Anda di halaman 1dari 17

EKONOMI PEMBANGUNAN

EKI 213 (A4)


“Paradigma Baru Dalam Pembangunan Daerah”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Drs. I Ketut Sudibia, S. U.

OLEH:
KELOMPOK 5
Jesika Novelin Baneftar 2007511003 / 01
Ni Putu Anggun Miamithadewi 2007511127 / 14
Ni Kadek Ariesta Surya Devyanti 2007511134 / 15
Made Anggita Saraswati Artana 2007511147 / 17
Eka Febrina Widya Putri 2007511149 / 18
Ni Putu Putri Yastini 2007511169 / 22
Ni Kadek Sepia Wati 2007511209 / 27

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat, rahmat, serta karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul
“Paradigma Baru dalam Pembangunan Daerah”
Adapun tujuan dari penyusunan paper ini adalah untuk memenuhi serta melengkapi
tugas mata kuliah Ekonomi Pembangunan, serta untuk menambah wawasan dan pengetahuan
dibidang soisal dan ekonomi.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini masih banyak kesulitan dan tidak
dapat diselesaikan tanpa bantuan orang lain. Untuk itu, pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang telah memberikan dorongan serta
motivasi yang tidak pernah henti. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Ekonomi Pembangunan, yaitu Prof. Dr. Drs. I Ketut Sudibia, S. U.,
dan teman-teman dari kelompok 5.
Kami juga menyadari bahwa paper ini belum bisa dikatakan sempurna dan masih
memiliki banyak kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan masukan, saran, dan kritik yang
membangun untuk menyempurnakan paper ini. Semoga paper ini dapat bermaanfaat bagi
pembaca serta penulis.

Denpasar, 09 Maret 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................................2
1.3. Tujuan..........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................................3
2.1. Pengertian Pembangunan Daerah...............................................................................................3
2.2. Paradigma Baru Dalam Pembangunan Daerah............................................................................3
2.3. Peran Pemerintah Dalam Pembangunan Daerah........................................................................3
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................................4
3.1. Kesimpulan..................................................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................5

iii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Paradigma pembangunan di Indonesia telah mengalami pergeseran dari zaman
orde baru yang mana pembangunan dilaksanakan secara sentralistik yang berarti
pembangunan dari atas kebawah. Saat era reformasi paradigma tersebut berubah menjadi
pembangunan yang berazaskan desentralisasi yang berarti pembangunan dilakukan dari
bawah ke atas (bottom-Up). Hal ini disahkan melalui undang-undang otonomi daerah
yang direvisi sebanyak 2 kali yaitu undangundang no 22 tahun 1999 menjadi undang-
undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah serta undang-undang no 25 tahun
2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional. Azas desentralisasi merupakan
otonomi daerah, dimana pemerintah daerah memiliki hak untuk mengurusi rumah
tangganya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat (welfare society).
Dengan ini diharapkan pemerintah daerah dapat menangkap permasalahan
pembangunan yang begitu kompleks di daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah
dapat menyerap aspirasi masyarakat dari bawah untuk perencanaan pembangunan
daerahnya sesuai dengan kebutuhan daerah serta yang terintegrasi dengan pembangunan
nasional.
Setiap daerah memiliki potensi serta struktur ekonomi yang berbeda-beda.
Pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan ekonomi harus mengidentifikasi
potensi-potensi sumber daya yang ada. Potensi daerah merupakan daya saing daerah
dengan daerah lain yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi. Oleh karena itu pemerintah daerah harus melakukan perencanaan pembangunan
ekonomi agar dapat mendongkrak laju pertumbuhan ekonominya. Masyarakat dapat
berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan demi
tercapainya suatu pembangunan yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat.
Partisipasi masyarakat dapat dilaksanakan melalui musyawarah perencanaan
pembangunan tingkat kelurahan hingga tingkat nasional. Perencanaan pembangunan
penting dilakukan agar pembangunan menjadi terarah dan teroganisir demi mencapai

1
tujuan pembangunan. Pembangunan bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat baik
sekarang maupun masa yang akan datang dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial,
budaya, politik, pertahanan dan keamanan serta lingkungan. Maka, dari persoalan yang
dijelaskan, penyusunan paper ini guna memberikan pemahaman mengenai pembangunan
daerah dengan adanya otonomi dan paradigma baru dan penerapannya.

I.2. Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan pembangunan daerah?
2) Bagaimana paradigma baru dalam pembangunan daerah?
3) Apa saja peran pemerintah dalam pembangunan daerah?

I.3. Tujuan
1) Untuk Mengetahui apa yang dimaksud dengan pembangunan daerah?
2) Untuk Mengetahui bagaimana paradigma baru dalam pembangunan daerah?
3) Untuk Mengetahui apa saja peran pemerintah dalam pembangunan daerah?

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Pengertian Pembangunan Daerah


Pembangunan adalah suatu upaya perubahan yang berlandaskan pada suatu
pilihan pandangan tertentu yang tidak bebas dari pengalaman (sejarah), realitas keadaan
yang sedang dihadapi, serta kepentingan pihak-pihak yang membuat keputusan
pembangunan. Adapun menurut (Supardi. I, 1994) pembangunan adalah suatu proses
sosial yang bersifat integral dan menyeluruh, baik berupa pertumbuhan ekonomi maupun
perubahan sosial demi terwujudnya masyarakat yang lebih makmur. Dalam
pelaksanaannya, proses pembangunan itu berlangsung melalui suatu siklus produksi
untuk mencapai suatu konsumsi dan pemanfaatan segala macam sumber daya dan modal,
seperti sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber keuangan, permodalan dan
peralatan yang terus menerus diperlukan dan perlu ditingkatkan.
Indonesia adalah negara berkembang dalam pelaksanaan pembangunan
merupakan suatu upaya mningkatkan segenap sumber daya yang dilakukan secara
berencana dan berkelanjutan dengan pinsip daya guna yang merata dan berkeadilan,
dalam hal tersebut dapat dikatakan bahwa pembangunan beriorentasi pada pembangunan
masyarakat, dimana pendidikan menempati posisi yang utama dengan tujuan untuk
membuka wawasan dan kesadaran warga akan arah dan cita-cita yang lebih baik.
(effendi, 2002). Adanya pelaksanaan pembangunan adalah meningkatkan pendapatan
nasional, sekaligus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat
sesuai dengan rasa keadilan dan mewujudkan asas keadilan sosial.
Pembangunan daerah merupakan suatu peroses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan
kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut (Arsyad, 1999 dalam Santoso, 2013). Pembangunan ekonomi daerah
adalah suatu peroses, yaitu suatu peroses yang mencakup pembentukan institusi-institusi
baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada

3
untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih
ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Setiap upaya
pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan
jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan
tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil
inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah (beserta partisipasi
masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya yang ada) harus mampu menaksir
potensi setiap sumberdaya yang diperlukan untuk merangsang dan membangun
prekonomian daerah (Arsyad, 2010)
Menurut Todaro (2003) pembangunan suatu daerah harus mencakup tiga inti
nilai, yaitu:
1. Ketahanan (sustenance)
Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan, kesehatan
dan proteksi)
2. Harga diri (selfesteem)
Pembangunan haruslah memanusiakan. Dalam arti luas pembangunan suatu daerah
haruslah meningkatkan kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah itu.
3. Kebebasan (Freedom for servitude)
Kebebasan bagi individu suatu Negara untuk berpikir, berkembang, berperilaku, dan
berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Krisis ekonomi memberikan dampak yang berbeda terhadap daerah meskipun
pada dasarnya menurunkan prekonomian di semua daerah tetapi pengembangan
prekonomian dearah dan pengembangan wilayah sebagai upaya peningkatan
pembangunan daerah dan pemerataan pertumbuhan antar daerah mengalami hambatan
keterbatasan dalam pemanfaatan sumber daya alam, ketersediaan modal, kemitraan
pemerintah, masyarakat serta dunia usaha. Masalah lain yang menghambat adalah tidak
tertibnya pemanfaatan ruang yang didasarkan pada penataan ruang dan kepemilikan
pemanfaatan tanah yang mengakibatkan degradasi lingkungan.
Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan pradigma
pembangunan nasional dari pradigma pertumbuhan menuju pradigma pembangunan
secara lebih adil dan berimbang perubahan pradigma itu antara lain diwujudkan melalui

4
kebijakan otonomi daerah dan pertimbangan keuangan pusat dan daerah yang akan diatur
undangundang no. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan undang-undang no. 25
tahun 1999 tentang pertimbangan dan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
(Suparmoko.2000:97)
Selain itu otonomi daerah juga membantu mengatasi pembangunan daerah di
Indonesia apalagi jika menggunakan sistem pembangunan ekonomi yang masih bersifat
sentralistik. Salah satu tujuan otonomi daerah adalah untuk menjadikan pemerintah lebih
dekat dengan rakyatnya, sehingga pelayanan pemerintah dapat dilakukan dengan lebih
efisien dan efektif. Hal ini didasarkan asumsi bahwa pemerintah daerah memiliki
pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan aspirasi masyarakat mereka
daripada pemerintah pusat. Dengan otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah dapat
menyelesaikan permasalahannya dalam mengelola daerahnya, sehingga berada dalam
posisi lebih baik, untuk memobilisasi sumber daya secara mandiri serta untuk mencapai
tujuan pembangunan daerah.
Otonomi daerah merupakan upaya pembangunan daerah dalam pengambilan
keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan
kepentingan, prioritas, dan potensi daerah tersebut. Dengan pemberian otonomi daerah
kabupaten dan kota, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan pemerintah
daerah. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam
rangka mengelola dana desentralisasi secara transparan, ekonomis, efisien, efektif dan
akuntabel. Salah satu pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya desentralisasi fiskal,
yaitu pemberian sumber-sumber penerimaaan bagi daerah yang dapat digali dan
digunakan sendiri sesuai dengan potensinya masing-masing. Secara teoritis pengukuran
kemandirian daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber PAD berasal
dari pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil
pengolahan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah
yang sah.
Diharapkan dengan adanya otonomi daerah dapat memberikan manfaat agar tiap-
tiap daerah bisa membiayai kehidupan daerahnya dengan perolehan hasil daerah baik
berupa retribusi daerah, pajak pendapatan serta pendapatan lain-lain. Atas dasar
pernyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa pembangunan daerah adalah suatu

5
upaya untuk meningkatkan kualitas hidup keseluruhan daerah sebagai suatu kesatuan
wilayah kehidupan maupun kehidupan setiap individu anggota masyarakat karena
pelaksanaan pembangunan nasional berada didaerah, maka rencana pembangunan daerah
merupakan bagian dari kerangka umum pola pembangunan nasional dan daerah haruslah
saling menunjang. Salah satu aspek penting dalam hal keuangan, baik dari sisi
pengeluaran maupun dari sisi penerimaan daerah, Karena kemampuan daerah untuk
menghimpun pendapat sangatlah bervariasi dan tergantung pada kondisi dimana masing-
masih daerah yang memiliki kekayaan masing-masing daerah yang memiliki kekayaan
sumber daya alam atau tidak, atauun daerah yang intensitas ekonomi yang tinggi ataupun
rendah. Ini semua berdampak pada besar kecilnya pajak didaerah yang bersangkutan.

II.2. Paradigma Baru Dalam Pembangunan Daerah


Walaupun relatif tidak ada konsensus baku tentang definisi pembangunan yang
diterima secara luas, namun umumnya dipahami bahwa pembangunan pada dasarnya
merupakan suatu proses perubahan-perubahan ke arah yang dikehendaki. Dengan
demikian proses pembangunan adalah upaya menciptakan perubahan ke arah yang
diinginkan, dengan kata lain pembangunan adalah suatu proses yang memiliki tujuan dan
terencana. Di masa lalu, pembangunan sempat dipahami sebatas sebagai suatu proses
pertumbuhan ekonomi. Lahirnya ilmu-ilmu kewilayahan, khususnya regional
development dan regional sciences pada dasarnya adalah bentuk-bentuk kritik atas cara
pandang pendekatan-pendekatan pembangunan yang terlalu sering melihat dari kacamata
makro, karena salah satu permasalahan riil pembangunan adalah masalah disparitas
regional (regional disparity).
Pada awalnya, polemik mengenai trade off antara pertumbuhan dengan
pemerataan sangat banyak menyita diskusi-diskusi teori-teori pembangunan. Sekarang,
secara teoritik, polemik pemilihan antara strategi pertumbuhan dan pemerataan relatif
telah diselesaikan saat lahirnya The Second Fundamental Theorm of Welfare Economics.
Sementara itu The First Fundamental Theorm of Welfare Economics sendiri adalah
konsep temuan Simon Kuznets (1966): kurva U-terbalik yang menyatakan bahwa bagi
negara yang pendapatannya rendah bertumbuhnya perekonomian harus mengorbankan
pemerataan (trade off antara pertumbuhan dan pemerataan). Pemahaman seperti ini telah

6
memberi legitimasi dominasi peranan pemerintah untuk memusatkan pengalokasian
sumberdaya pada sektor-sektor atau wilayah-wilayah yang berpotensi besar dalam
menyumbang pada pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini telah menyebabkan terjadinya net
transfer sumber daya daerah ke kawasan pusat kekuasaan secara besar-besaran maupun
melalui ekspor kepada negara-negara maju. Implikasi dari penekanan pertumbuhan
ekonomi adalah polarisasi spatial (geografis) alokasi sumberdaya (capital investment)
antar wilayah melalui aglomerasi industri di tempat-tempat yang paling kompetitif
(kawasan kotakota besar). Program bantuan pembangunan daerah tidak mampu
mengurangi ketimpangan yang terjadi. Paradigma baru pembangunan telah mengubah
cara pandang pembangunan, dalam pemahaman terkini pembangunan lebih diarahkan
kepada terjadinya pertumbuhan (eficiency), pemerataan (equity), dan keberlanjutan
(sustainability) dalam pembangunan ekonomi.
Kegagalan program-program pembangunan di dalam mencapai tujuannya di satu
sisi seringkali bukanlah semata-mata kegagalan di dalam program pembangunannya itu
sendiri tapi ada sisi sumbangan “kesalahan” karena berkembangnya kepercayaan akan
kebenaran teori-teori atau konsep-konsep pembangunan yang melandasinya. Di dalam
lingkup keilmuan itu sendiri, teori pembangunan selalu berkembang dan mengalami
koreksi, sehingga melahirkan pergeseran tentang sesuatu yang dianggap “benar” dan
“baik” di dalam proses pembangunan. Cara pandang yang semula dianggap benar dan
baik, akibat pelajaran dari pengalaman, pergeseran nilai-nilai kehidupan dan
perkembangan teknologi atau cara analisis baru, maka di kemudian hari akhirnya
dianggap salah atau tidak baik, dan juga sebaliknya. Pergeseran ini dalam bahasa sehari-
hari disebut sebagai pergeseran paradigma atau lahirnya paradigma baru.
Secara filsafat, ada beberapa ruang pengetahuan: (1) kita tahu bahwa kita tahu,
(2) kita tahu bahwa kita tidak tahu, dan (3) kita tidak tahu bahwa kita tidak tahu.
Perkembangan waktu, pengalaman manusia, perkembangan ilmu dan teknologi
menyebabkan semakin luasnya ruang pengetahuan yang pertama. Perkembangan ini
menyebabkan selalu dimungkinkannya timbulnya paradigma-paradigma baru termasuk
paradigma pembangunan, sebagaimana dikemukakan oleh Sosiolog Kuhn (1970) yang
dimaksud tentang paradigma (paradigma).

7
Pembangunan wilayah bukanlah semata-mata fenomena dalam dimensi lokal dan
regional namun juga merupakan bagian tak terpisahkan dari kepentingan pembangunan
makro (skala nasional) bahkan global. Untuk itu tulisan ini akan coba membahas dengan
melihat permasalahan pembangunan wilayah mulai dari kacamata global. Secara historik,
sebagai suatu permasalahan pembangunan, kajian pembangunan wilayah dimulai dari
timbulnya kesadaran akan adanya masalahmasalah ketidakseimbangan pembangunan
secara spasial, khususnya disparitas pendapatan antar wilayah, masalah aglomerasi
berlebihan di beberapa wilayah tertentu dan menurunnya jumlah penduduk dan daya tarik
perdesaan. Sebagai suatu bidang ilmu baru, regional science berkembang di tahun 1950-
an guna menjawab tantangan-tantangan pembangunan tersebut.
Kajian perencanaan wilayah sebagai alat peramal dalam pendekatan analitis dari
Walter Isard membawa pada suatu "banjir publikasi" mengenai development poles,
growth poles, growth centre dan sejenisnya selama tengah tahun 60-an. Pendekatannya
didasarkan pada realitas negara-negara industri Barat yang semula mungkin
penerapannya juga akan efektif juga untuk negara Dunia Ketiga. Faktanya ternyata
berbeda. Menurut B Higgins (1978, 1980), perdebatan growth pole merupakan debat
teoritis terpendek dalam sejarah akademis. Cukup untuk menyatakan bahwa pendekatan
sistematis yang lahir dari ilmu regional ala Isard sebagian besar useless (untuk negara
Dunia Ketiga), karena memberikan petunjuk yang tidak dapat dipraktekkan untuk jenis
analisis empiris dan formulasi kebijakan yang dibutuhkan untuk pengembangan wilayah
di negara-negara Dunia Ketiga.
Kritik atas teori dan pendekatan-pendekatan ala barat di dalam memecahkan
permasalahan pembangunan di dunia ketiga digambarkan oleh Nurkse dan Myrdall di
tahun 1950-an, dimana mereka lebih menekankan pentingnya pendekatan pengembangan
kelembagaan dan organisasional yang berbeda dengan horizon akademis dari ekonomi
tradisional di masa itu. Tanpa perubahan kelembagaan yang penting, analisis ekonomi
kuno akan sia-sia dan tidak mempunyai kekuatan dalam menetapkan cara yang efektif
untuk "pertumbuhan self-sustained yang baru" pada Dunia Ketiga, Ilmu wilayah dapat
menawarkan hanya paradigma "partial" untuk negara-negara sedang berkembang dalarn
rangka kebutuhan pengembangan wilayah. Dengan demikian proses pergeseran

8
pendekatan-pendekatan pembangunan selalu terkait dengan pergeseran paradigma-
paradigma pembangunan.

II.3. Peran Pemerintah Dalam Pembangunan Daerah


Pada era globalitas saat ini, pemerintah harus memegang peranan penting dalam
memajukan perekonomiannya, segala cara harus dilakukan untuk menciptakan ide-ide
atau inovasi-inovasi baru dan tidak lagi hanya sebagai penonton pasif yang hanya
menunggu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang diserahkan begitu saja pada
mekanisme kekuatan-kekuatan ekonomi di luar pemerintah. Pemerintah mempunyai
kekuatan yang besar dalam memajukan perekonomian disamping masih ada kekuatan
lain yaitu perusahaan swasta yang mana perusahaan swasta tersebut tidak mampu
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi saat ini.
Kegiatan-kegiatan yang pertama-tama harus dilakukan oleh pemerintah yaitu
penguatan pada bidang-bidang yang mendukung pertumbuhan ekonomi seperti
transportasi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain, selain kewajiban pemerintah/negara
yang tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, juga pihak lain/swasta
tidak akan mau mengorbankan investasi untuk pengeluaranpengeluaran tersebut karena
resiko kerugian sangat besar, kita tahu bahwa perusahaanperusahaan swasta bertujuan
untuk meraih keuntungan pada saat sekarang juga hari-hari berikutnya. Dengan adanya
kegiatan-kegiatan yang dilakukan (direalisasikan) oleh pemerintah tersebut di atas, maka
akan memunculkan kegairahan pelaku-pelaku ekonomi untuk lebih giat merencanakan
usaha-usaha yang memungkinkan dapat dijalankan bagi kegiatan mereka.
Dengan demikian akan muncul usahausaha yang dibutuhkan masyarakat dalam
istilah ekonomi akan muncul penawaran yang diakibatkan oleh adanya permintaan atau
sebaliknya, dan tugas pemerintah berikutnya yaitu peraturan/kebijakan dan pengawasan
dalam rangka mencapai keseimbangan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah mempunyai
peran strategis dalam perekonomian suatu negara, baik sebagai pelaku maupun sebagai
fasilitator. Melalui berbagai kebijakan yang terkait sektor publik, pemerintah harus
mendorong pertumbuhan ekonomi dengan jalan :
 Melakukan investasi
 Menarik investasi
 Mendorong perkembangan teknologi

9
 Menghasilkan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh bursa tenaga kerja.
Di era globalisasi sekarang ini, pemerintah harus bisa mendorong pertumbuhan
ekonomi, pertumbuhan ekonomi bisa tercapai bila pemerintah berperan aktif dalam
pembangunan ekonomi sehingga terwujud dalam bentuk kenaikan pendapatan
masyarakat secara keseluruhan atau pendapatan nasional. Pembangunan ekonomi
nasional haruslah menuju kearah pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dengan
demikian pembangunan ekonomi tidak hanya berpusat di perkotaan / di pusat saja, akan
tetapi lambat laun pembangunan tersebut akan memperluas tujuan pembangunan sampai
ke daerah-daerah (kabupaten atau kota) yang secara kenyataan bahwa pertumbuhan
pembangunan ekonomi daerah sangatlah tertinggal dibandingkan dengan pertumbuhan
pembangunan di wilayah perkotaan/pusat.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus mulai
pembangunan ekonomi yang berkaitan dengan masalah alokasi sumber daya yang
dimiliki, sumber daya diperlukan sebagai faktor produksi yang penting yaitu tenaga
kerja/sumber daya manusia, sumber daya alam dan modal, karena menurut teori-teori
ekonomi faktor-faktor produksi tersebut sangat ampuh untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
Lincolin arsyad (Subandi 2007;119-120) berpendapat bahwa ada 4 (empat) peran
yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi di
daerah, yaitu sebagai entepreneur, koordinator, fasilitator dan stimulator untuk
melakukan inisiatif dan inovatif dalam pembangunan di daerah.
1. Entepreneur
Peran pemerintah daerah sebagai entepreneur, adalah merupakan tanggung jawab
untuk menjalankan suatu usaha bisnis di daerahnya. Dalam hal ini pemerintah daerah
dapat pengendalian pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus mampu mengelola
asetaset pemerintah daerah dengan lebih baik dan ekonomis, sehingga mampu
memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah.

2. Koordinator
Pemerintah daerah harus mampu bertindak sebagai koordinator dalam pembangunan
ekonomi di daerahnya, yaitu melalui penetapan kebijakan-kebijakan atau mengusulkan

10
strategi-strategi pembangunan ekonomi yang komprehensif bagi kemajuan daerahnya.
Dalam peran ini pemerintah daerah bisa melibatkan kelompok-kelompok dalam
masyarakat untuk proses pengumpulan data dan evaluasi tentang informasi yang
berkaitan dengan kondisi perekonomian di daerah. Dalam kaidah ekonomi yang sudah
umum, sumber daya yang dimiliki relatif terbatas jika dibandingkan dengan kebutuhan
dan keinginan yang akan ingin dicapai oleh manusia, dengan demikian bagaimana
caranya agar penggunaan sumber daya ekonomi dilaksanakan dengan cara yang sebaik-
baiknya. Disamping itu alokasi penggunaan sumber daya harus memiliki keterkaitan
dengan skala prioritas pemenuhan kebutuhan masyarakat.

3. Fasilitator
Pemerintah daerah dapat berperan sebagai fasilitator dengan cara mempercepat
pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya
masyarakat) didaerahnya. Hal ini perlu dilakukan untuk mempercepat proses
pembangunan dan prosedur perencanaan, serta pengaturan penetapan tata ruang daerah
(zioning) yang lebih baik. Peran fasilitator tidak saja hanya penyediaan atau perbaikan
lingkungan, tetapi pemerintah daerah harus membantu dunia usaha dalam memberikan
kemudahan perijinan bagi investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya juga
mencegah kelestarian lingkungan alam sekitarnya. Karena kalau tidak demikian, maka
investor akan seenaknya mengeksploitasi kekayaan alam tanpa memperhatikan
kelestarian lingkungan.

4. Stimulator
Pemerintah daerah dapat berperan sebagai stimulator dalam penciptaan dan
pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang dapat mempengaruhi dunia
usaha untuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan-perusahaan yang
telah ada tetap eksis berada di daerah tersebut. Stimulus ini dapat dilakukan antara lain
dengan pembuatan brosur-brosur pembangunan kawasan industri, pembuatan outlet
untuk produk-produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi,
membantu UMKM dan koperasi untuk melakukan pameran dan sebagainya

11
12
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan

13
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin. 2000. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Badan
Penerbit Fakultas Ekonomi. Yogyakarta
R. Didi Djadjuli. 2018. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Ekonomi Daerah.
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/dinamika/article/viewFile/1409/1156. Diakses pada 09
Maret 2022 pukul 19.30
http://e-journal.uajy.ac.id/324/3/2MTS01428.pdf. Diakses pada 09 Maret 2022 pukul 22.30
http://eprints.ums.ac.id/58195/22/BAB%20I-63.pdf. Diakses pada 09 Maret 2022 pukul 22.35
http://eprints.ums.ac.id/61355/4/BAB%20II.pdf. Diakses pada 09 Maret 2022 pukul 22.50
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/24817/1/203Pergeseran%20Menuju
%20Paradigma%20Baru%20Pengembangan%20Wilayah.PDF. Diakses pada 10 Maret 2022
pukul 10.00

14

Anda mungkin juga menyukai