1.Maksud dari usaha dan bersungguh-sungguh untuk menemukan kebenaran
adalah karena dengan berfilsafat maka kita bukan hanya sekedar pandai untuk mengolah kata-kata. Melainkan dapat memperjuangkan apa itu keadilan, apa itu kebenaran dan hidup dalam berpikir kritis dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Sungguh-sungguh berarti kita dalam melakukan sebuah pemikiran mempercayai dan membenarkan dalam artian memperjuangkan sebuah pencarian berupa kebenaran. Hal ini semua akan menuju ke sebuah teori kebenaran filsafat. Seperti yang dikemukakan dalam buku Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat dan Amsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Ilmu. Sedangkan untuk contohnya disini saya mengambil contoh kebenaran dan keyakinan dalam menganut sebuah agama, mengapa saya mengambil contoh tersebut? Karena menurut saya dalam memilih keyakinan beragama berarti kita, baik secara langsung maupun tidak langsung akan berusaha dan bersungguh-sungguh ingin mempelajari dan menganut ajaran agama yang ada di kitab agama yang kita anut tersebut. Karena dalam mempelajari kitab dari agama yang kita anut, maka kita akan berusaha dan bersungguh-sungguh untuk mengatur dan mengkontrol diri kita dari perbuatan yang diperbolehkan oleh agama maupun yang tidak diperbolehkan agama.
2. Berfilsafat sangat identik dengan pemikiran kritisnya, karena dengan
berfilsafat maka kita tidak langsung mempercayai apa itu kebenaran yang beredar dan muncul melainkan kita dapat menemukan dan membuktikan sendiri apa yang dianggap masyarakat benar tersebut dengan cara berpikir kritis. Nah apabila disangkutkan dengan teknologi informasi yang kini sedang melaju sangat cepat di masyarakat sosial. Pemikiran kritis sangat diperlukan pada masyarakat modern saat ini, karena berita yang berkembang sangat cepat dan informasi yang diperoleh berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Jika tidak kita saring secara pemikiran dan keyakinan, maka kita akan sangat sulit membedakan mana itu berita yang mengandung unsur kebenaran dan berita hoax yang beredar di masyarakat. Sedangkan dalam berideologi masyarakat dapat melakukan pemikiran kritisnya untuk mengontrol jati diri, untuk menyesuaikan prinsip dan perilaku (hati nurani) dalam berkehidupan sosial, Karena ideologi merupakan sebuah gambaran jati diri atau sikap yang dimiliki oleh seseorang, baik individu maupun kelompok.
3. Hubungan antara kebenaran, pengetahuan dan kebijaksanaan menurut
Socrates yaitu dalam mencari sebuah kebenaran, Socrates menggunakan hobinya, yakni selalu bertanya. Dia bertanya sana-sini, kemudian dipahaminya dengan baik apa yang telah dia pertanyakan. Maka jalan yang ditempuhnya dengan metode induksi dan definisi. Induksi menjadi dasar definisi. Induksi yang dimaksud socrates adalah dengan membandingkan secara kritis. Tentu yang dibandingkan adalah hasil dari pertanyaan- pertanyaan yang telah dia kumpulkan. Menurut Socrates, orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Apabila budi adalah tahu, berdasarkan timbangan yang benar, maka jahatnya dari orang yang tidak mengetahui karena tidak mempunyai pertimbangan atau penglihatan yang benar. Sedangkan dalam kebijaksanaan, menurut Socrates orang yang memiliki pemikiran dan pengetahuan yang luas dan tidak pernah puas (selalu menanyakan apa yang membuatnya gelisah) maka dalam menentukan sebuah keputusan , keputusan tersebutlah yang menurut dia (manusia) adalah keputusan terbaiknya dan tentunya kebijaksaan dalam mengambil keputusanlah yang dipilih.
4. Materialisme Dialektika adalah Sebuah ilmu mengenai bentuk-bentuk
pemikiran yang tidak sebatas masalah-masalah kehidupan sehari-hari, namun berusaha untuk sampai ke pemahaman yang lebih rumit dan berkelanjutan, karena pemikiran ini berdasarkan pada pandangan objektif atau keseluruhan dan disertai dengan pergerakannya. Maka tidak heran jika metode ini juga digunakan sebagai analisa yang paling ampuh untuk menganalisa dunia. Sedangkan Materialisme Historis adalah Sebuah tindakan untuk menjadikan pertentangan antar kelas sebagai motor utama penggerak sejarah manusia. Karena dengan adanya peraturan antar kelas, hidup manusia akan diatur oleh sebuah tatanan kasta yang membuatnya tidak bebas dalam mengemukakan sebuah tindakan dalam berkehidupan sosial karena ada aturan kelas yang mengikatnya. Contoh dari kedua hubungan materialisme ini adalah Agama, karena manusia beragama untuk menentukan kehidupan yang lebih baik dan mengatur bahkan menghindarkan diri dari sikap atau perilaku buruk. Saya tidak setuju dengan pendapat Feuerbach yang menyatakan agama masalah keyakinan beragama itu harus diatasi dan kelemahannya itu harus dibantu dengan filsafat matrealis yang menempatkan manusia ( buka agama ) menjadi objek tertinggi diri mereka sendiri, menjadi tujuan didalam diri mereka sendiri.
5. Eksistensialisme merupakan sebuah cara khusus dalam mendeskripsikan
eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi fenomenologi, atau cara manusia berada. Karena bereksistensialisme berarti menjalankan suatu reaksi terhadap materialisme dan idealisme. Hal ini juga yang berpendapat bahwa manusia adalah benda dunia atau bisa juga disebut manusia itu adalah materi, dan manusia itu adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi Subjek. Jika dihubungkan dengan penulisan Biografi maka kita juga memerlukan pembelajaran berupa fenomenologi, karena eksistensialisme juga merupakan bagian dari fenomenologi maka metode penulisan biografi tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah pengalaman imajinasi sosiologis dengan cara memahami hidup seseorang dalam pandangan dan perspektif seorang sejarawan. Dan karenanya juga dapat menghasilkan sebuah biografi yang baik akan menampilkan sebuah multidimensi tokoh, baik kontradiksi,paradoks dan ambivalensinya sendiri yang tergolong unik.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita