Anda di halaman 1dari 4

Nama : Firmanda Dwi Septiawan

Nim : 121911433046

UTS FILSAFAT ILMU

3. Pengetahuan dan Keyakinan merupakan 2 hal yang saling berlawanan, namun


pada dasarnya kedua pendapat tersebut memiliki dasar keterikatan yang kuat. Baik
Pengetahuan maupun Keyakinan sama-sama merupakan sikap mental seseorang
dalam hubungan pada objek tertentu yang disadarinya. Pengetahuan adalah
sebuah proses yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri.
Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di
dalam dirinya sendiri. Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh
manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah
mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan
seseorang tidak selalu benar, keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran.
Contoh dari Pengetahuan : Dalam ilmu pengetahuan sudah meneliti bahwa rasa
cabai itu adalah pedas, hal ini terbukti pada saat seseorang memakan 1 buah cabai
apabila ingin membuat sambal, hal ini juga didukung oleh pengetahuan secara
empiris. Sedangkan Contoh Keyakinan : Ada peristiwa menarik pada tahun 2009
di Jombang, pada saat itu warga berbondong-bondong ke rumah bocah bernama
ponari, Ponari diyakini warga setempat memiliki metode penyembuhan secara
supranatural hal ini didukung pada saat ponari selamat walaupun tersambar oleh
petir di hujan yang sangat lebat.

5. Sikap Ilmiah : Suatu sikap menerima pendapat orang lain dengan baik dan
benar tanpa mengenal putus asa dengan ketekunan dan keterbukaan. Dengan kata
lain sikap ilmiah ini merupakan sikap keterbukaan dalam menerima semua
gagasan yang dikemukakan oleh orang lain tanpa memikirkan keegoisan individu.
Macam-macam sikap ilmiah : 1. Jujur, 2. Terbuka, 3. Toleran, 4. Skeptis, 5.
Optimis. Kemampuan Ilmiah : Berarti berpikir secara rasional dan berpikir
empiris. Bersifat ilmiah apabila ia mengandung kebenaran secara objektif, karena
didukung oleh informasi yang telah teruji kebenarannya dan disajikan secara
mendalam, berkat penalaran dan analisa yang tajam. Contoh bersikap ilmiah :
Bersikap jujur dan mencintai kebenaran, maksud dari hal ini adalah dalam
kehidupan sehari-hari terutama bermasyarakat perilaku dan bersikap jujur sangat
penting, hal ini karena dari sifat jujurlah seseorang tersebut dinilai
kepercayaannya dalam melakukan segala bentuk kegiatan.

6. Kebenaran Ilmiah adalah salah satu pokok yang fundamental dan senantiasa


aktual dalam pergumulan hidup manusia merupakan upaya mempertanyakan dan
membahasakan kebenaran. Kebenaran boleh dikata merupakan tema yang tak
pernah tuntas untuk diangkat ke ranah akal (dan batin) manusia. Kebenaran
menurut arti leksikalnya adalah keadaan (hal) yang cocok dengan keadaan (hal)
yang sesungguhnya. Itu berarti kebenaran merupakan tanda yang dihasilkan oleh
pemahaman (kesadaran) yang menyatu dalam bahasa logis, jelas dan terpilah-
pilah. Kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu
sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping
itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Mengapa Ilmu Pengetahuan dipercayai sebagai cara menemukan kebenaran
ilmiah? Sebab ilmu pengetahuan ilmiah merupakan hasil dari serangkaian
kegiatan yang memang berkualifikasi ilmiah, menyangkut keharusan adanya
metode ilmiah, objektif, universal tanpa pamrih dan harus berguna atau dapat
dimanfaatkan. Sedemikian rupa sehingga ilmu pengetahuan itu harus didekati
melalui pendekatan dari sudut pandang ontologi, epistemologi dan aksiologi agar
di peroleh pemahaman yang benar dalam hubungannya dengan keutuhan fungsi
multi-disipliner sebagai sasaran filsafat ilmu.

7. Empirisme merupakan suatu aliran dalam filsafat yang menitikberatkan pada


pengalaman indrawi sebagai sumber pengetahuan. Sedangkan rasionalisme
merupakan aliran filsafat yang mencari kebenaran bersumber pada akal budi,
dimana segala yang dapat diterima akal budi dikatakan suatu pengetahuan
walaupun tanpa pengalaman indrawi. Menurut Immanuel Kant bahwa dalam
mencari sumber pengetahuan tidak hanya dari satu sumber saja melainkan dari
gabungan dari empiris dan rasionalis yang disebut fenomenalisme. Dimana dalam
hal ini sintesis dari kedua aliran yang saling beririsan sehingga melengkapi satu
sama lain dalam hal sumber ilmu pengetahuan. Tidak bisa dipungkiri, kegagalan
rasionalisme dan empirisme adalah konsekuensi logis dari fenomenalisme yang
sebenarnya adalah pondasi dari rasionalisme dan empirisme itu sendiri, terutama
ajaran bahwa manusia tidak bisa mengetahui benda-benda (things) atau realitas;
bahwa yang diketahui manusia hanyalah penampakan (appearance) di mana
benda-benda atau kenyataan dihasilkan atau diproduksi dalam pikiran manusia.
Pemikiran Immanuel Kant dan Kritisisme Kantian berusaha menyatukan
rasionalisme dan empirisisme dalam semacam fenomenalisme “baru”
(fenomenalisme jenis unggul). Bagi Kant, manusialah aktor yang mengkonstruksi
dunianya sendiri. Melalui a priori formal, jiwa manusia mengatur data kasar
pengalaman (pengindraan) dan kemudian membangun ilmu-ilmu matematika dan
fisika. Melalui kehendak yang otonomlah jiwa membangun moralitas. Dan
melalui perasaan (sentiment) manusia menempatkan realitas dalam hubungannya
dengan tujuan tertentu yang hendak dicapai (finalitas) serta memahami semuanya
secara inheren sebagai yang memiliki tendensi kepada kesatuan (unity).

9. Mengapa Positivisme dipercayai sebagai peminjaman dari ilmu alam? Hal ini
karena tangkapan manusia terhadap objek melalui rasio (akal) dan
pengalamannya, namun selalu bersifat tentatif. Artinya kebenaran selalu bersifat
sementara yakni harus dihadapkan kepada suatu pengujian yang ketat dan
gawat (crucial-test) dengan cara pengujian "trial and error" (proses penyisihan
terhadap kesalahan atau kekeliruan) sehingga "kebenaran" se1alu dibuktikan
melalui jalur konjektur dan reputasi dengan tetap konsisten berdiri di atas
landasan pemikiran Rasionalisme-kritis dan Empirisme-kritis. Auguste Comte
meminjam pengertian tersebut dari Dialektika Hegel. Contoh Positivisme dalam
studi bahasa fenomena-fenomena yang ditempatkan sebagaimana adanya dalam
riset-riset sosiologi dan antropologi didefinisikan menjadi fungsi kepentingan kita
sendiri, yang berkaitan dengan kehidupan, pendidikan, karier dan kematian
individu seperti kita. Dengan kata lain, keobjektifan mustahil diperoleh ilmuwan
sosial karena objek penelitiannya adalah seorang individu seperti halnya peneliti
itu sendiri. Singkatnya, peneliti ilmu sosial melakukan penelitiannya terhadap
dirinya sendiri sebagai seorang individu. Inilah yang menjadi alasan Wiener
terkait ketiadaan objektivitas di dalam ilmu sosial. Pandangan Wiener mengenai
kemustahilan objektivitas ilmu sosial akhirnya ditolak oleh Levi-Strauss. Ia
meyakini adanya keobjektifan yang terkandung dalam ilmu sosial. Gagasan
Wiener dibantahnya dengan alasan bahwa keobjektifan ilmu sosial mampu dicapai
karena terkandung suatu elemen dalam kebudayaan yang tidak bisa dipengaruhi
oleh si peneliti. Elemen kebudayaan yang dimaksud adalah bahasa. Realitasya
tergambarkan pada fenomena seorang individu ketika berbicara. Tatkala individu
berkomunikasi melalui bahasa, ia sebenarnya tidak menyadari aturan-aturan yang
berlaku dalam pembentukan kalimat yang disampaikan. Aturan-aturan itu acapkali
disebut sebagai tata bahasa.

Anda mungkin juga menyukai