DISUSUN
OLEH
NADIA SAFITRI
18174070
Gagal jantung (akut dan kronik) merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan
penurunan kualitas hidup, tingginya rehospitalisasi karena kekambuhan yang tinggi dan
peningkatan angka kematian. Prevalensi kasus gagal jantung di komunitas meningkat seiring
dengan meningkatnya usia yaitu berkisar 0,7% (40-45 tahun), 1,3% (55-64 tahun), dan
8,4% (75 tahun ke atas). Lebih dari 40% pasien kasus gagal jantung memiliki fraksi ejeksi
lebih dari 50%. Pada usia 40 tahun, risiko terjadinya gagal jantung sekitar 21% untuk lelaki
dan 20,3% pada perempuan.
BAB II
Tinjauan Pustaka
Gagal jantung akut (GJA) adalah kejadian atau perubahan cepat tanda dan gejala gagal
jantung. Kondisi ini dapat mengancam jiwa dan harus ditangani segera, diperlukan perawatan di
rumah sakit. GJA dapat berupa gambaran klinis gagal jantung pertama kali (de novo) atau sering
merupakan perburukan gagal jantung kronis, disebabkan disfungsi kardiak primer atau faktor
ekstrinsik. Beberapa faktor pencetus GJA di antaranya sindrom koroner akut, takiaritmia (fibrilasi
atrium, takikardi ventrikel), tekanan darah tinggi, infeksi (pneumonia, endokarditis infeksi, sepsis),
tidak minum obat (jantung), bradiaritmia, alkohol, NSAIDs, kortikosteroid, zat kardiotoksik,
eksaserbasi penyakit paru obstruksi kronis, emboli paru, komplikasi bedah, kardiomiopati, gangguan
tiroid, atau komplikasi mekanik akut akibat sindrom koroner akut. (1) (2)
ETIOLOGI
Keadaan yang menyebabkan gagal jantung secara cepat. Terdapat gangguan takiaritmia atau
bradiakardia yang berat, sindrom koroner akut, komplikasi mekanis pada sindrom koroner akut
(ruptur septum intraventrikuler, akut regurgitasi mitral, gagal jantung kanan), emboli paru akut,
krisis hipertensi, diseksi aorta, tamponade jantung, masalah perioperatif dan bedah, kardiomiopati
peripartum.
Keadaan yang menyebabkan gagal jantung yang tidak terlalu cepat antara lain, infeksi
(termasuk endokarditis infektif), eksaserbasi akut PPOK / asma, anemia, disfungsi ginjal,
ketidakpatuhan berobat, penyebab iatrogenik (obat kortikosteroid, NSAID), aritmia, bradikardia dan
gangguan konduksi yang tidak menyebabkan perubahan mendadak laju nadi, hipertensi tidak
terkontrol, hiper dan hipotiroid, penggunaan obat terlarang dan alkohol.
KLASIFIKASI
Klasifikasi klinis GJA dibuat berdasarkan perfusi dan kongesti, dikelompokkan menjadi empat
tipe. Tipe hangat dan basah (perfusi baik dan kongesti) merupakan tipe terbanyak, tipe dingin dan
basah (hipoperfusi dan kongesti), tipe dingin dan kering (hipoperfusi tanpa kongesti) serta tipe
hangat dan kering (kompensasi, perfusi baik tanpa kongesti). Terdapat lima subtipe GJA, yaitu gagal
jantung kronis dekompensata akut (ADHF), edema paru akut, syok kardiogenik, gagal jantung
hipertensif, dan gagal jantung kanan. (1)
ADHF tersering ditemukan di instalasi gawat darurat dengan perburukan gejala dan tanda
gagal jantung, pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri rendah (EF <40%). (1)
Edema paru akut ditandai dengan distress pernapasan berat disertai penurunan
saturasi oksigen (SaO2 <90%), biasa ditemukan pada pasien sindrom koroner akut (SKA). (1)
Syok kardiogenik merupakan entitas klinis syok dengan penurunan perfusi perifer,
sering ditemukan akibat SKA. (1)
Gagal jantung hipertensif adalah gagal jantung pada pasien hipertensi, klinis gagal
jantung disertai tekanan darah tinggi dan fungsi ventrikel kiri masih baik (EF >50%). (1)
Gagal jantung kanan terdapat pada pasien dengan fungsi ventrikel kanan rendah disertai
klinis hepatomegali, tekanan jugularis meningkat, kaki bengkak. (1)
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi GJA kompleks dan bervariasi, dengan banyak mekanisme patogenetik yang
bersamaan. Tiga hal yang mendasari terjadinya GJA: organ jantung, faktor pemicu, dan mekanisme
patologis. Terjadi masalah akut fungsi dan struktur jantung yang dipicu (faktor pemicu - hipertensi,
sindrom koroner akut, aritmia, infeksi, disfungsi ginjal, dll) sehingga timbul mekanisme patologis
berupa GJA. (1)
GEJALA KLINIS
Mayoritas pasien mengalami sesak napas memberat yang akut sehingga membutuhkan
pertolongan segera. ADHF: perburukan gejala gagal jantung kronis, ditandai dengan sesak napas
DIAGNOSA
Hasil anamnesis didapatkan keluhan berupa, sesak pada saat beraktifitas (dyspneu d’effort),
gangguan nafas pada perubahan posisi (ortopneu), sesak nafas pada malam hari (paroxysmal
nocturnal dyspneu). Keluhan tambahan: lemas, mual, muntah dan gangguan mental pada orangtua.
(3) Rasa lelah dapat terjadi saat aktivitas maupun istirahat, Batuk-batuk tidak produktif, terutama
posisi baring, Progresivitas perburukan dalam hitungan hari. (4) Faktor resiko yang dapat
memperberat gagal jantung adanya Hipertensi, dislipidemia, obesitas, merokok, diabetes melitus,
riwayat gangguan jantung sebelumnya, riwayat infark miokard. (3)
Hasil dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan berupa peningkatan tekanan vena jugular,
frekuensi pernafasan yang meningkat, kardiomegali, gangguan bunyi jantung (gallop), ronkhi pada
pemeriksaan paru, hepatomegali, asites, edema perifer dan juga ditemuka CRT > 2 detik.
Pemeriksaan penunjang berupa X-ray berguna untuk menilai kardiomegali dan melihat gambaran
edema paru, EKG untuk menilai hipertrofi ventrikel kiri, atrial fibrilasi, perubahan gelombang T, dan
gambaran abnormal lain), darah perifer lengkap (Hb, Ht, lekosit, kreatinin, GDs, Na+,K+, CKMB, hs
Troponin T, natriuretic peptide, analisagas darah pada kondisi yang berat ), pulseoxymetri dan
echocardiografi juga diperlukan pada pemeriksaan penunjang. (3) (4)
1. Penyakit paru: obstruktif kronik (PPOK), asma, pneumonia, infeksi paru berat (ARDS), emboli paru
2. Penyakit Ginjal: Gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
3. Sirosis hepatik
4. Diabetes ketoasidosis
TATALAKSANA
Tatalaksana awal adalah mengatasi gejala kongesti dan perfusi serta tentukan jenis GJA.
Terapi GJA sesuai alur profil hemodinamiknya; jika dingin dan basah berikan inotropik atau
vasopresor hingga menjadi hangat dan basah. Pada profil hangat dan basah dapat diberikan diuretik
loop intravena atau drip. Untuk jenis dingin dan kering mungkin syok hipovolemik, sehingga
pemberian cairan merupakan pilihan yang tepat. Pada jenis basah dan hangat diberikan furosemid
bolus 2-4 ampul, dapat dilanjutkan dengan drip 5-20 mg/jam (pantau luaran urin dan elektrolit serta
fungsi ginjal), serta dikombinasi dengan dobutamin 2,5 mcg/kg/ menit (beberapa kepustakaan
menunjukkan tidak berbeda bermakna jika diberi dobutamin dosis rendah). (4) (1)
Jika disertai tekanan darah tinggi berikan nitrogliserin 5-200 mcg/menit (hati-hati hipotensi).
Morphin Sulfat injeksi, 2 sd4 mg bila masih takipnoe. Digoksin IV 0,5 mg bolus bila fibrilasi atrium
respon cepat, bisa diulang tiap 4 jam hingga maksimal 1 mg. Captopril mulai dari6.25mg bila fase
akut telah teratasi. terapi oksigen juga diperlukan dengan memberikan O2 nasal 2-4L/menit,
disesuaikan dengan hasil pulseoxymetry, bila nilai pulseoxymetry tetap rendah dapat digunakan
CPAP bahkan sampai ke intubasi. (1) (4)
Pemberian inotropik (IV) harus dipertimbangkan pada pasien dengan hipotensi (tekanan
darah sistolik <90 mmHg) dan/atau hipoperfusi untuk meningkatkan curah jantung, tekanan darah
dan memperbaiki perfusi perifer. EKG harus dimonitor secara kontinu karena inotropik dapat
menyebabkan aritmia dan iskemia miokard. (2) Kardioversi elektrik direkomendasikan bila aritmia
ventrikel atau atrium dianggap sebagai penyebab ketidakstabilan hemodinamik, untuk
mengembalikan irama sinus dan memperbaiki kondisi klinis pasien. Pasien harus diberikan
antikoagulan selama tidak ada kontraindikasi, segera setelah dideteksi irama AF, untuk mengurangi
risiko tromboemboli. (2)
Tindakan intervensi koroner perkutaneus primer (IKPP) atau bedah pintas arteri koroner
(BPAK) direkomendasikan bila terdapat elevasi segmen ST atau LBBB baru untuk mengurangi
perluasan nekrosis miosit dan risiko kematian mendadak, alternatif IKPP/BPAK adalah trombolitik
(IV). ACE-I direkomendasikan pada pasien dengan ejeksi fraksi <40% setelah kondisi stabil. (2)
Terapi vasodilator harus dihindari pada pasien dengan penurunanan tekanan pengisian
jantung atau adanya hipotensi simptomatik. Nitrogliserin merupakan vasodilator yang cocok pada
gangguan koroner. Penggunaan sildenafil dikontraindikasikan karna dapat membangkitkan
hipotensi. (5)
Tabel 5 Terapi Inotropik (5)
Komplikasi (3)
1. Syok kardiogenik
1. Edukasi tentang penyebab dan faktor risiko penyakit gagal jantung kronik misalnya tidak
terkontrolnya tekanan darah, kadar lemak atau kadar gula darah.
2. Pasien dan keluarga perlu diberitahu tanda-tanda kegawatan kardiovaskular dan pentingnya
untuk kontrol kembali setelah pengobatan di rumah sakit.
KESIMPULAN
Gagal jantung akut merupakan entitas akut sindrom gagal jantung dengan 6 subtipe.
Patofisiologi dasarnya kompleks dan multifaktorial. Gejala klinis sangat bervariasi, terutama sesak
napas (dispnea) akibat kongesti dan gangguan perfusi. Tatalaksana awal sangat penting sesuai profil
hemodinamik. (1) Pasien dengan gagal jantung harus dirujuk ke fasilitas peayanan kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis jantung atau spesialis penyakit dalam untuk perawatan
maupun pemeriksaan lanjutan seperti ekokardiografi. Pada kondisi akut, dimana kondisi klinis
mengalami perburukan dalam waktu cepat harus segera dirujuk layanan sekunder atau layanan
tertier terdekat untuk dilakukan penanganan lebih lanjut. (3)
STATUS PASIEN
Nama : Tn. S
Agama : Islam
LAPORAN KASUS
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : Swasta
No. CM : 14 35 21
2. Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Sesak Nafas
3. Status Internus
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6 (15)
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu : 36,5 oC
4. Status Generalis
1. Kulit
a. Sianosis : Tidak ada
b. Turgor : Kembali cepat
c. Pucat : Tidak ada
2. Kepala
a. Bentuk : Normosefali
b. Mata
- Palpebra : Edem (-/-)
- Konjungtiva : Pucat (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil / Diameter : Isokor, 3mm/3mm
- Reflekcahaya : (+/+)
c. Telinga
- Bentuk : Simetris
- Sekret : Tidakada
- Serumen : Minimal
- Nyeri : Tidakada
d. Hidung
- Bentuk : Simetris
e. Mulut
- Bentuk : Simetris
- Bibir : Sianosis (-)
- Gusi : Pembengkakan (-), berdarah (-)
- Gigi-geligi : Normal
f. Tonsil
- Warna : Tidak kemerahan
3. Leher
a. Pembesaran kelenjar : Pembesaran KGB (-)
4. Toraks
a. Dinding dada/paru
- Inspeksi : Bentuk simetris, jejas (-)
- Retraksi : Tidak ada
b. Palpasi
- Fremitus taktil simetris
c. Perkusi : sonor/sonor
d. Auskultasi
- Suara Napas Dasar :Vesikuler (-/-)
- Suara Napas Tambahan: Rhonki (+/+), Wheezing (-/-)
e. Jantung
- Ictus Cordis : Iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus Cordis di ICS V Linea Mid Clavicula Sinistra
- Perkusi :
o Batas Atas di ICS III Linea Midclavicula Sinistra
o Batas Kiri di ICS V Linea MidclaviculaSinistra
o Batas Kanan ICS V di Parasternal Dekstra
- Auskultasi : BJ 1 > BJ 2, Reguler, Murmur (-)
5. Abdomen
- Inspeksi : datar, simetris, benjolan (-), distensi (-)
- Palpasi
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
04/04/2021
HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HITUNG JENIS
KIMIA KLINIK
GINJAL
A. EKG
Tanggal 04/04/2021
Interpretasi EKG :
Tanggal 05/04/2021
Interpretasi EKG :
Tanggal 06/04/2021
Interpretasi EKG :
Tanggal 07/04/2021
Interpretasi EKG :
Tanggal 08/04/2021
Interpretasi EKG :
RADIOLOGI
18/02/2021
Kesan : kalsifikasi aorta dengan cor membesar ke lateral kiri, sinus dan diafragma
normal, pulmo didapatkan hilir kasar, corakan paru bertambah.
A. Diagnosis
ADHF e.c HHD + PPOK
B. Terapi
1. Oksigen NRM 10L/menit
2. NTG 20 mcg syringe pump
3. Furosemide 40 mg iv lanjut dengan 0,5cc/jam
4. Nebul pulmicort 2 resp/12 jam
5. Loading KSR 2-2-2
6. Diovan 2x80 mg
7. Clopidogrel 1x75 mg
8. Lovenox 0,4 cc
9. Atorvastatin 1x 20 mg
10. Coralan 2x 5 mg
a. Planning
- Rawat ICCU
- Diet DJ I cair
- Darah Rutin
- troponin I
b. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
C. Follow Up
Tan S O A Th
ggal
Raber anestesia
Lovenox tunda
Clopidogrel tunda
Bolus propofol 4 mg
8. Spironolaktone 1x 50 mg
9. Atorvastatin 1 x 20 mg
4. Clopidogrel 1 x 75 mg
GDS 95
ST depresi di
v2 – v6
Troponin T
meningkat
NSTEMI
DAFTAR PUSTAKA
References
1. Gagal Jantung Akut : Defenisi, Patofisiologi, Gejala Klini dan Tatalaksana. purwowiyoto, sidhi
laksono. 263, 2018, CDK, Vol. 45, pp. 310 - 312.
2. PERKI, POKJA Gagal Jantung dan Kardiometabolik. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Jakarta
Barat : inaheart, 2020.
3. Zainuddin, Andi Alfian, Oendari , Apriani and Putri , Asturi . Panduan Praktik Klinis bagi dokter di
fasilitas layanan primer. Jakarta : PB IDI, 2014. 1530PBA.4122014.
4. indonesia, Perhimpunan dokter spesialis kardiovaskular. Panduan Praktik Klinis dan Clinical
Pathway Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta : PP PERKI, 2016. 978-602-7885-43-1.
5. Acute Decompensated Heart Failure Update. Teerlink, John R., Alburikan, Khalid and Metra,
Marco. 53-62, Italy : Bentham science publisher, 2015, Vol. 11. 1875-6557.