Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH

BANK SENTRAL DAN OTORITAS MONETER


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Bank dan Lembaga Keuangan
Dosen Pengampu Bambang Sugiharto, S.E.,M.Si.

Disusun Oleh:

FAZRI IMAM M 03111200046


KURNIA 03111200041
PUTRI AYU 03111200053

KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


STIE SUTAATMADJA (STIESA)
SUBANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Bank
Sentral dan Otoritas Moneter” yang diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Bank
dan Lembaga Keuangan.
Kami secara langsung atau tidak langsung telah mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
Bapak Bambang Sugiharto,S.E.,M.Si. Selaku dosen pengajar Mata Kuliah Bank dan
Lembaga Keuangan.
Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kritik dan saran parapembaca akan
penulis terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini di masa yang akan
datang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang sudah berkenan membaca
makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan ataupengetahuan bagi
para pembaca.

Subang, 04 Maret 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAAN.................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 2
BAB II ....................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
2.1 Sejarah Bank Indonesia dan Otoritas Moneter .......................................................... 3
2.2 Kedudukan Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara ........................................... 12
2.3 Status dan Kedudukan Bank Indonesia ...................................................................... 2
2.4 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia .............................................................................. 5
2.5 Peranan Bank Indonesia Dalam Mengendalikan Inflasi ........................................ 11
2.6 Kerangka Kebijakan Operasi Pasar Terbuka (OPT) .............................................. 16
2.7 Peran Bank Indonesia Dalam Stabilitas Keuangan .................................................. 24
BAB III.................................................................................................................................... 38
PENUTUP ............................................................................................................................... 38
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 39

ii
BAB I
PENDAHULUAAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah kelembagaan Bank Indonesia dimulai sejak berlakunya Undang-Undang (UU) No.
11/1953 tentang penetapan undang-undang pokok bank Indonesia pada tanggal 1 juli 1953.
Dalam melakukan tugasnya sebagai bank sentral Pada masa berlakunya Undang-undang No.13
Tahun 1968 tentang Bank Sentral, otoritas kebijakan moneter di Indonesia pada dasarnys di
tangan pemerintah. Meskipun berdasarkan undang-undang tersebut terdapat 2 (dua) lembaga
utama sebagai pelaksana kebijakan moneter, yaitu Bank Indonesia dan Dewan Moneter,
otoritasnya tetap pada pemerintah. Berbagai wewenag yang diberikan kepada pemerintah
terutama melalui presiden dan mentri-mentrinya di atas menyebabkan otoritas moneter tidak
terletak pada Bank Indonesia tetapi pada pemerintah.
Kondisi tersebut mengandung tiga implikasi utama. (1) kebijakan fiskal melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) relatif lebih dapat disinkronkan dengan kebijakan
moneter melalui jumlah uang beredar karena kedua otoritas kebijakan tersebut terletak pada
satu pihak, yaitu pemerintah. (2) kebijakan moneter yang bertujuan terutama untuk meminjam
sistem pembayaran yang lancar, stabil, dan baik sering kali tidak berjalan searah dengan tujuan-
tujuan kebijakan pelaksanaan kebijakan moneter. Hal ini menyebabkan target kebijakan
moneter sering kali tidak dapat dicapai dengan maksimal. (3) campur tangan yang besar dari
pemerintah mengandung risiko berupa pelaksanaan pembinaan dan pengawasan lembaga
keuangan yang tidak efisien. Lebih jauh sistem ini sangat rentan terhadap campur tangan
individual pejabat dan pihak lain dalam perumusan kebijakan moneter.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaiaman sejarah Bank Indonesia dan Otoritas Moneter?
2. Bagaimana kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara?
3. Bagaimana status dan kedudukan Bank Indonesia?
4. Apa Tujuan dan Tugas Bank Indonesia?
5. Seperti apa peran Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi?
6. Bagaimana kerangka kebijakan Operasi Pasar Terbuka (OPT)?
7. Seperti apa peran Bank Indonesia dalam stabilitas keuangan?

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaiaman sejarah Bank Indonesia dan Otoritas Moneter.
2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara.
3. Untuk mengetahui bagaimana status dan kedudukan Bank Indonesia.
4. Untuk mengetahui apa Tujuan dan Tugas Bank Indonesia.
5. Untuk mengetahui seperti apa peran Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi.
6. Untuk mengetahui bagaimana kerangka kebijakan Operasi Pasar Terbuka (OPT).
7. Untuk mengetahui seperti apa peran Bank Indonesia dalam stabilitas keuangan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Bank Indonesia dan Otoritas Moneter
A. Kelembagaan
Sejarah kelembagaan Bank Indonesia dimulai sejak berlakunya Undang-Undang (UU) No.
11/1953 tentang penetapan undang-undang pokok bank Indonesia pada tanggal 1 juli 1953.
Dalam melakukan tugasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia dipimpin oleh dewan
moneter, direksi, dan dewan penasehat. Ditangan dengan moneter inilah, kebank Indonesia
kebijakan moneter ditetapkan, meski tanggung jawabnya berada pada pemerintah. Setelah
sempat dilebur kedalam bank tunggal, pada masa awal orde baru, landasan bank Indonesia
berubah melalui UU No. 13/1968 tentang bank sentral. Sejak saat itu, Bank Indonesia berfungsi
sebagai bank sentral dan sekaligus membantu pemerintah dalam pembangunan dengan
menjalankan kebank indonesiajakan yang ditetapkan pemerintah dengan bantuan dewan
moneter. Dengan demikian, Bank Indonesia tidak lagi dipimpin oleh dewan moneter. Setelah
orde baru berlalu, Bank Indonesia dapat mencapai indepedensinya melalui UU No. 23/1999
tentang bank Indonesia yang kemudian diubah dengan UU No. 3/2004. Sejak saat itu, Bank
Indonesia memiliki kedudukan khusus dalam struktur kenegaraan sebagai Lembaga negara
yang independent dan bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak-pihak lain. Namun,
dalam melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan, bank
Indonesia harus mempertimbangkan pula kebijakan umum pemerintah dibidang
perekonomian.
B. Otoritas Moneter di Indonesia
Setelah berdirinya bank Indonesia, kebijakan moneter di Indonesia secara umum di
tetapkan oleh dewan moneter dan pemerintah bertanggung jawab atasnya. Mengingat buruknya
perekonomian pasca perang, yang ditempuh pertama kali dalam bidang moneter adalah upaya
perbaikan posisi cadangan devisa melalui kegiatan ekspor dan impor. Pada periode ekonomi
terpimpin, pembiayaan deficit spending keuangan negara terus meningkat, terutama untuk
mempunyai proyek politik pemerintah. Laju inflasi terus membumbung tinggi sehingga
dilakukan dua kali pengetatan moneter, yaitu tahun 1959 dan 1965. Lepas dari periode tersebut
pemerintah memasuki masa pemulihan ekonomi melalui program stabilisasi dan rehabilitasi
yang kemudian diteruskan dengan kebijakan deregulasi bidang keuangan dan moneter pada

3
awal 1980-an. Ditengah pasang surutnya kondisi perekonomian, lahirlah berbagai paket
kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk memperkuat struktur perekonomian Indonesia.
Pada masa berlakunya Undang-undang No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral,
otoritas kebijakan moneter di Indonesia pada dasarnya di tangan pemerintah. Meskipun
berdasarkan undang-undang tersebut terdapat 2 (dua) lembaga utama sebagai pelaksana
kebijakan moneter, yaitu Bank Indonesia dan Dewan Moneter, otoritasnya tetap pada
pemerintah. Pemerintah melalui presiden dan mentri keungan mempunyai kekuasaan atau
akses yang sangat besar untuk mengarahkan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dan Dewan Moneter. Presiden mempunyai akses yang besar karena pada waktu itu
presiden mempunyai wewenang untuk mengangkat pejabat Gubernur dan Direktur Bank
Indonesiaatas usul Dewan Moneter. Mentri Keuangan dan mentri bidang ekonomi mempunyai
akses yang besar karena pada waktu itu anggota Dewan Moneter terdiri dari Menri Keuangan,
seorang mentri bidang ekonomi, dan Gubernur BI. Disamping itu, pemerintah mempunyai
wewenag berdasarkan undang-undang untuk menentukan berbagai peraturan pelaksanaan dari
undang-undang tentang bank sentral. Berbagai wewenag yang diberikan kepada pemerintah
terutama melalui presiden dan mentri-mentrinya di atas menyebabkan otoritas moneter tidak
terletak pada Bank Indonesia tetapi pada pemerintah. Kondisi tersebut mengandung tiga
implikasi utama. (1) kebijakan fiskal melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) relatif lebih dapat disinkronkan dengan kebijakan moneter melalui jumlah uang
beredar karena kedua otoritas kebijakan tersebut terletak pada satu pihak, yaitu pemerintah. (2)
kebijakan moneter yang bertujuan terutama untuk meminjam sistem pembayaran yang lancar,
stabil, dan baik sering kali tidak berjalan searah dengan tujuan-tujuan kebijakan pelaksanaan
kebijakan moneter. Hal ini menyebabkan target kebijakan moneter sering kali tidak dapat
dicapai dengan maksimal. (3) campur tangan yang besar dari pemerintah mengandung risiko
berupa pelaksanaan pembinaan dan pengawasan lembaga keuangan yang tidak efisien. Lebih
jauh sistem ini sangat rentan terhadap campur tangan individual pejabat dan pihak lain dalam
perumusan kebijakan moneter.
Mulai pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi moneter menerpa Indonesia, Nilai tukar
rupiah melemah, sistem pembayaran terancam macet, dan banyak Utang luar negeri yang tak
terselesaikan. Berbagai langkah ditempuh, mulai dari pengetatay moneter hingga beberapa
program pemulihan IMF yang diperoleh melalui beberap, Letter of Intent (Lol) pada tahun
1998. Namun akhirnya masa suram dapat terlewati, Perekonomian semakin membaik seiring
dengan kondisi poliuk yang stabil pada masa reformasi. Sejalan dengan itu, tahun 1999
merupakan tonggak bersejarah bagi Bank Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-Undang
4
No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.
3/2004. Dalam undang-undang ini, Bank Indonesia ditetapkan sebagai lembaga tertinggi
negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Sesuai undang-undang
tersebut, Bank Indonesia diwajibkan untuk menetapkan target inflasi yang akan dicapai sebagai
landasan bagi perencanaan dan pengendalian moneter. Selain itu, utang luar negen berhasil
dijadwaliaa kembali dan kerjasama dengan IMF diakhiri melalui Post Program Monitoring
(PPM) pada 2004.
Atas dasar pertimbangan sebagai salah satu akibat dari terjadinya krisis ekonomi pada
perbankan pada kahir tahun 1990-an, Undang-undang No.13 Tahun 1963 tersebut diganti
dengan UU tentang Bnak Sentral yang baru yaitu Undang-undang No.23 Tahun 1999 tentang
Bnak Indonesia. Undang-undang ini bertujuan agar otoritas moneter dapat menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter yang efektif dan efisien melalui sistem keuangan yang sehat,
transparan, terpercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan yang di dukung oleh sistem
pembayaran yang lancar, cepat, tepat, dan aman serta pengaturan dan pengawasan bank yang
memenuhi prinsip kehati-hatian. Undang-undang tentang bank sentral yang baru pada dasarnya
memberikan kewenangan yang besar kepada Bank Indonesai untuk merumuskan dan
melaksanakan kebijakan moneter di Indonesia. Dengan kata lain, Bank Indonesia ditempatkan
sebagai otoritas moneter di Indonesia, sedangkan lembaga Dewan Moneter ditiadakan.
Meskipun otoritas moneter tidak terletak dali pada pemerintah, pemerintah tetap masih
mempunyai akses tertentu dalam memengaruhi kebijakan moneter. Pada tahun 2004, setelah
menyadari beberapa kelemahan yang terdapat dalam Undang-undang No.23 Tahun 1999,
dilahirkanlah undang-undang No.3 Tahun 2004 tentang perubahan Undang-undang No.23
Tahun 1999. Undang-undang yang baru ini bukan menggantikan undang-undang yang
sebelumnya, tetapi merevisi beberapa pasal seta menambah beberapa pasal baru.
B. Perbankan
Saat kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17
Agustus 1950, struktur ekonomi Indonesia masih didominasi oleh struktur kolonial Bank-bank
asing masih merajai kegiatan perbankan nasional, sementara peranan bank nasional dalam
negeri masih terlampau kecil. Hingga masa menjelang lahirny4 Indonesia pada tahun 1953,
pengawasan dan pembinaan bank-bank belum terselenggara. De Javasche Bank adalah bank
asing pertama yang dinasionalisasi dan kemudian menjelma menjadi BANK INDONESIA
sebagai bank sentral Indonesia. Beberapa tahun kemudian, seiring dengan memanasnya
hubungan RI-Belanda, dilakukan nasionalisasi atas bank-bank milik Belanda. Berikutnya,
sistem ekonomi terpimpin telah pank-bank pemerintah kepada sistem bank tunggal yang tidak
5
bertahan lama. Orde datang membawa perubahan dalam bidang perbankan dengan
dikeluarkannya Undang- undang No. 14/1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Mulal saat itu,
sistem perbankan herada dalam kesatuan sistem dan kesatuan pimpinan, yaitu melalui
pengawasan dan pembinaan Bank Indonesia. Bank Indonesia dengan dukungan pemerintah,
dalam kurun waktu 1971-1972 melaksanakan kebijakan penertiban bank swasta nasional
dengan gasaran mengurangi jumlah bank swasta nasional, karena jumlahnya terlalu banyak dan
gebagian besar terdiri atas bank-bank kecil yang sangat lemah dalam permodalan dan
menejemen. Selain itu, Bank Indonesia juga menyediakan dana yang cukup besar melalui
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk program-program Kredit Investasi Kecil
(KIK)/Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Investasi (KI), Kredit Mahasiswa
Indonesia (KM1), Kredit Koperasi (Kakop), Kredit Profesi Guru (KPG), dan sebagainya.
Dengan langkah ini, Bank Indonesia telah mengambil posisi sebagai penyedia dana terbesar
dalam pembangunan ekonomi di juar dana APBN.
Industri perbankan Indonesia telah menjadi industri yang hampir seluruh aspek
kegiatannya diatur oleh pemerintah dan Bank Indonesia. Regulasi tersebut menyebabkan
kurangnya inisiatif perbankan. Tahun 1983 merupakan titik awal Bank indonesia memberikan
kebebasan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga, baik kredit maupun tabungan dan
deposito. Tujuannya adalah untuk membangun sistem perbankan yang sehat, efisien, dan
tangguh. Kebijakan selanjutnya merupakan titik balik dari kebijakan pemerintah dalam
penertiban perbankan tahun 1971-1972 dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan Deregulasi
Perbankan 1988 (Pakto 88), yaitu kemudahan pemberian izin usaha bank baru, izin pembukaan
kantor cabang, dan pendirian Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Pada periode selanjutnya,
perbankan nastonal mulai menghadap! masalah meningkatnya kredit macet. Hal ini sejalan
dengan meningkatnya pemberian kredit oleh perbankan terutama untuk sektor properti.
Keadaan ekonomi mulai memanas dan tingkat inflasi mulai bergerak naik.
Ketika krisis moneter 1997 melanda, struktur perbankan Indonesia porak poranda. Pada tanggal
1 November 1997, dikeluarkan kebijakan pemerintah yang melikuidasi 16 bank swasta. Hal ini
mengakibatkan kepanikan di masyarakat. Oleh karena itu, Bank Indonesia turun mengatasi
keadaan dengan Bantuan Likuiditas Bank indonesia (BLBI) atas dasar kebijakan yang
ditetapkan pemerintah. Selain itu, berbagal tindakan restrukturisasi dijalankan oleh Bank
indonesia bersama pemerintah
C. Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu sistem pembayaran tunai
dan non tunai. Dalam Undang-Undang (UU) No. 11/1953 ditetapkan bahwa Bank Indonesia
6
hanya mengeluarkan uang kertas dengan nilai lima rupiah ke atas, sedangkan Pemerintah
berwenang mengeluarkan uang kertas dan uang logam dalam pecahan di bawah lima rupiah.
Uang kertas pertama yang dikeluarkan oleh Bank Indonesta adalah uang kertas bertanda tahun
1952 dalam tujuh pecahan. Selanjutnya berdasarkan UU No. 13/1968, Bank Indonesia
mempunyai hak tunggal untuk mengeluarian usng kertas dan uang logam sebagai alst
pembayaran yang sah dalam semua pecahan. Sejak saat itu, pemerintah tidak lagi menerbank
indonesiakan uang kertas dan uang logam. Uang logam pertama yang dikeluarkan oleh bank
Indonesia adalah emisi tahun 1970. Pada era 1990-an, bank Indonesia mengeluarkan uang
dalam pecahan besar, yaitu Rp 20.000 (1992), Rp 50.000 (1993), dan Rp 100.000 (1999). Hal
itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan uang pecahan besar seiring dengan perkembangan
ekonomi yang tengah berlangsung saat itu.
Sementara itu, dalam bidang pembayaran non tunai, bank Indonesia telah memulai
langkahnya dengan menetapkan diri sebagai kantor perhitungan sentral menjelang akhir tahun
1954. Sebagai bank sentral, sejak awal bank Indonesia telah berupaya keras dalam pengawasan
dan penyehatan sistem pembayaran giral. Bank Indonesia juga terus berusaha untuk
menyempurnakan berbagai sistem pembayaran giral dalam negeri dan luar negeri. Pada periode
1980 sampai dengan 1990-an, pertumbuhan ekonomi semakin membaik dan volume transaksi
pembayaran non tunai juga semakin meningkat. Oleh karena itu, bank Indonesia mulai
menggunakan sistem yang lebih efektif dan canggih dalam penyelesaian transaksi pembayaran
non tunai. Berbagai sistem seperti semi otomasi kliring local (SOKL) dengan basis personal
computer dan sistem transfer dan antar kantor terotomasi dan terintegrasi (SAKTI) dengan
sistem paperless transaction terus dikembangkan dan disempurnakan. Akhirnya, bank
Indonesia berhasil menciptakan berbagai perangkat sistem elektronik seperti bank Indonesia-
LINE, sistem kliring elektronik Jakarta (SKEJ), real time gross settlement (RTGS), sistem
informasi kliring jarak jauh (SIKJJ), kliring warkat antar wilayah kerja (Intercity clearing), dan
scriptless securities settlement system (S4) yang semakin mempermudah pelaksanaan
pembayaran non tunai diindonesia.
1. Mr. Sjarifuddin Prawiranegara, Masa Jabatan: 1953-1958
2. Mr. Loekman Hakim, Masa Jabatan: 1958-1959
3. Mr. Soetikno Slamet, Masa Jabatan: 1959-1960
4. Mr. Soemarno,Masa Jabatan: 1960-1963
5. T. Jusuf Muda Dalam, Masa Jabatan: 1963-1966
6. Radius Prawiro, Masa Jabatan: 1966-1973
7. Rachmat Saleh, Masa Jabatan: 1973-1983
7
8. Arifin Siregar, Masa Jabatan: 1983-1988
9. Adrianus Mooy, Masa Jabatan: 1988-1993
10. J. Soedradjad Djiwandono, Masa Jabatan: 1993-1998
11. Sjahril Sabank Indonesiarin, Masa Jabatan: 1998-2003
12. Burhanuddin Abdullah, Masa Jabatan: 2003-2009
13. Boediono, Masa Jabatan: 2009-2010
14. Darmin Nasution, Masa Jabatan: 2010
15. Agus

2.1.1 Dewan Gubernur Bank Indonesia


Dalam melaksanakan tugas nya bank Indonesia di pimpin oleh dewan Gubernur yg
terdiri dari seorang gubernur. Seorang deputi gubernur senior. Dan sekurang kurangnya
4(empat) orang atau sebanyak banyaknya 7(tujuh) deputi gubernur dengan gubernur sebagai
pemimpin dewan Gubernur (Psl 36 jo. Psl. 37). Dewan gubernur mewakili bank Indonesia
dalam dan di luar pengadilan, di mana kewenangan mewakili tersebut dilaksanakan oleh
gubernur (Psl. 39).
Gubernur dan deputi gubernur senior diusulkan dan di angkat oleh presiden dengan
persetujuan DPR. Sedangkan deputi gubernur diusulkan oleh gubernur dan di angkat oleh
presiden dengan persetujuan DPR. Untuk dapat diangkat menjadi anggota dewan Gubernur
harus memenuhi syarat antara lain berkewarganegaraan Indonesia, memiliki akhlak dan moral
yang tinggi, serta memiliki keahlian dan pengalaman di bidang ekonomi, keuangan, perbankan,
atau hukum (Psl. 40).
Anggota dewan Gubernur diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun (Psl. 41).
Sebelum memangku jabatannya, anggota dewan Gubernur wajib mengatakan sumpah atau
janji di hadapan ketua mahkamah agung (Psl. 42). Anggota dewan Gubernur tidak dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya karena yang bersangkutan mengundurkan diri, terbukti
melakukan tindak pidana kejahatan, atau berhalangan tetap (psl.48).
Sebagai pemimpin Bank Indonesia, dewan Gubernur berwenang untuk mengangkat dan
memberhentikan pegawai bank Indonesia serta menetapkan peraturan kepegawaian, sistem
pengajian, penghargaan, pensiun, dan tunjangan hari tua serta penghasilan lainnya bagi
pegawai bank lainnya bagi pegawai bank Indonesia. (Psl. 44). Di samping itu gaji penghasilan
lainnya, dan fasilitas dewan Gubernur di tetapkan oleh dewan gubernur (Psl. 51). Ikhtisar
undang undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

8
A. Larangan Bagi anggota Dewan gubernur
Antara sesama anggota dewan Gubernur dilarang mempunyai hubungan keluarga
sampai dengan derajat ketiga serta hubungan besan. Jika setelah pengangkatan terbukti
mempunyai hubungan atau terjadi hubungan keluarga yang di larang,maka dalam waktu
7(tujuh)hari kerja sejak terbukti mempunyai atau terjadi hubungan keluarga tersebut,salah satu
diantara mereka harus mengundurkan diri.Apabila salah satu anggota Dewan Gubernur
tersebut tidak bersedia mengundurkan diri,maka Presiden menetapkan kedua anggota Dewan
Gubernur tersebut untuk berhenti dari jabatannya (Psl,46).
Anggota dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang mempunyai
kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan mana pun juga,merangkap jabatan
pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut serta
menjadi pengurus dan/atau anggota partai politik.Dalam hal anggota Dewan Gubernur
melakukan salah satu atau lebih larangan tersebut,maka anggota Dewan Gubernur tersebut
wajib mengundurkan diri dari jabatannya (47).
B. Perlindungan Hukum Bagi Anggota Dewan Gubernur
Anggota dewan gubernur atau pejabat bank Indonesia tidak dapat dihukum karena telah
mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya sepanjang
dilakukan dengan itikad baik apabila:
1. Dilakukan dengan maksud tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga,
kelompok sendiri, Tindakan-tindakan lain yang berindikasikan korupsi, kolusi dan
nepotisme.
2. Dilakukan berdasarkan analisis yang mendalam dan berdampak positif.
3. Diikuti dengan rencana Tindakan preventif apabila keputusan yang diambil ternyata
tidak tepat.
4. Dilengkapi dengan sistem pemantauan.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum atas tanggung jawab
pribadi bagi anggota dewan gubernur atau pejabat bank Indonesia yang dengan itikad baik
berdasarkan kewenangannya telah mengambil keputusan yang sangat sulit tetapi sangat
diperlukan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
C. Rapat Dewan Gubernur
Rapat Dewan Gubernur, sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi,
diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum
di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk melakukan evaluasi

9
atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan kebijakan bia yang prinsipil dan strategis
seperti kebijakan di bidang pengaturan dan pemeliharam sistem pembayaran serta pengaturan
dan pengawasan bank Rapat Dewan Gubernar dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-
kurangnya oleh lebih dari separuh anggoa Dewan Gubernur.
Keputusan rapat Dewan Gubernur dilakukan atas dasar musyawarah untuk mufakat, dimana
apabila mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir. Dalam keadaan darurat
dan rapat Dewan Gubernur tidak dapat dilaksanakan karena kuorum tidak terpenuhi, Gubernur
atau sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota Dewan Gubernur dapat menetapkan kebijakan
dan/atau mengambil keputusan yang sangat diperlukan karena apabila tidak diambil tindakan
tertentu dapat berdampak negatif baik bagi Bank Indonesia maupun bagi pelaksanaan tugas
Bank Indonesia Kebijakan dan/atau keputusan ini wajib dilaporkan selambat-lambatnya dalam
Rapat Dewan Gubernur berikutnya (Psl. 43).
D.Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan
Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu seorang Deputi
Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya
tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama 5 tahun dan dapat
diangkat kembali dalam jabatan yang sama une sebanyak-banyaknya kali masa jabatan
berikutnya.
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diusulkan dan diangkat oleh
presiden dengan persetujuan DPR. Calon Deputi Gubernur diusulkan oleh Presiden
perdasarkan rekomendasi dari Guberner Bank Indonesia (vide Pasal 41 UU No.3 tahun 2004
yang mengubah UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank indonsia). Anggota Dewaa Gubernur
Bank indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali Bank indonesia
mengundurkan deri, terbukn melalukan tindak pidama kejahatam, tidak dapat hadir secara fissk
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut tanps alasan yang dapat
dipertanggungjawabkaa, dinyatakan pailit atau tidak mampu memenuhi kewajiban kepada
kreditur, atau berhalangan tetap.
E. Pengambilan Keputusan Bank Indonesia
Sebagai suatu forum pengambilan Bank tndonesia keputusan tertinggi, Rapat Dewan
Gubernur diselenggarakan sekurang-kuraagnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan Bank
Indonesia umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu untuk
melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moeneter atau menetapkan kebijaican tain
yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan dalam Rapat Dewan
10
Gubernus, atas dasar prinsip masyawarah demi mufakat. Apabila mufakat tidak tercapai,
Gubernur menetapkan keputusan akhir.
F. Wewenang dan tugas Dewan Gubernur
Sebagai pemimpin Bank Indonesia, Dewan Gubernur pempunyai wewenag, tugas, dan
konsekuensi seperti diuraiakan diabah ini :
a. Dewan Gubernur mengangkat dan memberhentikan pegawai Bank Indonesia, yang
pelaksanaanya ditetapakan dalam Peraturan Dewan Gubernur.
b. Dewan Gubernur menetapakn peraturan pegawaian, sistem penggajian, penghargaan,
pensiun, dan tunjangan hari tua serta pengahsilan lainnya bagi pegawai Bank Indonesia,
yang pelasanaannya ditetapkan dalam Peraturan Dewan Gubernur.
c. Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan atau pejabat Bank Indonesia
tidak dapat dihukum karena telah mengambil keputusan atau kebijakn yang sejalan
dengan tugas dan wewenangnya sebaimana dimaksud dalam undang-undang ini
sepanjang dilakukan dengan itikad baik.
d. Gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas bagi Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan
Deputi Gubernur ditetapkan oleh Dewan Gubernur. Besar gaji dan penghasilan lainya
bagi pegawai ddengan jabatan tertinggi di Bank Indonesia. Pelaksanaan dan ketentuan
ini ditetapkan dengan peraturan Dewan Gubernur.
e. Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagai dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Dewan Gubernur dapat menetapkan
sanksi administratif terhadap pegawai Bank Indonesia serta pihak-pihak lain yang tidak
memenuhi kewajibannya seperi dalam undang-undang tersebut. Sanksi administratif di
atas didapat berupa :
 Denda, atau
 Tagihan tertulis, atau
 Pencabutan atau pembatan izin usaha oleh intansi yang berwenang apabila
pelanggaran dilakukan oleh badan usaha, atau
 Pengenaan sanksi disiplin kepegawaian.

ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan dengan peraturan Bank
Indonesia dan Peraturan Dewan Gubernur.

11
2.2 Kedudukan Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara
Dilihat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan Bank indonesia
sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti
Dewan Perwalulan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung, Kedudukan
Bank indonesia juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan Bank Indonesia berada
di luar pemerintahas. Status dan kedudukan yang khesus tersebut dipertukan agar Bank
indonesia dapat melaksaaakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih
efektif dan efisien. Meskipun Bank indonesia berkedudukan sebagai lembaga negara
independen, dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia mempunyai hubungam kerja dan
koordimasi yang baik dengas DPR, BPK, Pemertntah dan pihak Lainnya.
Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, Bank ladonesta setiap swal tahun
anggaran menyampatkaa informasi tertulis mengenai evaluast pelaksanasn kebijakan moneter
dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, pelaksanzan tugas dan
wewenang setiap triwulan dan sewaktu-waktu Bank Indonesia diminta oleh DPR. Selain itu,
Bank indonesia menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah
dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, Bank indonesia wajib menyampaikan laporan
keuangan tahunan kepada BPK.
A. Hubungan Bank Indonesia Dengan Pemerintah: Hubungan Keuangan
Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia tenerbitkan dan
menempatkan surat-surat utang negara guna membiayai Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-surat utang negara tersebut.
Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan
rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima
pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia.
Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benar-benar terfokus serta
agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada pemerintah
guna mengatasi defictt spending - yang selama int dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan
undang-undang yang lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank indonesia.
B. Hubungan Bank Indonesia Dengan Pemerintah: Independensi Dalam Interdependensi
Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap
diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas-tugs Bank
Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi
nasional secara keseluruhan.

12
Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet
yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-
tugas Bank indonesia. Dalam sidang Bank Indonesia tersebut Pemertatah dapat meminta
pendapat Bank Indonesia.
Selain itu, Bank indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta
pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lain
yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya.
Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank
Indonesia dengan hak Bank Indonesia tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu implementasi
independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang proporsional di
antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-lembaga terkait lainnya di
lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-masing.
C. Kerjasama Bank indonesia Dengan Lembaga Lain
Menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi keberhasilan tugasnya, Bank
indonesia senantiasa bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai lembaga negara dan
unsur masyarakat lainnya. Beberapa kerjasama ini dituangkan dalam 90? kesepahaman (MoU),
keputusan bersama (SKB), serta perjanjian-perjanjian, yang ditujukan untuk menctptakan
sinergi dan kejelasan pembagian tugas antar lembaga serta mendorong penegakan hukum yang
lebih efektif.
Beberapa kerjasama dimaksud adalah dengan pihak-pihak sebagai berikut:
1. Departemen keuangan (MoU tentang mekanisme penetapan sasaran, pemantauan, dan
pengadilan inflasi di Indonesia, MoU tentang bank Indonesia sebagai process Agent di
bidang pinjaman dan hibah luar negeri pemerintah, SKB tentang penatausahaan
Penerbitan SBI Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka penyehatan perbankan).
2. Kejaksaan agung dan kepolisian Negara: SKB tentang kerjasama penanganan tindak
pidana di bidang perbankan.
3. Kepolisian Negara RI dan Badan Intelijen Negara: MoU tentang pemberantasan uang
palsu.
4. Menkokesra, Kementerian Koperasi dan UKM: MoU bidang Pemberdayaan dan
Pengembangan UMKM.
5. Perhimpunan Pedagang SUN (Hindasun) : MoU tentang Penyusunan Master
Repurchase Agreemey (MRA).

13
D. Hubungan dengan pemerintah dan internasional
Dalam kaitannya dengan pemerintah Bank Indonesia mempunyai tanggungjawab dan
kegiatan seperti diuraikan berikut ini :
a) Bank Indonesia bertindak sebagai pemegang kas pemerintah dengan memberikan
bungan atas saldo kas pemerintah sesuai peraturan perundangan.
b) Bank Indonesia untuk dan atas nama pemerintah dan dapat menerima pinjaman luar
negeri, menatusahakan, serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan
pemerintah terhadap pihak luar negeri.
c) Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dan atau mengundang Bank
Indonesia dalam sidang kabinet dalam membahas maslah ekonomi, perbangkan, dan
keuangan yang berkaitan dengan tugas Bank Indonesia atau masalah lain yang termasuk
kewajiban Bank Indonesia.
d) Bank Indonesia wajib memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
mengenai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta kewajiban lain yang
berkaitan dengan wewenang dan tugas Bank Indonesia.
e) Dalam hal pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, pemerintah wajib
terdahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Sebelum menerbitkan surat utang
negara, pemerintah wajib berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Bank
Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat utang negara yang diterbitkan
pemerintah, tetapi Bank Indonesia dilarang membeli surat-surat utang negara untuk diri
sendiri dipasar primer, kecuali dalam rangka pemberian fasilitas pembayaran darurat
dan juga kecualibrjangka pendek dalam rangka operasi pengendalian moneter.
f) Bank Indonesia dilarang memberikan kredit kepada pemerintah. Dalam hal ini Bank
Indonesia melanggar ketentuan tersebut, maka perjanjian pemberian kredit kepada
pemerintah tersebut batal demi hukuman.
Dalam kaitannya dengan hubungan internasional. Bank Indonesia mempunyai tanggung
jawab dan kegiatan seperti diuraikan berikut ini:
a) Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan bank sentral lainnya,
organisasi dan lembaga internasional.
b) Dalam hal dipersyaratkan bahwa anggota lembaga internasional dan atau lembaga
multilateral adalah negara, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas
namanegara Republik Indonesia sebagai anggota.

14
2.2.1 Struktur oragnisasi Bank Indonesia
Gambar 2.1 Struktur Bank Sentral

Gambar 2.2 Simplikasi Struktur Bank Sentral Indonesia

2.2.2 Hubungan Kerjasama Internasional yang dilakukan Bank Indonesia


Bank Indonesia menjalin hubungan Kerjasama dengan Lembaga internasional yang
diperlukan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas bank Indonesia maupun

15
pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi, moneter, maupun perbankan. Bank Indonesia
menjalin Kerjasama internasional meliputi bidang-bidang:
1) Investasi bersama untuk kestabank Indonesia pasar valuta asing.
2) Penyelesaian transaksi lintas Negara
3) Hubungan koresponden
4) Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas selaku
bank sentral.
5) Pelatihan/penelitian di bidang moneter dan sistem pembayaran

Keanggotaan Bank Indonesia di beberapa lembaga dan forum internasional atas nama Bank
Indonesia sendiri antara lain:
1. The south East Asian central Banks Research and Training Centre (SEACEN Centre)
2. The South East Asian, New Zeland and Australia Forum of Banking Supervision
(SEANZA)
3. The executive'Meeting of East Asian and Pacific central Banks (EMEAP)
4. ASEAN Central Bank Forum (ACBF)
5. Bank for international Settlement (BISS)

Keanggotaan Bank Indonesia mewakili pemerintah Republik Indonesia antara lain:


1. Association Of South East Asian Nations (ASEAN)
2. ASEAN+3 (ASEAN + cina, jepang dan korea)
3. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
4. Manila Framework Group (MFG)
5. Asia-Europe Meeting (ASEM)

Beberapa kantor Bank Sentral Negara-Negara Di Dunia :

1) Bank Sentral Amerika serikat 2) Bank Sentral Indonesia

16
6) Bank Sentral Israel
3) Bank Sentral Inggris

7) Bank Sentral Jepang


4) Bank Sentral China

5) Bank Sental India 8) Bank Sentral Korea Selatan

6. Islamic Development Bank (IDB)


7. International Monetary Fund (IMF)
8. World Bank, termasuk keanggotaan di International Bank Of Recontruction and
Development (IBRD), International Development Association (IDA) dan International
Finance Cooperation (IFC), Serta Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)
9. World Trade Organization (WTO)
10. Intergowenmental Group of 20 (G20)
11. Intergowenmental Group of 15 (G15, sebagai observer)
12. Intergowenmental Group of 24 (G2, sebagai observer)

2.3 Status dan Kedudukan Bank Indonesia


A. Status dan Modal Bank Indonesia
Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia yang merupakan lembaga
negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur
tangan pemerintah dan/ atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam

2
undang-undang, Bank Indonesia berkedudukan ibu kota negara Republik Indonesia. Modal
Bank Indonesia ditetapkan berjumlah sekurang-kurangnya Rp2.000.000.000.000,00 (dua
triliun rupiah) dan harus ditambah sehingga menjadi paling banyak 10% (sepuluh perseratus)
dari seluruh kewajiban moneter, yang dananya berasal dari cadangan umum atau dari hasil
revaluasi aset. Tata cara penambahan modal dari cadangan umum atau dari hasil revaluasi aset
ditetapkan dengan peraturan Dewan Gubernur. Dewan Gubernur merupakan pimpinan Bank
Indonesia, sedangkan yang dimaksud dengan cadangan umum adalah berasal dari sebagian
surplus Bank Indonesia yang dapat digunakan untuk menghadapi risiko yang mungkin timbul
dari pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia.
B. Lembaga Negara yang Independen
Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU-BI)
dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan UU. No
3/2004 tanggal 15 Januari 2004. dirumuskan bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara
Yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya kecuay
untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini (Psl 4). Sebagai lembaga
independen, Bank Indonesia memiliki otonomi penuh dalam pelaksanaan tugasnya.
Disamping itu, untuk lebih menjamin independensi tersebut maka kedudukan Bank
Indonesia berada di luar Pemerintah. Pencantuman status independen dalam andang-undang
ini diperlukan untuk memberikan dasar hukum yang kuat, menjamin kepastian hukum dan
konsistensi status kelembagaan Bank Indonesia.
Berkaitan dengan status sebagai lembaga independen ini, pihak lain dilarang
metakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan Bank
Indonesia wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangas dari pihak
manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya (Psl 9). Dalam kaitan dengas kedudukan Bank
Indonesia sebagal lembaga independen, maka yang patut dicermat lebih jauh adalah
pemahaman tentang aspek-aspek independensi Bi itu sendiri, yang pada hakekatnya menurut
esensi UU No. 23 meliputi:
1. Yuridis
UU-BI merupakan landasan yuridis bagi independensi Bank Indonesia dimans dalam
UU-BI dimuat berbagai elemen dari independensi Bank Indonesia. Elemen-elemen
independen tersebut meliputi antara lain status dan kedudukan, tujuat dan tugas serta
manajemen dan personalia Bank Indonesia.
2. Personalia

2
Independensi personalia dalam UU-BI ditunjukan dalam hal pengangkatan anggota
Dewan Gubernur oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Persyaratan persetujuan DPR
ini penting untuk menjaga independensi Bank Indonesia dari intervensi Pemerintah
melalui pengangkatan anggota Dewan Gubernur. Pengangkatan oleh Presiden disini
edatah dalam kapasitasnya sebagai Kepala Negara dan bukan Kepala pemerintah.
Disamping itu, anggota Dewan Gubernur tidak dapat diberhentikan oleh Presiden
selama masa jabatannys kecuali mengundurkan diri, berhalangan tetap atau melakukan
tindak pidana kejahatan.
3. Institusi
Bank indonesia adalah lembaga negara yang independen yang dalam melaksanakan
fungsi dan tugasnys bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak-pihak lainnya,
Secara struktural, Bank Indonesia berada di luar pemerintah sehingga dapat
mengeliminir adanya intervensi terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia paik yang
berasal dart pemerintah maupun pihak lain. Dalam rangka pelaksanaan tugasnya, Bank
Indonesia dapat metakukan kerja sama dengan bank sentral lainnya, organisasi
internasional, dan lembaga internasional gerta dapat menjadi anggota pada lembaga
multilateral, baik atas nama Bank indonesia maupun mewakil! Pemerintah.
4. Tujuan
Dalam UU-BI tujuan Bank Indonesia difokuskan pada menjags kestabilan nilai rupiah
yang tercermin pada laju inflasi yang rendah dan kestabilan nilal cukar. Dalam
mencapai tujuan ini, Bank Indonesia sepenuhnya berwenang untuk menetapkan
Sasaran moneter dengan memperhatikan perkembangan ekonomi baik dalam negeri
maupun luar negeri serta Instrumen yang akan digunakan.
5. Tugas
Independensi dalam pelaksanaan tugas tercermin dari larangan bagi pihak fain untuk
melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia,
Bank Indonesia juga wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur
tangan darl pihak manapun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
6. Manajemen
Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur yang sepenuhnya berwenang dalam
menjalankan organisasi Bank Indonesia dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh UU-BI.

3
7. Anggaran
Independensi dalam bidang anggaran terlihat dalam ketentuan Pasal 60 yang
menyatakan bahwa anggaran Bank Indonesia ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
Anggaran harus disampalkan kepada DPR yang dimaksudkan untuk dapat memantau
pengelolaan kewenangan Bank Indonesia dalam Ikhtisar UndangUndang No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia anggaran serta kepada Pemerintah sebagai bahan
informasi berkaitan dengan surplus atau defisit anggaran Bank Indonesia.
8. Transparansi
Sebagai konsekuensi dari independensi yang dimilikinya, maka dalam pelaksanaan
tugasnya Bank Indonesia dituntut untuk lebih transparan dan bertanggung jawab.
Transparansi dan akuntabilitas ini diwujudkan dalam pertanggungjawaban kepada
publik dimana Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat
secara terbuka. Bank Indonesia juga wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan
kepada publik melalui media masa.
9. Akuntabilitas
Dalam UU-BI dianut pertanggungjawaban publik, dimana pada setiap awal tahun
anggaran Bank indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara
terbuka melalui media masa mengenal evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter tahun
sebelumnya dan rencana kebijakan moneter tahun yang akan datang. Informasi tersebut
juga disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Disamping itu, setiap 3 (tiga) bulan Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan
berkembangan pelaksanaan tugas dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Apabila
diperlukan, Dewan Perwakilan Rakyat dapat meminta Bank Indonesia un memberikan
penjelasan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenangnya (Psl 58).
Anggaran tahunan Bank Indonesia harus disampaikan kepada DPR (PsI 60). Bank
indonesia wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada Badan Pemeriks, Keuangan,
Laporan keuangan tahunan Bank Indonesia diperiksa oleh Badan Pemeriks, Keuangan, yang
hasilnya disampaikan kepada DPR. Bank Indonesia juga diwajibkan untuk Ikhtisar Undang-
Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengumumka, laporan keuangan tahunan
kepada publik melalui media massa (Psl 61).
C. Sebagai Badan Hukum
Pasal 4 ayat (3) merupakan dasar hukum Bank Indonesia sebagai Badan Hukum dimana
disebutkan bahwa Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang int,
Pengertian badan hukum disini meliputi badan hukum publik dan badan hukum perdata. Dalam
4
kedudukannya sebagai badan hukum publik, Bank Indonesia berwenang menetapkan
peraturan-peraturan yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
Sedangkan sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama
sendiri di dalam dan di luar pengadilan.
Penegasan Bank Indonesia sebagai badan hukum ini diperlukan agar terdapat kejelasan
wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Status Bank Indonesia baik sebagal badan hukum publik
maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum
publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturanperaturan hukum yang merupakan
pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas
dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan
atas nama sendiri di dalam maupus di luar pengadilan.
D. Kedudukan Bank Indonesia dalam Struktur Ketatanegaraan RI
Sebagai lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai kedudukan
yan$ khusus dalam struktur ketatanegaraan RI. Sebagai lembaga negara, kedudukan Bank
Indonesta tidak sejajar dengan DPR, DPR, MA, BPK, atau Presiden yang merupakan Lembaga
Tinggi Negara. Disamping itu kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan departemen
karena kedudukan Bank Indonesia berada di luar Pemerintah Dalam pelaksanaan tugasnya,
Bank Indonesia mempunyai hubungan kerja dengan DPR BPK, serta Pemerintah.
E. Esensi dan Implikasi dari Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Esensi dari status dan kedudukan Bank Indonesia ini adalah agar pelaksanaan tugas
Bank indonesia dapat lebih efektif. Implikasinya Bank Indonesia harus lebih transparan dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan memelihara
yestabilan nilai rupiah yang tercermin pada laju inflasi dan nilai tukar.

2.4 Tujuan dan Tugas Bank Indonesia


A. Tujuan Bank Indonesia
Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang
tidak merumuskan secara tegas mengenai tujuan Bank indonesia, dalam UU-BI secara tegas
dinyatakan dalam Pasal 7 bahwa tujuan Bank indonesia adalah mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah yang merupakan single objective Bank Indonesia. Kestabilan nilai
rupiah yang dimaksud adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa yang tercermin

5
dari perkembangan laju inflasi serta kestabilan terhadap mata uang negara lain yang tercermin
pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Perumusan tujuan Bank Indonesia dalam bentuk single objective ini dimaksudkan
untuk memperjelas sasaran yang akan dicapai dan batasan tanggung jawab yang harus dipikul
oleh Bank Indonesia. Hal ini berbeda dengan tujuan Bank Indonesia dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral yang dirumuskan secara umum yaitu
“meningkatkan taraf hidup rakyat’. Ketidaktegasan perumusan tersebut menimbulkan
implikasi antara lain peran Bank Indonesia sebagai otoritas tidak jelas dan tidak terfokus
bahkan timbul conflicting karena antara tugas menjaga kestabilan nilai rupiah dengan tugas
mendorong pertumbuhan seringkali tidak dapat berjalan seiring. Disamping itu, ketidakjelasan
tujuan juga menjadikan tanggung jawab terhadap kebijakan yang diambil tidak jelas.
B. Tugas Bank Indonesia
Dalam rangka mencapai tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah,
Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan 3 (tiga) bidang utama tugas Bank
indonesia yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Agar tujuan mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah tersebut dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka
ketiga tugas tersebut harus diintegrasikan.

2.4.1 Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter


Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai rupiah, Pasal
10 UU-BI menegaskan bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melaksanakan
kebijakan moneter melalui penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju
inflasi serta melakukan pengendalian moneter melalui berbagai cara antara lain:
1. Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing
2. Penetapan tingkat diskonto
3. Penetapan cadangan wajib minimum
4. Pengaturan kredit atau pembiayaan

Cara-cara pengendalian moneter tersebut dapat dilaksanakan juga berdasarkan prinsip


syariah. Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Bank Indonesia atas dasar kalender dengan
memperhatikan perkembangan dan prospek ekonomi makro Penetapan sasaran laju inflasi
tersebut terutama dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan harga yang secara
langsung dipengaruhi oleh kebijakan moneter. Sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Bank

6
Indonesia tersebut dapat berbeda dengan, asumsi laju inflasi yang dibuat oleh Pemerintah
dalam rangka penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang didasarkan pada
tahun fiskal.
A. Peran Bank Indonesia sebagai Leader of The Last Resort
Sebagai upaya untuk meningkatkan efektifitas pengendalian moneter, Bank Indonesia
juga mempunyai fungsi Leader of The Resort, (Psl 11) yang memungkinkan Bank Indonesia
membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank. Dalam kaitan ini, Bank
Indonesia hanya membantu untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek karena
adanya mismacth yang disebabkan oleh risiko kredit atau risiko pembiayayaan berdasarkan
prinsip syariah, risiko manajemen, atau risiko pasar. Untuk mencegah terjadinya penyalah
gunaan kredit atau pembiayaan dimaksud, yang pada gilirannya akan dapat mengganggu
efektivitas pengendalian moneter, maka pemberian kredit atau pembiaayaan berdasarkan
prinsip syariah dibatasi selama 90 hari.
Di samping itu, kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut harus
dijamin dengan surat berharga yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan. Yang dimaksud
dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan meliputi surat berharga dan / atau
tagihan yang diterbitkan oleh pemerintah atau badan hukum yang mempunyai peringkat yang
tinggi berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten sewaktu-waktu
dengan mudah dicairkan. Apabila kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut
tdak dapat dilunasi pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia sepenuhnya berhak mencairkan
agunan yang dikuasainya.
B. Kebijakan nilai tukar
Pasal 12 UU-BI menetapkan bahwa Bank Indonesia melaksanakan kebijakan nilai tukar
berdasarkan nilai tukar yang ditetapkan. Penetapan nilai tuakr dilakukan oleh pemerintah
dalam bentuk Keputusan Presiden berdasarkan usuk Bank Indonesia. Kewenangan Bank
Indonesia dalam melaksanakan kebijakan nilai tukar ini antara lain dapat berupa :
1. Dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi terhadap mata
uang asing,
2. Dalam sitem nilai tukar mengambang berupa investasi pasar,
3. Dalam nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai tukar harian
serta lebar pita investasi.
C. Kewenangan dalam mengelola cadangan devisa
Dalam pasal 13-UU-BI dirumuskan bahwa Bank Indonesia mengelola cadangan devisa.
Dalam rangka mengelola cadangan devisa tersebut, Bank Indonesia melaksanakan berbagai
7
jenis transaksi devisa serta menerima pinjaman luar negeri. Yang dimaksud dengan cadangan
devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat dalam
sisi aktiva Bank Indonesia yang antara lain berupa emas, uang kerta asing, dan tagihan lainnnya
dalam valutan asing kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat
pembayaran luar negeri.
Pengelolaan cadangan devisa oleh Bank Indonesia dilakukan melalui berbagai jenis
transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan/atau menempatkan devisa, emas dan surat-surat
berharga secara tunai atau brjangka termasuk pemberian pinjaman. Dalam melakukan
pengelolaan cadangandevisa, Bank Indonesia selalu mempertimbangkan 3 (tiga) asas utama
dengan skal prioritas, yaitu likuidas (liquidity), keaman (security) tanpa mengabaikan prinsip
untuk memperoleh pendapatan yang optimal (profitability). Pinjaman luar negeri yang
dilakukan oleh Bank Indonesia adalah pinjaman luar negeri atas nama dan menjadi tangggung
jawab Bank Indonesia yang semata-mata digunakn dalam rangka pengelolaan cadangan devisa
unuk memperkuat cadangan devisa untuk memperkuat posisi neraca pembayaran. Pinjaman
dimaksud dapat dipantau oleh DPR melalui hasil pemeriksaan.
D. Penyelenggaraan survei
Untuk melaksankan kebijakan moneter secara efektif dan efisien, diperlukan data atau
informasi tersebut, Bank Indonesia dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau
sewaktu-waktu yang dapat bersifat makro. Pelaksanaan survei tersebut dapat dilaksanakan oleh
pihak lain berdasarkan penugasan Bank Indonesia. Dalam penyelenggaraan survei, setiap
badan wajib memberikan keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia atau pihak
lain yang ditugaskan. Bank Indonesia atua pihak lain yang ditugaskan untuk melakukan survei
tersebut wajib merahasiakan sumber dan data indidual kecuali yang secara tegas dinyatakan
lain dalam undang-undang.

2.4.2 Mengatur Dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran


Kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran diatur dalam Pasal 15 samapi dengan Pasal 23 UU-BI. Dalam rangka mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwewenang untuk
melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran, mewajibkan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan
laporan kegiatan serta menetapkan penggunaan alat pembayaran.
Persetujuaan terhadap penyelenggaraan jasa sistem pembayaran dimaksudkan agar
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran oleh pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya
8
persyaratan keamanan denefisiensi. Kewajibaban penyampaian laporan berlaku bagi setiap
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran. Hal ini dimakudkan agar Bank Indonesia dapat
memantau penyelenggaraan sistem pembayaran. Penetapan alat pembayaran dimaksudkan
agar alat pembayaran yang digunakan dalam masyrakat memenuhi persyaratan keamanan bagi
penggna. Termasuk dalam wewenang ini adalah membatasi penggunaan alat pembayaran
tertentu dalam rangka prinsip kehati-hatian. Dalam rangka pelaksanaan kewenangan tersebut
di atas, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran.
A. Pengaturan dana penyelenggaraan kliring serta penyelesaian akhir transaksi
Bank Indonesia mberwewenang mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang
rupiah dan/ atau valuta asing yang meliputi sistem kliring domestik dan lintas negara (Psl. 16).
Penyelenggaraan kegiatan kliring antar bank baik dalam rupiah maupun valuta asing seta
penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak
lain yang mendapat persetujuan dari Bank Indonesia (Psl. 17 jo Psl. 18).
B. Mengeluarkan dan mengedarkan uang
Sesuai denga amanat UUD 1945, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga
yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur peredaran uang rupiah (Psl. 20). Termasuk
dalam kewenagan ini adalah mencabut, menarik serta memusnahkan uang serta menetapkan
macam, harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahkan yang digunakan dan menentukan
tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah (Psl. 19). Sebagai konsekuensi
dari ketentua tersebut, maka Bank Indonesia harus menjamin ketersediaan uang di masyarakat
dalam jumlah yang cukup dan dengan kualitas yang memadai. Uang yang dikeluarkan oleh
Bank Indonesia dibebaskan dari beamaterai (Psl. 21). Bank Indonesia dapat mencabut dan
menarik uang rupiah dalam peredarai dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama
(Psl. 23). Konsekuensi dari ketentuan ini maka Bank Indonesia harus memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk ;
1. Melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama dan pecahan lainnya,
2. Melakukan penukaran uang yang cacat atau dianggap tidak layak untuk diedarkan,
3. Menukarkan uang yang rusak sebagian karana terbakar atau sebab lain dengan nilai
yang sama atau lebih kecil dari nilai nominalnya yang bergantung pada tingkat
kerusakannya.

9
2.4.3 Tugas dan mengatur mengawasi bank
Pengaturan dan Pengawasan Bank merupakan salah satu tugas Bank Indonesia
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 UU-BI. Dalam rangka melaksanakan tugas ini, Bank
Indonesia mentapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan
kegiatan usaha dalam bentuk bank, melaksanakan pengawasan bank, serta mengenakan sanksi
terhadap bank (Psl. 24). Selain itu, Bank Indonesia berwewenang menetapkan ketentuan-
ketentuan perbankanyang memuat prinsip kehati-hatian (Psl. 25). Berkaitan denga kewenangan
di bidang perizinan, Bank Indonesia :
1. Memberikan dan mencabut izin usaha bank,
2. Memberikan izin pembukuan, penutupan dan pemindahan kantor bank,
3. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank,
4. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu
(Psl. 26).
Pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi pengawasan langsung dan tidak
langsung (Psl . 27). Bank Indonesia berwewenang mewajibkan bank untuk menyampaikan
laporan, keteranga, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, diaman hal ini dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak
terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlakukan (Psl. 28). Pemeriksaan terhadap
bank dilakukan secara berkala maupun setiap wakatu apabila diperlukan dan dapat dilakukan
terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank
apabila diperlukan. Bank dan pihak bank lain tersebut wajib memberikan kepada pemeriksa :
1. Keterangan dan data yang diminta
2. Kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik yang
berkaitan dengan kegiatan usahanya
3. Hal-hal lain yang diperlukan dan lain-lain (Psl. 29).
Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia
melaksanakan pemeriksaan terhadap bank (Psl. 30). Bank Indonesia dapat memerintahkan
bank untuk menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tersebut apabila
menurut penilaian Bank Indonesia transaksi tersebut diduga merupakan tindakan pidana di
bidang perbankan (Psl. 31). Dalam hal ini keadaan suatu bank menurut penilaian Bank
Indonesia membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan/ atau
membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan
perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam
undang-undang tentang perbankan yang berlaku (Psl. 33).
10
A. Pengalihan tugas pengawasan bank
Dalam UU-BI ditetapkan bahwa tugas mengawasi bank akan dialihkan kepada lembaga
pengawasan sektor jasa keauangn independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang
selambat-lambatnya 31 Desember 2002 (Psl. 34). Tugas yang dialihkan kepada lembaga ini
tidak termasuk tugas pengaturan bank serta tugas yang berkaitan dengan perizinan. Lemabaga
pengawasan idependen ini akan melakukan pengawasan terhadap semua lembaga jasa
keuangan seperti bank, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan
pembiayaan serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.

2.5 Peranan Bank Indonesia Dalam Mengendalikan Inflasi


Dalam UU Repubik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia pada
salah satu pasalnya disebutkan bahwa Bank Indonesia adalah lembaga negara yang
independen. Independen diartikan sebagai lembaga negara yang bebas dari campur tangan
pemerintah atau pihak lainnya. Selanjutnya, dalam Pasal 9 dinyatakan bahwa pihak lain
dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia,
dan demikian pula Bank Indonesia wajib menolak dan/ atau mengabaikan segala bentuk ikut
campur tangan dari pihak maupun dalam rangka dalam melaksanakan tugasnya. Independensi
tersebut ditandai dengandiberikannya kewenangan penuh pada Bank Indonesia dalam
menetapkan target-target yang akan dicapai (goal indenfendence) dan kebebasan dalam
menggunakan berbagai piranti moneter (instrument indenpendence) dalam mencapai target
tersebut. Selanjutnya, dalam Pasal 10 ditegaskan bahwa Bank Indonesia memiliki kewenangan
untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penerapan sasaran moneter dengan
memperhatikan laju inflasi.
Demikian pula, untuk lebih meningkatkan efektivitas pengendalian moneter serta
kapasitasnya sebagai Leader of The Last Resort, dalam Pasal 11 dinyatakan bahwa pemberian
kredit oleh Bank Indonesia kepada bank dibatasi. Jangka waktu kredit kepada bank maksimal
90 hari dengan penggunaannya hanya untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek.
Selain itu, kredit tersebut harus dijamin dengan surat berharga yang bernilai tinggi dan mudah
dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterima oleh
bank.
Perlu diketahui juga bahwa tujuan dari Bank Indonesia saat ini adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia
mempunyai 3 tugas utama, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur

11
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank. Dalam
rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut, Bank Indonesia
berwewenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memerhatiakn sasaran laju inflasi
yang ditetapkan. Perlu dikemukakan bahwa tugas pokok Bank Indonesia berubah sejak
diterapkannya undnag-undnag tersebut, yaitu dari multiple objective (mendorong pertumbuhan
ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan memelihara kestabilan nilai rupiah) menjadi single
objective (mencapai dan memelihara kestabilan rupiah). Dengan demikian tingkat keberhasilan
Bank Indonesia akan lebih mudah di ukur dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Disis yang lain perlu dipahami bahwa bahwa kestabilan rupiah tercermin dan tingkat
inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang
secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi infalsi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu
tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal ini, Bank
Indonesia hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari
sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau,
distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian Bank Indonesia. Oleh
karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan Stabank
Indonesia, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik
pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi
yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah
sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa
yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu
berfluktuasi secara tajam.
Seperti dikemukakan di atas bahwa kontrol Bank Indonesia atas inflasi sangat terbatas,
karena inflasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Oleh karena itu, Bank Indonesia selalu
melakukan assessment terhadap perkembangan perekonomian, khususnya terhadap
kemungkinan tekanan inflasi. Selanjutnya respon kebijakan moneter didasarkan kepada hasil
assessment tersebut. Perlu disampaikan pula bahwa pengendalian inflasi tidak Bank Indonesia
dilakukan hanya melalui kebijakan moneter, melainkan juga kebijakan ekonomi makro lainnya
seperti kebijakan fiskal dan kebijakan di sektor riil. Untuk itulah koordinasi dan kerjasama
antar lembaga lintas sektoral sangatlah penting dalam menangani masalah inflasi ini.
Sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia di masa depan pada dasarnya lebih
diarahkan untuk menjaga inflasi. Pemilihan inflasi sebagai sasaran akhir ini sejalan pula dengan
kecenderungan perkembangan terakhir bank-bank sentral di dunia, dimana banyak bank sentral

12
yang beralih untuk lebih memfokuskan diri pada upaya pengendalian inflasi. Alasan yang
mendasari perubahan tersebut adalah,
1. Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter
Bank Indonesia hanya dapat mempengaruhi tingkat inflasi, kebijakan moneter Bank
Indonesia tidak dapat mempengaruhi variabel riil, seperti pertumbuhan output ataupun
tingkat pengangguran.
2. Pencapaian inflasi rendah merupakan prasyarat bagi tercapainya sasaran
makroekonomi lainnya, seperti pertumbuhan pada tingkat kapasitas penuh (full
employment) dan penyediaan lapangan kerja yang seluas-luasnya.
3. Yang terpenting, penetapan tingkat inflasi rendah sebagai tujuan akhir kebijakan
moneter akan menjadi nominal anchor berbagai kegiatan ekonomi.
4. Strategi yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam mencapai sasaran inflasi yang
rendah adalah:
5. Mengkaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi kebijakan moneter Bank
indonesia.
6. Menentukan sasaran akhir kebijakan moneter Bank Indonesia.
7. Mengidentifikasi variabel yang menyebabkan tekanan-tekanan inflasi.
8. Memformulasikan respon kebijakan moneter Bank Indonesia.
9. Dapat ditambahkan bahwa laju inflasi yang diperoleh dari indeks harga konsumen
(IHK) sebagai sasaran akhir dan laju inflasi inti (core atau underlying inflation) sebagai
sasaran operasional.
Berdasarkan pengertiannya, ada 2 konsep dalam pengertian inflasi inti.
1. Inflasi inti sebagai komponen inflasi yang cenderung “menetap' atau persisten
(persistent component) di dalam setiap pergerakan laju inflasi.
2. Inflasi Inti sebagai kecenderungan perubahan harga-harga secara umu (generalized
component). Core inflation pada beberapa literatur disebut juga underiying Inflation.
Inflasi inti inilah yang dapat dipengaruhi atau dikendalikay oleh Bank Indonesia.

Didalam operasionalnya, Bank Indonesia tidak menggunakan inflasi IHK sebaga acuan
dalam mengambil kebijakan moneter, namun menggunakan inflasi inti. Penggunaan Infiasi inti
sebagai sasaran operasional dikarenakan inflasi inti dapat memberikan signa yang tepat dalam
memformulasikan kebijakan moneter. Sebagai contoh, dalam hal terjadi gangguan permintaan
(demand shock) yang mengakibatkan inflasi tinggi, respon bank sentral akan mengetatkan uang
beredar sehingga tingkat inflasi dapat ditekan. Disamping itu, Bank Indonesia akan tersebut

13
dapat juga untuk menyesuaikan kembali pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sesuai
dengan kapasitas perekonomian. Sebaliknya, jika inflasi meningkat karena terjadinya
gangguan penurunan di sisi penawaran (supply side), misalnya kenaikan harga makanan karena
musim kering maka kebijakan uang ketat Bank Indonesia justru dapat memperburuk tingkat
harga dan pertumbuhan ekonomi, Respon yang dapat dilakukan oleh bank sentral adalah
kebijakan Bank Indonesia melonggarkan hkuiditas perekonomian justru diperlukan untuk
menstimulir peningkatan penawaran.
Bank Indonesia menetapkan IHK sebagai targetnya, seperti yang diterapkan di Semua
Negara yang menganut sistem target inflasi secara eksplisit. Ada beberapa alasan yang
mendasari dipilihnya IHK sebagai target bank sentral, baik dari sisi teoritis maupun dari segi
kepraktisannya. Kelebihan bank indonesia digunakannya IHK ini antara lain adalah merupakan
alat ukur yang paling tepat dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat karena IHK
mengukur indeks Bank Indonesia hidup konsumen. Seperti yang berlaku pada negara-negara
lain institusi yang bertugas mengumpulkan data statistik selalu memfokuskan sebagian besar
sumber dayanya untuk menghasilkan data IHK yang reliable dibandingkan indeks harga
lainnya, sehingga hasil pengukuran IHK selalu memiliki kualitas yang lebih baik dan selalu
tersedia secara tepat waktu Dilihat dari asalnya, tekanan inflasi dapat dibedakan atas domestic
pressures (berasal dari dalam negeri) dan external pressures (berasal dari luar negeri). Tekanan
yang berasal dari dalam negeri dapat diakibatkan oleh adanya gangguan dari sisi penawarat
dan permintaan serta kebjakan yang diambil oleh instansi lain di luar Bank Indonesia misalnya
kebijakan Bank Indonesia penghapusan subsidi pemerintah, kenaikan pajak dan lain
sebagainya. Gangguan dari sisi penawaran dapat timbul apabila terjadi musim kering yang
mengakibatkan gagal panen, terjadinya bencana alam, gangguan distribusi tidak lancar dan
adanya kerusuhan-kerusuhan sosial yang berakibat terputusny? pasokan dari luar daerah.
Gangguan dari sisi permintaan dapat terjadi apabila otoritas moneter menerapkan kebijakan
uang longgar Bank Indonesia.
Dalam Pasal 58 Undang-Undang Bank Indonesia yang baru tersebut di ata mdisebutkan
bahwa Bank Indonesia wajib menyampaikan informasi kepada masyarakat secara terbuka
melalui media massa pada setiap awal tahun anggaran yang antara lain memuat rencana
kebijakan dan penetapan sasaran-sasaran laju inflasi serta perkembangan kondisi ekonomi dan
keuangan. Pengumuman target dan sasaran moneterpersebut mengandung makna yang penting
dalam rangka transparansi dan menunjukkan komitmen Bank Indonesia terhadap pengendalian
laju inflasi. Bagi masyarakat, target dan sasaran moneter tersebut dapat menjadi arah mengenai
kondisi perekonomian di masa mendatang sehingga mereka dapat melakukan perencanaan
14
kegiatan ekonominya dengan lebih baik. Atas dasar hal tersebut maka Bank Indonesia akan
mengumumkan sasaran inflasi untuk jangka waktu antara 2 - 3 tahun ke depan. Sasaran tersebut
akan diumumkan dalam suatu range (band) dengan titik tengah tertentu. Hal ini dimaksudkan
untuk mengakomodasi kemungkinan terjadinya random shocks (tekanan-tekanan dari sisi
penawaran yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya), seperti kelangkaan semen, lonjakan
harga cabe. Dalam jangka menengah dan panjang, laju inflasi diharapkan dapat ditekan sekitar
Dalam jangka pendek, angka inflasi dipertahankan di bawah single digit. Namun
demikian, berbagai kebijakan penyesuaian harga barang yang dikendalikan pemerintah dapat
memberikan tekanan inflasi secara signifikan. Sesuai amanat Undang-Undang No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004,
Bank Indonesia mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk
mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia memiliki tugas pokok, yaitu:
1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan
3. Mengatur dan mengawasi bank.
Terkait pelaksanaan tugas pokok dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, Bank Indonesia memiliki kewenangan antara lain menetapkan dan menggunakan
instrumen moneter berupa tetapi tidak terbatas pada:
1. Operasi pasar terbuka,
2. Penetapan tingkat diskonto,
3. Penetapan giro wajib minimum, dan
4. Pengaturan kredit atau pembiayaan.
Penggunaan instrumen di atas dilakukan berdasarkan prinsip konvensional (sistem
bunga) maupun berdasarkan prinsip syariah (sistem bagi hasil) Pengendalian moneter melalui
operasi pasar terbuka (OPT) adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan Bank
Indonesia dengan bank atau pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Kegiatan operasi
pasar terbuka terdiri dari:
1. Operasi pasar terbuka (OPT) dalam rupiah, meliputi penerbitan SBI Sertifikat Bank
Indonesia (SBI): jual beli surat berharga dalam rupiah antara lain SBI dan Surat Utang
Negara (SUN): penyediaan fasilitas simpanan Bank Indonesia dalam rupiah (FASB1):
Fine Tune Operation (FTO): penitipan dana dengan prinsip wadiah.
2. Operasi pasar terbuka (OPT) dalam valuta asing yaitu jual beli valuta asing terhadap
rupiah antara lain dalam bentuk spot, forward dan swap.

15
Dengan kegiatan operasi pasar terbuka tersebut, Bank Indonesia mempengaruk
Wnnditas perbankan (melalui ekspansi dan kontraksi moneter) untuk mencapai targes
Operasional kebijakan moneter, berupa target kuantitas uang primer atau komponennya Ika
suku bunga pasar jangka pendek. Untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, Bang Indonesia
mempunyai fungsi sebagai Lender of The Last Resort melalui pemberiag kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank untuk mengatag kesulitan pendanaan
jangka pendek, yang dijamin dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, yang
selanjutnya disebut Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Dalam rangka membantu
kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesi menyediakan fasilitas pendanaan intrahari
berupa Fasilitas Likuiditas Intrahari (FL) untuk penyelesaian transaksi pembayaran melalui
sistem Bank Indonesia Real Time Grog Sectiement (BI-RTGS) dan Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKBI). Selanjutnya untuk mendukung efektifitas, efisiensi dan kelancaran
pelaksanaan pengelolaan moneter Bank Indonesia mengembangkan infrastruktur pendukung
lain berupa sarana Bank Indonesia Scripless Secunties Settlement System (BI-SSSS).

2.6 Kerangka Kebijakan Operasi Pasar Terbuka (OPT)


Kerangka kebijakan moneter Bank Indonesia sebelum Juli 2005 mengacu kepada target
uang primer. Kerangka tersebut cukup efektif untuk menyerap kembali kelebihan likuiditas di
perbankan yang merupakan dampak dari bantuan likuiditas Bank Indonesia, sebagai
konsekuensi fungsi Bank Indonesia sebagai Lender of The Last Resort. Dalam
perkembangannya, peran suku bunga pada mekanisme transmisi kebijakan moneter menjadi
semakin penting dibandingkan dengan uang primer, terutama dalam mempengaruhi variabel
ekonomi makro terutama inflasi. Hal ini disebabkan oleh ketidakstabilan hubungan antara uang
primer dengan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya, untuk mendukung efektifitas transmisi kebijakan moneter secara Jebih
operasi pasar terbuka, dan untuk memperkuat kerangka kebijakan moneter yang bersifat
antisipatif maka Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter berbasis sukv bunga.
Kerangka kebijakan moneter yang baru, yaitu Inflation targeting framework (TTF) mulai di
implementasikan Bank Indonesia sejak Juli 2005. Dengan ITF, kerangk3 kerja kebijakan
moneter dilakukan secara transparan dan konsisten dalam rangk3 mencapai sasaran inflasi
beberapa tahun ke depan yang ditetapkan dan diumumka8 secara eksplisit. Guna mendukung
operasi pasar terbuka imalisasi pencapaian sasaraP inflasi tersebut, Bank Indonesia
menetapkan policy rate (Bank Indonesia-Rate) yang diumumkan secara periodik kepada publik

16
sebagai sinyal kebijakan moneter untuk jangka waktu tertentu. Perubahan Bank Indonesia-Rate
mencerminkan respon banb sentral terhadap perkembangan kondisi makro ekonomi.

2.6.1 Operasi Pasar Terbuka


A. Definisi Operasi Pasar Terbuka
Operasi pasar terbuka adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. Kegiatan tersebut
dapat bersifat kontraksi (menyerap likuiditas perbankan) maupun ekspansi (menambah
likuiditas perbankan). Operasi pasar terbuka dilakukan dengan tujuan untuk mencapai target
operasional kebijakan moneter dalam rangka mendukung pencapaian sasaran akhir kebijakan
moneter Bank Indonesia. Pelaksanaan operasi pasar terbuka dapat dilakukan secara
regular/periodik maupun non regular (sewaktu-waktu apabila dipandang perlu dalam hal terjadi
gejolak suku bunga dan atau nilai tukar).
B. Pencapaian target Operasi Pasar Terbuka
Dalam pencapaian target operasi pasar terbuka, Bank Indonesia menggunakan dua
instrumen utama operasi pasar terbuka, yaitu penerbitan SBI dan FASBI. Sebelum penerbitan
SBI SBI, Bank Indonesia melakukan proyeksi secara mingguan terhadap perubahan likuiditas
perbankan yang dipengaruhi oleh autonomus factor (antara lain perkembangan uang kartal dan
rekening pemerintah), dan volume instrumen Operasi pasar terbuka yang jatuh waktu. Dari
proyeksi tersebut diperoleh gambaran mengenai posisi likuiditas perbankan yang akan diserap
melalui kegiatan operasi pasar terbuka di minggu berikutnya. Dalam menetapkan jumlah
likuiditas yang akan diserap, dipertimbangkan pula perkembangan suku bunga pasar uang antar
bank (PUAB) dan excess reserve yang dipelihara oleh bank.
C. Instrumen Operasi Pasar Terbuka
Instrumen operasi pasar terbuka dikelompokkan berdasarkan waktu pelaksanaan
Operasi pasar terbuka yang dapat dilakukan secara regular dan non regular.
1. Instrumen Operasi Pasar Terbuka Regular
Instrumen operasi pasar terbuka regular terdiri dari penerbitan SBI, FASBI, dan
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI), Reverse Repo SUN (RRSUN), dan SBI
repurchase agreement (SBI Repo).

17
Gambar 2.4 sistem dan mekanisme kerja OPT

a. Penerbitan SBI
SBI adalah surat berharga sebagai pengakuan utang berjangka waktu pen:
dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia den: sistem
diskonto. SB! diterbitkan Bank Indonesia tanpa warkat (scriple dan seluruh
kepemilikan maupun transaksinya dicatat dalam sarana B Indonesia BI-SSSS.
Pihak-pihak yang dapat memiliki SBI adalah bank um dan masyarakat. Bank dapat
membeli SBI di pasar perdana sement masyarakat hanya diperbolehkan membeli di
pasar sekunder. Penerbi SBI di pasar perdana dilakukan dengan mekanisme lelang
pada setiap Rabu atau hari kerja berikutnya (dalam hal hari dimaksud adalah hari
lib SBI diterbitkan Bank Indonesia dengan jangka waktu (tenor) 1 bulan sa dengan
12 bulan dengan satuan unit terkecil sebesar Rp1 juta. Saat ini B Indonesia
menerbitkan SBI dengan tenor 1 bulan dan 3 bulan. Penerbi SBI tenor 1 bulan
dilakukan secara mingguan sedangkan SBI tenor 3 b dilakukan secara triwulanan.
Peserta lelang SBI terdiri dari bank umum pialang pasar uang Rupiah dan Valas.
Metode lelang penerbitan SBI dilaku dengan menggunakan 2 (dua) cara yaitu:
1) Variable rate tender (peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas
dan tingkat diskonto SBI), dan

18
2) Fixed rate tender ( peserta lelang mengajukan penawaran kuantitas
dengan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh Bank Indonesia).

Penawaran minimal pada lelang SBI di pasar perdana ditetapkan sebesar Rp.1
miliar dengan kelipatan Rp.100 jut. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang
SBI paling lambat pada 1 hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang. Bank Indonesia
mengumumkan pemenang lelang SBI pada hari pelaksanaan lelang. Dan
penyelesaian transaksi dilakukan 1 (satu) hari kerja berikutnya (one day settlement)
melalui sarana BI-SSSS yang terhubung langsung dengan system BI-RTGS. Berikut
ini diberikan ilustrasi simulasi perhitungan penetapan pemenang lelang SBI dalam
transaksi operasi pasar terbuka regular:
Tabel 2.1. Penempatan Pemenang SBI 1 Bulan Metode Fixed Rate Teder Diskonto: 70%

Bank peserta Jumlah Akumulasi Tingkat Ket


penawaran penawaran diskonto
Bank-A 1.000 1.000 7,00 Menang
Bank-B 1.000 2.000 7,00 Menang
Bank-C 2.000 4.000 7,00 Menang
Bank-D 2.500 6.500 7,00 Menang
Bank-E 1.500 8.000 7,00 Menang
Penawaran kuantitas yang masuk dari setiap peserta lelang dinyatakan diterima sebagai
pemenang lelang. Namun apabila dipandang perlu bank Indonesia dapat menyesuaikan
kuantitas pemenang lelang.

Tabel 2.2. Penetapan Pemenang SBI 1 Bulan Metode Variabel Rate Teder Diskonto: 7%

Bank peserta Jumlah Akumulasi Tingkat Ket


penawaran penawaran diskonto
BankA 1.000 1.000 7,000 Menang
Bank-B 500 1.500 7,125 Menang
Bank-C 2.000 3.500 7,250 Menang
Bank-D 1.000 4.500 7,375 Menang
Bank-E 500 5.000 7,500 Menang
Bank-F 3.000 8.000 7,625 M.Sebagian
Bank-G 2.000 10.000 7,625 M.Sebagian

19
Bank-H 1.500 11.500 7,750 T.Menang
Bnak-I 1.000 12.500 8,000 T.Menang

Indonesia). Penawaran minimal pada lelang RRSUN ditetapkan sebesar Rp1 miliar
dengan kelipatan Rp100 juta. Bank Indonesia mengumumkan rencana transaksi RR
SUN paling lambat pada 1 hari kerja sebelum pelaksanaan lelang Bank Indonesia
mengumumkan pemenang leiang RR-SUN pada hari pelaksanaan lelang. Penyelesaian
transaksi dilakukan 1 (satu) hari kerja berikutnya (one day settlement) melalui sarana
BI-SSSS yang terhubung langsung dengan sistem BI-RTGS.
e. SBI-Repo
SBI-Repo adalah transaksi penjualan SBI secara bersyarat oleh bank kepada
Bank Indonesia dengan persyaratan kewajiban pembelian kembali sesuai dengan harga
dan jangka waktu yang disepakati. Repo merupakan instrumen kebyakan moneter yang
bersifat ekspansif. Saat ini, jumlah maksimal surat berharga milik bank yang dapat
direpokan adalah 5046 dari nilai SBI. Penyelesaian transaksi Repo dilakukan pada hari
yang sama (same day Settlement).
2. Instrumen Operasi Pasar Terbuka Non Regular
Instrumen operasi pasar terbuka non regular terdiri dari: Fine Tune Operation (FTO)
meliputi Fine Tune Ekspansi (FTE) dan Fine Tune Kontraksi (FTK): Outright beli/jual
SUN: dan sterilisasi penjualan/pembelan valuta asing.
a. FTO
FTO adalah instrumen operasi pasar terbuka untuk menambah/mengurangi
hkuiditas secara jangka pendek dalam rangka menstabilkan gejolak suku bunga di
PUAB.FTO hanya digunakan apabila dipandang perlu (berdasarkan diskresi Bank
Indonesia). Transaksi FTE dilakukan dengan underlying surat berharga, yaitu SBI
dan SUN, sedangkan transaksi FTK dilakukan melalui penempatan dana bank di
Bank Indonesia tanpa underlying surat berharga dengan sistem diskonto. Jangka
waktu transaksi FTO maksimum 14 hari dihitung dari tanggal transaksi sampai
dengan tanggal jatuh waktu. Transaksi FTO ditakukan dengan mekanisme lelang
melalui sarana Bank Indonesia SSSS, dapat menggunakan metode Fixed Rate
Tender atau Variable Rate Tender. Seteimen FTO dilakukan segera setelah Bank
Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi FTO melalui sarana BI-SSSS yang

20
terhubung langsung dengan sistem BI-RTGS pada tanggal transaksi (same day
settlement) dengan prinsip Delivery Versus Payment (DVP).
b. Outright Jual/Beli SUN
Outright jual/beli SUN adalah instrumen kontraksi/ekspansi moneter yang
bersifat permanen dengan underiying berupa SUN yang berjangka waktu lebih dari
1 tahun. Transaksi dapat dilakukan dengan mekanisme lelang atau non lelang.
c. Sterilisasi
Penjualan/Pembelian Valuta Asing Adalah transaksi penjualan/pembelian USD
atau valas lainnya dengan menggunakan rupiah yang dimaksudkan untuk
mengurangi/menambah jumlah rupiah yang beredar. Peserta Operasi Pasar
Terbuka.
3. Peserta Uperasi rasar lerDuka
Peserta operasi pasar terbuka terdiri dari bank, lembaga perantara dan pihak lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Lembaga perantara yang dimaksud antar, lain pialang
pasar uang, pialang pasar modal, dan primary dealer, sedangkan yang dimaksud pihak
lain adalah badan hukum non bank, badan lainnya dar perorangan. Dilihat dari cara
pengajuan penawaran, peserta operasi pasar terbuk, dapat digolongkan sebagai peserta
langsung dan peserta tidak langsung. Pesert, langsung yaitu peserta yang mengajukan
penawaran langsung ke Bank Indonesia sedangkan peserta tidak langsung mengajukan
penawarannya melalui lembaga perantara.

D. Fasilitas Pendanaan
Dalam rangka mendukung pencapaian tujuannya, Bank Indonesia menyediakan
fasilitas pendanaan bagi bank (baik konvensional maupun syariah) yang terdiri dari FPJP dan
FLI.
1. FPJP
FPJP adalah fasilitas pendanaan jangka pendek untuk bank yang mengalami
kesulitan pendanaan yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih
kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch). FPJP wajib dijamun
dengan agunan milik bank yang bersangkutan yang berkualitas tinggi dan mudah
dicairkan, saat ini berupa SBI, SUN, dan SWBI. Jangka waktu FPJP adalah 1 (satu)
hari, dan dapat diperpanjang secara berturut turut dengan jangka waktu FPJP
keseluruhannya maksimum 90 (sembilan puluh) hari.

21
2. FLI
FLl adalah fasilitas pendanaan yang bersifat intraday untuk mendukung kelancaran
sistem pembayaran sehingga tidak terjadi kemacetan (gridlock) dalam sistem BI-
TGS, yang harus dilunasi pada hari yang sama dengan hari penggunaan. Bank dapat
memperoleh FLI baik dalam rangka menjaga kelancaran transaksi dalam sistem BI-
RTGS (FLI-RTGS) maupun dalam rangka penyelesaian akhir kliring debet (FLI-
Kliring). Bank dapat menggunakan FLI sepanjang memiliki dan mengagunkan
surat berharga yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, saat ini berupa SBI
SUN dan SWBI. Pelunasan FLI yang digunakan bank dilakukan secara otomatis
oleh sistem BI-TGS setiap terdapat transaksi masuk (incoming transaction) yan
mengkredit rekening rupiah bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sampai
dengan batas waktu pelunasan FLJ. Terhadap nilai FLI yang tidak dapat dilunasi
diperlakukan sebagai FPJP.
E. Sarana Pendukung Operasi Pasar Terbuka
Dalam mendukung pelaksanaan kegiatan operasi pasar terbuka yang efektif dan efisien
Bank Indonesia mengembangkan infrastruktur pendukung berupa sarana BI-SSSS dan sistem
BI-RTGS.
1. BI-SSSS
BI-SSSS merupakan sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya, dan penatausahaan surat berharga secara elektronik yang terhubung
langsung antara peserta, penyelenggara, dan sistem BI-RTGS. BI-SSSS
menggabungkan sistem transaksi Bank Indonesia yang mencakup pelaksanaan operasi
pasar terbuka, pemberian fasilitas pendanaan Bank Indonesia, transaksi SUN untuk dan
atas nama pemerintah dalam satu sistem yang terintegrasi dan terhubung langsung (on-
line) antara Bank Indonesia dengan para pelaku pasar, BI-SSSS juga mempunyai fungsi
pendukung dalam distribusi informasi dan komunikasi dari dan ke penyelenggara serta
antar peserta. Setelmen transaksi BI-SSSS surat berharga di pasar perdana dan di pasar
sekunder dilakukan atas dasar prinsip DVP atas dasar sistem setelmen gross to gross
dan gross to net.
2. BI-RTGS
Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem setelmen berbasis gross dengan koneksi
elektronis on-line antar bank-bank dan pihak selain bank (antara lain Kustodian Sentral
Efek Indonesia/KSEI) dengan Bank Indonesia. Sistem BI-RTGS adalah proses
penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually
22
processed/gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed), dimana
rekening bank peserta dapat didebet/dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan
perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran,

Dengan sistem BI-RTGS, originating bank (initiating bank) mentransmisikan melalui


terminal RTGS di tempatnya transaksi pembayaran ke pusat pengolahan sistem RTGS (RTGS
Central Computer/RCC) di Bank Indonesia untuk proses setelmen dan jika proses setelmen
berhasil, transaksi pembayaran akan diteruskan secara otomatis dan elektronis kepada
counterparty bank. Sistem BI-RTGS mampu memenuhi kebutuhan berbagai pihak terhadap
tersedianya mekanisme pembayaran yang sangat cepat yang dibutuhkan oleh transaksi yang
mensyaratkan DVP seperti transaksi jual beli saham dan securities paper lainnya. Secara umum
mekanisme/proses transfer dana antar Peserta BI-RTGS sebagai berikut:
a. Nasabah pengirim memberi instruksi transfer kepada bank pengirim untuk melakukan
transfer sejumlah dana ke Nasabah penerima di bank penerima.
b. Bank pengirim memproses transfer pada komputer RTGS Terminal (RT), selanjutnya
ditransmisikan ke RTGS Central Computer (RCC) yang merupakan pusat komputer
RTGS di Bank Indonesia.
c. Selanjutnya, jika pesan dari bank pengirim diterima RCC, maka RCC memproses
transfer dana dengan mekanisme sebagai berikut
1) Mengecek kecukupan saldo giro bank pengirim di Bank Indonesia. Jika saldo
giro mencukupi untuk melakukan transfer, dilakukan pembukuan simultan
dengan mendebit rekening giro bank pengirim dan mengkredit rekening giro
bank penerima.
2) Jika saldo rekening giro bank pengirim tidak mencukupi, transfer tersebuy
ditempatkan dalam antrian (gueue) sistem BI-RTGS.
d. Informasi transfer yang telah diselesaikan (settied) ditransmisikan secara otomaty oleh
RCC ke RT bank pengirim dan RT bank penerima. Pada proses no. 3 dan ng 4, transaksi
transfer RTGS pada Level Bank telah selesai, rata-rata penyelesalan kurang dari 1
menit.
e. Bank penerima meneruskan perintah transfer dana yang diterima dari RCe dengan cara
mengkredit dana sesuai dengan yang dikirim oleh Nasabah pengirim Kecepatan proses
ini bergantung kondisi dan standar bank penerima (Levet Nasabah). RTGS diperlukan
terutama bagi transfer dana yang penting atzy bernilai besar, yang umumnya dana
tersebut akan sesegera mungkin digunakan Dari mekanisme di atas, tampak bahwa
23
transfer dana RTGS dapat terhambat jika transaksi dalam antrian. Selain itu, hambatan
bahkan retur/kegagalan transaksi dapat terjadi sehingga transaksi dikembalikan oleh
bank penerima, jika data yang diinput oleh nasabah pada formulir transfer dana RTGS
keliru, misalnya: nama dan nomor rekening tujuan transfer tidak cocok/salah.

Dari ilustrasi di atas nasabah diharapkan dapat memahami proses transaksi RTGS dan dapat
memperkirakan kapan RTGS diperlukan. Penjelasan di atas dapat dilihat dalam gambar skema
mekanisme proses RTGS secara sederhana.

Gambar 2.5. Proses Mekanisme Pelaksanaan RTGS-BI

2.7 Peran Bank Indonesia Dalam Stabilitas Keuangan


Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank
Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem kevang””
(perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam meng stabilitas
moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan aa artinya dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneterdan stabilitas keuangan ibarat
dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang
signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula ebaliknya, stabilitas keuangan merupakan
pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu
alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka
transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan
moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak

24
efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas
sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem
keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen
dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
1. Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjagastabilitas moneter antara lain melalui
instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk
mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat
gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek
ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan
cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena
itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu
kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
2. Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan
yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu
dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-
negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan.
Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan
dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut,
sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain
itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta
penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan
bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem
keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement)
dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong
kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor
perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan
Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
3. Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settie) pada salah satu peserta dalam
sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan
mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan
risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang
25
bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan Mekanisme dan pengaturan untuk
mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat.
Antara lain dengan menerapkan system pembayaran yang bersifat real time atau dikenal
dengan nama sistem RTGS (Reg Time Gross Settlement) yang dapat lebih
meningkatkan keamanan dan kecepatay sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam
sistem pembayaran, Bank Indones, memiliki informasi dan keahlian untuk
mengidentifikasi risiko potensial dalan sistem pembayaran.
4. Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapa mengakses
informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangaa Melalui pemantauan
secara macroprudentral, Bank Indonesia dapat memonttx kerentanan sektor keuangan
dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem
keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan
indikator macroprudential untuk mendeteky kerentanan sektor keuangan. Hasil riset
dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait
dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor
keuangan.
5. Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistem keuangaa melalui
fungsi bank sentral sebagai Lender of The Last Resort (LoLR). Funga LoLR merupakan
peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna
menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan Fungsi sebagai LoLR
mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupus krisis. Fungsi ini hanya
diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu
terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat
diterapkan pada bank yang mengalami kesulitas likuiditas temporer namun masih
memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya
sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindan terjadinya moral hazard. Oleh karena
itu, pertimbangan risiko sistemik das persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam
penyediaan likuiditas tersebut.

2.7.1 Kerangka stabilitas sistem keuangan


Dalam kapasitasnya menjaga stabilitas sistem keuangan, tidak seluruh cakupan dalam
sistem keuangan berada dalam wewenang Bank Indonesia. Di sisi lain, sebagai sebuah sistem,
stabilitas keuangan harus dilakukan secara utuh. Oleh karena itu, dalam menjap stabilitas

26
sistem keuangan secara menyeluruh diperlukan kerangka kerjasama dengas lembaga terkait
yaitu pemerintah dan otoritas jasa keuangan. Hal ini dimaksudkas untuk menghindari duplikasi
dan gesekan kepentingan dari masing-masing lembag' terkait. Gambaran umum kerangka
stabilitas sistem keuangan ini dapat dijelaskas sebagai berikut:
A. Misi dan Tujuan
Penetapan misi dan tujuan dimaksudkan untuk memberikan landasan yang jelas bag!
jembaga yang memonitor stabilitas sistem keuangan. Di banyak negara, misi untu Menjaga
stabilitas keuangan dilakukan oleh bank sentral (misal: Inggris, Australia, Korea, dan
Malaysia). Di Indonesia sendiri, tugas ini sudah termasuk dalam tugas pokok Bank Indonesia,
yaitu mencapai dan memelihara stabilitas rupiah melalui stabilitas moneter dan didukung oleh
stabilitas keuangan. Jadi dalam prakteknya, fungsi untuk menjaga stabilitas moneter tidak dapat
terlepas dari fungsi menjaga stabilitas sistem keuangann
B. Strategi
Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan diperlukan strategi monitoring stabilitas
sistem keuangan dan solusi bila terjadi krisis. Strategi tersebut mencakup koordinasi dan
kerjasama, pemantauan, pencegahan krisis dan manajemen krisis.
1. Koordinasi dan kerjasama
Upaya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, selain dilakukan oleh Bank
Indonesia juga oleh instansi terkait lainnya. Jadi berbagai instrumen dalam stabilitas
sistem keuangan, tidak hanya ditentukan oleh bank sentral, tetapi juga oleh otoritas
lainnya. Untuk pengelolaan informasi dan efektivitas kebijakan dalam stabilisasi
sistem keuangan, maka pertu adanya koordinasi antara lembaga tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh otoritas yang terlibat
dalam stabilitas sistem keuangan, dapat terhindar dari pertentangan dan dampak
negatif. Pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa koordinasi sulit terjadi
apabila fungsi pengawasan & pengaturan perbankan dipisahkan dari bank sentral.
Namun jika pemisahan terpaksa harus dilakukan, maka koordinasi dapat dilakukan
melalui pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang beranggotakan bank
sentral (Bank Indonesia), otoritas pengawas sistem keuangan, dan pemerintah yang
didukung oleh kekuatan hukum.
2. Pemantauan
Pemantauan terhadap stabilitas keuangan penting dilakukan untuk mampu
mengukur tekanan risiko yang akan timbul, khususnya gangguan yang bersifat
sistemik atau dapat menciptakan krisis. Melalui deteksi dini Ini, pencegahan
27
terjadinya instabilitas keuangan yang mematikan perekonomian dapat dilakukan
melalui kebijakan bank sentral maupun pemerintah. Pemantauan stabilitas
keuangan merupakan tugas bank sentral yang merupakan satu kesatuan dalam
menjaga stabilitas keuangan. Ada dua indikator utama yang menjadi target
pemantauan, yakni indikator microprudential dan indikator makroekonomi. Kedua
indikator tersebut saling melengkapi sebagai aksi dan reaksi dalam sistem keuangan
dan ekonomi. Pemantauan indikator microprudential dilakukan terhadap kondisi
mikro Institusi keuangan dalam sistem keuangan. Melalui pemantauan ini dapat
diketahui potensi risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit dan rentabilitas Institusi
keuangan, yang dimaksudkan untuk mengukur ketahanan sistem keuangan.
Pemantauan indikator makroekonorai juga perlu dilakukan terhadap kondisi
makroekonomi domestik maupun internasional yang berdampak signifikan
terhadap stabilitas keuangan. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, selanjutnya
dilakukan analisis guna memprediksi kondisi stabilitas sistem keuangan.
3. Pencegahan Krisis
Pencegahan krisis dilakukan dengan cara mencegah ketidakstabilan dalam
keuangan. Terdapat berbagai langkah kebyakan untuk mengatasi ketidakgn dalam
sistem keuangan. Langkah-langkah tersebut diadopsi dari standar regulasi
dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional, seperti International Monetary ta
(IMF), Bank for International Settlement (BIS), maupun asosiasi profesional
lainnya.

28
4. Manajemen Krisis
Meskipun pendekatan untuk mencegah timbulnya krisis cukup banyak, namun tidak
ade jaminan bahwa krisis tidak akan terjadi lagi. Karena potensi terjadinya krisis
selalu ada maka perlu adanya pengelolaan krisis. Manajemen krisis ini berisi
prosedur penyelesaian krisis dan kejelasan peran serta tanggung jawab dari masing-
masing institusi yang terlibat didalamnya. Apabila suatu bank dinyatakan dalam
kesulitan misalnya, mala diperlukan langkah-langkah di bawah ini:
 Institusi yang berwenang harus menetapkan apakah bank yang dinyatakan
dalam kesulitan itu tergolong sistemik atau tidak.
 Proses penyelamatan harus ditetapkan secara hukum mengingat adanf
penggunaan dana publik dalam proses penyelamatan tersebut.
 Peran Bank Indonesia, otoritas pengawasan, dan pemerintah harus
ditetapkan secara jelas.

2.7.2 Akuntabilitas dan anggaran


Dalam kaitannya dengan akuntabilitas anggaran dan transparasi dari kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh Bank Indonesia, Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia menetapkan hal-hal sebagai berikut :

29
a. Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan tahunan secara tertulis kepada DPR dan
pemerintah pada setiap awal tahun anggaran yang memuat :
1) Pelaksanaan tugas dan wewenang pada tahun sebelumnya,
2) Rencana kebijakan, penerapan sasaran, dan langkah-langkah pelaksanaan tuga
dan wewenagnya untuk tahun yang akan datang dengan memerhatikan
perkembangan laju inflasi serta kondsi ekonomim dan keuangan.
b. Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan triwulanan secara tertulis tentang
pelaksanaan tugas dan wewenagnya kepada DPR dan pemerintah.
c. Laoran tahuan dan triwulanan tersebut dievaluasi oleh DPR dan digunkan sebagai
bahan penilaian tahuanan terhadap kinerja Dewan Gubernur dan Bank Indonesia.

30
2.7.3 Daftar Bank Sentral Dunia
Tabel 2.3 Daftar Nama Bank Sentral Dunia

31
32
2.7.4 Otoritas Jasa Keuang (OJK)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga keuangan independen dan bebas
dari campur tangan pihak lainnya, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan,
pengawassan, pemeriksaann dan penyedikan di sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
A. Misi dan Visi OJK
 Misi :
1. Mewujudkan terselenggarannya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keungan secara
teratur, adil, transparan, dan akuntabel
2. Mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
3. Melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
 Visi :
Menjadi lembaga keungan industri jasa keungan yang terpercaya, melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keungan
menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan
kesejahteraan umum.
B. Nilai-nilai stategi OJK
1. Integritas adalah bertindak objektif, adil, dan konsisten sesuai dengan kode etik dan
kebijakan organisasi dengan menjunjung tinggi kejujuran dan komitmen.
2. Profesionalisme adalah bekerja dengan penuh tanggung jawab berdasarkan kompetensi
yang tinggi untuk mencapai kinerja terbaik.

33
3. Strategi adalah berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan baik internal
maupun eksternal secara produktif dan berkualitas.
4. Inklusif adalah terbuka dan menerima keberagaman pemangku kepentingan serta
memperluas kesempatan dan akses masyarakat terhadap industri keungan.
Visioner adalah memiliki wawasan yang luas dan mampu melihat kedepan (Forward
Looking) serta dapat berpikir diluar kebiasaan (Out of The Box Thingking)
C. Tujuan OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan :
1. Terselenggara secara teratur, adail, transparan, dan akuntabel
2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil,
dan
3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyrakat.
D. Fungsi dan Tugas OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di
sektor perbankan, sektor pasar modal, dan sektor peransuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.
E. Organisasi OJK
OJK dipimpin oleh Dewan Komisioner berangggotakan 9 orang yang ditetapkan
dengan keputusan Presiden serta bersifat kolektif dan kolegial, dengan susunan sebagai
berikut :
1. Seorang Ketua merangkap angggota;
2. Seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota;
3. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
4. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota;
5. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perangsurasian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayan, Dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnnya merangkap anggota;
6. Seorang Ketua Dewan Audit merangkap angggota;
7. Seorang tugas anggota yang membidangi Edukasi dan Perindungan Konsumen;
8. Seorang anggota Ex-Officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan
Gubernur Bank Indonesia;

34
9. Seorang anggota Ex-Offficio dari Kementrian Keuangan yang merupakan pejabat
setingkat eselon 1 Kementrian Keuangan;

2.7.5 Pengalihan fungsi perbankan dari Bank Indonesia (BI) ke Otoritas Jasa Kaeuangan
(OJK)
A. Latar belakang pengalihan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan
Untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan
dan stabil di perlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur,
adil, transparan, dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat,
sehingga diperlukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegitan didalam sektor jasa keuangan secara
terpadu, independek dan akuntabel.
Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan
pengawasan kegiatan jasa keuangan disektor Pasar Modal, Perangsuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beraralih dari Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan-Kementrian Keaungan Keotorotas Jasa Keuangan. Sejak
31 Desember 2013 fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa
keuangan di sektor Perbankan beraralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian,
dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprundential yang
menjadi tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan. Adapun lingkup pengaturan dan
pengawasan macroprundential merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam
rangka pengaturan dan pengawasan macroprundential, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi
dengan Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral (moral suasion) kepada Perbankan.
B. Kerja sama dan koordinasi dalam rangka pelaksaan tugas Bank Indonesia dan OJK
Keputusan Bersama Bank Indonesia dan OJK. Kerja sama dan kooordinasi dalam
rangka pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuanagn (OJK) guana
mewujudkan sistem keuangan yang stabil dan berkesinambungan tertuang dalam keputusan
bersama tanggal 18 Oktober 2013 dengan prinsip dasar bersifat kolaboratif, meningkatkan
efisiensi dan efektifitas, dan menghindari duplikasi, melengkapi pengaturan sektor keuangan,
dan memastikan kelancaran pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan OJK. Ruang Lingkup
bentuk kerja sama dan kooordinasi dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan

35
wewenang Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan yang sejalan dengan UU-BI dan UU
Otoritas Jasa Keauangan, meliputi :
1. Bekerja sama dan koordinasi dalam pelasanaan tugas sesuai kewenangan masing-
masing
2. Pertukaran informasi lembaga jasa keuangan serta pengelolaan sistem pelaporan bank
dan perusahaan pembiayaan oleh Bank Indonesia dan OJK
3. Penggunaan kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/ atau digunakan Bank Indonesia
oleh Otoritas Jasa Keuanagn (OJK)
4. Pengelolaan pejabat dan pegawai Bank Indonesia yang dialihkan atau diperkerjakan
pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
C. Pembentukan intransisi
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membentuk Tim Transisi
berkoordinasi dengan Mentri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia. Tim Transisi tersebut
bertugas menbantu kelancaran pelaksanaan tugas Dewan Komisioner dengan wewnang untuk
mengidentifikasi dan memperiviskasi kekayaan, inprastruktur, informasi, dokumen dan hal lain
yang terkait dengan peraturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan dan mempersiapkan
pengalihan penggunaannya ke Otoritas Jasa Keuangan.
D. Pengawasan terintegrasi
Perkembangan sektor keuangan yang terintegrasi menuntut jasa keauangan untuk
melakukan pengawasan secara terintegrasi dengan tujuan meningkatkan efektivitas pengawasn
atas lembaga jasa keuangan secara terintegrasi atar sub sektor keuangan. Pelaksanaan
pengawasan terintegrasi diharapkan dapat menurunkan potensi risiko sitemik kelompok jasa
keuangan, mengurangi potensi moral hazard, mengoptimalkan perlindungan konsumen jasa
keuangan dan mewujudkan stabilitas sistem keuangan. Road mop pengembangan sisem
pengawasan terintegrasi mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Menyusun metodelogi pengawasan konglomerasi yang mencakup siklus pengawasan,
metodelogi perhitungan permodalan, dan metode rating terhadap konglomerasi.
2. Menyusun peraturan internal OJK untuk mendukung implementasi pengawasan
terintegrasi. Kententuan tersebut terdiri dari kententuan mengenai sistem pengawasan
terintegrasi, forum komunikasi dan koordinasi pengawasan terintegrasi, dan
mekanisme koordinasi pengawasan terintegrasi.
3. Menyiapkan organisasi dan SDM.
4. Menyiapkan sitem informasi dan pelaporan.

36
5. OJK selaku otoritas pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan berupaya agar
pelaksanaan tugas dan fungsinya dapat membawa sektor jasa keuangan berjalan teratur,
kredibel dan tumbuh berkelanjutan. OJK mencenangkan delapan program stategis:
1) Integrasi pengaturan dan pengawasan Lembaga Keuangan,
2) Peningkatan kapasitas pengaturan dan pengawasan,
3) Penguatan ketahanan dan kinerja sistem keuangan,
4) Peningkatan stabilitas sistem keuangan,
5) Peningkatan budaya tata kelola dan manajemen risiko di Lembaga Keuangan,
6) Pembentukan perlindungan konsumen keuangan yang terintegrasi serta
melaksanakan edukasi dan sosialisasi yang massif dan komprehensif,
7) Peningkatan profesionalisme sumber daya manusia,
8) Peningkatan tata kelola internal dan quality assurance.
Selain ke delapan program stategis tersebut, ada tiga kegiatan stategis lainnya yang juga
menajdi garapan OJK yaitu kerjasama domestik dan internasional, persiapan pengalihan fungsi
pengawasan dan peraturan perbankan ke OJK dan kegiatan yang dilaksanakan oleh Dewan
Komisioner Ex-Officio.

37
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa Bank Sental adalah sebuah intansi yang bertanggung
jawab atas kebijakan moneter di wilayah suatu negara tersebut. Bank sentral berusaha menjaga
stabilitas nilai mata uang, stabilitas sektor perbankan, dan sistem finansial secara keseluruhan.
Sedangkan Otoritas Moneter adalah suatu entitas yang memiliki wewenang untuk
mengendalikan jumlah uang yang beredar pada suatu negara dan memiliki hak untuk
menetapkan suku bunga dan parameter lainnya yang menentukan biaya dan persediaan uang.
Otoritas Moneter tidak terletak pada Bank Indonesia tetapi pada pemerintah. Kondisi
tersebut mengandung tiga implikasi utama.
(1) kebijakan fiskal melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang relatif
lebih mudah disinkronkan dengan kebijakan moneter melalui jumlah uang beredar.
(2) kebijakan moneter yang bertujuan terutama untuk meminjam sistem pembayaran yang
lancar, stabil, dan baik sering kali tidak berjalan searah dengan tujuan-tujuan kebijakan
pelaksanaan kebijakan moneter.
(3) campur tangan yang besar dari pemerintah mengandung risiko berupa pelaksanaan
pembinaan dan pengawasan lembaga keuangan yang tidak efisien.
Disamping itu pula ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK ini merupakan lembaga
keuangan independen dan bebas dari campur tangan pihak lainnya, yang mempunyai fungsi,
tugas dan wewenang pengaturan, pengawassan, pemeriksaann dan penyedikan di sektor jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

38
DAFTAR PUSTAKA
Latumearissa, Julius R. 2017. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain Teori Dan Kebijakan,
Edisi Pertama. Mitra Wancana Media. Jakarta.

Triandaru, Sigit., Budisantoso, Totok. 2006. Bank Dan Lembaga Keuangan Lain, Jilid 2.
Selemba Empat. Jakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai