PRAKTIKUM BIOKIMIA
Disusun Oleh :
Kelompok 6
2021/2022
A. JUDUL PRAKTIKUM
Adapun praktikum yang akan kami lakukan berjudul “Uji Kualitatif Karbohidrat”.
B. TUJUAN PRAKTIKUM
Nama karbohidrat berasal dari bahasa Latin, yaitu “karbon” yang berarti mengandung
unsur karbon (C) dan “hidrat” yang berarti air (H₂O). Walaupun pada kenyataannya senyawa
karbohidrat tidak mengandung senyawa air, tetapi kata karbohidrat tetap digunakan selain nama
sakarida. Jadi karbohidrat merupakan atom karbon yang terhidrasi. Secara umum rumus empiris
karbohidrat dikenal sebagai (CH2O)n. Karbohidrat atau disebut juga sebagai hidrat arang
merupakan senyawa yang memiliki peran struktural dan metabolik yang sangat penting bagi
makhluk hidup.
Pada umumnya karbohidrat merupakan zat padat berwarna putih yang sukar larut dalam
pelarut organik, tetapi larut dalam pelarut air (kecuali beberapa sakarida). Sebagian besar
karbohidrat dengan berat molekul yang rendah, manis rasanya. Karena itu, digunakan juga
istilah gula untuk zat – zat yang tergolong karbohidrat.
1. Monosakarida
Monosakarida terdiri dari 2 kata, yaitu “Mono” yang berarti satu dan “Sakarida” yang
berarti gula. Jadi “Monosakarida” adalah molekul gula tunggal, yang merupakan karbohidrat
paling sederhana karena tidak dapat dihidrolisis menjadi bentuk karbohidrat yang lebih
sederhana lagi. Monosakarida merupakan senyawa terkecil dalam golongan karbohidrat dan
berperan sebagai monomer penyusun senyawa yang lebih kompleks. Beberapa jenis
monosakarida yang banyak ditemui, yaitu ribose, deoksiribosa, fruktosa, dan galaktosa.
2. Disakarida
Disakarida terdiri dari 2 kata, yaitu “Di” yang berarti dua dan “Sakarida” yang berarti gula.
Jadi “Disakarida” adalah molekul gula ganda dan merupakan karbohidrat yang tersusun atas
dua molekul monosakarida. Pada umumnya disakarida mudah larut dalam air dan
mempunyai rasa manis. Contoh disakarida yaitu maltosa, laktosa, dan sukrosa.
3. Oligosakarida
Oligosakarida merupakan senyawa karbohidrat yang tersusun atas tiga hingga sepuluh
molekul monosakarida. Oligosakarida sukar dicerna oleh tubuh. Contoh oligosakarida yaitu
rafinosa dan stakiosa.
4. Polisakarida
Polisakarida terdiri dari 2 kata, yaitu “Poli” yang berarti banyak dan “Sakarida” yang berarti
gula. Jadi “Polisakarida” adalah molekul besar yang terdiri dari banyak gula dan merupakan
polimer alam yang tersusun atas unit-unit monosakarida membentuk rantai panjang melalui
reaksi kondensasi. Umumnya, polisakarida mempunyai molekul yang besar dan lebih
kompleks disbanding monosakarida, disakarida, maupun oligosakarida. Ada dua golongan
polisakarida yaitu homopolisakarida dan heteropolisakarida. Homopolisakarida adalah
polisakarida yang hanya mengandung satu jenis monosakarida, missal pati, glikogen, dan
selulosa. Sedangkan heterosakarida mengandung beberapa jenis monosakarida, seperti kitin.
Untuk menguji kandungan karbohidrat secara kualitatif, dapat dilakukan dengan beberapa
metode pengujian, seperti :
1. Uji Bennedict
Tujuan dari uji Bennedict adalah untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam larutan
sampel. Prinsip dari uji ini adalah gugus aldehid atau keton bebas pada gula reduksi yang
terkandung dalam sampel mereduksi ion Cu2+ dari CuSO4.5H2O daalam suasan alkalis menjadi
Cu+ yang mengendap menjadi Cu2O. Suasana alkalis diperoleh dari Na2CO3 dan Na sitrat yang
terdapat pada reagen Bennedict. Pada uji ini menghasilkan endapan merah bata yang menandakan
adanya gula pereduksi pada sampel. Endapan yang terbentuk dapat dapat berwarna hijau, kuning
atau merah bata tergantung pada konsentrasi gula reduksinya. (Kusbandari, 2015).
2. Uji Molisch
Tujuan dari uji Molisch adalah membuktikan adanya karbohidrat secara kualitatif. Uji
Molisch dilakukan dengan cara mencampurkan sampel dengan pereaksi Molisch.Selanjutnya
campuran tersebut dicampurkan asam sulfat pekat. Uji positif adanya karbohidrat ditandai dengan
adanya cincin berwarna ungu. Identifikasi karbohidrat ini didasarkan pada reaksi hidrolisis
karbohdirat yang menghasilkan monosakarida. Dehidrasi pentose oleh asam sulfat menghasilkan
furfural, sedangkan dehidrasi heksosa menghasilkan hidroksi metil furfural. Senyawa furfural
tersebut akan bereaksi dengan αnaftol membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. (Margono et
al, 2019).
3. Uji Saliwanof
Tujuan dari uji Saliwanof adalah untuk mengetahui adanya ketosa (fruktosa) atau
membedakan antara glukosa dengan fruktosa. Fruktosa dalam sampel akan didehidrasi oleh HCl
pekat menghasilkan hidroksimetil furfural dengan menambahkan resorsinol akan menghasilkan
senyawa kompleks berwarna merah. Reaksi HCl dengan glukosa tidak menghasilkan warna merah
(Margono et al, 2019).
4. Uji Fehling
Preaksi Fehling ditambahkan karbohidrat pereduksi, kemudian di panaskan, akan terjadi
perubahan warna dari biru → hijau → kuning → kemerah-merahan dan akhirnya terbentuk endapan
merah bata kupro oksida bila jumlah karbohidratpereduksi banyak. Pada reaksi ini, karbohidrat
pereduksi akan di ubah menjadi asam onat yang membentuk garam karna adanya basa, sedangkan
pereaksi Fehling akan mengalami reduksi sehingga Cu2+ diubah menjadi Cu+ (Hanum, 2017).
5. Uji Tollens
Pereaksi Tollens dibuat dengan mereaksikan larutan perak nitrat dengan larutan ammonium
hidroksida secara perlahan seingga endapan yang mula-mula terbentuk larut. Bila karbohidrat
pereduksi dipanaskan dengan pereaksi tollens dalam tabung reaksi maka akan terbentuk lapian tipis
menyerupai cermin pada bagian bawah tabung percobaan. Pada proses ini, karbohidrat pereduksi
dioksidasi menjadi asam onat yang segera membentuk garam ammonium, sedangkan pereaksi
tollens direduksi sehingga dibebaskan logam perak yang segera melekat pada bagian bawah dinding
tabung percobaan berupa lapisan tipis menyerupai cermin. (Hanum, 2017).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Uji Bennedict
a. ALAT
• Tabung reaksi
• Gelas ukur
• Pipet tetes
• Penjepit tabung reaksi
• Penangas Bunsen
b. BAHAN
• Larutan glukosa
• Larutan sukrosa
• Larutan laktosa
• Larutan fruktosa
• Larutan maltose
• Reagen Benedict
2. Uji Molisch
a. ALAT
• Tabung reaksi
• Gelas ukur
• Pipet tetes
b. BAHAN
• Larutan glukosa 1%
• Larutan sukrosa 1%
• Larutan laktosa 1%
• Larutan fruktosa 1%
• Larutan maltose 1%
• Reagen molisch 1%
• Asam sulfat pekat 1%
3. Uji Saliwanof
a. ALAT
• Tabung reaksi
• Gelas ukur
• Pipet tetes
• Penjepit tabung reaksi
• Penangas Bunsen
b. BAHAN
• Larutan glukosa 1%
• Larutan fruktosa 1%
• Reagen Saliwanof
4. Uji Osazon
a. ALAT
• Tabung reaksi
• Gelas ukur
• Pipet tetes
• Penjepit tabung reaksi
• Mikroskop
b. BAHAN
• Larutan glukosa 1%
• Larutan sukrosa 1%
• Larutan laktosa 1%
• Larutan fruktosa 1%
• Larutan maltose 1%
• Reagen Osazon
5. Uji Fehling
a. ALAT
• Tabung reaksi
• Gelas ukur
• Pipet tetes
• Penjepit tabung reaksi
• Penangas Bunsen
b. BAHAN
• Larutan glukosa 1%
• Larutan sukrosa 1%
• Larutan laktosa 1%
• Larutan fruktosa 1%
• Larutan maltose 1%
• Reagen Fehling A dan Fehling B
6. Uji Tollens
a. ALAT
• Tabung reaksi
• Gelas ukur
• Pipet tetes
• Penjepit tabung reaksi
b. BAHAN
• Larutan glukosa 1%
• Larutan sukrosa 1%
• Larutan laktosa 1%
• Larutan fruktosa 1%
• Larutan maltose 1%
• Reagen Tollens
7. Uji Nylanders
a. ALAT
• Tabung reaksi
• Gelas ukur
• Pipet tetes
• Penjepit tabung reaksi
b. BAHAN
• Larutan glukosa 1%
• Larutan sukrosa 1%
• Larutan laktosa 1%
• Larutan fruktosa 1%
• Larutan maltose 1%
• Reagen Nylanders
E. CARA KERJA
1. Uji Bennedict
Lalu dengan menggunakan penjepit tabung reaksi, panaskan tabung reaksi di atas
pembakar spirtus secara hati-hati sampai mendidih, atau dalam penangas air hingga
mendidih selama 5 menit
2. Uji Molisch
3. Uji Saliwanoff
4. Uji Osazon
5. Uji Fehling
6. Uji Tollens
7. Uji Nylanders
1. Uji Bennedict
No Bahan Hasil Gambar
1. Larutan Glukosa + Reagen - Setelah pembakaran
Bennedict berwarna orange
kecoklatan dan tidak ada
endapan.
- Sebelum pembakaran
berwarna biru dan tidak
ada endapan.
2. Uji Molisch
No Bahan Hasil Gambar
1. Larutan Glukosa 1% + Reagen - Sebelum ditambahkan
Molisch 1% + Asam Sulfat reagen Molisch berwarna
Pekat 1% putih bening.
- Setelah ditambahkan
reagen Molisch berwarna
pink.
- Setelah ditambahkan
asam sulfat berubah
menjadi warna hijau
toska dan ada cincin
berwarna cokelat
2. Larutan Sukrosa 1% + Reagen - Sebelum ditambah
Molisch 1% + Asam Sulfat reagen berwarna bening.
Pekat 1% - Setelah ditambahkan
reagen menjadi warna
pink.
- Setelah ditambahkan
asam sulfut menjadi
warna hijau kehitaman
dan terdapat cincin.
3. Uji Saliwanoff
No Bahan Hasil Gambar
1. Larutan Glukosa 1% + Reagen - Sebelum dipanaskan
Saliwanof warna kuning bening.
- Setelah dipanaskan
perubahan warna yaitu
tetap kuning.
6. Uji Tollens
No Bahan Hasil Gambar
1. Larutan Glukosa 1% + Reagen - Setelah ditambahkan
Tollens reagen tidak berubah
warna.
-Setelah pemanasan
terdapat endapan perak
kehitaman.
7. Uji Nylanders
No Bahan Hasil Gambar
1. Larutan Glukosa 1% + Reagen Setelah penambahan
Nylanders reagen nylanders yaitu
berwarna hitam dan tidak
ada endapan.
2. Larutan Sukrosa 1% + Reagen Setelah penambahan
Nylanders reagen tidak terjadi
perubahan setelah
dipanaskan menajdi
kuning.
Pada praktikum kali ini kami melakukan praktikum uji kualitatif karbohidrat. Karbohidrat
merupakan suatu senyawa yang terdiri atas atom karbon, hidrogen, dan oksigen dengan rasio 1:2:1.
Karbohidrat merupakan zat padat berwarna putih yang sukar larut dalam pelarut organik, tetapi larut
dalam pelarut air (kecuali beberapa sakarida). Sebagian besar karbohidrat dengan berat molekul
yang rendah, manis rasanya. Di praktikum ini, Ada lima macam pengujian yang kami lakukan
untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa karbohidrat. Adapun diantaranya adalah uji Bennedict,
uji Molisch, uji Saliwanof, uji Fehling, dan uji Tollens.
1. Uji Bennedict
Tujuan dari uji Bennedict adalah untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam larutan
sampel. Hasil positif pada uji ini menghasilkan endapan merah bata yang menandakan adanya gula
pereduksi pada sampel, endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata
tergantung pada konsentrasi gula reduksinya. Pada uji bennedict ini adapun sampel yang kami
gunakan adalah glukosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan sukrosa. Pada pengujian bennedict dengan
glukosa mendapatkan hasil berwarna oranye kecoklatan dsn tidak ada endapan , pada pengujian
bennedict dengan fruktosa mendapatkan hasil berwarna oranye kecoklatan dan tidak ada endapan,
pada uji bennedict dengan maltose mendapatkan hasil berwarna merah bata dan tidak ada endapan,
pada pengujian Benedict dengan laktosa mendapatkan hasil berwarna hijau kecoklatan dan tidak
ada endapan, dan pada pengujian benedict dengan sukrosa mendapat hasil berwarna biru dan tidak
ada endapan. Pada pengujian Bennedict yang kami lakukan sudah sesuai dengan literatur.
2. Uji Molisch
Tujuan dari uji Molisch adalah untuk membuktikan adanya karbohidrat secara kualitatif, uji
positif adanya karbohidrat ditandai dengan adanya cincin berwarna ungu. Adapun sampel yang
kami gunakan pada uji ini, yaitu larutan glukosa 1%, larutan fruktosa 1%, larutan maltosa 1%,
larutan laktosa 1%, dan larutan sukrosa 1%. Pada uji Molisch dengan larutan glukosa 1% yang
ditambahkan reagen molish warnanya pink dan setelah ditambahkan asam sulfat berubah menjadi
warna hijau toska dan ada cincin berwarna coklat. Pada uji Molisch dengan larutan fruktosa 1%
setelah ditambah reagen molish menghasilkan warna pink dan setelah ditambahkan asam sulfat
berubah menjadi warna hijau tua dan ada pembatas. Pada uji Molisch dengan larutan maltosa 1%
pada saat ditambahkan reagen menghasilkan warna pink dan setelah ditambahkan asam sulfat
menghasilkan warna hijau tua. Pada uji Molisch dengan larutan laktosa 1% setelah ditambahkan
reagen molish mendapat warna pink dan setelah ditambahkan asam sulfat berwarna coklat dan tidak
ada pembatasnya. Pada uji Molisch dengan larutan sukrosa 1% setalah ditambahkan reagen molish
berwana pink dan setelah penambahan asam sulfat berubah menjadi warna hijau kehitaman dan
terdapat cincin. Pada pengujian ini hasil positif yang sesuai dengan literatur hanya pengujian pada
semua sampel.
3. Uji Saliwanof
Tujuan dari uji Saliwanof adalah untuk mengetahui adanya ketosa (fruktosa) atau
membedakan antara glukosa dengan fruktosa. Adapun sampel yang kami gunakan adalah larutan
glukosa 1% dan larutan fruktosa 1%. Pada uji saliwanof dengan larutan glukosa 1% pada saat
ditambahkan reagen menghasilkan warna kuning bening dan pada uji saliwanof dengan larutan
fruktosa 1% yang ditambah dengan reagen mendapatkan hasil larutan berwarna merah oranye. Jika
dibandingkan dengan literatur yang kami gunakan, maka hasil uji yang kami dapatkan telah sesuai.
4. Uji Osazon
Uji Osazon memiliki prinsip reaksi aldosa atau ketosa dengan hidrazin untuk
membentuk hidrazon. Dengan hidrazin yang berlebih, akan terbentuk produk oksidasi
hidrazon. Tahap berikutnya ialah reaksi ketosa atau aldehida hidrazon dengan fenilhidrazin
yang membentuk osazon. Osazon yang terbentuk ditunjukkan dengan terbentuknya Kristal .
Adapun sempel yang kami gunakan adalah larutan glukosa 1% mendapatkan hasil terdapat endapan
yang terlihat dari mikroskop yaitu ada kristal, kemudian menggunakan larutan sukrosa 1%
mendapatkan hasil tidak terbentuk endapan dan saat dilihat di mikroskop tidak ada Kristal,
kemudian pada larutan laktosa 1% mendapatkan hasil tidak terbentuk endapan dan pada saat di
mikroskop tidak terdapat ada kristal, pada larutan fruktosa 1% mendapatkan hasil terbentuknya
endapan yang dilihat dari mikroskop yaitu ada kristal, dan yang terakhir menggunakan larutan
maltose 1% mendapatkan hasil yaitu tidak terbentuk endapan dan saat di mikroskop tidak ada
kristal. Jika dibandingkan dengan literatur yang kami gunakan, maka hasil yang kami dapatkan ada
yang tidak sesuai literatur karena saat proses pengujian ada kendala saat mereaksikan larutannya.
5. Uji Fehling
Uji Fehling memiliki prinsip yaitu gugus aldehida dan keton bebas dalam molekul
karbohidrat dapat mereduksi Cu2+ yang terdapat dalam pereaksi Fehling menjadi Cu+ berupa
endapan merah Cu2O. Pereaksi Fehling ditambahkan karbohidrat pereduksi, kemudian dipanaskan,
akan terjadi perubahan warna dari biru → hijau → kuning → kemerah-merahan dan akhirnya
terbentuk endapan merah bata kupro oksida bila jumlah karbohidrat pereduksi banyak. Adapun
sampel yang kami gunakan adalah larutan glukosa 1%, larutan sukrosa 1%, larutan laktosa 1%,
larutan fruktosa 1%, larutan maltose 1%. Pada uji Fehling dengan menggunakan larutan glukosa 1%
akan mendapatkan hasil setelah ditambahkan reagen Fehling A menjadi biru muda dan setelah
ditambahkan reagen Fehling B menjadi hijau. Kemudian dengan menggunakan larutan sukrosa 1%
akan mendapatkan hasil yaitu setelah penambahan reagen Fehling A menjadi biru muda dan setelah
ditambahkan reagen Fehling B menjadi biru tua. Kemudian dengan menggunakan larutan laktosa
1% akan mendapatkan hasil yaitu setelah penambahan reagen Fehling A menjadi biru muda dan
setelah penambahan reagen Fehling B menjadi hijau muda. Selanjutnya dengan menggunakan
larutan fruktosa 1% akan mendapatkan hasil yaitu setelah penambahan reagen Fehling A menjadi
biru muda dan setelah penambahan reagen Fehling B menjadi coklat dan terdapat endapan. Yang
terakhir dengan menggunakan larutan maltose 1% akan mendapatkan hasil yaitu setelah
penambahan reagen Fehling A menjadi biru muda dan setelah penambahan reagen Fehling B tetap
menjadi biru muda. Jika dibandingkan dengan literatur yang kami gunakan, maka hasil yang kami
dapatkan sesuai dengan literatur karena saat proses pengujian tidak ada kesalahan dan kendala saat
mereaksikan larutannya.
6. Uji Tollens
Uji Tollens memiliki fungsi yaitu agar kita bisa membedakan yang mana aldehid dan yang
mana keton, karena Aldehid dan keton ialah keluarga dari senyawa organik yang merasuk kedalam
kehidupan sehari-hari kita. Adapun sampel yang kami gunakan adalah larutan glukosa 1%, larutan
sukrosa 1%, larutan laktosa 1%, larutan fruktosa 1%, larutan maltose 1%. Pada uji Tollen dengan
menggunakan larutan glukosa 1% akan mendapatkan hasil setelah ditambahkan reagen tidak
berubah warna, dan setelah pemanasan terdapat endapan perak kehitaman. Kemudian dengan
menggunakan larutan sukrosa 1% akan mendapatkan hasil yaitu setelah penambahan reagen tidak
terjadi perubahan warna tetapi Ketika dipanaskan menjadi kuning negative. Dengan menggunakan
larutan laktosa 1% akan mendapatkan hasil yaitu setelah penambahan reagen tidak ada perubahan
warna dan ketika dipanaskan berwarna perak kehitaman. Selanjutnya dengan menggunakan larutan
fruktosa 1% akan mendapatkan hasil yaitu setelah penambahan reagen tidak ada perubahan warna
dan ketika dipanaskan berwarna perak kehitaman. Yang terakhir dengan menggunakan larutan
maltose 1% akan mendapatkan hasil yaitu setelah penambahan reagen tidak ada perubahan warna
dan ketika dipanaskan akan berwarna perak kehitaman. Jika dibandingkan dengan literatur yang
kami gunakan, maka hasil uji yang kami dapatkan telah sesuai.
7. Uji Nylanders
Uji Nylanders bertujuan untuk mengidentifikasi adanya gugus pereduksi pada sakarida berjenis
aldosa yang dapat teroksidasi menjadi asam karboksilat jika direaksikan dengan reagen Nylanders,
namun pada ketosa tidak termasuk gugus pereduksi karena hanya memiliki gugus keton yang tidak
dapat teroksidasi lagi. Hasil positif adanya gugus pereduksi adalah terbentuknya larutan berwarna
hitam yang merupakan hasil reduksi NBB (Raras, 2010). Adapun sampel yang kami gunakan
adalah larutan glukosa 1%, larutan sukrosa 1%, larutan laktosa 1%, larutan fruktosa 1%, larutan
maltose 1%. Pada uji Nylanders dengan menggunakan larutan glukosa 1% akan mendapatkan hasil
setelah ditambahkan reagen menjadi berwarna hitam dan tidak adanya endapan. Kemudian dengan
menggunakan larutan sukrosa 1% akan mendapatkan hasil yaitu setelah penambahan reagen tidak
terjadi perubahan warna namun setelah dipanaskan menjadi kuning. Dengan menggunakan larutan
laktosa 1% akan mendapatkan hasil yaitu setelah penambahan reagen menjadi coklat muda dan
tidak ada endapan. Selanjutnya dengan menggunakan larutan fruktosa 1% akan mendapatkan hasil
yaitu setelah penambahan reagen menjadi hitam dan tidak ada endapan. Yang terakhir dengan
menggunakan larutan maltose 1% akan mendapatkan hasil yaitu setelah penambahan reagen
menjadi coklat muda dan tidak ada endapan. Jika dibandingkan dengan literatur yang kami
gunakan, maka hasil uji yang kami dapatkan telah sesuai.
H. KESIMPULAN
Jadi pada uji kualitatif karbohidrat ini kami melakukan lima macam pengujian, yakni uji
Bennedict, uji Molisch, uji Saliwanoff, uji Fehling, dan uji Tollens. Uji Benedict, Fehling, dan
Tollens dilakukan untuk menguji gula preduksi (glukosa, fruktosa, maltose dan laktosa).
Sedangkan uji Molisch dapat digunakan untuk menguji seluruh jenis karbohidrat. Dan yang
terakhir adalah uji Saliwanoff yang digunakan untuk membedakan antara glukosa dan fruktosa.
Pada uji kualitatif karbohidrat ini, hasil pengamatan yang kami lakukan sesuai dengan literatur
dan ada juga yang tidak sesuai. Kemungkinan besar hal ini dapat terjadi akibat dari kesalahan
cara kerja yang kami lakukan pada saat praktikum pengujian sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Hanum, Galuh Ratmana. 2017. Buku Ajar Biokimia Dasar. Sidoarjo : UMSIDA Press.
Kusbandari, Aprilia. 2015. Analisis Kualitatif Kandungan Sakarida Dalam Tepung dan Pati Umbi
Margono, Narum Yuni, Risha Rahmawati & Annik Qurniawati. (2019). PR Kimia untuk SMA/MA
Rahmadina. (2019). Modul Ajar Biokimia dalam Kehidupan. Medan : Fakultas Sains dan
Teknologi,
Wibawa, Anak Agung Putu Putra. (2017). Diktat Mata Kuliah Biokimia Karbohidrat. Denpasar :
Yusuf, Yusnidar. (2018). Modul Kimia Pangan dan Gizi. EduCenter Indonesia. ISBN 978-602-
52823-4-8.
Raras, Hayu Ajeng Anggana, dkk. 2010. Uji Kualitatif Karbohidrat. Yogyakarta : Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma
LAMPIRAN
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM BIOKIMIA
Disusun Oleh :
Kelompok 6
2021/2022
PRAKTIKUM BIOKIMIA ACARA 5
UJI KUALITATIF LIPID
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu melakukan uji kelarutan lipid pada beberapa macam pelarut.
2. Mahasiswa mampu melakukan uji derajat ketidakjenuhan asam lemak.
3. Mahasiswa mampu melakukan uji adanya lemak dalam suatu larutan
B. DASAR TEORI
Kata lipid berasal dari Bahasa Yunani “lipos” yang berarti lemak. Lipid merupakan
sekelompok senyawa heterogen yang terdiri dari lemak, minyak, dan steroid. Para ahli biokimia
mengelompokkan lemak dan senyawa organik mirip dengan lemak ke dalam golongan lipid.
Kesepakatan ini telah disetujui oleh International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC)
(Margono, dkk., 2019). Penyusun utama lipida adalah trigliserida, yaitu ester gliserol dengan tiga
asam lemak yang bisa beragam jenisnya. Penyusun lipid lainnya berupa gliserida, monogliserida,
asam lemak bebas, lilin (wax), dan juga kelompok lipida sederhana yang mengandung komponen
asam lemak seperti derivative senyawa terpenoid/isoprenoid serta derivative steroida (Mamuaja,
2017).
Lipid memiliki sifat yaitu larut dalam pelarut nonpolar contohnya eter dan kloroform serta
tidak larut dalam air. Namun asam lemak, fosfolipid, sfingolipid dan kolesterol mengandung gugus
polar, sehingga dapat bersifat amfipatik yaitu dapat larut dalam air dan larut dalam lemak. Asam
lemak di dalam tubuh terutama terdapat sebagai ester dalam minyak dan lemak alami. Asam lemak
yang terdapat di dalam lemak alami mengandung atom karbon berjumlah genap dapat mengandung
ikatan tunggal (jenuh) atau mengandung ikatan satu atau lebih ikatan rangkap (tidak jenuh)
(Murray, dkk., 2012).
Berikut merupakan beberapa fungsi dari lipid :
1. Penyimpan energi.
2. Transportasi metabolik sumber energi.
3. Struktur dasar atau komponen utama membran semua jenis sel.
4. Pelindung organ tubuh dan alat angkut vitamin larut lemak
5. Pembentukan sel dan sumber asam lemak esensial (Hidayanto, 2017).
Berdasarkan kerangka dasarnya, lipid dapat diklasifikasikan menjadi berikut (Mamuaja, 2017).
1. Lipid Sederhana
Lipid sederhana merupakan lipid yang tersusun dari ester asam lemak dengan berbagai
alkohol.
a. Lemak (fat) merupakan ester asam lemak dengan gliserol.
b. Minyak (oil) adalah lemak dalam keadaan cair
c. Wax (malam) merupakan ester asam lemak dengan alkohol.
2. Lipid Kompleks
Berbeda dengan lipid sederhana, lipid kompleks merupakan ester asam lemak yang
mengandung gugus-gugus selain alkohol dan asam lemak, seperti fosfolipid dan glikolipid.
Fosfolipid adalah lipid yang mengandung suatu residu asam fosfor, sedangkan glikolipid
adalah lipid yang mengandung asam lemak, sfingosin, dan karbohidrat.
Berdasarkan ikatan penyusunnya lipid dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1. Lipid Jenuh
Lipid jenuh yaitu lipid yang tidak memiliki ikatan rangkap atau dalam arti lain struktur lipid
ini memiliki ikatan tunggal.
2. Lipid Tak Jenuh
Lipid tak jenuh yaitu lipid yang strukturnya memiliki ikatan rangkap.
Untuk menguji kandungan lipid secara kualitatif, dapat dilakukan dengan beberapa metode
pengujian, seperti :
Lipid tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut lemak, seperti : eter, kloroform, dan
benzena (Mardiyah, dkk., 2019).
Uji ini digunakan untuk mengidentifikasi bahan makanan yang mengandung lemak. Jika
terbukti bahan makanan tersebut mengandung lemak, maka ia akan berwarna transparan
(Hidayanto, 2017).
3. Uji Penyabunan
Sabun mempunyai sifat menurunkan tegangan permukaan air. Hal ini tampak dari timbulnya
busa apabila sabun dilarutkan dalam air dan diaduk (Mardiyah, dkk., 2019).
Sabun digunakan sebagai bahan pembersih kotoran, terutama kotoran yang bersifat lemak
atau minyak, karena sabun dapat mengemulsikan lemak atau minyak. Sehingga sabun dapat
berfungsi sebagai emulgator (Mardiyah, dkk., 2019).
5. Uji Salkowski
Uji ini digunakan untuk mengidentifikasi kolesterol. Apabila dalam sampel mengandung
kolesterol, maka lapisan kolesterol di bagian atas menjadi berwarna merah dan asam sulfat
terlihat berubah menjadi kuning dengan warna fluoresens hijau (Mamuaja, 2017).
C. ALAT DAN BAHAN
a. Uji Kelarutan Lipid Pada Beberapa Macam Pelarut
Alat :
Tabung reaksi, Gelas ukur, Pipet tetes
Bahan :
Minyak goreng, Mentega, Kloroform, Eter, Aquadest, NaOH 1N, Alkohol 96%, Bensin
b. Uji Adanya Lemak Dalam Suatu Larutan
Alat:
Tabung reaksi, Gelas ukur, Pipet tetes, Kertas minyak
Bahan:
Minyak goreng, Minyak kelapa, Eter
c. Uji Penyabunan
Alat :
Tabung reaksi, Gelas ukur, Pipet tetes, Penangas air
Bahan :
Minyak kelapa, NaOH 0,5 N, Aquadest, Alkohol 96%, NaCl jenuh
d. Uji Menunjukkan Sifat Sabun Sebagai Emulgator
Alat :
Tabung reaksi, Gelas ukur, Pipet tetes, Penangas Bunsen
Bahan :
Minyak kelapa, Na2CO3, Aquadest
e. Uji Salkowski
Alat :
Tabung reaksi, Gelas ukur, Pipet tetes, Vortex
Bahan :
Kuning telur, Kloroform, H2SO4
D. CARA KERJA
1. Uji Kelarutan Lipid Pada Beberapa Macam Pelarut
Tabung 1 : 1 mL NaOH
Tabung 2 : 1 mL aquadest
2. 1 mL minyak Larut
goreng + 1mL eter
Berwarna Kuning
Bening
3. 1 mL minyak Tidak Larut
goreng + 1mL
aquadest
Terdapat 2 lapisan,
yaitu minyak diatas
dan aquadest
dibawah
5. 1 mL minyak Larut
goreng + 1mL
alkohol 96%
Berwarna Kuning
Keruh
6. 1 mL minyak Larut
goreng + 1mL
bensin
Berwarna Bening
Kehijauan.
b. Sampel Mentega
No. Perlakuan Hasil percobaan Gambar
1. 1 mL mentega + Larut
1mL klorofom
Berwarna Kuning
2. 1 mL mentega + Larut
1mL eter
Berwarna Kuning
Terdapat 2 fase,
yaitu minyak diatas
dan aquadest
dibawah.
Terdapat 2 fase,
yaitu minyak diatas
dan NaOh dibawah.
5. 1 mL mentega + Larut
1mL alkohol 96%
Berwarna Kuning
6. 1 mL mentega + Larut
1mL bensin
Berwarna Hijau
Kekuningan.
2. Uji Adanya Lemak Dalam Suatu Larutan
No. Perlakuan Hasil Percobaan
1. 2 mL eter + 2 mL Ada noda pada
minyak goreng kertas minyak.
- Setelah dipanaskan
menghasilkan busa
dan larut.
- Setelah
ditambahkan
Na2CO3 terdapat 2
fase dan adanya busa
- Setelah di vortex
menghasilkan 2 fase
dan tidak ada busa
dan bau minyak
kelapa
5. Uji Salkowski
No. Perlakuan Hasil Percobaan Gambar
1. 0,5 mL kuning telur -Setelah telur
+ 1 mL kloroform + ditambah 1 ml
1 mL H2SO4 kloroform
menghasilkan warna
kuning butek karena
tidak mengandung
kolesterol.
- Setelah
ditambahkan 1 ml
H2S04
menghasilkan warna
kuning keruh.
-Setelah di vortex
menghasilkan warna
kuning cerah.
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami melakukan praktikum uji kualitatif lipid. Lipid atau sering
disebut sebagai lemak merupakan sekelompok senyawa heterogen yang terdiri dari lemak, minyak,
dan steroid. Lipid memiliki sifat yaitu larut dalam pelarut nonpolar contohnya eter dan kloroform
serta tidak larut dalam air. Berdasarkan ikatan penyusunnya, lipid dapat dibedakan menjadi lipid
jenuh (lipid yang tidak memiliki ikatan rangkap atau dalam arti lain struktur lipid ini memiliki
ikatan tunggal) dan lipid tak jenuh (lipid yang strukturnya memiliki ikatan rangkap). Selain itu lipid
juga dapat dibagi berdasarkan kerangka dasarnya, yakni : lipid sederhana (lipid yang tersusun dari
ester asam lemak dengan berbagai alkohol) dan lipid kompleks (ester asam lemak yang
mengandung gugus-gugus selain alkohol dan asam lemak).
Pada praktikum ini, ada lima macam pengujian yang kami lakukan untuk mengidentifikasi
keberadaan senyawa lipid. Adapun kelima uji itu adalah : uji kelarutan lipid pada beberapa macam
pelarut, uji adanya lemak dalam suatu larutan, uji penyabunan, uji menunjukkan sifat sabun sebagai
emulgator, dan uji Salkowski.
3. Uji Penyabunan
Proses hidrolisis lemak menggunakan basa akan menghasilkan gliserol dan garam
asam lemak atau sabun. Proses hidrolisis ini merupakan reaksi antara lemak dengan basa
alkali (NaOH atau KOH) dinamakan dengan reaksi penyabunan atau saponifikasi. Lemak
yang digunakan untuk membuat sabun, pada umumnya berasal dari asam lemak palmitat.
Sabun mempunyai sifat menurunkan tegangan permukaan air (surfaktan). Hal ini tampak
dari timbulnya busa apabila sabun dilarutkan dalam air dan diaduk. Pada saat praktikum uji
penyabunan ini, didapatkan hasil pada tabung reaksi pertama yaitu minyak kelapa + NaOH
+ alkohol 96% mendapatkan hasil yaitu mengandung busa dan larut. Sedangkan pada tabung
reaksi yang kedua yaitu pada minyak kelapa + aquadest + alkohol 96% mendapatkan hasil
mengandung busa dan terdapat 2 fase. Hal ini menandakan bahwa hasil yang kami dapatkan
sudah sesuai dengan literatur.
5. Uji Salkowski
Uji Salkowski merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk mengidentifikasi
keberadaan kolesterol. Kolesterol dilarutkan dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume
yang sama ditambahkan asam sulfat. Asam sulfat berfungsi sebagai pemutus ikatan ester
lipid. Apabila dalam sampel terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di bagian atas
menjadi berwarna merah dan asam sulfat terlihat berubah menjadi kuning dengan warna
fluorosens hijau. Hasil yang kami dapatkan ketika praktikum, yakni sampel (kuning telur)
setelah dilarutkan dalam kloroform dan ditambahkan dengan asam sulfat yaitu tidak
memperlihatkan hal yang serupa sesuai dengan teori. Hal ini karena hasil yang kami
dapatkan pada sampel yaitu berwarna kuning butek, mungkin saja hal ini terjadi karena pada
telur tidak mengandung kolesterol dan bisa saja pada saat melalukan percobaan kami terlalu
sedikit memasukkan sampel kuning telurnya kedalam tabung reaksi. Namun hasil akhir
setelah di vortex menghasilkan warna kuning cerah dan sesuai dengan literatur atau teori.
G. KESIMPULAN
Pada uji kualitatif lipid ini, kami melakukan lima macam pengujian, yakni : uji uji kelarutan
lipid pada beberapa macam pelarut, uji adanya lemak dalam suatu larutan, uji penyabunan, uji
menunjukkan sifat sabun sebagai emulgator, dan uji Salkowski. Secara keseluruhan, hampir semua
hasil yang didapatkan ketika praktikum telah sesuai dengan apa yang tercantum pada literatur atau
teori yang didapatkan. Namun ada juga hasil pengujian yang masih kurang sesuai. Hal ini dapat
disebabkan oleh karena kesalahan cara kerja, maupun masih kurangnya ilmu yang dimiliki oleh
kami selaku praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiyah, Siti, Baterun Kunsah, Nastiti Kartika rini dan Rinza Rahmawati Samsudin. (2019).
Petunjuk Praktikum Biokimia. Surabaya : Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surabaya.
Hidayanto, Ariyo Prabowo. (2017). Modul Praktikum Biokimia. Jakarta : Universitas Esa Unggul.
Margono, Narum Yuni, Risha Rahmawati & Annik Qurniawati. (2019). PR Kimia untuk SMA/MA
Kelas XII. Yogyakarta : Intan Pariwara.
Murray, R.K., Bender, D.A., Botham, K.M., Kennelly, P.J., Rodwell, V.W. and Weil, P.A., (2012),
Alih Bahasa Manurung, L.M. dan Mandera, L.I., Biokimia Harper, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
LAMPIRAN
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM BIOKIMIA
Disusun Oleh :
Kelompok 6
2022/2023
PRAKTIKUM BIOKIMIA ACARA 7
UJI KUALITATIF PROTEIN
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Dapat membuktikan sifat fisika dan kimia protein.
B. DASAR TEORI
Protein berasal dari kata latin proteios yang berarti pertama atau sesuatu yang terpenting
dalam kehidupan. Protein merupakan senyawa organik bagian dari protoplasma dinding sel dan
organel sel tumbuhan tumbuhan dan hewan. Senyawa ini menyusun sekitar 20% berat kering sel
hewan dan manusia (Sakdiah, 2019).
Sifat, bentuk, dan ciri khas protein sebagai suatu kelompok senyawa biologi ditemukan oleh
komposisi kimianya. Komposisi dan tata urutan asam amino, sebagai satuan dasar penyusun protein,
menentukan bentuk ruang (konformasi) protein. Bentuk ruang ini sangat penting dalam aktivitas dan
fungsi protein. Secara umum, komposisi unsur protein terdiri atas 50% karbon (C), 7% hidrogen (H),
16% nitrogen (N), 0-3% sulfur (S), dan 0-3% fosfor (P). terdapat unsur nitrogen (N) yang merupakan
ciri khas molekul protein (Sakdiah, 2019).
Protein adalah makromolekul yang kompleks secara fisik dan fungsional yang berperan
penting dalam tubuh makhluk hidup. Protein memiliki empat urutan struktur protein yaitu struktur
primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Protein merupakan rangkaian asam amino yang disebut
polipeptida yang melaksanakan sebagian besar fungsi di dalam sel (Sisimindari, 2015).
Asam amino penyusun protein terdiri atas 20 jenis asam amino. Suatu protein tersusun dari
satu atau lebih polipeptida seperti hemoglobin dan insulin. Pada dasarnya, struktur suatu asam amino
terdiri atas gugus α-amino, α-karboksil, α-karbon dan gugus R yaitu suatu rantai panjang. Terdapat
dua bentuk asam amino yaitu bentuk netral dengan gugus NH2 dan COOH serta bentuk zwitterionic
yang memiliki muatan positif dan negatif dalam satu molekul (Sisimindari, 2015).
Gugus R menentukan karakter dari asam amino sehingga juga akan menentukan karakter dari
protein. Oleh adanya gugus R yang bermacam-macam, maka ada empat macam golongan protein
yaitu asam amino hidrofobik dengan gugus R yang nonpolar, asam amino polar dengan gugus R yang
netral, asam amino bermuatan positif memiliki gugus R bermuatan positif pada pH fisiologi dan asam
amino bermuatan negatif memiliki gugus R bermuatan negatif pada pH fisiologi (Sisimindari, 2015).
Untuk menguji kandungan protein secara kualitatif, dapat dilakukan dengan beberapa metode
pengujian, seperti :
1. Uji Millon
Jika sampel protein dipanaskan dengan merkuri nitrat (Hg(NO3)2), lalu ditambah asam
nitrit akan terbentuk cincin yang berwarna merah. Uji ini untuk mengetahui adanya asam
amino dengan gugus fenol. (Margono, 2019)
2. Uji Biuret
Jika sampel protein ditambah beberapa tetes CuSO4 dan NaOH akan berwarna merah
muda sampai ungu. Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya ikatan peptida (Margono,
2019).
3. Uji pengendapan dengan alkohol
Uji ini merupakan pengujian untuk denaturasi protein. Denaturasi protein ditandai dengan
adanya endapan atau penggumpalan protein yang disebut koagulasi. Penambahan alkohol
pada protein dapat merusak ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen yang dimaksud berada di
antara gugus amida dalam struktur sekunder protein. Penambahan asam kuat dan basa
kuat akan mengganggu jembatan garam dengan adanya muatan ionik (Margono, 2019).
Alat:
Tabung reaksi, Gelas ukur, Pipet tetes, Penjepit tabung reaksi, Penangas Bunsen
Bahan:
Putih telur ayam, Putih telur bebek, Ekstrak tempe, Ekstrak tahu, HCl 0,1 M, NaOH 0,1
M, Buffer asetat 1 M (pH 4,7), Etanol 95%
D. CARA KERJA
1. Uji Millon
Siapkan 4 tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan
kering masing-masing 5 mL putih telur ayam, putih telur bebek, ekstrak tempe
dan ekstrak tahu
Amati perubahan warna yang terjadi, apakah terbentuk endapan atau tidak dan
bandingkan kecepatan perubahannya
2. Uji Biuret
Siapkan 4 tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan
kering masing-masing 5 mL putih telur ayam, putih telur bebek, ekstrak tempe
dan ekstrak tahu
Amati perubahan warna yang terjadi, apakah terbentuk endapan atau tidak dan
bandingkan kecepatan perubahannya
Siapkan 4 tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan
kering masing-masing 5 mL putih telur ayam, putih telur bebek, ekstrak tempe
dan ekstrak tahu
Amati perubahan warna yang terjadi, apakah terbentuk endapan atau tidak dan
bandingkan kecepatan perubahannya
1. Uji Millon
2. Uji Biuret
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami melakukan praktikum uji kualitatif protein. Protein adalah
makromolekul yang kompleks secara fisik dan fungsional yang tersusun dari berbagai asam amino
dan berperan penting dalam tubuh makhluk hidup, yang mana senyawa ini bertindak dalam menyusun
sekitar 20% berat kering sel hewan dan manusia. Protein memiliki beragam fungsi, yakni dapat
menjadi katalisator, berperan dalam pengaturan gen dan hormon, bertindak dalam memproteksi
tubuh, serta sebagai transport. Pada praktikum ini, terdapat tiga macam pengujian yang kami lakukan
untuk mengidentifikasi keberadaan senyawa protein. Adapun ketiga uji tersebut adalah : uji Millon,
uji Biuret, dan uji pengendapan dengan alkohol.
1. Uji Millon
Prinsip dalam uji millon ini adalah merkuro atau merkuri nitrat yang terdapat dalam pereaksi
Millon apabila ditambahkan pada larutan protein yang mengandung tirosin akan menghasilkan
endapan putih. Jika dipanaskan, maka akan terbentuk warna merah bata. Hal ini dapat terjadi karena
merkuri yang bereaksi dengan gugus fenol pada tirosin akan membentuk senyawa yang berwarna.
Oleh karena itu, pada dasarnya reaksi ini digunakan untuk mendeteksi senyawa fenol (Mardiyah,
dkk., 2019).
Hasil pengujian dalam percobaan yang kami lakukan pada keempat sampel (putih telur bebek,
putih telur ayam, ekstrak tempe dan ekstrak tahu) adalah semua menghasilkan endapan putih, serta
terjadi perubahan warna larutan menjadi berwarna merah bata. Yang mana warna merah paling pekat
terdapat pada sampel putih telur bebek, kemudian diikuti oleh putih telur ayam, selanjutnya pada
ekstrak tempe dan warna merah yang paling muda terdapat pada ekstrak tahu. Urutan di atas sejalan
dengan kecepatan terjadinya endapan pada sampel, yakni sampel putih telur bebek yang paling cepat
mengendap dan yang paling lambat adalah sampel ekstrak tahu. Apabila hasil praktikum ini
dibandingkan dengan apa yang tertulis dalam literatur, maka didapatkan makna bahwa sampel putih
telur bebek, putih telur ayam, ekstrak tempe dan ekstrak tahu mendapatakan hasil yang positif yaitu
mengandung senyawa protein yang mengandung tirosin. Maka dalam percobaan uji millon hasil yang
didapatkan sudah sesuai dengan literatur.
2. Uji Biuret
Prinsip dalam uji ini adalah protein memiliki ikatan peptida yang bereaksi positif dengan reagen
Biuret. Ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein dan polipeptida dalam larutan bersuasana alkali
atau basa akan berwarna lembayung bila direaksikan dengan Cu2+ dalam reagen Biuret. Reaksi ini
tidak terjadi pada makromolekul yang lain (Mardiyah, dkk., 2019).
Hasil pengujian dalam percobaan yang kami lakukan pada keempat sampel yaitu putih telur
bebek, putih telur ayam, ekstrak tempe, dan ekstrak tahu adalah semua menghasilkan endapan putih,
serta terjadi perubahan warna larutan menjadi berwarna ungu muda. Yang mana warna ungu paling
pekat terdapat pada sampel putih telur bebek, kemudian diikuti oleh putih telur ayam, selanjutnya
pada ekstrak tempe dan warna ungu yang paling muda terdapat pada ekstrak tahu. Sama halnya pada
uji Millon, kecepatan pengendapan yang paling cepat terdapat pada sampel putih telur bebek dan
yang paling lambat adalah pada sampel ekstrak tahu. Apabila hasil praktikum ini dibandingkan
dengan apa yang tertulis dalam literatur, maka didapatkan makna bahwa sampel putih telur bebek,
putih telur ayam, ekstrak tempe dan ekstrak tahu mendapatkan hasil yang positif yaitu mengandung
protein. Maka dalam percobaan uji biuret hasil yang didapatkan sudah sesuai dengan literatur.
Prinsip dalam uji ini adalah etanol absolut bersifat kuat menarik air (higroskopis). Penambahan
etanol absolut pada suatu larutan protein akan menyebabkan molekul air yang berinteraksi dengan
molekul protein melalui ikatan hidrogen ditarik oleh etanol. Akibatnya, molekul-molekul protein
beragregasi satu sama lain sehingga membentuk endapan. Bila agregat partikel protein tersebut
dibiarkan bersentuhan dengan etanol untuk waktu yang lama, maka endapan yang terbentuk tidak
dapat dilarutkan lagi sehingga denaturasi yang terjadi bersifat irreversible (Mardiyah, dkk., 2019).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penambahan etanol dapat menyebabkan
denaturasi pada larutan yang mengandung protein. Selain karena penambahan alkohol, pH ekstrem
juga dapat menyebabkan protein mengalami denaturasi. Penambahan HCl yang bertindak sebagai
asam kuat menyebabkan pH larutan protein menjadi asam, sehingga dapat memungkinkan larutan
protein akan mengalami denaturasi. Denaturasi ini ditampilkan melalui terbentuknya endapan pada
larutan protein. Namun, endapan yang terbentuk masih sebagian. Hasil yang kami peroleh pada
keempat sampel putih telur bebek, putih telur ayam, ekstrak tempe dan ekstrak tahu, semuanya
mendapatkan hasil positif yaitu terbentuk endapan berwarna putih. Sehingga dapat diartikan bahwa,
sampel telah mengalami denaturasi. Maka dalam percobaan ini hasil yang kami peroleh sudah sesuai
dengan literatur.
Selain mereaksikan etanol dengan asam kuat, pada pengujian ini juga mereaksikan etanol dengan
basa kuat yakni NaOH. Penambahan NaOH yang bertindak sebagai basa kuat menyebabkan pH
larutan protein menjadi basa, sehingga dapat memungkinkan larutan protein akan mengalami
denaturasi. Sama seperti sebelumnya, denaturasi ini ditampilkan melalui terbentuknya endapan pada
larutan protein. Namun, endapan yang terbentuk masih sebagian. Hasil yang kami peroleh pada
keempat sampel yaitu putih telur bebek, putih telur ayam, ekstrak tempe dan ekstrak tahu, semuanya
mendapatkan hasil yang positif yaitu terbentuk endapan berwarna putih. Sehingga dapat diartikan
bahwa, sampel telah mengalami denaturasi. Maka dalam percobaan ini hasil yang kami peroleh sudah
sesuai dengan literatur.
Penambahan etanol dan buffer asetat pada keempat sampel larutan protein yaitu putih telur bebek,
putih telur ayam, ekstrak tempe dan ekstrak tahu menyebabkan timbulnya endapan putih. Endapan
putih yang timbul menandakan bahwa larutan protein mengalami denaturasi. Hal ini disebabkan
karena buffer asetat sangat kuat mempertahankan pH nya pada pH 4,7 sehingga merusak
keseimbangan zwitter ion ke kondisi asam di bawah titik isoelektrik.
G. KESIMPULAN
Pada uji kualitatif protein ini, kami melakukan tiga macam pengujian yakni : uji millon, uji
biuret, dan uji pengendapan dengan alkohol. Uji millon dilakukan untuk menguji apakah ada/tidak
senyawa protein yang mengandung tirosin pada sampel, uji biuret dilakukan spesifik pada senyawa
protein saja sebab prinsip dari uji ini yang hanya bereaksi positif jika sampel mengandung ikatan
peptida di dalamnya, dan yang terakhir adalah uji pengendapan dengan alkohol yang berdasar pada
konsep denaturasi protein. Dan secara keseluruhan, semua hasil yang kami dapatkan ketika
melakukan uji kualitatif protein ini telah sesuai dengan apa yang tertulis dalam literatur.
DAFTAR PUSTAKA
Mardiyah, Siti, Baterun Kunsah, Nastiti Kartika Rini & Rinza Rahmawati Samsudin. 2019. Petunjuk
Praktikum Biokimia. Surabaya : Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Margono, Narum Yuni, Risha Rahmawati & Annik Qurniawati. (2019). PR Kimia untuk SMA/MA
Kelas XII. Yogyakarta : Intan Pariwara.
Sakdiah, Siti Hajar, Al-Azhar, Sofia & Juwita. 2019. Modul Kegiatan Praktikum Biokimia. Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Sisimindari, Rumiyati, Jenie, R.I. dan Meiyanto, E., 2015, Biokimia Farmasi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
PRAKTIKUM BIOKIMIA
Disusun Oleh :
Kelompok 6
2022/2023
A. TUJUAN PRAKTIKUM
B. DASAR TEORI
Urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dari
dalam tubuh melalui proses urinasi. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti
racun atau obat-obatan dari dalam tubuh (Washudi, et al, 2016). Ekskresi urin diperlukan untuk
membuang molekul-molekul sisa yang terdapat di dalam darah yang akan disaring oleh ginjal, serta
untuk menjaga homeostasis cairan tubuh (Wibawa, 2016). Urinalisis adalah pemeriksaan sampel
urin yang bertujuan untuk skrining, diagnosis evaluasi berbagai jenis penyakit ginjal, infeksi saluran
kemih, batu ginjal, serta memantau perkembangan penyakit seperti diabetes mellitus dan hipertensi,
dan juga skrining terhadap status kesehatan umum (Santhi, et al, 2016).
Pemeriksaan glukosa dalam urin dengan uji Bennedict memanfaatkan sifat glukosa sebagai gula
pereduksi. Prinsip pemeriksaan uji Bennedict yakni glukosa dalam urin akan mereduksi cuprisulfat
menjadi cuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari larutan Bennedict. Hasil positif
ditampilkan dengan adanya kekeruhan dan perubahan warna dari semula berwarna biru menjadi
hijau kekuningan sampai merah bata. Kelebihan dari metode ini adalah biayanya yang lebih murah,
serta membutuhkan jumlah urin yang lebih sedikit (Gandasoebrata, 2008). Sedangkan kelemahan
yang dimiliki metode ini yakni jumlah reagen yang dibutuhkan lebih banyak, dibutuhkan waktu
yang cukup lama untuk dapat memperoleh hasil, serta metode ini bersifat tidak spesifik untuk
mendeteksi glukosa dalam urin saja (Mayangsari, 2008).
Berikut merupakan interpretasi hasil uji glukosa urin dengan metode Bennedict (Gandasoebrata
dalam Priadi, et al, 2017).
Pemeriksaan protein dalam urin dengan uji Biuret memanfaatkan prinsip bahwa protein
memiliki ikatan peptida yang bereaksi positif dengan reagen Biuret. Ikatan-ikatan peptida yang
menyusun protein dan polipeptida dalam larutan dengan suasana alkali akan berwarna lembayung
bila direaksikan dengan Cu2+ dalam reagen Biuret. Reaksi ini tidak terjadi pada makromolekul yang
lain (Mardiyah, et al, 2019).
Tabung reaksi, Gelas ukur, Pipet tetes, Penjepit tabung reaksi, Penangas air
Bahan:
Bahan :
D. CARA KERJA
Siapkan 1 tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan
kering masing-masing 5 mL urin segar
Selanjutnya tambahkan 2 mL reagen Benedict ke dalam masing – masing
tabung reaksi
Amati perubahan warna yang terjadi, apakah terdapat endapan atau tidak
dan bandingkan kecepatan perubahannya
Siapkan 1 tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan
kering masing-masing 5 mL urin segar
Amati perubahan yang terjadi, apakah terbentuk endapan atau tidak dan
bandingkan kecepatan perubahannya
3. TABEL PENGAMATAN
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan reagen
benedict urin bewarna biru.
Setelah urin dipanaskan urin
bewarna biru kehijauan dan
ada endapan (positif samar)
kadar glukosa yang
terkandunng 0,5%
- Replikasi 2 - Replikasi 2
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan reagen
benedict urin bewarna biru.
Setelah urin dipanaskan urin
bewarna biru kehijauan dan
ada endapan (positif samar)
kadar glukosa yang
terkandunng 0,5%
- Replikasi 2 - Replikasi 2
Setelah ditambahkan reagen
benedict urin bewarna biru.
Setelah urin dipanaskan urin
bewarna biru kehijauan dan
ada endapan (positif samar)
kadar glukosa yang
terkandunng 0,5%
Jadi hasil replikasi tidak didapatkan
perubahan.
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan reagen
benedict urin bewarna biru.
Setelah urin dipanaskan urin
bewarna biru kehijauan dan
ada endapan (positif samar)
kadar glukosa yang
terkandunng 0,5%
- Replikasi 2 - Replikasi 2
Setelah ditambahkan reagen
benedict urin bewarna biru.
Setelah urin dipanaskan urin
bewarna biru kehijauan dan
ada endapan (positif samar)
kadar glukosa yang
terkandunng 0,5%
Jadi hasil replikasi tidak didapatkan
perubahan.
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan reagen
benedict urin bewarna biru.
Setelah urin dipanaskan urin
bewarna biru kehijauan dan
ada endapan (positif samar)
kadar glukosa yang
terkandunng 0,5%
- Replikasi 2
- Replikasi 2
Setelah ditambahkan reagen
benedict urin bewarna biru.
Setelah urin dipanaskan urin
bewarna biru kehijauan dan
ada endapan (positif samar)
kadar glukosa yang
terkandunng 0,5%
Jadi hasil replikasi tidak didapatkan
perubahan.
5 mL urin segar E + 2 Sebelum ditambahkan Reagen - Replikasi 1
mL reagen Benedict benedict urin bewarna kuning
bening.
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan reagen
benedict urin bewarna biru.
Setelah urin dipanaskan urin
bewarna biru dan ada
endapan (negatif) kadar
glukosa yang terkandunng
0%
- Replikasi 2
- Replikasi 2
Setelah ditambahkan reagen
benedict urin bewarna biru.
Setelah urin dipanaskan urin
bewarna biru dan ada
endapan (negatif) kadar
glukosa yang terkandunng
0%
Jadi hasil replikasi tidak didapatkan
perubahan.
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan reagen
benedict urin bewarna biru.
Setelah urin dipanaskan urin
bewarna biru dan ada
endapan (negatif) kadar
glukosa yang terkandung 0%
- Replikasi 2 - Replikasi 2
Setelah ditambahkan reagen
benedict urin bewarna biru.
Setelah urin dipanaskan urin
bewarna biru dan ada
endapan (negatif) kadar
glukosa yang terkandunng
0%
Jadi hasil replikasi tidak didapatkan
perubahan.
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
- Replikasi 2
- Replikasi 2
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
Jadi hasil replikasi tidak
didapatkan perubahan.
- Replikasi 2 - Replikasi 2
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
Jadi hasil replikasi tidak
didapatkan perubahan.
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
- Replikasi 2 - Replikasi 2
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
Jadi hasil replikasi tidak
didapatkan perubahan.
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
- Replikasi 2
- Replikasi 2
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
Jadi hasil replikasi tidak
didapatkan perubahan.
Sebelum ditambahkan Reagen
5 mL urin segar E + 2 mL biuret urin bewarna kuning - Replikasi 1
reagen Biuret bening.
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
- Replikasi 2 - Replikasi 2
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
Jadi hasil replikasi tidak
didapatkan perubahan.
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
- Replikasi 2
Setelah ditambahkan - Replikasi 2
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
Jadi hasil replikasi tidak
didapatkan perubahan.
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
- Replikasi 2
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
Jadi hasil replikasi tidak
didapatkan perubahan.
Sebelum ditambahkan Reagen
5 mL urin segar cup B + 2 mL biuret urin bewarna kuning
reagen Biuret bening.
- Replikasi 1
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
- Replikasi 2
Setelah ditambahkan
reagen biuret urin
bewarna kuning bening
(negatif). Kadar protein
0%
Pada praktikum kali ini, kami melakukan praktikum uji glukosa dan protein dalam urin.
Glukosa adalah senyawa golongan karbohidrat yang merupakan sumber energi utama bagi makhluk
hidup karena glukosa berasal dari proses fotosintesis yang mengonversi energi matahari menjadi
energi kimia (Sismindari, 2015). Sedangkan protein merupakan suatu makromolekul yang
kompleks secara fisik dan fungsional yang tersusun dari berbagai asam amino dan berperan penting
dalam tubuh makhluk hidup, yang mana senyawa ini bertindak dalam menyusun sekitar 20% berat
kering sel hewan dan manusia (Sakdiah, 2019). Protein memiliki beragam fungsi utama, yakni
dapat menjadi katalisator, berperan dalam pengaturan gen dan hormon, bertindak dalam
memproteksi tubuh, serta sebagai transport (Wahjuni, 2014).
Pada praktikum ini, untuk mengidentifikasi keberadaan glukosa di dalam urin maka dilakukan
dengan uji Benedict, dan untuk mengidentifikasi keberadaan protein di dalam urin dilakukan dengan uji
Biuret .
1. Uji Benedict
Prinsip pemeriksaan uji Benedict ini adalah glukosa dalam urin akan mereduksi cuprisulfat
menjadi cuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari larutan Benedict. Hasil positif
ditampilkan dengan adanya kekeruhan dan perubahan warna dari semula berwarna biru menjadi
hijau kekuningan sampai merah bata (Gandasoebrata, 2008). Apabila warna hasil campuran urin
dengan reagen Benedict berwarna biru, maka kadar glukosa di dalam urin 0%, apabila berwarna
hijau maka kadar glukosa di dalam urin 0,5%, apabila berwarna hijau kecokelatan maka kadar
glukosa di dalam urin 1%, apabila berwarna kuning maka kadar glukosa di dalam urin 1,5%, dan
apabila berwarna merah bata maka kadar glukosa di dalam urin 2% Gandasoebrata dalam Priadi, et
al, 2017). ). Pada cara kerja dalam uji ini setelah dimasukan 5 mL urine dan 2 mL reagen setelah itu
dipanaskan, tujuan dari pemanasan ini untuk mempercepat hasil reaksinya.
Hasil pengujian yang kami peroleh pada sampel urin A menunjukkan bahwa warna campuran
urin dengan reagen Benedict adalah berwarna hijau, serta terdapat endapan sehingga sampel urin A
positif mengandung glukosa dengan kadar yang dapat diperkirakan sekitar 0,5%. Sampel urin B
menunjukkan warna yaitu warna hijau dan terdapat endapan sehingga sampel urin B positif
mengandung glukosa dengan kadar 0,5%. Sampel urin C menunjukkan warna yaitu menjadi warna
hijau, serta terdapat endapan, sehingga sampel urin C samar positif mengandung glukosa dengan
kadar yang dapat diperkirakan adalah sekitar 0,5%.
Sampel urin D menunjukkan warna yaitu warna hijau, serta terdapat endapan, sehingga sampel
urin D positif mengandung glukosa dengan kadar 0,5%. Pada sampel urin E menunjukkan warna
yaitu warna biru, serta terdapat endapan, sehingga sampel urin E negatif tidak mengandung glukosa
dengan kadar 0%. Dan yang terakhir, urin F menunjukkan warna yaitu warna biru, serta terdapat
endapan, sehingga sampel urin E negatif tidak mengandung glukosa dengan kadar 0%. Percobaan
ini dilakukan sebanyak 2 replikasi. Selanjutnya, untuk mengetahui kevalidan hasil ada/tidaknya
glukosa di dalam sampel urin, bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan klinis lebih lanjut. Sebab, salah
satu kelemahan yang dimiliki oleh uji Benedict adalah metode ini bersifat tidak spesifik untuk
mendeteksi glukosa dalam urin saja (Mayangsari, 2008). Sehingga masih ada kemungkinan hasil
bias yang didapatkan pada saat praktikum.
2. Uji Biuret
Prinsip dalam uji ini adalah protein memiliki ikatan peptida yang bereaksi positif dengan reagen
Biuret. Ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein dan polipeptida dalam larutan bersuasana
alkali atau basa akan berwarna lembayung bila direaksikan dengan Cu2+ dalam reagen Biuret.
Reaksi ini tidak terjadi pada makromolekul yang lain (Mardiyah, et al, 2019). Pada uji ini kami
melakukan 2 kali replikasi disetiap urine yang kami uji. Dan pada cara kerja dalam uji ini setelah
dimasukan 5 mL urine dan 2 mL reagen.
Hasil pengujian yang kami peroleh pada kelima sampel urin A, urin B, urin C, urin D, urin E,
tidak ada satupun sampel urin yang menghasilkan endapan maupun mengalami perubahan warna
antara urin dengan reagen Biuret menjadi berwarna ungu. Sehingga kelima sampel urin tersebut
negatif mengandung protein di dalamnya.
Hal ini juga membuktikan bahwa glomerulus (salah satu bagian dalam ginjal) yang dimiliki
oleh urin A, urin B, urin C, urin D, dan urin E masih dikatakan berfungsi dengan baik, karena pada
dasarnya urin manusia yang normal akan terbebas dari protein dan eritrosit (Guyton C, 2014).
3. Uji Benedict Dan Uji Biuret Pada Urin Orang A Dan Orang B
Selanjutnya dilakukan pengujian dengan sampel urin orang A dan orang B dimana saat
pengujian urin orang A dengan reagen Benedict mendapatkan hasil berwarna biru, dan tidak ada
endapan sehingga sampel urin orang A negatif, tidak mengandung glukosa dengan kadar 0%.
Selanjutnya dengan melakukan pengujian dengan reagen Biuret mendapatkan hasil berwarna
kuning bening, dan tidak ada endapan sehingga sampel urin orang A negatif, tidak mengandung
protein dengan kadar 0%.
b. Uji sampel urin orang B
Kemudian pada orang B saat pengujian urin orang B dengan reagen Benedict juga
mendapatkan hasil berwarna hijau, dan ada endapan sehingga sampel urin orang B positif,
mengandung glukosa dengan kadar 0,5 - 1%. Selanjutnya dengan melakukan pengujian dengan
reagen Biuret mendapatkan hasil berwarna kuning bening, dan tidak ada endapan sehingga
sampel urin orang B negatif, tidak mengandung protein dengan kadar 0%.
4. Hasil testpack
Pada saat praktikum hasil testpack urin orang A positif, sehingga dapat disimpulkan urin
orang A postifi hamil.
Pada saat praktikum hasil testpack urin orang B negatif, sehingga dapat disimpulkan
urin orang B tidak hamil.
F. KESIMPULAN
Pada praktikum uji glukosa dan protein dalam urin ini, kami menggunakan dua macam metode
uji, yakni : uji Benedict dan uji Biuret. Uji Benedict dilakukan untuk menguji apakah ada/tidak glukosa
di dalam urin, dan uji Biuret dilakukan untuk menguji keberadaan protein pada urin.
Pada urin A, B,C,D dengan reagen benedict didapatkan hasil positif yaitu mengandung 0,5%
kadar glukosa, sedangkan pada urin E dan F didapatkan hasil negatif yaitu tidak ada kadar glukosa
yang terkandung. Pada urin A, B, C, D, E, F dengan reagen biuret didapatkan hasil negatif yaitu tidak
ada kadar glukosa yang terkandung. Pada hasil testpack urin orang A menghasilkan hasil positif yang
artinya positif hamil, sedangkan urin orang B didapatkan hasil negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Gandasoebrata. 2008. Pemeriksaan Urine Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat.
Guyton C, Hall. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 12. Rachman YL, Hartono H,
Novianti A, Wulandari, editor edisi Bahasa Indonesia Singapura: Elsevier.
Mardiyah, S., Kunsah, B.,Rini, N. K. & Samsudin, R. R. 2019. Petunjuk Praktikum Biokimia.
Sakdiah, Siti Hajar, Al-Azhar, Sofia & Juwita. 2019. Modul Kegiatan Praktikum Biokimia. Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Santhi, Dharma D. G. D., Dewi, Rasmika. D. A. P. & A.P., Santa A. A. N. 2016. Penuntun
Praktikum Kimia Klinik Urinalisis dan Cairan Tubuh. Denpasar: Universitas Udayana.
Sismindari, Rumiyati, Jenie, R.I. dan Meiyanto, E., 2015, Biokimia Farmasi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Washudi, Hariyanto, T. & Kirnantoro. 2016. Praktikum Biomedik Dasar Dalam Keperawatan.
Wibawa, A. A. P. P. 2016. Diktat Biokimia Ginjal dan Urine. Fakultas Peternakan, Universitas
Udayana.
LAMPIRAN
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN ENZIM
Disusun Oleh :
Kelompok 6
2022/2023
PRAKTIKUM BIOKIMIA ACARA 11
PERCOBAAN ENZIM
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Dapat membuktikan beberapa sifat enzim.
B. DASAR TEORI
Enzim adalah protein yang mempunyai aktivitas biokatalis. Aktivitas biokatalis yaitu
mempercepat reaksi biokimia, tidak mengalami perubahan biofisik selama reaksi, tetapi berubah
kembali setelah reaksi selesai (Wahjuni, 2014). Enzim merupakan protein yang berukuran sangat
besar dibanding dengan molekul pada reaksi yang dikatalisis. Ukuran enzim berkisar 12-1000 KD.
Prinsip kerja enzim yaitu dapat meningkatkan kecepatan reaksi kimia spesifik secara nyata dan dapat
bekerja dengan menurunkan energi aktivasi suatu reaksi (Murray, dkk., 2012).
Enzim bekerja dengan mengikat reaktan atau substrat yang menyebabkan berada pada posisi yang
diinginkan dengan energi yang lebih rendah dari energi aktivasinya. Pada akhir reaksi, enzim akan
kembali seperti semula (Sismindari, 2015).
enzim + A + B + D + enzim
a. Dipengaruhi oleh suhu dan pH. Pada suhu tinggi enzim akan mengalami denaturasi, sedangkan
pada suhu rendah kerja enzim akan terhambat.
b. Bekerja secara spesifik, yakni hanya dapat bekerja pada satu substrat tertentu. Contohnya enzim
maltase hanya dapat memecah maltose menjadi glukosa.
c. Bekerja secara bolak-balik (reversible), artinya enzim dapat mengkatalis penguraian suatu
senyawa menjadi senyawa lain maupun sebaliknya mengkatalis penyusunan senyawa-senyawa
tersebut menjadi senyawa semula.
d. Diperlukan dalam jumlah sedikit.
e. Dapat bereaksi dengan substrat asam maupun basa.
f. Berupa koloid.
g. Dapat digunakan berulang kali.
Komponen utama enzim adalah protein. Sisi aktif enzim adalah bagian yang bergabung dengan
substrat. Enzim mengandung berbagai molekul nonprotein kecil dan ion logam yang ikut serta secara
langsung dalam katalisis/pengikatan substrat yaitu gugus prostetik, kofaktor dan koenzim. (Murray,
dkk., 2012).
Bromelin adalah salah satu enzim proteolitik dan protease, yaitu enzim yang mengkatalisasi
penguraian protein menjadi asam amino dengan membangun blok melalui reaksi hidrolisis. Hidrolisis
adalah penguraian dari molekul besar menjadi unit yang lebih kecil dengan kombinasi air. Dalam
pencernaan protein, ikatan peptida terputus dengan penyisipan komponen air, -H dan –OH pada rantai
akhir (William and Hargrove, 2002).
Bromelin dapat diperoleh dari tumbuhan nanas baik dari tangkai, kulit, daun, buah, maupun
batang dalam jumlah yang berbeda. Kandungan enzim bromelin lebih banyak ditemukan di bagian
daging buahnya, hal ini ditunjukkan dengan aktivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan
aktivitas pada bagian batangnya (Supartono, 2004).
Dalam melakukan perannya sebagai biokatalisator, kerja enzim dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim sebagai berikut:
1. Temperatur
Setiap enzim mempunyai suhu optimum yang spesifik. Jika enzim berada di bawah suhu
optimum, kerja enzim akan terhambat. Enzim pada suhu 00C atau di bawahnya bersifat nonaktif.
Akan tetapi, pada suhu tersebut enzim tidak rusak. Kenaikan suhu dapat meningkatkan aktivitas
enzim. Namun, jika suhu melebihi batas optimum, enzim dapat mengalami denaturasi (kerusakan).
Akibatnya enzim tidak dapat berfungsi sebagai katalis lagi. Contoh enzim manusia memiliki suhu
optimal 350-400C (Omegawati, et al., 2018).
2. Derajat keasaman (pH)
Setiap enzim mempunyai pH optimum yang spesifik. Perubahan pH mengakibatkan sisi aktif
enzim berubah sehingga dapat menghalangi terikatnya substrat pada sisi aktif enzim. Selain itu,
perubahan pH juga mengakibatkan proses denaturasi pada enzim. Contoh enzim ptialin di mulut
hanya dapat bekerja pada pH netral, enzim pepsin di lambung bekerja pada pH asam, sedangkan
enzim tripsin di usus bekerja pada pH basa (Omegawati, et al., 2018).
3. Konsentrasi enzim atau substrat
Produk yang dihasilkan dari reaksi antara substrat dan enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi
enzim maupun substrat. Kecepatan reaksi berbanding lurus dengan jumlah konsentrasi enzim maupun
substrat. Kondisi seperti ini tidak akan terus terjadi. Pada suatu saat, kecepatan reaksi akan berjalan
konstan walaupun konsentrasi substrat maupun enzim ditingkatkan (Puspitaningrum, et al., 2016).
D. CARA KERJA
1. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Kecepatan Reaksi
Siapkan 3 tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering
susu sapi dan susu kedelai masing-masing 10 mL
Siapkan penangas air dengan suhu 370 C, kemudian letakkan ke dalamnya sebuah
tabung reaksi berisi 10 mL susu
Lakukan satu demi satu jangan serentak, campurkan isi tabung dengan baik dan cepat,
amati penggumpalan susu dalam hitungan detik dari tiap-tiap tabung.
Letakkan ketiga tabung reaksi dalam penangas air 370 C selama 5 menit.
Tambahkan 1 mL larutan enzim ke dalam masing-masing tabung di atas dan amati
waktu penggumpal-pengumpalanan susu pada tiap tabung, lakukan satu persatu
jangan serentak.
Catatlah waktu yang diperlukan untuk penggumpalan susu dalam hitungan detik.
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami melakukan praktikum menggunakan bahan baku utama berupa
enzim. Enzim adalah protein yang mempunyai aktivitas biokatalis. Aktivitas biokatalis yaitu
mempercepat reaksi biokimia, tidak mengalami perubahan biofisik selama reaksi, tetapi berubah
kembali setelah reaksi selesai. Enzim yang digunakan pada praktikum ini adalah enzim protease
(bromelin). Enzim ini dapat menghidrolisis ikatan peptida protein menjadi molekul yang lebih kecil,
yaitu asam amino sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh (Hrckova, et al, 2002).
Pada praktikum ini, terdapat dua macam pengujian yang kami lakukan untuk mengetahui
faktor penentu kerja enzim dalam suatu reaksi. Adapun kedua uji tersebut adalah : uji kecepatan reaksi
berdasarkan konsentrasi enzim dan uji kecepatan reaksi berdasarkan konsentrasi substrat.
1. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap Kecepatan Reaksi
Prinsip dalam uji ini adalah kecepatan reaksi berbanding lurus dengan jumlah konsentrasi enzim.
Akan tetapi, kondisi seperti ini tidak akan terus terjadi. Pada suatu saat, kecepatan reaksi akan berjalan
konstan walaupun konsentrasi enzim sudah ditingkatkan (Puspitaningrum, et al., 2016).
Terbentuknya gumpalan pada tabung reaksi yang berisi sampel susu dan enzim menandakan bahwa
reaksi telah terjadi.
Hasil yang diperoleh pada sampel susu sapi ditambahkan enzim protease yakni ketiga
sampel yang diuji terbentuk gumpalan berwarna putih. Kecepatan terbentuknya gumpalan
sebanding dengan konsentrasi enzim, yakni pada konsentrasi enzim 1 mL didapatkan waktu
terbentuknya gumpalan adalah 12 detik, sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk terbentuk
gumpalan pada konsentrasi enzim 0,5 mL dengan pembanding air 0,25 adalah 13 detik, dan
pada konsentrasi enzim 0,25 mL dengan pembanding air 0,75 diperoleh waktu yang
diperlukan adalah 14 detik.
Sedangkan hasil yang diperoleh pada sampel susu sapi ditambahkan larutan buah
nanas asli yakni ketiga sampel yang diuji terbentuk gumpalan berwarna putih. Kecepatan
terbentuknya gumpalan sebanding dengan konsentrasi larutan yang dipakai yakni pada
konsentrasi larutan nanas 1 mL didapatkan waktu terbentuknya gumpalan adalah 9 detik,
sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya gumpalan pada konsentrasi larutan
buah nanas 0,5 mL dengan perbandingan air 0,5 adalah 13 detik, dan pada konsentrasi enzim
0,25 mL dengan pembanding air 0,75 diperoleh waktu yang diperlukan adalah 15 detik.
Hasil yang diperoleh pada sampel susu kedelai yakni seluruh sampel yang diujikan
membentuk gumpalan, dengan kecepatan terbentuknya gumpalan berwarna putih adalah
sebanding dengan konsentrasi enzim. Pada konsentrasi enzim 1 mL didapatkan waktu
terbentuknya gumpalan adalah 12 detik, waktu yang dibutuhkan untuk terbentuk gumpalan
pada konsentrasi enzim 0,5 mL adalah 13 detik, dan pada konsentrasi enzim 0,25 mL waktu
yang dibutuhkan untuk terbentuknya gumpalan adalah 14 detik.
Sedangkan hasil yang diperoleh pada sampel susu kedelai ditambahkan larutan buah
nanas asli yakni ketiga sampel yang diuji terbentuk gumpalan berwarna putih. Kecepatan
terbentuknya gumpalan sebanding dengan konsentrasi larutan yang dipakai yakni pada
konsentrasi larutan nanas 1 mL didapatkan waktu terbentuknya gumpalan adalah 9 detik,
sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya gumpalan pada konsentrasi larutan
buah nanas 0,5 mL dengan perbandingan air 0,5 adalah 10 detik, dan pada konsentrasi enzim
0,25 mL dengan pembanding air 0,75 diperoleh waktu yang diperlukan adalah 14 detik.
Prinsip dalam uji ini adalah kecepatan reaksi berbanding lurus dengan jumlah konsentrasi
substrat. Akan tetapi, kondisi seperti ini tidak akan terus terjadi. Pada suatu saat, kecepatan reaksi
akan berjalan konstan walaupun konsentrasi substrat telah ditingkatkan (Puspitaningrum, et al.,
2016). Terbentuknya gumpalan pada tabung reaksi yang berisi sampel susu dan enzim menandakan
bahwa reaksi telah terjadi.
Hasil yang diperoleh pada sampel susu sapi ditambahkan dengan enzim protease yakni
seluruh sampel yang diujikan membentuk gumpalan berwarna putih, dengan kecepatan
terbentuknya gumpalan adalah sebanding dengan konsentrasi substrat (susu sapi). Pada
konsentrasi substrat 5 mL didapatkan waktu terbentuknya gumpalan adalah 10 detik, waktu
yang dibutuhkan untuk terbentuk gumpalan pada konsentrasi substrat 4 mL adalah 13 detik,
dan pada konsentrasi substrat 3 mL waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya gumpalan
adalah 14 detik.
Sedangkan hasil yang diperoleh pada sampel susu sapi ditambahkan larutan buah
nanas asli yakni seluruh sampel yang diujikan membentuk gumpalan berwarna putih, dengan
kecepatan terbentuknya gumpalan adalah sebanding dengan konsentrasi substrat (susu sapi).
Pada konsentrasi substrat 5 mL didapatkan waktu terbentuknya gumpalan adalah 9 detik,
waktu yang dibutuhkan untuk terbentuk gumpalan pada konsentrasi substrat 4 mL adalah 10
detik, dan pada konsentrasi substrat 3 mL waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya
gumpalan adalah 11 detik.
Hasil yang diperoleh pada sampel susu kedelai ditambahkan enzim protease yakni
seluruh sampel yang diujikan membentuk gumpalan berwarna putih, dengan kecepatan
terbentuknya gumpalan adalah sebanding dengan konsentrasi substrat (susu kedelai). Pada
konsentrasi substrat 5 mL didapatkan waktu terbentuknya gumpalan adalah 9 detik, waktu
yang dibutuhkan untuk terbentuk gumpalan pada konsentrasi substrat 4 mL adalah 11 detik,
dan pada konsentrasi substrat 3 mL, waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya gumpalan
adalah 12 detik.
Sedangkan hasil yang diperoleh pada sampel susu kedelai ditambahkan larutan buah
nanas asli yakni seluruh sampel yang diujikan membentuk gumpalan berwarna putih, dengan
kecepatan terbentuknya gumpalan adalah sebanding dengan konsentrasi substrat (susu sapi).
Pada konsentrasi substrat 5 mL didapatkan waktu terbentuknya gumpalan adalah 9 detik,
waktu yang dibutuhkan untuk terbentuk gumpalan pada konsentrasi substrat 4 mL adalah 11
detik, dan pada konsentrasi substrat 3 mL waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya
gumpalan adalah 12 detik.
G. KESIMPULAN
Pada praktikum ini, enzim yang digunakan adalah enzim protease (bromelin) dan dari buah nanas
asli yang dapat menghidrolisis ikatan peptida protein menjadi molekul yang lebih kecil, yaitu asam
amino. Adapun dua macam pengujian yang dilakukan yakni : uji kecepatan reaksi berdasarkan
konsentrasi enzim dan uji kecepatan reaksi berdasarkan konsentrasi substrat. Dan secara keseluruhan,
hasil yang kami dapatkan telah sesuai dengan apa yang tertulis dalam literatur, yakni kecepatan reaksi
berbanding lurus dengan jumlah konsentrasi enzim maupun substrat.
DAFTAR PUSTAKA
Hrckova, M., Rusnakova, M., and Zemanovic, J., 2002, Enzymatic Hydrolysis of Defatted Soy Flour
by Three Different Proteases and their Effect on the Functional Properties of Resulting Protein
Hydrolysates, Czech J. Food Sci, 20 (1): 7 – 14.
Murray, R. K., Bender, D. A., Botham, K. M., Kennelly, P. J., Rodwell, V. W. and Weil, P. A., 2012,
Alih Bahasa Manurung, L. M. dan Mandera, L. I., Biokimia Harper, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Omegawati, Wigati Hadi, Teo Sukoco, Henny Purnamawati dan Rumiyati, 2018, PR Biologi Kelas
XII. PT Intan Pariwara, Klaten.
Puspitaningrum, Rini, Chris Adhiyanto, 2016, Enzim dan Pemanfaatannya, Ghalia Indonesia, Bogor.
Sismindari, Rumiyati, Jenie, R.I. dan Meiyanto, E., 2015, Biokimia Farmasi, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Supartono, 2004, Karakterisasi Enzim Protease Netral dari Buah Nenas Segar, Jurnal MIPA
Universitas Negeri Semarang, 27 (2): 134 – 142.
LAMPIRAN