Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KONSEP AGAMA, KETUHANAN, MANUSIA DAN ALAM DALAM ISL


AM

Di susun sebagai salah satu syarat mengikuti perkuliahan


Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh:
Kelompok 1

Nama NIM
Firda Widya Astuti : 226220110017
Novia Sylvi Rahmadani : 20622011152

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Nia Kurniati Hasibuan, S.H.I., M.H.

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANTAKUSUMA
2023

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas Petunjuk dan
izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula ka
mi kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW
Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umatnya yang senantiasa istiq
omah hingga akhir zaman.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuli
ah Pendidikan Agama Islam berjudul “Memahami Konsep Agama, Ketuhanan, m
anusia dan Alam dalam Perspektif Islam. Kami (penulis) mengharapkan makalah i
ni dapat digunakan sebagai pedoman dalam mempelajari agama Islam terutama pa
da bidang studi pendidikan agama Islam.
Dengan tersusunnya makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat ke
kurangan dan kelemahan, demi kesempurnaan makalah ini kami sangat berharap p
erbaikan, kritik dan saran yang sifatnya membangun apabila terdapat kesalahan. H
arapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pih
ak. Amiin.

Pangkalan Bun

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Cover
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................2
PEMBAHASAN....................................................................................................................2
A. Konsep Dasar Agama dan Ketuhanan.....................................................................2
B. Ketauhidan dalam islam......................................................................................11
C. Konsep Fitrah Manusia dalam Islam.....................................................................15
D. Konsep Alam dalam Islam....................................................................................16
E. Implementasi Agama dalam Kehidupan...............................................................18
BAB III...............................................................................................................................19
PENUTUP..........................................................................................................................19
A. Kesimpulan...........................................................................................................19
B. Kritik dan Saran....................................................................................................19
Daftar Pustaka..................................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep dasar mengenai agama, Tuhan, manusia dan alam merupakan hal
yang tidak dapat dihindari dalam pembahasan pendidikan Islam. Dalam pendidika
n Islam, Allah adalah sumber segala ilmu. Meskipun ada ilmu yang diperoleh man
usia melalui usahanya sendiri yang tidak berdasarkan wahyu, namun hal tersebut t
idak terlepas dari andil Tuhan dalam mengarahkan manusia.
Pendidikan adalah sesuatu yang berhubungan langsung dengan manusia.
Manusia hidup di alam, yang juga merupakan bagian darinya, melalui kemampua
n belajar, yang menghasilkan pengetahuan dari berbagai pengalaman untuk menja
di manusia seutuhnya. Banyak orang telah mempresentasikan konsep tentang aga
ma, Tuhan, manusia dan alam dari zaman peradaban kuno hingga saat ini.
Saat ini, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan ancaman kebiadaba
n, perang nuklir, dan pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh perkembanga
n ilmu pengetahuan dan teknologi, ada seruan untuk memperhatikan kembali ajara
n-ajaran transendental, nilai-nilai agama dan konsep dasar tentang agama, Tuhan,
manusia dan alam. Etika dan agama harus dikembangkan lebih intensif dalam pen
elitian, pengajaran dan penerapan ilmu Pengetahuan.
Dalam konteks ini, penting untuk lebih menekankan konsep agama, Tuhan
(Allah), manusia dan alam dalam kajian normatif doktrin Islam berdasarkan Al-Q
ur’an dan Hadits sebagai konsep sentral dengan implikasinya. sampai jumpa di pendid
ikan islam.
B. Rumusan Masalah

Pokok yang akan di bahas dalam makalah ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Konsep Agama dan Ketuhanan
2. Ketauhidan dalam Islam
3. Konsep Fitrah Manusia dalam Islam
4. Konsep Alam dalam Islam
5. Implementasi Agama dalam kehidupan

C. Tujuan

1. Memahami tentang konsep agama dan ketuhanan.


2. Memamahi tentang Ketauhidan dalam Islam
3. Memahami tentang Konsep Fitrah Manusia dalam Islam
4. Memahami tentang konsep Alam dalam Islam
5. Memahami tentang Implementasi Agama dalam Kehidupan

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Agama dan Ketuhanan


1. Konsep Dasar Agama
a. Pengertian Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yan
g mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan
Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya. Istilah Agama berasal dari ba
hasa sangsekerta, Agama suatu kata majemuk yang terdiri dari dua kata
A : Tidak, GAMA: kacau. Agama dalam bahasa inggris adalah "Religio
n" yang artinya kepercayaan, penyembahan. Agama dalam bahasa arab
"Ad-dien" yang artinya kepatuhan.
Agama merupakan sebuah kepercayaan yang dianut oleh seseorang.
pengertian agama adalah sebuah ajaran atau sistem yang mengatur tata c
ara peribadatan kepada Tuhan dan hubungan antar manusia. Dalam ajara
n sebuah agama, setiap penganutnya diajari agar saling hidup rukun deng
an sesama manusia.
Penggunaan Istilah agama yang hingga sekarang ini dipakai untuk
penyebutan agama pada umumnya di Indonesia termasuk Islam adalah ist
ilah yang dipinjam dari nama agama Hindu/Budha dari India. Sebutan ini
tampak pada pengertian agama berasal dari bahasa Sansekerta yang digu
nakan oleh India dalam penyebutan agama Hindu/Budha. Ketika agama
Hindu/Budha masuk ke Indonesia mengawali agama-agama lain, maka a
gama yang kemudian muncul di Indonesia meminjam nama tersebut untu
k dijadikan nama dari setiap anutan kepercayaan/keyakinan pada umumn
ya termasuk Islam. Pada hal Islam menurut konsep Al-Quran justru memi
liki istilah yang tersendiri yakni Ad-Din.
Perkataan A-Din menurut konsep Al-Quran dikaitkan dengan Islam
menjadi kata Diinul Islam. Sebutan Diinul Islam menurut konsep Al-Qur
an sebenarnya dapat membedakan mana agama wahyu dan mana agama
budaya, dan mana anutan yang benar-benar diredhai oleh Allah dan mana
yang tidak. Firman Allah dalam Al-Quran surat Ali-Imran ayat 19 meneg
askan hal itu seperti sebagai berikut :

‫ۗ ِإ َّن ٱل ِّدينَ ِعن َد ٱهَّلل ِ ٱِإْل ْس ٰلَ ُم‬


Artinya : ”Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyal
ah Islam”

Atas dasar ayat di atas tampaklah bahasa asli agama Islam disebut ”
Din”. Bukankah hal ini sebenarnya menimbulkan kerancuan dalam penge
rtian, karena nama yang digunakan dalam menyebut agama Hindu/Budha
dipergunakan untuk Dinul Islam yang sama sekali berbeda dalam sistem
ajaran dan ruang lingkupnya dengan sistem ajaran agama yang mendahul
uinya.

2
Ketika agama Nasrani muncul di kepulauan Nusantara setelah Isla
m timbul lagi istilah baru ”religion” yang berasal dari bahasa Latin yaitu
”relegere” artinya berpegang pada norma-norma. Istilah ini sekarang di I
ndonesia menjadi religi, menguasai dan dipergunakan oleh ilmuan antrop
olog dan sosiolog. Penggunaan reiligi dalam sistem ajaran dan ruang ling
kup agama Nasrani hanya menunjukkan hubungan manusia dengan Tuha
n saja. Kata religion diterjemahkan pula dengan agama ke dalam bahasa
Melayu/Indonesia. Hal ini lebih menambah kerancuan dan kekaburan pen
gertian.
Seperti penyebutan agama Hindu/Budha dengan agama Islam yang
berbeda dalam sistem ajaran, Nasrani pun berbeda dalam sistem ajaranny
a menggunakan nama yang sama. Gazalba, (1975) mengatakan bahwa :”
Sistem dan ruang lingkup ajaran Nasrani dan Islam adalah berbeda, tetapi
menggunakan nama yang sama.
Bagi bangsa Eropa, religion hanyalah terbatas untuk mengatur hub
ungan secara vertikal antara manusia dengan Tuhan saja. Namun menuru
t ajaran Islam dengan istilah ”Din” menurut konsep Al-Quran (Q.S, Ali-I
mran : 112) mengandung pengertian hubungan dua arah vertikal yakni hu
bungan manusia dengan Allah, dan horizontal, yakni hubungan sesama m
anusia. Firman Allah sebagai berikut :
۟
َ‫ب ِّمن‬ ٍ [‫َض‬ َ ‫اس َوبَ[[ٓا ُءو بِغ‬ ِ َّ‫ت َعلَ ْي ِه ُم ٱل ِّذلَّةُ َأ ْينَ َما ثُقِفُ ٓوا ِإاَّل بِ َح ْب[ ٍل ِّمنَ ٱهَّلل ِ َو َح ْب[ ٍل ِّمنَ ٱلن‬ ْ َ‫ُرب‬
ِ ‫ض‬
‫َأْل‬ ‫هَّلل‬ ۟ ‫َأ‬ ٰ ْ
‫[ر‬ [
ِ ِ َ ِْ
‫ي‬ َ
‫غ‬ ‫ب‬ ‫ء‬ ‫[ٓا‬ [َ ‫ي‬ ‫ب‬‫ن‬ۢ ‫ٱ‬ َ‫ون‬ ُ ‫ل‬ُ ‫ت‬‫ق‬ْ َ ‫ي‬‫و‬َ ِ ‫ٱ‬ ‫ت‬
ِ َ ‫ي‬ ٰ ‫ا‬‫ـ‬
َٔ ِ ‫ب‬ ‫ر‬
َ‫ُون‬ ُ ‫ف‬ ْ
‫ك‬ َ ‫ي‬ ‫وا‬ ُ ‫ن‬‫ا‬ َ
‫ك‬ ‫م‬
ْ ُ ‫ه‬َّ ‫ن‬ ِ ‫ب‬ ‫ك‬
َ ِ ‫ل‬ َ
‫ذ‬ ۚ ُ ‫ة‬َ ‫ن‬‫ك‬َ ْ
‫س‬ ‫م‬‫ٱل‬
َ ِ ‫م‬
ُ ‫ه‬‫ي‬ْ َ ‫ل‬‫ع‬َ ْ
‫ت‬ َ ‫ب‬ ِ َ ِ ‫ٱهَّلل‬
‫ُر‬‫ض‬ ‫و‬
ُ َ ۟
َ‫َصوا َّوكانوا يَ ْعتدون‬ ُ َ ۟ َ ‫ك بِ َما ع‬ َ ٰ
َ ِ‫َحق ۚ ذل‬ ٍّ
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika me
reka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan
manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mer
eka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada
ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yan
g demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.”
Islam juga agama yang diwasiatkan kepada Nabi Nuh as, Ibrahim
as, Musa as dan Isa as.

۞ ‫ص ْينَا بِ ٖ ٓه اِب ْٰر ِه ْي َم َو ُموْ ٰسى‬ ْٓ ‫صى بِ ٖه نُوْ حًا وَّالَّ ِذ‬
َّ ‫ي اَوْ َح ْينَٓا اِلَ ْيكَ َو َما َو‬ ّ ٰ ‫َش َر َع لَ ُك ْم ِّمنَ ال ِّدي ِْن َما َو‬
‫هّٰللَا‬
‫َو ِعي ٰ ْٓسى اَ ْن اَقِ ْي ُموا ال ِّد ْينَ َواَل تَتَفَ َّرقُوْ ا فِ ْي ۗ ِه َكب َُر َعلَى ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َما تَ ْد ُعوْ هُ ْم اِلَ ْي ۗ ِه ُ يَجْ تَبِ ْٓي اِلَ ْي ِه َم ْن‬
ُ‫ي اِلَ ْي ِه َم ْن يُّنِي ْۗب‬
ْٓ ‫يَّش َۤا ُء َويَ ْه ِد‬

“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah di
wasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepada
mu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa
Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentang
nya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mere
ka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendak
i-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya).” (Q.S Asy-Syura:(42):13)
Dari ayat-aya di atas dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agam
a yang diturunkan Allah kepada manusia melalui rasulrasul-Nya, berisi
hukum-hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah,
manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam semesta. Islam adal

3
ah agama yang dibawa oleh Rasul-rasul sejak Nabi Adam sampai Nabi
Muhammad SAW. Semua rasul mengajarkan ketauhidan sebagai dasar
keyakinan umatnya. Setelah rasul-rasul yang membawanya wafat, agam
a Islam yang dianut oleh para pengikutnya itu mengalami perkembanga
n dan perubahan baik nama maupun isi ajarannya. Untuk zaman sekaran
g Islam menjadi nama bagi satu-satunya agama, yaitu agama yang diba
wa oleh Nabi Muhammad saw.
b. Jenis dan Keberadaan Agama
Keberadaan agama yang menjadi anutan bagi setiap umat di dunia
ini terdiri dari dua jenis ; yakni agama samawi (agama langit), dan agam
a ardhi (agama bumi). Agama samawi lebih dikenal sebagai agama wah
yu yang berasal dari Allah Swt, dan diturunkan melalui Jibril kepada na
bi/rasul dan selanjutnya diteruskan kepada umat manusia untuk menjadi
anutan dalam hidupnya. Sedangkan agama ardhi (agama bumi) lebih dik
enal sebagai agama budaya yang merupakan hasil produk manusia sendi
ri dan menjadi anutan bagi manusia tertentu. Adapun ciri-ciri kedua jeni
s agama tersebut yakni:
1) Agama wahyu (agama samawi/langit) cirinya adalah:
 Turun langsung dari Allah melalui perantaraan Malaikat Jibril
 Disampaikan melalui utusan-Nya seorang rasul/nabi
 Mempunyai kitab suci yang bersih jelas, tanpa ada campur tanga
n manusia
 Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirannya dapat berubah sesu
ai dengan kemampuan manusia yang dapat menafsirkan
 Konsep ketuhannya adalah ; Monoteisme mutlak (Tauhid)
 Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusi
a, masa, dan
keadaan.
2) Agama Ardhi (bumi) atau agama budaya
 Hasil produk atau lahir di lingkungan manusia sendiri
 Tidak disampaikan melalui utusan Tuhan (Rasul Allah)
 Memiliki kitabnya tetapi satu saat dapat berubah-ubah menurut
kepentingannya
 Kebenaran ajarannya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi se
mua umat, masa dan keadaan
 Konsep ketuhanannya ; dinamisme, animisme, politeisme dan pa
ling tinggi ialah monoteisme nisbi

c. Latar Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama


Sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang melatar belakangi perlunya ma
nusia terhadap agama, yaitu:
1. Karena fitrah manusia
Kata fitrah merupakan derivasi dari kata fathara, artinya ciptaan,
suci, seimbang. Louis Ma’luf dalam Kamus al-Munjid (1980:120) me
nyebutkan bahwa fitrah adalah sifat yang ada pada setiap yang ada pa
da awal penciptaannya, sifat alami manusia, atau sunnah. Menurut Im
am al-Maraghi (1974:200) fitrah adalah kondisi di mana Allah mencip
takan manusia yang menghadapkan dirinya pada kebenaran dan kesiap
an untuk menggunakan pikirannya. Dengan demikian arti fitrah dari se

4
gi bahasa dapat diartikan sebagai kondisi awal suatu ciptaan atau kond
isi awal manusia yang memiliki potensi untuk cenderung kepada kebe
naran (hanif). Fitrah dalam arti hanif sejalan dengan isyarat al-Qur’an:

َ ِ‫ق ٱهَّلل ِ ۚ ٰ َذل‬


‫ك ٱلدِّينُ ْٱلقَيِّ ُم‬ ِ ‫اس َعلَ ْيهَا ۚ اَل تَ ْب ِدي َل لِخ َْل‬ ْ ِ‫ك لِلدِّي ِن َحنِيفًا ۚ ف‬
َ َّ‫ط َرتَ ٱهَّلل ِ ٱلَّتِى فَطَ َر ٱلن‬ َ َ‫فََأقِ ْم َوجْ ه‬
ٰ
ِ َّ‫َولَ ِك َّن َأ ْكثَ َر ٱلن‬
َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُمون‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (t


etaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fit
rah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, (itulah) agama yang l
urus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S Al-Rum, 30:
30).
Fitrah yang berarti hanif (kecenderungan kepada kebaikan) dimi
liki manusia karena terjadinya proses persaksian sebelum terlahir ke m
uka bumi. Manusia bukan makhluk yang lahir kosong seperti kertas p
utih sebagaimana yang dianut para pengikut teori tabula rasa. Hal ini d
ipertegas dengan dalil alQur’an:
‫َواِ ْذ اَخَ َذ َربُّكَ ِم ۢ ْن بَنِ ْٓي ٰا َد َم ِم ْن ظُهُوْ ِر ِه ْم ُذ ِّريَّتَهُ ْم َواَ ْشهَ َدهُ ْم ع َٰلٓى اَ ْنفُ ِس ِه ۚ ْم‬
َ‫ْت بِ َربِّ ُك ۗ ْم قَالُوْ ا بَ ٰل ۛى َش ِه ْدنَا ۛاَ ْن تَقُوْ لُوْ ا يَوْ َم ْالقِ ٰي َم ِة اِنَّا ُكنَّا ع َْن ٰه َذا ٰغفِلِ ْي ۙن‬
ُ ‫اَلَس‬

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak Adam


dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mere
ka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawa
b: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan ya
ng demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesung
guhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap
ini (keesaan Tuhan). (Q.S al-A’raaf,7:172).
Dari ayat di atas jelaslah bahwa manusia secara fitri merupakan
makhluk yang memiliki kecenderungan untuk beragama, yaitu bertauh
id (Islam). Hal demikian sejalan dengan petunjuk Nabi SAW dalam sa
lah satu hadisnya yang mengatakan bahwa “Setiap anak yang dilahirk
an memiliki fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan ana
k tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”.
Fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pad
a saat lahirnya ke dunia. Potensi tersebut dapat dikelompokkan ke dala
m dua hal:, yaitu potensi fisik dan potensi rohaniyah. (Azyumardi Azr
a,2002:23) Potensi rohaniyah manusia berupa akal, qalb dan nafsu. Bu
kti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama
ini dapat dilihat melalui bukti historis dan anthropologis. Masyarakat
primitif, misalnya yang tidak pernah datang informasi mengenai Tuha
n, ternyata mereka mencari dan mempercayai adanya Tuhan, Sungguh
pun Tuhan yang mereka percayai itu sebatas pada kemampuan akalny
a dalam memaknai apa yang ada disekitar mereka. Mereka menjadika
n sungai, pohon, batu dan lainnya sebagai Tuhan karena mereka meng
ganggap benda-benda itu telah memberikan penghidupan kepada mere
ka. Lalu mereka memujanya dengan memberikan penyembahan dan s
esajian. Semua itu pada dasarnya sebagai curahan dari potensi manusi
a untuk bertuhan. Tetapi ketika potensi bertuhan tersebut tidak diarahk

5
an dan tidak mendapat bimbingan yang benar, maka tidak akan mene
mukan Tuhan yang sesungguhnya (yang benar) yaitu Allah.
2. Karena Keterbatasan akal manusia
Akal manusia sebagai anugerah terbesar memang mampu untuk
membedakan dan mengetahui yang baik dan 7 buruk, tetapi tidak sem
ua yang baik dan yang buruk itu dapat diketahui akal. Akal manusia se
mata juga tidak mampu mengetahui segala informasi terutama yang be
rkenaan dengan alam meta fisika (ghaib), termasuk mengetahui peristi
wa yang terjadi setelah manusia mati seperti barzakh, shirat, akhirat, s
urga dan neraka. Manusia membutuhkan informasi terhadap hal itu se
mua, karena manusia pasti menghadapi kehidupan setelah hidup di du
nia. Justru hidup di akhirat adalah hidup yang kekal dan abadi. Untuk i
tu manusia perlu bimbingan wahyu (agama).

3. Tantangan yang dihadapi manusia


Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adal
ah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berba
gai tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantang
an dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. (Lihat Q.
S 12:5; 17:53). Sedangkan tantangan dari luar berupa rekayasa dan up
aya-upaya yang dilakukan manusia secara sengaja berupaya ingin me
maling manusia dari Tuhan. Seperti berkembangnya berbagai kebuday
aan dan cara hidup yang sengaja diciptakan untuk memalingkan manu
sia dari Tuhannya. Di samping manusia memiliki berbagai kesempurn
aan, juga memiliki kekurangan, dengan dilengkapinya manusia denga
n al-nafs. Menurut Quraisy Shihab (1980: 20), melalui al-nafs manusi
a memiliki kemampuan untuk menangkap makna baik dan buruk (Q.S
al-Syams,91:7-8). Pengertian al-Qusyairi tentang alnafs ini sama deng
an yang terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang antara l
ain menjelaskan bahwa nafs Agama Dan Pedoman adalah dorongan h
ati yang kuat untuk berbuat yang kurang baik. (Poerwadarminta:,1991:
668). Oleh sebab itu manusia selalu membutuhkan bimbingan wahyu
yang menjadi pedoman dalam hidupnya agar tidak terjerumus dalam p
enyesatan iblis yang menghasut hawa nafsu.

d. Fungsi Agama
Agama adalah sesuatu yang melekat dalam diri manusia. Tidak ada
seorangpun secara mutlak lepas dari agama. Keberadaan agama bagi kehi
dupan manusia pada dasarnya mempunyai dua fungsi utama. Pertama seb
agai informasi dan kedua sebagai konfirmasi. Secara rinci fungsi agama a
dalah sebagai berikut:
1. Agama sebagai petunjuk kebenaran
Manusia adalah makhluk berakal. Dengan akal itulah lahir ilmu
dan filsafat sebagai sarana untk mencari kebenaran. Namun tidak sem
ua kebenaran yang dicari manusia terjawab oleh ilmu dan filsafat deng
an memuaskan karena pijakannya adalah akal yang mempunyai kema
mpuan terbatas dan kebenaran yang relatif dan nisbi. Oleh karena itu
manusia memerlukan sumber kebenaran lain. Sumber kebenaran lain a

6
dalah agama, yaitu informasi dari Tuhan Yang Maha Mutlak, Tuhan y
ang Maha Benar.
2. Agama sebagai informasi metafisika
Banyak hal-hal yang belum terungkap oleh akal manusia teruta
ma yang menyangkut hal-hal metafisika. Misalnya kehidupan setelah
mati barzakh, yaumul hisab, surga, neraka, malaikat, jin dan termasuk
informasi tentang Tuhan. Akal manusia tidak mampu mengungkap da
n mencari informasi tentang hal tersebut dengan benar. Pencarian man
usia merupakan perkiraan semata bahkan dapat berupa hayalan. Agam
a yng di dalamnya ada wahyu dari Tuhan Yang Maha Mengetahui me
mberikan informasi yang jelas dan benar tentang sesuatu yang berkait
an dengan metafisika.
3. Agama sebagai sumber moral
Persoalan moral atau akhak merupakan persolan yang mendasar
dalam kehidupan manusia. Bahkan misi dari kenabian dan diturunkan
nya agama adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Akhlak juga da
pat menjadikan standar kemuliaan seseorang dan membedakannya den
gan binatang. Sekalipun akal manusia mamp untuk berpikir dan meng
etahui yang baik dan buruk, tetapi yang mampu dipikirkan akal itu ma
sih sifatnya terbatas. Apalagi hasil pikiran manusia kadang kala dipen
garuhi oleh hawa nafsu dan orientasi keduniaannya, maka seringkali y
ang diputuskan akal tidak sesuai dengan tuntunan akhlak yang sebenar
nya. ((Didiek Ahmad Supadie, 2012:52) Untuk itu perlu bimbingan da
ri agama yang mampu menuntun kehidupan manusia. Tidak hanya unt
uk kebahagiaan di dunia, tetapi juga menuju kebahagiaan di akhirat. A
gama yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Benar mampu untuk m
emberikan informasi tentang kebaikan yang sesungguhnya.
4. Agama sebagai sumber syariah dan ibadah
Hal yang terpenting dalam agama dalah peribadatan. Peribadata
n merupakan aplikasi dan realisasi dari keimanan seseorang. Peribadat
an yang benar hanya diperoleh melalui agama yang diwahyukan Tuha
n kepada manusia. Manusia dengan akalnya tidak mampu menciptaka
n bentuk penyembahan dan peribadatan yang benar.
5. Agama sebagai sumber ilmu atau fungsi konfirmasi
Wahyu yang diturunkan Allah SWT dalam agama merupakan s
umber ilmu yang dengannya manusia dapat mengembangkan kemamp
uan berpikirnya tentang realitas alam semesta. Ketika manusia mampu
untuk menemukan suatu teori ilmu, dan mengambangkan pengetahuan
nya, perlu ada pengkonfirmasian dengan wahyu, agar ilmu dan penget
ahuan yang diperoleh memperdekatkan dirinya kepada Tuhan. Dengan
melihat fungsi agama di atas, maka yang dapat memenuhi fungsi terse
but adalah agama yang tergolong agama wahyu. Agama ciptaan manu
sia tidak mampu mengungkap hal-hal yang tidak terjangkau oleh akal.
Satusatunya agama wahyu sekarang ini hanyalah agama Islam. Artiny
a, fungsi agama secara utuh hanya ditemukan dalam agama Islam.

e. Kedudukan Agama Islam


Penamaan “Islam” sebagai sebuah din berbeda dengan agama lainn
ya. Biasanya agama lain sebelum Islam dambil dari nama pembawanya at

7
au kepada suku atau tempat kelahiran agama tersebut. Agama Budha di n
isbahkan dengan Sidarta Buddha Gautama, Zoroasrter dinisbahkan kepad
a Zarahustra, Kong Hu Chu kepada Kong Fu Tse. Yahudi dinisbahkan ke
pada kaum yang menganut ajaran Nabi Musa a.s yaitu Yuda (Jews). Aga
ma Hindu dinisbahkan kepada tempat berkembanganya agama tersebut y
aitu India (Hindustan). Agama Kristen dinisbahkan kepada pengajarnya y
akni “Jesus Crist”. Orang Islam menyebutnya dengan Nasrani dinisbahka
n kepada tempat kelahiran Isa a.s yaitu Nazareth. (Didiek Ahmad Supadi
e, 2012:69-70).
Tidak seperti agama-agama di atas, penamaan Islam diambil dari h
akekat dan substansi ajaran yang terkandung di dalamnya. Jika agama lai
n baru ada setelah pembawa ajarannya telah tiada. Namun nama “Islam”
sudah ada sejak kelahirannya. Istimewanya adalah Allah SWT sendiri ya
ng memberi nama Islam yang berulang kali diungkapkan dalam Al-Qur’a
n.
Islam merupakan turunan dari kata salima yang artinya bersih dan s
elamat dari kecacatan, atau sempurna. Islam dapat juga terambil dari kata
assilmu yang berarti perdamaian dan keamanan. Dari kata ini juga dibent
uk kata “aslama” yang berarti menyerah, tunduk, patuh dan taat. (Didiek
Ahmad Supadi, 2012: 71).
Dari pengertian kata di atas dapat disimpulkan bahwa Islam menga
ndung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehen
dak Allah SWT. Ketundukan dan kepatuhan kepada Allah itu melahirkan
keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian bagi sesama manusia
dan lingkungannya.
Berdasarkan pengertian Islam secara etimologi dan ungkapan Alla
h dalam Al-Qur’an, Islam dapat dipandang dalam dua makna yaitu, perta
ma Islam sudah menjadi agama yang dibawa sejak Nabi Adam a.s sampa
i Nabi Muhammad SAW, karena pada hekekatnya semua para Rasul men
gajarkan kepatuhan dan ketundukan hnya kepada Allah SWT. Kedua Isla
m adalah risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang berisi se
perangkat ajaran aqidah, ibadah dan akhlak.
Pengertian Islam secara terminologis diungkapkan Ahmad Abdulla
h Almasdosi (1962: 20) bahwa Islam adalah kaidah hidup yang diturunka
n kepada manusia sejak manusia digelar ke muka bumi, dan terbina dala
m bentuknya yang terakhir dan sempurna dalam al-Qur’an yang suci yan
g diwahyukan Tuhan kepada NabiNya yang terakhir, yakni Nabi Muham
mad SAW, satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas dan leng
kap mengenai aspek hidup manusia, baik spritual maupun material.
Dengan demikian jelaslah bahwa Islam merupakan agama yang dib
awa oleh semua para Rasul dan disempurnakan oleh Nabi terakhir yaitu d
alam risalah Nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat kita lihat dari beberap
a ayat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa Rasul sebelum Muhammad S
AW juga sebagai muslim.
َ‫َما َكانَ ِإ ْب ٰ َر ِهي ُم يَهُو ِديًّا َواَل نَصْ َرانِيًّا َو ٰلَ ِكن َكانَ َحنِيفًا ُّم ْسلِ ًما َو َما َكان‬
َ‫ِمنَ ْٱل ُم ْش ِر ِكين‬
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, aka
n tetapi Dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri Agama Dan P

8
edoman Hidup (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk g
olongan orangorang musyrik.” (Q.S Ali Imran: 67)
َ‫َص ٰرى تَ ْهتَ ُدوْ ا ۗ قُلْ بَلْ ِملَّةَ اِب ْٰر ٖه َم َحنِ ْيفًا َۗو َما َكان‬
ٰ ‫َوقَالُوْ ا ُكوْ نُوْ ا هُوْ دًا اَوْ ن‬
َْ‫ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِك ن‬
‫ي‬

“Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yah


udi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah: “Tida
k, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. dan bukanlah
Dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik”. (Al-Baqarah: 135)
2. Konsep Ketuhanan Dalam Islam
1. Sejarah Pemikiran Manusia Terhadap Tuhan
Perbincangan rnengenai agarna niscaya rneliputi juga perbincangan
tentang Tuhan. Tiga hal yang penting diingat dalarn perbincangan tentan
g Tuhan. Pertama, hendaknya dibedakan antara Tuhan dengan ide tentan
g Tuhan. Kedua, rnanusia telah rneriyernbah Tuhan sebelurn rnuncul pro
blem filsafati tentang Tuhan. Dan ketiga, tidak ada pandangan individual
tentang Tuhan yang dianggap final atau rnernadai (Titus, 1984: 441).
Tuhan adalah tokoh sentral dalarn agarna. Kepercayaan kepada Tu
han rnerupakan sesuatu yang pokok dalarn agarna. Manusia, dalarn sepan
jang sejarah, telah rnengajukan rasa ketersandaran terhadap sesuatu di lua
r jangkauannya dalarn kehidupan sehari-hari. Rasa tersandar itu narnpak
dalarn berbagai ekspresi, setaraf dengan perkernbangan tingkat intelektua
litas dan tuntutan kultural. Akibatnya, rnuncul berbagai faharn ketuhanan.
Aslarn Hadi (1986: 33), rnengutip pendapat Edward B. Taylor tentang fa
harn ketuhanan, rnemaparkan bahwa faharn atau bahkan keyakinan ketuh
anan pada rnasyarakat rnanusia rnengalami evolusi. Evolusi itu dirnulai d
ari anirnisrne hingga ke rnonoteisrne.
Masyarakat rnanusia prirnitif rneyakini bahwa sernua benda rnernil
iki kekuatan rnisterius. Kekuatan itu dapat dirnanfaatkan untuk kepenting
an rnanusia. Masyarakat prirnitif berusaha rnengurnpulkan sebanyak rnu
ngkin benda yang memiliki kekuatan untuk mempermudah hidupnya. In
ilah tahap dinamisme. Tahap selanjutnya, benda-benda yang memiliki ke
kuatan misterius itu dianggap mempunyai roh. Roh-roh itu mempunyai b
entuk, butuh makan, dapat merasa senang, susah, dan marah. Kemarahan
roh-roh itu dapat membahayakan manusia, sehingga kerelaannya harus di
upayakan melalui kebaktian-kebaktian. Faham demikian dinamakan anim
isme.
Animisme berkembang menjadi politeisme, yakni ketika dari sekia
n banyak roh ada beberapa yang dianggap unggul, mempunyai karakter t
ertentu dan mempunyai pengaruh besar terhadap hidup manusia; sehingg
a secara rutin dilakukan kebaktian terhadap roh-roh itu. Roh-roh yang dia
nggap memiliki karakter tertentu dan diberi kebaktian secara rutin itu tela
h meningkat menjadi dewa, dengan demikian terdapat banyak dewa.
Politeisme selanjutnya berkembang menjadi oligateisme, yakni keti
ka dari sekian dewa yang ada, beberapa dewa dianggap memiliki kelebih
an dan diunggulkan. Oligateisme kemudian berkembang menjadi henotei
sme, yakni ketika tiaptiap kelompok masyarakat hanya mengakui satu de
wa saja. Klimaks perkembangan faham ketuhanan adalah monoteisme, y
akni ketika diakui hanya ada satu Tuhan untuk semesta kenyataan.

9
Monoteisme kemudian berkembang lebih variatif. Monoteisme dap
at berbentuk deisme atau teisme. Deisme adalah faham yang pada prinsip
nya meyakini Tuhan yang tunggal itu transenden, setelah penciptaan ala
m Tuhan tidak terlibat lagi dengan ciptaannya. Deisme berseberangan de
ngan panteisme. Panteisme adalah faham yang meyakini bahwa Tuhan ya
ng tunggal itu imanen, Tuhan menampakkan diri dalam berbagai fenome
na alam. Jalan tengah antara deisme dan panteisme adalah teisme, yakni f
aham ketuhanan yang prinsipnya meyakini Tuhan yang tunggal itu transe
nden, mengatasi semesta kenyataan; tetapi dalam transendensinya itu Tuh
an selalu terlibat dengan alam semesta ciptaannya.
Deisme berkembang menjadi naturalisme. Faham naturalisme pada
prinsipnya meyakini, bila Tuhan itu transenden, tidak terlibat dengan ala
m semesta setelah penciptaan, dan alam pun tidak berhajad pada Tuhan;
maka alam ini berdiri sendiri, sempurna dan berproses menurut hukum-h
ukum alam itu sendiri. Naturalisme muncul ketika manusia semakin men
guasai ilmu pengetahuan. Faham naturalisme kemudian meningkat menja
di ateisme. Faham ateisme pada prinsipnya yakin bahwa Tuhan tidak ada.
Bila alam berdiri sendiri, berproses dengan hukum-hukumnya sendiri, ma
ka Tuhan tidak perlu ada. Tuhan tidak ada, karena proses alam dan terjad
inya alam adalah melalui hukum-hukum alam itu sendiri.

2. Siapakah Tuhan itu ?


Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2002: 1216), kata “Tuhan” berart
i sesuatu yang diyakini, dipuja dan disembah oleh manusia sebagai Yang
Maha Kuasa, Maha Perkasa dan sebagainya. Dalam bahasa Arab, ada dua
kata yang biasa digunakan untuk menunjuk Tuhan yaitu kata rabb dan Ila
h. Kata Rabb secara etimologi dalam al-Muhit fi ak-Lughah (Ibn ‘Ibad,tt:
427) disebutkan sebagai pemilik atau semua orang yang memiliki sesuatu
maka dialah Rabb.
Tuhan (ilah) ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) ol
eh manusia sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuas
ai olehnya. Perkataan ilah dalam alQur’an juga dipakai dalam bentuk tun
ggal (mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini) dan banyak (jama’: a
lihatun) Bertuhan nol atau atheisme tidak mungkin. Ibnu Taimiyah memb
erikan definisi al-ilah sebagai sesuatu yang dipuja dengan penuh kecintaa
n hati, tunduk dan patuh kepadanya, merendahkan diri dihadapan-Nya, ta
kut, mengaharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dala
m kesulitan, berdo’a dan bertawakkal kepadanya untuk kemaslahatan diri
meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di sa
at mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya (M. Imaduddin, 1989: 56).
Berdasarkan definisi di atas dan logika al-Qur’an setiap manusia pa
sti ada yang dipertuhankannya.Apa yang menjadi obsesi, tujuan hidup da
n prioritas manusia dalam hidupnya, sesungguhnya itulah yang menjadi
Tuhannya.

3. Pembuktian Adanya Tuhan


Terdapat empat argumen filsafati yang klasik tentang adanya Tuha
n; yakni argumen ontologi, kosmologi, teleologi, dan moral.
Argumen ontologi didasarkan pada logika semata. Argumen ini ing
in membuktikan adanya Tuhan dengan cara menghubungkannya pada ide

10
tentang Zat yang Maha Sempuma. Tuhan itu ada, oleh karena Ia diberi de
finisi sedemikian rupa sehingga mustahil untuk memikirkan bahwa Ia tid
ak ada.
Argumen kosmologi tentang adanya Tuhan didasarkan pada adany
a hukum kausalitas yang berlaku di alam semesta. Argumen kosmologis s
ering disebut argumen sebab pertama (causa prima). Segala yang terjadi
di alam mempunyai hubungan sebab-akibat. Rentetan sebab-akibat berak
hir pada sebab yang pertama (causa prima).
Argumen teleologi tentang adanya Tuhan didasarkan pada watak al
am semesta yang serba teratur dan terencana. Adanya penataan dan peren
canaan alam semesta menunjukkan adanya Tuhan yang punya kehendak.
Bagian-bagian dari alam mempunyai fungsi sendiri-sendiri dan berhubun
gan satu dengan yang lain. Alam dalam keseluruhannya berevolusi dan b
eredar. Kondisi itu bukan suatu kebetulan, tetapi mempunyai tujuan terte
ntu. Alam, meski begitu, tidak dapat menentukan tujuannya sendiri, tetap
i ada Dzat yang Maha Tinggi yang menentukan.
Argumen moral tentang adanya Tuhan didasarkan pada adanya kes
enjangan antara prinsip normatif moral dan fakta moral. Secara normatif,
setiap perbuatan baik. mestilah berakibat baik bagi pelakunya; dan setiap
perbuatan buruk mestilah berakibat buruk bagi pelakunya. Tetapi pada tat
aran fakta, tidak semua perbuatan baik berakibat baik bagi pelakunya, da
n tidak setiap perbuatan buruk berakibat buruk bagi pelakunya. Kondisi i
ni tidak fair, sehingga mestilah ada kehidupan lain dimana prinsip normat
if moral terpenuhi. Itulah kehidupan akhirat. Lalu, siapakah yang menjam
in terpenuhinya prinsip moral di akhirat ? Itulah Tuhan.

B. Ketauhidan dalam islam

1. Makna Tuhid
Secara etimologis tauhid adalah kata dalam bahasa Arab. Kata tauhid dal
am tata bahasa Arab itu termasuk dalam bab taf'il yang susunannya: (wakhad
a) 'menyatukan', (yuwakhidu) 'akan tetap menyatukan', (taukhidan) 'sungguh
disatukan' (Mansur, 1985: 1). Sedangkan secara terminologis, tauhid oleh par
a ulama ahli didefinisikan sebagai keyakinan akan keesaan Tuhan. Semua pe
meluk agama monoteis mengakui dan sependapat tentang keesaan Tuhan. Pen
gakuan akan keesaan Tuhan dalam Islam dikenal dengan istilah tauhid. Denga
n demikian, tauhid adalah pengakuan akan keesaan Tuhan khas Islami yang ti
dak dimiliki agama lain. Pengakuan akan keesaan Tuhan dalam Islam atau tau
hid itu terungkap dalam kalimat "laa ilaaha illallaah" yang artinya "tidak ada
Tuhan melainkan Allah".
"Laa Ilaaha illalah" sebagai kalimat tauhid adalah termasuk kalimat negat
if (manfi), lawan dari kalimat positif (mutsbat). "Laa" pada kalimat "faa Ilaah
a illallaah" adalah laa an-naafiyah liljinsi, yaitu huruf nafi yang meniadakan s
egala macam jenis; dalam hal ini yang ditiadakan adalah segala macam jenis i
lah. "Ilia" pada kalimat "faa ilaaha illallaah" adalah huruf istisna atau pengecu
alian yang mengecualikan Allah dari segala jenis ilah yang ditiadakan. "Ilia"
berfungsi mempositifkan (its bat) kalimat negatif ( man.fi). Dalam tata~bahas
a Arab itsbat sesudah manfi mempunyai maksud membatasi dan menguatkan.
Dengan demikian, kalimat tauhid "faa ilaaha illallaah" memuat pengertian tia

11
da Tuhan yang benar-benar berhak disebut Tuhan selain Allah SWT (Ilyas, 1
989: 34).
Tauhid bukan semata-mata keyakinan akan keesaan Allah sebagai satu-sa
tunya Dzat yang pantas disembah (Ma 'bud); namun juga keyakinan bahwa A
llah satu-satunya Dzat yang rnemiliki dan menguasai langit, bumi beserta seg
ala isinya. Dia yang menciptakan (Khalik). Dia yang memberi rizki (Raziq).
Dia yang memelihara (Mudabbira). Tauhid juga berarti keyakinan akan keesa
an Allah sebagai satu-satunya Dzat yang wajib ditaati. Dalam hal ini, Dia yan
g menentukan hukum dan aturan tentang segala sesuatu (Hakim). Dia yang m
elindungi (Wali). Dia yang menjadi tumpuan harapan dan untuk-Nya segala a
malan ditujukan ( Ghayah ). Berdasar uraian di atas, ikrar "faa ilaaha illallaa
h" dapat diuraikan dalam beberapa ikrar, sebagai berikut:
a. "Laa Khaaliqa illallah " yang berarti tidak ada pencipta kecuali Allah. Te
ntang ini dapat dilihat dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah (2) ayat 21 dan
221 , yang artinya : "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menci
ptakan kamu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertaqwa. Dialah y
ang menjadikan bumi hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan i
tu segala buah-buahan sebagai rizqi untukmu; karena itu janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui" (Depa
rtemen Agama RJ, 1985: 11).
b. "Laa Raaziqa illallaah" yang berarti tidak ada pemberi rizqi selain Allah.
Tentang ikrar ini dapat dilihat dalam Al-Qur'an surat Al-Faathir (35) ayat
3 2 , yang artinya : "Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu.
Adakah sesuatu pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizqi kepa
damu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan selain Allah; maka mengap
a kamu berpaling (dari ketauhidan)?" (Departemen Agama RI, 1985: 69
5).
c. "Laa Mudabbira illallaah" yang berarti tidak ada pemelihara atau penjaga
atau pengatur selain Allah. Tentang ikrar ini dapat dilihat dalam Al-Qur'a
n surat Yunus (10) ayat 33 , yang artinya: "Sesungguhnya Tuhan kamu ia
lah Allah yang Ielah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, ke
mudian Dia bersemayam di alas 'Arsy (singgasana) untuk mengatur segal
a urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafa 'at kecuali sesudah
ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, maka
sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?" (Depart
ernen Agarna RI, 1985: 305)
d. "Laa Hakima illallaah" yang berarti tidak ada penentu hukurn atau aturan
tentang segala sesuatu selain Allah. Tentang ikrar ini dapat dilihat dalarn
Al-Qur'an surat AlAn'aarn (6) ayat 574 , yang artinya : " ... Menetapkan h
ukum itu hanyalah hak Allah, Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia
pemberi keputusan yang paling baik" (Departernen Agarna RI, 1985: 19
5)
e. "Laa Waliyya illallaah" yang berarti tidak ada pelindung selain Allah. Te
ntang ikrar ini dapat dilihat dalarn AlQur'an surat Al-Baqarah (2) ayat 25
i, yang artinya : "Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengel
uarkan mereka dari kegelapan (kekajiran) kepada cahaya (iman) ... "(Dep
arternen Agarna RI, 1985: 63).
f. "Laa Ghayata illallaah" yang berarti tidak ada turnpuan harapan dan segal
a arnalan ditujukan selain Allah. Ten tang ikrar ini dapat dilihat dalarn A

12
l-Qur' an surat Al-Insyirah (94) ayat 86 , yang artinya : "Dan hanya kepad
a Tuhanmulah hendaknya kamu berharap" (Departemen Agama RI, 1985
1073). Surat Al-An'aam ( 6) ayat 162 7 , yang artinya : "Katakanlah, Ses
ungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta A lam" (Departernen Agama RI, 1985: 216).
g. "Laa Ma 'buda illallaah" yang berarti tidak ada yang pantas disernbah sel
ain Allah. Tentang ikrar ini dapat dilihat dalam Al-Qur'an surat An-Nahl
(16) ayat 368 , yang artinya : "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus r
asul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : Sembahlah Allah (saja), d
an jauhilah Thaghut ... " (Departemen Agama RI, 1985: 407).
Dari uraian di atas, tauhid itu mempunyai tiga dimensi. Pertama, tauhid ru
bbubiyah dalam hal Allah sebagai Khaliq, Raziq dan Mudabbira. Kedua, tauh
id mulkiyah dalam hal Allah sebagai Hakim, Wali dan Ghayah. Ketiga, tauhi
d uluhiyah atau ilahiyah dalam hal Allah sebagai Ma 'buda. Antara ketiga dim
ensi tauhid itu berlaku hubungan kemestian dan pencakupan. Maksudnya, seti
ap orang yang meyakini tauhid rubbubiyah mestinya meyakini tauhid mulkiy
ah dan tauhid ilahiyah. Sebaliknya, setiap orang yang telah sampai pada tingk
at tauhid ilahiyah tentunya sudah melalui tauhid rubbubiyah dan tauhid mulki
yah (Ilyas, 1989: 36). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tauhid adal
ah keyakinan akan keesaan Allah baik dalam dimensi rubbubiyah, mulkiyah
maupun ilahiyah. Ketiganya diyakini sebagai satu kebulatan. Jabaran tentang
tauhid yang lebih rinci dapat disimak pada bab III yang membahas tentang ke
imanan dan ketakwaan.
2. Pembagian Tauhid
Tauhid dapat dibagi kepada tiga macam, yaitu tauhid rububiyah, tauhid ulu
hiyyah dan tauhid asma wa al-sifat.
 Tauhid Rububiyah Tauhid Rububiyah berarti meyakini bahwa Allah lah s
atusatunya Tuhan yang memonopoli penciptaan (al-Khaliq), pemelihara
(al-muranbbi), pengatur (al-mudabbir), penguasa (alsulthan, al-malik), da
n pemilik (al-mulk). Manusia adalah makhluk ciptaanNya yang senantias
a bergantung kepadaNya dalam memenuhi kehidupan jasmani dan kehid
upan rohaninya. Hak pengaturan yang mutlak hanya milik Allah. Manusi
a wajib mentaati aturan yang telah Allah tetapkan untuk manusia. Allah s
ebagai pencipta manusia sekaligus juga telah menurunkan aturan yang m
esti dijalani manusia. Tauhid rububiyah membatalkan semua konsep keda
ulatan hukum yang dibuat manusia. Kekuasaan yang ada pada manusia ti
dak lebih hanya sebatas amanah yang diberikan Allah kepadanya sesuai d
engan fungsinya sebagai khalifah-Nya untuk melaksanakan kekuasaan da
n kewenangan yang telah didelegasikan kepadanya dalam batas-batas dan
ketentuanketentuan yang telah ditetapkan.
 Tauhid Uluhiyyah Tauhid uluhiyyah maksudnya adalah hanya Allah lah s
atusatunya Tuhan yang berhak disembah, diibadati dan diberi pengabdian
dengan setulus hati. Tauhid uluhiyyah disebut tauhid ubidiyah karena iba
dah hanya diberikan kepada Allah. Setiap manusia harus siap menjadi ha
mba Allah. Sebagai hamba, manusia harus tunduk dan patuh kepada Tuh
annya dan mengarahkan segala aktivitasnya hanya kepada Allah. Tauhid
uluhiyyah merupakan manifestasi dari kalimah syahadat yang diucapkan

13
seorang muslim. Pengakuan bahwa Allah sebagai satu-satunya Tuhan ya
ng disembah dan dipuja.
 Tauhid al-Asma wa al-Sifat Tauhid al-asma wa al-sifat maksudnya meya
kini dengan sepenuh hati bahwa Allah telah menetapkan untuk diriNya n
ama-nama dan sifat-sifat yang agung. Manusia diperintahkan untuk berdo
a kepada Allah dengan menggunakan nama-nama Allah yang agung sepe
rti ya Allah, ya Rahman, ya Rahim, ya Malik, ya Hayyu, ya Razzaq, ya Q
ayyum, ya Rabbal alamin dan seterusnya sebanyak 99 nama yang agung.
Nama-nama tersebut juga merupakan sekaligus sifat Allah. Seperti nama
Allah al-Rahim (Yang Maha Pengasih) merupakan nama sekaligus menja
di sifat Allah yang selalu menyayangi dan mengasihi hamba-Nya. Nama
dan sifat yang baik yang dimiliki Allah SWT adalah tidak terbatas. Allah
adalah al-alim yaitu Maha Mengetahui, artinya Allah mengetahui segala
sesuatu, baik yang yang terlihat maupun yang tersembunyi., baik yang su
dah terjadi, sedang terjadi dan yang akan terjadi. Tidak ada sehelai daunp
un yang jatuh lepas dari pengetahuan Allah.

3. Tauhid Esensi Islam


Telah disinggung di dalam uraian di muka bahwa tauhid adalah keyakinan
akan keesaan Tuhan yang khas Islam. Tauhid adalah sendi pokok gerak Islam,
merupakan perintah Allah yang tertinggi dan terpenting.
Tentang pentingnya tauhid dibuktikan dengan janji Allah dalam surat An-
Nisa' (4) ayat 4810, yang artinya : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengamp
uni dosa syirik, tetapi Dia mengampuni dosa-dosa selain itu terhadap orangor
ang yang dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang mempersekutukan Allah, s
esungguhnya dia telah berbuat dosa yang sangat besar" (Departemen Agama
RI, 1985: 126).
Mengakui adanya lebih dari satu Tuhan adalah suatu dosa besar. Secara a
kal pun tidak dapat dibenarkan. Jika memang ada lebih dari satu Tuhan, tentu
nya akan terjadi persaingan. Tuhan-tuhan semacam itu tidak berfaedah, kecua
li jika yang satu menghancurkan yang lain, karena hanya dengan demikian di
a bisa menjadi wujud ultimate yang disyaratkan.
Islam sebagai 41-gama bukan hanya mengajarkan ritual belaka. Minimal a
da tiga aspek ajaran Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia,
yaitu : aqidah, syari 'ah (yang meliputi ibadah dan mu 'amalah) dan akhlak. Isl
am memberikan pedoman dalam aspek aqidah bersifat absolut, tidak dimungk
inkan terjadi perubahan, penambahan dan pengurangan sedikit pun. Aspek iba
dah khusus diajarkan amat jelas, tidak dapat ditambah atau dikurangi. Aspek
mu 'amalah (kemasyarakatan) hanya beberapa hal saja yang diajarkan secara r
inci dan absolut, selebihnya diajarkan secara garis besar, berupa kaidah umu
m yang penerapannya dimungkinkan mengalami perkembangan dan vanas1 s
esuai tuntutan perkembangan kehidupan masyarakat. Nilai-nilai akhlak diajar
kan secara absolut agar manusia memperoleh kepastian tentang nilai baik dan
buruk.

C. Konsep Fitrah Manusia dalam Islam

1. Pengertian Fitrah

14
Allah telah menciptakan semua makhluknya berdasarkan fitrahnya. Tetapi
fitrah Allah untuk manusia, berupa potensi dan kreativitas yang dapat dibangu
n dan membangun, yang memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat
sehingga kemampuannya jauh melampaui kemampuan fisiknya.
Fitrah dapat difahami dari sudut etomologis (harfiyah), termonologis (ishti
lah) bahkan makna kontkes dalam pemahaman dalam suatu ayat (nasabi). Sec
ara etimologis, asal kata fitrah berasal dari bahasa Arab, yaitu fithrah )‫) ةرطف‬
jamaknya fithar )‫ رطف‬,)yang suka diartikan perangai, tabiat, kejadian, asli, ag
ama, ciptaan.2 Menurut M. Quraish Shihab, istilah fitrah diambil dari akar kat
a al-fithr yang berarti belahan.
Demikian pula menurut Ibn al-Qayyim dan Ibnu Katsir, karena fithir artin
ya menciptakan, maka fitrah berarti keadaan yang dihasilkan dari penciptaan i
tu. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, fitrah adalah awal m
ula penciptaan manusia. Sebab lafadz fitrah tidak pernah dikemukakan oleh a
l-Quran dalam konteksnya, selain yang berkaitan dengan manusia. 4 Makna fi
trah yang berarti penciptaan merupakan makna yang lazim dipakai dalam pen
ciptaan manusia, baik penciptaan fisik (al-jism), maupun fsikis (an-nafs).Di s
amping cakupannya luas, yang mencakup semua term di atas, fitrah juga men
unjukan kekhasan penciptaan manusia, baik penciptaan pisik, psikis, maupun
psiko-pisik.
Berikut adalah beberapa hal yang berkaitan dengan konsep fitrah menurut
pengetian umum, tafsir maupun pengertian menurut sunah adalah sebagai beri
kut:
1. Fitrah Berarti Agama
Fitrah bermakna agama maksudnya bahwa agama Islam ini berkesesuaia
n dengan kejadian manusia, sedang kejadian itu tidak berubah. Kalau sek
iranya manusia itu kita biarkan dengan pikiranya yang waras, niscaya ia a
kan sampai juga pada agama Islam. Akan tetapi karena manusia itu terpe
ngaruh oleh faktor eksogen, adat istiadat dan pergaulannya, maka ia menj
adi menjauh dari agama Islam. Dengan kata lain, agama Islam itu bersesu
aian dengan pikiran yang waras dan akal yang sempurna.Selain itu, ada al
asan lain kenapa fitrah ini dimaknai atau memiliki pengertian agama, kar
ena manusia diciptakan oleh Allah untuk melaksanakan agama (beribada
h).
2. Firtah Berarti Mengakui ke-Esa-an
Allah Manusia diciptakan Allah memiliki naluri beragama, yaitu beraga
ma tauhid. Mereka tidak beragama tauhid hanya dipengaruhi oleh lingku
ngan. Maka tegasnya manusia menurut fitrahnya beragama tauhid. Dialo
g singkat antara manusia ketika di alam rahim, atau alam ruh ini menjadi
salah satu bukti bahwa manusia memang secara kodrati telah mengakui b
ahwa Allah itu adalah Tuhannya. Dan hal ini diabadikan Allah dalam al-
Qur'an. Jika memang ada manusia yang kemudian menyimpang, tidak m
engakui Allah sebagai Tuhannya maka ada kemungkinan mereka terpeng
aruh oleh lingkungannya. Paling tidak lingkungan keluarganya.
3. Fitrah Berarti Cenderung pada Kebenaran
Secara fitri manusia memang cenderung dan mencari sera menerima kebe
naran, walaupun kebenaran tesebut hanya bersemanyam dalam hati kecil
nya (hati sanubarinya), akan tetapi karena pelbagai faktor eksogen, manu
sia tidak menerikan kebenaran tesebut. Karena kebenaran merupakan asal
dan tujuan dari segala kenyataan.

15
4. Fitrah Berarti Ikhlas atau Suci
Menurut Abu Ja'far, manusia ketika dilahirkan membawa atau dilengkapi
dengan berbagai sifat yang melekat pada dirinya. Salah satu diantaranya
adalah, kemurnian atau keikhlasan dalam menjalankan amalan atau aktivi
tas. Hal ini didukung oleh Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hami
d dari Mu'adz, yang menyatakan bahwa, Tiga hal yang menjadikan selam
at, yaitu ikhlas berupa fitrah Allah diaman manusia diciptakan darinya, s
halat berupa agama, dan taat berupa benteng penjagaan.
5. Fitrah Berati Potensi Dasar Manusia
Pemaknaan fitrah sebagai petensi dasar manusia dikembangkan oleh para
filosof yang mengikuti aliran empirisme dan para ahli fiqih (fuqaha).
Itulah beberapa makna fitrah dalam al-Quran menurut beberapa pendapat. Ag
ama Islam sebagai agama fitrah, tidak hanya sesuai dengan naluri keberagama
an manusia, tetapi juga sesuai dengan bahkan menunjang perkembangan fitra
hnya, termasuk sumberdaya mansuia sehingga akan membawa pada keutuhan
dan kesempurnaan pribadinya. Kesempurnaan pribdi inilah yang dalam pendi
dikan Islam disebut dengan insan al-kamil, atau manusia yang sempurna. Jiw
a tauhid adalah jiwa yang selaras dengan rasio manusia, penolakan terhadap p
oliteisme bukan saja suatu pembawaan qodrat, tetapi lebih dari itu, yaitu meru
pakan rangkaian analisis dari fenomena-fenomena yang terjadi di alam jagad
raya, baik secara mikro maupun secara makro.

D. Konsep Alam dalam Islam

Hampir semua agama membicarakan tentang asal usul kejadian alam. Para
pakar agama-agama telah mengemukakan pendapatnya dari pemahaman mereka t
erhadap kitab sucinya. Tidak ketinggalan dengan para filsuf, baik sejak zaman Yu
nani kuno, hingga filsuf muslim telah memberikan sumbangsihnya terkait asal usu
l penciptaan alam. Mulai dari Tales yang berdapat bahwa asal muasal segala sesua
tu yang ada di alam semesta ini berasal dari air. Pendapat yang lain mengatakan, a
sal dari segala sesuatu adalah tanah, ada pula yang berpendat berasal dari api.
1. Konsep Penciptaan Alam menurut Agama
Pada awalnya yang ada hanyalah kegelapan dan Tuhan menciptakan alam
semesta ini hanya dengan perintah-Nya saja. Hal yang demikian ini hanya me
nurut Bible sedang dalam al-Quran tidak dijelaskan kejadian yang seperti ini.
Namun, diberbagai kitab sejarah tradisi Islam mengatakan bahwa hal-hal yan
g diciptakan sebelum alam adalah, al-qalam, al-ghamam (awan), al-arsy, alha
wa’, al-ma’ dan kegelapan (al-dhulmah) di riwayatkan oleh Ibn Abbas, denga
n obyek manusia sebagai pusat dunia. Dalam memahami proses penciptaan ba
nyak yang berbeda pendapat. Dalam memformulasikan penciptaan alam seme
sta, umat Islam terpecah kedalam dua kelompok; kelompok pertama; berpend
apat bahwa alam semesta diciptakan Allah dari tiada secara langsung. Sement
ara kelompok kedua berpandangan bahwa alam semesta diciptakan Allah dari
ada secara tidak langsung. Kelompok pertama di “dendang” kan oleh teolog
Asy’ariah yang bercorak tradisionalis. Sedangkan kelompok kedua di “suara”
kan oleh teolog Mu’tazilah yang bercorak rasionalis dan filosof Islam.
Yang jelas, bahwa penciptaan alam semesta termasuk salah satu unsur yan
g penting tidak hanya dalam bahasan pemikiran setiap agama, bahkan term in
i telah menjadi sebuah obyek penelitian ilmu pengetahuan kosmologi. Makan

16
ya, seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, timbul banyak pertanya
an mengenai terjadinya alam semesta (universe).
2. Konsep Penciptaan Alam Versi Islam
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran inti agama Islam, diturunkan untuk menj
elaskan kepada manusia hal-hal yan tidak bisa dimengerti oleh akal mereka se
cara mandiri, seperti esensi iman, ritual-ritual ibadah, serta landasan-landasan
etis dan hukum yan berguna untuk mengatur interaksi sosial di antara sesama
manusia. selain itu, al-Qur’an juga membicarakan alam semesta, yang melipu
ti bumi dan langit, unsur-unsurnya yang beraneka ragam, para penghuninya, s
erta fenomena-fenomena di dalamnya.
Perlu diketahui bahwa ketika al-Quran membicarakan tentang alam semest
a (universe) ini, al-Quran tidak membahasnya secara detail. Al-Quran sedikit
sekali bebicara tentang kejadian alam (kosmogoni). Mengenai metafisikan pe
nciptaan, al-Quran hanya mengatakan bahwa alam semesta beserta segala ses
uatu yang hendak diciptakan Allah didalamnya tercipta sekedar dengan firma
n-Nya; “jadilah!”
Kata ruang alam dalam al-Quran ada yang datang dengan konteks mufrad
(al-sama’) dan ada pula yang datang dalam bentuk jama’ (al-samawat). Sedan
gkan kata bumi (materi) dalam al-Quran hanya disebutkan dalam bentuk mufr
ad (alardh) saja dan tidak pernah muncul dalam konteks jama’. Dalam hal ini
Hanafi Ahmad dalam kitabnya, “al-tafsir al-ilmi ayat al-kauniyat”, menerang
kan bahwa hal ini dimaksudkan agar manusia tidak tercengang dan tidak men
untut kepada Rasulullah untuk menunjukkan bumi yang lain. Sebab bila bumi
(al-ardh) disebutkan dalam al-Quran secara eksplisit berjumlah tujuh sebagai
mana ruang alam (al-sama’) tentu saja bertentangan dengan apa yang mereka
saksikan setiap hari karena mereka hidup dibumi. Sebab penyebutan bumi itu
dalam al-Quran secara eksplisit hanya satu adalah sangat cocok dengan daya
nalar manusia yang kebanyakan mereka sederhana dalam berpikir (awam). Se
dangkan penyebutan al-ardh secara implicit berjumlah tujuh, hal ini bukan dit
ujukan kepada manusia awam, melainkan khusus buat para pakar dan kaum i
ntelektual yang akan dapat mengetahui setelah melakukan penelitian dan men
ganalisaan. Lain halnya dengan ruang alam (al-sama’) berapapun disebutkan j
umlahnya, maka manusia tidak akan tercengang dan tidak akan mempersoalk
an, karena mereka yang kebanyakannya sederhana dalam berpikir tidak meng
erti tentang, dan tidak hidup di alsama’.
Bisa jadi, penyebutan tujuh yang dihubungkan dengan ruang alam (al-sam
a’) materi (al-ardh) tersebut hanya merupakan angka simbolik, yang berarti ba
nyak. Penggunaan angka tujuh dalam arti banyak, bukan hanya digunakan ora
ng arab saja, melainkan juga orang-orang Yunani dan Romawi kuno. Dengan
demikian maksud tujuh ruang alam (al-sama’) dan tujuh materi (al-ardl) adala
h jumlah yang tidak ditentukan. Adapun proses penciptaan alam selanjutnya,
yaitu Allah melengkapinya dengan menciptakan hukum-hukum tertentu, yang
disebut dengan sunatullah. Hal ini dipahami dari percakapan simbolis antara
Allah disatu pihak dan ruang alam (al-sama) dan materi (alardh) dipihak lain.
Ini dimaksudkan bahwa hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Allah terse
but tidak akan pernah berubah dan menyimpang. Alam semesta tunduk kepad
a hukum-hukum rancangan Allah tersebut.

E. Implementasi Agama dalam Kehidupan

17
1. Pentingnya Implementasi Agama dalam Kehidupan
Agama Islam sebagaimana sifatnya, menjadi tetap relevan dengan
kehidupan modern, maka yang diperlukan adalah menangkap makna
Islam itu sendiri dalam kontek yang luas, seluas wilayah kehidupan
itu sendiri. Hal demikian itu sebenarnya mudah, tetapi tidak semua orang
berani melakukannya. Kekhawatiran itu juga tidak selalu salah, makakala
dilihat dari aspek psikologis, ialah bahwa dalam hal yang menyangkut agama
atau keyakinan, maka harus dilakukan dengan kehati-hatian.
Akan tetapi manakala selamanya tidak ada keberanian keluar dari mindset
yang sehari-hari mewarnai kehidupannya, maka juga tidak akan diperoleh
jawaban tatkala menghadapi perubahan kehidupan yang semakin cepat seperti
saat ini.
Nilai-nilai akan sangat relevan dengan kegiatan apapun. Kegiatan proyek
yang dikenal sebagai bersifat modern , seharusnya dijalankan dengan niat
yang bersih, yakni dijadikan bagian dari pengabdiannya kepada Tuhan. Islam
mengajarkan bahwa segala sesuatu tergantung pada niat mengerjakannya
buruk, maka akan memperoleh hasil yang buruk begitu pula sebaliknya.
Melihat dari aspek niat saja, yang harus dilakukan dengan tepat, maka
sebenarnya kegiatan akan selalu ada relevansinya dengan Islam. Artinya,
Islam menjawab persoalan ritual dan atau melihat sesuatu dari aspek fiqhnya,
melainkan akan menjawab berbagai persoalan luas secara tidak terbatas yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari oleh siapapun, dimanapun, dan
kapanpun. Maka, sebuah proyek disebut telah dikerjakan secara islami
manakala diawali dengan niat baik, dikerjakan dengan jujur,sabar, ikhlas.

2. Implementasi Agama dalam Kehidupan


1) Berkata jujur karena Allah SWT selalu melihat perbuatan kita.
2) Melaksanakan kewajiban ibadah seperti sholat, puasa, dan dzakat.
3) Saling tolong menolong dalam kebaikan dengan keluarga, tetangga,
teman, dan saudara.
4) Tidak mengambil yang bukan haknya (tidak korupsi, tidak mencuri,
membayar hutang).
5) Menjaga kebersihan lingkungan.
6) Rajin bersedekah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Agama merupakan sebuah kepercayaan yang dianut oleh seseorang. Dalam


ajaran sebuah agama, setiap penganutnya diajari agar saling hidup rukun dengan s
esama manusia. Keberadaan agama yang menjadi anutan bagi setiap umat di duni
a ini terdiri dari dua jenis ; yakni agama samawi (agama langit), dan agama ardhi
(agama bumi).

18
Filsafat ketuhanan atau pemikiran umat Islam terhadap Tuhan melahirkan ilmu Tau
hid, ilmu Kalam atau ilmu Ushuluddin. Ilmu ini muncul stelah wafatnya Nabi Muhamma
d SAW. Tauhid bukan semata-mata keyakinan akan keesaan Allah sebagai satu-sat
unya Dzat yang pantas disembah (Ma 'bud); namun juga keyakinan bahwa Allah s
atu-satunya Dzat yang rnemiliki dan menguasai langit, bumi beserta segala isinya.
Manusia bukan makhluk yang lahir kosong seperti kertas putih sebagaiman
a yang dianut para pengikut teori tabula rasa. Fitrah dalam arti potensi, yaitu kelen
gkapan yang diberikan pada saat lahirnya ke dunia. Akal manusia sebagai anugera
h terbesar memang mampu untuk membedakan dan mengetahui yang baik dan bur
uk, tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk itu dapat diketahui akal. Islam m
engajarkan bahwa segala sesuatu tergantung pada niat mengerjakannya buruk, ma
ka akan memperoleh hasil yang buruk begitu pula sebaliknya. Melihat dari aspek
niat saja, yang harus dilakukan dengan tepat, maka sebenarnya kegiatan akan selal
u ada relevansinya dengan Islam.

B. Kritik dan Saran

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menam
bah pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan da
lam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena k
ami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah in
i. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terim
a kasih yang sebesar-besarnya.

Daftar Pustaka

Utama
Bakhtiar, Nurhasanah. "Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi."
Riau, (2013).
Febrianto, Arip. "Buku Ajar Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan
Tinggi Umum." Yogyakarta (2021).

Pendukung

19
Idham, I. "MENYOAL BUKU AJAR KEAGAMAAN: Tadqiq Buku Mata
Kuliah Pendidikan Agama Islam Di Universitas Negeri Gorontalo." EDUKASI: Jurn
al Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan (2016).

Internet/ Website
Jurnal
http://journal.unimma.ac.id/index.php/cakrawala/article/view/2710/1487

https://www.studocu.com/id/document/universitas-pembangunan-nasional-
veteran-yogyakarta/pendidikan-agama-islam/implementasi-nilai-nilai-agama-
dalam-kehidupan/45504894

file:///C:/Users/BEST/Downloads/178016-ID-konsep-penciptaan-alam-studi-
komparatif%20(1).pdf

20

Anda mungkin juga menyukai