Anda di halaman 1dari 2

Nama : Anggun Meliani Sirait

NIM : 2020.002.1557
Tingkat/ Sem : 2/ 4
Mata Kuliah : Liturgika
Dosen Pengampu : Bvr. Tiarma Siahaan, M.Th

PRAKTIKA LITURGI DI GEREJA-GEREJA REFORMASI DAN LITURGI ZAMAN


MODERN
Gerakan Reformasi abad ke-16 melahirkan beberapa unsur baru dalam pembentukan
liturgi. Sejalan berkembangnya gereja-gereja Reformasi di Eropa, Inggris, dan Afrika. Liturgi
ini disusun oleh para tokoh reformasi gereja dengan pemahaman mereka terhadap ibadah itu
sendiri. Istilah "Liturgi Protestan" bermula dari konflik antara pimpinan Gereja Katolik Roma
dengan orang-orang yang kelak disebut sebagai reformator Protestan pada abad ke-16.
Sebelumnya, kekristenan hanya mengenal satu jenis liturgi, yaitu liturgi Katolik Roma.
Dalam perkembangannya, ada sembilan induk liturgi gereja-gereja Protestan.1
1). Lutheran dari Wittenberg ke Negara-negara Jerman dan Skandivia abad ke 16
2). Reformed atau Calvinis bermula dari Zürich dan Jenewa-Swiss dan Starssbourg Prancis
abad ke-16, kemudian menyebar ke Belanda,Prancis,Skonlandia,Hongaria dan Inggris
3) Anabaptis di Swis sejak 1520-an.
4) Anglican untuk kemapanan gereja Inggris yang muncul setelah Lutheran.
5) Seperatis dan Puritan muncul pada abad ke 17 sebagai protes terhadap kemampanan
terhadap Gereja Negara atau Gereja Anglicam.
6) Quaker abad ke-17 yang membuat terputusnya tradisi peribadahan sebab beribadah tanpa
khotbah, nyanyian, dan pembacaan Alkitab.
7) Methodist abad ke-18 merupakan percampuran antara liturgi Roma Abad-abad
Pertengahan dan Anglican dengan Puritan.
8) Frontier abad ke-19; dan
9) Pentakosta abad ke-20 merupakan warna khas spiritual Amerika.2
Liturgi zaman modern adalah liturgi abad ke-20, terutama pada paruh kedua abad
ke20. Proses penyesuaian melibatkan beberapa metode penyesuaian, yaitu kontekstualisasi,
inkulturasi, akulturasi, adaptasi, indigenesasi, pempribumian, revisi, dan sebagainya.
Penyesuaian dan gerakan liturgis, memberikan pembaruan pada unsur-unsur di dalam liturgi.
Tata ibadah, termasuk tata ruang, para petugas, simbolik, tata gerak, musik, dan sakramen,
dalam liturgi ditempatkan dalam pemahaman kontekstualitas dan semangat gerakan liturgis.
Penyesuaian-penyesuaian Liturgis Penyesuaian liturgis bukan hal baru dalam sejarah gereja.
Sejak gereja melayankan ibadah dan bertemu dengan dunia sekitar, liturgi senantiasa berada
1
James F. White, Protestant Worship: Traditions in Transition, Kentucky: John Knox, 1989.
2
James F. White, Introduction to Christian Worship, reseived edition (Nashville: Abingdon Press, 1989), 43-44
dan ibid 23
dalam proses penyesuaian. Tata liturgi yang diterima oleh satu daerah dari daerah lain
mengalami penyesuaian di dalam praktik.

 Kontekstualisasi. Kontekstualisasi adalah usaha menempatkan sesuatu dalam


konteksnya sehingga tidak asing lagi, tetapi terjalin dan menyatu dengan keseluruhan
seperti benang dalam tekstil. Dalam hal ini tidak hanya tradisi kebudayaan yang
menentukan tetapi situasi dan kondisi sosial pun ikut berbicara.
 Revisi dan Indigenisasi. Metode revisi dan indigenisasi awal berada di dalam pola
pikir ini. Oleh sebab itu, di sini kontekstualisasi memerlukan pemahaman akan nilai
historis setempat secara jelas.
 Inkulturasi. Metode inkulturasi mulai digunakan pada tahun 1973-an. Metode
inkuturasi mempunyai tugas utama dalam lapangan misi dan keberbagaian budaya,
yakni menyampaikan pesan Injil secara utuh.
 Akulturasi. Akulturasi ialah perjumpaan antara satu budaya dan budaya lain, atau
terjadinya kontak antar dua budaya.
 Adaptasi. Kata adaptasi (adaptio = penyesuaian) berasal dari dua kata dalam bahasa
Latin,yaitu:1.aptatio,berasal dari apto atau aptus, artinya mencocokkan,memasangkan,
mengenakan, menyesuaikan, memperlengkapi 2. accomodatio, artinya menempatkan,
menyambung, mengenakan, menyesuaikan
 Inkarnasi. Metode inkarnasi atau penjelmaan wujud berlangsung melalui niat gereja
untuk merayakan liturgi yang hidup bersama dengan budaya dan tradisi setempat.
 Indigenisasi atau pempribumian. Indigenisasi adalah member-perankan unsurunsur
seni dan budaya setempat sehingga menjadi liturgi. Musik, tari, tata suara, tata gerak,
dan sebagainya diliturgikan. Tujuan indigenisasi adalah agar suasana impor dalam
liturgi dapat diimbangi dengan kekhasan locus sehingga ibadah dapat bercorak.

➢ Taizé-Prancis. Nyanyian Taizé merupakan nyanyian dinamis, namun tetap bernuansa


kontemplatif sebagaimana model liturgi biara pada umumnya.

➢ Gerakan Liturgis (The Liturgical Movement). Gerakan liturgis atau the Liturgical
Movement adalah pembaruan liturgis.20 Gerakan liturgis berawal dari sebuah biara
Benediktin di Prancis pada sekitar abad ke-19.3

3
Rasid Rachman, Pembimbing Ke Dalam Sejarah Liturgi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2019), 192-203

Anda mungkin juga menyukai