Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu kondisi tekanan darah sistolik lebih besar
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg berdasarkan dua atau
lebih pengukuran tekanan darah (Chobanian et al, 2003; The National Heart, Lung and
Blood Institute, 2009) dalam (Kurnia, 2020). Sementara itu, definisi hipertensi menurut
WG-ASH Writing Group of The American Sociarty of Hypertension) adalah gangguan
kardiovaskular yang kompleks tidak hanya pengukuran tekanan darah dalam ambang
batas normal, akan tetapi ada atau tidaknya faktor risiko hipertensi, kerusakan organ,
kelainan fisiologis dan sistem kardiovaskular yang disebabkan oleh hipertensi (Brookes,
2005) dalam (Kurnia, 2020). Dalam menegakkan diagnosis pada pasien hipertensi
memerlukan pengukuran secara berulang baik dalam keadaan istirahat, tanpa adanya
ansietas, kopi, alkohol atau merokok (Kuswardhani, 2006) dalam (Kurnia, 2020),
Diperlukan dua sampai tiga kali pengukuran dengan menggunakan sphygmomanometer
yang berbeda dengan interval yang berbeda dalam interval dua minggu (Pickering et al,
2008) dalam (Kurnia, 2020)
Pemeriksaan awal pasien dengan hipertensi terdiri dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik lengkap yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Untuk menghindari
kekeliruan dalam melakukan diagnosis pada pasien hipertensi dengan white coat
(hipertensi yang diakibatkan oleh stres ketika bertemu dengan tenaga kesehatan atau pada
situasi dan kondisi di klinik), maka pemantauan tekanan darah dilakukan selama 24 jam
di rumah (Clement et al, 2003) dalam (Kurnia, 2020). Pemantauan tekanan darah dengan
menggunakan sistem Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM) efektif jika
dilakukan pada lansia (Giantin et al, 2013), batasan yang digunakan lebih rendah yaitu
tekanan darah sistolik 135 mmHg dan tekanan darah diastolik 85 mmHg (Chobanian et
al, 2003) dalam (Kurnia, 2020).
B. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi atau tekanan darah tinggi menurut Palmer (2005) dalam
(manuntung, 2018), terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Hipertensi esensial (primer)
Tipe ini terjadi pada sebagian besar kasus tekanan darah tinggi, sekitar 95%.
Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, walaupun dikaitkan dengan kombinasi
faktor pola hidup seperti kurang bergerak dan pola makan.
2) Hipertensi sekunder
Tipe ini lebih jarang terjadi, hanya sekitar 5% dari seluruh kasus tekanan darah
tinggi. Tekanan darah tinggi tipe ini disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya
penyakit ginjal) atau reaksi terhadap obat- obatan tertentu (misalnya pil KB). 978602
ari 201 18 WINEK Menurut Smeltzer (2001). hipertensi pada usia lanjut
diklasifikasikan sebagai berikut: Ns. Semua 1. Hipertensi dimana tekanan sistolik
sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih
besar dari 90 mmHg. 2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih
besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
C. Penyebab Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua yaitu
1) Hipertensi Primer
Hipertensi primer sering juga disebut sebagai hipertensi essensial yaitu hipertensi
yang tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut (Agarwal,
Sinha, Light, 2011; dan Bolívar, 2013) dalam (Kurnia, 2020). Hipertensi ini
disebabkan oleh asupan garam yang berlebihan dalam makanan (Popov et al, 2011),
genetik (Simino, Rao, Freedman, 2012; dan Leu et al, 2014), merokok (Ge et al,
2013), kegemukan (Varughese, Nimkevych, Uwaifo, 2014). Penelitian yang
dilakukan oleh Adrogue dan Madias (2007) yang menyatakan bahwa sebanyak 95%
dari kasus hipertensi merupakan hipertensi primer atau hipertensi essensial.
2) Hipertensi Sekunder.
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang diketahui penyebabnya. Kejadian
hipertensi sekunder sekitar 10% dari penderita hipertensi. Sekitar 50% dari penderita
hipertensi sekunder disebabkan oleh kelainan ginjal. Salah satu penyebabnya adalah
kelainan jaringan sel juksta glomerulus yang mengalami hiper- fungsi. Fungsi primer
dari ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam
batas normal. Fungsi tersebut dapat terlaksana dengan mengubah eksresi air.
Kecepatan filtrasi yang tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi dengan ketepatan
yang tinggi. Komposisi dan volume cairan ektrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Fungsi ginjal yang lain adalah
mengeksresikan bahan kimia tertentu misalnya obat, hormon, dan metabolit lain.
Pembentukan renin dan eritropoetin serta metabolisme vitamin D merupakan fungsi
non- ekskretor yang penting. Sekresi renin yang berlebihan merupakan faktor penting
penyebab hipertensi sekunder (Nadeak, 2012) dalam (Kurnia, 2020).
E. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi adalah salah satu faktor penyebab mortalitas di seluruh dunia.
Penderita hipertensi berisiko terhadap penyakit kardiovaskular terutama pada laki-laki
(Tamosiunas, et al, 2014) dalam (Kurnia, 2020). Hipertensi merupakan faktor risiko
utama kejadian stroke, infark miokard, gagal jantung dan gagal ginjal (Zeng et al, 2009)
dalam (Kurnia, 2020), angioplasti, demensia, penyakit pembuluh darah perifer (Williams,
2004) dalam (Kurnia, 2020).
Komplikasi lain yang diakibatkan oleh hipertensi adalah retinopati hipertensi
(Afsar, 2014) dalam (Kurnia, 2020). Yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan adanya
kelainan pada vaskuler retina pada penderita hipertensi. Tanda-tanda yang diobservasi
pada retina adalah penyempitan arteriolar secara general dan focal, perlengketan atau
nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape,
cotton-wool spots, dan edema papila. Pada tahun 1939, bahwa tanda-tanda retinopati ini
dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi (Wong & Mitchell,
2004) dalam (Kurnia, 2020).
Fandinata, S. S. (2020). Management Terapi Pada Penyakit DEGENERATIF (N. Reny (ed.);
pertama). Graniti.
Kurnia, A. (2020). SELF-MANAGEMENT HIPERTENSI ( tika lestari (ed.); p. 64). CV. Jakad
Media Publishing.
manuntung, alfeus. (2018). terapi perilaku kognitif pada pasien hipertensi. Wineka Media.