Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Produktivitas Kerja


2.1.1 Pengertian Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja sangatlah penting bagi suatu perusahaan karena dapat
dijadikan alat pengukur keberhasilan dalam menjalankan usaha. Secara umum,
produktivitas kerja dapat diartikan sebagai hubungan antara keluaran (barang-barang
atau jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan, uang). Ravianto (Wardani, 2008)
mengungkapkan bahwa produktivitas kerja adalah hasil yang berkesinambungan antara
individu tenaga kerja dengan lingkungan di luar pekerjaan, termasuk lingkungan fisik,
lingkungan sosial budaya dan lingkungan psikologi. Produktivitas yang rendah
merupakan pencerminan dari organisasi/perusahaan yang memboroskan sumber daya
yang dimilikinya. Dan ini berarti bahwa pada akhirnya perusahaan tersebut kehilangan
daya asing dan dengan demikian akan mengurangi skala aktivitas usahanya.
Produktivitas yang rendah dari banyak organisasi/perusahaan akan menurunkan
pertumbuhan industri dan ekonomi suatu bangsa secara menyeluruh.
Menurut Hasibuan (2003) produktivitas merupakan perbandingan antara output
(hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh
adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi
dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya.
Sinungan (1997) menyatakan bahwa produktivitas kerja sebagai jumlah output
yang dihasilkan seseorang secara utuh dalam satuan waktu kerja yang dilakukan
meliputi kegiatan yang efektif dalam mencapai hasil atau prestasi kerja yang bersumber
dari input dan menggunakan bahan secara efisien. Namun, konsep berbeda
dikemukakan oleh Mathis dalam (Butar, 2015) yang mendefinisikan produktivitas kerja
sebagai pengukuran dan kuantitas dari pekerjaan dengan mempertimbangkan dari
seluruh biaya dan hal yang terkait dan yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut.
Sutrisno (2011) mengemukakan bahwa produktivitas kerja merupakan sikap
mental. Sikap mental yang selalu mencari perbaikan terhadap apa yang telah ada. Suatu
keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan perkerjaan lebih baik hari ini dari pada
hari kemarin dan hari esok lebih baik hari ini. Produktivitas lebih dari sekedar ilmu,
teknologi dan teknik-teknik manajemen produktivitas mengandung pola filosofi dan
sikap mental yang didasarkan pada motivasi yang kuat untuk secara terus menerus
berusaha mencapai mutu kehidupan yang lebih baik (Mangkunegara, 2011).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pribadi yang
produktivitas kerja menggambarkan potensi, persepsi dan kreativitas seseorang yang
senantiasa ingin menyumbangkan kemampuannya agar bermanfaat bagi diri dan
lingkungannya. Jadi, orang yang memiliki produktivitas kerja yang baik adalah orang
yang dapat memberikan sumbangan yang nyata dan berarti bagi lingkungan sekitarnya,
imaginatif dan inovatif dalam mendekati persoalan hidupnya serta mempunyai
kepandaian (kreatif) dalam mencapai tujuan hidupnya. Pada saat bersamaan orang
seperti itu selalu bertanggung jawab dan responsif dalam hubungannya dengan orang
lain (kepemimpinan). Karyawan seperti ini merupakan aset organisasi yang selalu
berusaha meningkatkan diri dalam organisasinya dan akan menunjang pencapaian
tujuan produktivitas organisasi.

2.1.2 Dimensi Produktivitas Kerja


Menurut Sedarmayanti (2015: 260), ada beberapa dimensi yang dapat digunakan
untuk mengukur produktivitas kerja. Dimensi – dimensi tersebut yaitu sebagai berikut:.
a) Efisiensi
Efisiensi merupakan ukuran berhasil tidaknya pencapaian tujuan suatu
organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi mencapai tujuan maka
organisasi tersebut telah berjalan dengan efektif.

b) Efektivitas
Efektivitas merupakan ukuran berhasil tidaknya pencapaian tujuan suatu
organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi mencapai tujuan maka
organisasi tersebut telah berjalan dengan efektif.

c) Kualitas
Kualitas sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan.

2.1.3 Indikator Produktivitas Kerja


Sutrisno (2011:211) mengemukakan produktivitas kerja sebagai hal yang sangat
penting bagi para karyawan yang ada di perusahaan. Dengan adanya produktivitas kerja
diharapkan pekerjaan akan terlaksana secara efektif dan efisien, sehingga semua
akhirnya sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan, untuk
mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator, yaitu sebagai berikut:
a) Kemampuan untuk melaksanakan tugas
Kemampuan seorang karyawan sangat bergantung pada keterampilan yang
dimiliki serta profesionalisme mereka dalam bekerja.

b) Meningkatkan hasil yang dicapai


Hasil merupakan salah satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan
maupun yang menikmati hasil perkerjaan tersebut.

c) Semangat kerja
Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hasil kemarin. Indikator ini dapat
dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu hari kemudian dibandingkan
dengan hari sebelumnya.

d) Pengembangan diri
Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan kerja.
Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan dan harapan dengan
apa yang akan dihadapi.

2.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja


Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja karyawan di suatu perusahan, perlu
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan tersebut.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Berdasarkan teori Gaol
(Siagian, 2016), menjelaskan bahwa terdapat faktor- faktor yang mempengaruhi
produktivitas kerja karyawan, diantaranya yaitu:
a. Pendidikan dan latihan

Pendidikan dapat membentuk dan menambah pengetahuan karyawan, untuk


mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan tepat, sedangkan latihan
membentuk dan meningkatkan keterampilan kerja.

b. Nutrisi dan kesehatan


Sesorang yang dalam keadaan sehat atau kuat jasmani akan dapat
berkonsentrasi dengan baik dalam pekerjaannya, jika makanan yang dimakan
oleh seorang pekerja kurang memenuhi nutrisi, akan menyebabkan pekerja
cepat lelah dalam bekerja sehingga produktivitas menjadi menurun atau rendah.

c. Motivasi atau kemauan

Motivasi merupakan proses untuk mempengaruhi seseorang melakukan


sesuatu. Semakin tinggi motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu dengan
pekerjaan, semakin tinggi pula tingkat produktivitasnya.

d. Kesempatan kerja
Kesempatan kerja dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Keterampilan
dan produktivitas seseorang berkembang di dalam pekerjaan. Rendahnya
produktivitas kerja seseorang, diakibatkan oleh kesalahan penempatan, dalam
arti bahwa seseorang tidak ditempatkan dalam pekerjaan yang sesuai dengan
pendidikan dan keterampilannya.

e. Kemampuan manajerial pimpinan


Prinsip manajemen adalah peningkatan efisiensi. Sumber-sumber di
guanakan secara maksimal, termasuk tenaga kerja sendiri. Penggunaan sumber-
sumber tersebut dikendalikan secara efisien dan efektif.
f. Kebijaksanaan pemerintah
Usaha untuk peningkatan produktivitas sangat sensitif terhadap
kebijaksanaan pemerintah di bidang produksi, investasi, perizinan usaha,
teknologi, moneter, fiskal, distribusi dan lain-lain.

Yuniarsih (2013:159) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi


produktivitas dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan
eksternal. Secara lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Faktor Internal
1. Komitmen kuat terhadap visi dan misi institusional.
2. Struktur dan desain pekerjaan.
3. Motivasi, disiplin dan etos kerja yang mendukung ketercapaian target.
4. Dukungan sumber daya yang bisa digunakan untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan tugas.
5. Kebijakan perusahaan yang bisa merangsang kreativitas dan inovasi.
6. Perlakuan menyenangkan yang bisa diberikan pimpinan dan /atau rekan
kerja.
7. Praktik manajemen yang diterapkan oleh pimpinan.
8. Budaya organisasi/kerja dan lingkungan kerja yang ergonomis.
9. Kesesuaian antara tugas yang diemban dengan latar belakang pendidikan,
pengalaman, minat, keahlian, dan keterampilan yang dikuasai.
10. Komunikasi antar individu dalam membangun kerja sama.

b. Faktor Eksternal
1. Peraturan perundangan, kebijakan pemerintah, dan situasi politis.
2. Kemitraan (networking) yang dikembangkan.
3. Kultur dan mindset lingkungan sekitar organisasi.
4. Dukungan masyarakat dan stakeholder secara keseluruhan.
5. Tingkat persaingan.
6. Dampak globalisasi.

Menurut Nitisemito (2000:72), turun naiknya tingkat volume produktivitas


karyawan juga di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan kerja, proses
seleksi, pengawasan kerja, kepemimpinan, kompensasi dan disiplin kerja.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka pada penelitian ini penulis meneliti
produktivitas kerja yang dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan, kultur atau budaya.

2.3 E-Leadership
2.3.1 Pengertian E-Leadership
Kepemimpinan modern berhubungan erat dengan teknologi sehingga
memunculkan istilah terbaru dengan nama kepemimpinan digital (E-Leadership). E-
Leadership adalah suatu istilah yang menyandingkan “e” sebagai simbol bagi hal-hal
yang berkaitan dengan elektronik, internet, atau dunia digital dengan “leadership”
(kepemimpinan) yang bermakna kemampuan seseorang untuk menggerakkan atau
mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya dalam rangka mencapai tujuan
organisasi (Kasali, 2008).
Digital leadership merupakan kemampuan seorang pemimpin dalam menggunakan
teknologi digital untuk memberikan pengaruhnya serta arahannya kepada anggota tim
yang dimiliki sehingga tujuan yang telah ditetapkannya dapat tercapai (Saputra &
Saputra, 2020).
Menurut Mohammad (2009). e-leadership memiliki peran dan tanggung jawab di
mana para pemimpin dapat berkomunikasi dengan karyawannya meskipun mereka
tidak berada di kantor yang sama, dan mereka harus memahami teknologi baru untuk
memenuhi kebutuhan karyawan dan membangun hubungan antar karyawan.
Dari bebrapa pendapat di atas dapat disimpulkan dalam konteks ini, e-Leadership
dapat secara bebas diartikan sebagai kepemimpinan yang memanfaatkan teknologi
untuk menggerakkan suatu tujuan tertentu dalam konteks ini bagaimana e-Leadership
dapat membangun kinerja bawahannya.

2.3.2 Dimensi dan Indikator E-Leadership


a) Strategy execution alignment
Indikator :
 Strategi untuk mengartikulasikan logika dan pilihan yang berkaitan dengan
strategi bisnis
 Pelaksana strategi untuk merancang dan menerapkan infrastruktur

b) Agen technology transformation alignment


Indikator :
 Visi teknologi untuk mendukung strategi bisnis
 Arsitek teknologi untuk merancang dan menerapkan infrastruktur yang
diperlukan pencapaian visi TI

c) Competitive potential alignment


Indikator :
 Visioner bisnis dan tata kelola TI pada strategi bisnis
 Identifikasi dan penafsirkan tren dilingkungan TI guna membantu bisnis manajer
untuk memahami peluang dan ancaman dari perspektif TI.

d) Service-level alignment
Indikator :
 Memprioritaskan cara terbaik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka
baik di dalam organisasi dan di pasar TI
 Kepemimpinan eksekutif untuk keberhasilan internal bisnis

2.4 E-Culture
2.4.1 Pengertian E-Culture
E-Culture atau digitalisasi kebudayaan adalah pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi untuk meningkatkan daya guna dalam bidang kebudayaan, terutama
dalam hal pengelolaan, pendokumentasian, penyebarluasan informasi dan pengetahuan
dari unsur-unsur kebudayaan. Unsur-unsur kebudayaan tersebut jika dikembangkan
berbasis teknologi informasi (e-Culture) penamaannya menggunakan awalannya “e”
(electronik). Digitalisasi secara fundamental telah mengubah struktur dan proses
organisasi dan mempengaruhi bagaimana orang berinteraksi satu sama lain, sehingga
berdampak pada budaya organisasi. Adanya digitalisasi mulai merubah dan
memunculkan perspektif baru tentang budaya organisasi di dunia digital.

2.4.2 Dimensi E-Culture


1. Dimensi Budaya Adhocracy Digital (Digital adhocracy culture )
Budaya digital adhocracy sebagai peralatan (toolkit) menyeluruh untuk
menggunakan sumber daya digital untuk mencapai fleksibilitas guna menghasilkan
produk dan ide baru untuk memimpin industri. Pada budaya ini, perusahaan
merangkul inovasi digital dan terlibat dalam eksperimen digital yang cepat dan
sangat dinamis untuk menyediakan produk digital atau digital yang inovatif.
Perusahaan ini menghargai fleksibilitas, berorientasi menuju persaingan dan
digitalisasi (eksternal), dan berusaha menciptakan model bisnis dinamis yang
didorong oleh sumber daya digital. Karyawan diberdayakan dan didorong untuk
menggunakan data ini untuk terus mencari solusi ideal dan berinovasi.

2. Budaya Clan Digital (Digital clan culture)


Budaya digital Clan dicirikan dengan fokus internal atau berorientasi pada
orang, fleksibilitas, dan merangkul digitalisasi. Dengan demikian, budaya ini
merupakan perangkat menyeluruh untuk menggunakan sumber daya digital untuk
mencapai fleksibilitas yang diperlukan untuk menyatukan anggota dari organisasi.
Perusahaan ini peka terhadap berbagai cara di mana teknologi digital mendukung
kolaborasi.

3. Budaya Market Digital (Digital market culture)


Budaya digital market ditandai oleh fokus eksternal, stabilitas,dan pentingnya
digitalisasi. Dengan demikian, budaya pasar digital didefinisikan sebagai toolkit
menyeluruh untuk menggunakan sumber daya digital untuk bersaing secara efektif
di pasar. Untuk perusahaan-perusahaan ini, data pelanggan sangat berharga.

4. Budaya hierarki digital (Digital hierarchy culture)


Budaya hierarki digital ditandai dengan fokus pada internal organisasi, kontrol,
dan pentingnya merangkul digitalisasi. Dengan demikian, budaya hierarki digital
didefinisikan sebagai toolkit menyeluruh untuk digunakan sumber daya digital untuk
mencapai kontrol dan pemantauan yang ketat atas organisasi. Di perusahaan dengan
budaya hierarki digital, fitur yang sama dari digitalisasi yang sebagian besar
digunakan untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dalam budaya pasar digital
digunakan untuk memantau dan mengendalikan organisasi. Proses ketepatan data
internal dipandang sebagai daya saing keuntungan. Perusahaan hierarki digital
memahami dan menghargai standardisasi proses, pemantauan dan kontrol yang lebih
ketat, dan kuat keamanan data.

2.4.3 Indikator E-Culture


a. Memberdayakan karyawan;

b. Meminta karyawan untuk ide-ide baru. (inovasi digital);

c. Proyek cepat dan sementara;

d. Memiliki dinamika model bisnis;

e. Melakukan open source kompetisi untuk meningkatkan desain produk atau


kualitas layanan;

f. Pengembangan dengan risiko yang tinggi namun sangat potensial inovasi.


2.5 Employee Performance
2.5.1 Pengertian Employee Performance
Kinerja merupakan hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai
karyawan selama periode tertentu sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan dan
disepakati bersama (Situmeang, 2017). Menurut Sedarmayanti dalam Situmeang
(2017), kinerja atau performance diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi
kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk kerja/penampilan
kerja.

Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-
tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman,
kesungguhan serta waktu. Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkut secara
legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika Malayu S.P.
Hasibuan (2006).

Suwatno dan Priansa dalam Chandra dan Adriyansyah (2017) menyatakan bahwa
kinerja merupakan performance atau unjuk kinerja. Kinerja dapat pula diartikan sebagai
prestasi kerja atau pelaksanaan kerja atau hasil unjuk kerja.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah
kemampuan mencapai persyaratanpersyaratan pekerjaan, dimana suatu target tenaga
kerja dapat diselesaikan pada waktu yang tepat sehingga tujuannya akan sesuai dengan
moral dan etika perusahaan.

2.5.2 Dimensi Employee Performance


Ada lima dimensi yang digunakan untuk mengukur kinerja karyawan secara
individu, antara lain sebagai berikut menurut Bernadine dalam Mas’ud dalam Tampi
(2014).
1. Kualitas
Tingkat dimana hasil aktifitas yang dilakukan mendekati sempurna. Dalam arti
menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktifitas ataupun memenuhi
tujuan yang diharapkan dari suatu aktifitas.
2. Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus aktifitas yang
diselesaikan.

3. Ketepatan Waktu
Tingkat suatu aktifitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat
dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia
untuk aktifitas lain.

4. Efektifitas
Tingkat penggunaan sumber daya manusia organisasi dimaksimalkan dengan
maksud menaikan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam
penggunaan sumber daya.

5. Kemandirian
Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa
minta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya pengawas
untuk menghindari hasil yang merugikan

2.5.3 Indikator Employee Performance


Indikator kinerja karyawan menurut Edison dkk (2016)

1. Target

Fokus pada target, menantang dan realistis, mmenuhi kuantitas dan

pelanggan (internal dan eksternal) pouas atas kuantitas yang dihasilkan.

2. Kualitas

Kualitas sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan, anggota memiliki

komiotmen tentang kualitas.

3. Waktu

Pekerjaan selesai tepat waktu, pelanggan puas atas waktu penyelesaian

dan anggota berkomitmen terhadap pentingnya ketepatan waktu.


4. Taat asas

Dilakukan dengan cara yang benar dan transfaran dan dapat

dipertanggungjawabkan.

2.6 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Employee Performance


Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan menurut (Irawan dkk, 2015)
yaitu :
1. Faktor Individu terdiri dari kemampuan, ketrampilan, latar belakang, dan demografi.
2. Faktor Psikologi terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, motivasi, pembelajaran, dan
kepuasan kerja.
3. Faktor Organisasi tediri dari kepemimpinan, kompensasi, desain pekerjaan, pelatihan
dan pengembangan, peralatan dan teknologi, dan lingkungan kerja.

Menurut Negara 2014 dalam Suryadani 2016, secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah faktor internal dan faktor eksternal, yang dijelaskan
sebagai berikut:
1. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri pegawai, misalnya
kemampuan intelektualitas, disiplin kerja, pengalaman kerja, kepuasan kerja, latar
belakang pendidikan, dan motivasi pegawai.
2. Faktor eksternal merupakan faktor pendukung pegawai dalam bekerja yang berasal
dari lingkungan kerja, misalnya gaya kepemimpinan, pengembangan karir, kondisi
lingkungan kerja, pelatihan, kompensasi, dan sistem manajemen perusahaan.

2.7 Penelitian Terdahulu


Berikut ini disajikan penelitian – penelitian sebelumnya yang berkaitan dan
mendukung penelitian saat ini.
No Nama dan Tahun Judul dan Tujuan
1. Endah Septa Sintiyaa, Judul :
Tony Dwi Susantob, Ari Electronics-Leadership
Cahaya Puspitaningrum (E-Leadership) dalam
(2021) Sektor E-Government:
Literature Review
Tujuan:
Studi ini memberikan
beberapa pedoman untuk
penelitian lebih lanjut
terkait dengan topik ini
dan juga memberikan
pengetahuan tentang trend
e-leadership di sektor e-
government.

2.8 Kerangka Analisis


Kerangka analisis adalah model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan
dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting (Sekaran,
2006). Pada penelitian ini kerangka analisis dibuat dalam bentuk model konseptual
tentang bagaimana teori berpengaruh dan berhubungan dengan berbagai faktor yang
telah diidentifikasi.

E-Leadership (X1)
H1
H3
H5 Employee H7 Produktivitas Kerja
Performance (M) (Y)
H6
H4

H2
E-Culture (X2)

2.9 Hipotesis
Hipotesis penelitian menurut Dantes adalah “Asumsi yang perlu dilakukan pengujian
data. Kemudian dari pengujian lewat penelitian akan menghasilkan data. Data inilah yang
akan dijadikan acuan pengambilan kesimpulan, terkadang juga menghasilkan solusi dan
penemuan baru.”
Pendapat Sugiyono, yang mengartikan hipotesis sebagai jawaban sementara yang
dibuat berdasarkan rumusan masalah penelitian yang sudah ditentukan oleh peneliti.
Masih menurut Sugiyono, hipotesis dikatakan masih sementara, karena dugaan tersebut
dibuat berdasarkan pada teori, sehingga dibutuhkan uji hipotesis.
Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut:
a) H1 : Menunjukkan terdapat pengaruh antara E-Leadership (X1) terhadap Produktivitas
Kerja (Y).
H0 : Menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara E-Leadership (X1) terhadap
Produktivitas Kerja (Y).
b) H2 : Menunjukkan terdapat pengaruh antara E-Culture (X2) terhadap Produktivitas
Kerja
(Y).
H0 : Menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara E-Culture (X2) terhadap
Produktivitas
Kerja (Y).
c) H3 : Menunjukkan terdapat pengaruh antara E-Leadership (X1) terhadap Employee
Performance (M).
H0 : Menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara E-Leadership (X1) terhadap
Employee
Performance (M).
d) H4 : Menunjukkan terdapat pengaruh antara E-Culture (X2) terhadap Employee
Performance (M).
H0 : Menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara E-Culture (X2) terhadap Employee
Performance (M).
e) H5 : Menunjukkan terdapat pengaruh antara E-Leadership (X1) terhadap Produktivitas
Kerja (Y) melalui Employee Performance (M).
H0 : Menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara E-Leadership (X1) terhadap
Produktivitas Kerja (Y) melalui Employee Performance (M).
f) H6 : Menunjukkan terdapat pengaruh antara E-Culture (X2) terhadap Produktivitas
Kerja
(Y) melalui Employee Performance (M).
H0 : Menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara E-Culture (X2) terhadap
Produktivitas Kerja (Y) melalui Employee Performance (M).
g) H7 : Menunjukkan terdapat pengaruh antara Employee Performance (M) terhadap
Produktivitas Kerja (Y)
H0 : Menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara Employee Performance (M) terhadap
Produktivitas Kerja (Y)

Anda mungkin juga menyukai