Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL
BEDAH
GINEKOMASTIA

Oleh
FARINAS LENIN,
S.Kep
202214901032

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(Ns.Surianto, S.Kep) (Rizki Sari Utami M, Ners, M.Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI


NERS FAKULTAS ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS
AWAL BROS
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Ginekomastia merupakan perkembangan berlebih jaringan
payudara pada pria yang biasanya dialami oleh remaja pria dan pria
dewasa (Brunner and Suddarth, edisi 8, vol, 2002). Ginekomastia adalah
hipertrofi payudara dan dapat bersifat unilateral maupun bilateral yang
terjadi pada anak laki- laki selama pubertas dan pada pria berusia di atas
50 tahun. (Sylvia A. Price, edisi 4, buku 2, 1995). Ginekomastia
merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu gyvec yang
berarti perempuan dan mastosyang berarti payudara, yang dapat
diartikan sebagai payudara seperti perempuan. Ginekomastia
berhubungan dengan beberapa kondisiyang menyebabkan pembesaran
abnormal dari jaringan payudara pada pria.Ginekomastia merupakan
pembesaran jinak payudara laki-laki yang diakibatkan proliferasi
komponen kelenjar. Ginekomastia biasanya ditemukan secara k e b e t u l
an s a a t pe m er i k sa a n k e s eh a t a n r uti n a t a u da p a t d a l
a m b e nt uk b e njo l an yang terletak dibawah regio areola baik
unilateral maupun bilateral yang nyeri saatditekan, atau pembesaran
payudara yang progresif yang tidak menimbulkan rasasakit. Kondisi ini
mungkin terjadi pada salah satu atau kedua payudara. Fenomena ini
umum terjadi pada masa puber. Setengah dari laki-laki mengalami
pembesaran pada salah satu atau kedua payudara di masa ini.

B. ETIOLOGI
Ginekomastia dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologinya.
Ginekomastia idiopatik terjadi sekitar 75% dari kasus. Keadaan fisiologis
terjadi pada bayi baru lahir dan usia dewasa saat memasuki pubertas. Pada
bayi baru lahir, jaringan payudara yang membesar berasal dari interaksi
estrogen ibu melalui transplasenta. Ginekomastia pada orang dewasa
sering ditemukan saat pubertas dan sering bersifat bilateral.
Ginekomastia pada
masa remaja terjadi pada 3/3 remaja. Dan bertahan sampai beberapa bulan.
Jika ginekomastia selama masa puber ini menetap maka disebut
ginekomastia esensial.
Kondisi patologik diakibatkan oleh defisiensi testosteron,
peningkatan produksi estrogen atau peningkatan konversi androgen ke
estrogen. Kondisi patologik juga didapatkan pada anorchia kengenital,
klinefelter sindrom, karsinoma adrenal, kelainan hati dan malnutrisi.
Penggunaan obat-obatan juga dapat menyebabkan ginekomastia.
Obat- obat penyebab ginekomastia dapat dikategorikan berdasarkan
mekanisme kerjanya. Tipe pertama adalah yang bekerja seperti estrogen,
seperti diethylstilbestrol, digitalis, dan juga kosmetik yang mengandung
estrogen. Tipe kedua adalah obat-obat yang meningkatkan pembentukan
estrogen endogen, seperti gonadotropin.Tipe ketiga adalah obat yang
menghambat sintesis dan kerja testosteron, seperti
ketokonazole,metronidazole, dan cimetidine. Tipe terakhir adalah obat
yang tidak diketahui mekanismenya seperti captopril, antidepresan
trisiklik, diazepam dan heroin. (Swerdloff, 2011)

C. MANIFESTASI KLINIK

1. Nyeri tekan
2. Timbul massa lunak dibawah areola
3. Retraksi puting
4. Ulserasi kulit (bila sudah menjadi kanker)
5. Benjolan tidak nyeri dibawah areola (Johnson, 2010)

Klasifikasi yang digunakan untuk membedakan tingkat keparahan


dari ginekomastia adalah sebagai berikut :
Grade I : Membesar dalam diameter dan sedikit menonjol, terbatas
pada daerah areola
Grade II : Moderate Hypertrophy pada seluruh struktur komponen
payudara, dengan Nipple Area Complex (NAC) berada diatas lekukan
inframammary
Grade III : Hipertrofi payudara yang lebih besar, glandular ptosis dan
NAC berada sama tinggi atau hingga 1 cm dibawah inframammary
Grade IV : Hipertrofi payudara yang lebih besar, dengan kelebihan
jaringan kulit, ptosis berat dan NAC berada lebih dari 1 cm dibawah
lipatan inframammary (Johnson, 2010)

D. PATOFISIOLOGI
Ginekomastia dapat terjadi pada pubertas dan usia lebih tua dan
penyebabnya ialah pengaruh estrogen yang berlebihan, biasanya dari
kelenjar adrenal. Ginekomastia terjadi karena adanya hiperestrinisme,
yaitu bila :
- Penghancuran estrogen terganggu. Pada penderita sisrosis hepatis
fungsi hati berkurang sehingga terjadi peninggian kadar estrogen
dalam darah
- Fungsi androgen berkurang. Karena fungsi androgen testis berkurang
maka secara relatif estrogen bertambah. Ditemukan pada usia lanjut
dan pada sindrom klinefelter
- Tumor testis. Pada kronik karsinoma testis juga dapat ditemukan
ginekomastia. Jadi kelainan ini dapat digolongkan dalam displasi dapat
unilatelar biasanya dialami oleh pria berusia di atas 50 tahun dan
bilateral terjadi pada anak laki-laki selama masa pubertas

Kelainan ini mula-mula dapat diraba sebagai jaringan keras seperti


kancing pada daerah subareola, dan bila telah lanjut maka payudara
menyerupai payudara wanita. Kelainan ini dalam gambaran mikroskopik
menunjukkan proliferasi serabut kolagen, degenerasi hialin dan hiperplasi
epitel duktus. Epitel duktus menjadi hiperplastik dan bertumpuk-tumpuk
tampak disorientasi, tetapi tidak tampak anaplasi dan membran basalis
masih utuh. Kelainan ini tidak berhubungan dengan karsinoma.(Price,
1999)
E. PATHWAY

Ketidakseimbangan
estrogen-

Estrogen
menginduksi
hiperplasia epitel

Pemanjangan
duktal dan

Proliferasi dari
fibroblas

Kenaikan vaskularitas

Ginekomastia

(Johnson, 2010)
F.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis
Anamnesis harus diawali dengan pencatatan identitas pasien secara
lengkap, keluhan apa yang mendasari penderita untuk datang ke
dokter.

Keluhan ini dapat berupa massa dipayudarayang berbatas tegas atau


tidak, benjolan dapat digerakkan dari dasar atau melekat pada jaringan
di bawahnya, adanya nyeri, cairan dari puting, adanya retraksi puting
payudara, kemerahan, ulserasi sampai dengan pembengkakan kelenjar
limfe (Britto, 2005; Sabiston, 2011).
2. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Pasien diminta duduk tegak atau berbaring atau kedua duanya,
kemudian perhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit,
tonjolan, lekukan, retraksi adanya kulit berbintik seperti
kulitjeruk, ulkus dan benjolan (Britto,2005).
b)Palpasi
Palpasi lebih baik dilakukan berbaring dengan bantal tipis
dipunggung sehingga payudara terbentang rata. Pemeriksaan
ini dapat dilakukan sendiri oleh pasien atau oleh klinisi
menggunakantelapak jari tangan yang digerakan perlahan–
lahan tanpa tekanan pada setiap kuadran payudara. Benjolan
yang tidak teraba ketika penderita berbaring kadang lebih
mudah ditemukanpada posisi duduk. Perabaan aksilapun lebih
mudah dilakukan dalam posisi duduk. Dengan memijathalus
puting susu dapat diketahui adanya pengeluaran cairan, darah,
atau nanah. Cairan yang keluar dari kedua puting susu
harusdibandingkan (De Jong &Sjamsuhidajat, 2005; Hanriko &
Mustofa, 2011).
3. Fine Needle Aspiration Biopsi (FNAB)
Prosedur pemeriksaan ini dengan cara menyuntikkan jarum berukuran
22–25 gauge melewati kulit atau secara percutaneousuntuk mengambil
contoh cairan dari kista payudara atau mengambil sekelompok sel
darimassa yang solid pada payudara.Setelah dilakukan FNAB, material
sel yang diambil dari payudara akan diperiksa di bawah mikroskop
yang

sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengecatan sampel(Mulandari,


2003; Fadjari, 2012).
4. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan ini dapat dilakukan baikdengan menggunakan jarum yang
sangat halus maupun dengan jarumyang cukup besar
untukmengambiljaringan.Kemudian jaringan yang diperoleh
menggunakan metodeinsisi maupun eksisidilakukan pewarnaan dengan
Hematoxylin dan Eosin. Metode biopsi eksisi maupun insisi ini
merupakan pengambilan jaringan yang dicurigai patologis disertai
pengambilan sebagian jaringan normal sebagai
pembandingnya.Tingkat keakuratan diagnosis metode ini hampir 100%
karena pengambilan sampel jaringan cukup banyak dan kemungkinan
kesalahan diagnosis sangat kecil. Tetapi metode ini memiliki
kekurangan seperti harus melibatkan tenaga ahli anastesi, mahal,
membutuhkan waktu pemulihan yang lebih lama karena harus di insisi,
menimbulkan bekas berupa jaringan parut yang nantinya akan
mengganggu gambaran mammografi,sertadapat terjadi komplikasi
berupa perdarahan dan infeksi(Sabiston,2011)
5. Mammografi dan Ultrasonografi
Mammografi dan ultrasonografiberperan dalammembantu diagnosis
lesi payudara yang padat palpablemaupun impalpableserta bermanfaat
untuk membedakan tumorsolid, kistik dan ganas. Teknik ini
merupakandasar untuk program skrinningsebagai alat bantu dokter
untuk mengetahui lokasi lesidan sebagai penuntun
FNAB.MenurutMuhartono (2012), FNAB yang dipandu USG untuk
mendiagnosis tumor payudara memiliki sensitivitas tinggi yaitu 92%
dan spesifisitas 96% (Underwood & Cross, 2010).
G. PENATALAKSANAAN
Penanganan ginekomastia dilakukan berdasarkan penyebabnya. Secara
umum tidak ada pengobatan bagi ginekomastia fisiologis. Tujuan utama
pengobatan adalah untuk mengurangi kesakitan dan menghindari komplikasi.
Penanganan ginekomastia meliputi tiga hal yaitu observasi, medikamentosa
dan operasi. (Swerdloff, 2011)

 Observasi
Observasi dilakukan pada pasien-pasien yang mendapatkan terapi obat-obatan
yang bias menyebabkan ginekomastia. Penggunaan obat-obatan tersebut
dihentikan dan pasien dievaluasi setelah 1 bulan. Jika ginekomastia terjadi
akibat obat-obatan, maka penghentian konsumsi obat-obatan tersebut
akan menyebabkan berkurangnya rasa sakit pada payudara. Penggantian
obat yang menyebabkan ginekomastia dengan obat lainnya dapat
dilakukan. Sebagai contoh, ketika hendak memberikan obat calcium
channel blocker pada orang tua, penggunaan nifedipine lebih berpotensi
timbulnya ginekomastia, dibandingkan dengan verapamil dan juga
diltiazem. Keadaan yang sama juga terjadi pada penggunaan histamin
reseptor atau parietal cell proton-pump. Penggunaan obat cimetidine
lebih memiliki resiko dibandingkan ranitide dan juga omeprazole.
Observasi juga dapat dilakukan pada keadaan fisiologis, termasuk pasien
usia puberitas dan memiliki pemeriksaan fisik dan testis yang normal.
Pasien tersebut dievaluasi selam 6 bulan.
 Medikamentosa
Identifikasi kelainan penyebab ginekomastia dapat membantu
meringankan pembesaran payudara. Obat-obat yang dapat digunakan
sebagai berikut:
- Clomiphene (anti estrogen) dapat diberikan dengan dosis 50-100 mg
setiap hari selama 6 bulan. Efek samping obat ini dapat
mengakibatkan gangguan penglihatan, muntah dan bintik merah.
- Tamoxifen (antagonis estrogen) dapat diberikan dengan dosis 10-20
mg dua kali sehari selama 3 bulan. Efek samping obat ini dapat
mengganggu
epigastrium dan mual.
- Danazol, obat testosteron sintetik, yang menghambat sekresi LH dan
FSH dan menurunkan sintesis estrogen di testis. Dierikan dengan
dosis 200 mg dua kali sehari. Efek samping obat ini adalah akne,
penambahan berat badan, retensi cairan, mual, dan hasil fungsi hati
yang abnoprmal.
- Testolactone (inhitor aromatisasai), diberikan 450 mg sehari selama 6
bulan. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, udem.
 Operatif
Pengobatan dengan bedah bertujuan mengembalikan bentuk normal
payudara dan memperbaiki kalainan payudara, puting dan areola.
Pengobatan operatif dilakukan jika respon obat-obatan tidak
mencukupi. Pembedahan yang bersifat kuratif dapat dilakukan pada
tumor yang menyerang penghasil estrogen atau hCG. Ada 2 jenis operasi
yang dapat dilakaukan yaitu surgical resection (subcutaneous
mastectomy) dan liposuctio-assisted mastectomy.
- Surgical Resection (Subkutaneus Mastektomi)
Ada beberapa jenis irisan pada eksisi payudara laki-laki. Jenis irisan
yang sering dilakukan adalah dengan insisi intra-areolar atau
Webster incision. Insisi Webster dibuat sepanjang lingkaran
areola bagian bawah dan dengan panjang irisan yang bervariasi
tergantung dari areola pasien. Insisi lain yang digunakan adalah insisi
tranversal yang melewati papilla mamae. Insisi ini memiliki bukaan
yang terbatas. Triple-V incision memiliki bukaan yang paling besar
namun jarang digunakan saat sekarang. Sebelum operasi, dokter bedah
harus menetukan garis insisi dan memperkirakan kedalaman jaringan
lemak dan jaringan payudara yang akan dikeluarkan. Selain itu ada
teknik Letterman dan juga teknik yang digunakan jika ginekomastia
bersifat masif.
- Liposuctio-assisted mastectomy
Liposuctio-assisted mastectomy merupakan salah satu jenis operasi
untuk pseudognikomastia. Insisi dibuat sekitar 1 cm diatas areola
lalu jaringan kelenjar dan parenkim disedot keluar. Diperkenalkan
pertama kali pada tahun 1980an. Sekarang digunakan ultrasonic
liposuction yang meningkatkan hasil koreksi payudara. Komplikasi
pascaoperasi ini lebih kecil dibandingkan dengan operasi open
mastektomi.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Sebelum Operasi/Pre Operasi


a. Kecemasan b.d. diagnosis kanker payudara, pengobatan dan
prognosisnya.
b. Gangguan konsep diri b.d. sifat pembedahan dan efek samping
radiasi dan/atau kemoterapi.
2. Setelah Operasi/Post Operasi
a. Kerusakan integritas kulit b.d pengangkatan jaringan, perubahan
sirkulasi, adanya drainase.
b. Nyeri b.d. trauma insisi.
c. Kurang perawatan diri b.d. imobilitas parsial ekstremitas atas pada
sisi yang dilakukan pembedahan payudara.
d. Gangguan harga diri b.d. prosedur bedah yang mengubah
gambaran tubuh.
- Rencana Keperawatan
Pre Operasi
DP.1. Kecemasan b.d. diagnosis kanker payudara, pengobatan dan
prognosisnya.
HYD: Kecemasan, stress emosional dan ketakutan berkurang.
Intervensi:
1. Kaji perasaan pasien mengenai diagnosis penyakitnya.
R/ Faktor ini sangat mempengaruhi perilaku dan kemampuan pasien
menghadapi diagnosis pembedahan, dan pengobatan tindak lanjut.
2. Berikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan
cemas dan takutnya.
R/ Memberi kesempatan untuk mengidentifikasi dan memperjelas
kesalahan konsep dan menawarkan dukungan emosi.
3. Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya mengenai
penyakitnya. R/ Ketakutan akan ketidaktahuan menurun.
4. Berikan lingkungan perhatian, keterbukaan, penerimaan juga privasi
untuk pasien atau orang terdekat.
R/ Waktu dan privasi diperlukan untuk memberikan dukungan, diskusi
perasaan tentang antisipasi kehilangan dan masalah.
DP.2. Gangguan konsep diri b.d. sifat pembedahan dan efek samping
radiasi dan/atau kemoterapi.
HYD: Adaptasi realistik terhadap perubahan yang akan terjadi relatif
terhadap modalitas pengobatan.
Intervensi:
1. Anjurkan kepada keluarga untuk orang terdekat untuk dapat memahami
perasaan pasien dan untuk mengunjungi pasien.
R/ Sistem pendukung yang bermakna bagi pasien akan lebih langgeng
dibanding dukungan dari orang lain.
2. Jelaskan kepada pasien bahwa adanya rasa berduka ketika mengalami
kehilangan bagian tubuh adalah normal.
R/ Dengan pengertian ini, pasien dapat dengan bebas beralih pada tingkat
koping selanjutnya.
3. Diskusikan bersama pasien penggunaan protesis.
R/ Meningkatkan penerimaan positif terhadap rencana pengobatan.
Post Operasi
DP.1. Kerusakan integritas kulit b.d. pengangkatan jaringan, perubahan
sirkulasi, adanya drainase.
HYD: Meningkatkan waktu penyembuhan luka, bebas drainase purulen.
Intervensi:
1. Kaji balutan/luka untuk karakteristik drainase. Awasi kemerahan, nyeri
pada insisi dan lengan.
R/ Drainase terjadi karena trauma prosedur dan manipulasi banyak
pembuluh darah dan limfatik pada area tersebut. Pengenalan dini terjadi
infeksi dapat memampukan pengobatan dengan cepat.
2. Berikan posisi semi fowler pada punggung atau sisi yang tak sakit dengan
lengan tinggi dan disokong dengan bantal.
R/ Membantu drainase cairan melalui gravitasi.
3. Jangan melakukan pengukuran TD, menginjeksikan obat, pada lengan
yang sakit.
R/ Meningkatkan potensial konstriksi, infeksi, dan limfedema pada sistem
yang sakit.
4. Kosongkan drain luka, secara periodik catat jumlah dan karakteristik
drainase.
R/ Akumulasi cairan drainase meningkatkan penyembuhan dan
menurunkan kerentanan terhadap infeksi.
5. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ Untuk mengobati infeksi khusus dan meningkatkan penyembuhan.
DP.2. Nyeri b.d. trauma insisi.
HYD: - Mengekspresikan penurunan nyeri/ketidaknyamanan
- Tampak rileks, mampu tidur dengan
tepat Intervensi:
1. Kaji intensitas, sifat dan letak nyeri.
R/ Memberikan dasar untuk mengkaji keefektifan tindakan pereda
nyeri.
2. Berikan posisi yang nyaman.
R/ Peninggian lengan, ukuran baju, dan adanya drain mempengaruhi
kemampuan pasien untuk rileks dan istirahat secara efektif.
3. Ajarkan untuk menekan dada saat latihan batuk dan nafas dalam.
R/ Memudahkan partisipasi pada aktivitas tanpa timbul
ketidaknyamanan.
4. Berikan obat nyeri tepat pada jadwal teratur sebelum nyeri
berat. R/ Mempertahankan tingkat kenyamanan.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik sesuai indikasi.
R/ Memberikan penghilangan rasa nyeri dan memfasilitasi tidur,
partisipasi pada terapi pasca operasi.
DP.3. Kurang perawatan diri b.d. imobilitas parsial ekstremitas atas pada
sisi yang dilakukan pembedahan payudara.
HYD: Menghindari kerusakan mobilitas dan pencapaian perawatan diri
hingga tingkat yang paling tinggi.
Intervensi:
1. Anjurkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dalam perawatan
pasca operatif.
R/ Keterlibatan pasien meningkatkan dan memfasilitasi proses
penyembuhan.
2. Buat modifikasi progresif dalam program latihan pasien sesuai
tingkat kenyamanan dan toleransi.
R/ Menurunkan ketegangan pada jaringan, perbaikannya konsisten.
3. Bantu dalam aktivitas perawatan diri sesuai keperluan.
R/ Menghemat energi.
4. Motivasi pasien untuk menggunakan lengan untuk kebersihan diri,
seperti makan, menyisir rambut, mencuci muka.
R/ Peningkatan sirkulasi, membantu meminimalkan edema dan
mempertahankan kekuatan dan fungsi lengan dan tangan.
DP.4. Gangguan harga diri b.d. prosedur bedah yang mengubah gambaran
tubuh.
HYD: - Menunjukkan gerakan ke arah penerimaan diri dalam situasi.
- Pengenalan dan ketidaktepatan perubahan dalam konsep diri tanpa
mengaktifkan harga diri.
Intervensi:
1. Motivasi pertanyaan mengenai situasi saat ini dan harapan yang akan
datang.
R/ Kehilangan payudara menyebabkan reaksi perubahan gambaran diri,
takut jaringan parut, dan takut reaksi pasangan terhadap perubahan tubuh.
2. Motivasi pasien untuk mengekspresikan perasaannya.
R/ Kehilangan bagian tubuh suatu proses kehilangan yang membutuhkan
penerimaan sehingga pasien dapat membuat rencana untuk masa depan.
3. Berikan penguatan positif untuk peningkatan/perbaikan dan partisipasi
perawatan diri/program pengobatan.
R/ Mendorong kelanjutan perilaku sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. (1993). Luckman and Sorensen’s. Medical Surgical Nursing,


Assessment and Management of Clinical Problems. Third Edition. Mosby
Inc.

Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta EGC.

Doengoes, Marilyn & Friends (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman


Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta EGC.

Johnson, Ruth; Murad, Hasan. Gynecomastia (2010) : Pathophysiology,


Evaluation and Management. Mayo Foundation for Medical Education
and Research

Lewis, Sharon M. (2002). Medical Surgical Nursing. Volume 2. Jakarta. EGC.

Price, Sylvia Anderson and Lorraine Mc. Carty Wilson (1999). Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4, Buku 2, Jakarta EGC.

Swerdloff, Ronald; Jason. Gynecomastia : Etiology, Diagnosis and


Treatment. 2011

Anda mungkin juga menyukai