psikologis. Dengan tes-tes tsb dapat diketahui bakat-bakat yang
tersembunyi, yang pada suatu saat dapat dikembangkan. Dalam proses seleksi,
yang lebih ditonjolkan memang bakat yang nyata, tetapi bakat yang tersembunyi
tetap mendapat perhatian.

Temperamen (perangai, tabiat, watak). Temperamen adalah pembawaan


seseorang yang tidak dapat dipengaruhi oleh pendidikan, yang berhubungan
langsung dengan ”emosi” seseorang. Temperamen merupakan sifat batin yang
tetap mempengaruhi perbuatan, perasaan, dan pikiran. Temperamen seseorang
bermacam-macam, sbb:

a. Periang. d. Pemarah.

b. Tenang dan tenteram. e. Pemurung.

c. Bersemangat. f. Pesimis, dsbnya.

Temperamen-temperamen ini akan menentukan pula sukses tidaknya seleksi


dan/atau menentukan di mana seseorang pelamar bila lulus akan ditempatkan
dalam organisasi sebagai tenaga kerja baru.

Karakter. Karakter ini berbeda dengan temperamen, meskipun ada hubungan


yang erat antara keduanya. Temperamen adalah faktor “endogen” sedangkan
karakter adalah faktor “eksogen”. Suatu karakter seseorang dapat diubah
melalui pendidikan, sedang temperamen tidak dapat diubah.

Meskipun semua kualifikasi itu penting, namun tetap harus dicatat bahwa tidak
seluruh kualifikasi tsb harus dimiliki seorang pelamar atau calon pegawai.
Kualifikasi itu memang sangat tergantung pada “job specification” dari jabatan
tertentu, berarti pula tergantung pada jabatan yang lowong dan perlu diisi.

3. Cara mengadakan seleksi.

Seleksi merupakan “pemilihan tenaga kerja yang telah tersedia”. Tujuan seleksi
adalah mencari tenaga kerja yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan
organisasi. Ada 2 (dua) metode/cara seleksi yang umum dipergunakan dalam
mengadakan pemilihan (Manullang,1982), yaitu:

a. Cara seleksi berdasarkan ilmu pengetahuan (cara ilmiah).


b. Cara seleksi tidak berdasarkan ilmu pengetahuan (cara non ilmiah).

Kedua cara ini dipakai di berbagai negara, tetapi di negara-negara maju pada
umumnya sudah banyak menggunakan cara seleksi berdasarkan ilmu pengetahuan
(ilmiah), sedangkan di negara-negara berkembang masih banyak menggunakan
cara non ilmiah, meskipun cara ilmiah juga mulai digunakan. Kedua cara tsb pada
umumnya menggunakan pula wawancara (interview), untuk mengetahui tepat
tidaknya seorang calon tenaga kerja/karyawan menempati jabatan tertentu.

Cara ilmiah. Cara seleksi berdasarkan ilmu pengetauan (cara ilmiah) adalah cara
seleksi berdasarkan data yang diperoleh dari job specification, sehingga
persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam job specification harus dapat
dipenuhi oleh calon karyawan, agar benar-benar sesuai dengan keinginan
organisasi. Di samping itu data yang bersifat non ilmiah berikut ini juga masih
dipertimbangkan dalam proses seleksi ilmiah:

a. Surat lamaran (bermaterai/tidak).

b. Ijazah sekolah dan daftar nilai.

c. Surat keterangan pekerjaan atau pengalaman.

d. Wawancara langsung.

e. Referensi/rekomendasi dari pihak yang dapat dipercaya.

Ke lima sumber data tsb masih terdapat banyak kelemahannya, yakni tercapainya
obyektivitas yang prima daripadanya belum tentu dapat diandalkan. Cara seleksi
berdasarkan ilmu pengetahuan ini pada umumnya sudah diberikan di negara-
negara maju misalnya negara-negara di daratan Eropa ataupun Amerika Serikat,
dsb.

Cara non ilmiah. Cara seleksi ini pada umumnya banyak digunakan di negara-
negara berkembang seperti di negara kita sendiri. Bahan pertimbangan cara
seleksi non ilmiah pada umumnya adalah data-data mulai dari surat lamaran
sampai dengan referensi/rekomendasi dari pihak yang dapat dipercaya. Cara non
ilmiah ini di samping didasarkan pada 5 data ( dari surat lamaran s.d.
referensi/rekomendasi) tsb, sering ditambah dengan faktor-faktor lain misalnya:

a. Bentuk tulisan dalam lamaran.

b. Cara berbicara dalam wawancara.

c. Tampang penampilannya, dsb.


Cara non ilmiah ini sering pula disebut “observational method”, yang sebenarnya
agak sulit dipertanggungjawabkan, sebab mereka yang tulisannya jelek, tampang
kurang baik, dan tidak fasih berbicara, belum tentu tidak cocok memangku jabatan
tertentu. Hal itu tergantung pada jabatan apa yang akan dipangku, sebab jabatan
yang tidak memerlukan tampang yang baik tentunya tidak perlu menekankan
tampang seorang pelamar, dsb.

4. Interview sebagai proses seleksi.

Interview. Interview atau wawancara lazim digunakan dalam proses seleksi calon
pegawai atau calon karyawan. Kenyataan menunjukkan bahwa di negara mana
saja, termasuk Indonesia, pelaksanaan wawancara dalam penerimaan tenaga kerja
baru, tidak dapat dihindarkan, meskipun hasil wawancara itu sendiri belum tentu
merupakan faktor utama dalam penentuan diterima tidaknya seorang pelamar.

Kelemahan-kelemahan interview menurut Manullang sbb:

a. Subyektivitas pewawancara (aspek perasaan individu).

b. Cara pengajuan pertanyaan (kurang jelas, terburu-buru, dsb).

c. Pengaruh dari sifat khusus seorang pelamar.

Interview berencana. Interview berencana ialah seleksi berdasarkan gagasan Mc.


Murry dalam buku karangan Roger Bellows “ Psychology of Personnel in Business
and Industry”. Gagasan Mc. Murry tsb adalah untuk melenyapkan kelemahan-
kelemahan interview tsb dengan cara sbb:

a. Orang yang bertugas menginterview bekerja atas dasar kualifikasi definitif


(kecakapan yang pasti) yang tercantum dalam job specification (perincian
pekerjaan).

b. Orang yang bertugas menginterview mengetahui pertanyaan apa yang akan


diajukannya kepada calon dan sudah disusun lebih dulu dengan kata-kata yang
mudah dimengerti.

c. Orang yang bertugas menginterview telah mendapatkan latihan dalam bentuk


teknik menginterview.

d. Orang yang bertugas menginterview memiliki sifat-sifat obyektif dalam


menginterpretasikan (menafsirkan) dan menilai keterangan-keterangan yang
diperoleh dari si calon.
e. Orang yang bertugas menginterview sudah mendapatkan data-data lebih dulu
baik melalui telepon maupun dari laporan-laporan tertentu mengenai diri
pelamar.

Interview berencana dilaksanakan agar jalannya wawancara tsb terpimpin dan


terarah, karena antara lain pertanyaan yang diajukan penginterview kepada calon
sudah disusun atau direncanakan lebih dulu. Dengan demikian penginterview tidak
asal saja mengajukan pertanyaan, tetapi semua sudah didasarkan pada pedoman
pertanyaan yang sudah disiapkan. Dalam proses interview, daftar isian pelamar
merupakan bahan yang penting pula untuk wawancara.

5. Peran penting proses seleksi.

Suatu proses seleksi merupakan momentum penting untuk menentukan apakah


kegiatan-kegiatan manajemen SDM selanjutnya dapat berjalan baik atau tidak.
Bila proses seleksi dapat dilaksanakan dengan baik, cermat, tepat dan benar sesuai
persyaratan organisasi, dapat diharapkan kegiatan-kegiatan dalam proses
manajemen SDM selanjutnya akan baik pula. Hal itu karena suatu proses
dilakukan setelah mempertimbangkan berbagai faktor penting, misalnya sebab-
sebab mengapa perlu rekruitmen, apa persyaratan yang diinginkan organisasi,
bagaimana supply (persediaan) tenaga kerja yang ada, teknik seleksi yang
bagaimana akan digunakan, dsb.

6. Orientasi.

Program orientasi. Program ini sering disebut “induksi” yakni memperkenalkan


para karyawan baru dengan peranan atau kedudukan mereka, dengan organisasi
dan dengan para karyawan lain. Masalah karyawan atau pegawai baru dalam
organisasi (perusahaan) bukanlah masalah yang ringan, sebab dalam diri karyawan
baru terdapat banyak pertanyaan yang perlu segera dijawab dengan jelas dan
tepat. Masa pemberian penjelasan-penjelasan tsb disebut dengan orientasi atau
induksi. Apabila jumlah karyawan baru cukup besar, pelaksanaan program
orientasi akan banyak memakan waktu. Jika karyawan baru kecil jumlahnya,
cukup dibawa keliling dalam organisasi/perusahaan ybs.

Obyek orientasi. Setelah pelamar dapat diterima sebagai karyawan baru dalam
perusahaan/organisasi, maka karyawan baru perlu melaksanakan program
orientasi. Program orientasi dengan obyek orientasi yang berupa lingkungan baru
yang perlu diketahui oleh karyawan baru tsb, dapat dikelompokkan menjadi 2
golongan, yaitu:

a. Hal-hal umum tentang pengetahuan perusahaan, yakni:


1. Sifat dan sejarah perkembangan perusahaan.

2. Produk yang dihasilkan (produk sampingan kalau ada).

3. Gambar/film proses produksi dan keadaan perusahaan.

b. Hal-hal khusus yang berhubungan dengan pekerjaan, yakni:

1. Kondisi kerja.

2. Upah dan jaminan sosial.

3. Program kesehatan dan keselamatan.

4. Program pelayanan.

5. Deskripsi jabatan/pekerjaannya.

6. Tempat dan peralatan kerjanya.

7. Teman/bawahan dalam pekerjaannya.

8. dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan penyesuaian diri.

Keberhasilan pelaksanaan program orientasi atau induksi ini tergantung pada


kedua pihak, yaitu karyawan baru ybs di satu pihak dan
supervisor/penyelia/atasannya di lain pihak. Apabila karyawan lama sudah
dapat menerima karyawan baru tsb dan karyawan baru sudah merasa betah
dalam perusahaan ybs, ini suatu pertanda berhasilnya pelaksanaan program
orientasi/induksi tsb. Ketidakberhasilan pelaksanaan program orientasi dapat
terjadi, apabila pada tahap seleksi terjadi suatu kesalahan. Dengan demikian
mungkin akan terjadi konflik antara karyawan baru dengan karyawan lama.

Manfaat program orientasi. Dengan memperhatikan lingkup dan obyek


orientasi, serta pelaksanaan orientasi yang berjalan dengan tepat dan benar,
akan mempunyai manfaat yang luas, baik bagi tenaga kerja baru maupun bagi
organisasi di mana mereka ditempatkan. Manfaat tsb adalah:

1. Tenaga kerja baru menjadi paham tentang organisasi di mana mereka


bekerja, pekerjaan apa saja yang terkait, apa tujuan organisasi, apa yang
harus mereka kerjakan dan bagaimana seharusnya mengerjakan.

2. Mengurangi rasa kekhawatiran tenaga kerja baru akan masa depannya,


karena mereka lebih “well informed”.
3. Penyelia, atasan langsung, rekan sekerja akan lebih yakin bahwa tenaga kerja
baru tsb akan dapat bekerja dengan baik dan benar.

4. Tenaga kerja baru akan lebih senang bekerja pada organisasi dan
memungkinkan berkurangnya “turnover” karyawan, dsb.

BAB IV. PENGORGANISASIAN PENGEMBANGAN SDM.

1. Pendahuluan.

Arti pengembangan.

Setiap organisasi apapun bentuknya senantiasa akan berupaya untuk mencapai


tujuan organisasi dengan efektif dan efisien. Efektif (berhasil guna) dan efisiennya
(tepat guna) upaya tsb sangat tergantung pada baik buruknya pengembangan
SDM/anggota organisasi itu sendiri. Hal ini berarti SDM dalam organisasi tsb
secara proporsional (seimbang) harus diberi latihan dan pendidikan yang sebaik-
baiknya.

Latihan dan pendidikan ini dilaksanakan baik untuk karyawan baru (agar dapat
menjalankan tugas-tugas baru yang dibebankan) maupun untuk karyawan lama
(untuk meningkatkan mutu pelaksanaan tugas sekarang maupun masa datang).
Dengan demikian program latihan dan pendidikan karyawan dalam
organisasi/perusahaan sangat penting untuk memajukan organisasi/perusahaan
ybs, lebih lagi bila pengetahuan dan teknologi makin berkembang dengan pesat.
Pada dasarnya latihan dan pendidikan merupakan proses yang berlanjut dan
bukan proses sesaat. Munculnya kondisi-kondisi baru, sangat mendorong
pimpinan organisasi/perusahaan untuk terus memperhatikan dan menyusun
program-program latihan dan pendidikan yang kontinyu serta semantap mungkin.

Tujuan pengembangan.

Usaha pengembangan SDM dalam organisasi/perusahaan ybs sangat perlu, agar


karyawan dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dan efisien sehingga tujuan
organisasi/perusahaan dapat tercapai dengan baik. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tujuan pengembangan SDM adalah untuk memperbaiki
efektivitas dan efisiensi kerja karyawan dalam melaksanakan dan mencapai
sasaran program-program kerja yang telah ditetapkan.

Perbaikan efektivitas dan efisiensi kerja karyawan dapat dicapai dengan


meningkatkan:
a. Pengetahuan karyawan.

b. Keterampilan karyawan.

c. Sikap karyawan terhadap tugas-tugasnya.

Skema tujuan dan metode pengembangan karyawan.

Tujuan Sifat Proses Metode


pengembangan pengembangan pengembangan pengembangan

-Memperbaiki -Pengembangan -Pengembangan -Sekolah, kuliah,


tingkat efektivitas pengetahuan. intelektualisasi. ceramah audio
kegiatan karyawan visual aids (alat2
dalam mencapai –Pengembangan - Latihan/praktik2.
keterampilan. peraga),
hasil2 yang telah -Pengembangan programmed
ditetapkan. -Pengembangan sikap/sifat yang instruction (acara
sikap. emosional. pengajaran).

-Diskusi kasus,
business games
(permainan
perdagangan) ,
project study
(mempelajari
proyek), consulting
project (proyek
pemberian nasehat)
,role playing
(permainan peran).

-Games sensitivity
training (pelatihan
permainan
kepekaan).

2. Latihan dan pendidikan.

Latihan adalah untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik


pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang relatif singkat.
Suatu latihan berupaya menyiapkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan-
pekerjaan yang pada saat itu dihadapi. Dalam rangka proses latihan maupun
pendidikan (untuk pengembangan lebih lanjut) perlu dilaksanakan penilaian
kebutuhan latihan dan pendidikan tsb, tujuan atau sasaran program, isi program,
dan prinsip (dasar) belajar. Langkah-langkah yang seharusnya diikuti sebelum
kegiatan latihan dan pengembangan (pendidikan) dimulai, digambarkan dalam
bagan berikut ini:

Langkah-langkah pendahuluan dalam persiapan program latihan dan

pengembangan.

Isi program

Penilaian dan
identifikasi Sasaran-sasaran
kebutuhan- dan pengembangan
kebutuhan

Prinsip-
prinsip belajar

Keterangan:

- Sering terjadi bahwa strategi organisasi dapat menciptakan kebutuhan


akan latihan. Latihan dapat diadakan karena adanya tingkat kecelakaan
atau pemborosan yang cukup tinggi, semangat kerja dan motivasi yang
rendah, atau masalah-masalah operasional lainnya.

- Sasaran-sasaran latihan dan pengembangan mencerminkan perilaku


dan kondisi yang diinginkan dan berfungsi sebagai standar (patokan)
untuk mengukur prestasi kerja individual, dan efektivitas program.

- Isi program ditentukan oleh identifikasi (pengenalan) kebutuhan dan


sasaran latihan. Apapun isinya, program hendaknya memenuhi kebutuhan
organisasi dan individual peserta.
- Agar isi program efektif, prinsip-prinsip (dasar-dasar) belajar harus
diperhatikan. Prinsip-prinsip ini adalah bahwa program bersifat
partisipatif, relevan, repetitif (pengulangan) dan pemindahan, serta
memberikan umpan balik tentang kemajuan para peserta latihan.
Semakin terpenuhinya prinsip-prinsip tsb, semakin efektif suatu latihan,
meskipun harus tetap diwaspadai adanya perbedaan kemampuan
individual peserta-peserta latihan tsb.

- Pendidikan.

Suatu pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses pengembangan SDM.


Pengembangan/pendidikan lebih bersifat filosofis (filosofis = filsafat =
mempelajari hakikat kehidupan dan kebenaran) dan teoritis, dibandingkan
dengan kegiatan training. Pengembangan/pendidikan (development) lebih
diarahkan untuk golongan manajer, sedangkan program latihan ditujukan
untuk golongan non manajer.

Perbedaan training dan development

Training (pelatihan) Development


(pengembangan/pendidikan)

1) Untuk non manajer. 1) Untuk manajer.

2) Untuk pekerjaan teknik, dan 2) Untuk gagasan pengertian teoritis.


pengoperasian mesin.

3) Untuk pekerjaan khusus


kegunaan yang berhubungan. 3) Untuk pengetahuan umum.

4) Untuk jangka pendek. 4) Untuk jangka panjang.

Training dan development menekankan peningkatan keterampilan atau


kemampuan dalam hubungannya dengan manusia.

Training dan development pada dasarnya merupakan investasi SDM atau


bahkan sebagai suatu investasi modal.
Kebutuhan skills pada latihan dan pendidikan/pengembangan.

Non manajerial (training) Manajerial (development)

Technical skills

Human relations skills

Conceptual skills

Keterangan gambar:

- Untuk keperluan training (non manajerial) lebih diperlukan technical


skills daripada conceptual skills (keterampilan tentang pengertian-
pengertian).

- Untuk keperluan development (manajerial) diperlukan lebih banyak


conceptual skills daripada technical skills.

- Dalam human relations skills keduanya mempunyai bobot yang hampir


sama.

Teknik-teknik latihan dan pengembangan.

Program-program latihan dan pengembangan/pendidikan dirancang untuk


meningkatkan prestasi kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta
memperbaiki kepuasan kerja.

Ada 2 (dua) katagori pokok program latihan dan pengembangan


manajemen, ialah:

a) Metode praktis (on-the job training).

b) Teknik-teknik presentasi (perkenalan) informasi dan metode-metode


simulasi (off-the job training). Simulasi = tiruan.

Evaluasi (penilaian).
Evaluasi terhadap pelaksanaan program latihan dan pendidikan
(pengembangan) sangat penting dilaksanakan, sebab pada dasarnya
implementasi (pelaksanaan) program latihan dan pengembangan tsb
berfungsi sebagai proses transformasi (perubahan) yang perlu ditelaah hasil
pencapaiannya. Para karyawan yang tidak terlatih, diubah menjadi
karyawan-karyawan yang berkemampuan, sehingga dapat diberi tanggung
jawab lebih besar. Untuk menilai keberhasilan program latihan dan
pengembangan tsb, perlu diadakan evaluasi (penilaian) yang sistematis
(teratur) dan tepat.

3. Tujuan pengembangan.

Aspek organisasi.

Pengembangan SDM jangka panjang (berbeda dengan latihan) adalah aspek


yang semakin penting dalam organisasi.

Melalui pengembangan SDM yang ada dalam organisasi (secara internal):

a) Dapat mengurangi ketergantungan organisasi untuk menarik


anggota/karyawan baru.

b) Lowongan pekerjaan dapat diisi secara internal pula.

c) Merupakan suatu cara yang efektif untuk menghadapi beberapa


tantangan yang dihadapi oleh banyak organisasi besar.

Tujuan yang diinginkan:

Tujuan pokok program pengembangan SDM dalam organisasi adalah:

Meningkatkan kemampuan, keterampilan, dan sikap karyawan/anggota


organisasi sehingga lebih efektif dan efisien dalam mencapai sasaran-sasaran
program atau tujuan organisasi.

Ada 8 (delapan) jenis tujuan pengembangan SDM menurut Andrew E.


Sikula:

a) Produktivitas personel dan organisasi.

b) Kualitas produk organisasi.


c) Perencanaan SDM.

d) Semangat personil dan iklim organisasi.

e) Meningkatkan kompensasi secara tidak langsung.

f) Kesehatan mental dan fisik.

g) Pencegahan merosotnya kemampuan personil.

h) Pertumbuhan kemampuan personil secara individual.

4. Faedah pengembangan.

Faedah (manfaat) suatu program pengembangan SDM dalam suatu


organisasi ialah dengan latihan dan pendidikan seseorang lebih mudah
melaksanakan tugasnya, sehingga akan lebih positif dalam menyumbang
tenaga dan pikiran bagi organisasi.

Menurut John H. Proctor dan William M. Thorton dalam bukunya


“Training a Handbook for Line Managers”, ada 13 (tiga belas) faedah nyata
latihan/pengembangan, yaitu:

a) Menaikkan rasa puas pegawai.

b) Pengurangan pemborosan.

c) Mengurangi ketidakhadiran dan turnover (pergantian) pegawai.

d) Memperbaiki metode dan sistem bekerja.

e) Menaikkan tingkat penghasilan.

f) Mengurangi biaya-biaya lembur.

g) Mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin.

h) Mengurangi keluhan pegawai-pegawai.

i) Mengurangi kecelakaan-kecelakaan.

j) Memperbaiki komunikasi.

k) Meningkatkan pengetahuan serbaguna pegawai.


l) Memperbaiki moral pegawai.

m)Menimbulkan kerjasama yang lebih baik.

5. Prinsip-prinsip latihan dan pendidikan.

Ada 9 (sembilan) prinsip latihan dan pendidikan yang dikemukakan Dale


Yoder dalam bukunya “Personnel Principles and Policies” (Dasar-dasar
Pegawai dan Kebijaksanaan), adalah:

a) Individual differences (perbedaan individu).

b) Relation to job analysis (analisis hubungan kerja).

c) Motivation (dorongan).

d) Active participation (keikutsertaan secara aktif).

e) Selection of trainees (seleksi peserta latihan).

f) Selection of trainer (seleksi pelatih).

g) Trainer training (pelatih latihan).

h) Training methods (metode latihan)

i) Principles of learning (pengetahuan dasar).

6. Metode latihan.

Sebagai bagian dari program pengembangan karyawan, maka latihan juga


memiliki metode-metode tertentu, sbb:

a) Metode latihan bagi karyawan non manajerial.

1. On the job method (metode dalam pekerjaan).

a. On the job (dalam pekerjaan).

b. Apprenticeship (magang).

2. Off the job method (metode di luar pekerjaan).

a. Vestibule school (sekolah ruang depan).


b. Kursus-kursus.

b) Metode latihan bagi karyawan manajerial.

1. On the job method (metode dalam pekerjaan).

a. Belajar dari pengalaman.

b. Coaching (pelatihan).

c. Understudy (magang, pengganti pelaku).

d. Position rotation/Tour of duty (pergiliran tugas).

e. Proyek khusus dan task force (satgas).

f. Penugasan dalam bentuk panitia.

g. Bacaan selektif.

2. Off the job method (metode di luar pekerjaan).

a. Kursus-kursus.
b. Role playing (permainan peran).
c. Simulasi (meniru, pekerjaan tiruan, gambaran tiruan).
d. Sensitivity training (pelatihan kepekaan).
e. Latihan.
f. Special meeting (pertemuan khusus).
g. Multiple management (bermacam-macam manajemen).

BAB V. PEMANFAATAN PROMOSI DAN PEMINDAHAN.

Promosi = kenaikan, kemajuan, perkenalan.

Adanya kesempatan untuk maju melalui promosi jabatan memotivasi


seseorang untuk berpartisipasi secara aktif dalam suatu organisasi. Sifat dasar
manusia pada umumnya untuk menjadi lebih baik, lebih maju dari posisi yang
dipunyai pada saat ini dan menginginkan kemajuan dalam hidupnya.
Arti suatu promosi:

a) Kesempatan untuk maju dalam suatu organisasi (kenaikan jabatan).

b) Perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan lainnya yang mempunyai status


dan tanggung jawab yang lebih tinggi.

Perpindahan jabatan tsb berarti kompensasi (penerimaan upah/gaji, dsb)


pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan jabatan lama (“promosi
basah”).

“Promosi kering” ialah promosi yang tidak berakibat adanya kenaikan


kompensasi.

Suatu promosi jabatan pada umumnya didambakan oleh setiap anggota


organisasi. Oleh karena itu, suatu program promosi perlu diadakan, yang
mengandung hal-hal sebagai berikut:

a. Ke arah mana suatu jabatan akan menuju?

b. Sampai dimanakah jenjang akhir suatu jabatan yang dapat dicapai?

c. Kriteria apa dan/atau persyaratan apa yang diperlukan untuk promosi


jabatan tsb? dsbnya.

Untuk itu semua perlu diketahui lebih jauh tentang:

1) Jalur promosi.

2) Dasar-dasar untuk promosi.

3) Kecakapan kerja dan senioritas dsb yang relevan dengan maksud dan
tujuan promosi jabatan.

Sebab-sebab terjadinya pemindahan seseorang ke jabatan baru:

a) Bila organisasi mengalami ekspansi.

b) Adanya lowongan yang harus segera diisi.

Prinsip “orang yang tepat pada jabatan yang tepat” dengan jalan
pemindahan atau jalan yang lain akan membawa hasil yang baik bagi
organisasi dan petugas ybs.
Suatu promosi penting untuk meningkatkan motivasi seorang petugas dalam
suatu organisasi. Pemberian promosi harus bertitik tolak untuk
kepentingan organisasi dan bukan untuk kepentingan pribadi seorang
petugas.

Menurut Manullang (mengutip definisi yang diberikan oleh Arun Manoppo


dan Mirzas Saiyadin dalam bukunya “Personnel Management”)
mengemukakan sbb:

Suatu promosi belum tentu mengakibatkan tambahnya penghasilan, tetapi


umumnya bertambah tanggung jawab. Akibat bertambahnya tanggung
jawab, umumnya akan bertambah penghasilan, tetapi hal tsb tidak selalu
demikian.

1. Jalur promosi.

Jalur promosi ialah suatu chart (peta) yang menunjukkan jalur atau jalan
kenaikan suatu jabatan dalam suatu organisasi. Contoh: jalur promosi
suatu perusahaan industri besar di bidang manajemen personalia. Dari
peta tsb dapat terlihat suatu jalur promosi dalam bidang manajemen
personalia untuk perusahaan besar yang terbagi menjadi 2 (dua) jalur,
sbb:

a) Jalur I: Lewat berbagai posisi manajemen dalam ukuran pabrik yang


berbeda-beda, misal: asisten personalia (pekerjaan/jabatan,
pengembangan gaji/upah, hubungan perburuhan)  pengawas fungsi
(pekerjaan)  manajer personalia pabrik kecil  manajer personalia
pabrik menengah  manajer personalia pabrik besar  direktur
personalia untuk divisi (bagian)  direktur personalia untuk
perusahaan.

b) Jalur II : Lewat spesialisasi fungsi dalam bidang personalia, misal:


asisten personalia (pekerjaan/jabatan, pengembangan gaji/upah,
hubungan perburuhan)  pengawas fungsi (pekerjaan)  manajer
seksi (bagian) pabrik besar  staf spesialis untuk divisi  staf spesialis
untuk perusahaan manajer fungsi (pekerjaan) untuk perusahaan 
direktur personalia untuk perusahaan.

2. Dasar-dasar promosi.
2 (dua) dasar untuk mempromosikan seseorang, yaitu:

a) Kecakapan kerja (“merit”).

b) Senioritas.

Bagi penentu kebijaksanaan dalam suatu organisasi lebih cenderung


menggunakan “kecakapan kerja” (“merit”) sebagai dasar suatu promosi,
sebab kompensasi (imbalan) yang baik adalah dasar untuk kemajuan
seseorang.

Bagi anggota organisasi atau karyawan lebih cenderung pada


“senioritas”, sebab makin lama masa kerja seseorang, kecakapannya
akan menjadi lebih baik.

Penggunaan kecakapan kerja (“merit”) sebagai dasar suatu promosi


masih mengandung “judgement” (pertimbangan), sehingga dianggap
masih belum obyektif. Bila menggunakan dasar “senioritas” dianggap
lebih obyektif. Untuk mengukur obyektivitas promosi ternyata tidak
mudah.

3. Kecakapan kerja vs senioritas.

Obyektivitas dalam menentukan pilihan dasar untuk promosi seseorang


atas dasar “kecakapan kerja” atau atas dasar “senioritas” masih
diragukan. Keduanya dapat saja mengandung “subyektivitas” dari
pihak penentu kebijaksanaan. Oleh karena itu untuk mengurangi
subyektivitas penilaian, kadang-kadang digunakan secara kombinasi
dari kedua dasar tsb ialah:

a) Apabila ada para pejabat yang mempunyai kecakapan yang sama,


maka pejabat yang lebih seniorlah yang akan dipromosikan, atau

b) Apabila ada dua pejabat yang mempunyai senioritas yang sama,


maka pejabat yang lebih cakaplah yang akan dipromosikan. Kedua
hal tsb untuk menghindari adanya “like” dan “dislike” dalam
penentuan promosi seseorang.

Kasus lain: Apabila karyawan A lebih senior dari B, tetapi karyawan


A kecakapannya kalah dibanding B. Siapa yang akan dipromosikan?
Untuk mengatasi hal tsb, diambil jalan dengan cara menentukan
“persyaratan minimal” baik untuk aspek senioritas (masa kerja)
maupun aspek kecakapan kerja.

4. Penurunan (demotion).

Promosi x Demotion.

Demotion ialah pemindahan seseorang ke jabatan lain yang lebih rendah


dalam suatu organisasi. Dampak demotion ialah bersifat negatif
terhadap moral karyawan/anggota suatu organisasi.

Demotion (penurunan) terjadi:

1) Bila pasar tenaga kerja menunjukkan keadaan “supply” (penawaran)


tenaga kerja lebih besar dari “demand” (permintaan) tenaga kerja.

2) Bila organisasi atau suatu perusahaan mengalami krisis, dsb.

5. Pemindahan.

Dalam arti umum pemindahan adalah segala perubahan jabatan seseorang


yang meliputi promosi, penurunan (demotion) dan perubahan jabatan yang
setingkat, yang tidak mengurangi atau menaikkan baik kekuasaan maupun
tanggung jawabnya.

Pemindahan adalah menempatkan pada tempat yang tepat, agar


karyawan/anggota ybs memperoleh suasana baru dan/atau kepuasan kerja
setinggi mungkin dan dapat berprestasi lebih baik lagi.

Pemindahan terjadi karena:

1) Keinginan pegawai sendiri (“Personnel Transfers”).

2) Kehendak organisasi/perusahaan (“Production Transfers”).

Pemindahan karena kehendak organisasi/perusahaan (“Production


Transfers”) terjadi karena:

a. Sebagai pengganti sementara.

b. Mengatasi keadaan darurat karena fluktuasi (naik turun, berubah-


ubah) volume pekerjaan.
c. Kebutuhan latihan (misalnya rotasi jabatan).

d. Kebutuhan ploeg (kelompok, bagian) pekerjaan, dsb.

e. Untuk menjamin kepercayaan pegawai/karyawan/anggota organisasi


bahwa mereka tidak akan diberhentikan karena kekurangcakapan
dalam jabatan yang lama.

f. Untuk menghindarkan rasa bosan pegawai/karyawan/anggota ybs,


baik karena macam pekerjaannya atau karena lingkungan kerjanya.

6. Rencana promosi, demotion, dan pemindahan.

Suatu organisasi yang cukup besar perlu memiliki pola dasar promosi,
demotion, dan pemindahan yang jelas atas anggota-anggotanya. Untuk
keperluan itu perlu adanya hal-hal sbb (Manullang, 1982):

a) Hubungan horizontal dan vertikal dari masing-masing jabatan dalam


organisasi.

b) Penilaian kecakapan pegawai/karyawan/anggota organisasi.

c) Ramalan-ramalan lowongan dan data pegawai/karyawan/anggota


organisasi.

Data pegawai yang lengkap merupakan bahan yang penting untuk


pengambilan keputusan guna keperluan promosi, maupun
pemindahan anggota/pegawai bagi kepentingan organisasi.

Masalah promosi dan pemindahan dalam proses manajemen SDM


cukup penting artinya bagi pemeliharaan semangat dan motivasi kerja
anggota dalam rangka dinamisasi organisasi.

BAB VI. PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KARIER.

I. Pengertian karier, perencanaan karier, dan pengembangan karier.

1. Karier (Career = riwayat kerja).


Menurut Hani Handoko 1985, Karier (Career) adalah “ semua
pekerjaan (atau jabatan) yang dipunyai (atau dipegang) selama
kehidupan kerja seseorang”.

Karier menunjukkan perkembangan para karyawan secara individual


dalam jenjang jabatan/kepangkatan yang dapat dicapai selama masa
kerja dalam suatu organisasi.

2.Perencanaan karier.

Perencanaan karier adalah “ suatu perencanaan tentang kemungkinan2


seorang karyawan/anggota organisasi sebagai individu meniti proses kenaikan
pangkat/jabatan sesuai persyaratan dan kemampuannya”.

Suatu perencanaan karier harus dilandasi dengan persyaratan2 yang dimiliki


seseorang guna mendukung peningkatan kariernya.

Keberhasilan karier seseorang dipengaruhi oleh:

a) Pendidikan formalnya.

b) Pengalaman kerjanya.

c) Sikap atasannya.

d) Prestasi kerjanya.

e) Bobot pekerjaannya.

f) Adanya lowongan jabatan.

g) Produktivitas kerjanya, dsb.

Perencanaan karier diperlukan karyawan untuk selalu siap menggunakan


kesempatan karier yang ada dengan sebaik-baiknya. Orang2 yang berhasil
dalam penugasannya dalam suatu organisasi, biasanya sangat
memperhatikan masalah2 perencanaan dan pengembangan karier.

3.Pengembangan karier.

Pengembangan karier (Career development) adalah suatu kondisi yang


menunjukkan adanya peningkatan2 status seseorang dalam suatu organisasi di
jalur karier yang telah ditetapkan.
Pengembangan karier masing2 anggota dalam organisasi tidak sama, karena
sangat tergantung berbagai faktor (pendidikan, pengalaman kerja, sikap
atasan, prestasi kerja, bobot pekerjaan, adanya lowongan jabatan,
produktivitas kerja, dsb), contoh: seorang calon karyawan perbankan meniti
karier hingga mencapai jabatan direktur sampai dengan masa pensiun pada
usia usia 56 tahun. Betapa panjang jalur karier yang ditempuh dan berapa
tahun harus dijalani untuk mencapai karier puncak tsb.

Titik sentral untuk memungkinkan meniti jalur karier tsb pada dasarnya
terletak pada 2 (dua) hal:

a) Kemampuan intelektual.

b) Kepribadian dalam kepemimpinan.

Kedua hal tsb perlu senantiasa dibina oleh setiap karyawan/anggota organisasi
terutama yang potensial bila ingin maju dalam kariernya.

II. Ruang lingkup perencanaan karier.

Ruang lingkup perencanaan karier mencakup hal2 sbb:

a) Perencanaan jenjang jabatan/pangkat individu karyawan/anggota


organisasi.

b) Perencanaan tujuan2 organisasi.

Keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena saling berkaitan.
Seseorang dijenjang karierkan untuk menunjang kepentingan dan/atau tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.

Penjelasan:

a) Perencanaan jenjang jabatan/pangkat individu karyawan/anggota


organisasi.

Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab,


wewenang, hak seseorang anggota organisasi/karyawan dalam rangkaian
susunan organisasi/perusahaan.

Jabatan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:


1) Jabatan struktural ialah jabatan yang jelas disebutkan dalam struktur
organisasi, misalnya: pimpinan.

2) Jabatan fungsional ialah jabatan yang tidak jelas disebutkan dalam


struktur organisasi, misalnya: peneliti, dokter, penasihat ahli, dsb.

Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seorang karyawan


dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar
penggajian.

Semakin tinggi pangkat, semakin terbatas pula jumlah personil yang


menduduki kepangkatan tsb sehingga terdapat piramida kepangkatan yang
serasi, sesuai dengan prinsip “span of control” (rentang kendali) dalam suatu
organisasi.

Faktor-faktor yang menentukan perencanaan jenjang jabatan/pangkat yang


perlu diperhatikan, sbb:

1) Sifat tugas.

2) Beban tugas.

3) Tanggung jawab yang dipikul pejabat ybs.

Semakin tinggi jabatan/pangkat seseorang dalam suatu organisasi, semakin


kompleks sifat tugasnya dan berat pula tanggung jawab yang dipikulnya.

Tujuan kenaikan pangkat dan jabatan adalah untuk mengembangkan


kebijaksanaan dan metode kerja lebih lanjut yang akan membawa organisasi
lebih maju.

b) Perencanaan tujuan2 organisasi.

Suatu organisasi harus memiliki tujuan yang jelas. Perumusan tujuan yang
jelas harus didasarkan pada pengamatan dan perencanaan yang cermat dan
mantap, sebab dari tujuan organisasi tsb akan dapat ditentukan:

1) Besar kecilnya misi (tugas) organisasi.

2) Berat ringannya tugas pekerjaan.

3) Spesifikasi (perincian) pekerjaan yang perlu dirumuskan.


4) Berapa jenis kelompok pekerjaan yang perlu disusun.

5) Kuantitas dan kualitas personil yang diperlukan dalam berbagai jenis


struktur jabatan dalam organisasi.

Dengan demikian tujuan2 organisasi dari tingkat teratas sampai eselon2


(tingkat2) di bawahnya akan menentukan jalur karier anggota organisasi ybs.
Di sinilah kemampuan intelektual dan kepribadian kepemimpinannya akan
diuji untuk dapat meniti jenjang karier tsb.

Penyusunan perencanaan karier.

Prasyarat yang diperlukan dalam penyusunan perencanaan karier ialah:

1) Perencanaan pengadaan tenaga kerja/penarikan tenaga kerja.

2) Analisa jabatan.

3) Spesifikasi (perincian) jabatan.

4) Deskripsi (gambaran) jabatan.

5) Seleksi.

6) Orientasi (peninjauan).

Apabila semua prasyarat telah dipenuhi, maka menurut John Soeprihanto


dalam bukunya “Manajemen Personalia” masih perlu diperhatikan hal2 sbb:

a) Jabatan pokok dan jabatan penunjang.

b) Pola jalur karier bertahap.

c) Jabatan struktural.

d) Tenggang waktu jabatan.

Penjelasan:

a) Jabatan pokok dan jabatan penunjang.

Jabatan pokok ialah jabatan yang fungsi dan tugas pokoknya adalah
menunjang langsung tercapainya sasaran pokok organisasi, misal: Dalam
suatu lembaga pendidikan, jabatan pokok adalah bidang jabatan yang
menangani operasi pendidikan dan pengajaran; dalam organisasi
perusahaan adalah bidang jabatan yang menangani produksi dan
pemasaran, dsb. Jabatan pokok tsb seyogyanya ditempati oleh orang2 yang
memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sesuai/searah.

Jabatan penunjang adalah jabatan yang fungsi dan tugas-tugasnya tidak


langsung menunjang, tetapi membantu tercapainya sasaran pokok
organisasi/perusahaan, misal: Dalam lembaga pendidikan atau di suatu
perusahaan adalah bagian umum atau bagian keuangan. Penempatan
personil2 di bagian2 tsb didasarkan pula pada latar belakang pendidikan
dan/atau pengalaman yang sesuai.

b) Pola jalur karier bertahap.

Pola jalur karier bertahap ialah suatu pola yang menunjukkan urutan
berjenjang dan bertahap dari jabatan2 dalam struktur organisasi yang
membentuk karier seseorang. Urutan jabatan yang berjenjang dan
bertahap harus ditempuh oleh seorang karyawan/anggota organisasi dalam
meniti kariernya. Latar belakang pendidikan dan pengalaman tugas
masing2 individu yang bertekad meniti karier sangat diperhatikan.

c) Jabatan struktural.

Jabatan struktural adalah jabatan karier, artinya jabatan atau jenjang


jabatan bagi mereka yang diarahkan ke jenjang yang paling tinggi dalam
organisasi. Bagi “karyawan baru” harus melalui program orientasi dulu dan
diberi pengalaman pada jabatan2 staf yang bersifat membantu jabatan
struktural. Oleh karena itu untuk jabatan2 struktural sangat diperlukan
kematangan psikologis, dan kemantapan kemampuan pribadi masing2.

d) Tenggang waktu jabatan.

Kurun waktu jabatan seseorang atau masa jabatan seseorang dalam suatu
organisasi sebaiknya ditentukan secara tegas dan tepat, sehingga akan
memberi efek psikologis yang positif terhadap pemangku jabatan ybs.

III. Berbagai pertimbangan dalam perencanaan karier.


Beberapa hal dalam proses perencanaan karier yang perlu dipertimbangkan
menyangkut masa jabatan dan pemindahan jabatan seseorang yang
berpengaruh pada jenjang kariernya, ialah:

a) Singkatnya masa jabatan.

b) Terlalu lamanya masa jabatan.

c) Keinginan dipindahkan dari jabatan.

Penjelasan:

a) Singkatnya masa jabatan.

Apabila seseorang memangku jabatan belum cukup lama (cukup singkat)


akan mengakibatkan hal2 yang kurang baik, yaitu:

1) Pada umumnya belum mengenal dan menghayati pekerjaan yang


menjadi tanggung jawabnya selama menjabat.

2) Program kerja yang mungkin sudah ditetapkan belum sempat


diselesaikan dengan tuntas dan bulat.

3) Belum sampai bulat penghayatannya pada jabatan yang dipangkunya


sudah harus menyiapkan diri memahami jabatan baru.

4) Secara psikologis menimbulkan pertanyaan yang tidak mudah


dijawab apa yang menjadi penyebabnya.

b) Terlalu lamanya masa jabatan.

Akibat2 yang mungkin timbul dari masa jabatan seseorang yang terlalu
lama dalam suatu organisasi a.l:

1) Timbulnya rasa bosan karena pekerjaan2 yang sama dalam masa


yang lama, sehingga kurang variasi.

2) Sikap pasif (tidak giat) dan apatis (tak acuh) serta mundurnya
motivasi (dorongan) dan inisiatif (prakarsa) dalam bekerja.

3) Menumpulkan kreativitas (daya cipta) seseorang, karena tidak


adanya tantangan yang berarti.
4) Menimbulkan iklim kerja yang statis dan tidak mudah diubah serta
menutup kemungkinan pejabat baru dari generasi penerusnya.

c) Keinginan pindah jabatan.

Harapan untuk dipindahkan dari jabatan lama ke jabatan baru selalu


ada dalam pikiran para karyawan/anggota suatu organisasi.

Penyebab keinginan pindah jabatan adalah:

1. Seseorang terlalu lama menjabat di daerah terpencil, sehingga merasa


sulit mengembangkan diri.

2. Merasa kurang tepat pada jabatan yang sekarang dijabat/diemban


karena tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan, pengalaman
atau keinginannya.

3. Merasa jabatan yang sekarang sekedar sebagai batu loncatan untuk


meniti karier lebih lanjut.

IV. Informasi dan konseling (memberi nasihat/bimbingan) pada perencanaan


karier.

Departemen personalia setiap organisasi ybs harus berperan aktif


memberikan informasi2 dan bimbingan2 (konseling) kepada mereka yang
membutuhkan.

1. Informasi.

Informasi pada perencanaan karier merupakan bagian dari sistem


informasi sumberdaya manusia.

Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk memberi informasi, a.l:

a) Ceramah2.

b) Pidato pengarahan.

c) Edaran2.

d) Lokakarya tentang perencanaan karier.

e) Seminar2 tentang perencanaan karier.


f) Social meeting, dsb.

Bahan2 yang perlu diinformasikan (informasi karier) a.l:

a. Pola karier personal,

b. Analisa jabatan,

c. Spesifikasi (perincian) jabatan,

d. Deskripsi (gambaran) jabatan,

e. Skala gaji dalam jenjang jabatan,

f. Berbagai jenis kompensasi,

g. Persyaratan jabatan, dsb.

Dengan informasi2 tsb diharapkan para anggota organisasi secara


individual dapat meneliti sendiri jabatan2 mana yang sekiranya cocok
untuk dimantapkan sebagai penelitian kariernya lebih lanjut.

2. Konseling (memberi nasihat/bimbingan) karier.

Setelah informasi2 cukup mantap diberikan, selanjutnya memberi


bantuan bimbingan kepada para anggota agar tepat dalam menetapkan
sasaran2 kariernya sesuai minat dan kemampuannya.

Suatu karier merupakan bagian dari rencana hidup seseorang sehingga


rencana karier yang disarankan/dibantubimbingkan seharusnya adalah
bagian integral (pelengkap) dari rencana hidup tsb. Dengan demikian
berarti bimbingan karier merupakan penilaian (evaluasi) pribadi
seorang individu dalam organisasi ybs. Penilaian pribadi meliputi:
minat, bakat, kemampuan, motivasi, semangat, keterampilan, dan
moral seseorang. Bagaimana anggota ybs memadukan diri antara
evaluasi pribadi dengan informasi karier yang telah diterima dari para
pembimbing (konselor). Para konselor dalam memberikan informasi
karier juga memberi gambaran tentang situasi lingkungan kerja dan
perubahan2 yang dapat terjadi yang mungkin berpengaruh terhadap
karier mereka selanjutnya.

IV. Pengembangan karier.


Setelah berbagai informasi dan bimbingan diberikan, kemudian penetapan
karier (langkah awal jenjang karier seseorang), dan selanjutnya ialah
pengembangan diri masing2 sesuai kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya. Departemen personalia dapat membantu pengembangan diri
karyawan/anggota organisasi ybs.

5.1.Pengembangan karier secara individual.

Menurut Hani Handoko (1985) ada 6 (enam) kegiatan pengembangan


karier yang dapat dilakukan masing2 individu, sbb:

a) Prestasi kerja.

Prestasi kerja yang baik adalah kegiatan paling penting untuk


memajukan karier, karena prestasi kerja yang baik mendasari semua
kegiatan pengembangan karier lainnya.

b) Exposure (perbuatannya diketahui).

Kemajuan karier juga ditentukan oleh exposure, berarti menjadi dikenal


oleh orang2 (manajer2) yang memutuskan promosi, transfer
(pemindahan) dan kesempatan2 karier lainnya. Tanpa exposure,
karyawan yang berprestasi baik mungkin tidak akan memperoleh
kesempatan untuk mencapai sasaran kariernya. Para manajer
mendapatkan exposure terutama melalui: prestasi, laporan2 tertulis,
presentasi (perkenalan) lisan, kerja panitia, pelayanan masyarakat dan
bahkan lama jam kerja mereka.

c) Permintaan berhenti.

Permintaan berhenti merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran


karier apabila ada kesempatan karier di tempat lain, sehingga dengan
permintaan berhenti tsb, ybs berpindah tempat bertugas/bekerja.
Berpindah-pindah tempat bekerja tsb bagi sementara manajer
professional merupakan bagian strategi karier mereka.

d) Kesetiaan organisasional.

Kesetiaan pada organisasi di mana seseorang bertugas/bekerja turut


menentukan kemajuan karier ybs.
e) Mentors (penasehat, pembimbing) dan sponsors (penyokong, yang
mengusulkan, yang membiayai).

Para mentor atau pembimbing karier informal bila berhasil


membimbing karier karyawan atau mengembangkan kariernya lebih
lanjut, maka para mentor tsb dapat menjadi sponsor mereka. Seorang
sponsor adalah orang dalam organisasi yang dapat menciptakan
kesempatan2 pengembangan karier orang lain, dan seringkali sponsor
karyawan adalah atasan langsungnya.

f) Kesempatan2 untuk tumbuh.

Kesempatan untuk tumbuh terjadi, bila karyawan meningkatkan


kemampuan, misalnya melalui program latihan, pengambilan kursus2
atau penambahan gelar, dsb. Peningkatan kemampuan tsb berguna bagi
departemen personalia dalam pengembangan sumberdaya manusia
internal dan bagi pencapaian rencana karier karyawan.

5.2. Pengembangan karier secara organisasional.

Pengembangan karier seharusnya tidak tergantung pada usaha2 individual


saja, sebab hal itu kadang kala tidak sesuai dengan kepentingan organisasi.
Agar sesuai dengan kepentingan organisasi, maka departemen personalia
dapat mengatur pengembangan karier para karyawan/anggota organisasi,
misal dengan mengadakan program2 latihan, kursus2 pengembangan
karier, dsb. Sebaiknya hal2 tsb disetujui/direstui pihak pimpinan
organisasi agar pihak manajemen selalu “well informed”(serba tahu)
tentang upaya2 karier personalia dalam organisasinya.

V. Manfaat perencanaan dan pengembangan karier.

6.1.Manfaat perencanaan karier.

Perencanaan karier bermanfaat bagi para karyawan/anggota organisasi


dalam pelaksanaan tugasnya dan bagi organisasi secara keseluruhan.

Manfaat perencanaan karier sbb:

a) Mengembangkan para karyawan yang dapat dipromosikan (potensial).


Perencanaan karier dapat membantu mengembangkan suplai
(persediaan) karyawan internal terutama mereka yang cukup potensial.
b) Menurunkan perputaran karyawan (“turnover”).

Perhatian terhadap karier individual dalam perencanaan karier yang


telah ditetapkan, akan dapat meningkatkan loyalitas pada organisasi di
mana mereka bekerja (kesetiaan organisasional) akan menurunkan
turnover (perputaran karyawan) di dalam organisasi ybs.

c) Mengungkap potensi karyawan.

Dengan adanya perencanaan karier yang jelas dan mantap, akan dapat
mendorong para karyawan secara individual maupun kelompok untuk
menggali kemampuan masing2 agar dapat mencapai sasaran2 karier
yang diinginkan.

d) Mendorong pertumbuhan.

Perencanaan karier yang baik dapat mendorong semangat kerja


karyawan untuk tumbuh dan berkembang, sehingga motivasi karyawan
dapat dipelihara.

e) Mengurangi penimbunan.

Perencanaan karier akan dapat mengangkat kembali para karyawan


yang cakap untuk maju, sehingga tidak “tertimbun” tanpa harapan.

f) Memuaskan kebutuhan karyawan.

Adanya perencanaan karier berarti ada penghargaan terhadap individu


karyawan, adanya pengakuan, dan penghargaan terhadap prestasi
individu. Penghargaan dan pengakuan terhadap prestasi dapat
memuaskan dan merupakan kebutuhan karyawan.

g) Membantu pelaksanaan rencana kegiatan yang telah disetujui.


Perencanaan karier dapat membantu para anggota kelompok agar siap
untuk jabatan2 lebih penting. Persiapan ini akan membantu
pencapaian rencana2 kegiatan yang telah disetujui. Dalam perencanaan
karier departemen personalia harus berperan aktif.

6.2.Manfaat pengembangan karier.

Manfaat pengembangan karier berhubungan dengan kegiatan diklat.


Manfaat pengembangan karier sbb:

a) Meningkatkan kemampuan karyawan.

Pengembangan karier melalui diklat mengakibatkan kemampuan intelektual


dan keterampilan karyawan yang dapat disumbangkan kepada organisasi.

b) Meningkatnya suplai (persediaan) karyawan yang punya kemampuan.


Jumlah karyawan yang lebih tinggi kemampuannya dari sebelumnya (suplai
karyawan yang berkemampuan) akan bertambah, sehingga memudahkan
pihak pimpinan (manajemen) untuk menempatkan dalam pekerjaan yang
lebih tepat (menguntungkan organisasi).

BAB VII. PENILAIAN PRESTASI KERJA.

1. Umum.

Bagi karyawan atau anggota suatu organisasi yang telah berhasil


dikembangkan kariernya dan kemudian ditempatkan pada penugasan atau
job-job tertentu dalam organisasi, perlu senantiasa diadakan penilaian
prestasinya. Penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) pada dasarnya
merupakan salah satu faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi
secara efektif dan efisien (suatu organisasi telah memanfaatkan dengan baik
sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi). Penilaian prestasi kerja
memerlukan informasi yang relevant dan reliable tentang prestasi kerja
masing-masing individu, karena akan memudahkan perumusan
kebijaksanaan lebih lanjut yang lebih efektif (memungkinkan
dilaksanakannya perencanaan karier bagi masing-masing karyawan).
Penilaian prestasi kerja individual tersebut sangat bermanfaat bagi
dinamika organisasi secara keseluruhan.

Permasalahan yang ada dalam penilaian prestasi kerja adalah bagaimana


suatu obyektivitas penilaian dapat dicapai dengan baik, sehingga harus
dihindarkan adanya like dan dislike dari tim penilai. Suatu hal yang tidak
mudah pelaksanaannya dalam praktik.

2. Pengertian dan manfaat penilaian prestasi kerja.


Pengertian. Penilaian prestasi kerja adalah “Proses yang dilalui organisasi
untuk menilai (mengevaluasi) prestasi kerja karyawan”. Apabila

BAB IX. MOTIVASI.

Memanfaatkan pegawai adalah kegiatan pimpinan untuk mempekerjakan


pegawai agar memberi prestasi atau menguntungkan kepada perusahaan. Hal
ini lebih menekankan kepada usaha pemberian manfaat kepada perusahaan,
meskipun pemberian manfaat kepada pegawai tidak dilupakan. Pemberian
manfaat kepada perusahaan bukan saja dalam arti material, tetapi juga dalam
arti nama baik perusahaan. Jadi hanya pegawai yang memberi manfaat
kepada perusahaan baik dalam arti material maupun moral atau nama baik
perusahaan yang dipekerjakan selanjutnya dalam perusahaan. Berdasarkan
uraian tsb, ada 2 (dua) aspek fungsi memanfaatkan pegawai, yakni:

1) Mempekerjakan pegawai yang bermanfaat bagi perusahaan.

2) Tidak mempekerjakan pegawai yang tidak bermanfaat bagi perusahaan.

Pegawai yang menunjukkan kemungkinan tidak bermanfaat bagi perusahaan,


oleh pimpinan dapat diberhentikan atau dipensiunkan, sedangkan pegawai
yang menunjukkan kemungkinan bermanfaat bagi perusahaan, diberi motivasi
(dorongan) kepada pegawai ybs. Salah satu perangsang penting untuk
memanfaatkan pegawai adalah upah.

Semua jenis perangsang yang dapat dinilai dengan uang termasuk ke dalam
jenis motivasi yang material incentive, dan semua jenis perangsang/dorongan
yang tidak dapat dinilai dengan uang termasuk dalam jenis motivasi yang non
material incentive. Motivasi yang berupa non material incentive (perangsang
non material) meliputi:

1. Penempatan yang tepat.

2. Latihan sistematik.

3. Promosi yang obyektif.

4. Pekerjaan yang terjamin.


5. Turut sertanya wakil-wakil pegawai dalam pengambilan keputusan di dalam
perusahaan.

6. Kondisi pekerjaan/tempat bekerja yang menyenangkan.

7. Pemberian fasilitas untuk rekreasi kepada para pegawai.

8. Pelayanan di bidang kesehatan.

9. Pelayanan dalam bidang kesejahteraan.

10. Pemberian informasi tentang perusahaan kepada para pegawai.

Penjelasan:

1. Penempatan yang tepat bagi seorang pegawai:

a) Dapat menaikkan efisiensi pegawai.

b) Dapat menimbulkan kepuasan dalam melaksanakan tugasnya.

2. Latihan sistematik.

Latihan/pendidikan yang sistematik dapat menimbulkan:

a) Kegairahan bekerja.

b) Terbukanya jalan untuk menaiki tangga kedudukan dalam perusahaan.

c) Untuk menstabilkan pegawai.

3. Promosi yang obyektif.

Promosi yang obyektif berkaitan erat dengan latihan/pendidikan yang


sistematik. Promosi (kenaikkan pangkat) dapat mengakibatkan:

a) Memiliki hak dan kekuasaan yang lebih besar dari sebelumnya.

b) Menaikkan penghasilannya.

4. Pekerjaan yang terjamin.

Pekerjaan yang terjamin bagi pegawai perusahaan harus tetap


dipertahankan, karena pegawai akan menunjukkan loyalitas rendah, bila
merasa bahwa jabatannya hanya bersifat sementara. Kebiasaan memecat
dan mencari tenaga kerja baru adalah suatu tindakan yang tidak disenangi
oleh pegawai perusahaan, sebab merupakan ancaman terhadap jaminan
kehidupan pegawai.

5. Turut sertanya wakil-wakil pegawai dalam pengambilan keputusan di dalam


perusahaan.

a) Merupakan daya perangsang yang penting.

b) Merupakan suatu langkah mengurangi salah pengertian.

c) Untuk memajukan kerjasama.

d) Menimbulkan perasaan pada pegawai bahwa mereka mempunyai hak


untuk ikut memecahkan masalah-masalah pimpinan sehingga pegawai
akan bertanggungjawab dan lebih memperhatikan perusahaan.

6. Kondisi pekerjaan yang menyenangkan.

Kondisi pekerjaan yang menyenangkan semasa jam kerja:

a) Akan memperbaiki moral pegawai dan kesungguhan bekerja.

b) Akan menambah kegairahan bekerja dan akan menaikkan efisiensi


(peralatan yang baik, ruangan pekerjaan yang nyaman, perlindungan
terhadap mara bahaya, ventilasi yang baik, penerangan yang cukup dan
kebersihan).

7. Pemberian fasilitas untuk rekreasi kepada para pegawai dapat


menumbuhkan rasa kerjasama di antara pegawai, sebab semakin baik
mereka bermain bersama, semakin baik pula mereka bekerjasama.

8. Pelayanan di bidang kesehatan.

Pegawai yang sehat lebih produktif dari pegawai yang kurang sehat.

9. Pelayanan dalam bidang kesejahteraan.

Misalnya perumahan harus mendapat perhatian yang serius dari pimpinan


perusahaan.
10. Pemberian informasi tentang perusahaan kepada para pegawai merupakan
suatu kebutuhan dari setiap pegawai perusahaan. Pemberian informasi
melalui pertemuan-pertemuan khusus, majalah perusahaan, pengiriman
surat tentang kemajuan-kemajuan yang dicapai perusahaan, kesulitan-
kesulitan yang dihadapinya, proyek-proyek yang direncanakan, tujuan
proyek tsb, kemajuan keuangan perusahaan. Hal tsb dapat menimbulkan
saling pengertian antara pimpinan perusahaan dengan para pegawai, dapat
memajukan kerjasama, dapat menumbuhkan perasaan sekeluarga antar
pegawai perusahaan.

Keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan


pendayagunaan SDM tsb.

Setiap pimpinan atau setiap orang yang bekerja dengan bantuan orang lain
dalam suatu organisasi harus mengetahui dan memiliki dengan sebaik-
baiknya teknik-teknik untuk dapat memelihara prestasi dan kepuasan kerja
karyawan, antara lain memberikan motivasi (dorongan) kepada
bawahannya agar dapat melaksanakan tugasnya sesuai aturan dan
pengarahan.

Motivasi adalah proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar


melakukan sesuatu yang kita inginkan atau dorongan dari luar terhadap
seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dorongan adalah desakan alami
untuk memuaskan kebutuhan hidup, dan cenderung untuk
mempertahankan hidup.

Berbagai pandangan tentang motivasi dalam organisasi.

Model motivasi:

Menurut para manajer, terdapat 3 (tiga) model motivasi, yaitu:

a) Model tradisional.

b) Model hubungan manusiawi.

c) Model SDM.

Penjelasan:

a) Model tradisional.
Secara tradisional para manajer mendorong (memotivasi) tenaga kerja
dengan cara memberikan imbalan berupa upah/gaji yang makin
meningkat, artinya apabila tenaga kerja rajin bekerja dan aktif, upahnya
akan dinaikkan. Pandangan ini menganggap bahwa pada dasarnya para
karyawan adalah malas, dan dapat didorong kembali hanya dengan
imbalan uang, tetapi para manajer makin lama makin mengurangi
jumlah imbalan tsb.

b) Model hubungan manusiawi (human relation model).

Model ini lebih menekankan dan menganggap penting adanya faktor


“kontak sosial” yang dialami para karyawan dalam bekerja daripada
faktor imbalan yang dikemukakan oleh model tradisional. Hal ini tidak
berarti masalah imbalan diabaikan. Para manajer dapat memotivasi
karyawan dengan cara memenuhi kebutuhan sosialnya dan dengan
membuatnya merasa penting dan berguna. Ini berarti kepuasan dalam
bekerja karyawan harus ditingkatkan, antara lain dengan cara
memberikan lebih banyak kebebasan kepada karyawan untuk
mengambil keputusan dalam bekerja. Di sini ditumbuhkan kontak sosial
atau hubungan kemanusiaan dengan karyawan dengan lebih baik
sebagai faktor motivasi.

c) Model SDM (human resources model).

Model ini timbul, karena kritikan dari para ahli (Argyris, Mc.Gregor,
Maslow, dan Libert) terhadap model hubungan manusiawi sebagai model
yang hanya menyalahgunakan para karyawan dengan cara lebih canggih
(sophisticated). Para ahli berpendapat bahwa motivasi karyawan tidak
hanya pada upah atau kepuasan kerja, tetapi beranekaragam. Motivasi
yang penting bagi karyawan menurut model SDM adalah:
pengembangan tanggung jawab bersama untuk mencapai tujuan
organisasi dan anggota organisasi, di mana setiap karyawan
menyumbang sesuai dengan kepentingan dan kemampuannya.

BAB X. KEPEMIMPINAN DAN BERBAGAI ASPEKNYA.

I. Umum.
Kepemimpinan harus melekat pada seorang manajer, karena kepemimpinan
(leadership) merupakan inti dari manajemen, sedangkan inti dari
kepemimpinan adalah human relation (hubungan antar manusia), sehingga
baik buruknya manajemen tergantung pada baik buruknya kepemimpinan.
Baik buruknya kepemimpinan tsb sangat tergantung kepada baik buruknya
human relation dari pemimpin-pemimpin/manajer-manajer yang
menjalankan kepemimpinan tsb. Sukses tidaknya suatu organisasi sebagian
besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-
orang yang diserahi tugas memimpin dalam organisasi. Seorang pemimpin
yang baik adalah seseorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan yang
bersifat operasional, tetapi mengambil keputusan, menentukan
kebijaksanaan dan menyerahkan kepada orang lain untuk melaksanakan
keputusan yang telah diambil sesuai dengan kebijaksanaan yang telah
digariskan.

- Pengertian pemimpin.

Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk


mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan
bentuk alasannya. Diharapkan seorang manajer adalah seorang pemimpin,
tetapi seorang pemimpin belum tentu seorang manajer. Jadi seorang
pemimpin tidak dapat disamakan dengan seorang manajer.

Seorang manajer berperilaku sebagai seorang pimpinan, asalkan dia mampu


mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi
belum tentu seorang pemimpin juga seorang manajer, sebab seorang
manajer melaksanakan fungsinya dalam kaitan suatu birokrasi yang
dibatasi oleh aturan-aturan birokrasi, sedang seorang pimpinan tidak perlu
dibatasi oleh aturan-aturan birokrasi (kepegawaian).

- Pengertian kepemimpinan.

Kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi


orang-orang agar mau bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan yang
diinginkan bersama.

Kepemimpinan yang baik perlu dikembangkan dan dipelihara sebaik-


baiknya, karena manajemen yang berhasil bersumber atau bergantung pada
adanya kepemimpinan yang baik.
II. Ciri-ciri kepemimpinan.

a) Pendidikan umum yang luas.

Mempunyai pendidikan umum yang luas tidak perlu diidentikkan


(disamakan) dengan pendidikan tinggi dan pemilikan gelar akademis,
yang penting adalah seorang pemimpin yang baik merupakan seorang
generalist (yang bersifat umum) yang baik pula. Seorang generalist
mempunyai kemampuan untuk mengembangkan managerial skill yang
dituntut oleh tugasnya. Seorang pemimpin yang baik tidak perlu
menjadi seorang specialist dengan memiliki technical skill yang
mendalam.

b) Kemampuan berkembang secara mental.

Seseorang (pimpinan), jika tidak tumbuh secara mental, sesungguhnya


telah mulai dengan proses stagnasi dalam kehidupan kepemimpinannya.

c) Ingin tahu.

Kesadaran tentang perubahan-perubahan (lingkungan, alat, teknologi,


prosedur kerja, dsb) yang memungkinkan seorang pimpinan menjadi
inovatif dan kreatif. Salah satu hal yang perlu dihindari oleh seorang
pemimpin adalah perasaan puas terhadap hal yang telah dicapainya.

d) Kemampuan analitis.

Kemampuan menganalisa situasi yang dihadapi secara teliti, matang,


dan mantap, merupakan prasyarat untuk suksesnya kepemimpinan
seseorang.

e) Memiliki daya ingat yang kuat.

Seorang pemimpin yang modern sering dihadapkan kepada informasi


yang volumenya besar dan orang yang jumlahnya banyak. Daya ingat
yang kuat diharapkan dapat menyaring hal-hal mana dan siapa-siapa
yang relevan baginya dalam melaksanakan tugas-tugas
kepemimpinannya.

f) Kapabilitas integratif.
Dengan adanya fungsi yang berbeda-beda, spesialisasi yang makin
beranekaragam dan kepentingan yang berbeda-beda pula, maka
“kapabilitas integratif” (kemampuan yang mencakup berbagai aspek)
menjadi sangat penting artinya, karena hanya dengan kapabilitas
integratif, administrasi dan organisasi dapat digerakkan sebagai suatu
kesatuan yang bulat ke arah pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

g) Keterampilan berkomunikasi.

Dalam memberikan perintah, petunjuk, pedoman dan nasehat, seorang


pemimpin harus menguasai teknik-teknik berkomunikasi (penggunaan
bahasa dengan baik, kejelasan ide yang hendak disampaikan dan teknik
penyampaiannya baik secara lisan maupun tertulis.

h) Keterampilan mendidik.

Seorang pemimpin pada dasarnya adalah juga seorang pendidik.


Kenyataannya, apabila seorang bawahan menghadapi kesulitan dalam
pelaksanaan tugasnya, maka ia akan cenderung untuk menghadap
atasannya (untuk memperoleh petunjuk, pengetahuan tentang cara
melaksanakan tugasnya dengan baik).

i) Rasionalitas dan obyektivitas.

Seseorang yang emosional akan kurang berhasil sebagai seorang


pemimpin, artinya jika emosi menguasai cara berpikir seseorang, maka
rasionalitas dan obyektivitas akan berkurang, yang mengakibatkan
keputusan yang diambil akan menjadi kurang tepat.

j) Pragmatis (memandang sesuatu menurut kegunaannya).

Membuat keputusan yang dapat dilaksanakan oleh aparatur pelaksana


sesuai dengan kemampuan dan sumber-sumber yang tersedia.

k) Sense of urgency (perasaan terhadap keadaan yang mendesak).

Seorang pemimpin harus mampu mengatur prioritas, mana yang penting


dan mana yang tidak. Hal tsb berkaitan dengan skala prioritas.

l) Sense of timing.
Seorang pemimpin harus mengetahui saat yang tepat atau tidak tepat
untuk bertindak. Pengetahuan tsb penting untuk tujuan alokasi
sumberdaya dan pertimbangan-pertimbangan psikologis.

m) Sense of cohesiveness (rasa kepaduan).

Seorang pemimpin harus merasa satu dengan yang dipimpin, kolega


setingkat dan atasannya, untuk mengembangkan kerjasama, koordinasi
(hubungan), integrasi dan sinkronisasi (penyesuaian) tindakan.

n) Sense of relevance (rasa hubungan).

Seorang pemimpin harus memiliki keputusan yang relevan (berkaitan)


dengan tujuan yang hendak dicapai.

o) Kesederhanaan.

Syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi seorang pemimpin adalah
memiliki kesederhanaan dan kewajaran dalam cara hidup, cara bekerja,
dan cara bertindak (tidak berbelit-belit).

p) Keberanian.

Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam organisasi perlu memiliki


pula keberanian yang lebih besar dalam melaksanakan tugas pokok yang
telah dipercayakan padanya. Keberanian dalam mengambil keputusan,
risiko yang timbul dalam pelaksanaan keputusan tsb, keputusan yang
diambil pasti tidak selalu memuaskan semua pihak.

q) Kemampuan mendengar.

Setiap pemimpin harus memiliki kemampuan dan kemauan untuk


mendengar pendapat atau saran-saran orang lain terutama bawahannya.

r) Adaptabilitas dan fleksibilitas.

Satu-satunya yang konstan di dunia ini adalah adanya “perubahan”,


maka sikap “kaku” seseorang akan merugikan seseorang dalam
menjalankan peranannya sebagai pemimpin.

s) Ketegasan.
Seorang pemimpin harus memiliki ketegasan dalam menghadapi
bawahan dan ketidaktentuan untuk menjamin stabilitas organisasi,
meskipun dihadapkan kepada masa depan yang kurang diketahui
sifatnya.

Keseluruhan ciri tsb sulit/tidak mungkin dimiliki oleh seorang pemimpin,


tetapi dengan makin berkembangnya bakat-bakat kepemimpinan dan
latihan-latihan kepemimpinan, makin banyak ciri-ciri kepemimpinan tsb
dapat dipenuhi, walaupun tidak seluruh ciri akan dapat dicapai sepanjang
karier seseorang. Usaha-usaha ke arah peningkatan mutu kepemimpinan
harus tetap diupayakan secara kontinyu agar suatu kepemimpinan yang
berhasil dapat tercapai.

III. Tanggung jawab dan wewenang kepemimpinan.

1. Tanggung jawab para pemimpin sbb:

Menentukan tujuan pelaksanaan kerja.


a) Melengkapi para karyawan dengan sumber dana yang diperlukan
untuk menjalankan tugasnya.

b) Mengkomunikasikan kepada para karyawan tentang apa yang


diharapkan dari para karyawan tsb.

Memberikan hadiah yang sepadan untuk mendorong prestasi.

c) Mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang


partisipasi apabila memungkinkan.

d) Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif.

e) Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya.

f) Menunjukkan perhatian kepada karyawan.

2. Wewenang kepemimpinan.

Wewenang kepemimpinan dapat diperoleh dari 2 sumber:

a. Berasal dari atas atau penetapan dari atas (top-down authority).


b.Berasal dari pilihan anggota yang akan menjadi bawahannya (bottom-up
authority).

Pada “top-down authority” kewenangan memimpin atau memerintah


diberikan oleh atasannya (kekuasaan puncak-bawah).

Pada “bottom-up authority”, pimpinan dipilih dan diterima oleh mereka


yang akan menjadi bawahannya. Dengan demikian bawahan akan
menghargai wewenang tsb, karena mereka mempunyai respek pribadi
untuk menghargai orang yang telah dipilihnya menjadi pemimpin yang
berwenang.

IV. Sifat dan gaya kepemimpinan.

1. Sifat kepemimpinan.

a) Penuh enerji (energic).

Kepemimpinan yang baik dapat dicapai dengan enerji (kekuatan)


jasmani dan rohani yang baik pula.

Seorang pemimpin harus sanggup bekerja dalam jangka panjang


dan dalam waktu yang tidak tertentu. Sewaktu-waktu dibutuhkan
tenaganya, ia harus sanggup melaksanakannya mengingat
kedudukan dan fungsinya. Oleh karena itu kesehatan fisik dan
mental benar-benar diperlukan oleh seorang pemimpin.

b) Memiliki stabilitas emosi.

Seorang pemimpin yang efektif harus melepaskan diri dari


prasangka, kecurigaan, atau berapriori jelek terhadap bawahannya,
dan tidak boleh cepat naik darah. Sebaliknya ia harus tegas,
konsekuen dan konsisten dalam tindakan-tindakannya, percaya diri
dan memiliki jiwa sosial terhadap bawahannya.

c) Memiliki pengetahuan tentang hubungan antar manusia (human


relation).

- Pemimpin harus mengetahui hal ikhwal manusia dan hubungan


antar manusia tsb.

- Pemimpin harus mengetahui tentang sifat-sifat orang.


- Pemimpin harus mengetahui bagaimana mereka mengadakan
reaksi terhadap sesuatu tindakan atau situasi yang bermacam-
macam.

- Pemimpin harus mengetahui apa dan bagaimana kemampuan


yang dimiliki untuk melaksanakan tugas yang dibebankan.

d) Motivasi pribadi.

Keinginan untuk dapat memimpin harus datang dari dorongan


batin pribadinya sendiri, dan bukan paksaan dari luar dirinya yang
hanya bersifat menstimulir terhadap keinginan untuk menjadi
pemimpin. Hal itu tercermin dalam keteguhan pendirian, kemauan
yang keras dalam bekerja, kegembiraan (antusiasme) dalam bekerja
dan penerapan sifat-sifat pribadi yang baik dalam pekerjaannya,
Tidak ada sesuatu yang besar dapat dicapai tanpa adanya
kegembiraan yang berkesadaran dalam bekerja.

e) Kemahiran berkomunikasi.

Seorang pemimpin harus mampu dan cakap dalam mengutarakan


gagasan baik secara lisan maupun tulisan agar dapat mendorong
maju bawahannya, memberikan atau menerima informasi bagi
kemajuan organisasi dan kepentingan bersama.

f) Kecakapan mengajar.

Seorang pemimpin yang baik pada dasarnya adalah seorang guru


yang baik. Mengajar adalah untuk memajukan atau menyadarkan
orang-orang atas pentingnya tugas-tugas yang dibebankan,
memberi petunjuk-petunjuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang
terjadi, mengajukan saran-saran, menerima saran-saran, dsb.

g) Kecakapan sosial.

Seorang pemimpin harus:

- Mengetahui tentang manusia atau masyarakat, kemampuan-


kemampuannya dan kelemahan-kelemahannya.
- Memiliki kemampuan bekerjasama dengan orang-orang dari
berbagai ragam sifat-sifatnya, sehingga mereka benar-benar
dengan penuh kemauan dan kesetiaan bekerja di bawah
kepemimpinannya.

- Pandai mengadakan pendekatan terhadap orang-orang.

- Pandai menghargai pendapat-pendapat atau pandangan-


pandangan orang lain.

h) Kemampuan teknis.

Meskipun dikatakan bahwa makin tinggi tingkat kepemimpinan


seseorang, makin kurang diperlukan kemampuan teknis ini,
karena lebih mengutamakan “managerial skill”nya, namun
sebenarnya kemampuan teknis ini masih diperlukan juga, karena
dengan dimilikinya kemampuan teknis ini seorang pemimpin akan
lebih mudah mengadakan koreksi bila terjadi suatu kesalahan
pelaksanaan tugas dari bawahannya.

2. Gaya kepemimpinan.

Seorang pemimpin dibandingkan dengan pemimpin lainnya tentu


berbeda dalam sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan
kepribadiannya, sehingga tingkah laku dan gayanya tentu tidak sama.
Sesuai dengan gaya dan caranya memimpin organisasi atau orang-
orang, maka George R.Terry membagi dalam 6 (enam) tipe pemimpin,
sbb:

a) Tipe pribadi.

Kepemimpinannya didasarkan pada kontak pribadi secara langsung


dengan bawahan-bawahannya.

b) Tipe non pribadi.

Kepemimpinan tipe ini dicirikan dengan kurang adanya kontak


pribadi antara pemimpin dengan bawahan-bawahannya. Hubungan
pemimpin dengan bawahan-bawahannya hanya melalui sarana atau
media tertentu, misalnya: rencana-rencana, instruksi-instruksi,
sumpah-sumpah, janji-janji, dsb, sehingga hubungan tsb tidak
dinamis.

c) Tipe otoriter.

Pemimpin tipe ini menganggap kepemimpinan merupakan hak


pribadinya dan berpendapat bahwa ia dapat menentukan apa saja
dalam organisasi, tanpa mengadakan konsultasi dengan bawahan-
bawahannya yang melaksanakan.

d) Tipe demokratis.

Pemimpin tipe ini menitikberatkan pada partisipasi kelompok


dengan memanfaatkan pandangan-pandangan atau pendapat-
pendapat kelompok. Inisiatif dari kelompok sangat dianjurkan oleh
pimpinan tipe ini. Kegagalan kepemimpinan dari pemimpin tipe ini
adalah apabila anggota kelompok tidak cakap dan kurang tergerak
untuk bekerjasama.

e) Tipe paternalistis.

Tipe ini cenderung terlalu kebapakan sehingga sangat memikirkan


keinginan dan kesejahteraan anak buah, terlalu melindungi dan
membimbing, sehingga kepercayaan diri dan kebebasan kelompok
tidak berkembang.

f) Tipe indigenous (yang bersifat pembawaan).

Pemimpin tipe ini timbul dalam organisasi kemasyarakatan yang


bersifat informal, misalnya: perkumpulan sepakbola, sekolah, dsb,
di mana interaksi antar orang seorang dalam organisasi tsb
ditentukan oleh keaslian sifat dan pembawaan pimpinan.

BAB XI. KONFLIK DALAM ORGANISASI.

Konflik biasanya timbul dalam suatu organisasi sebagai akibat adanya


berbagai masalah dalam hal komunikasi, hubungan pribadi atau karena
masalah struktur organisasi (Hani Handoko).

a) Masalah komunikasi.
Penyebab konflik ini karena salah pengertian yang berkenaan dengan
kalimat, bahasa yang kurang atau sulit dimengerti, informasi yang mendua
dan tidak lengkap serta gaya individu yang tidak konsisten.

b) Masalah struktur organisasi.

Penyebab konflik ini karena:

- Adanya pertarungan kekuasaan antar departemen dengan kepentingan-


kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan.

-Persaingan untuk memperebutkan sumberdaya-sumberdaya yang


terbatas.

- Saling ketergantungan dua atau lebih kelompok kegiatan kerja untuk


mencapai tujuan mereka.

c) Masalah pribadi.

Penyebab konflik ini karena:

- Tidak ada kesesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi karyawan


dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan

- Perbedaan dalam nilai-nilai persepsi (tanggapan).

- Sifat otoriter atau dogmatis juga dapat menimbulkan konflik. Di


samping itu dikatakan pula bahwa karakteristik kepribadian tertentu,
misalnya sifat otoriter atau dogmatis (fanatik terhadap sesuatu ajaran)
juga dapat menimbulkan konflik. Konflik menurut Hani Handoko pada
dasarnya adalah “segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik
antara dua pihak atau lebih”. Di lain sisi adanya kooperasi yang terjadi
apabila dua pihak atau lebih bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama. Konflik dan kooperasi dapat terjadi bersama, karena mungkin
saja dua pihak setuju kepada pencapaian tujuan organisasi, namun cara
yang akan ditempuh dapat berbeda. Di sinilah pentingnya “manajemen
konflik”yang perlu ada pada tiap manajer, yakni suatu upaya untuk
menemukan cara untuk menyeimbangkan “konflik” dan “kooperasi”.

I. Berbagai pandangan tentang konflik.

1) Pandangan tradisional.
Konflik merupakan hal yang tak diinginkan dan berbahaya bagi suatu
organisasi. Bagi yang berpandangan tradisional ini menganggap kalau
terjadi konflik, pasti terjadi sesuatu yang tidak beres dalam organisasi.
Ketidakberesan dalam organisasi ini harus segera diperbaiki, sehingga
fungsi-fungsi dalam organisasi dapat berjalan dan terintegrasi kembali
secara baik.

2) Pandangan perilaku.

Konflik merupakan suatu peristiwa yang sering terjadi dalam kehidupan


organisasi. Pandangan ini mengatakan bahwa konflikpun dapat
memberikan manfaat, dan disebut sebagai konflik yang “fungsional”.
Sebaliknya konflik yang merugikan organisasi merupakan konflik yang
“tidak fungsional”.

3) Pandangan interaksi.

Pandangan interaksi mengatakan bahwa konflik dalam organisasi


merupakan hal yang tak dapat dihindarkan dan bahkan diperlukan,
bagaimanapun organisasi dirancang dan bekerja. Menurut pandangan
ini suatu konflik dalam organisasi tak perlu nerupakan hal yang harus
ditekan atau dihilangkan sama sekali, melainkan dikelola saja konflik
tsb, artinya dicoba diminimumkan aspek-aspek yang merugikan dan
memaksimumkan aspek-aspek yang menguntungkan.

Perbedaan pandangan antara pandangan interaksi (pandangan baru)


dengan pandangan tradisional menurut P. Robbins adalah sbb:

Pandangan lama dan baru.

No. Pandangan lama (tradisional) No. Pandangan baru


(interaksionis)

1. Konflik dapat dihindarkan. 1. Konflik tak dapat


dihindarkan.
2. Konflik disebabkan oleh 2. Konflik timbul karena
kesalahan manajemen dalam masalah struktur organisasi,
perancangan dan pengelolaan karena perbedaan tujuan,
organisasi. Konflik karena perbedaan persepsi
disebabkan oleh pengacau. dan nilai-nilai pribadi, dsb.
3. Konflik mengganggu 3. Konflik dapat membantu
organisasi dan menghalangi atau menghambat
pelaksanaan optimal. pelaksanaan kegiatan
organisasi dalam berbagai
tingkatan (derajat).
4. Tugas manajemen adalah 4. Tugas manajemen adalah
menghilangkan konflik. mengelola tingkat konflik
dan penyelesaiannya.

5. Pelaksanaan kegiatan 5. Pelaksanaan kegiatan


organisasi yang optimal organisasi yang optimal
membutuhkan penghapusan membutuhkan tingkat
konflik. konflik yang moderat.
Disimpulkan dari tabel tsb bahwa konflik dapat berperan positif
(fungsional), tetapi dapat pula berperan salah (disfungsional). Ini berarti
konflik harus dapat dikelola sebaik-baiknya, karena potensial untuk
dapat berkembang “positif” maupun “negatif” dalam pelaksanaan
kegiatan organisasi.

II. Konflik struktural.

Menurut Hani Handoko, dalam organisasi klasik terdapat 4 (empat)


daerah struktural di mana konflik sering timbul:

a) Konflik hierarki, yaitu konflik antara berbagai tingkatan organisasi,


misal: manajemen menengah konflik dengan personalia penyelia
(pengawas, supervisor), dewan direktur konflik dengan manajemen
puncak, atau manajemen konflik dengan karyawan, dsb.

b) Konflik fungsional, yaitu konflik antara berbagai departemen fungsional


organisasi, misal: departemen produksi konflik dengan departemen
pemasaran dalam suatu organisasi perusahaan.

c) Konflik lini-staf, yaitu konflik antara lini dan staf, misal: adanya
perbedaan pendapat antara personalia lini dan personalia staf.

d) Konflik formal-informal, yaitu konflik antara organisasi formal dan


organisasi informal.

Di antara 4 (empat) konflik tsb, konflik lini dan staf merupakan konflik
yang sering terjadi dalam suatu organisasi.
Konflik lini-staf.

Penyebab konflik adalah adanya perbedaan pandangan antara anggota lini


dan staf, meskipun perbedaan-perbedaan tsb sebenarnya dapat pula
meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas-tugas mereka sendiri.

Perbedaan pandangan.

Pandangan lini terhadap para anggota staf.

1) Staf merongrong wewenang lini.

Manajer lini (garis) adalah pemegang tanggungjawab atas hasil akhir,


yang cenderung menolak rongrongan staf atas wewenangnya.

2) Staf tidak memberikan nasihat yang bermanfaat.

Para anggota staf sering tidak terlibat dalam kegiatan operasional


harian yang dihadapi para anggota lini, sehingga saran-sarannya sering
tidak tetap.

3) Staf menumpang keberhasilan lini.

Para anggota staf sering lebih dekat dengan manajer puncak dibanding
orang-orang lini, sehingga dapat mengambil keuntungan atas posisi
mereka.

4) Staf memiliki pandangan sempit.

Para anggota staf cenderung menjadi spesialis, sehingga mempunyai


pandangan terbatas dan kurang dapat merumuskan sarannya atas
dasar kebutuhan dan tujuan organisasi keseluruhan.

Pandangan staf terhadap para anggota lini.

1) Lini kurang memanfaatkan staf.

Manajer lini menolak bantuan staf ahli, karena mereka ingin


mempertahankan wewenangnya atas bawahan, atau karena mereka
tidak mau secara terbuka mengakui bahwa mereka membutuhkan
bantuan. Sebagai akibatnya staf hanya diminta bantuannya bila situasi
benar-benar sudah kritis.
2) Lini menolak gagasan-gagasan baru.

Anggota staf biasanya yang pertama berkepentingan dengan


penggunaan inovasi (pembaharuan) dalam bidang keahlian mereka.
Manajer lini mungkin menolak perubahan tsb.

3) Lini memberikan wewenang terlalu kecil kepada staf.

Anggota staf sering merasa bahwa mereka mempunyai penyelesaian


masalah-masalah yang paling baik dalam spesialisasinya. Oleh karena
itu mereka kecewa apabila saran-sarannya tidak didukung dan
diimplementasikan (dilaksanakan) oleh manajer lini.

Konflik lini dan staf sebenarnya tidak perlu terjadi apabila masing-masing
pihak (lini dan staf) benar-benar menghayati tugas pokok masing-masing,
dan memahami bahwa melaksanakan tugas dalam satu organisasi secara
kompak sangat diperlukan, karena setiap kegiatan dalam organisasi
merupakan sub-sistem sub-sistem yang bergerak terpadu.

III. Metode penanggulangan konflik.

Konflik dalam suatu organisasi memerlukan penanganan yang sebaik-


baiknya. Konflik harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak
mengakibatkan sesuatu yang negatif bagi organisasi. Pandangan baru
mengatakan bahwa konflik dapat membantu tetapi juga menghambat
pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai derajat atau tingkat. Hal
ini menunjukkan bahwa konflikpun bermanfaat bagi organisasi, karena
dapat mengetahui letak kelemahan organisasi. Oleh karena itu,
penanggulangan suatu konflik dalam organisasi, yang sebagian besar
menyangkut SDM perlu dicari metode yang tepat.

Menurut Hani Handoko, ada 3 (tiga) bentuk metode pengelolaan konflik ,


yaitu:

a) Metode stimulasi konflik.

Suatu konflik dapat positif dan dapat pula negatif.

Situasi di mana konflik terlalu rendah akan menyebabkan para


karyawan takut berinisiatif dan menjadi pasif, karena kejadian-
kejadian, perilaku, dan informasi yang dapat mengarahkan orang
bekerja lebih baik diabaikan, terjadi adanya toleransi (pembiaran)
terhadap kelemahan dan kejelekan pelaksanaan kerja dsb. Manajer dari
kelompok yang demikian situasinya, perlu merangsang timbulnya
persaingan dan konflik yang dapat berefek “penggemblengan”.

Metode untuk merangsang timbulnya persaingan dan konflik sehingga


karyawan berani berinisiatif dan aktif adalah:

1) Pemasukan atau penempatan orang luar ke dalam kelompok.

2) Penyusunan kembali organisasi.

3) Penawaran bonus, pembayaran insentif dan penghargaan untuk


mendorong persaingan.

4) Pemilihan manajer-manajer yang tepat.

5) Perlakuan yang berbeda dengan kebiasaan.

b)Metode pengurangan konflik.

Metode ini menekankan adanya antagonisme yang ditimbulkan oleh


konflik, yang diatasi dengan cara “mendinginkan suasana”.
Pendinginan suasana tsb dilakukan dengan 2 (dua) cara:

1) Mengganti tujuan yang menimbulkan persaingan dengan tujuan


yang lebih dapat diterima oleh kedua pihak yang konflik.

2) Mempersatukan kedua kelompok yang saling bertentangan untuk


menghadapi “ancaman” atau “musuh” yang sama.

c) Metode penyelesaian konflik.

Metode ini berkaitan dengan kegiatan para manajer yang dapat secara
langsung mempengaruhi pihak-pihak yang saling bertentangan,
misalnya melalui perubahan dalam struktur organisasi, mekanisme
koordinasi, dsbnya.

BAB XII. HUBUNGAN SERIKAT KARYAWAN DAN PIMPINAN


(MANAJEMEN).
Setiap organisasi tentunya tidak ingin memenuhi atau mencapai tujuan
organisasi dengan mengorbankan kepentingan anggota=anggotanya, sebab
manusia-manusia dalam organisasi merupakan penentu akhir dari
keberhasilan suatu organisasi. Dalam rangka menghindari kemungkinan
perlakuan yang tidak tepat atau “tidak manusiawi” dari pihak pimpinan
(manajemen), maka biasanya para karyawan membentuk semacam
perserikatan atau serikat karyawan. Dengan pembentukan serikat karyawan,
berarti adanya kegiatan kolektif yang terkoordinir dari pihak karyawan untuk
menghadapi pihak pimpinan (manajemen) apabila diperlukan. Penggunaan
kegiatan kolektif dapat menciptakan berbagai kendala bagi manajemen
terutama manajemen personalia yang kadang-kadang sukar diterima oleh
pihak manajemen. Hal ini menyebabkan peranan pemerintah menjadi sangat
penting, sebagai penengah apabila mulai timbul jalan buntu.

Hani Handoko menggambarkan kesalingtergantungan antara serikat


karyawan, manajemen, dan pemerintah, sbb:

Kesalingtergantungan antara serikat karyawan, manajemen dan pemerintah.


Perlindungan dari Perlindungan dari
pelanggaran hukum pelanggaran hukum
PEMERINTAH

Kegiatan2
Serikat Kegiatan2
Karyawan Manajemen

Kesempatan2 Karyawan

MANAJEMEN SERIKAT KARYAWAN


Pelaksanaan Kerja Secara Efektif
Ketaatan terhadap Perjanjian Bersama

Dari bagan tsb dapat dilihat bahwa peranan pemerintah cukup penting
sebagai jaminan yang kuat untuk terhindarnya konflik yang
berkepanjangan antara pihak manajemen dan pihak serikat karyawan
bila terjadi. Dengan demikian pelanggaran hukum yang dilakukan atau
mungkin akan dilakukan oleh masing-masing pihak dapat dicegah atau
diatasi oleh pihak pemerintah.

I. Landasan pertimbangan pembentukan serikat karyawan.

Serikat karyawan merupakan wadah organisasi dalam lingkungan


kegiatan karyawan, yang berfungsi sebagai alat perjuangan kolektif
karyawan dalam rangka memelihara, menstabilkan atau memantapkan
kondisi organisasi yang langsung atau tidak langsung berpengaruh pada
kesejahteraan sosial maupun ekonomi karyawan.

Dalam perjuangan tsb, berbagai cara ditempuh, antara lain:

a) Mengajukan pendapat dan saran-saran.

b) Perundingan dengan pihak manajemen.

c) Mengajukan keberatan-keberatan ataupun protes atas sesuatu


pengaturan yang tidak adil terhadap karyawan dsbnya.

Landasan pertimbangan.

Pertimbangan dibentuknya serikat karyawan dari sudut kepentingan


karyawan sendiri, sbb:

a) Untuk mengatasi ketidakpuasan karyawan terhadap berbagai kondisi


organisasi/perusahaan.

b) Sebagai alat untuk menyatakan pendapat kepada pihak manajemen


tentang berbagai hal yang dianggap perlu dalam rangka perbaikan
nasib dan kondisi kerja.

c) Tempat karyawan berlindung terhadap perlakuan pihak manajemen


yang dirasakan tidak tepat dan tidak adil.
d) Dengan berkembangnya perusahaan, biasanya para karyawan
kehilangan kontak langsung dengan pimpinan/pemilik perusahaan,
sehingga perlu membentuk kelompok atau serikat karyawan.

e) Sebagai alat bagi para karyawan untuk dapat berupaya


mengendalikan pekerjaan-pekerjaan dan lingkungan kerjanya, dsb.

Pergerakan serikat karyawan.

Menurut Hani Handoko, ada 2 (dua) konsep pergerakan serikat


karyawan yang berbeda, yaitu:

a) Business unionism.

Business unionism yaitu pergerakan serikat karyawan yang misinya


untuk melindungi para karyawan, meningkatkan kesejahteraan para
karyawan, menuntut kenaikan gaji, memperbaiki kondisi kerja dan
membantu karyawan pada umumnya.

b) Social unionism.

Social unionism yakni bila misi serikat karyawan tsb bertujuan pada
kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial, ekonomi dan politik yang lebih
luas.

Kedua jenis pergerakan serikat karyawan berpengaruh terhadap pihak


manajemen. Pada umumnya kepentingan dominan yang diperjuangkan
oleh serikat karyawan adalah segi ekonomi karyawan, namun tidak
berarti segi sosialnya tidak diperhatikan. Adanya aktivitas suatu serikat
karyawan dalam organisasi/perusahaan, menunjukkan suatu
“barometer” sejauh mana pihak manajemen mengendalikan
organisasi/perusahaan beserta karyawannya. Makin tidak terjadi
gejolak pergerakan karyawan, makin baiknya pengendalian dan
pembinaan organisasi/perusahaan oleh pihak manajemen. Hal inilah
yang didambakan para karyawan.

II. Langkah-langkah pihak manajemen:

Langkah-langkah penting yang perlu diambil pihak manajemen agar


tidak terjadi gejolak pergerakan karyawan, ialah:
a) Merancang pekerjaan-pekerjaan yang secara pribadi memuaskan
para karyawan.

b) Mengembangkan rencana-rencana yang memaksimumkan berbagai


kesempatan individual di samping meminimumkan kemungkinan
pemutusan hubungan kerja.

c) Memilih para karyawan yang “qualified”.

d) Menetapkan standar prestasi kerja yang adil (fair), mempunyai arti


dan obyektif.

e) Melatih para karyawan dan manajer sehingga memungkinkan mereka


untuk mencapai tingkat prestasi yang diharapkan.

f) Menilai dan menghargai perilaku atas dasar prestasi kerja nyata


para karyawan.

Perubahan fungsi bidang personalia.

Dengan adanya serikat karyawan tsb, berarti secara organisasional


departemen personalia dalam organisasi/perusahaan ybs harus
menambah bagian yang sanggup menangani hubungan dengan para
karyawan tsb. Bagian ini harus dapat aktif menangani hal-hal yang
menjadi titik perhatian permasalahan karyawan dengan pihak
manajemen. Hal inilah yang sering disebut sebagai “industrial relations”
(hubungan industrial).

III.Perundingan kolektif (collective bargaining = tawar-menawar bersama).

Pihak manajemen seyogyanya memang perlu memberi kesempatan


kepada para karyawan untuk dapat mengadakan perundingan dengan
pihak manajemen, bila ada permasalahan yang cukup serius.

Collective bargaining berarti “suatu proses di mana para wakil


(representative) karyawan dan pihak manajemen bertemu dan bermaksud
untuk merundingkan (negosiasi) suatu perjanjian yang mengatur
hubungan-hubungan kedua pihak di waktu mendatang”.

Biasanya pokok perundingan adalah tentang:

- Penetapan syarat-syarat hubungan kerja.


- Kondisi kerja.

- Promosi.

- Pemutusan hubungan kerja.

- Hak-hak manajemen, dsb.

Beberapa faktor yang berpengaruh dalam “collective bargaining” adalah:

a) Kesediaan perusahaan untuk berunding.

b) Strategi dan taktik serikat karyawan.

c) Sasaran hasil rundingan.

d) Peranan pemerintah.

Proses perundingan kolektif.

Proses ini ada 3 (tiga) tahap:

a) Tahap persiapan negosiasi.

Tahap ini merupakan tahap I yang paling kritis.

b) Tahap perundingan.

Tahap ini merupakan tahap II yang sangat tergantung kepada


kesediaan dan kesiapan kedua belah pihak.

c) Tahap lanjutan/administrasi.

Tahap ini merupakan kegiatan “follow up”(tindak lanjut), yaitu


administrasi perjanjian (kontrak) kerja.

BAB XIII. PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN SDM DALAM


ORGANISASI.

I. Arti pengawasan SDM.


Pengawasan SDM adalah bagaimana pihak manajemen mengadakan
pengamatan atas aspek-aspek:

a) Jumlah SDM yang ada dalam organisasi.

b) Jumlah SDM yang benar-benar dibutuhkan organisasi.

c) Jumlah pasaran SDM yang ada dan memungkinkan.

d) Kualitas SDM yang kita miliki dan yang ada di pasaran tenaga kerja.

e) Kemampuan individual setiap SDM dalam organisasi.

f) Upaya peningkatan kemampuan SDM dalam organisasi.

g) Semangat kerja SDM, dsbnya.

Kesemuanya itu harus diamati dengan penuh perhatian untuk memungkinkan


tercapainya efisiensi dan efektivitas pengelolaan organisasi. Dalam hal ini
harus tetap diperhatikan aspek “manusiawi”nya pada batas kewajaran atau
pada batas “proporsionalitas” (perbandingan) yang tepat, khususnya dalam
rangka hubungan perburuhan Pancasila.

Ketentuan-ketentuan standar.

Ketentuan-ketentuan standar sebagai pedoman tolok ukur penting sekali, agar


sasaran-sasaran yang diinginkan pada setiap aspek-aspek tsb dapat dicapai
dengan baik dan terkendali.

Ketentuan-ketentuan standar sebagai pedoman tolok ukur tsb adalah:

1) Berapa jumlah personel yang harus ada dalam organisasi/perusahaan ybs


untuk dapat mencapai sasaran organisasi/perusahaan.

2) Kualitas kemampuan manusia atau tenaga kerja yang bagaimana harus


mengisi barbagai bagian dalam organisasi tsb, dengan segala jenis latar
belakang pendidikannya.

3) Sasaran-sasaran apa saja pada tiap bagian yang ingin dicapai dan
bagaimana keterkaitan antara bagian-bagian tsb, sehingga secara sistematis
sasaran organisasi dapat dicapai.
4) Bagaimana pola karier dari para karyawan dalam organisasi, yang akan
berpengaruh pada upaya karyawan untuk meningkatkan prestasi kerja, dsb.

Hal-hal tsb perlu diketahui oleh para karyawan, sehingga akan memperlancar
pelaksanaan pengendalian aktivitas dalam organisasi/perusahaan.

II. Pengendalian SDM.

Tujuan pengendalian SDM dalam organisasi/perusahaan: Supaya jumlah,


kualitas, kemampuan, keterampilan dan disiplin manusia di dalam organisasi
benar-benar sesuai dengan yang diharapkan organisasi ybs. Dengan demikian
dapat diharapkan sasaran/tujuan organisasi dapat dicapai tanpa banyak
penyimpangan yang berarti, bahkan sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Di
sinilah pentingnya adanya tolok ukur sebagai pedoman pengukuran untuk
penilaian atau pengendalian SDM dalam organisasi.

III. Audit personalia.

Audit personalia berarti pemeriksaan dan penilaian data-data personalia.


Audit personalia adalah suatu prosedur untuk meneliti/memeriksa apakah cara
membina SDM dalam organisasi/perusahaan itu sudah benar dan menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku dan prinsip-prinsip pembinaan personil
yang tepat sesuai kesepakatan bersama. Oleh karena itu apabila audit
personalia dilaksanakan dengan baik dan hasilnya tepat, akan dapat
menumbuhkan keyakinan dan gairah kerja bagi seluruh karyawan atau
anggota organisasi/perusahaan ybs. Audit personalia mengevaluasi kegiatan-
kegiatan personalia yang dilakukan dalam suatu organisasi, baik tiap bagian
atau organisasi secara keseluruhan.

Hasil pemeriksaan dan penilaian menunjukkan/mencerminkan hal-hal sbb:

a) Seberapa jauh manajemen SDM dalam organisasi ybs dilaksanakan.

b) Dimanakah letak ketidakpuasan pembinaan SDM tsb dalam rangka


pencapaian tujuan organisasi, berdasarkan prosedur-prosedur yang ada.

c) Langkah koreksi yang bagaimana yang mungkin dapat diambil untuk


mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada.

d) Sebagaimana baik para manajer mengelola tugas-tugas SDM.


e) Penilaian menyeluruh tentang hasil pemeriksaan kualitas kegiatan-kegiatan
personalia dalam suatu organisasi, dsb.

Kegunaan audit personalia.

Kegunaan audit personalia menurut Hani Handoko adalah:

a) Mengidentifikasi sumbangan-sumbangan departemen personalia kepada


organisasi.

b) Meningkatkan kesan profesional terhadap departemen personalia.

c) Mendorong tanggung jawab dan profesionalisme lebih besar di antara


para karyawan departemen personalia.

d) Menstimulasi keseragaman kebijaksanaan-kebijaksanaan dan praktik-


praktik personalia.

e) Memperjelas tugas-tugas dan tanggung jawab departemen personalia.

f) Menemukan masalah-masalah personalia yang kritis.

g) Mengurangi biaya-biaya SDM melalui prosedur-prosedur personalia yang


lebih efektif.

h) Menyelesaikan keluhan-keluhan lama dengan aturan-aturan legal.

i) Meningkatkan kesediaan untuk menerima perubahan-perubahan yang


diperlukan dalam departemen personalia.

j) Memberikan tinjauan terhadap sistem informasi departemen.

Pendekatan teknis.

Ada 5 (lima) pendekatan riset personalia yang dapat diterapkan untuk


melakukan audit personalia, yaitu:

a) Pendekatan komparatif (perbandingan).

Pendekatan ini dilaksanakan dengan cara membandingkan dengan


organisasi/perusahaan lain, baik tiap bagian atau secara menyeluruh untuk
menemukan bidang-bidang pelaksanaan kerja yang jelek (untuk mendeteksi
bidang-bidang yang memerlukan perbaikan), untuk membandingkan hasil-
hasil kegiatan personalia tertentu atau program-programnya.

b) Pendekatan wewenang dari luar.

Pendekatan ini bergantung pada penemuan-penemuan para ahli atau


konsultan dari luar organisasi/perusahaan yang digunakan sebagai standar-
standar penilaian dalam audit personalia.

c) Pendekatan statistik.

Pendekatan ini memperhatikan dan/atau memakai data-data yang ada,


disusunlah standar-standar secara statistik untuk mengevaluasi berbagai
program dan kegiatan. Dengan standar statistik tsb, dapat ditemukan
kesalahan-kesalahan sejak masih belum serius.

d) Pendekatan kepatuhan.

Pendekatan ini dilaksanakan dengan cara mengambil sampel elemen-


elemen. Sistem informasi personalia selanjutnya diperiksa pelanggaran-
pelanggaran hukum/peraturan yang terjadi, untuk mengetahui kebenaran
terjadinya pelanggaran tsb.

e) Pendekatan MBO (Management By Objective).

Pendekatan ini dilaksanakan dengan membandingkan hasil-hasil kegiatan


personalia dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Bidang-bidang
pelaksanaan kerja yang jelek dapat dideteksi dan dilaporkan.

Pendekatan-pendekatan tsb dilakukan oleh tim audit dengan mengadakan


pemeriksaan dan penilaian kegiatan-kegiatan personalia dalam organisasi.
Alat-alat/peralatan riset yang digunakan a.l.: wawancara, kuesioner, survai,
informasi eksternal, analisa catatan tentang karyawan, dsb.

Laporan audit (pemeriksaan).

Dengan telah berhasilnya tim audit memeriksa dan menilai kegiatan-kegiatan


personalia dalam organisasi, perlu disusun suatu laporan audit personalia yang
ditujukan kepada pihak-pihak yang memerlukan, baik manajer puncak
maupun manajer menengah dan bagian-bagian yang dianggap perlu.

Laporan audit lazimnya disusun sbb:


a) Judul.

b) Daftar isi.

c) Ringkasan dan kesimpulan, yang terutama berguna untuk pimpinan


eksekutif puncak.

d) Masalah-masalah pokok (tujuan audit, analisa, evaluasi, dsb).

e) Kesimpulan dan saran.

f) Tubuh laporan berisi data, fakta, pandangan serta alasan yang merupakan
dasar kesimpulan dan saran.

g) Sumber data.

h) Lampiran yang dianggap penting.

Syarat-syarat laporan audit:

- Laporan tsb harus jelas menerangkan ruang lingkup dan tujuan audit,
lengkap tetapi cukup ringkas serta tidak memihak, dengan disertai
kesimpulan serta saran-saran yang obyektif.

- Data-data yang mendukung laporan harus kuat dan dapat


dipertanggungjawabkan.

- Suatu laporan audit yang baik dan obyektif sangat bermanfaat untuk dapat
dipakai sebagai pedoman pengambilan kebijaksanaan tertentu.

BAB XIV. PEMBERHENTIAN PERSONEL.

Menurut Manullang, persyaratan yang harus dipenuhi untuk suatu pemutusan


hubungan kerja setidak-tidaknya meliputi hal-hal sbb:

A. Tenggang waktu, izin dan saat pemberhentian.

B. Alasan pemberhentian.

C. Pemberian uang pesangon, uang jasa dan uang ganti rugi.


Kesimpulannya bahwa dari syarat-syarat minimal tsb tidak mudah
memutuskan hubungan kerja karyawan dalam suatu perusahaan dan
organisasi pada umumnya. Faktor-faktor “manusia” dan “kemanusiaan” selalu
menjadi faktor-faktor yang tetap dipertimbangkan.

Penjelasan:

A. Tenggang waktu, izin dan saat pemberhentian.

Tenggang waktu pemberhentian.

Seorang karyawan tidak boleh diputuskan begitu saja hubungan kerjanya


dengan cara mendadak, kecuali kalau ada dasar-dasar hukum yang kuat,
misalnya pada masa percobaan atau karena keadaan mendesak.
Pemberhentian personel harus diberitahukan paling sedikit satu bulan
sebelumnya. Sebaliknya apabila pemberhentian tsb atas keinginan
karyawan sendiri, maka karyawan ybs harus pula tidak boleh
mengajukannya secara mendadak, namun paling sedikit satu bulan
sebelumnya harus diajukan kepada pimpinan perusahaan. Tenggang waktu
satu bulan tsb penting, untuk keperluan pertimbangan keputusan pihak
pimpinan organisasi, dan memberikan kesempatan kepada pihak-pihak ybs
untuk menghadapi perubahan atas keadaan tsb. Di Indonesia, masalah
pengaturan tenggang waktu pemutusan hubungan kerja tsb tertuang dalam
pasal 1603 i KUHP yang bunyinya sbb: “….. dalam hal menghentikan
hubungan kerja harus paling sedikit diindahkan suatu tenggang waktu yang
lamanya satu bulan…..”. Perpanjangan waktu tsb dapat pula terjadi,
apabila hubungan kerja tsb telah berlangsung cukup waktu. Hal itu diatur
pada ayat kedua pasal 1603 KUHP tsb, yang bunyinya “ ….. dengan
persetujuan tertulis tenggang waktu bagi buruh dapat diperpanjang paling
lama satu bulan, apabila hubungan kerja sudah berlangsung paling sedikit
dua tahun terus-menerus “. Bagi majikan, tenggang waktu diperpanjang
berturut-turut satu bulan, dua bulan atau tiga bulan, apabila pada waktu
penghentian, hubungan kerja telah berlangsung berturut-turut paling sedikit
satu tahun, dua tahun dan tiga tahun terus-menerus.

Izin dan saat pemberhentian.

Mengingat apabila pemutusan hubungan kerja tsb meluas, akan dapat


menimbulkan masalah ketenagakerjaan yang cukup serius dalam
masyarakat, maka pada umumnya diatur pula dalam suatu undang-undang
negara. Dengan adanya undang-undang tsb, maka kesewenang-wenangan
PHK karyawan tidak akan dilakukan oleh perusahaan atau instansi
pemerintah. Itulah sebabnya, maka PHK harus lebih dulu dimintakan izin
secara tertulis kepada instansi pemerintah yang berwenang untuk keperluan
itu, atas dasar peraturan yang berlaku. Penentuan saat pelaksanaan
pemberhentian atau PHK pun diatur dalam undang-undang. Di Indonesia
hal tsb diatur dalam pasal 1603 h KUHP, di mana ditentukan bahwa saat
pelaksanaan pemberhentian hubungan kerja hanya boleh dilakukan
menjelang hari terakhir dari tiap-tiap bulan penanggalan (kalender).

B. Alasan pemberhentian.

Suatu PHK harus dihindarkan dari kesewenang-wenangan. Oleh karena itu


suatu PHK harus dilandasi alasan atau argumentasi yang berdasarkan
hukum dan fakta-fakta. Menurut Manullang, ada 3 sebab utama yang
mengakibatkan timbulnya pemberhentian personel dari hubungan kerja,
yakni: a. Karena keinginan perusahaan, b. Karena keinginan karyawan, c.
Karena sebab-sebab lain.

a. Karena keinginan perusahaan. Pemberhentian personel dari hubungan


kerja yang disebabkan oleh keinginan perusahaan, ada berbagai macam,
antara lain:

a.1. Tidak cakap dalam masa percobaan. Dalam masa percobaan yang
waktunya paling lama 3 bulan, seorang karyawan atau pegawai
dapat diberhentikan seketika dengan tanpa memperhatikan
tenggang waktu satu bulan. Pada umumnya alasan pemberhentian
karyawan dalam masa percobaan tsb adalah karena ketidakcakapan
karyawan ybs dalam melaksanakan tugas yang dibebankan.
Pemberhentian dalam masa percobaan tsb, tidak memberi hak
kepada karyawan ybs untuk menuntut ganti rugi berupa pesangon
dan/atau uang jasa kepada perusahaan. Demikian pula perusahaan
tidak wajib untuk memberikan pesangon dan/atau uang jasa kepada
karyawan ybs.

a.2. Alasan mendesak. Argumentasi lain untuk berhentinya hubungan


kerja karyawan karena keinginan perusahaan adalah alasan-alasan
mendesak antara lain sbb:
1. Pada permulaan seseorang diterima sebagai karyawan, ternyata
setelah diteliti, surat-suratnya palsu atau dipalsukan olehnya.

2. Bila ternyata karyawan ybs kurang sekali kemampuannya untuk


menyelesaikan suatu pekerjaan yang diberikan.

3. Peminum, pemabuk ataupun pembuat onar dalam pekerjaan,


meskipun telah berkali-kali diperingatkan.

4. Karyawan ybs telah terbukti melakukan pencurian, penggelapan,


penipuan ataupun kejahatan-kejahatan lain yang membahayakan
organisasi/perusahaan.

5. Karyawan ybs melakukan penganiayaan, penghinaan secara kasar


ataupun ancaman serius kepada pimpinan organisasi/perusahaan.

6. Apabila karyawan ybs membujuk pemimpin


organisasi/perusahaan untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang bertentangan dengan kesusilaan.

7. Dengan sengaja sering melalaikan tugas kewajiban yang menjadi


tanggung jawabnya atau diperintahkan kepadanya, dsbnya.

a.3. Kemangkiran dan ketidakcakapan. Apabila karyawan sering


mangkir sehingga tidak melaksanakan tugasnya atau tidak mampu
atau tidak cakap melakukan tugas yang dibebankan serta
berkelakuan buruk, maka ia dapat diberhentikan dari hubungan
kerja, karena sangat merugikan organisasi/perusahaan.

a.4. Penahanan karyawan oleh alat negara. Karyawan yang ditahan


oleh alat negara karena memang terbukti terlibat dalam tindak
pidana, dapat diberhentikan dari hubungan kerja. Atas
pertimbangan khusus, dapat diterima kembali sebagai karyawan
setelah dilepaskan dari penahanan, namun apabila tidak diterima
kembali, maka menjadi kewajiban perusahaan untuk memberi
pesangon/uang jasa kepada karyawan ybs sesuai dengan masa
kerjanya.

a.5. Terkena hukuman oleh hakim. Karyawan yang dihukum atas


keputusan hakim karena sesuatu hal, dapat diberhentikan
hubungan kerjanya tanpa hak mendapatkan ganti rugi berupa
apapun juga.

a.6. Sakit yang berkepanjangan. Apabila karyawan sakit-sakitan atau


menderita sakit terus-menerus sedikit-dikitnya sampai 3-4 bulan,
perusahaan dapat memberhentikan hubungan kerja karyawan ybs,
namun tetap berhak mendapatkan pesangon atau uang jasa sesuai
masa kerjanya.

a.7. Usia lanjut. Karyawan yang berusia lanjut mengakibatkan


penurunan prestasi kerja, dapat pula diberhentikan dari hubungan
kerjanya atau dipensiunkan sesuai ketentuan yang berlaku.

a.8. Penutupan badan usaha atau pengurangan tenaga kerja.


Ditutupnya badan usaha karena jatuh pailit akan mengakibatkan
berhentinya hubungan kerja segenap karyawan atau mungkin
disalurkan ke badan usaha lain, tentunya dengan pesangon yang
dimusyawarahkan sesuai kemampuan yang ada. Demikian pula
apabila karena sesuatu hal, terpaksa mengadakan pengurangan
karyawan karena dianggap jumlah karyawan yang ada sudah
mengakibatkan “inefficiency” dalam perusahaan.

b. Karena keinginan karyawan. Pemberhentian hubungan kerja karena


keinginan karyawan sendiri. Dalam hal ini terdapat berbagai macam
alasan mereka, namun alasan yang menonjol adalah:

b.1. Ketidaktepatan pemberian tugas. Karyawan khususnya pada masa


percobaan, merasa kurang cocok dengan tugas yang diberikan,
sehingga menurut pertimbangannya tak mungkin ada
perkembangan di masa depan. Karyawan dalam hal ini dapat
minta berhenti, tetapi tidak berhak atas pesangon atau balas jasa
dalam bentuk apapun.

b.2. Alasan mendesak. Karyawan karena alasan mendesak dapat pula


minta berhenti tanpa memperhatikan tenggang waktu dan saat
pemberhentiannya. Alasan mendesak tsb antara lain sbb:

b.2.1. Upah atau gaji tidak pernah diberikan pada waktunya


meskipun telah bekerja dengan baik.
b.2.2. Pimpinan perusahaan/organisasi melalaikan kewajiban-
kewajibannya yang sudah disetujui bersama karyawan.

b.2.3. Bila pekerjaan yang ditugaskan kepada karyawan ternyata


dapat membahayakan keselamatan dan moralnya.

b.2.4. Karyawan memperoleh perlakuan pimpinannya secara tidak


manusiawi atau bersifat sadis dsbnya.

b.3. Menolak pimpinan baru. Apabila karyawan tidak cocok dan tidak
sehati dengan sepak terjang pimpinan barunya, dapat saja
menimbulkan stress yang tidak menguntungkan dirinya, sehingga
karyawan dapat minta berhenti dengan hak pesangon, balas jasa
atau lainnya.

b.4. Sebab-sebab lainnya. Sebab-sebab ini tidak karena kesalahan


perusahaan, sehingga perusahaan tidak memberikan pesangon
atau uang jasa apapun. Hal ini bagi perusahaan tidak merupakan
keharusan memberikan pesangon.

c. Apabila karyawan meninggal dunia. Apabila karyawan meninggal


dunia sebelum habis hubungan kerjanya, maka perusahaan
berkewajiban memberikan ganti rugi sepantasnya sesuai aturan yang
berlaku.

d. Apabila habis masa hubungan kerjanya sesuai kesepakatan kerja.


Perusahaan tidak wajib membayar ganti rugi kepada karyawan,
karena sudah berdasarkan kesepakatan bersama.

e. Habis masa hubungan kerjanya karena usia pensiun (bagi perusahaan


yang memberikan pensiun pada karyawannya).

C. Pemberian uang pesangon, uang jasa, dan uang ganti rugi

Uang pesangon. Penerimaan uang pesangon didasarkan pada ketentuan-


ketentuan yang berlaku. Suatu pemberhentian hubungan kerja tidak selalu
berakibat adanya pemberian uang pesangon bagi karyawan ybs. Menurut
Manullang, pada umumnya besarnya uang pesangon sebagai contoh adalah:

a. Masa kerja sampai 1 tahun, uang pesangonnya adalah 1 bulan upah


bruto.
b. Masa kerja lebih dari 1 tahun – 2 tahun, uang pesangonnya adalah 2
bulan upah bruto.

c. Masa kerja lebih dari 2 tahun – 3 tahun, uang pesangonnya adalah 3


bulan upah bruto.

d. Masa kerja lebih dari 3 tahun dan seterusnya, uang pesangonnya adalah
4 bulan upah bruto.

Uang jasa. Demikian halnya dengan uang jasa, tidak setiap pemutusan
hubungan kerja berakibat adanya pemberian uang jasa bagi karyawan ybs.
Adapun contoh besarnya uang jasa adalah sbb:

a. Masa kerja 5 – 10 tahun = 1 bulan upah bruto.

b. Masa kerja lebih dari 10 – 15 tahun = 2 bulan upah bruto.

c. Masa kerja lebih dari 15 – 20 tahun = 3 bulan upah bruto.

d. Masa kerja lebih dari 20 – 25 tahun = 4 bulan upah bruto.

e. Masa kerja lebih dari 25 tahun = 5 bulan upah bruto.

Semua berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan sesuai


perundangan yang ada.

Uang ganti rugi. Suatu pemberian uang ganti rugi antara lain untuk
keperluan-keperluan sbb:

a. Ganti rugi untuk keperluan istirahat tahunan yang belum diambil.

b. Ganti rugi untuk istirahat panjang bagi karyawan yang belum


mengambilnya dan memang hal itu berlaku di perusahaan ybs.

c. Ongkos pulang untuk karyawan dan keluarganya ke tempat di mana


karyawan ybs diterima bekerja.

d. Ganti rugi karena akibat kecelakaan, meninggal dunia karena tugas dll
semacam itu.

Pemberhentian pegawai negeri.


Uraian tsb di atas, khususnya berlaku di lingkungan organisasi swasta,
sedangkan bagi pegawai negeri ada kekhususan yang membedakan. Seorang
pegawai negeri dapat diberhentikan sebagai pegawai negeri karena sebab-
sebab sbb:

a. Permintaan sendiri. Apabila seorang pegawai ingin mempergunakan hak


pensiunnya, dapat saja pegawai ybs mengajukan permohonan berhenti, 6
bulan sebelum saat pemberhentian yang diinginkan. Demikian pula apabila
seorang pegawai ingin berhenti sebagai pegawai negeri, dengan
memperhatikan tenggang waktu sekurang-kurangnya 1 bulan penuh.
Permohonan berhenti semacam ini tak dapat ditolak, selama memenuhi
ketentuan-ketentuan secara lengkap.

b. Kondisi fisik dan mental. Pegawai yang sakit-sakitan secara fisik atau
mental dapat diberhentikan sebagai pegawai negeri berdasarkan ketentuan
penilaian kesehatan yang sah. Pemberhentian tsb diberikan hak pensiun
berdasarkan ketentuan yang berlaku.

c. Hukuman jabatan. Hukuman jabatan karena:

- Melalaikan kewajiban atau melanggar kode etik jabatan.

- Menjalankan pekerjaan di samping jabatannya tanpa izin atasan yang


berwenang.

- Melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang


pegawai negeri yang bermartabat.

- Mengabaikan sesuatu hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang pegawai


negeri.

- Melanggar sesuatu ketentuan undang-undang.

d. Keputusan pengadilan. Atas dasar keputusan pengadilan karena


pelanggaran jabatan atau semacamnya, seorang pegawai negeri dapat
diberhentikan sebagai pegawai negeri, paling sedikit untuk selama 2 tahun
atau lebih, bahkan dapat sampai seumur hidupnya.

e. Akibat penyelewengan. Suatu penyelewengan oleh pegawai negeri, baik


penyelewengan politik (makar, memberontak dsb) atau penyelewengan sosial
ekonomi (korupsi, pungli dsb) dapat berakibat pemberhentian pegawai
negeri ybs.

f. Perubahan susunan kantor. Suatu perubahan organisasi kantor


(reorganisasi, restrukturisasi) dapat pula berakibat pengurangan jumlah
personelnya, karena jumlah kantor mungkin saja menciut. Pegawai yang
diberhentikan diperhitungkan imbalannya sesuai dengan statusnya sebagai
pegawai tetap atau sebagai pegawai sementara sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

g. Rasionalisasi pegawai atau retooling. Akibat rasionalisasi pegawai atau


retooling ini juga diperhatikannya pegawai negeri yang terkena. Tujuan
rasionalisasi atau retooling ini adalah efisiensi dan efektivitas organisasi dan
personel. Imbalan akibat pemberhentian tsb mendapat perhatian khusus
sesuai aturan yang berlaku.

h. Ketidakcakapan melakukan tugas. Bagi pegawai yang terkena


pemberhentian kerja karena tidak cakap, diberi uang tunggu bagi pegawai
tetap, sedangkan bagi pegawai sementara diberi uang lepas.

i. Mencapai usia pensiun. Pegawai yang sudah mencapai usia pensiun


diberhentikan, untuk peremajaan yang sehat, sesuai aturan yang berlaku.

j. Meninggalkan jabatan 5 tahun berturut-turut. Pegawai negeri yang sengaja


meninggalkan jabatan 5 tahun berturut-turut dapat diberhentikan (dengan
hormat atau tidak dengan hormat), setelah dilakukan pengamatan yang
cermat.

k. Lalai melaksanakan ketentuan-ketentuan penting dsbnya. Apabila pegawai


negeri lalai melaksanakan ketentuan-ketentuan penting misalnya melakukan
perbuatan tercela, pelanggaran moral, melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan kepentingan organisasi/jawatan ybs, dapat
diberhentikan sebagai pegawai negeri.

Pemensiunan pegawai.

Pemensiunan pegawai (umumnya pegawai negeri) berarti pula pemberhentian


pegawai negeri dengan hak pensiun, tetapi tidak setiap pemberhentian pegawai
berarti pemensiunan pegawai. Persamaan antara pemberhentian pegawai
dengan pemensiunan pegawai adalah adanya PHK karena sesuatu sebab
tertentu. Pada pemensiunan dan pemberhentian pegawai ada ganti rugi, tetapi
ganti rugi dalam pemensiunan berbeda sifatnya dengan pemberhentian
pegawai. Ganti rugi pada pemensiunan dilakukan berkali-kali, sedangkan
pada pemberhentian hanya satu kali ganti rugi, yang antara lain disebabkan
belum kuatnya keuangan perusahaan. Ganti rugi pada pemensiunan pada
dasarnya adalah jaminan hari tua, yang bagi pegawai negeri tidaklah kecil
artinya.

Peminta pensiun. Suatu pemensiunan dapat dilaksanakan secara alamiah,


artinya normal karena usia pensiun sudah dicapai, tetapi juga dapat karena
diminta. Peminta pensiun ini dapat oleh pegawai ybs atas perhitungan-
perhitungan tertentu dan sesuai persyaratan yang berlaku, atau dapat pula
oleh instansi di mana pegawai ybs bekerja. Apabila diminta pensiun oleh
instansi ybs, biasanya ada sebab-sebab yang mendorong perlunya dilaksanakan
pemensiunan pegawai ybs yang pada dasarnya telah memenuhi ketentuan
minimal pensiun. Bagaimanapun juga pemensiunan pegawai harus didasarkan
pada pertimbangan-pertimbangan kebijakan yang sematang-matangnya.

Pembiayaan pensiun. Suatu masalah penting dalam program pemensiunan


pegawai, adalah pembiayaan pensiun. Dari mana diperoleh dana pensiun tsb?
Dalam perusahaan yang sudah memprogramkan dana pensiun, biasanya
menggunakan salah satu dari 3 cara pembiayaan pensiun tsb sbb:

a. Dibiayai oleh pegawai. Dana pensiun diperoleh dengan sistem menabung,


dipotong sekian persen dari upah/gaji pegawai tiap bulan dan dimasukkan
ke dalam “dana jaminan hari tua pegawai”. Setelah cukup waktu,
dikembalikan secara mencicil setiap bulan kepada pegawai yang telah
dipensiun. Pemberian pensiun semacam ini sering disebut sebagai “upah
yang ditunda pembayarannya”. Hal semacam ini tidak merugikan
perusahaan, hanya perusahaan harus bertanggung jawab menjamin
kelancarannya, meskipun suatu saat perusahaan jatuh pailit. Sebab pada
dasarnya, uang pensiun tsb adalah uang gaji pegawai ybs sendiri.

b. Dibiayai oleh perusahaan. Dana pensiun dapat pula diperoleh dari potongan
keuntungan perusahaan yang dimasukkan ke dalam “dana jaminan hari
tua”. Dengan demikian perusahaanlah yang bertanggung jawab atas
pemberian jaminan hari tua kepada anak buah atau pegawainya. Dapat
pula dilakukan variasi dengan menambah dana jaminan hari tua tsb dengan
potongan gaji pegawai ybs.
c. Dibiayai bersama kedua pihak. Merupakan gabungan kedua cara tsb. Cara
ini hampir sama dengan variasi cara kedua tsb.

Pertimbangan dasar pemensiunan.

a. Memelihara efisiensi organisasi. Suatu organisasi yang dikehendaki berjalan


efisien dan efektif, tidak akan membiarkan timbulnya “inefficiency” dalam
organisasi karena jumlah personalnya yang tidak proporsional. Di sinilah
antara lain program pemensiunan merupakan salah satu langkah yang
penting dan tidak merugikan anggota ybs dalam rangka memelihara dan
meningkatkan efisiensi organisasi.

b. Membuka kesempatan promosi jabatan. Dengan adanya program


pemensiunan, dapat lebih matang direncanakan program promosi bagi
tenaga-tenaga potensial untuk menduduki tempat-tempat yang ditinggalkan
karena program pemensiunan tsb. Hal ini sangat penting pengaruhnya bagi
motivasi kerja generasi muda yang potensial untuk maju menyongsong masa
depan.

c. Menepati proses alamiah. Secara alamiah usia pegawai makin lama makin
lanjut, tetapi daya kemampuan fisik dan mental rohani makin menurun,
sehingga kalau tetap dibebani tugas mungkin akan “menyiksa” dirinya. Di
sinilah perlunya program pemensiunan diterapkan secara “manusiawi”.

- ks -

Anda mungkin juga menyukai