Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Fungsi, Tugas dan Peranan Bank Indonesia (BI), Lembaga


Penjamin Simpanan (LPS) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

DISUSUN OLEH
Kelompok 1 :

1. Adrian Maulana T. Mahmud (A.2021.4.35399)


2. Damar Auliawan Saputra (A.2021.4.35526)
3. Sella Septian Wijaya (A.2021.5.35562)
4. Qanina Syahrotsa Viramadhon (A.2021.5.35560)
5. Zuluatuz Zakia (A.2021.5.35565)
6. Nahaikhal Maulana Davano (A.2021.1.35516)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
yang begitu besar sehingga penulis dapat menjalankan dan menyelesaikan Makalah
Fungsi, tugas, dan peranan Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Bank and other financial
institution. Selain itu, Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai pengetahuan
lebih lanjut mengenai Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS),
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3

1.3 Manfaat ...................................................................................................... 3

BAB II ................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN .................................................................................................. 4
2.1 Bank Indonesia (BI).................................................................................... 4

2.1.1 Pengertian Bank Indonesia (BI) ............................................................ 4


2.1.2 Tugas Bank Indonesia (BI) ................................................................... 4
2.1.3 Fungsi dan Peran Bank Indonesia (BI) ................................................. 5
2.2 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ........................................................... 9

2.2.1 Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ................................... 9


2.2.2 Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ......................................... 9
2.2.3 Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) .......................................... 9
2.2.4 Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) .................................. 9
2.2.5 Jenis dan jumlah simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) .......................................................................................... 10
2.2.6 Pengaturan dan Peranan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Menjamin
Nasabah ...................................................................................................... 10
2.3 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) .................................................................. 10

2.3.1 Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) .......................................... 10


2.3.2 Tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ................................................. 11
2.3.3 Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ................................................ 12
BAB III.............................................................................................................. 13
PENUTUP ......................................................................................................... 13

ii
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 13

3.1.1 Bank Indonesia (BI) ........................................................................... 13


3.1.2 Lembaga Pinjaman Simpanan (LPS) .................................................. 13
3.1.3 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ............................................................ 13
3.2 Saran ........................................................................................................ 14

DAFTAR ........................................................................................................... 16
PUSTAKA ........................................................................................................ 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1. Bank Indonesia (BI)


Bank Indonesia merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam
perekonomian terutama dibidang moneter, keuangan, dan perbankan. Bank Indonesia
dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia ibarat denyut jantung yang selalu bergerak
menerima dan menyalurkan darah ke seluruh tubuh agar tubuh tetap hidup dan
bergerak sesuai dengan semestinya. Hal ini terlihat dari peran dan fungsi Bank
Indonesia antara lain mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah
dan/atau valuta asing, menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran
antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. menetapkan macam, harga,
ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan tanggal mulai berlakunya
sebagai alat pembayaran yang sah, mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta
mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran, termasuk
mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran.
Kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan
lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan,
dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen karena
kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut
diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter
secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara
independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI harus membina hubungan kerja dan
kooradinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya.
Dalam ketatanegaraan Indonesia, Bank Indonesia memiliki peran dan fungsi yang
amat strategis, yaitu selain sebagai pemegang kas pemerintah, juga berfungsi sebagai
Bank Pengontrol peredaran uang. Bank Indonesia atas nama Pemerintah Republik
Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri, dapat menatausahakan serta
menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah terhadap pihak luar negeri.
Bahkan hanya Bank Indonesialah merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang
untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan
memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.
Sedemikian banyak keistimewaan dan kewenangan yang dimiliki Bank Indonesia
sedemikian banyak pulalah tantangan yang selalu siap menghadangnya. Ada sejumlah
Permasalahan dan Tantangan Bank Indonesia yang selalu menghatuinya, seperti tugas
pokok maupun visi/misi yang dibebankan kepadanya, Bank Indonesia merupakan
lembaga negara yang bersifat super body. Sebab pada pada kenyataannya walaupun
Bank Indonesia super body, namun tidak mudah mengendalikan indikator-indikator
moneter yang dihadapi. Hal ini membutuhkan, independensi yang luas.

1
2

2. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


LPS menjamin dana yang disimpan nasabah pada bank-bank serta lembaga
perbankan di Indonesia diharuskan pula menjadi peserta LPS yang berarti, memberikan
sejumlah premi yang menjamin simpanan para nasabah pada bank-bank tersebut.
Hukum perbankan di Indonesia mengatur dan melindungi para nasabah yang
menggunakan dan mempercayai simpanan dananya pada lembaga perbankan melalui
suatu perjanjian atau kontrak penyimpanan dana. Hubungan hukum yang demikian
melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yaitu sewaktu-waktu jika diambil sesuai
dengan perjanjian, tidak hilang, tidak berkurang, bahkan dapat bertambah, mengingat
deposito pun diberikan sejumlah bunganya.
Kegiatan bank menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan merupakan
bentuk penghimpunan dana. Muhammad Djumhana, mengemukakan, bentuk
penghimpunan dana dilakukan melalui penerimaan simpanan dari masyarakat.
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, memberikasn rumusannya pada Pasal 1 angka 5, bahwa
“Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.” Berdasarkan pada
rumusan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, hubungan hukum yang
timbul adalah perjanjian penyimpanan dana sehingga tunduk dan diatur pula
berdasarkan ketentuan Hukum Perjanjian di Indonesia. Perjanjian atau juga disebut
dengan kontrak adalah hubungan hukum di antara para pihak mengenai sesuatu hak
dan berisikan suatu kewajiban yang harus dipenuhi, yang dinamakan sebagai prestasi.
Menurut Abdul Kadir Muhammad, prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh
debitor perikatan. Prestasi adalah objek perikatan. Sedangkan di dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata, dinyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Perbankan sebagai bahan hukum yang bergerak di bidang keuangan dan bisnis,
dalam menjalankan tugas dan fungsinya, menghimpun dana dari masyarakat agar
menyimpan dana yang berlebihan pada bank melalui suatu perjanjian penyimpanan
dana. Perbankan dan Hukum Perbankan telah mengatur sedemikian rupa suatu
hubungan hukum antara bank dengan nasabahnya dalam hukum perjanjian yang
menuntut pemenuhan isi perjanjian tersebut. Jika dana yang disimpan pada bank
menjadi hilang atau berkurang, atau tidak dapat ditarik (diambil) kembali oleh
pemiliknya, tentunya akibat hukum perjanjian timbul di dalam hubungan hukum
tersebut. Sebagai suatu hubungan hukum, maka hubungan antara bank dengan para
nasabahnya diatur dan berdasarkan atas hukum, sehingga perlindungan hukum
terhadap para nasabah bank merupakan bagian penting di dalam fungsi, tugas dan
kewenangan LPS yang sengaja hadir untuk menanggulangi permasalahan yang
dihadapi oleh nasabah bank yang menyimpan dananya pada suatu bank.
3

3. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Otoritas Jasa Keuangan atau yang lebih dikenal dengan sebutan OJK berdasarkan
Pasal 1 Angka 1 Undang – Undang Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam undang – undang Otoritas Jasa Keuangan tersebut. Pendorong
dibentuknya lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang salah satunya Otoritas Jasa
Keuangan yakni untuk sektor jasa keuangan yang bekerja secara efisien sesuai dengan
tuntutan dan kebutuhan masa sekarang.1 Oleh sebab itu berdasarkan Pasal 4 Undang –
Undang Otoritas Jasa Keuangan tujuan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ini
dipertegas yakni agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa
keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.
Tugas Otoritas Jasa Keuangan dilihat berdasarkan Pasal 6 Undang – Undang Nomor
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bahwa :
“Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:”
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian,Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
d. Pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh

Otoritas Jasa Keuangan dilaksanakan berdasarkan beberapa kewenangan yang diatur


pada Pasal 8 dan Pasal 9 Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan. Berdasarkan pasal 9 huruf c dalam pelaksanaan tugas pengawasan
Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk melakukan perlindungan Konsumen
terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan
di sektor jasa keuangan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah yang
akan dikaji penulis pada makalah ini sebagai berikut :
1. Fungsi, tugas, dan peranan Bank Indonesia (BI)
2. Fungsi, tugas, dan peranan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
3. Fungsi, tugas, dan peranan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

1.3 Manfaat

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai teori dalam bidang Bank
and other financial Institution, khususnya dalam fungsi, tugas, dan peranan Bank Indonesia
(BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bank Indonesia (BI)

2.1.1 Pengertian Bank Indonesia (BI)


Bank Indonesia (BI) adalah badan hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang berkedudukan di Ibukota negara Republik
Indonesia Jakarta. Bank Indonesia dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia ibarat denyut
jantung yang selalu bergerak menerima dan menyalurkan darah ke seluruh tubuh agar tubuh
tetap hidup dan bergerak sesuai dengan semestinya. Hal ini terlihat dari peran dan fungsi
Bank Indonesia antara lain mengatur sistem kliring antar bank dalam mata uang rupiah
dan/atau valuta asing, menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran
antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. menetapkan macam, harga, ciri
uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan tanggal mulai berlakunya sebagai
alat pembayaran yang sah, mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut,
menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran, termasuk mencabut dan
menarik uang rupiah dari peredaran.

Kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan


lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan
Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan
BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan
agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih
efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam
melaksanakan tugasnya, BI harus membina hubungan kerja dan kooradinasi yang baik
dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya. Dalam ketatanegaraan Indonesia, Bank
Indonesia memiliki peran dan fungsi yang amat strategis, yaitu selain sebagai pemegang
kas pemerintah, juga berfungsi sebagai Bank Pengontrol peredaran uang. Bank Indonesia
atas nama Pemerintah Republik Indonesia dapat menerima pinjaman luar negeri, dapat
menatausahakan serta menyelesaikan tagihan dan kewajiban keuangan pemerintah
terhadap pihak luar negeri. Bahkan hanya Bank Indonesialah merupakan satu-satunya
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta
mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.

2.1.2 Tugas Bank Indonesia (BI)


Sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dapat diketahui bahwa Bank Indonesia memiliki
kedudukan, peran dan fungsi yang sangat strategis, Bank Indonesia adalah bank sentral
Republik Indonesia yang mempunyai tujuan yang sangat berat yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia
mempunyai tugas sebagai berikut :
a) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
b) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran;

4
5

c) Mengatur dan mengawasi Bank Indonesia adalah lembaga negara yang


independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini.

2.1.3 Fungsi dan Peran Bank Indonesia (BI)


a) Peranan dan Fungsi Bank Indonesia (BI) dalam Sistem Ketatanegaraan di
Indonesia
Bank Sental adalah bank dari segala bank, maksudnya semua bank yang
tersebar di seluruh Indonesia diatur dan diawasi sistem kerjanya oleh Bank Sental.
Karena Bank Sentral bertujuan untuk menjaga stabilitas (keseimbangan) nilai mata
uang (rupiah) baik tehadap barang dan jasa (dilihat dari laju inflasi) maupun
terhadap mata uang negara lain (dilihat dari kurs valuta asing), tentunya berbeda
dengan bank-bank umum lainnya yang bertugas menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat
baik dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya demi meningkatkan taraf
hidup masyarakat (UU No. 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998). Demi
tercapainya tujuan Bank Indonesia, maka BI harus melaksanakan ketiga tugasnya
(biasa disebut 3 pilar) dengan baik yaitu, menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur dan
mengawasi bank. Di sini yang akan dibahas lebih lanjut hanyalah tugas BI yang
pertama yaitu Kebijakan Moneter.
Dalam kebijakan moneter ini Bank Indonesia bertujuan untuk mengatur
jumlah uang yang beredar (JUB), maksudnya mengatur banyaknya jumlah uang
yang dikeluarkan oleh BI ke tangan masyarakat. Program-program dari kebijakan
moneter ini antara lain;
1) Operasi Pasar Terbuka, adalah cara BI mengendalikan JUB dengan
surat harga pemerintah seperti SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan
SBPU (Surat Berharga pasar uang). Jika BI ingin mengurangi JUB
maka BI menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat, tetapi
jika BI ingin menambah JUB maka BI membeli surat berharga
pemerintah di Pasar Uang.
2) Politik Diskonto, adalah cara BI mengendalikan JUB dengan tingkat
bunga. Jika BI ingin mengurangi JUB maka BI menaikkan tingkat
bunga pada bank umum, sebaliknya jika BI ingin menambah JUB
maka BI menurunkan tingkat bunga pada bank umum.
3) Rasio Cadangan Wajib, adalah dana cadangan perbankan yang harus
disimpan pada BI, sehingga jika BI ingin mengurangi JUB maka BI
menaikkan rasion cadangan wajib sedangkan jika BI ingin mengurangi
JUB maka BI menaikkan rasio ini.

Bank Indonesia wajib menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk


campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya. Dalam
rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, Bank Indonesia berwenang :
6

1) menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran


laju inflasi yang ditetapkannya;
2) melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara
yang termasuk tetapi tidak terbatas pada :
i. operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta
asing;
ii. penetapan tingkat diskonto;
iii. penetapan cadangan wajib minimum;
iv. pengaturan kredit atau pembiayaan. Cara-cara pengendalian
moneter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
dilaksanakan juga berdasarkan prinsip syariah.

Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan


prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada
Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang
bersangkutan. Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dijamin oleh Bank penerima
dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal
sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya. Bank Indonesia
melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai tukar yang telah
ditetapkan, termasuk mengelola cadangan devisa. Dalam pengelolaan cadangan
devisa Bank Indonesia boleh melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa serta
dapat menerima pinjaman luar negeri. Selain itu ia dapat menyelenggarakan survei
secara berkala atau sewaktu-waktu jika diperlukan baik bersifat makro ataupun
mikro untuk mendukung pelaksanaan tugas Banknya. Dalam rangka mengatur dan
menjaga kelancaran sistem pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf b, Bank Indonesia berwenang :
1) Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran Mewajibkan penyelenggara
jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang
kegiatannya;
2) Menetapkan penggunaan alat pembayaran.
Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antarbank dalam mata
uang rupiah dan/atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan kliring antarbank
dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia atau
pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Selain itu Bank Indonesia
menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank dalam
mata uang rupiah dan/atau valuta asing dengan catatan penyelenggaraan kegiatan
penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dapat
dilakukan oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia. Wewenang lainnya
yang dimiliki Bank Indonesia adalah menetapkan macam, harga, ciri uang yang
akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan tanggal mulai berlakunya sebagai
alat pembayaran yang sah. Bahkan di negara ini Bank Indonesia merupakan satu-
satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang
rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.
Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang atau musnah
karena sebab apa pun. Namun Bank Indonesia dapat mencabut dan menarik uang
rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan nilai yang sama
dengan catatan apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan dan penarikan
7

uang rupiah dan ternyata masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang
tersebut diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan. Uang yang
ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan.

b) Peranan dan Fungsi Bank Indonesia (BI) dalam Mengatur dan Menjaga
Kelancaran Sistem Pembayaran
Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b, Bank Indonesia berwenang :
1) melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas
penyelenggaraan jasa sistem pembayaran;
2) mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk
menyampaikan laporan tentang kegiatannya;
3) menetapkan penggunaan alat pembayaran. Pelaksanaan kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Bank Indonesia.

Selanjutnya Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antarbank


dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing. Penyelenggaraan kegiatan kliring
antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing dilakukan oleh Bank
Indonesia atau pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia yang ditetapkan
dengn Peraturan Bank Indonesia.
Bank Indonesia menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi
pembayaran antarbank dalam mata uang rupiah dan/atau valuta asing.
Penyelenggaraan kegiatan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain dengan
persetujuan Bank Indonesia yang ketentuannya ditetapkan dengan Peraturan Bank
Indonesia. Bank Indonesia juga berwenang menetapkan macam, harga, ciri uang
yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan, dan tanggal mulai berlakunya
sebagai alat pembayaran yang sah. Sebab, Bank Indonesia merupakan satu-satunya
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta
mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dimaksud dari peredaran.

Mengingat bank Indonesia adalah Bank Pemerintah dan Bank Senteral, maka uang
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dibebaskan dari bea meterai. Perlu
digarisbawahi bahwa Bank Indonesia tidak memberikan penggantian atas uang
yang hilang atau musnah karena sebab apa pun. Bank Indonesia dapat mencabut
dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan penggantian dengan
nilai yang sama.
Apabila 5 (lima) tahun sesudah tanggal pencabutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) masih terdapat uang yang belum ditukarkan, nilai uang
tersebut diperhitungkan sebagai penerimaan tahun anggaran berjalan. Sedangkan
Uang yang ditukarkan sesudah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diperhitungkan sebagai pengeluaran tahun anggaran berjalan. Hak
untuk menuntut penukaran uang yang sudah dicabut, tidak berlaku lagi setelah 10
(sepuluh) tahun sejak tanggal pencabutan. Terakhir, pelaksanaan pencabutan dan
penarikan uang dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan Bank Indonesia. Khusus yang terakhir ini Bank Indonesia dalam
melaksanakan tugasnya harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan yang
berkenaan dengan itu.
8

c) Peranan dan Fungsi Bank Indonesia Mengatur dan Mengawasi Bank


Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
huruf c UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia
menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan
kegiatan usaha tertentu dari Bank, melaksanakan pengawasan Bank, dan
mengenakan sanksi terhadap Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Untuk melaksanakan tugas mengatur Bank, Bank Indonesia berwenang
menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.
Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.

Pengawasan Bank oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 24 adalah pengawasan langsung dan tidak langsung. Bank Indonesia
mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan,keterangan, dan penjelasan sesuai
dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Apabila diperlukan,
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan pula terhadap
perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, dan pihak terafiliasi dari Bank.
Oleh karenanya bank Indosnesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank,
baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Apabila diperlukan,
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap
perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi, dan debitur
Bank. Bank dan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib
memberikan kepada pemeriksa:
1) Keterangan dan data yang diminta;
2) Kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana fisik
yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
3) Hal-hal lain yang diperlukan.
Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank
Indonesia melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(1) dan ayat (2) UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pihak lain yang
melaksanakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
merahasiakan keterangan dan data yang diperoleh dalam pemeriksaan.Selanjutnya
syarat-syarat bagi pihak lain yang ditugasi oleh Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Bank
Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan sementara sebagian
atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut penilaian Bank Indonesia
terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang
perbankan.
Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank
Indonesia wajib mengirim tim pemeriksa untuk meneliti kebenaran atas dugaan
tersebut. Dengan catatan, apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak diperoleh bukti yang cukup, Bank Indonesia pada hari itu juga
mencabut perintah penghentian transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antarbank.
Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperluas dengan
menyertakan lembaga lain di bidang keuangan. Penyelenggaraan sistem informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan sendiri oleh
Bank Indonesia dan/atau oleh pihak lain dengan persetujuan Bank Indonesia.
Dalam hal keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia
membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau
membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang
9

membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat melakukan


tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang perbankan yang
berlaku. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.
Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002. Sepanjang lembaga
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) UU No. 23 tahun 1999
belum dibentuk, tugas pengaturan dan pengawasan Bank dilaksanakan oleh Bank
Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara
lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara
independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI harus membina hubungan kerja dan
koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya.

2.2 Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

2.2.1 Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


LPS atau Lembaga Penjamin Simpanan merupakan sebuah badan hukum yang
dibentuk berdasarkan UU no.24 tahun 2004 yang fungsi-nya menjamin simpanan nasabah
penyimpan dan melakukan penyelesaian dan penanganan bank gagal sebagai bagian dari
pemeliharaan stabilitas sistem perbankan. Penjaminan simpanan nasabah yang dilakukan LPS
bersifat terbatas, namun dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah. Setiap bank yang
menjalankan usahanya di Indonesia wajib menjadi peserta LPS dan membayar premi
penjaminan.

2.2.2 Fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


1) Menjamin simpanan nasabah penyimpan.
2) Turut aktif dalam memelihara Statibiltas sistem perbankan sesuai dengan
kewenangannya.

2.2.3 Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


1) Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2) Melaksanakan penjaminan simpanan.
3) Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara
stabilitas sistem perbankan.
4) Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank
Gagal yang tidak berdampak sistemik.
Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

2.2.4 Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)


1) Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
2) Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi
peserta.
3) Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4) Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan
bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar
kerahasiaan bank.
5) Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada
angka 4.
6) Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
10

7) Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak


bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas
tertentu.
8) Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan
simpanan.
9) Menjatuhkan sanksi administratif.

2.2.5 Jenis dan jumlah simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
1) Jenis & jumlah simpanan yang dijamin: Giro, Deposito, Sertifikat deposito &
Tabungan/sejenis.
2) Nilai simpanan yang dijamin setiap nasabah pada suatu bank maksimal Rp. 2
milyar.
3) Nilai simpanan yang dijamin dapat diubah jika dipenuhi salah satu kriteria.
4) Terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar (rush).
5) Terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun.
6) Jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi kurang dari 90% dari
jumlah nasabah penyimpan seluruh kantor bank.

2.2.6 Pengaturan dan Peranan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Menjamin Nasabah
Pada tataran peraturan perundang-undangan berbentuk undang-undang, amanat
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, menyatakan pada Pasal 37B
ayat-ayatnya, bahwa :

1) Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang
bersangkutan.
2) Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dibentuk lembaga penjamin simpanan.
3) Lembaga penjamin simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
berbentuk badan hukum Indonesia.
4) Ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan lembaga penjamin
simpanan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

2.3 Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

2.3.1 Pengertian Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


OJK adalah lembaga yang berperan menyelenggarakan sistem dan pengawasan
terhadap seluruh kegiatan di sektor keuangan. Kegiatan tersebut meliputi kegiatan yang ada
di sektor perbankan, pasar modal, hingga sektor jasa keuangan non bank seperti asuransi,
dana pensiun, lembaga pembiyaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Undang- undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan merupakan payung hukum atau
landasan hukum berdirinya Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dalam melakukan kerjanya.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut maka ditetapkan tujuan dibentuknya OJK secara
eksplisit disebutkan dalam Pasal 4 bahwa dibentuknya OJK agar keseluruhan kegiatan di
dalam sector jasa keuangan :
11

1) Terselenggaranya secara teratur, adil, transparan dan akuntabel;


2) Mampu mewujudkan system keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil; dan
3) Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Tujuan otoritas jasa keuangan yang pertama, yakni agar keseluruhan kegiatan
didalam sector jasa keuangan terselenggara secara teratur adil transparan dan akuntabel
merupakan asas-asas yang terkandung dalam substansi hukum OJK. Asas-asas tersebut
ditemukan lebih lanjut dalam penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011, sebagai berikut :
1) Asas Independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan fungsi tugas dan wewenang OJK. Dengan tetap sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Asas kepastian hukum, yakni asas dalam Negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan OJK.
3) Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum.
4) Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar jujur dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan OJK dengan tetap memperhatikan perlingungan atas hak
asasi pribadi dan golongan serta rahasia Negara termasuk rahasia sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
5) Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang OJK dengan tetap berlandasakan pada kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6) Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam
setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan OJK.
7) Asas akuntabilitas, yakni asas yang menetukan bahwa setiap kegiatan Dan
hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan OJK harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik.

Adapun tujuan utama dari otoritas jasa keuangan (OJK) sebagai berikut :
1) Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
2) Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil, dan
3) Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

2.3.2 Tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan
sektor IKNB.

Tugas secara umum OJK dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011


disebutkan pada Pasal 6 bahwa OJK yakni melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasan terhadap :
12

1) Kegiatan jasa keuangan disektor perbankan


2) Kegiatan jasa keuangan disektor pasar modal
3) Kegiatan jasa keuangan disektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya.

2.3.3 Fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa
keuangan.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 dalam Pasal 5 menyebutkan bahwa OJK


berfungsi menyelenggarakan system pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan didalam sector jasa keuangan.

Fungsi OJK tersebut bertolak dari sistem integrasi terhadap keseluruhan kegiatan
didalam sector jasa keuangan melalui pengaturan dan pengawasan. Ruang lingkup OJK
yang mencakup banyak bidang yang juga disebut sebagai sub system atau sub sector seperti
perbankan, perasuransian, investasi dan lain-lainnya membutuhkan tata kendali yang
terpusat untuk terintegrasinya aspek hukum dan kebijakan penyelenggaraan fungsi OJK
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.1.1 Bank Indonesia (BI)


Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai
lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan
Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI
juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan.
Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran
dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai Lembaga negara yang independen, kedudukan Bank Indonesia tidak
sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Di samping itu, kedudukan Bank Indonesia juga
tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada di luar
Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia
dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan
efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam
melaksanakan tugasnya, BI harus membina hubungan kerja dan koordinasi yang baik
dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya.

3.1.2 Lembaga Pinjaman Simpanan (LPS)


Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai badan hukum publik tidaklah
menjamin keseluruhan simpanan dana dari nasabah bank, yakni nasabah penyimpan,
melainkan hanya dibatasi pada simpanan sebesar-besarnya Rp. 2 miliar, sehingga terhadap
kelebihan dana yang disimpan pada suatu bank, tidak tercakup dalam penjaminannya oleh
LPS.
Perlindungan hukum terhadap simpanan dana nasabah bank adalah bagian dari
perjanjian atau kontrak yang terwujud antara bank dengan nasabah penyimpan dengan
konsekuensinya, bank harus mampu menjaga agar simpanan dimaksud sewaktu-waktu
dapat ditarik atau dicairkan sesuai dengan jenis atau bentuk simpanan yang bersangkutan.
Ketidakmampuan bank mencairkan simpanan sesuai jenisnya yang ditentukan, merupakan
pelanggaran hukum perjanjian dan dikualifikasikan sebagai wanprestasi.

3.1.3 Otoritas Jasa Keuangan (OJK)


Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Adalah merupakan satu-satunya lembaga yang
memiliki fungsi, tugas, dan wewenang, dalam melakukan pengaturan dan pengawasan
terhadap seluruh lembaga jasa keungan di Indonesia.

Kekuatan OJK yang di atur dalam Undang-undang No 21 Tahun 2011, yaitu


sebagai lembaga yang memiliki keuatan mengatur (power to regulate) dan mengawasi
(power to control),selain menjadikan OJK sebagai lembaga dengan wewenang yang sangat
besar, hal ini juga menjadikan OJK sebagai lembaga yang memiliki tugas dan, tanggung
jawab yang sangat banyak, sehingga tidak sedikit Lembaga Jasa Keuangan yang kurang
mendapat pengawasan oleh OJK. Hal ini mengakibatkan kesempatan atau peluang
Lembaga Jasa Keuangan dalam melakukan kejahatan ekonomi menjadi sangat besar.

13
14

Peran pengawasan dan pencegahan yang di lakukan OJK terhadap imvestai ilegal,
mulai dari pembentukan SWI (Satgas Waspada Investasi), sampai dengan beberapa Peran
preventif dan represif lainnya, sudah memberikan dampak positif bagi kegiatan investasi
di Indonesia, tetapi hal ini juga bukan berarti peran OJK ini berhasil secara penuh, sampai
sekarang masi ada saja perusahaan investasi illegal atau kegiatan investasi illegal yang
berhasil lolos dari pengawasan OJK. Hal ini dikarenakan implementasi kegiata-kegiatan
OJK dalam masyarakat belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Pemberian informasi
terhadap masyarakat melalui sosialisai, masih minim di lakukan oleh OJK, dan juga
pemberian sanksi bagi para pelaku investasi ilegas terbilang sangat ringan, sehingga tidak
memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan investasi. yang berkualitas agar
mengahasilakan pegawai OJK yang berkualitas pula.

Untuk mencegah kejahatan Investasi yang terjadi di masyarakat, maka OJK haarus
melakukan peningkatan edukasi, dengan lebih giat lagi memberikan atau melakukan
sosialisasi terhadap masyarakat tentang Investasi Ilegal. Selanjutnya OJK juga harus
melakukan peningkatan penegakan Hukum, dengan meningkatkan lagi hubungan kerja
sama dengan lembaga penegak hukum lain. Dan juga memperberat sanksi-sanksi bagi
pelaku kejahatan Investasi agar dapat memberikan efek jera bagi para pelaku.

3.2 Saran
Hendaknya kedudukan, peran dan fungsi Bank Indonesia dalam sistem
ketatanegaraan di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, ditingkatkan terutama dalam masalah perannya lembaga yang menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter (menetapkan sasaran-sasaran moneter, melakukan
pengendalian moneter dan melaksanakan kebijakan nilai tukar berdasarkan sistem nilai
yang ditetapkan), mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; serta mengatur
dan mengawasi bank, dimana bank lainnya tidak memilikinya. Status Bank Indonesia baik
sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-
undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-
peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh
masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata,
Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar
pengadilan.

Dalam rangka pembaruan peraturan perundang-undangan tentang LPS, perlu


ditekankan pentingnya perlindungan hukum terhadap simpanan nasabah pada bank,
termasuk ketika suatu bank dinyatakan sebagai bank gagal dengan tetap mengutamakan
kepentingan dan perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan. Kurangnya publikasi
dan bahasan tentang berbagai aspek mengenai LPS, menyebabkan kehadiran dan kiprahnya
kurang mendapatkan pemberitaan, oleh sebab itu diperlukan upaya sosialisasi, diseminasi,
publikasi dan kajian ilmiah lainnya yang dapat mendekatkan pranata LPS dengan
masyarakat pada umumnya. Salah satu bagian penting ialah perlunya hubungan kerjasama
antara LPS dengan kalangan perguruan tinggi, khususnya di bidang hukum.

Agar terlaksana seluruh kegiatan OJK dengan baik, maka OJK perlu meningkatkan
kualitas dan kuantitas dari para pegawai OJK. Selain merekrut pegawai dari BI, dan
Bapepam-LK OJK juga harus melakukan Rekrutmen dari Masyarakat, dengan proses
rekrutmen yang berkualitas agar mengahasilakan pegawai OJK yang berkualitas pula.
Untuk mencegah kejahatan Investasi yang terjadi di masyarakat, maka OJK haarus
melakukan peningkatan edukasi, dengan lebih giat lagi memberikan atau melakukan
15

sosialisasi terhadap masyarakat tentang Investasi Ilegal. Selanjutnya OJK juga harus
melakukan peningkatan penegakan Hukum, dengan meningkatkan lagi hubungan kerja
sama dengan lembaga penegak hukum lain. Dan juga memperberat sanksi-sanksi bagi
pelaku kejahatan Investasi agar dapat memberikan efek jera bagi para pelaku.
DAFTAR
PUSTAKA

Bank Indonesia, (Online)

(https://www.bi.go.id/id/tentang-bi/profil/default.aspx), Diakses 5 Oktober


2021

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), (Online)

(https://universalbpr.co.id/blog/lembaga-penjamin-simpanan-lps-fungsi-
tugas-kewajibannya/), Diakses 5 Oktober 2021

(https://www.lps.go.id/fungsi-tugas-wewenang), Diakses 5 Oktober 2021

Otoritas Jasa Keuangan, (Online)

(https://www.ojk.go.id/id/tentang-ojk/pages/tugas-dan-fungsi.aspx),
Diakses 5 Oktober 2021

16

Anda mungkin juga menyukai