Disusun Oleh:
Anissa Dela Fitri 03111200054
Dede Entis 03111200024
Kristawati 03111200047
Nanda Infa Saefini 03111200059
KELOMPOK 5
KELAS A2
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok kami yang berjudul “Syariah
Islam Seputar Perdagangan Luar Negeri” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen, Bapak Bambang Sugiharto,
SE., M.Si. pada mata kuliah Ekonomi Syariah.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Bambang Sugiharto SE., M.Si. selaku
dosen mata kuliah Ekonomi Syariah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat bagi semua orang yang membaca.
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3. Tujuan ........................................................................................................................ 2
BAB II ....................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
2.1. Sistem Ekonomi Syariah dalam Perdagangan Luar Negeri ................................. 3
2.2. Campur Tangan Pemerintah dalam Lalu Lintas Perdagangan ........................... 3
2.3. Hukum Syariah dalam Perdagangan Luar Negeri ................................................ 4
2.4. Aturan untuk Transaksi Ekspor dan Impor .......................................................... 5
2.5. Landasan dalam Hal Larangan Ekspor Untuk Barang Strategis ........................ 6
2.6. Pandangan Islam Berdasarkan Pelaku Bisnis ........................................................ 6
2.7. Tarif untuk ‘Bea masuk Perdagangan’................................................................... 7
2.8. Etika Jual Beli Dalam Islam..................................................................................... 7
2.9. Sistem Kerja Sama Perdagangan Internasional .................................................... 8
BAB III.................................................................................................................................... 10
PENUTUP............................................................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana sistem yang diterapkan dalam perdagangan luar negeri?
2. Seperti apa peran pemerintah dalam perdagangan luar negeri?
3. Bagaimana hukumnya dalam perdagangan luar negeri?
4. Seperti apa aturan untuk transaksi ekpor dan impor?
5. Seperti apa landasan larangan ekspor untuk barang strategis?
6. Bagaimana pelaku bisnis dalam pandangan islam?
7. Seperti apa tarif bea untuk perdagangan?
8. Bagaiaman etika jual beli dalam islam?
9. Bagaimana sistem kerja sama dalam perdagangan internasional ini?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui seperti apa sistem ekonomi syariah dalam perdagangan luar
negeri.
2. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam perdagangan luar negeri.
3. Untuk mengetahui hukum syariah dalam perdagangan luar negeri.
4. Untuk mengetahui aturan untuk transaksi ekspor dan impor.
5. Untuk mengetahui landasan dalam hal larangan ekspor untuk barang strategis.
6. Untuk mengetahui pandangan islam berdasarkan pelaku bisnis.
7. Untuk mengetahui tarif untuk ‘bea masuk perdagangan’.
8. Untuk mengetahui etika jual beli dalam islam.
9. Untuk mengetahui sistem kerja sama perdagangan internasional.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
akan rusak. Kedua, meminimalisasi kesenjangan distributif. Tujuan ini berkaitan dengan
prinsip dasar ekonomi islam, yaitu keadilan distributif. Keadilan distributif didefinisikan
sebagai suatu distribusi pendapatan dan kekayaan yang tinggi, sesuai dengan norma-
norma keadilan yang diterima secara universal. Ketiga, optimalisasi penciptaan lapangan
kerja. Penciptaan lapangan kerja juga harus diimbangi dengan pemberian tingkat upah
yang adil berdasarkan usaha-usaha produktifnya. Keempat, optimalisasi pengawasan.
Salah satu bagian integral dari kesatuan sistem ekonomi islam adalah lembaga hisbah.
Lembaga hisbah adalah lembaga pengawasan terhadap penyimpangan, diantaranya
kegiatan ekonomi. Selain itu, peran pemerintah lainnya yaitu:
a. Memastikan dan menjaga implementasi nilai dan moral islam secara keseluruhan.
b. Memastikan dan menjaga agar pasar hanya memperjualbelikan barang dan/ atau
jasa yang halaln thayyibah.
c. Melembagakan nilai-nilai persaingan yang sehat (fair play), kejujuran (honesty),
keterbukaan (transparency) dan keadilan (justice).
d. Menjaga agar pasar hanya menyediakan barang dan/atau jasa sesuai dengan
prioritas kebutuhan sebagaimana diajarkan dalam syariat islam dan kepentingan
perekonomian nasioanal.
Dalam islam, individu sebagai aktor utama sedangkan pemerintah hanya bertindak
fasilitator, yang melindungi hak-hak individu, terutama hak mendapat keamanan,
kesejahteraan, dan jaminan sosial. Jika islam memperkenankan intervensi, maka itu
hanya dalam kasus yang sangat terbatas dan pada hal-hal yang mendesak demi
terlindunginya kepentingan umum. Dan kalua islam membolehkan intervensi bagi
pemerintah, hanya memberikan pengawasan dan pengarahannya saja.
4
Surat An Nisa ayat 29 “sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah
kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”
2. Hadits
Hukum jual beli juga dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW yaitu:
“Dari Rifa‟ah ibnu Rafi‟ bahwa Nabi Muhammad SAW, pernah ditanya apakah
profesi yang paling baik? Rasulullah menjawab: usaha tangan manusia sendiri dan
setiap jual beli yang diberkati.”
3. Ijma’
Ulama muslim sepakat atas kebolehan akad jual beli. Ijma ini memberikan hikmah
bahwa kebutuhan manusia berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam
kepemilikan orang lain dan kepemilikan sesuatu itu tidak akan diberikan dengan
begitu saja, namun terdapat kompensasi yang harus diberikan. Berdasarkan dalil-
dalil yang diungkapkan, jelas sekali bahwa praktek akad atau kontrak jual beli
mendapatkan pengakuan dan legalitas dari syara‟ dan sah untuk dilaksanakan
dalam kehidupan manusia.
4. Kaidah Fiqih
Maksud kaidah ini adalah bahwa dalam setiap muamalah dan transaksi pada
dasarnya boleh, seperti jual beli, sewa menyewa, gadai, kerja sama (mudharabah
dan musyarakah), perwakilan, dan lain-lain. Kecuali yang tegas-tegas diharamkan
seperti mengakibatkan kemudaratan, tipuan, judi dan riba. Keridhaan dalam
transaksi adalah merupakan prinsip. Oleh karena itu, transaksi barulah sah apabila
didasarkan kepada keridhaan kedua belah pihak. Artinya tidak sah suatu akad
apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa atau juga merasa
tertipu. Bisa terjadi pada waktu akad sudah saling meridhai, tetapi kemudian salah
satu pihak merasa tertipu, artinya hilang keridhaannya, maka akad tersebut bisa
batal. Seperti pembeli yang merasa tertipu karena dirugikan oleh penjual karena
barangnya cacat.
5
2.5. Landasan dalam Hal Larangan Ekspor Untuk Barang Strategis
Negara Islam mengikat perdagangan dengan darul kufur dalam beberapa hal
(berupa barang seperti makanan, perabot, pakaian, dan lain-lain, selama barang itu bukan
barang yang dibutuhkan oleh rakyat yang jumlahnya terbatas). Sedangkan kemudian
dalam hal-hal lain perdagangan dengan darul kufur tersebut dicegah. Hal ini hanya
mengikuti politik perang.
Ini berkaitan dengan perdagangan dengan darul kufur yang secara de jure
memerangi kaum muslim. Walaupun secara de facto darul kufur tersebut dalam keadaan
berperang dengan kita, kita tidak boleh mengekspor barang persenjataan ke darul kufur,
karena bisa jadi mereka akan jadi musuh.
“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah [5]: 2)
6
Pedagang dari negara harbi fi‘lan, baik Muslim maupun non-Muslim, diharamkan
secara mutlak melakukan ekspor maupun impor. Perlakuan terhadap negara yang
secara real memerangi Islam adalah embargo secara penuh, baik untuk kepentingan
ekspor maupun impor. Pelanggaran terhadap embargo ini dianggap sebagai
perbuatan dosa.
7
pertukaran harta dengan harta, untuk saling memiliki. Menurut Ulama Malikiyah, jual
beli ada yang berarti khusus dan umum. Jual beli dalam arti khusus adalah suatu perikatan
tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan.
Jual beli dalam arti yang umum adalah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannnya
bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika, tidak
merupakan utang baik barang itu ada di hadapan si pembeli maupun tidak, barang yang
sudah diketahui sifat-sifat atau sudah diketahui terlebih dahulu.
Jual beli dalam Islam terdapat berbagai macam dan caranya, adapun jual beli dalam
Islam dapat dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Bai‟al-Muqayadah yakni jual-beli barang dengan barang yang lazim disebut jual-
beli barter.
2. Bai‟al-Muthlak yaitu jual-beli barang dengan barang lain secara tangguh atau
menjual barang dengan tsaman secara muthlak, seperti dirham, dan rupiah.
3. Bai‟ al-Sharf yaitu menjual-belikan tsaman (alat pembayaran) dengan tsaman
lainnya, seperti dolar, dirham.
4. Bai al-Salam yaitu yaitu jual beli pesanan.
Pembatalan dalam jual beli bisa saja terjadi, adapun sebab terjadinya pembatalan
dalam jual beli yaitu:
1. Terjadinya cacat atau rusak, dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas pada
obyek barang yang akan diperjualbelikan.
2. Salah satu pihak membatalkanya meskipun tanpa persetujuan pihak lainya sebab
jual-beli adalah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua belah pihak
yang tidak ada kemungkinan untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak
memungkinkan lagi. Hal ini menunjukkan pencabutan kerelaan jual-beli oleh salah
satu pihak.
3. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharuf, seperti gila dan lain
sebagainya.
4. Salah satu pihak diketahui memiliki sifat boros
5. Salah satu pihak meniggal dunia
6. Salah satu pihak jatuh bangkrut yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta.
8
mengakibatkan produksi domestic akan meningkat sehingga impor menjadi turun.
Namun di sisi yang lain, peningkatan harga domestik dapat membebani
masyarakat. Oleh karena itu, dalam islam pengenaan tarif impor bersifat lebih
fleksibel (boleh dikenakan dan boleh tidak), tergantung pada kondisi mana yang
lebih menguntungkan masyarakat, sehingga tidak ada pihak yang merasa
dirugikan. Tarif impor dalam islam baru akan dikenakan kepada negara yang juga
mengenakan tarif dalam melakukan perdagangan internasional.
b. Kuota Impor
Merupakan pembatasan langsung atas jumlah barang yang boleh diimpor, dimana
kebijakan tersebut dalam ekonomi konvensional dimaksudkan untuk melindungi
produsen dalam negeri. Kuota impor dalam islam baru dapat dilakukan apabila
kuota tersebut benar-benar dapat mendatangkan manfaat bagi warga negara, tidak
ada pihak yang merasa dirugikan dengan adanya kuota tersebut, serta keuntungan
yang didapat dengan adanya kuota impor tidak hanya dinikmati oleh sebagian kecil
masyarakat, tetapi oleh sebagian besar warga negara.
c. Subsidi Ekspor
Merupakan salah satu kebijakan dalam bentuk keringanan pajak, pengembalian
pajak, fasilitas kredit dengan biaya ringan, dan lain-lain pada industry dalam negeri
dengan tujuan meningkatkan produksi dalam negeri, agar dapat dijual dengan
harga yang relative murah sehingga dapat meningkatkan daya saing terhadap
barang impor maupun dipasar ekspor sekaligus daoat menguntungkan konsumen
dalam negeri. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa subsidi ekspor
hanya menguntungkan warga (produsen) yang mengekspor barangnya ke luar
negeri, tetapi merugikan warga yang mengkonsumsi barang tersebut di dalam
negeri.
Perdagangan internasional, di negara manapun menjadi kebutuhan negara yang
mempunyai makna bagi perkembangan ekonomi negaranta. Sektor ini dalam
perekonomian nasional, selalu mendapat perhatian di negara manapun, sebab menjadi
sumber devisa dan sumber pertumbuhan ekonomi negara. Hal ini dikarenakan,
perdagangan internasional terjadi dengan menggunakan mata uang yang berbeda
sehingga berbagai mata uang asing diperdagangkan. Salah satu mekanisme ekonomi dan
keuangan islam yang dijadikan instrument untuk mendukung perdagangan internasional
adalah melalui instrument letter and credit yang dilakukan melalui produk perbankan
syariah. Letter and credit atau sering disingkat dengan L/C merupakan satu fasilitas atau
jasa yang diberikan lembaga ekonomi dari keuangan kepada nasabah dalam rangka
mempermudah dan memperlancar transaksi jual beli dalam suatu negara dengan
eksportir dari negara lain. Para ulama telah menetapkan bahwa dengan mengajukan
sejumlah argument normative sebagai dasar hukum transaksi menggunakan L/C dalam
perdagangan internasional.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Telah dijelaskan di atas hal yang berkaitan dengan keluar-masuknya para pelaku
bisnis dan komoditinya ke dan dari Negara Islam. Adapun yang berkaitan dengan tarif
bea masuk perdagangan yang dibebankan atas komoditi tersebut, hukum syariah yang
berkaitan dengan masalah ini berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan para pelaku
bisnisnya, bukan perbedaan komoditinya.
Jika pelaku bisnis luar negeri adalah rakyat Negara Islam, baik Muslim maupun
ahludz-dzimmah, maka komoditi mereka secara mutlak tidak dibebani apa-apa. Baik itu
komoditi yang dimasukkan ke dalam Negara Islam, dan komoditi yang dikeluarkan ke
darul kufur. Adapun untuk ahludz-dzimmah, tidak dikenakan bea masuk, tetapi
dikenakan tarif untuk harta perdagangan mereka, yang dikenakan tarif sebesar perjanjian
mereka. Pada masa Umar ra., ahludz-dzimmah dikenakan tarif sebesar 1/20 dari nilai
perdagangan mereka. Tarif ini dikenakan karena (kalau mereka) orang-orang Islam tentu
bisa dipungut sedekah (zakat).
10
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/5247555/Sistem_Ekonomi_Syariah_dalam_Perdagangan_Luar_N
egeri (diakses pada tanggal 17 Desember 2021)
http://etheses.iainponorogo.ac.id/1907/1/Resta%20Ully%20Ginting%20Jawak.pdf (diakses
pada tanggal 26 Desember 2021)
http://repository.radenintan.ac.id/1133/3/BAB_II.pdf (diakses pada tanggal 26 Desember
2021)
11