Anda di halaman 1dari 11

PEMASANGAN INFUS

A. DEFINISI
Terapi infus merupakan tindakan yang paling sering dilakukan
pada pasien yang menjalani rawat inap sebagai jalur terapi Intra Vena
(IV), Pemberian obat, cairan, dan pemberian produk darah, atau sampling
darah (Widyanti, 2016). Pemasangan infus merupakan prosedur invasif
yang sering dilakukan di rumah sakit untuk mengobati berbagai kondisi
penderita dilingkungan perawatan rumah sakit (Rimba, 2014).
Pemasangan infus adalah pemberian sejumlah cairan kedalam melalui
sebuah cairan kedalam tubuh melalui sebuah jarum kedalam tubuh melalui
sebuah jarum kedalam pembuluh vena untuk menggantikan cairan atau
zat-zat makanan dari tubuh (Mulyono, 2015). Tindakan ini sering
merupakan tindakan Life Saving seperti pada kehilangan cairan yang
banyak, dehidrasi, syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian
yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan
dan elektrolit serta asam dan basa. Tindakan ini merupakan metode efektif
dan efisien dalam memberikan suplai cairan kedalam kompartmen
intravaskuler. Terapi Intravena dilakukan berdasarkan order dokter dan
perawat bertanggung jawab dalam pemeliharaan terapi yang dilakukan.
Sementara itu Pemasangan infus merupakan sebuah teknik yang
digunakan untuk memungsi vena secara transkutan dengan menggunakan
stilet yang tajam yang kaku dilakukan dengan teknik steril seperti
angeokateter atau dengan jarum yang disambungkan dengan spuit
(Darmawan, 2016). Sedangkan menurut Lukman (2017) pemasangan
infus intravena adalah memasukkan jarum atau kanula kedalam vena
(pembuluh balik) untuk dilewati cairan infus atau pengobatan dengan
tujuan agar sejumlah cairan infus atau pengobatan dapat masuk kedalam
tubuh melalui vena dalam jangka waktu tertentu.
Jadi pemasangan infus adalah sebuah teknik atau tindakan yang di
gunakan dengan memasukkan jarum atau kanula kedalam vena sebagai

1
jalur terapi Intra Vena (IV), Pemberian obat, cairan, dan pemberian produk
darah, atau sampling darah.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

 Macam-macam Vena untuk pemasangan infus


a. Vena Basilika
Vena basilika ditemukan pada sisi ulnaris lengan bawah. Vena ini
berjalan ke atas pada bagian posterior atau belakang lengan dan
kemudian melengkung ke arah permukaan anterior atau region
antekubiti. Vena ini kemudian berjalan lurus ke atas dan memasuki
jaringan yang lebih dalam.

2
b. Vena Dorsalis Superfisialis
Vena ini terletak di metakarpal atau punggung tangan yang berasal
dari gabungan vena-vena digitalis yang berasal dari jari-jari tangan.
Vena digitalis ini adalah pilihan vena nomor dua setelah vena digitalis
jika tidak berhasil.

c. Vena Sevalika
Vena sefalika merupakan pembuluh darah vena yang terletak di
lengan bagian bawah pada posisi radial lengan yang posisinya sejajar
dengan ibu jari. Vena ini berjalan ke atas sepanjang bagian luar dari
lengan bawah dalam region antekubiti. Vena sefalika lebih kecil dan
biasanya lebih melengkung dari vena basilika.

3
d. Vena Mediana
Vena mediana atau antekubiti merupakan vena yang berasal dari
vena lengan bawah dan umumnya terbagi dalam dua pembuluh darah,
satu berhubungan dengan vena basilika dan yang lainnya berhubungan
dengan vena sefalika. Vena mediana kubiti ini biasanya digunakan
untuk pengambilan sampel darah.

e. Vena Kulit Kepala


Vena kulit kepala sering digunakan pada anak umur < 2 tahun,
tetapi terbaik pada bayi muda. Vena kulit kepala yang cocok
( biasanya vena yang terletak digaris median frontal, daerah temporal,
diatas atau dibelakang telingan) (Rimba, 2014).

4
f. Vena pada kaki

 Sifat pembuluh darah


Pempuluh darah dapat diibaratkan sebagai selang yang bersifat
elastes, yaitu diameternya dapat membesar atau mengecil. Sifat elastis
ini sangat bermanfaat untuk mempertahankan tekanan darah yang stabil.
Sebagai contoh, apabila tekanan didalam pembuluh darah meningkat,

5
maka diameter pembuluh darah akan melebar sebagai bentuk adaptasi
untuk adaptasi untuk menurunkan tekanan yang lebih agar menjadi
normal. Bila pembuluh darah mengalami kekakuan maka ia menjadi
kurang fleksibel sehingga tidak dapat mengantisipasi terhadap kenaikan
atau penurunan tekanan darah. Elastisitas pembuluh darah tidak tetap,
pembuluh darah akan menjadi kaku seiring bertambahnya usia ( misal
oleh karena terjadi pengapuran pada dindingnya) oleh karena itu tekanan
darah pada orang lanjut usia cenderung sedikit lebih tinggi dari pada
orang muda. Penyebab lain dari kekakuan pembuluh darah, karena
adanya tumpukan kolesterol pada dinding sebelah dalam pembuluh
darah, kolesterol juga dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah
( UNICORE, 2010 dalam Dianwiris,2014).
 Menurut Dougherty, dkk (2010) pada Aryoga (2014), pemilihan lokasi
pemasangan terapi intravena mempertimbangkan beberapa faktor,
yaitu :
1) Umur pasien, misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah
sangat penting, dan mempengaruhi beberapa lama intravena
terakhir.
2) Prosedur yang diantisipasi, misalnya jika pasien harus menerima
jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti
pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruh apapun.
3) Aktivitas pasien, misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak,
perubahan tingkat kesadaran.
4) Jenis intravena, jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan
sering memaksa tempat-tempat yang optimum.
5) Durasi intravena, terapi jangka panjang memerlukan pengukuran
untuk memelihara vena, pilih vena yang akurat dan baik, rotasi sisi
dengan baik, rotasi sisi pungsi dari distal dan proksimal.
6) Ketersediaan vena perifer.
7) Terapi intravena sebelumnya.
8) Pembedahan.

6
9) Sakit sebelumnya.
 Prinsip pemasangan infuse pada pediatric (anak)
1) Karena vena klien sangat rapuh, hindari tempat-tempat yang mudah
digerakkan atau digeser dan gunakan alat pelindung sesuai kebutuhan
(pasang spalk kalau perlu)
2) Vena-vena kulit kepala sangat mudah pecah dan memerlukan
perlindungan agar tidak mudah mengalami infiltrasi (biasanya
digunakan untuk neonatus dan bayi)
3) Selalu memilih tempat penusukan yang akan menimbulkan
pembatasan yang minimal
 Prinsip pemasangan infuse pada lansia
1) Pada klien lansia, sedapat mungkin gunakan kateter/jarum dengan
ukuran paling kecil (24-26). Ukuran kecil mengurangi trauma pada
vena dan memungkinkan aliran darah lebih lancar sehingga
hemodilusi cairan intravena atau obat-obatan akan meningkat.
2) Kestabilan vena menjadi hilang dan vena akan bergeser dari jarum
(jaringan subkutan lansia hilang). Untuk menstabilkan vena, pasang
traksi pada kulit di bawah tempat insersi.
3) Penggunaan sudut 5 – 15 ° saat memasukkan jarum akan sangat
bermanfaat karena vena lansia lebih superficial.
4) Pada lansia yang memiliki kulit yang rapuh, cegah terjadinya
perobekan kulit dengan meminimalkan jumlah pemakaian plester
(Darmawan, 2016).

C. INDIKASI TINDAKAN YANG DILAKUKAN


a. Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP), yang memungkinkan
pemberian obat langsung kedalam intravena.
b. Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat terhadap pemberian
obat
c. Klien yang mendapatkan terapi obat dalam dosis besar secara terus
menerus melalui intravena
d. Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa diberikan melalui oral
atau intramuskular
e. Klien yang membutuhkan koreksi atau pencegahan gangguan cairan
dan elektrolit
f. Klien yang sakit akut atau kronis yang membutuhkan terapi cairan

7
g. Klien yang mendapatkan transfusi darah
h. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya
pada operasi besar dengan resiko perdarahan, dipasang jalur infus
intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan
pemberian obat).
i. Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil ( Yuda
Handaya, 2013).

 Indikasi pemasangan infus, menurut Ulfi Umroni (2018)

a. Hidrasi intravena
b. Tranfusi darah atau komponen darah
c. Situasi lain dimana akses langsung kealiran darah diperlukan
d. Pasien dengan demam tinggi, yang beresiko menyebabkan penurunan
cairan tubuh, seperti pada pasien demam berdarah.
e. Dehidrasi, pada pasien mual muntah
f. Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk dalam pembuluh
darah)
g. Pasien yang tidak mampu atau sulit mendapatkan asupan cairan
secara normal, seperti padda pasien yang tidak dapat menelan
(Widyanti, 2016).

D. KONTRAINDIKASI

a. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan


infus.
b. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah).
c. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang
aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki)
(Rimba, 2014).

 Komplikasi
a. Flebitis
Inflasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik.
Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah
dan hangat di sekitar daerah inersi/penusukan atau sepanjang vena,

8
nyeri atau rasa lunak pada area inersi atau sepanjang vena dan
pembengkakan.
b. Infiltrasi
Infiltaris terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di
sekililing tempat fungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya
pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor
(disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area inersi,
ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata.
Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar daripada
tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang
lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan
memasang torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat
pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya
untuk menghentikan aliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun
ada obstruksi vena, berarti terjadi infilrasi.
c. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada
kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan
dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misalnya:
Phenytoin, voncomycin, eritromycin dan nafellin).
d. Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di
sekitar area inersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya vena yang
berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan
yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum
atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis,
pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah
pada tempat penusukan.
e. Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah
peradangan dalam vena. Karakteristik Tromboflebitis adalah adanya
nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan
di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas
karena adanya rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan
aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.
f. Trombisis
Trombisis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena,
dan aliran infus berhenti. Trombisis disebabkan oleh injuri sel
endotel dinding vena, pelekatan platelet.
g. Occlusion

9
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika
botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman
pada area pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan
aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang
diklem terlalu lama.
h. Spasme Vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di
sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal.
Spasme Vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan
yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mgiritasi
vena dan aliran yang terlalu cepat.
i. Reaksi Vasovagal
Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena,
dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan
darah. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri kecemasan.
j. Kerusakan Syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditadai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan
kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati
rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan
yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf,
tendon dan ligament (Mulyono, 2015) .

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Gangguan rasa nyaman
3. Resiko infeksi
4. Resiko perdarahan

F. TUJUAN TINDAKAN KEPERAWATAN

a. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang menganung air,


elektrolit,vitamin, protein lemak, dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan secara adekuatmelalui oral
b. Memperbaiki keseimbangan asam basa
c. Memperbaiki volume komponen-komponen darah
d. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh
e. Memonitor tekan Vena Central (CVP)
f. Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan di istirahatkan

10
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan. (2016). Hubungan Jenis Cairan dan Lokasi Pemasangan Infus dengan
Kejadian Plebitis di Ruang Rawat Inap Cempaka. Jurnal Keparawatan,
144-152.

Mulyono, S. (2015). Pengetahuan Perawat Tentang Terapi Infus Memengaruhi


Kejadian Plebitis dan Kenyamanan Pasien. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 128-137.

K,DOni.2013.KTI;http://www.youtube.com

Rimba, I. R. (2014). Pengaruh Lama Pemasangan Infus dengan Kejadian Flebitis


Pada Pasien Rawat Inap di Bangsal Penyakit Dalam dan Saraf Rumah
Sakit Nur Hidayah Bantul. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia, 132-
141.

Widyanti, A. (2016). Gambaran Prosedur Pemasangan Akses IntraVena yang


Dilakukan Oleh Perawat Kepada Balita . Jurnal Keperawatan Indonesia,
Volume 19 No.3 , 145-151.

11

Anda mungkin juga menyukai