Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Akuntansi Manajemen Manajemen atau Akuntansi Manajerial adalah sistem akuntansi yang
berkaitan dengan ketentuan dan penggunaan informasi akuntansi untuk manajer atau manajemen
dalam suatu organisasi dan untuk memberikan dasar kepada manajemen untuk  membuat keputusan
bisnis yang akan memungkinkan manajemen akan lebih siap dalam  pengelolaan dan melakukan fungsi
kontrol  pengelolaan dan melakukan fungsi kontrol. Mempelajari akuntansi manajemen
membutuhkan pemahaman arti biaya dan terminologi yang berkaitan dengan biaya. Pembebanan
biaya pada produk, jasa, pelanggan, dan objek lain yang menjadi perhatian manajemen adalah
salah satu tujuan dasar dari system informasi akuntansi manajemen. Peningkatan keakuratan
pembebanan biaya menghasilkan informasi yang leih berkualitas tinggi dan digunakan untuk
membuat keputusan lebih baik. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai konsep dasar akuntansi manajemen.

B.     Rumusan Masalah
1.      bagaimana proses pembebanan biaya dalam akuntansi manajemen?
2. bagaimana klasifikasi biaya dalam akuntansi manajemen?
4.      bagaimana penjelasan tentang harga pokok produk dan jasa?
5.      Apa itu system akuntansi manajemen FBM dan ABM ?

            
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Biaya
Biaya adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau
jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa depan bagi organisasi. (Moniaga,
2014)
Biaya dikatakan sebagai setara kas karena sumber nonkas dapat ditukar dengan barang
atau jasa yang diinginkan. Sebagai contoh, menukar peralatan dengan bahan yang digunakan
untuk produksi. Biaya bias dianggap sebagai ukuran dollar dari sumber daya yang digunakan
untuk mencapai keuntungan tertentu. Mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk mencapai
manfaat tertentu berarti membuat perusahaan menjadi lebih efisien. Akan tetapi, biaya harus
dikelola secara strategis. Sebagai contoh manajer harus memiliki tujuan menyediakan nilai bagi
pelanggan yang sama besar (atau lebih besar) dengan biaya yang lebih rendah dari biaya
pesaingnya. Dengan cara ini, posisi strategis perusahaan akan naik dan keunggulan kompetitif
akan tercipta. 
Manajer juga harus memahami apa yang dimaksud dengan biaya peluang (Opportunity
Cost). Biaya peluang adalah manfaat yang dikorbankan ketika salah satu alternatif dipilih dari
alternatif lainnya. Jika suatu keputusan sudah dibuat untuk melaksanakan salah satu alternatif,
maka manfaat alternatif-alternatif lainnya akan lepas dari tangan. Manfaat yang lepas karena
ditolaknya pilihan yang lain disebut biaya kesempatan atau opportunity cost dari pilihan yang
telah dibuat itu. Karena biaya kesemoatan itu tidak benar-benar dikeluarkan, maka tidak dicatat
dalam pembukuan. Namun biaya ini merupakan biaya yang relevan untuk pengambilan
keputusan, dan harus dipertimbangkan didalam mengevaliasikan sesuatu alternatif yang
dihadapi. (Ahmad, 1997 )
B.     Objek Biaya
Sistem akuntansi manajemen dibuat untuk mengukur dan membebankan biaya pada
entitas yang disebut sebagai objek biaya. Objek biaya dapat berupa apa pun, seperti produk,
pelanggan, departemen, proyek, aktivitas, dan lain-lain yang digunakan untuk mengukur dan
membebankan biaya.
Sebagai contoh, jika Blue Ribbon Baking ingin menentukan biaya penambahan kue kopi
mini, maka objek biayanya adalah lini kue tart kopi mini. Jika sebuah rumah sakit ingin
menetapkan biaya unit operasi, maka objek biayanya adalah unit operasi. Jika sebuah pabrik
mainan ingin menetapkan biaya pengembangan mainan baru, maka objek biayanya adalah
proyek pengembangan mainan baru. Beberapa tahun terakhir, aktivitas muncul sebagai objek
biaya yang penting. Aktivitas adalah unit dasar dari kerja yang dilakukan dalam sebuah
organisasi dan dapat juga dideskripsikan sebagai sebagai kumpulan tindakan dala suatu
organisasi yang berguna bagi para manajer untuk melakukan perencanaan, pengendalian, dan
pengambilan keputusan. Aktivitas tidak hanya bertindak sebagai objek biaya, tetapi juga
berperan utama dalam pembebanan biaya untuk objek biaya lainnya.
            Objek biaya (Cost Object) adalah berbagai produk, jasa, pelanggan, aktivitas, atau unit
organisasi dimana biaya dibebankan untuk beberapa tujuan manajemen tertentu (Blocher, 2013,
hal. 105) .
C.    Keakuratan Pembebanan
Pembebanan biaya secara akurat pada objek biaya sangatlah penting. Keakuratan tidak
dievaluasi berdasarkan pengetahuan tentang biaya yang “sebenarnya”. Keakuratan adalah suatu
konsep yang relative dan harus dilakukan secara wajar dan logis terhadap penggunaan metode
pembebanan biaya. Tujuannya adalah engukur dan membebankan biaya dari sumber daya yang
dikonsumsi objek biaya sebaik mungkin. Intuisi dan anggapan umu diekspresikan sebagai
berikut : “Lebih baik menjadi kurang lebih benar daripada menjadi sangat tidak akurat”.
1.      Keterlusuran (traceability)
Hubungan antara biaya dan objek biaya harus digali untuk membantu meningkatkan
keakuratan pembebanan biaya. Biaya dapat berkaitan dengan objek biaya secara langsung atau
tidak langsung. Biaya tidak langsung (indirect cost) adalah biaya yang tidak dapat ditelusuri
dengan mudah dan akurat sebagai ibjek biaya. “ditelusuri dengan mudah” berarti biaya dapat
dibebankan dengan cara yang layak secara ekonomi, sedangkan “ditelusurui dengan akurat”
berarti biaya dapat dibebankan dengan menggunakan hubungan sebab-akibat. Jadi, keterlusuran
adalah kemampuan membebankan biaya pada objek biaya dengan cara yang layak secara
ekonomi berdasarkan hubungan sebab-akibat. Semakin besar biaya yang dapat ditelusuri pada
objeknya, semakin akurat pembebanan biayanya. Keterlusuran adalah unsure utama dalam
pengembangan pembebanan biaya yang akurat.
Suatu jenis biaya tertentu mungkin saja digolongkan, baik sebagai biaya langsung aupun
biaya tidak langsung. System akuntansi manajemen umumnya berurusan dengan banyak objek
biaya. Semua bergantung pada objek biaya yang menjadi acuan. Sebagai contoh, jika rumah sakit
merupakan objek biaya, maka biaya pemanas dan pendingin ruang rumah sakit adalah biaya
langsung. Akan tetapi, jika objek biayanya adalah produk yang dihasilkan oleh rumah sakit
tersebut, maka biaya utilitas ini merupakan biaya tidak langsung.
2.      Metode Penelusuran
Keterlusuran berarti biaya dapat dibebankan dengan mudah dan akurat, sedangkan
Penelusuran (tracing) berarti pembebanan actual biaya pada objek biaya dengan menggunakan
ukuran yang dapat diamati atas sumber daya yang dikomsumsi oleh objek biaya. Penelusuran
baiaya pada objek biaya dapat terjadi melalui salah satu dari dua cara berikut ini :
a.      Pembebanan Biaya Penelusuran Langsung ( Direct Tracing)
Penelusuran langsung ( direct tracing) adalah suatu proses pengidentifikasian dan
pembebanan biaya yang berkaitan secara khusus dan fisik dengan suatu objek. Penelusuran ini
paling sering dikerjakan melalui pengamatan secara fisik. Contoh Ryan Chesser, seorang
mahasiswa yang sering mengunjungi Hideaway, sebuah retoran pizza di luar kampus. Ia
membeli sepotong pizza, selada, dan minuman ukuran sedang dengan biaya $6,50 setiap hari.
Objek biaya adalah makan siang Ryan Chesser. Melalui pengamatan tentang makanan dan
minuman yang dikomsumsinya kita dapat membebankan biaya $6,50. Biaya makan siang
tersebut dapat ditelusuri secara langsung kepada Ryan. Sebagai contoh kedua, misalkan objek
biaya adalah sebuah produk : sepeda. Produk tersebut menggunakan bahan baku dan tenaga
kerja. Mengamati jumlah roda dan bagian lainnya, serta jam tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
memproduksi setiap sepeda merupakan hal yang mudah. Penggunaan bahan baku dan tenaga
kerja dapat diamati secara fisik sehingga biayanya dapat dibebankan langsung pada sepeda
tersebut. Idealnya, semua biaya harus dibebankan pada objek biaya dengan menggunakan
penelusuran langsung. Sayangnya, objek biaya kerap bukan merupakan pengguna sumber daya
satu-satunya. Dalam kasus ini, kita menggunakan penelusuran penggerak dalam membebankan
biaya.
b.      Pembebanan Biaya Penelusuran Penggerak ( Driver Tracing)
Penelusuran penggerak (driver tracing) adalah penggunaan penggerak untuk
membebankan biaya pada objek biaya. Di dalam konteks pembebanan biaya, penggerak adalah
factor penyebab yang dapat diamati dan factor penyebab yang mengukur komsumsi sumber daya
objek biaya. Oleh sebab itu, penggerak adalah factor yang menyebabkan perubahan dalam
penggunaan sumber daya dan memiliki hubungan sebab-akibat dengan biaya yang berhubungan
dengan objek biaya. Sebagai contoh, Ryan Chesser dan temannya yang bernama Shana parker
makan siang bersama. Shana dan Ryan sepakat untuk berbagi biaya makan siang. Mereka
memesan pizza ukuran sedang (terbagi menjadi sepuluh potong) seharga $9, satu gelas
besar root beer seharga $2 (dengan isi untuk lima gelas), dan Shana memesan sepiring kecil
selada seharga $1. Berapa biaya yang harus dibebankan  per orang? Perhatikan bahwa pizza
dan root beer dibagi untuk berdua, sedangkan selada adalah “sumber daya” yang hanya
digunakan oleh Shana. Jadi, biaya selada dibebankan melalui penelusuran langsung ($1 untuk
Shana dan $0 untuk Ryan). Untuk membebankan biaya pizza dan root beer, dipilihlah penggerak
: potongan pizza dan dan gelas root beer. Suatu tariff dihitung per unit sumber daya
(sebagaimana diukur oleh penggerak) ; $0,90 per potong pizza ($9/10) dan $0,40 per gelas root
beer($2/5). Kemudian, penggunaan penggerak diamati untuk setiap orang (objek biaya).
Anggaplah Ryan memakan tujuh potong pizza dan meminum tiga gelas root beer, sedangkan
Shana mengonsumsi julah sisanya. Jadi, biaya per orang dihitung sebagai berikut.
Keterangan Shana Ryan
Selada (penelusuran langsung) $1,00 $0,00
Piza (penelusuran penggerak) :
$0,90  x  3 potong 2,70 -
$0,90  x  7 potong -            6,30
Root beer (penelusuran penggerak) :
$0,40  x 2 gelas 0,80 -
$0,40  x 3 gelas - 1,20
Total $4,50 $7,50

Contoh sederhana dari pembagian pizza ini dapat diperluas dalam latar bisnis yang lebih
rumit. Inspeksi atas produk mungkin dapat berupa “piza” yang dibagi secara tepat oleh
instrument pemisahan yang diproduksi dalam pabrik. Biaya inspeksi dapat dibebankan pada
instrumen individual (objek biaya) dengan menggunakan jumlah jam inspeksi(“potongan piza”)
yang dikonsumsi oleh setiap jenis instrumen. Sebagai contoh kedua, pertimbangkan biaya dari
pemantau jantung yang digunakan pasien penyakit jantung (objek biaya). Pemantau jantung
adalah “pizza”, dan jam pemantauan yang digunakan dapat menjadi “potongan pizza” yang
dipilih untuk membebankan biaya pada penderita penyakit jantung. Jadi, prinsip penelusuran
yang dijelaskan pada contoh pizza dapat dihubungkan langsung dengan proses perhitungan biaya
dalam lingkungan bisnis sesungguhnya.
Penelusuran penggerak biasanya kurang akurat dibandingkan penelusuran langsung.
Akan tetapi, jika hubungan sebab-akibatnya kuat, maka tingkat keakuratannya yang lebih tinggi
dapat diperkirakan. Sebagai contoh, pertimbangkan penggeraknya adalah jumlah potongan pizza.
Anggaplah ukuran potongan tersebut tidak benar-benar sama dan Shana memilih memakan tiga
potongan yang lebih kecil. Jadi, biaya pizza sebenarnya kurang dari $2,70. Walaupun demikian,
jika perbedaan ukuran potongan pizza tidak terlalu besar, biaya tersebut masih bias dikatakan
akurat. Hal ini mengilustrasikan pentingnya memilih, menspesifikasikan, dan mengukur
penggerak. Penelusuran penggerak dapat menghasilkan pembebanan biaya yang kurang akurat
daripada penelusuran langsung. Perhatian yang lebih penting adalah situasi saat objek biaya
bukan merupakan pemakai sumber daya satu-satunya, dan tidak ada hubungan sebab-akibat yang
dapat ditetapkan (atau adanya kendala biaya jika menggunakan hubungan sebab-akibat). 
3.      Membebankan Biaya Tidak Langsung (Alokasi)
Biaya tidak langsung adalah biaya-biaya yang tidak dapat dibebankan pada objek-objek
biaya, baik dengan menggunakan penelusuran langsung maupun penggerak.
 Hal ini berarti tidak ada hubungan sebab-akibat antara biaya dan objek biaya., atau
penelusuran tidak layak dilakukan secara ekonomi. Pembebanan biaya tidak langsung pada objek
biaya disebut alokasi. Karena tidak terdapat hubungan sebab-akibat, pengalokasian biaya tidak
langsung didasarkan pada kemudahan atau beberapa asumsi yang berhubungan. Sebagai contoh,
anggaplah Blue Ribbon Baking Company memasang lini kue tart kopi mini di gedung
pabriknya  yang sekarang. Pertimbangkan biaya pemanasan dan penerangan ruangan pabrik yang
memproduksi dua produk yang berbeda. Misalnya, biaya untilitas dibebebankan pada kedua lini
produk. Dalam hal ini, sudah jelas bahwa hubungan sebab-akibat tentu sulit dilihat. Cara mudah
untuk pengalokasian biaya adalah hanya dengan membebankannya secara proporsional pada jam
tenaga kerja langsung yang digunakan setiap produk. Pembebanan biaya tidak langsung yang
digunakan setiap produk. Pembebanan biaya tidak langsung pada objek biaya secara arbitrer
mengurangi keakuratan pembebanan biaya secara keseluruhan. Oleh sebab ini, kebijakan
perhitungan biaya yang terbaik mungkin hanya membebankan biaya (yang ditelusuri), langsung
pada objek biaya. Akan tetapi, alokasi biaya tidak langsung mungkin bermanfaat untuk tujuan
lain di samping keakuratan. Sebagai contoh, pengalokasian biaya tidak langsung pada produk
(objek biaya) mungkin dibutuhkan untuk memenuhi peraturan pelaporan eksternal. Walaupun
demikian, manfaat manajerial dari pembebanan biaya umumnya lebih baik dalam hal keakuratan.
Jadi, paling tidak, penelusuran dan alokasi pembebanan biaya sebaiknya dilaporkan secara
terpisah.
D.    Harga Pokok Produk dan Jasa
            Keluaran (output) organisasi merupakan salah satu objek biaya terpenting. Ada dua jenis
keluaran, yaitu produk berwujud dan jasa. Produk berwujud (tangible product) adalah barang
yang dihasilkan dengan mengubah bahan baku melalui penggunaan tenaga kerja dan masukan
(input), modal, seperti prabrik, lahan, dan mesin. Televisi, hamburger, mobil, komputer, pakaian,
dan perabotan adalah contoh produk berwujud. Jasa adalah tugas atau aktivitas yang dilakukan
untuk pelanggan atau aktivitas yang dijalankan oleh pelanggan dengan menggunakan produk
atau fasilitas organisasi. Jasa juga diproduksi dengan menggunakan bahan, tenaga kerja, dan
masukan modal. Perlindungan asuransi, perawatan kesehatan, perawatan gigi, jasa pemekaman,
dan akuntansi adalah contoh berbagai aktivitas jasa yagn dilakukan untuk pelanggan. (Don R.
Hansen, 2009)
            Jasa berbeda dengan produk berwujud dalam empat dimensi penting: tidak berwujud
(intangibility), tidak tahan lama (perishability), tidak dapat dipisahkan (inseparabaility), dan
tidak selalu sama (heterogenity).
1.      Tidak berwujud berarati pembeli jasa tidak dapat melihat, merasakan, mendengar, atau
mencicipi suatu jasa sebelum jasa tersebut dibeli, jadi, jasa adalah produk tidak berwujud.
2.      Tidak tahan lama berarti jasa tidak dapat disimpan untuk kegunaan masa depan oleh pelanggan
ada beberapa kasus yang tidak umum, yaitu saat barang-barang berwujud tidak dapat disimpan,
tetapi harus dikonsumsi saat diadakan. Meskipun jasa tidak dapat disimpan, beberapa jasa seperti
operasi pelastik memberi pengaruh jangka panjang dan tidak perlu diulangi oleh pelanggan
tersebut. Jasa lainya memberi pengaruh jangka pendek dan menciptakan pelanggan setia. Contoh
jasa yang berulang adalah jasa rekening giro, dan jasa penjagaan rumah, dan binatu.
3.      Tidak dapat dipisahkan berarti produsen dan pembeli jasa biasanya harus melakukan kontak
langsung saat terjadi pertukaran. Akibatnya jasa kerap tidak dapat dipisahkan dari produsennya.
Akan tetapi, produsen produk berwujud tidak melakukan langsung dengan pembeli produk
mereka.
4.      Tidak selalu sama berarti terdapat peluang variasi yang lebih besar pada penyelenggaraan jasa
daripada produksi produk. Penyelenggara jasa bisa saja dipengaruhi oleh pekerjaan yang
dilakukan, bantuan individu lainnya yang bekerja dengan mereka, pendidikan dan pengalaman
mereka, sektor-sektor pribadi seperti kehidupan rumah tangga. Faktor-faktor ini membuat
penyelenggaraan tingkat jasa yang konsisten menjadi sulit.
Pengukuran produktivitas dan kualitas pada perusahaan juga harus dilakukan secara terus-
menerus dan sensitif terhadap faktor-faktor tersebut. Perbedaan ini memengaruhi jenis informasi
yang diperlukan untuk perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan
            Organisasi yang membuat produk berwujud disebut organisasi manufaktur. Organisasi
yang memproduksi produk tidak berwujud disebut organisasi jasa. Manajer dari kedua jenis
organisasi ini perlu mengetahui besar biaya setiap produk.
            Harga pokok produk yang akurat adalah penting untuk analisis profabilitas dan keputusan
strategis yang berkenaan dengan desain produk, penetapan harga, dan bauran produk. Biaya
setiap produk berlaku untuk produk berwujud dan tidak berwujud. Jadi, harga pokok produk
mengacu pada produk berwujud dan tidak berwujud.
1.      Biaya yang berbeda untuk tujuan yang berbeda
                Harga pokok produk (product cost) adalah pembebanan biaya yang mendukung tujuan
manajerial yang spesifik.  Arti  “harga pokok produk” bergantung pada tujuan manajerial yang
sedang berusaha dicapai. Hal ini mengilustrasikan prinsip manajemen biaya yang findamental,
yaitu “biaya yang berbeda untuk tujuan yang berbeda”. Rantai nilai internal perusahaan adalah
seperangkat aktivitas yang dibutuhkan untuk mendesain, mengembangkan, memproduksi,
memasarkan, mendistribusikan, dan melayani produk. Rantai nilai harga pokok diperoleh dengan
membebankan biaya dari berbagai aktivitas yang mendefenisikan rantai nilai, kemudian
membebankan biaya dari berbagai aktivitas itu pada produk. Jadi hanya aktivitas operasional
dalam rantai nilai (produksi, pemasaran, dan layanan pelanggan) ang penting, dan pembebanan
biaya aktivitas pada produk mendefenisikan harga pokok produk operasional.
2.      Harga pokok produk dan pelaporan keuangan Eksternal

            Salah satu tujuan utama manajemen biaya adalah perhitungan harga pokok produk untuk
pelaporan keuangan eksternal. Dalam perhitungan harag pokok produk, konvesi yang berlaku
secara eksternal menyatakan biaya dapat diklasifikasikan menurut tujuan khusus atau fungsi
yang hendak dicapai. Biaya dikelompokan dalam dua kategori fungsional utama: produksi dan
non produksi: biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan
penyediaan jasa. Biaya non produksi adalah biaya yang berkaitan dengan fungsi desain
pengembangan, pemasaran, distribusi, layanan pelanggan, dan administrasi umum. 
            Biaya non produksi dapat dibagi dalam kategori umum: biaya penjualan yang mencakup
biaya pemasaran, distribusi, dan layanan pelanggan; pembiayan administrasi yang mencakup
biaya desain, pengembangan dan administrasi umum.
Untuk barang berwujud, biaya produksi dan non produksi ering disebut sebagai biaya
manufaktur dan non manufaktur.
            Biaya produksi dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai bahan langsung, tenaga kerja
langsung, over head. Dalam pelaporan keuangan eksternal, hanya ketiga elemen biaya ini yang
dapat dibebankan pada produk.
a.       Biaya Langsung
   Biaya langsung adalah bahan yang dapat ditelusuri secara langsung pada barang atau jasa
yang sedang diproduksi. Biaya bahan ini dapat langsung dibebankan pada produk karena
pengamatan secara fisik dapat digunakan untuk mengukur kuantitas yang dikonsumsi setiap
produk bahan yang menjadi bagian produk berwujud atau bahan yang digunakan dalam
penyediaan jasa umumnya diklasifikasikan sebagai bahan langsung. Sebagai contoh, besi pada
mobil, kayu pada perabotan, alkohol pada parfum, kain pada jeans, kawat untuk operasi, peti
mati untuk jasa penguburan, dan makanan pada perusahaan penerbangan semuanya merupakan
bahan langsung.

b.      Tenaga kerja langsung


Tenaga kerja langsung adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang
manfaatnya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan
perusahaan. (Anwar, 2010)

Sepertinya halnya bahan langsung, pengamat secara fisik dapat digunakan dalam mengukur
kualitas karyawan yang terlibat dalam memproduksi suatu produk dan jasa. Karyawan yang
mengubah bahan baku menjadi produk atau menyediakan jasa kepada pelanggan diklasifikasikan
sebagai tenaga kerja langsung. Komponen biaya tidak langsung adalah biaya gaji & upah pekerja
tidak  langsung, tunjangan makanan& transportasi, lembur, BPJS, dan lain-lain. (wardoyo,
2016)   

c.       Over Head
Semua biaya produksi selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung dikelompokan
dalam satu kategori yang disebut overhead. Pada perusahaan manufaktur, overhead juga dikenal
sebagai beban pabrik (factory burden) atau overhead manufaktur (manufacturing overhead).
Kategori biaya overhead memuat berbagai hal. Selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung,
banyak masukan diperlukan untuk membuat produk. (Suedi, 2012)

Bahan langsung yang merupakan bagian tidak signifikan dari produk jadi umumnya
dimasukkan dalam kategori overhead sebagai jenis khusus dari bahan tidak langsung hal ini
dibenarkan atas dasar biaya dan kepraktisan. Biaya penelusuran lebih besar dibandingkan dengan
manfaat dari peningkatan keakuratan. Biaya lembur tenaga kerja langsung biasa juga dibebankan
pada overhead. Dasar pemikirannya adalah tidak semua operasi produksi tertentu secara khusus
dapat diidentifikasi sebagai penyebeb lembur. Oleh sebab itu, biaya lembur adalah hal yang
umum bagi semua operasi produksi sehingga merupakan biaya manufaktur tidak langsung. 

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa  Overhead Pabrik merupakan semua biaya-
biaya diluar biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung yang sulit ditelusuri atau
diidentifikasi dalam produk akhir. (Rahayu, 2015)

Sebagai contoh

d.      Biaya utama dan Konversi


Kombinasi dari berbagai biaya produksi mengarah pada konsep biaya konversi dan biaya
utama. Biaya utama (prine cost) adalah jumlah dari biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja
langsung. Biaya konversi (covertion cost) adalah jumlah dari biaya tenaga kerja langsung dan
biaya overhead. Untuk perusahaan manufaktur,biaya konversi bisa diinterpretasikan sebagai
biaya untuk mengonversi bahan baku menjadi produk akhir.

e.       Biaya penjualan dan Administrasi


Biaya nonproduksi terdiri atas dua kategori umum: biaya penjualan dan biaya administrasi.
Untuk pelaporan keuangan eksternal,biaya penjualan dan administrasi disebut biaya yang tidak
dapat diinventarisasi ataubiaya periode. Biaya yang tidak dapat diinventarisasi dibebankan dalam
periode waktu terjadinya. Jadi,biaya-biaya ini tidak ada satupun yang dapat dibebankan pada
produk atau muncul sebagai bagian dari nilai persediaan yang dilaporkan pada neraca.

Biaya-biaya yang diperlukan untuk memasarkan,mendistribusikan,dan melayani produk


atau jasa merupakan biaya pemasaran (penjualan). Biaya ini sering disebut sebagai biaya
mendapatkan pesanan (order getting cost)  dan biaya memenuhi pesanan (order filling cost).

Seluruh biaya yang berkaitan dengan penelitian,pengembangan dan administrasi umum


pada organisasi yang tidak dapat dibebankan pada pemasaran ataupun produksi,dikelompokkan
sebagai biaya administrasi. Administrasi umum bertanggung jawab dalam memastikan bahwa
berbagai aktivitas organisasi terintegrasi secara tepat sehingga misi perusahaan secara
keseluruhan dapat terealisasi. Biaya administrasi umum meliputi semua biaya dalam rangka
melaksanakan fungsi administrasi dan umum yaitu biaya dalam rangka penentuan strategi dan
kebijakkan, pengarahan, dan pengendalian kegiatan agar berdaya guna dan berhasil
guna. (Supriyono, 1999)

f.         Laporan Keuangan Eksternal


Demi memenuhi kebutuhan pelaporan eksternal,biaya-biaya diklasifikasikan berdasarkan
fungsi. Ketika menyusun laporan laba rugi,biaya produksi dipisahkan dari biaya penjualan dan
administrasi. Hal ini dilakukan karena biaya produksi dipandang sebagai harga pokok
produk,sedangkan biaya penjualan dan administrasi dipandang sebagai biaya periode. Jadi,biaya
produksi yang melekat pada produk yang terjua diakui sebagai beban atau harga pokok penjualan
pada laporan laba rugi. Biaya produksi yang melekat pada produk yang belum terjual dilaporkan
sebagai persediaan di neraca.

Beban penjualan dan administratif dianggap sebagai biaya periode dan harus dikurangi
setiap periode sebagai beban;hal ini tidak tampak pada neraca.

g.       Laporan Laba Rugi: Perusahaan Manufaktur


Laporan laba rugi berdasarkan klasifikasi fungsional pada perusahaan manufaktur.
Pemasukan yang dihitung menurut klasifikasi fungsional sering disebut sebagai perhitungan
pemasukan biaya absorpsi (full costing) karena semua biaya manufaktur dibebankan pada
produk.

Menurut pendekatan perhitungan biaya absorpsi, beban dipisahkan menurut fungsi, kemudian
dikurangi dari penjualan untuk menghasilkan laba sebelum pajak. Harga pokok penjualan (cost
of goods sold) adalah biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead yanag melekat
pada unit yang terjual. Untuk menghitung haraga pokok penjualan pertama-tama, harga pokok
produksi perlu ditentukan.
h.      Harga pokok produksi
Harga pokok produksi (cost of goods manufacture) mencerminkan tatal biaya barang yang
diselesaikan selama periode bejalan. Biasa yang hanya dibebankan pada barang yang
diselesaikan adalah biaya manufaktur dari bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan overhead.
Perincian dari pembebanan biaya ini diuraikan dalam daftar pendukung yang disebut sebagai
laporan harga pokok produksi. Jika harga pokok produksi adalah untuk produk tunggal, maka
biaya rata-rata perunit dapat dihitung dengan membagi harga pokok porduksi dengan unit yang
diproduksi.
Barang dalam proses (word in process) terdiri atas semua unit yang telah diselesaikan sebagian
dalam produksi pada titik waktu waktu tertentu. Barang dalam proses awal terdiri atas unit yang
diselesaikan sebagian dan telah ada pada awal periode. Barang dalam proses akhir terdiri atas
unit yang ada pada akhir periode.

Dalam laporan harga pokok produksi, biaya unit yng diselesaikan sebagian dilaporkan
sebagai biaya barang dalam proses awal dan biaya barang dalam proses akhir. Biaya barang
dalam proses awal mencerminkan biaya manufaktur yang tercatat dari periode sebelumnya,
sedangkan biaya dalam proses akhir mencerminkan biaya manufaktur yang akan dicatat pada
periode selanjutnya. Pada kedua kasus, tambahan biaya manufaktur harus dikeluarkan untuk
menyelesaikan unit-unit barag dalam proses. 

i.        Laporan laba rugi: perusahaan jasa


Pada perusahaan jasa, perhitungan jasa yang terjual berbeda dari biaya penjualan dalam
perusahaan manufaktur. Sebagaimana ditunjukan dalam laporan laba rugi tersebut, perusahaan
jasa tidak memiliki persediaan awal atau akhir barang jadi. Berbeda dari perusahaan manufaktur,
perusahaan jasa tidak memiliki persediaan barang jadi karena tidak mungkin menyimpan jasa.
Jadi, kalau dibandingkand dengan perusahaan manufaktur, biaya penjualan jasa dapat disamakan
dengan harga pokok produksi. 
E.     Sistem Akuntansi Manajemen (FBM vs ABM)
Sistem akuntansi manajemen dapat diklasifikasikan secara umum sebagai sistem berdasarkan
fungsi dan system berdasarkan aktivitas. Pendekatan berdasarkan fungsi dan aktivitas dapat
ditemukan dalam praktik nyata. System akuntansi manajemen berdasarkan fungsi (functional
based management - FBM) telah dikenal dari tahun 1900-an dan masih digunakan secara luas
dalam sektor manufaktur dan jasa.
 Sistem akuntansi manajemen berdasarkan aktifitas (activity based management – ABM)
merupakan sistem yang lebih baru (dikembangkan dalam tiga dekade terakhir). Sistem
manajemen biaya berdasarkan aktifitas juga digunakan secara luas dan pemanfaatan semakin
tinggi, khususnya di antara organisasi-organisasi yang memiliki beragam produk dan pelanggan,
produk yang lebih rumit, siklus waktu produk yang lebih pendek peningkatan persyaratan
kualitas, dan tekanan persaingan yang ketat. Contoh sistem berdasarkan aktifitas ditemukan
dalam industri medis (seperti rumah sakit dan laboratorium medis), industri kuangan (seperti
bank dan bursa saham), industri transportasi (seperti penerbangan dan kereta api), dan semua
jenis manufaktur (seperti perusahaan elektronik dan mobil).
Blocher et al (2011:12) menjelaskan 2 keunggulan ABM yaitu:
a)      Activity-Based Manajemen   mengukur efektivitas proses dan aktivitas bisnis kunci dan
mengidentifikasi proses dan aktivitas tersebut bisa diperbaiki unutk menurunkan biaya dan
meningkatkan nilai bagi pelanggan.
b)      Activity-Based Management memperbaiki fokus manajemen dengan cara mengalokasian sumber
daya untuk menambah nilai aktivitas kunci, pelanggan, dan metode untuk mempertahankan
keunggulan bersaing perusahaan. (Parengkuan, 2013)
Elemen utama dari model FBM adalah fungsi, sedangkan elemen utama dari model ABM
adalah aktifitas. Fungsi-fungsinya biasanya dikelompokkan dalam unit-unit organisasional,
seperti departemen dan pabrik (contohnya : teknik, pengendalian kualitas, dan perakitan adalah
fungsi-fungsi yang diatur dalam departemen). Aktifitas-aktifitas dengan tujuan umum
dikelompokkan bersama dalam suatu bentuk proses. Sebagai contoh, pembelian barang,
penerimaan barang, dan pembayaran barang yang diterima adalah aktifitas utama yang
menggambarkan proses pengadaan persediaan. Pengendalian tiap dimensi akan memberikan
pandangan mendalam yang signifikan atas perbedaan kedua model akuntansi manajemen
tersebut.
1.      Tinjauan biaya FBM
Dalam sistem akuntansi FBM, biaya-biaya bersumber daya dibebankan pada unit-unit yang
berfungsi, kemudian pada produk. Dalam pembebanan biaya, penelusuran langsung dan
penelusuran penggerak digunakan.
 Namun penelusuran pengerak dalam sistem FBM hanya menggunakan penggerak produksi
(tingkat unit) yang merupakan pengukuran konsumsi yang sangat berkolerasi dengan keluaran
produksi. Jadi unit-unit produksi produk atau penggerak yang sangat berkolerasi dengan unit-unit
yang produksi, seperti jam kerja dari tenaga kerja langsung, bahan langsung, dan jam kerja mesin
adalah hanya penggerak yang diasumsikan penting. Karena sistem FBM hanya menggunakan
penggerak yang berhubungan dengan fungsi produksi untuk membebani biaya, pendekatan
pembebanan biaya ini dianggap sebagai perhitungan biaya berdasarkan produksi atau fugsi
(functional based costing  – FBC).           Produksi atau penggerak tingkat unit dimana FBC
sering bergantung padanya adalah bukan satu-satunya penggerak yang menjelaskan hubungan
sebab-akibat. Selain penggerak produksi, penggerak yang mendeskripsikan hubungan sebab-
akibat dianggap sebagai penggerak tingkat non-unit. Sebagai contoh, penggerak produksi seperti
unit yang diproduksi atau jam kerja tenaga kerja langsung mungkin tidak memiliki hubungan
apapun dengan biaya pembelian bahan baku. Pada kenyataannya, jumlah pesanan pembelian bisa
menjadi ukuran yang tepat dari konsumsi tiap produk. Namun, biaya pembelian dalam sistem
FBC dibebankan dengan menggunakan suatu ukuran seperti unit yang diproduksi atau jam kerja
tenaga kerja langsung. Dalam hal ini, pembebanan biaya yang dibuat yang dibuat harus
diklasifikasikan sebagai alokasi (ingat kembali bahwa alokasi adalah pembebanan biaya
berdasarkan hubungan yang diasumsikan atau berdasarkan kemudahan). Lebih jauh lagi, jika
biaya tingkat non-unit seperti pembelian signifikan, perhitungan biaya berdasarkan asumsi dapat
dideskripsikan sebagai alokasi yang intensif.
2.      Tinjauan biaya ABM
Dalam perhitungan biaya berdasarkan aktifitas (activity based costing – ABC), biaya ditelusuri
hingga aktifitas, kemudian produk. Sebagaimana perhitungan biaya berdasarkan fungsi,
penelusuran langsung dan penelusuran penggerak digunakan. Namun, peranan penelusran
penggerak secara signifikan diperluas dengan mengidentifikasikan dan menggunakan penggerak
yang tidak berhubungan dengan volume produk yang diproduksi (penggerak berdasarkan non-
unit). Jadi, pembebanan biaya berdasarkan aktifitas menekankan pada penelusuran alokasi;
bahkan, bisa disebut sebagai penelusuran yang intensif.
             Penggunaan penggerak unit dan non-unit meningkatkan keakuratan pembebanan biaya,
kualitas keseluruhan, dan informasi biaya yang relevan. Sebagai contojh, pertimbangkanlah
pembebanan biaya dari aktifitas.”menggerakkan bahan mentah dan barang setengah jadi dari satu
titik ke titik lain dalam suatu pabrik”. Jumlah penggerak yang dibutuhkan untuk suatu produk
adalah ukuran yang jauh lebih baik dari permintaan produk untuk aktifitas penanganan bahan
dari pada jumlah unit yang diproduksi. Pada kenyataannya, jumlah unit yang diproduksi bisa jadi
tidak berpengaruh pada pengukuran permintaan produk untuk penanganan bahan. (satu
kelompok yang terdiri atas 10 unit bisa membutuhkan aktifitas penanganan bahan yang sama
dengan satu kelompok yang terdiri atas 100 unit).
3.      Tinjauan efesiensi operasional FBM
      Penyediaan informasi untuk perencanaan dan pengendalian adalah tujuan lain dari
akuntansi manajemen. Pendekatan manajemen berdasarkan fungsi untuk pengendalian
membebankan biaya pada unit organisasional, kemudian menuntut tanggung jawab manajer unit
organisasional untuk mengendalikan biaya yang dibebankan. Kinerja diukur dengan
membandingkan hasil aktual dengan standar atau hasil yang dianggarkan. Penekanannya adalah
ukuran keuangan dari kinerja (ukuran non-keuangan biasanya diabaikan). Manajer diberi
penghargaan berdasarkan kemampuan mereka untuk mengendalikan biaya. Jadi, pendekatan
berdasarkan fungsi menelusuri biaya individu yang bertanggung jawab atas biaya yang terjadi.
Sistem penghargaan digunakan untuk memotivasi individual ini untuk mengelola biaya dengan
meningkatkan efisiensi operasional unit organisasi mereka. Pendekatan ini menganggap bahwa
memaksimalkan kinerja organisasi secara keseluruhan tercapai dengan memaksimalkan kinerja
subunit organisasi individual (disebut sebagai pusat pertanggung jawaban).
4.      Tinjauan efesiensi operasional ABM
            Secara signifikan, sub sistem pengendalian berdasarkan aktifitas berbeda dengan sistem
berdasarkan fungsi. Penekanan berdasarkan fungsi adalah pada pengelolaan biaya. Akan tetapi,
muncul persetujuan bahwa aktifitas manajemen bukan biaya adalah kunci sukses pengendalian.
Manajemen berdasarkan aktifitas berfokus pada pengeloaan aktifitas dengan tujuan memperbaiki
nilai yang diterima pelanggan dan laba yang diterima dengan menyediakan nilai ini.
            Hal ini meliputi analisis penggerak, analisis aktifitas, dan evaluasi kinerja, serta
penggunaan perhitungan biaya berdasarkan aktifitas sebagai sumber informasi utama. Tinjauan
proses berkaitan dengan identifikasi faktor-faktor penyebab biaya suatu aktifitas (menjelaskan
penyebab munculnya biaya), apa yang telah dilakukan (mengidentifikasi aktifitas), serta evaluasi
kinerja pekerjaan hasil yang dicapai (seberapa baik aktifitas dikerjakan). Jadi pengendalian
berdasarkan aktifitas membtuthkan informasi yang terperinci mengenai aktifitas.
            Pendekatan baru ini berfokus pada akuntabilitas dari aktifitas daripada biaya, dan
menekankan maksimalisasi kinerja sistem secara luas daripada kinerja individu. Aktifitas lintas
fungsi dan garis dapertemen adalah sistem meluas dalam fokus tertentu pendekatan global untuk
mengendalikannya. Intinya, bentuk pengendalian ini mengakui bahwa memaksimalkan efisiensi
dari sub unit individual tidak selalu mengarah pada efisiensi maksimum untuk sitem secara
keseluruhan. Pendekatan signifikan berdasarkan aktifitas, ukuran keuangan dan non-keuangan
kinerja adalah penting.

       
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
            Biaya adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau
jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa depan bagi organisasi. Objek biaya
(Cost Object) adalah berbagai produk, jasa, pelanggan, aktivitas, atau unit organisasi dimana
biaya dibebankan untuk beberapa tujuan manajemen tertentu.
            Pembebanan biaya secara akurat pada objek biaya sangatlah penting. Keakuratan tidak
dievaluasi berdasarkan pengetahuan tentang biaya yang “sebenarnya”. Keakuratan adalah suatu
konsep yang relative dan harus dilakukan secara wajar dan logis terhadap penggunaan metode
pembebanan biaya. Tujuannya adalah engukur dan membebankan biaya dari sumber daya yang
dikonsumsi objek biaya sebaik mungkin.Penelusuran penggerak (driver tracing) adalah
penggunaan penggerak untuk membebankan biaya pada objek biaya. Di dalam konteks
pembebanan biaya, penggerak adalah factor penyebab yang dapat diamati dan factor penyebab
yang mengukur komsumsi sumber daya objek biaya. Biaya tidak langsung adalah biaya-biaya
yang tidak dapat dibebankan pada objek-objek biaya, baik dengan menggunakan penelusuran
langsung maupun penggerak.
            Hal ini berarti tidak ada hubungan sebab-akibat antara biaya dan objek biaya., atau
penelusuran tidak layak dilakukan secara ekonomi. Pembebanan biaya tidak langsung pada objek
biaya disebut alokasi. Karena tidak terdapat hubungan sebab-akibat, pengalokasian biaya tidak
langsung didasarkan pada kemudahan atau beberapa asumsi yang berhubungan.
Sistem akuntansi manajemen dapat diklasifikasikan secara umum sebagai sistem berdasarkan
fungsi dan system berdasarkan aktivitas. Pendekatan berdasarkan fungsi dan aktivitas dapat
ditemukan dalam praktik nyata. System akuntansi manajemen berdasarkan fungsi (functional
based management - FBM) telah dikenal dari tahun 1900-an dan masih digunakan secara luas
dalam sektor manufaktur dan jasa.
           
            Sistem akuntansi manajemen berdasarkan aktifitas (activity based management – ABM)
merupakan sistem yang lebih baru (dikembangkan dalam tiga dekade terakhir). Sistem
manajemen biaya berdasarkan aktifitas juga digunakan secara luas dan pemanfaatan semakin
tinggi, khususnya di antara organisasi-organisasi yang memiliki beragam produk dan pelanggan,
produk yang lebih rumit, siklus waktu produk yang lebih pendek peningkatan persyaratan
kualitas, dan tekanan persaingan yang ketat.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, K. (1997 ). Akuntansi manajemen . jakarta : PT RajaGrafindo Persada.


Anwar, C. (2010). Harga pokok produksi dalam kaitannya dengan penentuan harga jual untuk
pencapaian target laba analisis. jurnal akuntansi & keuangan , 83.
Blocher, d. (2013). Manajemen biaya. Buku 1 Edisi kelima . Jakarta : Salemba Empat .
Don R. Hansen, M. M. (2009). akuntansi manajerial . jakarta : salemba empat .
Moniaga, R. (2014). Alokasi Biyaa bersama dalam menentukan laba bruto per produk . Jurnal
Emba Vol.2 No 2 , 734.
Parengkuan, M. (2013). indentifikasi non value added activity melalui ABM untuk
meningkatkan efisiensi hotel Sedona manado. Jurnal Emba Vol 1 No 3 , 111.
Rahayu, Y. (2015). Analisis pembebanan biaya overhead pabrik terhadap harga jual
produk . Ecodemika, Vol III.No.2 , 552.
Suedi, B. (2012). peranan akuntansi manajemen dalam pengambilan keputusan
manajerial. Jurnal STIE semarang Vol.4 No2 , 82.
Supriyono. (1999). akuntansi manajemen 1. Yogyakarta: BPFE- YOGYAKARTA.
wardoyo, D. u. (2016). analisis perhitungan harga pokok produksi dan penentuan harga jual atas
produk . jurnal riset manajemen dan bisnis Vol.1 No 2 , 187.

Anda mungkin juga menyukai