Anda di halaman 1dari 20

P-ISSN: 2303-2898 | E-ISSN: 2549-6662 Vol. 11, No.

2, Agustus 2022
Received: 08 November 2021 | Accepted: 30 Mei 2022 | Published: 01 Agustus 2022

EKSISTENSI MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN


DINAMIKA TANAH ULAYAT DI MANGGARAI TIMUR
Wasyilatul Jannah1, M. Nazir Salim2*, Dian Aries Mujiburohman2
1
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Nusa Tenggara Timur, Indonesia
2
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, Indonesia

*e-mail: nazirsalim@stpn.ac.id

Abstrak
Masyarakat Hukum Adat (MHA) Manggarai merupakan komunitas yang terdiri atas puluhan atau bahkan
ratusan suku yang berbeda-beda. Hampir seluruh wilayah Manggarai didiami oleh MHA. Setiap persoalan
yang terjadi dalam kehidupan MHA memiliki potensi menimbulkan dampak luas. Kondisi tersebut
membutuhkan perlindungan terhadap MHA Manggarai yang juga bermakna perlindungan terhadap
masyarakat Manggarai secara luas termasuk tanah Ulayat. Atas situasi tersebut, tulisan ini bertujuan untuk
menjelaskan dinamika MHA Manggarai Timur dan problematika tanah Ulayat khususnya di Desa Nanga
Labang, Rondo Woing, dan Satar Punda, Manggarai Timur. Dengan metode kualitatif dan pendekatan sosial
antropologi khususnya etnografi serta kajian yuridis normatif yang dilakukan di tiga Desa di atas, tulisan ini
mampu menggambarkan eksistensi dan dinamika MHA dan hubungannya dengan tanah Ulayat. Temuan
penelitian menunjukkan bahwa MHA di Manggarai Timur eksistensinya cenderung melemah dan memiliki
pola perubahan yang berbeda di tiap daerah. Keberadaan tanah Ulayat masih ada namun jumlahnya
semakin terbatas bahkan terdapat beberapa wilayah yang tidak lagi memiliki tanah Ulayat. Studi ini
menawarkan skema perlindungan oleh negara agar agar eksisitensi MHA dan tanah Ulayat tetap eksis
karena hal itu merupakan kearifan lokal yang mampu membendung arus globalisasi dan individualisasi tanah
Ulayat. Idealnya, MHA dan tanah Ulayat mendapat perlindungan, dengan melindungi pranata adat maupun
tanah Ulayatnya, minimal pengakuan dari pemerintah setempat agar eksistensi MHA Manggarai tetap
bertahan.

Kata kunci: Manggarai Timur; Masyarakat Hukum Adat; Tanah Ulayat; Perlindungan Negara

Abstract
The Indigenous society (Masyarakat Hukum Adat-MHA) of Manggarai is a community consisting of dozens
or even hundreds of different tribes. MHA inhabits almost the entire Manggarai region of Manggarai. Every
problem that occurs in the life of MHA Manggarai has the potential to cause widespread impact. This
condition requires the protection of Manggarai MHA, which also means protecting the people of the
Manggarai community, including the Ulayat land. For this situation, this paper aims to explain the dynamics
of East Manggarai MHA and the problem of Ulayat land, especially in Nanga Labang Village, Rondo Woing,
and Satar Punda, East Manggarai. This research was conducted with qualitative methods and social
approaches of anthropology, especially ethnography and normative studies conducted in the three villages
above. This paper can describe the existence and dynamics of MHA and its relationship to the land of Ulayat.
The research findings suggest that MHA in East Manggarai its existence tends to weaken and has different
patterns of change in each region. The existence of Ulayat land still exists, but the number is increasingly
limited even though there are some areas that no longer have Ulayat land. This study offers a protection
scheme by the state so that the existence of MHA and Ulayat land still exists because local wisdom can stem
the flow of globalization and individualization of Ulayat land. Ideally, MHA and Ulayat land get protection by
protecting traditional institutions and Ulayat land, at least recognition from the local government so that the
existence of MHA Manggarai survives.

Keywords: East Manggarai; Indigenous People; Ulayat Land; State Protection

Doi: https://doi.org/10.23887/jish.v11i2.41006 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 213


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

This is an open access article under the CC BY-SA license.


Copyright © 2022 by Author. Published by Universitas Pendidikan Ganesha.

PENDAHULUAN mempengaruhi aspek ritual (Lon &


Corak hidup tradisional yang khas Widyawati, 2020). Ironisnya, pada sektor
bangsa Indonesia tidak lagi menjadi ciri agraria ini, MHA Manggarai seringkali
sebagai identitas, karena modernisasi telah menjadi korban dari kebijakan negara dan
memberi warna terhadap perubahan sosial tuntutan pembangunan sehingga memicu
masyarakat, baik di perkotaan, desa, dan terjadinya konflik (Andjarwati et al., 2018).
sebagian masyarakat adat Indonesia. Terja- Beberapa konflik yang terjadi antara MHA
dinya perkembangan dan perubahan sosial Manggarai dengan berbagai pihak di
dari cara hidup lama akibat perubahan kon- antaranya MHA Colol dengan pemerintah
disi geografis, budaya, struktur kependu- atas penetapan lingko (tanah milik bersa-
dukan, dan ideologi akibat adanya penemuan ma/adat), MHA Colol sebagai kawasan
baru (Muhammad, 2017). Perubahan dalam kehutanan untuk Taman Wisata Alam, MHA
masyarakat tersebut bisa dilihat pada norma Lenggo (Meda) yang memperebutkan kepe-
sosial, pola hidup, struktur masyarakat, milikan 10 lingko di Desa Golo Woi, dan
lembaga kemasyarakatan, wewenang, dan konflik-konflik lainnya (Cahyono et al., 2016;
interaksi antarmasyarakat (Rizik et al., 2021; Holthouse, 2020; Regus, 2011).
Rosana, 2011). Namun demikian, modernitas Sejak dahulu, masyarakat Manggarai
tidak serta-merta menghapus eksistensi dan tidak memiliki tanah maupun hak pribadi
identitas suatu masyarakat, seperti Ma- sehingga tanah yang dikuasai merupakan
syarakat Hukum Adat (indigenous milik bersama MHA atau komunal (Lon &
peoples/communities) yang masih ber- Widyawati, 2020). Namun demikian, dewasa
pegang pada pola hidup secara tradisional. ini individualisasi atau kepemilikan tanah
Masyarakat Hukum Adat (MHA) secara perorangan dalam anggota masya-
merupakan sebutan umum bagi ratusan suku rakat hukum adat telah berlangsung dalam
yang mengikatkan diri atau terikat pada kehidupan MHA Manggarai. Kondisi ini me-
kesatuan MHA yang berbeda-beda di nimbulkan kekhawatiran bagi kesejahteraan
berbagai wilayah (Afiff & Rachman, 2019; masyarakat Manggarai serta mengancam
Siscawati, 2014). Di Maggarai, MHA tersebar keberlangsungan masyarakat adat. Fak-
di 3 kabupaten yakni Kabupaten Manggarai, tanya, kepemilikan tanah secara individual
Kabupaten Manggarai Barat, dan Kabupaten yang berasal dari tanah adat di Manggarai
Manggarai Timur. MHA Manggarai dalam justru menyebabkan tanah menjadi rentan
konteks ini adalah identitas budaya, sosial, untuk dikuasai oleh segelintir orang yang
dan historis, bukan istilah administratif. Ciri kuat secara ekonomi, sosial, religius dan
khas masyarakat adat melebur sebagai satu politik, sehingga masyarakat justru menjadi
kesatuan masyarakat tradisional, dan tanah penonton di tanahnya sendiri (Lon &
atau agraria merupakan sektor terpenting, Widyawati, 2020).
karena Manggarai merupakan masyarakat Kehidupan masyarakat Manggarai
agraris yang menempatkan tanah sebagai sebagian besar masih lekat dengan pranata
sumber penghidupan. Dari sisi kebudayaan, adat terutama kehidupan masyarakat di
MHA Manggarai tidak lepas dari bidang pedesaan. Secara umum dapat dikatakan
pertanian, tanah, kebun, dan alam yang juga bahwa masyarakat Manggarai merupakan

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 214


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

Masyarakat Hukum Adat atau masyarakat salah satunya karena belum tersedia
tradisional. Walau demikian, hingga saat ini peraturan yang mengatur keberadaan MHA
belum terdapat pengakuan secara formal dan tanah Ulayatnya. Sejalan dengan itu,
terkait keberadaan Masyarakat Hukum Adat penelitian Jerabu (Jerabu, 2014) menun-
di wilayah Manggarai. Adapun hingga saat ini jukkan hak Ulayat atas tanah MHA masih ada
peraturan terkait MHA Manggarai berupa dan dikuasai bersama oleh masyarakat
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mang- melalui kelembagaan adat, namun belum
garai Timur No. 1 Tahun 2018 tentang terdapat peraturan daerah terkait pengakuan
Pengakuan, Perlindungan, dan Pember- terhadap MHA. Jehamat dan Keha Si
dayaan Masyarakat Hukum Adat. Selain itu (Jehamat & Keha Si, 2018) melihat lemahnya
juga terdapat Perda Kabupaten Manggarai perlindungan MHA dapat menimbulkan
No. 1 Tahun 2018 tentang Penyelesaian konflik, seperti konflik tanah komunal antara
Sengketa Berbasis Adat. Di antara kedua Klan Nggorang dan Klan Pane yang
peraturan tersebut belum menunjuk MHA berimplikasi pada retaknya hubungan sosial
tertentu sebagai subjek pengakuan dan kedua pihak. Di luar semua studi tersebut,
perlindungan masyarakat adat, sedangkan Zakaria (Zakariya, 2016) menyimpulkan
MHA Manggarai sendiri terdiri atas puluhan bahwa pengakuan atas hak-hak masyarakat
bahkan ratusan komunitas adat yang ber- adat yang tidak bersifat publik, yang
beda-beda. mensyaratkan pemenuhan sejumlah unsur
Lemahnya perlindungan terhadap MHA sebagai suatu polity, tidaklah relevan
masyarakat adat Manggarai tersebut tidak sehingga menimbulkan ketidakadilan baru.
hanya bermakna belum adanya pengakuan Beberapa studi di atas menghadirkan
dari negara tetapi juga menyebabkan kebe- isu yang menarik untuk melihat MHA
radaaan dan kekayaan Masyarakat Hukum Manggarai secara keseluruhan dan tanah
Adat termasuk di dalamnya tanah Ulayat Ulayatnya. Namun demikian, studi terkait
menjadi rentan terhadap beragam kepen- eksistensi adat, tanah Ulayat, dan usaha
tingan baik dari dalam Masyarakat Hukum perlindungannya masih belum mendapatkan
Adat sendiri maupun desakan dari pihak luar. tempat. Bagaimana seharusnya tanah Ulayat
Bertolak dari kondisi tersebut di atas, pene- Manggarai ditempatkan dan bagaimana
litian ini bertujuan untuk menjelaskan secara dinamika serta kehendak MHA Manggarai
detail tentang eksistensi MHA Manggarai di diperlakukan, termasuk studi terkait
wilayah Kabupaten Manggarai Timur serta bagaimana melindungi tanah Ulayat bagi
tanah Ulayatnya, seberapa penting dan MHA. Kajian MHA Manggarai dan tanah
urgennya memberikan perlindungan terha- Ulayatnya belum banyak menyentuh aspek
dap MHA Manggarai serta mekanisme perlin- yuridis legalisasi tanah dalam kerangka
dungan seperti apa dari negara yang diang- perlindungan tanah Ulayat. Sementara studi-
gap tepat dengan karakteristik MHA Mang- studi terkait ritus dan budaya Manggarai tidak
garai saat ini. cukup untuk menyimpulkan bahwa MHA
Studi-studi terkait MHA Manggarai Manggarai masih berdaulat atas hak
telah dilakukan oleh beberapa peneliti komunalnya. Berangkat dari berbagai studi
dengan berbagai pendekatan, di antaranya tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
studi Mujiburohman dan Mujiati menjelaskan dinamika MHA Manggarai
(Mujiburohman & Mujiati, 2019). Studi ini Timur dan problematika tanah Ulayat
menyatakan secara defacto tanah suku di sekaligus menawarkan skema alternatif
NTT masih ada, namun demikian, wewenang perlindungan MHA dan tanah Ulayatnya.
MHA atas tanah suku tidak lagi penuh karena Artinya, studi ini dengan tegas
yang semula berstatus sebagai tanah mengedepankan perspektif MHA dan tanah
bersama, karena proses individualisasi telah Ulayatnya, bukan semata mengetahui
berubah menjadi milik perorangan, hal ini eksistensi MHA Manggarai Timur serta

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 215


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

alternatif untuk melindungi tanah Ulayat, dengan pendekatan sosio yuridis-normatif


akan tetapi juga menawarkan skema agar diperoleh praktik terbaik perlindungan
kebijakan perlindungannya. negara terhadap MHA Manggarai Timur dan
tanah Ulayatnya.
METODE Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Metode yang digunakan dalam pene- Manggarai Timur yang meliputi 3 desa yakni
litian ini ialah metode kualitatif (Tomaszewski Desa Nanga Labang Kecamatan Borong
et al., 2020; Walliman, 2017) dengan pende- Kabupaten Manggarai Timur; Desa Rondo
katan sosial dan antropologi khususnya Woing Kecamatan Rana Mese Kabupaten
etnografi untuk mengamati dan memahami Manggarai Timur; dan Desa Satar Punda
pola dan budaya masyarakat dalam penge- Kecamatan Lamba Leda Kabupaten Mang-
lolaan tanah dan perlindungan hak MHA garai Timur. Adapun ketiga lokasi tersebut
Manggarai (Lennox & Short, 2016). Secara dipilih karena dianggap dapat mewakili
etnografi penulis terlibat secara intens di karakteristik pertumbuhan Masyarakat
lapangan dengan mengamati MHA dan tanah Hukum Adat di wilayah Manggarai Timur.
Ulayatnya. Penulis juga melakukan wawan- Desa Nanga Labang Kecamatan Borong
cara mendalam kepada tu’a adat, anggota Kabupaten Manggarai Timur dipilih sebagai
MHA, serta pihak-pihak terkait untuk menja- perwakilan dari sektor kota di mana pertum-
wab pertanyaan pokok, sejauh apa eksistensi buhan masyarakat hukum adat telah berge-
MHA Manggarai Timur, sistem pengelolaan rak ke arah modern. Desa Rondo Woing
tanah, dan bagaimana MHA Manggarai Kecamatan Rana Mese Kabupaten Mang-
melindungi tanah Ulayatnya. Penelitian ini garai Timur dipilih karena merepresentasikan
menghasilkan deskripsi terkait eksistensi kehidupan Masyarakat Hukum Adat yang
MHA Manggarai serta permasalahan terkait masih sangat tradisional sedangkan Desa
hak Ulayatnya yang kemudian dikaji dengan Satar Punda Kecamatan Lamba Leda
konsep yuridis normatif pertanahan agar Kabupaten Manggarai Timur dipilih karena
diperoleh praktik terbaik perlindungan negara keberadaan serta dinamika tanah Ulayatnya.
terhadap MHA Manggarai dan tanah Ulayat- Dengan demikian, sampel dalam penelitian
nya. Dengan demikian format penelitian ini ini dipilih menggunakan teknik purposive
meliputi kajian sosial antropologi serta kajian sampling (Ames et al., 2019; Campbell et al.,
yuridis normatif. 2020) yakni dengan pertimbangan bahwa
Strategi pengumpulan dokumen khu- lokasi penelitian mampu merepresentasikan
susnya literatur terkait MHA dengan mengun- karakteristik MHA Manggarai Timur secara
jungi berbagai pihak untuk mendapatkan umum.
dokumen. Penulis juga mengobservasi dan
melakukan wawancara mendalam selama di HASIL DAN PEMBAHASAN
lapangan. Proses klasifikasi data dilakukan
Pasca 1998, upaya kembali
dengan model triangulasi (Turner et al.,
menghidupkan masyarakat adat bersama
2017). Secara intensif penulis menghabiskan
tanahnya menjadi satu pilihan penting karena
waktu sekitar satu bulan di lapangan untuk
hal itu dianggap mampu mempertahankan
mengamati lebih detil bagaimana struktur
tanah dari perampasan-perampasan pihak
MHA, sistem adat yang berlaku, sistem
luar. Merujuk pendekatan Bedner dan
pengelolaan tanah, model pemanfaatan, dan
Arizona (2019), salah satu cara paling efektif
problem serta dinamika yang terjadi di antara
untuk mewujudkan hal tersebut adalah
masyarakat adat. Proses penelitian ini meng-
dengan menempatkan adat sebagai salah
hasilkan data secara deskriptif terkait eksis-
satu entitas yang masuk dalam hukum
tensi MHA Manggarai Timur, permasalahan
pertanahan nasional, termasuk
hak Ulayat, dinamika internal, dan problem
mengupayakan produk hukum di tingkat
kelembagaan adat. Penulis menganalisis

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 216


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

lokal, karena keberadaannya dapat terlihat kecuali dalam hal yang sifatnya sosial
melindungi masyarakat adat dari kehilangan seperti gotong royong dalam acara kematian,
tanahnya. pernikahan, dan keagamaan. Ritual-ritual
Pendekatan di atas menjadi cara adat semakin sulit ditemukan hanya tersisa
pandang bagaimana tanah Ulayat dan kesenian budaya yang ditampilkan pada upa-
masyarakat adat Manggarai Timur cara-upacara penting yang sesekali dilaku-
ditempatkan dalam posisi kajian ini, yakni kan. Kelembagaan adat di Desa Nanga
melindungi eksistensi dan tanah Ulayat Labang pun hampir tidak berfungsi sebab
beserta MHA dengan pendekatan hukum otoritas adat dari garis keturunan tidak lagi
(peraturan). Hal ini penulis tempatkan memiliki peran yang signifikan dalam masya-
sebagai bagian dari beberapa kajian rakat. Namun demikian sebagai MHA, Desa
sebelumnya yang melihat tanah Ulayat dan Nanga Labang masih memiliki mbaru gen-
MHA sebagai suatu kajian yang terpisah, dang (rumah adat) yang terletak di Toka
padahal keduanya merupakan satu sebagai penanda bahwa eksistensi MHA
kesatuan. masih ada di Desa Nanga Labang, meskipun
Hal tersebut terlihat misalnya dalam sedang berjuang menghadapi arus moder-
studi Keling (2016) yang fokus pada MHA nisasi.
dan kearifan lokal yang keberadaannya Saat ini mbaru gendang Toka dihuni
masih eksis dan kuat. Sementara studi oleh keturunan dari tu’a golo (ketua adat).
Sumardi dan Sukardja (2017) tentang lodok Meskipun secara garis keturunan masih jelas
juga menunjukkan fokusnya pada sistem diketahui siapa saja yang merupakan ketu-
pengelolaan dan penataan tanah adat. runan dari tu’a adat, namun peran keturunan
Hemat penulis keduanya adalah bagian yang tu’a adat ini tidak lagi signifikan dalam ma-
tidak bisa dipisahkan dan ketika ingin syarakat. Keberadaan mbaru gendang tetap
menyelematkan keduanya maka negara merupakan simbol keberadaan MHA namun
harus memberikan perlindungan agar MHA peran kelembagaan adat yang hampir hilang
dan tanah Ulayat menjadi bagian dari dalam masyarakat menyebabkan keberada-
khazanah kekayaan bangsa Indonesia. Hal an mbaru gendang terbatas hanya sebagai
ini bisa dilihat sebagai sesuatu kakayaan, simbol semata.
local wisdom, atau entitas yang seharusnya Lain halnya dengan Desa Rondo
ada untuk melindungi MHA dari kehilangan Woing, saat ini terdapat sebanyak 5 gendang
lahan penghidupannya. Penjelasan dan yaitu gendang Pupung, Bumbu, Ledas,
temuan berikut segaris upaya penulis Rongkang dan Colol. Kelima gendang ini
menjelaskan eksistensi MHA Manggarai berasal dari wa’u yang berbeda yaitu gen-
Timur dan tanahnya. dang Pupung sebagai wae ka’e (gendang
tertua), gendang Bumbu dari wa’u Pupung
Eksistensi MHA di Desa Nanga Labang, sebagai wae ase, gendang Ledas dari wa’u
Rondo Woing, dan Satar Punda Ledas Ncamar, gendang Rongkang dari wa’u
Desa Nanga Labang tergolong seba- Cibal dan gendang Colol dari wa’u Colol.
gai desa berkembang di wilayah Kecamatan
Borong karena terletak tidak jauh dari ibukota Pranata adat di Desa Rondo Woing
kabupaten sehingga dipilih sebagai satu- masih sangat kental. Ritual-ritual dan
satunya sektor kota dalam penelitian ini. kegotong royongan MHA masih terpelihara
Secara garis keturunan, masyarakat Desa dengan baik. Dalam hal ada anggota MHA
Nanga Labang merupakan perpaduan dari yang meninggal bahkan antar gendang pun
berbagai macam wa’u (keturunan) di wilayah warganya saling memberikan sumbangan
Manggarai yang telah membaur bersama dan gotong royong membantu. Menurut
pendatang dari berbagai wilayah. Pranata seorang ibu anggota MHA yang namanya
adat di Desa Nanga Labang semakin tidak tidak bersedia disebutkan:

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 217


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

Gambar 1. Mbaru Gendang Toka di Desa Nanga Labang (kiri) dan Mbaru gendang Ledas di
Desa Rondo Woing (kana).
Sumber: Dokumentasi pribadi, 2021

Eme duka dami ce’e ho’o, dari Ledas sampe Kelembagaan adat di Desa Rondo
Pupung kumpul seng agu dea. Ela 2 du leso mata, Woing masih eksis dan sangat dihormati oleh
kelas, apalagi pas paka di’a sekalian agu misa. anggota MHA. Tu’a-tu’a adat yang merupa-
Toe ma beban ata susa dami. Apa kata ata kan wae ka’e merupakan tokoh yang penda-
mangan, ba kat”. Artinya: “Jika ada kedukaan di
sini, dari Ledas sampai Pupung mengumpulkan
patnya paling didengar di kampung. Namun
uang dan beras. Saat hari kematian 2 ekor babi, demikian, tidak ada kesan otoriter dalam
acara kelas, apalagi saat acara paka di’a sekalian kelembagaan adat MHA di Desa Rondo
misa. Tidak membebankan mereka yang sedang Woing. Tu’a adat justru menampakkan kesan
berduka. Apa saja yang ada kami bawa” rendah hati dengan tutur kata yang penuh
(Wawancara, 21 Mei 2021). kebijaksanaan sehingga wajar menjadi tokoh
Ketika tamu penting berkunjung ke yang sangat dihargai. Meskipun terdapat
Desa Rondo Woing biasanya disambut otoritas pemerintahan desa, lembaga adat ini
dengan adak (ritual) di gerbang kampung dan merupakan tempat pertama yang ditemui
bagi tamu yang sekedar berkunjung biasanya oleh masyarakat ketika terdapat persoalan di
dilakukan adak di mbaru gendang atau di dalam kampung. Dengan demikian, kebera-
gerbang kampung agar tidak dangeng (sakit). daan kedua otoritas ini saling mendukung
Demikian pula dengan denda-denda adat jika dan menghargai dalam menyelesaikan per-
terjadi pelanggaran norma di kampung soalan yang terjadi dalam masyarakat.
dengan denda berupa uang, arak, dan Struktur Kelembagaan Adat di Desa
binatang. Seorang anggota MHA menyam- Satar Punda sebagaimana diwariskan oleh
paikan: Nenek moyang MHA di Desa tersebut
berasal dari Nawang Laci. Dahulu wa’u dari
Eme cais meka penting situ ga, wa pertigaan gendang Laci membentuk gendang Weleng
taung caked ata tu’a ema so’o ga, ngo ronda sio kemudian membentuk tembor (cikal bakal
bo, kapu agu tuak agu manuk bakok”. Artinya: mbaru gendang) hingga kemudian memben-
“Jika tamu penting datang, para tu’a adat
tuk gendang di Desa Satar Punda. Saat ini di
menunggu di pertigaan ujung kampung untuk
menyambut dengan menggendong ayam putih Desa Satar Punda terdapat sebanyak 3
dan tuak” (Wawancara, 21 Mei 2021). gendang yaitu gendang Satar Teu, Lolok dan
Luwuk. Ketiga gendang tersebut terbentuk
dari 6 panga (klan) yaitu Nawang, Leong,

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 218


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

Metang, Rida, Riung, dan Gui yang kemudian Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai
bergabung membentuk 3 gendang. Timur
Kelembagaan adat di Desa Satar Pun-
Tanah Ulayat di Desa Nanga Labang
da cukup menarik sebab meskipun memiliki
Sebagaimana pranata dan lembaga
mbaru gendang, komunitas MHA di Desa
adatnya yang hampir hilang, tanah Ulayat di
Satar Punda justru tidak memiliki tu’a gen-
Desa Nanga Labang telah habis dibagi
dang atau tu’a beo (pimpinan kampung/adat).
melalui pembagian adat bahkan sebelum
Kelembagaan adat di desa ini justru dipimpin
pertumbuhan populasi Desa Nanga Labang
oleh tu’a teno (pengurus lingko) yang
berkembang. Menurut data Kantor
sejatinya hanya mengurus tentang tanah
Pertanahan Kabupaten Manggarai Timur,
dengan dibantu oleh tu’a panga. Diduga hal
saat ini terdapat sebanyak 1.257 bidang
ini kemudian menjadi alasan hilangnya
tanah bersertifikat di Desa Nanga Labang.
beberapa budaya di antaranya seperti denda
Adapun sertifikat hak milik yakni sebanyak
adat.
1.253 meliputi area seluas 3.641.930 m2,
Saat ini pelanggaran-pelanggaran
terdapat pula sebanyak 2 sertifikat HGB
norma dalam masyarakat seringkali langsung
dengan total luas 13.071 m2 serta 2 sertipikat
diserahkan kepada polisi. Namun demikian,
HP yang meliputi area seluas 13.298 m2.
sejumlah budaya masih terpelihara seperti
Perbandingan luas tanah bersertifikat
ritual-ritual adat, kebiasaan untuk tidak
dengan luas wilayah Desa Nanga Labang
berkebun ketika salah satu anggota MHA
dapat dilihat pada diagram.
meninggal serta upacara penti (upacara
adat) yang diadakan dua kali dalam setahun
(Resmini & Mabut, 2020). Upacara penti ini Bersertipikat Belum Sertipikat
berupa syukuran hasil panen yang biasanya
dilakukan pada bulan Juli atau Agustus serta
penti kalok yaitu upacara permohonan yang
dilakukan sekitar bulan November dan
Desember. Ritual serta upacara dalam 31%
budaya MHA Manggarai tidak wajib dipimpin
oleh tu’a gendang, tu’a teno atau tu’a panga.
Para tu’a biasanya hanya mengontrol dan
mengatur sehingga dalam kondisi tidak 69%
terdapat tu’a gendang seperti di Desa Satar
Punda, ritual dan upacara adat tetap dapat
dilaksanakan. Terkait kelembagaan adat ini,
Bapak Yosep Nabo, tu’a teno dari gendang
Satar Teu dalam wawancara tanggal 17 Juni Gambar 2. Diagram Perbandingan Luas di
2021 di Desa Satar Punda menyampaikan: Desa Nanga Labang
Sumber: Hasil pengolahan data
Itu yang pernah saya hadir rapat di kantor desa.
Karena permintaan dari kabupaten bahwa harus Berdasarkan data sertifikasi diketahui
ada tu’a golo dan tu’a gendang. Menurut saya, bahwa sebanyak lebih dari 50% wilayah
kalo bagian Lamba Leda tidak pernah ada sebut
tu’a golo atau tu’a gendang. Maka itu saya
Desa Nanga Labang merupakan bidang
anjurkan waktu itu, barangkali dari pemerintah tanah bersertifikat. Angka ini menunjukkan
membuat sosialisasi seperti apa tugas-tugas tu’a bahwa proses individualisasi di Desa Nanga
golo dan tu’a gendang. Menurut saya tu’a teno Labang telah mengarah pada proses
sebetulnya tidak dilibatkan dalam urusan ritual- pengadministrasian melalui legalisasi aset.
ritual kecuali urusan tanah” (Wawancara dengan Analisis terhadap data sertifikat menunjukkan
Bapak Yosep Nabo, 17 Juni 2021). bahwa terdapat sebanyak 159 orang di Desa

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 219


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

Nanga Labang memiliki bidang tanah lebih Untuk mengamati pola penguasaan
dari 1 bidang dan sebanyak 7 orang memiliki dan pemilikan tanah di Desa Nanga Labang,
lebih dari 5 bidang tanah. Selain itu, terdapat dilakukan pengelompokan pemilikan luas
sebanyak 48 orang memiliki total bidang bidang tanah sertifikat hak milik berdasarkan
tanah lebih dari 1 ha per orang. Jika kelompok luas tertentu yang indikatornya
memperhatikan kondisi pertumbuhan masya- ditetapkan oleh peneliti sendiri. Data
rakat, ekonomi dan sosial di Desa Nanga kepemilikan sertipikat juga mewakili data
Labang maka memiliki bidang tanah di atas 1 penguasaan fisik sebab hingga saat ini
ha dapat dikatakan ‘tuan tanah’ bahkan penguasaan atas bidang-bidang tanah di
‘orang kaya’. Standar ini tidak mengacu Desa Nanga Labang dilakukan oleh pemilik
kepada indikator tertentu selain kondisi sosial langsung atau oleh anggota keluarga yang
masyarakat yang diamati langsung di la- merupakan satu rumah tangga dengan
pangan. Tingginya nilai dan kebutuhan akan pemilik. Lebih jelas tentang kelompok
tanah di Desa Nanga Labang menyebabkan pemilikan tanah di Desa Nanga Labang
standar ini cukup relevan untuk digunakan. dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Distribusi Luas Sertifikat Desa Nanga Labang


Indikator Luas Jumlah Pemilik Total Luas Persentase Terhadap Luas
(m2) (orang) (m2) Wilayah (%)
< 3.000 515 658.495 12,4
3001-10.000 221 1.328.501 25,1
10.001-20.000 65 941.248 17,7
>20.000 22 713.686 13,5
Total 823 3.641.930 68.7%
Sumber: Hasil pengolahan data, 2021

Berdasarkan tabel diketahui bahwa diketahui bahwa 22 orang tersebut


dari total 823 orang yang memiliki sertifikat merupakan orang-orang yang memiliki status
dan menguasai 68,7% luas tanah di Desa dan pengaruh dalam masyarakat baik secara
Nanga Labang, sebanyak 801 orang sosial maupun ekonomi. Perolehan tanah
menguasai 55,2%. Dengan demikian, dari ke-22 orang tersebut cukup beragam
sebanyak 22 orang menguasai total luas yakni dari pembagian lingko, warisan, dan
13,5%. Adapun ke-22 orang tersebut jual beli. Lebih jelasnya 4 kelompok pemilikan
menguasai bidang tanah lebih dari 2 ha tanah tertinggi di Desa Nanga Labang dapat
dengan total penguasaan tertinggi ialah dilihat pada Tabel 2.
seluas 66.350 m2. Setelah diteliti lebih lanjut,

Tabel 2. Kelompok Pemilikan Tanah Desa Nanga Labang


No. Kelompok Jumlah Pemilik (orang) Total Luas (m2)
1. Penduduk asli yang memiliki pengaruh dalam 10 284.206
masyarakat khususnya dalam kehidupan sosial.
2. Keturunan orang berpengaruh seperti raja, dalu, 4 208.212
bupati dan tu’a adat.
3. Pengusaha. 5 139.416
4. Mantan orang berpengaruh seperti tu’a teno dan 3 81.450
kepala desa.
Total 22 713.686
Sumber: Hasil pengolahan data, 2021

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 220


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

Kenyataan di lapangan menunjukkan Kondisi kepemilikan tanah di Desa


bahwa terdapat sejumlah kepala keluarga Nanga Labang bukan satu-satunya
yang harus bergantung dalam satu rumah persoalan. Akibat kebutuhan akan tanah
tangga karena tidak memiliki bidang tanah yang terus meningkat, kondisi yang perlu
untuk ditempati sendiri sehingga dalam satu menjadi perhatian di antaranya ialah alih
rumah tangga terdapat lebih dari satu KK. fungsi lahan (Hastuty, 2017; Purwanti, 2018).
Sedangkan khusus tanah pertanian, Lahan pertanian terutama sawah di dataran
meskipun masih tersedia lahan pertanian rendah Wae Reca dan Tambak merupakan
yang luas di Desa Nanga Labang faktanya salah satu penghasil beras yang menjanjikan
tidak semua petani memiliki lahan pertanian. namun saat ini alih fungsi terhadap lahan
Kelompok ini umumnya merupakan rumah pertanian tersebut mulai terjadi. Alih fungsi ini
tangga muda yang tidak memperoleh terutama terjadi pada bidang tanah sawah
warisan dari orang tua karena keterbatasan yang terletak di pinggir jalan negara.
kepemilikan dari orang tua. Akibatnya, saat Pemanfaatannya cukup beragam yakni untuk
ini pekerja sektor pertanian di Desa Nanga kegiatan usaha, gudang maupun untuk
Labang hampir tidak ditemukan berasal dari perumahan. Gambaran alih fungsi lahan di
kelompok usia muda sebab bekerja pada Desa Nanga Labang dari tahun 2004 sampai
lahan pertanian milik orang lain tampaknya tahun 2021 dapat dilihat pada Gambar 3.
tidak menarik minat generasi muda
(Susilowati, 2016; Arvianti et al., 2019).

Gambar 3. Alih fungsi Lahan Pertanian di Desa Nanga Labang


Sumber: Google Earth
tanah tempat mbaru gendang dan natas,
Tanah Ulayat di Desa Rondo Woing
tidak lagi terdapat lingko yang menjadi milik
Sebagai komunitas MHA yang masih
bersama MHA. Sisi baiknya ialah seluruh
sangat erat dengan pranata adat, kebe-
anggota MHA di Desa Rondo Woing telah
radaan tanah Ulayat yang juga menunjukkan
memiliki tanah sehingga semua anggota
eksistensi MHA di suatu wilayah sayangnya
masyarakat telah memiliki tanah pertanian
tidak lagi ada di Desa Rondo Woing. Seluruh
sebagai sumber penghidupannya. Sebagai
lingko di Desa Rondo Woing saat ini telah
wilayah yang subur, memiliki tanah pertanian
menjadi milik perorangan anggota MHA yang
di Desa Rondo Woing sangat menunjang
diperoleh melalui pembagian adat. Selain
kelangsungan hidup masyarakat. Hal ini

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 221


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

sesuai dengan penuturan tu’a gendang Di sisi lain, menurut peneliti sulitnya
Ledas, Fransiskus Nani dalam wawancara akses ini justru menjadi alasan pranata adat
tanggal 21 Mei 2021 di Desa Rondo Woing masih sangat terpelihara dengan baik di
yakni: Desa Rondo Woing. Secara tidak langsung
“Ce’e toe manga masalah tanah. Aikin eme
kondisi ini menunjukkan kondisi MHA di Desa
cepisa. Ai manga taung tana ata tu’a ga onemai Rondo Woing nyaris tidak tersentuh globa-
bagi lingko agu ligup tinggal bagi ngger wa one lisasi sehingga terhindar dari dampak negatif
anak-anak”. Artinya: “Di sini tidak ada masalah globalisasi tersebut. Menurut Konradus
tanah. Tidak tahu di masa depan nanti. Karena (Konradus, 2018), globalisasi dapat ber-
semua orang tua sudah punya tanah dari pengaruh negatif bagi MHA, di antaranya ter-
pembagian lingko dan membuka kebun sendiri, hadap kepribadian, etika, moral, dan karak-
tinggal diwariskan kepada anak-anak saja” ter, bahkan berimplikasi terhadap kebijakan
(Wawancara dengan Bapak Fransiskus Nani, 21 nasional serta menghilangkan tradisi gotong
Mei 2021).
royong pada MHA dan menggantinya dengan
Data dari Kantor Pertanahan Kabu- budaya individualistik yang menjauhkan
paten Manggarai Timur menunjukkan bahwa masyarakat dari akar budaya lokalnya. Na-
di Desa Rondo Woing telah terdapat se- mun berdasarkan pengalaman lapangan,
banyak 100 sertifikat Hak Milik melalui Pro- justru anak muda di Desa Rondo Woing
yek Operasi Nasional Agraria (PRONA). memiliki kesadaran tersendiri akan pranata
Kegiatan sertipikasi tersebut dilakukan ter- adatnya. Menurut seorang ibu anggota MHA:
hadap tanah-tanah di gendang Pupung
terutama tanah pekarangan. Selain itu juga Eme ce’e ho’o ngoeng keta maju. Eme manga
terdapat Sertipikat Hak Pakai Pemerintah kumpul-kumpul nggo’o ata tu’a ga berarti anak koe
Kabupaten Manggarai Timur yang penggu- reba soo ga ise termasuk. Ise timbang keta
nggo’o, co’o tombo de ata tu’a so’o, co’o maksud
naannya untuk sekolah seluas 10.054 m2.
ho’o. Sehingga ise ga sama terus agu ata tu’a.
Meskipun lingko di seluruh Desa Rondo karena mereka yang pegang adat”. Artinya: “Di
Woing telah dibagi kepada perorangan sini sangat ingin maju. Kalau ada kumpul-kumpul
namun individualisasi yang terjadi di Desa orang tua seperti ini, anak muda juga termasuk.
Rondo Woing termasuk individualisasi yang Mereka penasaran dan cari tau omongan orang
belum teradministrasi. Namun demikian, oto- tua, maksud omongan orang tua ini. Sehingga
ritas adat maupun otoritas pemerintah Desa mereka selalu sama-sama dengan orang tua.
Rondo Woing menyatakan bahwa pemba- Karena mereka yang pegang adat” (Wawancara,
gian terhadap lingko telah dilakukan secara 21 Mei 2021).
adil dan semua anggota MHA telah memiliki
bidang tanah pekarangan untuk rumah Tanah Ulayat di Desa Satar Punda
tinggal dan tanah kebun sebagai sumber Menurut data Kantor Pertanahan
penghidupan. Kabupaten Manggarai Timur, di Desa Satar
Menurut Pemerintah Desa Rondo Punda terdapat sebanyak 726 sertifikat hak
Woing, sertifikasi sebenarnya merupakan milik yang meliputi tanah pertanian maupun
harapan masyarakat sehingga otoritas peme- non pertanian. Sebanyak 451 sertifikat hak
rintah tersebut sangat menantikan adanya milik merupakan hasil sertifikasi tahun 2017
perhatian dari pemerintah daerah terkait dengan total luas 1.133.023 m2. Sedangkan
kondisi ini. Namun menurut peneliti, rendah- sisanya merupakan sertipikat dari kegiatan
nya sertifikasi di Desa Rondo Woing teru- PRONA dan kegiatan sertifikasi khusus
tama disebabkan oleh sulitnya akses menuju tanah pertanian kabupaten induk yaitu Kabu-
Desa Rondo Woing. Pada dasarnya desa ini paten Manggarai. Data tersebut belum
terletak tidak jauh dari ibukota kabupaten terinventaris dengan baik karena keter-
namun kondisi jalan yang buruk menye- batasan sistem pengelolaan arsip serta
babkan Desa Rondo Woing sulit dijangkau. keberadaan arsip sertifikat tanah pertanian

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 222


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

yang hingga saat ini belum dipegang oleh saat ini kegiatan reklamasi terhadap bekas
Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai tambang di Desa Satar Punda sama sekali
Timur. belum dilakukan. Akibatnya, lokasi bekas
Berdasarkan data sertifikasi serta hasil tambang tidak dapat diusahakan kembali
observasi lapangan diketahui bahwa proses dalam sektor pertanian. Kondisi ini kemudian
individualisasi tanah Ulayat di Desa Satar dijelaskan oleh Pemerintah Kabupaten
Punda belum seluruhnya teradministrasi. Manggarai Timur bahwa IUP PT Istindo Mitra
Meskipun sebagian lingko telah dibagikan Perdana masih berlaku hingga tahun 2027
kepada anggota MHA melalui pembagian sehingga kegiatan reklamasi kemungkinan
adat, bidang-bidang tanah perorangan bukannya tidak akan dilaksanakan namun
tersebut belum seluruhnya tersertifikat. saat ini perusahaan sedang melihat potensi
Karena belum teradministrasi dengan baik, untuk melanjutkan penambangan atau tidak,
tidak diketahui berapa jumlah bidang tanah jika tidak ada potensi maka akan dilakukan
milik perorangan yang belum tersertifikat di reklamasi. Terkait bekas tambang, Yosep
Desa Satar Punda. Selain itu, menurut Nabo menyampaikan:
otoritas adat, hingga saat ini masih terdapat
tanah Ulayat di Desa Satar Punda. Tanah Tambang ho’o ga hena kole one puar hitu. Lokasi
Ulayat tersebut meliputi hutan adat di Tana Golo Mongko agu Satar Neni. Taungs haju mese
Neni, lingko Tana Neni dan lingko Golo sot danong karna kegiatan de perusahaan
tambang ho’o. Karna do bangunan de perusahaan
Mongko.
sehingga habis”. Artinya: “Tambang tersebut
Desa Satar Punda memiliki sejarah meliputi juga hutan adat. Lokasi di Golo Mongko
panjang dengan perusahaan tambang yakni dan Satar Neni. Kayu-kayu besar sudah habis
sejak perusahaan tambang pertama kali karena kegiatan perusahaan tambang tersebut.
menginvasi Manggarai di tahun 1980-an Karena banyak bangunan milik perusahaan
hingga tahun 2017 (Arti, 2020). Pasca ber- sehingga habis” (Wawancara dengan Bapak
akhirnya aktivitas pertambangan mangan Yosep Nabo, 17 Juni 2021).
pada tahun 2017, lubang-lubang bekas
galian tambang belum mengalami reklamasi
dan dibiarkan tetap terbuka hingga saat ini. Problematika tambang di Desa Satar
Bekas mangan juga masih menumpuk di Punda belum berakhir di sana. Pada Sep-
area bekas pelabuhan di Kampung Serise. tember 2019, IUP Eksplorasi Batuan dibe-
rikan oleh Pemerintah Provinsi NTT kepada
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik PT Istindo Mitra Manggarai atas lahan seluas
Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 tentang 599 ha di Desa Satar Punda. Izin ini diberikan
Reklamasi dan Pascatambang Pasal 2 ayat untuk melakukan kegiatan pertambangan
(1) menyatakan bahwa: “Pemegang IUP Eks- batu gamping yang rencananya akan men-
plorasi dan IUPK Eksplorasi wajib melak- jadi bahan pokok produksi semen. Lokasi
sanakan reklamasi”. Menurut Peraturan yang direncanakan sebagai lokasi pertam-
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral bangan yaitu di wilayah lingko Lolok. Ganti
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2018 rugi yang ditawarkan oleh pihak tambang
tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yakni sebesar Rp 12.000,- per m2 bagi tanah
belum bersertifikat dan sebesar Rp 14.000,-
yang Baik dan Pengawasan Pertambangan per m2 bagi tanah bersertifikat atau berupa
Mineral dan Batubara dalam Pasal 1 angka uang sebesar Rp 150.000.000,- per KK, serta
(12) menyebutkan bahwa: “Reklamasi adalah juga ganti rugi tanaman di atasnya.
kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan Selain itu, terbit pula Izin Lokasi
usaha pertambangan untuk menata, memu- Pembangunan Pabrik Semen yang diberikan
lihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan kepada PT Semen Singa Merah NTT atas
dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali lokasi seluas 287,76 ha. Adapun lokasi yang
sesuai peruntukannya”. Sebagai kewajiban direncanakan sebagai tempat pembangunan
perusahaan tambang, sayangnya hingga pabrik yaitu di wilayah lingko luwuk. Ganti

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 223


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

rugi yang ditawarkan oleh pihak pabrik yakni tanaman jambu mete, jati, dan cendana.
sebesar Rp 16.000,- per m2 atau berupa Guna lebih jelasnya, gambaran umum
uang sebesar Rp 20.000.000,- per KK ditam- penguasaan tanah pada rencana lokasi
bah renovasi rumah sebesar Rp 30.000.000,. pembangunan pabrik dapat dilihat Gambar 4.
Selain itu ganti rugi juga diberikan atas

Gambar 4. Peta Gambaran Umum Penguasaan Tanah


Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Timur, 2020

Menurut data Kantor Pertanahan Ka- saat ini diketahui bahwa izin lokasi pabrik
bupaten Manggarai Timur, Izin lokasi pabrik semen meliputi tanah milik masyarakat yang
semen diberikan di atas sebanyak 64 telah dikuasai secara perorangan juga tanah
sertifikat Hak Milik dengan luas total sertipikat Ulayat MHA yang berupa hutan adat. Lebih
±8,7982 ha (3,06%) dan di atas tanah yang rinci penggunaan tanah saat ini dapat dilihat
belum bersertifikat seluas ±278,96 ha pada Tabel 3.
(96,94%). Berdasarkan penggunaan tanah

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 224


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

Tabel 3. Rincian Penggunaan Tanah


No. Jenis Penggunaan Tanah Luas Luas (ha) Persentase
(m2) (%)
1 Hutan Belukar 136.166,82 13,62 4,73
2 Hutan Lebat 488.413,64 48,84 16,97
3 Hutan Rawa 51.015,22 5,10 1,77
4 Kampung Jarang 20.139,71 2,01 0,70
5 Kebun Campur 2.097.855,82 209,79 72,90
6 Lapangan 7.260,25 0,73 0,25
7 Rawa 16.764,81 1,58 0,58
8 Sawah Irigasi Non Teknis 57.703,48 5,77 2,01

9 Tanah Terbuka 2.294,20 0,23 0,08


Total 2.877.613,93 287,76 100
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Timur

Berdasarkan dokumen yang dimaksud di antaranya ialah tidak


Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam merugikan masyarakat serta harus
rangka persetujuan atau penolakan izin memperhatikan keberlangsungan
lokasi pembangunan pabrik semen PT lingkungan. Lingkungan tempat
Semen Singa Merah NTT, diketahui pembangunan pabrik ini meliputi
bahwa lokasi yang ditinjau atas beberapa kawasan. Menurut Peraturan
ketersediaan tanahnya termasuk Daerah Manggarai Timur Nomor 6 Tahun
tersedia bersyarat, sehingga 2012 tentang Rencana Tata Ruang
rekomendasi melalui pertimbangan Wilayah Kabupaten Manggarai Timur
teknis tersebut pada intinya menyetujui Tahun 2012-2032, lokasi yang ditinjau
pemberian izin lokasi namun dengan tergolong dalam arahan fungsi kawasan
syarat-syarat tertentu. Adapun syarat sebagaimana Tabel 4.

Tabel 4. Arahan Fungsi Kawasan


No. Arahan Fungsi Kawasan Luas Luas Persentase (%)
(m2) (ha)
1 Kawasan Kebun Campuran 139.363,66 13,94 4,84
2 Kawasan Pemukiman 41.949,62 4,19 1,46
3 Kawasan Pertanian Lahan 56.928,03 5,69 1,98
Basah
4 Kawasan Pertanian Lahan 1.878.952,77 187,90 65,30
Kering
5 Kawasan Resapan Air 309.053,97 30,91 10,74
6 Lahan Penggembalaan 15.415,00 1,54 0,54
7 Sempadan Pantai 435.950,89 43,60 15,15
Total 2.877.613,93 287,76 100
Sumber: Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Timur

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 225


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

Penerbitan IUP tambang dan izin kawasan penyimpanan dan regulator air ber-
lokasi pabrik di Desa Satar Punda sih untuk seluruh wilayah pantai utara Flores
menimbulkan pro dan kontra dalam sehingga apabila fungsi karst terganggu
komunitas MHA bahkan menarik perhatian dapat mengganggu sumber air dan ber-
berbagai pihak di luar anggota MHA. dampak langsung pada ketahanan pangan.
Kelompok pro tambang berpendapat bahwa Regus (2011) menyebutkan bahwa menurut
berdasarkan pengalaman keberadaan tam- pengalaman, operasi tambang terdahulu
bang sebelumnya memberikan masyarakat menimbulkan kerusakan hutan. Degradasi
lapangan pekerjaan serta memberikan dam- lingkungan yang terjadi di kawasan operasi
pak yang lebih signifikan bagi kesejahteraan PT Arumbai juga menyebabkan turunnya
masyarakat Desa Satar Punda dibandingkan debit air minum warga masyarakat sekitarnya
bekerja di sektor pertanian. Menurut Yosep serta penurunan derajat lingkungan secara
Nabo: umum. Seorang ibu anggota MHA yang tidak
mau disebutkan menyampaikan:
Ai bo ami ata bodok (menurut kami yang orang
bodoh) agu pengetahuan dami di bawah standar, Karna ini mau lawan juga sementara ini sudah
eme pikiran dami ho’o (menurut pikiran kami), disahkan oleh pemerintah. Kita kan tida mungkin
sebelum perusahaan masuk neho tae, pandang lawan pemerintah juga. Bukan bisa mau lawan
dari depan tembus ke belakang yang artinya tidak pemerintah. Kalo tidak sah oleh pemerintah
punya buat apa-apa. Pada waktu itu hasil masyarakat tidak mungkin ikut. Masyarakat kan
berlimpah baik jagung, kacang, tapi mau rubah senang sekarang ada peluang kerja. Eeee
keadaan tida pernah. Waktu neho reba daku sejahtera, emon kole pai’t (lumayan juga
(waktu saya masih muda), sampe angka ton pahitnya). Penyesalan jadinya sepanjang masa
kacang tapi mau ruba keadaan tida bisa. Tapi karena sudah tidak ada lagi tanaman”
setelah perusahaan tambang masuk, sedikitnya (Wawancara, 17 Juni 2021).
ada nampak. Tidak sulit lagi kawe tadang seng
(cari uang jauh). Waktu itu walaupun kacang hasil Saat ini perizinan tambang tersebut
ton, standar harga di bawah sekali, tidak sesuai sedang dalam tahap Analisis Mengenai Dam-
dengan apa yang kita butuh, apa kole adat pak Lingkungan (AMDAL). Proses pemba-
Manggarai ho’o maen sida-sida tedeng (apalagi yaran uang muka ganti rugi kepada masya-
adat manggarai yang harus acara bawa uang rakat pro tambang juga telah berlangsung.
terus). Bagi ami ata lengge ho’o di’ai tambang Namun masyarakat yang kontra terus me-
(bagi kami orang susah tambang ini baik)”
nentang bahkan 2 orang warga lingko Lolok
(Wawancara dengan Yosep Nabo, 17 Juni 2021).
telah mengajukan gugatan tata usaha negara
ke PTUN Kupang dengan nomor perkara:
Sedangkan pihak yang menolak tam-
5/G/2021/PTUN-KPG guna membatalkan
bang merasa bahwa pengalaman tambang
IUP pada tanah mereka. Hingga saat ini
terdahulu justru sangat merugikan. Ancaman
selain ganti rugi, perusahaan telah mena-
akan kehilangan tanah warisan leluhur serta
warkan janji untuk merekrut tenaga kerja dari
sektor pertanian sebagai sumber kehidupan-
masyarakat lokal dengan syarat adanya
nya menjadi faktor utama alasan penolakan
rekomendasi dari lembaga adat. Janji
masyarakat. Selain itu, alasan ekologi juga
tersebut tidak serta merta menjadi jaminan
menjadi argumen dari para pemerhati ling-
bahwa keberlangsungan MHA akan jauh
kungan yang kontra pembangunan tambang.
lebih baik setelah kehadiran perusahaan
Menurut Surat Keputusan Menteri Ling-
tambang dan pabrik sebab esensi tanah bagi
kungan Hidup dan Kehutanan Nomor
orang Manggarai tidak hanya dipandang dari
SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018
aspek ekonomi saja melainkan juga dari
tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indo-
aspek warisan leluhur. Hilangnya lingko
nesia, Desa Satar Punda termasuk dalam
akibat operasi tambang berarti hilangnya
wilayah Ekoregion Kompleks Perbukitan
identitas dan dasar hidup orang Manggarai
Karst Flores. Kawasan ini dinilai sebagai

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 226


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

(Embu & Mirsel, 2004). Sumber daya alam nya. Subjek hak dalam hal ini dapat berupa
bukan elemen tunggal yang terpisah dari para tu’a panga yang mewakili keseluruhan
keberadaan MHA. Sumber daya alam berada wa’u dalam MHA. Dengan demikian, MHA
dalam keseluruhan konteks kehidupan diberikan Hak Milik bersama yang prosedur
masyarakat lokal sehingga harus dipandang pemberiannya sebagaimana diatur dalam PP
dan diperlakukan dalam perspektif sosial, No. 24/1997.
politik, dan budaya komunitas lokal. Pem- Kedua, melalui pendaftaran tanah
bangunan dengan basis pengelolaan sumber Ulayat. Kondisi ini dapat diterapkan dalam
daya alam tanpa batas, dalam pengertian MHA yang masih memiliki hak Ulayat dengan
eksploitasi masif terhadap sumber daya kewenangan publik dan privat. Menurut
alam, justru menimbulkan persoalan sosial Sumardjono (Sumardjono, 2016) dengan
budaya (Regus, 2011). mengacu pada Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
MHA dan Model Perlindungan Negara No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penye-
MHA Manggarai yang masih memiliki lesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat
tanah Ulayat relatif terbatas. Beberapa desa Hukum Adat, hak Ulayat perlu didaftar
yang masih memiliki tanah Ulayat, kebe- dengan tahapan penelitian, pengukuran,
radaannya terancam berbagai macam kon- pemetaan, pendaftaran, lalu penerbitan surat
disi seperti keinginan MHA sendiri untuk ukur untuk kemudian disahkan tanpa pener-
dibagi serta desakan dari pihak lain di luar bitan sertipikat sehingga pendaftarannya
MHA. Menguatnya dorongan individualisasi bersifat deklaratif.
atas tanah Ulayat disebabkan oleh berbagai Ketiga, Penetapan Hak Pengelolaan
faktor, utamanya ialah keinginan untuk mem- atas tanah Ulayat. Skema terbaru terkait hak
peroleh kesejahteraan individu melalui tanah. Ulayat MHA ini muncul dalam Peraturan
Dalam kondisi tersebut, jalan terbaik untuk Pemerintah Republik Indonesia No. 18
menghindari terjadinya konflik sekaligus Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak
memberikan perlindungan kepada anggota Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan
MHA ialah dengan mendukung upaya indi- Pendaftaran Tanah. Hak Pengelolaan adalah
vidualisasi tersebut. Menurut Sitorus dkk. hak menguasai dari negara yang kewe-
(Sitorus et al., 2005) tanah-tanah komunal nangan pelaksanaannya sebagian dilim-
(tanah Ulayat) mempunyai indikasi diingin- pahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan.
kan oleh para anggota MHA menjadi tanah Dalam Pasal 4 menyebutkan: “Hak Penge-
individu, maka pemerintah perlu mendukung lolaan dapat berasal dari Tanah Negara dan
proses individualisasi tersebut agar proses Tanah Ulayat”, kemudian dalam Pasal 5 ayat
individualisasi hak Ulayat benar-benar ber- (2) menyebutkan: “Hak Pengelolaan yang
langsung kepada anggota MHA (Hasan et al., berasal dari Tanah Ulayat ditetapkan kepada
2020; Jevon Laike, 2019). masyarakat hukum adat”. Belum jelas
Dalam hal MHA yang ingin memper- bagaimana mekanisme penetapan tersebut
tahankan hak Ulayatnya, model perlindungan apakah melalui pelepasan hak Ulayat kepada
terhadap MHA dapat diberikan melalui bebe- negara untuk kemudian diberikan Hak
rapa mekanisme. Pertama, melalui meka- Pengelolaan atau dengan cara lain sebab
nisme pemberian hak atas tanah bersama. peraturan ini masih membutuhkan peraturan
Dengan mengacu pada pendapat Zakaria lanjutan yang lebih operasional. Namun, hal
(Zakariya, 2016), pengakuan hak MHA yang ini tidak mengurangi potensinya sebagai
lebih bersifat privat dan/atau yang bersifat alternatif untuk hak komunal dan hak untuk
keperdataan, cukup langsung melalui proses memanfaatkan yang dapat memberikan
pengadministrasian yang dilakukan oleh keuntungan jika pengelolaannya diatur seca-
instansi teknis terkait tanpa perlu didahului ra komprehensif. Hal ini sejalan dengan
dengan tindakan penetapan subjek hukum- pemikiran Bedner dan Arizona (Bedner &

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 227


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

Arizona, 2019) mengemukakan bahwa MHA dengan karakter pranata adat yang
secara teori Hak Pengelolaan dapat masih kuat ini wujud perlindungannya dapat
diselenggarakan oleh berbagai lembaga, berupa penegasan terhadap keberadaan
desa, dan MHA. MHA melalui peraturan daerah (Windari,
Berdasarkan kekuatan pranata dan 2014). Sementara untuk tanah karena sudah
kelembagaan adatnya, MHA Manggarai menjadi kesepakatan MHA, maka sifat dan
Timur yang tidak lagi memiliki hak Ulayat perlindungannya melalui pelegalan aset
mengindikasikan keinginan MHA sendiri tanah warga, agar memperoleh perlindungan
untuk terus berada di bawah hukum adat yang kuat, sementara penyelesaian perso-
yang berlaku. Kuatnya pranata adat ini juga alan tanah jika muncul kemudian hari, lem-
dipengaruhi oleh otoritas adatnya. Lembaga baga adat bisa menyelesaikan lewat
adat dalam MHA Manggarai Timur bukan mekanisme peraturan adat. Tabel 5 berikut
merupakan kekuasaan yang bersifat otoriter merupakan kesimpulan dari MHA Manggarai
sehingga tunduknya MHA terhadap pranata Timur yang secara sadar memilih, beradap-
adat yang diatur oleh lembaga adat bukan tasi, dan berproses terhadap perkembangan
akibat dari paksaan melainkan karena zaman, dimana tanah Ulayat cepat atau lam-
keinginan dari anggota MHA sendiri. Namun bat akan semakin mengecil bahkan hilang.
revitalisasi terhadap lembaga adat perlu Yang perlu dijaga adalah kelembagaan adat
dilakukan sebab kehadiran negara terutama yang tetap mampu mengelola dan menjadi
dalam sistem peradilan dapat menyebabkan rujukan bagi anggota MHA Manggarai Timur.
melemahnya otoritas adat. Adapun terhadap

Tabel 5. Peran MHA dan Perbandingan 3 Desa dalam Menerapkan Sistem dan Pengelolaan
Tanah Secara Komunal
Nama Desa Kekuatan Kebijakan MHA Pandangan Pandangan Jumlah Tanah Kesimpulan
Sistem Adat Terhadap Tanah Pimpinan MHA Anggota MHA Adat yang Peneliti
Dalam MHA Adat Terhadap Terhadap Tersertifikasi
Individualisasi Individualisasi dan yang
Tanah Tanah Belum

Desa Nanga Pranata adat Tidak ada tanah Mendukung Menginginkan Sertifikat: MHA hampir
Labang, lemah. Ulayat. individualisasi. individualisasi. 1.260 (31%). hilang. Hak
Kab. Kelembagaan Belum Ulayat
Manggarai adat lemah. sertipikat: sudah
Timur 69%. sepenuhnya
hilang.
Desa Rondo Pranata adat Tidak ada lagi Mendukung Menginginkan Sertifikat: 101 MHA masih
Woing, Kab. kuat. tanah Ulayat. individualisasi. individualisasi. Belum kuat namun
Manggarai Kelembagaan Peralihan tanah sertifikat: tidak tanpa hak
Timur adat kuat. milik harus diketahui. Ulayat.
sepengetahuan
tu’a adat.
Desa Satar Pranata adat Masih terdapat Mendukung Menginginkan Sertifikat: 726 MHA dan
Punda, Kab. mulai tanah Ulayat individualisasi. individualisasi. Belum hak Ulayat
Manggarai melemah. namun sertifikat: tidak masih ada
Timur Kelembagaan mengarah ke diketahui. namun mulai
adat individualisasi. melemah.
mengalami
perubahan
struktur.
Sumber: Hasil analisa dan olahan peneliti, 2021

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 228


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

Cara pandang bahwa masyarakat adat Pengadministrasian terhadap MHA


merupakan subjek yang lemah dan perlu juga harus meliputi inventarisasi dan peme-
diberdayakan saat ini mulai bergeser, sebab taan terhadap tanah Ulayat milik MHA guna
telah diakui secara global bahwa MHA memastikan batasan tanah Ulayat sebagai
memiliki kapasitas yang kuat ketika upaya menghindari konflik. Selain itu,
menghadapi perubahan (Utami & Salim, inventarisasi terhadap tanah individu bekas
2021). Kekuatan MHA sudah mulai diakui, hak Ulayat juga perlu dilakukan sebagai
seperti dalam perlindungan dan pengelolaan salah satu upaya MHA Manggarai untuk
sumber daya alam secara arif melalui tertib administrasi serta mengenalkan literasi
kearifan lokal. Namun demikian, hal ini bukan sebagai bagian dari budaya. Selain itu, Pas-
berarti MHA tidak perlu menikmati pen- ca individualisasi hak, MHA perlu pendam-
dampingan-pendampingan guna menikmati pingan lebih lanjut guna pemberdayaan MHA
pembangunan (Arizona, 2013). agar perbuatan hukum atas tanah yang
terjadi tidak menyebabkan MHA justru kehi-
SIMPULAN DAN SARAN langan akses terhadap sumber peng-
Secara umum, MHA di Manggarai hidupannya. Perlindungan negara terhadap
Timur masih ada dengan kekuatan eksistensi MHA Manggarai Timur sebagaimana contoh
yang cenderung melemah. Saat ini telah pada 3 desa di atas dapat dilakukan dalam
terjadi perubahan yang signifikan dalam berbagai bentuk. Terhadap komunitas yang
struktur MHA Manggarai bahkan tiap daerah MHA-nya masih kuat, perlu dilakukan pe-
memiliki pola perubahan yang beragam. negasan terhadap keberadaan MHA tersebut
Pada sektor kota, keberadaan MHA beserta melalui penerbitan peraturan daerah sebagai
hak Ulayatnya dapat dikatakan telah hilang wujud perlindungan formal dari negara.
sedangkan pada sektor desa meskipun Salah satu kelemahan dari penelitian
masih ada, kekuatan MHA Manggarai serta ini adalah belum adanya pemetaan secara
keberadaan hak Ulayat cenderung melemah. memadai tanah Ulayat MHA. Hal ini harus
Temuan tersebut bukan common sense menjadi konsentrasi para peneliti, karena
semata melainkan hasil dialog dan sistem adat yang tidak merapikan catatan
penelusuran di tiga desa yang menjadi objek “administratif”, hanya mengandalkan ingatan,
kajian. Memang hal ini sudah menjadi cepat atau lambat akan hilang dari ingatan.
pengtahuan umum, namun temuan ini Oleh akrena itu, penelitian yang mampu
menegaskan bagian dari skema kajian ini mengidentifikasi dan memetakan tanah-
untuk mengusulkan upaya perlindungannya, tanah Ulayat mereka akan semakin
karena faktanya, masyarakat adat masih memperkuat posisi dan keberadaan
bergantung dan berharap eksistensi atau masyarakat hukum adat di Manggarai Timur.
keberadaannya menjadi perhatian dari
masyarakat dan negara. DAFTAR PUSTAKA
Wacana perlindungan terhadap MHA Afiff, S. A., & Rachman, N. F. (2019).
Manggarai harus ditindaklanjuti melalui Institutional Activism: Seeking
penerbitan peraturan daerah tentang penga- Customary Forest Rights Recognition
kuan dan perlindungan terhadap komunitas from Within the Indonesian State. Asia
MHA tertentu sebagai subjek pengakuan dan Pacific Journal of Anthropology, 20(5).
perlindungan tersebut. Namun sebelumnya, https://doi.org/10.1080/14442213.2019
Pemerintah Daerah perlu segera melakukan .1670245
pengadministrasian terhadap MHA yang Ames, H., Glenton, C., & Lewin, S. (2019).
berada di dalam wilayah administrasinya Purposive sampling in a qualitative
sebagai langkah awal untuk menyusun evidence synthesis: A worked example
kebijakan terkait MHA. from a synthesis on parental
perceptions of vaccination

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 229


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

communication. BMC Medical Ledalero.


Research Methodology, 19(1). Hasan, U., Suhermi, S., & Sasmiar, S.
https://doi.org/10.1186/s12874-019- (2020). Eksistensi Hak Ulayat Dalam
0665-4 Masyarakat Hukum Adat. Jurnal Sains
Andjarwati, A., Yurista, A. P., & Sosio Humaniora, 4(2).
Muhammadin, F. M. (2018). The https://doi.org/10.22437/jssh.v4i2.1152
impacts of unclear law and border on 3
environmental protection: The case of Hastuty, S. (2017). Identifikasi faktor
the Manggarai Timur and Ngada pendorong alih fungsi lahan pertanian.
Regencies of Flores, Indonesia. Mimbar Jurnal Prosiding Seminar Nasional,
Hukum - Fakultas Hukum Universitas 03(01).
Gadjah Mada, 29(3). Holthouse, K. (2020). The local politics of
https://doi.org/10.22146/jmh.24320 mining under decentralisation in
Arizona, Y. (2013). Masyarakat adat dalam Indonesia [Australian National
kontestasi pembaruan hukum’, Seminar University]. https://openresearch-
Pemberdayaan Sosial Komunitas Adat: repository.anu.edu.au/bitstream/1885/2
Upaya Peningkatan Efektivitas 29638/1/PhD Thesis_Kym
Pemberdayaan KAT Saat Ini dan Holthouse_FINAL_02042021.pdf
Pengembangan ke depan. Jehamat, L., & Keha Si, P. (2018). Dinamika
Arti, W. C. (2020). A Sustainable Ecology konflik sosial berakar tanah komunal di
Movement: Catholicism and Indigenous kabupaten manggarai flores. Sosio
Religion United against Mining in Konsepsia.
Manggarai, East Nusa Tenggara, https://doi.org/10.33007/ska.v8i1.1544
Indonesia. PCD Journal, 8(1). Jerabu, A. (2014). ’Pengakuan dan
https://doi.org/10.22146/pcd.v8i1.438 Perlindungan Hukum Terhadap Hak
Bedner, A., & Arizona, Y. (2019). Adat in Ulayat Atas Tanah Masyarakat Hukum
Indonesian Land Law: A Promise for the Adat Dalam Rangka Otonomi Daerah di
Future or a Dead End? Asia Pacific Desa Colol Kecamatan Poco Ranaka
Journal of Anthropology, 20(5). Timur Kabupaten Manggarai Timur
https://doi.org/10.1080/14442213.2019 (Studi Kasus). Universitas Atma Jaya.
.1670246 Jevon Laike, R. (2019). PROBLEMATIKA
Cahyono, E., Mariana, A., Maimunah, S., PENGAKUAN HUKUM TERHADAP
Erwas, M., Yesua Y.D.K, Pellokila, HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM
Khairina, W., Siagian, S., Saptariyani, ADAT. Hibualamo : Seri Ilmu-Ilmu
N., J, P. N., Cahyadi, E., & Sosial Dan Kependidikan, 3(1).
Ramdhaniaty, N. (2016). Konflik Agraria Keling, G. (2016). Kearifan budaya
Masyarakat Hukum Adat atas masyarakat kampung tradisional Wae
Wilayahnya di Kawasan Hutan. Rebo, Manggarai, Nusa Tenggara
Komnas Ham. Timur. Penelitian Sejarah Dan Nilai
Campbell, S., Greenwood, M., Prior, S., Tradisional, 23(1), 51–62.
Shearer, T., Walkem, K., Young, S., Konradus, D. (2018). KEARIFAN LOKAL
Bywaters, D., & Walker, K. (2020). TERBONSAI ARUS GLOBALISASI.
Purposive sampling: complex or Masalah-Masalah Hukum, 47(1).
simple? Research case examples. https://doi.org/10.14710/mmh.47.1.201
Journal of Research in Nursing, 25(8). 8.81-88
https://doi.org/10.1177/174498712092 Lennox, C., & Short, D. (2016). Handbook of
7206 Indigenous Peoples’ Rights (1st
Embu, E. J., & Mirsel, R. (2004). Gugat Darah Edition). Routledge.
Petani Kopi Manggarai. Penerbit Lon, Y. S., & Widyawati, F. (2020). Mbaru

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 230


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

Gendang Rumah Adat Manggarai (2005). Penataan hak atas tanah adat
Flores. Kanisius. di Provinsi Bali. Jurnal Bhumi, 13(2), 1–
Muhammad, N. (2017). Resistensi 25.
Masyarakat Urban dan Masyarakat Sumardi, F; Sukardja, P. (2017). Makna dan
Tradisional dalam Menyikapi Fungsi Sawah Lodok di Kampung Meler
Perubahan Sosial. Substantia, 19(2). Desa Meler Kecamatan Ruteng
Mujiburohman, D. A., & Mujiati. (2019). Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara
Persoalan Tanah Ulayat “Suku” Timur. Humanis: Jurnal of Arts and
Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Humanities, 18(1), 10–15.
Nusa Tenggara Timur. In A. N. Luthfi Sumardjono, M. S. W. (2016). Ihwal hak
(Ed.), Eksistensi, perubahan dan komunal atas Tanah. Digest Epistema,
pengaturan tanah Ulayat/adat di 4–6.
Indonesia (kajian kasus di Sumatera Susilowati, S. H. (2016). Fenomena Penuaan
Barat, Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Petani dan Berkurangnya Tenaga Kerja
Maluku dan Kalimantan Tengah) (pp. Muda serta Implikasinya bagi Kebijakan
59–84). STPN Press. Pembangunan Pertanian. Forum
Purwanti, T. (2018). Petani, Lahan dan Penelitian Agro Ekonomi, 34(1).
Pembangunan: Dampak Alih Fungsi https://doi.org/10.21082/fae.v34n1.201
Lahan terhadap Kehidupan Ekonomi 6.35-55
Petani. Umbara: Indonesian Journal of Tomaszewski, L. E., Zarestky, J., &
Anthropology, 3(2). Gonzalez, E. (2020). Planning
Regus, M. (2011). Tambang dan Perlawanan Qualitative Research: Design and
Rakyat: Studi Kasus Tambang di Decision Making for New Researchers.
Manggarai, NTT. MASYARAKAT: International Journal of Qualitative
Jurnal Sosiologi, 16(1). Methods, 19.
Resmini, W., & Mabut, F. (2020). Upacara https://doi.org/10.1177/1609406920967
Penti Dalam Masyarakat Kampung 174
Turner, S. F., Cardinal, L. B., & Burton, R. M.
Rato di Kabupaten Manggarai.
(2017). Research Design for Mixed
CIVICUS : Pendidikan-Penelitian-
Methods. Organizational Research
Pengabdian Pendidikan Pancasila Dan Methods, 20(2).
Kewarganegaraan, 8(2). https://doi.org/10.1177/1094428115610
https://doi.org/10.31764/civicus.v8i2.28 808
62 Utami, W., & Salim, M. N. (2021). Local
Rizik, M., Hasibuan, L., & Anwar Us, K. Wisdom as a peatland management
(2021). Pendidikan Masyarakat Modern strategy of land fire mitigation in Meranti
dan Tradisional dalam Menghadapi regency, Indonesia. Ecology,
Perubahan Sosial dan Modernisasi. Environment and Conservation, 27(Feb
Jurnal Literasiologi, 5(2). Suppl. Issue), 127–137.
https://doi.org/10.47783/literasiologi.v5i Walliman, N. (2017). Research Methods: The
2.219 Basics (2nd Editio). Routledge.
Rosana, E. (2011). Modernisasi dan https://doi.org/10.4324/9781315529011
Perubahan Sosial. Jurnal TAPIs, 7 No. Windari, R. A. (2014). Keberpihakan
12. Regulasi Pertanahan Terhadap Hak
Siscawati, M. (2014). Masyarakat Adat dan Masyarakat Adat (Studi Kasus
Perebutan Penguasaan Hutan. Sengketa Tanah Adat di Desa
Wacana: Jurnal Transformasi Sosial, Kubutambahan, Kecamatan
16(33), 3–23. Kubutambahan, Kabupaten Buleleng).
Sitorus, O., Adhie, B., Riyadi, R., Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 3(1).
Sapardiyono, Saleh, D. D., & Ridho, U. https://doi.org/10.23887/jish-

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 231


Wasyilatul Jannah, M. Nazir Salim, Dian Aries Mujiburohman | Eksistensi Masyarakat Hukum
Adat dan Dinamika Tanah Ulayat di Manggarai Timur

undiksha.v3i1.2923
Zakariya, Y. R. (2016). Strategi Pengakuan
dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat
(Hukum) Adat: Sebuah Pendekatan
Sosio-Antropologis. Bhumi: Jurnal
Pertanahan Dan Agraria, 2(2).

Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora | 232

Anda mungkin juga menyukai