Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN

PENGEMBANGAN DIRI

PROGRAM PENDIDIKAN GURU PENGGERAK


ANGKATAN 3 KAB. SLEMAN

Oleh :
DANANG SETYA HATMAKA, S.Pd.
NIP. 19890806 201903 1 009
SMP NEGERI 3 NGAGLIK

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SLEMAN


DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
2023
i
IDENTITAS GURU

1. Nama Sekolah :
2. Nama Guru :
3. NIP :
4. NUPTK :
5. Sertifikat Pendidik :
6. Jabatan Golongan Guru :
7. Alamat Sekolah :
8. Mengajar Mata Pelajaran :
9. SK Pengangkatan CPNS
 Pejabat yg mengangkat :
 Nomor SK :
 Tanggal SK :
10. Pangkat Terakhir
 Pejabat yg mengangkat :
 Nomor SK :
 Tanggal SK :
11. Alamat Rumah :

ii
PENGESAHAN

LAPORAN
PENGEMBANGAN DIRI

PROGRAM PENDIDIKAN GURU PENGGERAK


ANGKATAN 3 KAB. SLEMAN

Oleh :
DANANG SETYA HATMAKA, S.Pd.
NIP. 19890806 201903 1 009
SMP NEGERI 3 NGAGLIK

Sleman, 03 Januari 2023


Kepala Sekolah, Koordinator PKB,

Sri Suharti, S.Pd. Danang, S.Pd.


NIP. NIP. 19710322 199903 2 004

iii
KATA PENGANTAR

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL ……………………………………………………………... i


LEMBAR IDENTITAS ……………………………………………………………... ii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………... iii
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………... iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... v
BAB I Pendahuluan ………………………………………………...
BAB II Pengembangan Diri …………………………………………
BAB III Kesimpulan dan Saran ………………………………………
LAMPIRAN-LAMPIRAN Surat Tugas Diklat PGP .…………………………………….
Surat Pemberitahuan Lolos Seleksi CGP ……………………
Undangan Lokakarya ………………………………………..
Surat Tugas Lokakarya ……………………………………...
Surat Pengumuman Kelulusan PGP ……………...…………
Sertifikat Guru Penggerak …………………………………..

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Program Pendidikan Guru Penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan
bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program ini meliputi pelatihan daring, lokakarya,
konferensi, dan pendampingan selama 9 bulan bagi calon Guru Penggerak. Pada dasarnya Guru
Penggerak dibentuk untuk menjadi pemimpin pembelajaran yang menerapkan merdeka belajar.
Output program ini harapannya dapat menghasilkan Guru Penggerak yang dapat menggerakkan
komunitas belajar untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya serta mendorong peningkatan
kepemimpinan murid di sekolah.
Motivasi saya mengikuti Pendidikan Guru Penggerak ini adalah ingin mengembangkan diri
serta mendapatkan ilmu dan pengetahuan baru terkait konsep merdeka belajar. Selain itu, saya ingin
berkontribusi dengan menjadi agen perubahan pendidikan dengan harapan ada perubahan yang
signifikan dengan kondisi pendidikan saat ini yang cukup memprihatinkan dari sisi karakter.
Dengan menjadi guru penggerak, saya bisa menghadirkan inovasi-inovasi baru terkait pembelajaran
di kelas serta lebih mementingkan kepentingan murid dan memperhatikan kebahagiaan murid dalam
belajar, karena sesungguhnya tujuan pendidikan itu menuntun kodrat anak untuk mencari
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya demi untuk dirinya dan masyarakat.
Selain motivasi internal, ada motivasi eksternal yang mendorong untuk mengikuti program
guru penggerak ini yaitu bisa memperoleh manfaat untuk pengembangan kompetensi melalui
program lokakarya. Lokakarya yang dimaksud adalah pelatihan secara daring, konferensi, hingga
pendampingan penuh selama 9 bulan secara gratis. Program ini juga akan mendapatkan sertifikat
306 JP yang akan membantu dalam kenaikan pangkat pegawai ASN.
Pada progam pendidikan guru penggerak ini , skema pelatihannya menggunakan alur belajar
MERRDEKA. Alur MERRDEKA belajar ini merupakan singkatan dari Mulai dari Diri, Eksplorasi
Konsep, Ruang Kolaborasi, Refleksi Terbimbing, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi
Pemahaman,  Koneksi Antar Materi,  dan Aksi Nyata. Rangkaian ini diselesaikan dalam 9 bulan
dengan sistem Blanded Learning ( Daring dan Luring ).

B. Tujuan
Tujuan dari program ini antara lain :
1. memberikan bekal kepada para guru berupa kemampuan kepemimpinan pembelajaran dan
pedagogi sehingga harapannya mampu menggerakkan komunitas belajar, baik di dalam
maupun di luar sekolah.
2. menghasilkan guru yang memiliki potensi menjadi pemimpin pendidikan yang dapat
mewujudkan rasa nyaman dan kebahagiaan peserta didik ketika berada di lingkungan
sekolahnya masing- masing.
1
C. Manfaat

1. Pendidikan Guru Penggerak selama 6 bulan dan pengembangan kompetensi dalam Lokakarya
Bersama
2. Peningkatkan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran yang berpusat pada murid
3. Pengalaman belajar mandiri dan kelompok terbimbing, terstuktur, dan menyenangkan
4. Pengalaman belajar bersama dengan rekan guru lain yang sama-sama lolos seleksi program
guru penggerak
5. Pengalaman mendapatkan bimbingan/mentoring dari pengajar praktik (pendamping)
pendidikan guru penggerak
6. Mendapatkan komunitas belajar baru
7. Mendapatkan sertifikat pendidikan 306 JP dan Piagam Guru Penggerak

2
BAB II
PENGEMBANGAN DIRI
DIKLAT FUNGSIONAL PENDIDIKAN GURU PENGGERAK

A. Waktu Pelaksanaan dan Penyelenggara Kegiatan (total 9 bulan)


Kegiatan dilaksanakan pada:
Tanggal : 31 Agustus 2021 s.d. 20 Juli 2022
Jumlah Hari : 324 hari
Penyelenggara : BBGP DI Yogyakarta (d.h. PPPPTK Matematika)
Fasilitator : Misdawati, M.Pd.
Pengajar Praktik : Arby’in Pratiwi, S.Pt., M.Sc.
Tempat : LMS Daring PGP

B. Jenis Kegiatan
Pada progam pendidikan guru penggerak ini menggunakan alur belajar MERRDEKA. Alur
MERRDEKA belajar ini merupakan singkatan dari Mulai dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang
Kolaborasi, Refleksi Terbimbing, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi
Antar Materi, dan Aksi Nyata.
Pertama, Mulai dari Diri. Dalam kegiatan belajar ini, calon guru penggerak melakukan
refleksi awal mengenai materi yang akan dibahas. Calon guru penggerak akan diberikan kegiatan
pembelajaran pemantik meliputi CGP memberikan jawaban reflektif-kritis dan membuat refleksi
diri tentang materi. Ha ini dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan awal yang
dimiliki oleh calon guru penggerak terhadap materi yang akan dipelajari.
Kedua, Eksplorasi Konsep. Dalam tahap eksplorasi konsep, calon guru penggerak melalui
kegiatan mandiri yaitu CGP mengakses video tentang maateri yang dipelajri dan membaca
beberapa tulisan. Hal ini bertujuan untuk memperdalam atau menguatkan konsep materi yang
akan dipelajari. Kemudian adanya kegitan forum diskusi yaitu CGP mendapatkan penguatan
pemahaman tentang materi, CGP mendiskusikan pertanyaan reflektif terkait materi yang sedang
dipelajari.CGP berbagi pengalaman praktik baik penerapannya di dalam kelas.
Ketiga, Ruang Kolaborasi. Dalam ruang kolaborasi, calon guru penggerak diminta untuk
berkolaborasi dengan calon guru penggerak yang lain dalam kegiatan kelompok. Terdapat
sebuah tugas berupa bahan diskusi untuk didiskusikan dalam kelompok tersebut. Setiap
kelompok mempresentasikan hasil diskusi. Kelompok lainnya menanggapi, kemudian fasilitator
memberikan tanggapan dan umpan balik atas hasil presentasi.
Keempat, Refleksi Terbimbing. Dalam tahapan refleksi terbimbing, calon guru penggerak
akan diajak untuk merefleksikan kembali materi yang sedang dipelajari. Fasilitator akan
memberikan pertanyaan pemantik sebagai bahan refleksi. Dalam kegiatan ini calon guru
penggerak akan mendapat penguatan dan umpan balik positif dari fasilitator.
3
Kelima, Demonstrasi Kontekstual. Dalam demonstrasi kontekstual, calon guru penggerak
diminta untuk membuat sebuah karya yang berkaitn dengn materi yang sedang dipelajari dan
mengunggahnya di LMS. Calon guru penggerak diminta membuat karya dapat berupa artikel,
video, komik, poster, lagu, puisi, dan sebagainya.
Keenam, Elaborasi Pemahaman. Calon guru penggerak akan diajak untuk berdiskusi bersama
instruktur maupun narasumber lain. Dalam kegiatan ini, calon guru penggerak diberikan
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dari materi yang belum dipahami.
Ketujuh, Koneksi Antar Materi. CGP melihat lagi seluruh materi yang sudah dipelajari
tentang materi yang sedang dipelajari kemudian membuat hubungan antara materi-materi
tersebut dan juga keterkaitannya praktek yang konkret bersama dengan murid dan rekan guru di
sekolah asal. CGP juga diminta untuk membuat keterkaitan antara materi hari itu, dengan materi
yang sudah dipelajari sebelumnya.
Kedelapan, Aksi Nyata. Dalam kegiatan aksi nyata, calon guru penggerak akan diminta
menerapkan pengetahuan yang diperoleh di kelas atau di sekolah. CGP membuat perubahan
konkret di kelas dan menuliskannya dalam jurnal refleksi secara rutin.
Sebelum dilaksanakannya alur belajar MERRDEKA, Calon guru penggerak diminta untuk
mengikuti kegiatan pre test awal. Setelah calon guru penggerak mempelajari 1 modul, CGP
wajib mengikuti post test sebelum memasuki materi modul selanjutnya.

C. Tujuan Pengembangan Diri


PGP bertujuan untuk meningkatkan kompetensi kepemimpinan dan pedagogi guru
sehingga dapat menghasilkan profil guru penggerak sebagai berikut:
1. mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi, berbagi, dan kolaborasi;
2. memiliki kematangan moral, emosional, dan spiritual untuk berperilaku sesuai kode etik;
3. merencanakan, menjalankan, merefleksikan, dan mengevaluasi pembelajaran yang berpusat
pada peserta didik dengan melibatkan orang tua;
4. mengembangkan dan memimpin upaya mewujudkan visi satuan pendidikan yang
mengoptimalkan proses belajar peserta didik yang berpihak pada peserta didik dan relevan
dengan kebutuhan komunitas di sekitar satuan pendidikan; dan
5. berkolaborasi dengan orang tua peserta didik dan komunitas untuk pengembangan satuan
pendidikan dan kepemimpinan pembelajaran.
Manfaat Pendidikan Guru Penggerak adalah sebagai berikut: 
1. bergeraknya komunitas belajar secara berkelanjutan sebagai tempat diskusi dan simulasi
agar guru dapat menerapkan pembelajaran aktif yang sesuai dengan potensi dan tahap
perkembangan peserta didik;
2. diterapkannya pembelajaran aktif oleh guru lain di lingkungan satuan pendidikannya dan
lingkungan sekitar sebagai dampak bergeraknya komunitas guru secara berkelanjutan; 

4
3. terbangunnya rasa nyaman dan bahagia peserta didik berada di lingkungan satuan
pendidikan;
4. meningkatnya sikap positif peserta didik terhadap proses pembelajaran yang bermuara pada
peningkatan hasil belajar;
5. terwujudnya lingkungan fisik dan budaya satuan pendidikan yang nyaman dan
menyenangkan bagi peserta didik; dan
6. terbukanya kesempatan bagi guru penggerak untuk menjadi pemimpin satuan Pendidikan

D. Deskripsi Materi Pengembangan Diri


Modul 1: Paradigma dan Visi Guru Penggerak
Modul 1.1 – Filosofi Pendidikan Nasional menurut Ki Hajar Dewantara
Tanggal : 12 Agustus 2021 s.d. 30 Agustus 2021
Jumlah Hari : 18 hari
Penyelenggara : BBGP DI Yogyakarta (d.h. PPPPTK Matematika)
Fasilitator : Misdawati, M.Pd.
Pengajar Praktik : Arby’in Pratiwi, S.Pt., M.Sc.
Tempat : LMS Daring PGP

1. Deskripsi
Materi Filosofi Pendidikan Nasional menurut Ki Hajar Dewantara ini diajarkan
melalui LMS selama 18 hari dengan didampingi oleh fasilitator, pengajar praktik serta
instruktur dalam sesi elaborasi pemahaman.
a. Asas Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara (KHD) membedakan kata Pendidikan dan Pengajaran dalam
memahami arti dan tujuan Pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah
bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu
atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan
Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki
anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik
sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD
(2009),  “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk
segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup
berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.
Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat.
KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab
maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat
menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan
atau diwariskan.
5
b. Dasar-Dasar Pendidikan
Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat
yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab
itu, pendidik itu hanya dapat  menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup
dan  tumbuhnya kekuatan kodrat anak”
Dalam menuntun laku dan pertumbuhan kodrat anak, KHD mengibaratkan peran
pendidik seperti seorang petani atau tukang kebun. Anak-anak itu seperti biji tumbuhan
yang disemai dan ditanam oleh pak tani atau pak tukang kebun di lahan yang telah
disediakan. Anak-anak itu bagaikan bulir-bulir jagung yang ditanam. Bila biji jagung
ditempatkan di tanah yang subur dengan mendapatkan sinar matahari dan pengairan yang
baik maka meskipun biji jagung adalah bibit jagung yang kurang baik (kurang berkualitas)
dapat tumbuh dengan baik karena perhatian dan perawatan dari pak tani.  Demikian
sebaliknya, meskipun biji jagung itu disemai adalah bibit berkualitas baik namun tumbuh
di lahan yang gersang dan tidak mendapatkan pengairan dan cahaya matahari serta ‘tangan
dingin’ pak tani, maka biji jagung itu mungkin tumbuh namun tidak akan optimal.
Dalam proses ‘menuntun’ anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai
‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan
membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat
menemukan kemerdekaannya dalam belajar.
KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “waspadalah, carilah barang-barang yang
bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau
batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu ”.
KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat
kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-
potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

c. Kodrat Alam dan Kodrat Zaman


KHD menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat
alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di
mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”
KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai
berikut: “Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa
segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup
kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan
6
dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi
dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian,
hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang
bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan ” (Ki Hadjar Dewantara,
2009, hal. 21).
KHD hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat
kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari kodrat
zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki
Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. KHD
mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap
mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang
dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya
tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah
anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.
d. Budi Pekerti
Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara
gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi
pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif)
sehingga menciptakan Karya (psikomotor). Sedih merupakan perpaduan harmonis antara
cipta dan karsa demikian pula Bahagia.
Lebih lanjut KHD menjelaskan, keluarga menjadi tempat yang utama dan paling
baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter baik bagi seorang anak. Keluarga
merupakan tempat bersemainya pendidikan yang sempurna bagi anak untuk melatih
kecerdasan budi-pekerti (pembentukan watak individual). Keluarga juga menjadi ruang
untuk mempersiapkan hidup anak dalam bermasyarakat dibanding dengan pusat pendidikan
lainnya.
Alam keluarga menjadi ruang bagi anak untuk mendapatkan teladan, tuntunan,
pengajaran dari orang tua. Keluarga juga dapat menjadi tempat untuk berinteraksi sosial
antara kakak dan adik sehingga kemandirian dapat tercipta karena anak-anak saling belajar
antar satu dengan yang lain dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi. Oleh
sebab itu, Peran orang tua sebagai guru, penuntun dan pemberi teladan menjadi sangat
penting dalam pertumbuhan karakter baik anak.

e. Permainan Anak Adalah Pendidikan


1) Montessori mementingkan pelajaran panca indra, hingga ujung jari pun dihidupkan
rasanya, menghadirkan beberapa alat untuk latihan panca indra dan semua itu bersifat
pelajaran. Anak diberi kemerdekaan dengan luas, tetapi permainan tidak dipentingkan.

7
2) Frobel juga menjadikan panca indra sebagai konsentrasi pembelajarannya, tetapi yang
diutamakan adalah permainan anak-anak, kegembiraan anak, sehingga pelajaran panca
indra juga diwujudkan menjadi barang-barang yang menyenangkan anak. Namun, dalam
proses pembelajarannya anak masih diperintah.
3) Taman Siswa bisa dikatakan memakai kedua metode tersebut, akan tetapi pelajaran panca
indra dan permainan akal itu tidak dipisah, yaitu dianggap satu. Sebab, dalam Taman
Siswa terdapat kepercayaan bahwa dalam segala tingkah laku dan segala kehidupan anak-
anak tersebut sudah diisi Sang Maha Among (Pemelihara) dengan segala alat-alat yang
bersifat mendidik si anak.

2. Tindak Lanjut
a. Melaksanakan pembelajaran merdeka belajar berbasis kebudayaan daerah atau kearifan
lokal.
b. Mengetahui profile murid dengan survey untuk menentukan strategi pembelajaran.
c. Merancang pembelajaran yang berphak pada siswa dengan melibatkan secara aktif dalam
pembelajaran.
d. Pembelajaran dilakukan dengan beragama aktivitas, seperti bermain peran, melakukan
percobaan, membuat produk maupun proyek.
e. Dilihat dari pentingnya memahami potensi murid sebagai langkah menciptakan merdeka
belajar di sekolah, maka dimasa mendatang akan dilakukan evaluasi dan konsistensi
penerapan secara berkelanjutan pembelajaran yang sesuai dengan filosofi pemikiran Ki
Hajar Dewantara ini.

3. Dampak
Materi modul ini dapat membantu Guru Penggerak untuk memiliki:
a. pemahaman pemikiran filosofis pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan melakukan refleksi-kritis atas
korelasi pemikiran-pemikiran tersebut dengan konteks pendidikan lokal dan nasional pada saat ini.
b. kemampuan menjalankan strategi sebagai pemimpin pembelajaran yang mengupayakan
terwujudnya sekolah sebagai pusat pengembangan karakter dengan budaya positif.
c. kemampuan mengembangkan dan mengkomunikasikan visi sekolah yang berpihak pada murid
kepada para guru dan pemangku kepentingan.
d. pengetahuan tentang dasar-dasar Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD),
e. keterampilan mengelola pembelajaran yang berpihak pada murid pada konteks lokal kelas
dan sekolah,
f. sikap reflektif-kritis dalam mengembangkan dan menerapkan pembelajaran yang merefleksikan
dasar-dasar Pendidikan KHD dalam menuntun murid mencapai kekuatan kodratnya.

8
Modul 1.2 – Nilai dan Peran Guru Penggerak
Tanggal : 31 Agustus 2021 s.d. 15 September 2021
Jumlah Hari : 12 hari
Penyelenggara : BBGP DI Yogyakarta (d.h. PPPPTK Matematika)
Fasilitator : Misdawati, M.Pd.
Pengajar Praktik : HJ. Sriyanto, M.Pd
Tempat : LMS Daring PGP

1. Deskripsi
Materi pembelajaran diferensiasi ini diajarkan melalui LMS selama 12 hari dengan
didampingi oleh fasilitator, pengajar praktik serta instruktur dalam sesi elaborasi pemahaman.
A. Pembentukan Nilai Diri
A.1. Menonton Vidio Pendek Diagram Gunung ES
Guru sesungguhnya memiliki kesempatan untuk menjadi teladan bagi muridnya.
Kini, pilihannya adalah memanfaatkan kesempatan itu dengan sengaja atau membiarkannya
lewat begitu saja dan tidak melakukan apa-apa. Menjadi teladan harus diusahakan secara
sadar.
Lumpkin (2008), menyatakan bahwa guru dengan karakter baik mengajarkan murid
mereka tentang bagaimana keputusan dibuat melalui proses pertimbangan moral. Guru ini
membantu muridnya memahami nilai-nilai kebaikan dalam diri mereka sendiri, kemudian
mereka mempercayainya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari siapa mereka, hingga
kemudian mereka terus menghidupinya. Guru dengan karakter yang baik melestarikan nilai-
nilai kebaikan di tengah masyarakat melalui murid-murid mereka.
Guru adalah tukang kebun, yang merawat tumbuhnya nilai-nilai kebaikan di dalam
diri murid-muridnya. Guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan lingkungan di
mana murid berproses menumbuhkan nilai- nilai dirinya tersebut. Dengan demikian, guru
patut mengembangkan lingkungan yang sifatnya fisik (ekstrinsik) dan yang sifatnya psikis
(intrinsik). Emosi adalah bagian utama dari lingkungan yang sifatnya psikis dan intrinsik
yang dapat dipengaruhi dan harus dipertimbangkan pengembangannya oleh guru.
A.2. Menonton Vidio Pendek Eskalator dan Cara Kerja Otak
Lewat video ini Anda diajak mengeksplorasi dua sistem kerja otak “3-in-1” manusia
secara singkat untuk memelajari bagaimana manusia tergerak, bergerak, dan menggerakkan.
Guru adalah manusia yang senantiasa berusaha untuk menggerakkan manusia lainnya. Oleh
karena itu, guru harus lebih dulu sadar bagaimana dirinya tergerak, kemudian memilih untuk
bergerak dan akhirnya menggerakkan manusia yang lain. otak manusia memiliki
kemampuan untuk belajar. Tidak statis tapi elastis. Dengan demikian, penggunaan sistem
9
berpikir lambat, penggunaan otak luhur (manusia) dapat kita pelajari agar tidak begitu saja
memperkenankan sistem berpikir cepat (otak Reptil & Mamalia) mengambil alih kendali diri
kita.

B. Profil Pelajar Pancasila


Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan saat ini, memperkuat tujuan
pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan
diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang
kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam
pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila (Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2020) Profil Pelajar Pancasila ini dicetuskan sebagai pedoman
untuk pendidikan Indonesia. Tidak hanya untuk kebijakan pendidikan di tingkat nasional
saja, akan tetapi diharapkan juga menjadi pegangan untuk para pendidik, dalam membangun
karakter anak di ruang belajar yang lebih kecil. Pelajar Pancasila disini berarti pelajar
sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila. Pelajar
yang memiliki profil ini adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya.
Dimensi ini adalah: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak
mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6)
Kreatif. Keenam dimensi ini perlu dilihat sebagai satu buah kesatuan yang tidak terpisahkan.
Apabila satu dimensi ditiadakan, maka profil ini akan menjadi tidak bermakna.
C. Peran Guru Penggerak
Terdapat 5 butir peran dari seorang Guru Penggerak:
1. Menjadi Pemimpin Pembelajaran
Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong wellbeing ekosistem pendidikan
sekolah. Jadi seorang Guru Penggerak diharapkan mampu berperan sebagai pemimpin
yang berorientasi pada murid, dengan memperhatikan segenap aspek pembelajaran yang
mendukung tumbuh-kembang murid.
2. Menggerakkan Komunitas Praktisi
Menggerakkan komunitas praktik untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya.
Seorang Guru Penggerak berpartisipasi aktif dalam membuat komunitas belajar untuk
para rekan guru baik di sekolah maupun wilayahnya.
3. Menjadi Coach Bagi Guru Lain
Menjadi coach dan mentor bagi rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran di
sekolah. Seorang Guru Penggerak diharapkan juga mampu merefleksikan hasil
pengalamannya sendiri serta guru lain untuk dijadikan poin peningkatan untuk
10
pembelajaran. Tidak lupa juga sebagai seorang coach, Guru Penggerak diharapkan juga
bisa memantau perkembangan dari rekan guru lain tersebut.
4. Mendorong Kolaborasi Antar Guru
Membuka ruang diskusi positif dan kolaborasi antara guru dan pemangku kepentingan di
dalam dan di luar sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pada peran ini,
seorang Guru Penggerak diharapkan mampu memetakan para pemangku kepentingan di
sekolah (serta luar sekolah), serta membangun dialog antar para pemangku kepentingan
tersebut.
5. Mewujudkan Kepemimpinan Murid
Mendorong peningkatan kemandirian dan kepemimpinan murid di sekolah. Peran
seorang Guru Penggerak berarti membantu para murid ini untuk mandiri dalam belajar,
mampu memunculkan motivasi murid untuk belajar, juga mendidik karakter murid di
sekolah.
D. Nilai-Nilai Guru Penggerak
Nilai itu sendiri, menurut Rokeach (dalam Hari, Abdul H. 2015), merupakan
keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan standar pengambilan keputusan
terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Nilai-nilai ini yang diharapkan bisa
muncul dari Guru Penggerak yang nantinya akan mendukung Guru Penggerak dalam
melaksanakan peran-peran Guru Penggerak, serta mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.
Kelima nilai dari Guru Penggerak adalah: Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta
Berpihak pada Murid.
1. Mandiri
Mandiri berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa mendorong dirinya sendiri
untuk melakukan aksi serta mengambil tanggung jawab atas segala hal yang terjadi pada
dirinya.
2. Reflektif
Reflektif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa merefleksikan dan
memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya, baik yang terjadi pada diri sendiri
serta pihak lain. Guru Penggerak yang memiliki nilai reflektif mau membuka diri
terhadap pengalaman yang baru dilaluinya, lalu melakukan evaluasi terhadap apa saja hal
yang sudah baik, serta apa yang perlu dikembangkan.
3. Kolaboratif
Kolaboratif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa membangun hubungan
kerja yang positif terhadap seluruh pihak pemangku kepentingan yang berada di
lingkungan sekolah ataupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas
terkait) dalam mencapai tujuan pembelajaran.
4. Inovatif

11
Inovatif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa memunculkan gagasan-
gagasan baru dan tepat guna terkait situasi tertentu ataupun permasalahan tertentu.
5. Berpihak pada Murid
Berpihak pada murid disini berarti seorang Guru Penggerak selalu bergerak dengan
mengutamakan kepentingan perkembangan murid sebagai acuan utama.
2. Tindak Lanjut
a. Menerapkan cara perbikir lambat dalam kehidupan sehari-hari
b. Menerapkan nilai-nilai melalui keteladanan dan pembiasaan perilaku yang konsisten di
suatu lingkungan.
c. Mewujudkan profil pelajar Pancasila
d. Melaksanakan Peran Guru Penggerak sebagai Pendorong Transformasi Pendidikan.
e. Menerapkan nilai-nilai yang perlu dimiliki oleh seorang Guru Penggerak dalam
mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.
3. Dampak
Materi modul ini dapat membantu Guru Penggerak untuk memiliki:
a. pemahaman hubungan antara emosi, cara kerja otak dan pembentukan nilai-nilai dalam diri
seseorang.
b. pemahaman bahwa nilai-nilai dapat bertumbuh lewat keteladanan dan pembiasaan perilaku
yang konsisten di suatu lingkungan.
c. pemahaman mengenai profil pelajar Pancasila
d. pemahaman mengenai Peran Guru Penggerak sebagai Pendorong Transformasi
Pendidikan.
e. pemahaman mengenai nilai-nilai yang perlu dimiliki oleh seorang Guru Penggerak.

Modul 1.3 – Visi Guru Penggerak


Tanggal : 20 September 2021 s.d. 3 Oktober 2021
Jumlah Hari : 12 hari
Penyelenggara : BBGP DI Yogyakarta (d.h. PPPPTK Matematika)
Fasilitator : Misdawati, M.Pd.
Pengajar Praktik : Aty Latifah, S.Pd
Tempat : LMS Daring PGP

1. Deskripsi
Pada modul 1.3 tentang Visi Guru Penggerak ini diajarkan melalui LMS selama 12 hari
dengan didampingi oleh fasilitator, pengajar praktik serta instruktur dalam sesi elaborasi
pemahaman, yaitu: sebuah paradigma sekaligus model managemen perubahan yang
memegang prinsip psikologi positif dan Pendidikan positif dan pendekatan berbasis
kekuatan.
12
Sedangkan model managemen perubahan yang digunakan berasal dari kata B-A-G-J-A,
yang kata tersebut dalam Bahasa Sunda berarti “BAHAGIA”. B-A-G-J-A merupakan
akronim dari
1) Buat Pertanyaan utama,
2) Ambil Pelajaran,
3) Gali Mimpi,
4) Jabarkan rencana
5) Atur eksekusi

13
Berikut contoh Prakarsa perubahan dengan metode B-A-G-J-A dalam rangka membuat
pembelajaran jarak jauh yang menyenangkan dan bermakna.

2. Tindak Lanjut
Setelah mempelajari materi pada modul 1.3 tentang Visi Guru penggerak maka kita dapat:

14
1) Merancang visi misi sekolah sesuai dengan impian kita dalam mewujudkan perubahan.
2) Merancang visi misi sekolah dengan model Inkuiri Apresiatif (IA)
3) Merancang visi misi sekolah serta program-program sekolah dengan model managemen
perubahan B-A-G-J-A
4) Mensosialisikan model Inkuiri Apresiatif (IA) dan model managemen perubahan B-A-G-
J-A pada komunitas belajar di sekolah maupun di lingkungan MGMP.
5) Berkolaborasi dengan warga sekolah dalam mewujudkan Visi misi sekolah.

3. Dampak
1) Terciptanya visi misi sekolah yang dirancang dan disusun dengan model pendekatan B-A-
G-J-A.
2) Terciptanya Visi misi sekolah yang jelas akan menjadi arah perubahan dan keberhasilan
program sekolah tercapai sesuai target serta dapat terukur tingkat keberhasilannya.
3) Terciptanya sekolah yang menyenangkan, aman, nyaman bagi peserta didik, sehingga
mereka senang berada di sekolah.
4) Terwujudnya sekolah sebagai rumah kedua bagi peserta didik, bukan sekedar slogan.

Modul 1.4 – Budaya Positif


Tanggal : 4 Oktober 2021 – 19 Oktober 20221
Jumlah Hari : 12 Hari
Penyelenggara : PPPPTK Matematika
Fasilitator : Misdawati, M.Pd.
Pengajar Praktik : Dwi Nartini, M.Pd
Tempat : LMS SIMPKB Daring

1. Deskripsi
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah memberi tuntunan terhadap segala kekuatan
kodrat yang dimiliki anak agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi
tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, pendidik
itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak agar dapat
memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Dalam
proses “menuntun”, anak diberi kebebasan namun bukan bebas tanpa batas. Pendidik sebagai
‘pamong’ tetap memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan
membahayakan dirinya. Selain itu, pendidik memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan
kemerdekaannya dalam belajar.
Salah satu hal penting yang wajib diketahui dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
sesuai yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara adalah budaya positif. Budaya positif di
sekolah dapat membentuk karakter murid, guru, semua orang yang terlibat dalam sekolah bahkan
15
kepala sekolah. Budaya positif di sekolah sangat penting untuk mengembangkan anak-anak yang
memiliki karakter kuat sesuai profil pelajar pancasila. Apa saja yang termasuk bagian dari
budaya positif?
1. Perubahan paradigma
2. Arti disiplin dan tiga motivasi perilaku manusia
3. Keyakinan kelas, hukuman dan penghargaan
4. Lima kebutuhan dasar manusia
5. Lima posisi kontrol
6. Segitiga restitusi
Membangun budaya positif di sekolah diperlukan lingkungan yang positif, aman dan
nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak dan mencipta yang merdeka, mandiri dan
bertanggungjawab. Budaya positif akan terwujud dengan melakukan kolaborasi antara pemangku
kepentingan sekolah baik kepala sekolah, guru, tata usaha, siswa, komite sekolah, orangtua
siswa. Hal pertama yang harus dilakukan adalah merubah paradigma stimulus-respon kepada
Teori Kontrol terkait pandangan tentang dunia. Gambaran lebih jelasnya adalah sebagai berikut:
No Stimulus-respon Teori Kontrol

1 Kebutuhan kita sama Kebutuhan kita sama


2 Semua orang melihat hal yang sama Setiap orang punya gambaran berbeda
3 Kita mencoba mengubah orang agar Kita berusaha memahami pandangan oranglain
berpandangan sana dengan kita tentang dunia
4 Perilaku buruk dilihat sebagai suatu Semua perilaku mempunyai tujuan
kesalahan
5 Paksaan ada saat bujukan gagal Kolaborasi dan konsensus menciptakan
pilihan-pilihan baru
6 Model berpikir menang-kalah Model berpikir menang-kalah

Penerapan budaya positif tidak bisa dilakukan secara instan, tetapi memerlukan proses dan
waktu. Budaya Positif dilakukan dengan menerapkan disiplin positif secara terus-menerus dan
konsisten sehingga menjadi sebuah karakter atau nilai-nilai yang tumbuh sebagai motivasi
intrinsik. Menurut Ki Hajar Dewantara, untuk menciptakan murid yang merdeka syarat utamanya
adalah disiplin diri yang kuat karena motivasi internal. Jika tidak ada motivasi internal tidak ada
maka memerlukan motivasi eksternal. Ada tiga motivasi yang mendasari perilaku manusia yaitu
untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman sebagai tingkat terendah dari motivasi
perilaku manusia, untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain, untuk menjadi
orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Salah satu cara menanamkan disiplin positif pada siswa adalah melakukan komunikasi yang
jelas tentang aturan sekolah, kesepakatan atau keyakinan kelas yang sudah disepakati dengan

16
siswa. Keyakinan kelas sebagai nilai kebajikan/prinsip universal yang disepakati bersama secara
universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Keyakinan lebih
memotivasi dari dalam (motivasi intrinsik) diri seseorang sehingga lebih tergerak dan
bersemangat untuk menjalankan keyakinan daripada mengikuti serangkaian peraturan. Adapun
nilai kebajikan yang dapat diterima secara universal adalah keadilan, kehormatan, peduli,
integritas, kejujuran, pelayanan, kesabaran, tanggungjawab, mandiri, berprinsip, keselamatan,
kesehatan dan sebagainya. Sebagai contoh: “dilarang mengganggu orang lain”, nilai kebajikan
yang diperoleh adalah “saling menghormati”.
Menerapkan pendekatan disiplin positif dapat membantu sekolah memainkan peran penting
dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi. Siswa cenderung menjadikan
orang dewasa sebagai model. Jika siswa melihat orang dewasa menggunakan kekerasan fisik
atau psikologis maka siswa akan belajar bahwa kekerasan dapat diterima sehingga ada
kemungkinan siswa juga akan menggunakan kekerasan terhadap orang lain. Kekerasan fisik
termasuk hukuman karena bersifat tidak terencana, siswa tidak tahu apa yang akan terjadi,
bersifat satu arah dari guru ke siswa. Sekolah memiliki peran penting dalam membimbing,
memperbaiki, dan mensosialisasikan kepada murid mengenai perilaku yang sesuai dengan aturan
beserta konsekuensinya.
Perubahan ke arah yang lebih baik akan berhasil dengan melakukan pendekatan yang
terkoordinir dan melibatkan semua peran di komunitas sekolah.  Secara khusus diperlukan
kolaborasi yang mengajarkan murid untuk mencari solusi dari masalah dan membantu siswa
berpikir tentang tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, bagaimana mereka harus
memperlakukan orang lain. Proses kolaboratif ini yang dinamakan dengan restitusi. Sekolah
perlu bekerja dengan orangtua untuk memastikan konsistensi antara rumah dan sekolah, serta
membekali mereka dengan informasi dan alat untuk mempraktikkan disiplin positif di rumah.
Restitusi ini disebut juga dengan lima posisi kontrol. Lima posisi kontrol tersebut antara lain
penghukum, pembuat orang merasa bersalah, teman, monitor, manajer.
1) Penghukum
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang yang
menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah memerlukan sistem
atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang
menerapkan posisi penghukum akan berkata: “Patuhi aturan saya, atau awas!” “Kamu selalu
saja salah!”. Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa
berhasil, yaitu cara dia.
2) Pembuat orang merasa bersalah
Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah
akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau
rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti: “Ibu sangat kecewa sekali

17
dengan kamu” “Berapa kali Ibu harus memberitahu kamu ya?” “Gimana coba, kalau orang tua
kamu tahu kamu berbuat begini?”
Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid
merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.
3) Teman
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya mengontrol
murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini
berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman
menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan
berkata: “Ayo bantulah, demi ibu ya?” “Ayo ingat tidak bantuan ibu selama ini?” “Ya sudah
kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”. Hal negatif dari posisi teman adalah bila
suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir
bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha, Hal lain
yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk
guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.
4) Monitor
Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas
perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan
dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan
hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau.
Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau: “Peraturannya apa?” “Apa yang telah kamu
lakukan?” “Sanksi atau konsekuensinya apa?” Seorang pemantau sangat mengandalkan
penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang.
Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal
dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.
5) Manajer
Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid,
mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat
menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki
keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-
waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita
menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung
jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang
manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya,
maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat
konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan
yang ada. Seorang manajer akan berkata: “Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan
kelas) “Apakah kamu meyakininya?” “Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia
18
memperbaikinya?” “Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang tetapi membimbing murid
untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari
kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan
kuat.
Setiap sekolah tentunya sudah memiliki visi misi. Sebagai guru penggerak juga dituntut
untuk memiliki visi dan misi yang sejalan dengan visi dan misi sekolah. Budaya positif di setiap
sekolah merupakan implementasi dari visi dan misi sekolah. Guru penggerak bersama dengan
murid membuat kesepakatan kelas untuk menumbuhkan budaya positif. Kesepakatan kelas yang
berhasil menumbuhkan budaya positif di kelasnya, kemudian ditularkan kepada rekan sejawat,
dilakukan secara konsisten untuk jangka waktu yang tidak terbatas, sehingga muncul nilai-nilai
karakter sebagai penerapan budaya positif di sekolah. Keberhasilan penerapan budaya positif di
tingkat kelas dan pengimbasan ke rekan sejawat, secara lebih luas, bisa ditumbuhkan menjadi
visi sekolah.

2. Tindak Lanjut
Penerapan budaya positif di sekolah dapat dimulai dengan penyediaan lingkungan yang
positif, aman, dan nyaman supaya peserta didik mampu berfikir, bertindak, dan mencipta secara
merdeka, mandiri, dan bertanggungjawab. Diantara bentuk budaya positif yang perlu dikaji
adalah bentuk disiplin yang selama ini dijalankan di sekolah. Kesadaran akan penerapan disiplin
belum berdasarkan motivasi internal, dimana pembiasaan positif yang diterapkan bukan disiplin
positif, namun masih menganut sistem penghargaan dan hukuman. Model disiplin yang dibangun
masih belum berpusat pada siswa karena posisi kontrol guru belum sampai pada tahap manajer
melainkan sebagai penghukum dan pembuat siswa merasa bersalah.
Adapun tolok ukur yang dipakai untuk mengetahui sejauh mana disiplin positif sudah
dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Terbentuknya keyakinan kelas sebagai landasan dalam memecahkan permasalahan yang
ada dikelas. Keyakinan kelas ini dibentuk dan disepakati oleh peserta didik bersama
walikelas.
2) Konsistensi peserta didik dan wali kelas dalam menjalankan keyakinan kelas.
3) Minimal 75% peserta didik sudah menunjukkan menguatnya karakter positif seperti
religius, peduli, disiplin, toleransi, gotong royong dan bertanggungjawab pada proses
pembelajaran maupun diluar proses pembelajaran.
4) Membudayanya 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun)
5) Munculnya karakter berdaya nalar kritis pada proses pembelajaran yang terlihat dari
keaktifan peserta didik dalam bertanya, berpendapat/berargumen, dan menjawab pertanyaan
dari guru.
19
3. Dampak
Adapun dampak dari budaya positif yang terlihat adalah:
1) Terbentuknya keyakinan kelas yang dibuat dan disepakati oleh peserta didik bersama wali
kelas.
2) Menguatnya karakter positif seperti religius yang ditunjukkan dengan berdoa setiap
memulai pembelajaran dilanjutkan dengan tadarus dan diakhiri dengan berdoa setiap selesai
pembelajaran.
3) Menguatnya karakter peduli terhadap teman yang membutuhkan dukungan belajar. Hal ini
ditunjukkan dengan menjadi tutor sebaya bagi temannya yang remedial.
4) Menguatnya karakter bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan baik tugas mata
pelajaran maupun yang berkaitan dengan kerapian dan kebersihan kelas.
5) Menguatnya karakter gotong royong. Hal ini ditunjukkan dengan kehadiran 100% setiap
kali diadakan gotong royong untuk membenahi kelas.
6) Menguatnya karakter disiplin waktu yang ditunjukkan dengan tidak adanya catatan
terlambat masuk sekolah, disiplin dalam memakai masker dan disiplin dalam memakai
seragam sesuai hari.
7) Tumbuhnya karakter bernalar kritis yang ditunjukkan dengan meningkatnya siswa yang
aktif bertanya, menjawab, berpendapat/berargumen dalam setiap pembelajaran
8) Adanya Poster Keyakinan kelas yang dipajang dikelas.
9) Peserta didik sudah menunjukkan 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun)

Modul 2: Praktik Pembelajaran yang Berpihak pada Murid


Modul 2.1 – Pembelajaran Berdiferensiasi
Tanggal : 25 Oktober 2021 – 9 November 2021
Jumlah Hari : 13 Hari
Penyelenggara : PPPPTK Matematika
Fasilitator : Misdawati, M.Pd.
Pengajar Praktik : Aty Latifah, S.Pd.
Tempat : LMS SIMPKB Daring

1. Deskripsi
Materi pembelajaran diferensiasi ini diajarkan melalui LMS selama 13 hari dengan
didampingi oleh fasilitator, pengajar praktik serta instruktur dalam sesi elaborasi pemahaman.
Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas
untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Pembelajaran berdiferensiasi adalah
serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi
kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
1) Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk
belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga

20
memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di
sepanjang prosesnya.
2) Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan
hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
3) Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan
dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana
yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai
tujuan belajar yang ditetapkan.
4) Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia
akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid
tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda,
dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
5) Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode
yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga
walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara
efektif.
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed
Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid,
paling tidak berdasarkan 3 aspek.
Ketiga aspek tersebut adalah:
1) Kesiapan belajar (readiness) murid
Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas
yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman
mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka
tetap dapat menguasai materi baru tersebut.
Tomlinson (2001) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan
menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi
suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu.
Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif kontinyu yang bersifat
sebagai berikut:
a. Bersifat mendasar - Bersifat transformative
Ketika murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka pahami atau berada di area yang
menjadi kekuatan mereka, maka dibutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka
perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan
pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat
transformatif.
b. Konkret - Abstrak

21
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat
apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak
mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
c. Sederhana - Kompleks
Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi
pada satu waktu; yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi.
d. Terstruktur - Open Ended
Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka,
di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain,
murid siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.
e. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir dan
menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang
anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid
mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.
f. Lambat – Cepat
Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu
bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu,
murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk
mempelajari sebuah topik.

Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini
lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat
ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan
melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk
memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi
kebutuhan belajarnya.
2) Minat murid
Kita tahu bahwa seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Ada
murid yang minatnya sangat besar dalam bidang seni, matematika, sains, drama, memasak, dsb.
Minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses

22
pembelajaran. Tomlinson (2001) menjelaskan bahwa mempertimbangkan minat murid dalam
merancang pembelajaran memiliki tujuan diantaranya:
a. Membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka
sendiri untuk belajar;
b. Menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran;
c. Menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi murid sebagai jembatan untuk
mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru bagi mereka, dan;
d. Meningkatkan motivasi murid untuk belajar
Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda.
Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada
pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan
dapat meningkatkan kinerja murid.
Beberapa ide yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan minat di
antaranya misalnya:
a. Meminta murid untuk memilih apakah mereka ingin mendemonstrasikan pemahaman
dengan menulis lagu, melakukan pertunjukan atau menari atau bentuk lain sesuai minat
mereka.
b. Menggunakan teknik Jigsaw dan pembelajaran kooperatif.
c. Menggunakan strategi investigasi kelompok berdasarkan minat.
d. Membuat kegiatan “sehari di tempat kerja”. Murid diminta mempelajari bagaimana sebuah
keterampilan tertentu diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Mereka boleh memilih profesi
yang sesuai minat mereka.
e. Membuat model.
Contoh pemetaan berdasarkan minat belajar murid:
Ibu Zaenab ingin mengajarkan murid-muridnya keterampilan membuat tulisan teks prosedur. Ia
kemudian melihat pada catatan yang dimilikinya. Ia menemukan bahwa di kelasnya ada:
 8 orang murid yang sangat menyukai kegiatan olahraga;
 6 orang yang menyukai hal-hal yang berkaitan dengan sains;
 4 orang senang membuat prakarya dan;
 2 orang senang memasak.
Setelah selesai mendiskusikan tentang apa dan bagaimana membuat tulisan berbentuk prosedur,
Bu Zaenab lalu meminta murid berlatih membuat sendiri tulisan berbentuk prosedur tersebut.
Setiap murid diperbolehkan untuk menulis dengan topik sesuai dengan minat mereka. Ada murid
yang memilih membuat tulisan prosedur memasak nasi goreng, ada murid yang memilih
membuat tulisan tentang prosedur membuat bunga dari sedotan, dan sebagainya.
3) Profil belajar murid
Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor, seperti: bahasa, budaya, kesehatan,
keadaan keluarga, dan kekhususan lainnya. Selain itu juga akan berhubungan dengan gaya
23
belajar seseorang. Menurut Tomlinson (dalam Hockett, 2018) profil belajar murid ini merupakan
pendekatan yang disukai murid untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan,
budaya, latar belakang, jenis kelamin, dan lain-lain. Tujuan dari pemetaan kebutuhan belajar
murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk
belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara
tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri.
Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini
sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.
Penting juga untuk diingat bahwa kebanyakan orang lebih suka kombinasi profil. Menurut
Tomlinson (2001), ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran seseorang.
Berikut ini adalah beberapa yang harus diperhatikan:
a. Lingkungan: suhu, tingkat aktivitas, tingkat kebisingan, jumlah cahaya.
b. Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.
c. Visual: belajar dengan melihat (diagram, power point, catatan, peta, grafik organisator).
d. Auditori: belajar dengan mendengar (kuliah, membaca dengan keras, mendengarkan musik).
e. Kinestetik: belajar sambil melakukan (bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on,
dan sebagainya).
Berdasarkan pemaparan mengenai ketiga aspek dalam mengkategorikan kebutuhan belajar
murid, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk mengoptimalkan pembelajaran dan
tentunya hasil dari pembelajaran murid diperlukan pembelajaran yang dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan belajar murid.
Contoh pemetaan berdasarkan profil belajar murid:
Pak Herman akan mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan pembelajaran yaitu agar murid dapat
mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Pak Herman telah
mengetahui bahwa murid memiliki gaya belajar dominan yang berbeda-beda.
Ada yang lebih mudah dengan pendekatan visual, auditori, atau kinestetik.
Untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut, Pak Herman lalu memutuskan
untuk melakukan beberapa hal berikut ini:
Saat mengajar, Pak Herman melakukan hal-hal berikut ini:
 Ia menggunakan banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.
 Ia juga menyediakan video yang dilengkapi penjelasan lisan yang dapat diakses oleh murid.
 Pak Herman juga membuat beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-
tempat berbeda untuk memberikan kesempatan murid bergerak saat mengakses informasi.
Saat memberikan tugas, Pak Herman memperbolehkan murid-muridnya memilih cara
mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Murid boleh
menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman wawancara maupun performance atau
role-play.

24
Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik
jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki
sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugastugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat
dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk
bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).
Strategi Mendiferensiasi Pembelajaran:
1) Diferensiasi konten
Diferensiasi Konten merupakan materi atau informasi apa yang akan diajarkan kepada siswa.
Konten dapat dibedakan sebagai tanggapan terhadap kesiapan, minat, dan profil belajar siswa
maupun kombinasi dari ketiganya. Guru perlu menyediakan bahan dan alat atau materi dan
media pembelajaran sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
2) Diferensiasi proses
Proses menekankan pada bagaimana siswa dapat memahami atau memaknai apa yang telah
dipelajari. Diferensiasi proses bisa dilakukan dengan cara menggunakan kegiatan berjenjang
atau bertahap, meyediakan pertanyaan pemandu atau challenge yang perlu diselesaikan di
sudut-sudut minat, membuat agenda individual untuk siswa (daftar tugas, memberikan waktu
lama atau durasi yang siswa dapat ambil untuk menyelesaikan tugas), mengembangkan
kegiatan yang beragam dan tidak monoton.
3) Diferensiasi produk
Diferensiasi produk merupakan menampilkan dan mendemonstrasikan hasil pekerjaan siswa
kepada guru (tugas berupa project). Produk yang diberikan meliputi 2 hal yitu memberikan
challenge dan keragaman atau variasi. Serta memberikan siswa pilihan bagaimana mereka
dapat mengekspresikan pembelajaran yang diinginkan

2. Tindak Lanjut
Pembelajaran Berdiferensiasi merupakan ilmu baru yang benar-benar layak untuk segera
diterapkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Pemahaman baru ini segera saya
terapkan dalam dalam merancang perangkat pembelajaran yang berpihak pada murid. Dasar dari
rancangan pembelajaran tersebut tentunya berasal dari pemetaan kebutuhan belajar murid yang
dilakukan oleh guru di kelasnya. Sebelumnya saya hanya mengetahui karakteristik murid yang
beragam tanpa membuat perlakuan yang berbeda pada perangkat pembelajaran saya. Akan tetapi,
setelah mendapatkan ilmu baru tentang pembelajaran berdiferensiasi benar-benar membuat guru
harus berkreasi dan inovasi untuk merancang diferensiasi konten, proses, dan produk. Secara
rinci tindakan yang akan dilakukan oleh guru, yaitu:
1) Melakukan pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan tiga aspek, yaitu: kesiapan belajar,
minat belajar, dan profil belajar murid (bisa dilakukan melalui wawancara, observasi, atau
survey menggunakan angket)

25
2) Merancang perangkat pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan hasil pemetaan kebutuhan
belajar murid.
3) Memodifikasi strategi pembelajaran berdiferensiasi baik itu konten, proses, maupun produk
dalam setiap langkah-langkah pembelajaran.
4) Melakukan evaluasi dan merefleksi pembelajaran yang telah dilakukan.

3. Dampak
Dampak dari penerapan pembelajaran berdiferensiasi bagi kelas dan murid, antara lain:
1) Melalui pembelajaran berdiferensiasi, sikap toleransi dapat muncul dengan pemberian
keleluasaan bagi siswa untuk mengembangkan potensi.
2) Melalui pembelajaran berdiferensiasi, setiap murid merasa disambut dengan baik dan murid
dengan berbagai karakteristik merasa dihargai di kelas.
3) Adanya rangsangan secara terus menerus untuk belajar berkolaborasi dengan sesama
sehingga menumbuhkan karakter yang positif.
4) Adanya rasa keadilan dalam bentuk nyata terhadap pemenuhan kebutuhan belajar murid.
5) Murid menjadi lebih aktif dan interaktif melalui pembelajaran yang menyenangkan.
6) Hasil belajar murid semakin meningkat karena daya tarik murid dalam pembelajaran
semakin tinggi.

Modul 2.2 – Pembelajaran Kompetensi Sosial Emosional


Tanggal : 15-28 November 2022
Jumlah Hari : 14 hari
Penyelenggara : PPPPTK Matematika
Fasilitator : Slamet
Pengajar Praktik : Kunto Wijayandani
Tempat : LMS SimPKB/Google meet

1. Deskripsi
Pendidikan Budi Pekerti
Menurut Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan Budi Pekerti berarti pembelajaran tentang batin
(bersumber dari cipta/pikiran, rasa, dan karsa /kemauan) dan lahir (menghasilkan
tenaga/perbuatan).
Pembelajaran budi pekerti merupakan pembelajaran jiwa manusia yang holistik yang
menghasilkan penyatuan budi (gerak pikiran, perasaan, dan kemauan), sehingga menimbulkan
tenaga (pekerti).
Mengingat pentingnya budi pekerti dalam menyokong tumbuh kembang anak, maka pemerintah
mengeluarkan Permendikbud Nomor 20 tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter
pada satuan pendidikan formal. 
26
Melalui Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), sekolah bertanggung jawab untuk memperkuat
karakter murid melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan
melibatkan dan kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.
Pembelajaran Sosial dan Emosional
Pembelajaran Sosial dan Emosional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif
oleh seluruh komunitas sekolah, sehingga memungkinkan anak dan orang dewasa mendapat dan
menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.
Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak
untuk dapat bertahan dalam masalah sekaligus mempunyai kemampuan memecahkannya, juga
untuk mengajarkan mereka menjadi orang yang berkarakter baik.
Pembelajaran Sosial-Emosional (PSE) mencoba untuk memberikan keseimbangan pada individu
dan mengembangkan kompetensi personal yang dibutuhkan agar menjadi sukses. 
Pengetahuan bersifat konstruktif; semua proses pembelajaran bersifat saling berhubungan; emosi
menarik perhatian, dan perhatian mendorong terjadinya proses belajar. Anak belajar untuk
memperoleh pengetahuan saat hati mereka terbuka, terhubung dengan lingkungan sekitar serta
adanya tujuan. Melalui pembelajaran sosial-emosional, guru dapat menciptakan kondisi yang
mengizinkan semua anak belajar.
Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk:
1. memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi
(kesadaran diri)
2. menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri)
3. merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
4. membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun
relasi)
5. membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab)
Implementasi/Penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) dapat dilakukan dengan 4
cara, yaitu:
1. Mengajarkan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) secara spesifik dan eksplisit
2. Mengintegrasikan Kompetensi Sosial Emosional (KSE) ke dalam praktik mengajar guru
dan gaya interaksi dengan murid
3. Mengubah kebijakan dan ekspektasi sekolah terhadap murid
4. Memengaruhi pola pikir murid tentang persepsi diri, orang lain, dan lingkungan.
Pendekatan SEL (Social and Emosional Learning) yang efektif seringkali menggabungkan
empat elemen yang diwakili dengan akronim SAFE, yaitu:
1. Sequential/berurutan yaitu aktivitas yang terhubung dan terkoordinasi untuk mendorong
pengembangan keterampilan

27
2. Active yaitu bentuk pembelajaran aktif yang melibatkan murid untuk menguasai
keterampilan dan sikap baru
3. Focused yaitu ada unsur pengembangan keterampilan sosial maupun personal
4. Explicit yaitu tertuju pada pengembangan keterampilan sosial dan emosional tertentu
secara eksplisit.
Kesadaran Penuh
Kesadaran penuh merupakan kesadaran yang muncul ketika seseorang memberikan perhatian
secara sengaja pada kondisi saat sekarang yang didasarkan dengan rasa ingin tahu dan kebaikan.
Kesadaran penuh muncul saat seorang sadar sepenuhnya pada apa yang sedang dikerjakan
dengan pikiran terbuka, atau dalam situasi yang menghendaki perhatian yang penuh. Misalnya
ketika seorang murid yang sedang bermain musik, tidak akan terganggu dengan suara di
sekitarnya.
Kesadaran Penuh dan Cara Kerja Otak
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa, ketika kondisi berkesadaran penuh, terjadi
perubahan fisiologis seperti meluasnya area otak yang terutama berfungsi untuk belajar dan
mengingat, berkurangnya stres, dan munculnya perasaan tenang serta stabil.

Kesadaran penuh dapat dilatih dan ditumbuhkan, sehingga kita dapat memberikan perhatian yang
berkualitas terhadap hal yang dilakukan. Contoh latihan yang dapat dilakukan, misalnya latihan
menyadari napas, latihan bergerak sadar, latihan berjalan sadar, dan gerakan lainnya yang
melatih indera.
Pembelajaran Sosial dan Emosional Berbasis Kesadaran Penuh dalam Mewujudkan
Kesejahteraan Hidup (Well-Being)

28
Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh yang dilakukan secara terhubung,
terkoordinasi, aktif, fokus, dan eksplisit diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup
(Well-being) ekosistem sekolah.
Kesejahteraan Hidup (Well-being) merupakan sebuah kondisi individu yang memiliki sikap
yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah
lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola
lingkungan dengan baik, mempunyai tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna,
serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
Siswa yang mempunyai tingkat well-being yang tinggi mempunyai kemungkinan yang lebih
tinggi untuk mencapai prestasi akademik yang lebih tinggi, kesehatan fisik dan mental yang lebih
baik, memiliki ketangguhan dalam menghadapi stress dan terlibat dalam perilaku sosial yang
lebih bertanggung jawab.

Latihan berkesadaran penuh dapat membangun keterhubungan diri sendiri dengan berbagai
kompetensi emosi dan sosial dalam kehidupan sehari-hari. 

Lima Kompetensi Sosial Emosional (KSE), yaitu:


 Pengelolaan Emosi dan Fokus
Pengelolaan emosi dapat dilakukan dengan melatih kesadaran penuh dengan teknik STOP, yaitu:
1. Stop; berhenti melakukan kegiatan yang sedang dikerjakan
2. Take a Deep Breath (Tarik Napas Dalam); Sadari napas masuk dan napas keluar.
Rasakan udara segar yang masuk melalui hidung. Rasakan udara hangat yang keluar dari
lubang hidung. Lakukan 2-3 kali.
3. Observe/Amati; Amati apa yang dirasakan pada tubuh! Amati perut yang mengembang
sebelum membuang napas. Amati perut yang mengempes saat Anda membuang napas.
Amati pilihan-pilihan yang dapat dilakukan.
4. Proceed/Lanjutkan. Latihan selesai. Kita dapat melanjutkan kembali aktivitas dengan
perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, dan sikap yang lebih positif.
Latihan STOP dapat dilaksanakan sebelum ujian, sebelum melaksanakan presentasi, pidato, atau
situasi menegangkan lainnya. Latihan ini juga dapat dilaksanakan secara konsisten untuk
mendukung kekuatan otak bagian atas (korteks prefrontal) yang berhubungan dengan fokus,
konsentrasi, dan kesadaran. Latihan yang rutin akan membuat otak terlatih untuk berpikir
terlebih dahulu, merencanakan respons sehingga memungkinkan perilaku yang penuh perhatian.
Hal ini dapat membantu kita untuk fokus kembali pada pekerjaan atau apapun yang sedang
dikerjakan. 
 Empati
Empati adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami serta ikut merasakan perasaan
emosi orang
29
lain, sehingga dapat melihat perspektif sudut pandang orang lain. Baru setelah itu, kita dapat
menghargai dan memahami konteksnya. Teknik STOP juga masih ampuh diterapkan pada
kompetensi ini.

Keterampilan berempati adalah keterampilan yang membantu seseorang mempunyai hubungan


yang hangat dan lebih positif dengan orang lain karena empati mengarahkan kita untuk
mengurangi fokus hanya ke diri sendiri, tetapi juga belajar merespon orang lain dengan cara yang
lebih informatif dan penuh afeksi ke orang lain, sehingga lingkungan yang inklusif akan
terbentuk. 

Empati dapat dilakukan dengan langkah yang paling sederhana yaitu dengan menaruh perhatian
pada perasaan orang lain dengan bertanya:
1. Apa yang dirasakan orang tersebut?
2. Apa yang mungkin akan dia lakukan?
3. Apa yang saya rasakan jika mengalami kejadian yang sama?
Empati dapat dilatih. Adapun langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk melatih empati dalam
diri kita, yaitu:
1. Menaruh perhatian pada perasaan orang lain
2. Berpikir sebelum berbicara atau bertindak
3. Meyakini bahwa tidak ada satupun orang di dunia ini yang sama
4. Menghargai orang lain meskipun berbeda pandangan.
 Kemampuan Kerjasama dan Resolusi Konflik
Terdapat beberapa keterampilan yang dapat dikembangkan untuk membangun kerjasama, yaitu:
1. Keterampilan menyampaikan pesan dengan jelas dan mendengarkan secara aktif
2. Keterampilan menyatakan sikap setuju dan tidak setuju dengan sikap saling menghargai
3. Keterampilan mengelola tugas dan peran dalam kelompok
 Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab merupakan kemampuan yang jika secara
konsisten dan berkelanjutan ditumbuhkan dan dibiasakan sejak dini, akan memungkinkan
seseorang untuk bertumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan lebih berdaya lenting
dalam menghadapi segala konsekuensi yang harus dihadapi akibat keputusan yang dibuat dalam
hidupnya.
Seorang pengambil keputusan yang bertanggung jawab akan mempertimbangkan semua aspek,
alternatif pilihan, berikut konsekuensinya, sebelum kemudian mengambil keputusan. Untuk
dapat melakukan hal itu, maka seseorang perlu belajar bagaimana:
1. Mengevaluasi situasi
2. Menganalisis alternatif pilihan mereka

30
3. Mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing pilihan itu terhadap diri mereka
sendiri dan orang lain. 
Salah satu strategi sederhana yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan
mengambil keputusan yang bertanggung jawab adalah dengan menggunakan kerangka yang
disebut POOCH, yaitu Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau
konsekuensi) , Choices (Keputusan yang diambil).
 
2. Tindak Lanjut
Menyusun teknik-teknik penerapan pembelajaran 5 kompetensi sosial-emosional dalam 3 ruang
lingkup sesuai dengan jenjang pendidikan masing -masing. Guru melakukan a. refleksi tentang
proses penerapan pembelajaran sosial dan emosional berbasis kesadaran penuh (mindfulness)
yang sudah dilakukan (apa yang menarik, apa yang berubah, apa yang menantang, apa yang
ingin ditingkatkan/diterapkan). b. Menggunakan hasil refleksi dalam pembelajaran sosial dan
emosional berbasis kesadaran penuh (mindfulness) dalam proses selanjutnya. Guru menyusun
teknik penerapan pembelajaran kompetensi sosial-emosional berbasis kesadaran penuh
(mindfulness) dalam mata pelajaran yang diampu b. Melakukan refleksi tentang apa yang telah
dicapai dan apa yang masih ingin dipelajari lebih lanjut sebagai persiapan aksi nyata.

3. Dampak
Setelah mempelajari modul ini guru mampu:

1) Mengelola aspek sosial dan emosional dalam berperan sebagai guru


2) Menerapkan pembelajaran sosial dan emosional dalam lingkup kelas, lingkungan sekolah,
dan komunitas
3) Memahami pembelajaran sosial dan emosional yang berdasarkan kerangka CASEL
(Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning)
4) Memahami tentang pembelajaran sosial dan emosional berbasis kesadaran penuh
(mindfulness)
5) Memahami strategi untuk menerapkan pembelajaran sosial dan emosional berbasis kesadaran
penuh sesuai dengan konteks masing-masing guru
6) Menerapkan pembelajaran sosial dan emosional berbasis kesadaran penuh (mindfulness)
dalam kegiatan di dalam kelas, lingkungan sekolah, dan komunitas praktisi

Modul 2.3 – Praktik Coaching


Tanggal : 10 November 2021 – 16 Desember 2021
Jumlah Hari : 16 Hari
Penyelenggara : PPPPTK Matematika
Fasilitator : Slamet, M.Pd.

31
Pengajar Praktik : Kunto Wijayandanu, M.Pd.
Tempat : LMS SIMPKB Daring

1. Deskripsi
Sebagai guru kiranya semua memahami jika murid kita bukanlah kertas kosong. Mereka
datang dengan berbagai latar belakang, kemampuan, dan potensi. Tugas guru adalah
menjadikan latar belakang mereka sebagai pondasi kuat bagi guru dalam memimpin
pembelajaran. Selain itu, guru juga bertugas meningkatkan kemampuan dan melejitkan
potensi mereka. Oleh karena itu, guru diharapkan memiliki keterampilan yang dapat
mengarahkan anak didik untuk menemukan jati diri dan melejitkan potensi mereka.
Salah satu keterampilan yang diperlukan guru adalah keterampilan coaching sebagai
bentuk pendekatan komunikasi sebagai seorang pendidik.
Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses meneruskan informasi atau
pesan dari satu pihak ke pihak yang lain dengan menggunakan media kata, tulisan ataupun
tanda peraga. Komunikasi dapat terjadi satu arah dan dua arah, dimana ada peran pemberi
pesan dan penerima pesan. Komunikasi merepresentasikan keinginan diri kita untuk memiliki
arti dan memberikan arti bagi kehidupan. Makna komunikasi menjadi lebih luas dan dalam
ketika ada keinginan dari dalam diri manusia yang mendorong komunikasi mereka untuk
menjadi lebih berdampak bagi kehidupan baik sang pemberi pesan ataupun penerima pesan,
yakni komunikasi yang memberdayakan potensi setiap pihak sehingga dapat menghasilkan
perubahan arti kehidupan. Komunikasi yang sedemikian dapat membentuk relasi,
menciptakan kenyamanan, dan menghasilkan kreativitas serta kemerdekaan. Komunikasi
selalu terjadi di antara pihak yang sama kedudukannya. Komunikasi justru bukan hubungan
kekuasaan, melainkan hanya dapat terjadi apabila kedua belah pihak saling mengakui
kebebasannya dan saling percaya. Komunikasi merupakan interaksi yang diantarkan secara
simbolis, menurut Bahasa, dan mengikuti norma-norma. Bahasa harus dapat dimengerti,
benar, jujur dan tepat. Keberlakuan norma-norma itu hanya dapat dijamin melalui
kesepakatan dan pengakuan bersama bahwa kita terikat olehnya.
Komunikasi tidak mengembangkan keterampilan, melainkan kepribadian orang. 4 unsur
utama yang mendasari prinsip komunikasi yang memberdayakan: 1) Hubungan saling
mempercayai Rasa aman dan nyaman akan hadir dalam sebuah hubungan jika ada rasa saling
memperhatikan baik keadaan pribadi atau kesejahteraan profesionalnya. Bagi murid, bahwa
kita peduli pada kualitas belajarnya akan membuat murid berasumsi bahwa komunikasi kita
bertujuan untuk perbaikan mutu. Kepercayaan merupakan jalan dua arah. 2) Menggunakan
data yang benar Dalam setiap komunikasi diperlukan data yang benar dan dinamika yang
sesuai. Tanpa gambaran akurat tentang pesan atau masalah yang sedang dibahas, maka kesan
subjektivitas akan hadir dalam proses komunikasi. 3) Bertujuan menuntun para pihak untuk
optimalisasi potensi Komunikasi memberdayakan seyogyanya menuntun rekan bicara kita
32
untuk mampu berefleksi atas diri mereka dan mengenali pesan atau isu yang dibahas dengan
benar. Rasa kepemilikan dan tanggung jawab atas pesan dari proses komunikasi yang ada
akan membuat dampak pada jangka yang lebih panjang. 4) Rencana tindak lanjut atau aksi
Jika diperlukan, buatlah rancangan konkrit sebagai hasil dari proses komunikasi. Hal ini
sebagai bentuk komitmen dari sebuah komunikasi yang bertujuan positif dan efektif.
Komunikasi asertif adalah komunikasi yang memberdayakan. Dalam komunikasi asertif
merupakan paduan secara tepat dari tidak agresif tapi juga tidak submisif, tetap menghormati
komunikator lain tetapi juga melihat diri dalam hal menyampaikan pendapat. Untuk dapat
berkomunikasi asertif, perlu mengidentifikasi inti pendapat dari yang disampaikan kominkator
lain, melihat pengetahuan, pendapat, wawsan, diri sendiri, bagaimana menyampaikan
pendapat yang baik, dan menemukan jalan tengah jika ada pendapat yang berbeda.
Coaching merupakan proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil
dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman
hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Tujuan
dalam coaching adalah menuntun coachee untuk menemukan ide baru atau cara untuk
mengatasi tantangan yang dihadapi atau mencapai tujuan yang dikehendaki. Hubungan dalam
coaching adalah membangun kemitraan yang setara dan coachee sendiri yang mengambil
keputusan, coach hanya mengarahkan saja, coachee lah yang membuat keputusan sendiri.
Mengapa keterampilan coaching?  Pendekatan Coaching dalam komunikasi  diperlukan
karena guru melihat para murid sebagai sosok merdeka. Sosok yang dapat menentukan arah
dan tujuan pembelajarannya, serta meningkatkan potensinya sendiri. Mereka hanya
memerlukan dorongan dan tuntunan dari guru sebagai pemimpin pembelajaran untuk
melejitkan potensi mereka. Tentunya ini bukan hal yang mudah karena sebagai pemimpin
pembelajaran terkadang guru tergoda untuk berupaya membantu permasalahan murid secara
langsung dengan memberikan solusi dan nasihat. Dengan keterampilan coaching dalam
berkomunikasi, harapannya anak didik menjadi lebih terarah dan dapat menemukan solusinya
secara mandiri yang pada akhirnya dapat meningkatkan potensi mereka.
Hal yang dilakukan coach dalam membantu coachee mengenali situasi permasalahan)
yang dihadapi coachee adalah dengan menggali informasi dari murid kemudian melakukan
Choaching dengan menerapkan model TIRTA yaitu dengan berdiskusi tentang Tujuan dari
coaching yang akan dilakukan, mengidentifikasi permasalahan yang dialami kemudian
menanyakan rencana aksi yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut serta
bagaimana bentuk komitmen yang akan dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab atas solusi
yang disepakati.
Cara coach memberi respons terhadap situasi (permasalahan) yang
dihadapi coachee adalah dengan menjadi pendengar yang baik, memberikan dorongan melalui
komunikasi baik dalam bentuk kalimat-kalimat positif, Bahasa tubuh dan mimik wajah yang

33
menggambarkan bahwa coach memahami permasalahan coachee sehingga dengan kehangatan
tersebut murid dapat lebih percaya diri dalam mengungkapkan permasalahannya.
Praktek coaching model TIRTA dapat sekali dipraktekkan dalam situasi dan konteks
lokal kelas dan sekolah, tantangan yang dihadapai adalah jika memastikan murid
melaksanakan hasil coaching dengan penuh tanggung jawab.
TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan
telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan
dari Goal, Reality, Options dan Will.
Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak
dicapai coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali
semua hal yang terjadi pada diri coachee
3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran
selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. 4) Will (Keinginan untuk
maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
Model TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang menuntut guru
untuk memiliki keterampilan coaching.  Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu
untuk melejitkan potensi murid agar menjadi lebih merdeka. Melalui model TIRTA, guru
diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di
komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.
TIRTA kepanjangan dari
T : Tujuan
I : Identifikasi
R : Rencana aksi
TA : Tanggung jawab
Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan
murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya.
Sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.
Tugas guru adalah menuntun atau membantu murid (coachee) menyadari bahwa mereka
mampu menyingkirkan sumbatan-sumbatan yang mungkin menghambat perkembangan
potensi dalam dirinya. Dengan demikian, bagaimana cara gutu menjaga agar dapat
menyingkirkan sumbatan yang ada, adalah dengan keterampilan coaching.
TIRTA dalam praktik coaching dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan
pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)
Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang
dapat ditanyakan kepada coachee adalah:
a. Apa rencana pertemuan ini?
b. Apa tujuannya?
34
c. Apa tujuan dari pertemuan ini?
d. Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?
e. Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?
Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin
diraih coachee.
Pihak-pihak yang dapat membantu guru dalam berlatih Coaching di sekolah adalah
Kepala sekolah, rekan sejawat, dan murid-murid sebagai subjek praktik baik Coaching Model
TIRTA dan mengevaluasi apakah semua proses berjalan dengan baik dan memastikan
langkah tindak lanjut yang dilaksanakan oleh murid kita benar-benar efektif untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi.

2. Tindak Lanjut
Setelah pelatihan guru dirasa memiliki bekal yang cukup untuk melakukan praktik
coaching lebih lanjut. Selanjutnya sebagai tindak lanjut, guru praktik kegiatan coaching nyata
di sekolah atau unit kerja masing-masing sesuai dengan model TIRTA. Dalam kegiatan
praktik ini, Coachee dapat merupakan murid atau rekan kerja. 

3. Dampak
Setelah belajar coaching, guru terbantu dalam memerankan diri sebagai coach bagi
murid. Murid dapat menemukan solusi dari permasalahannya secara mandiri. Murid menjadi
lebih merdeka, baik merdeka dalam belajar maupun merdeka dalam menentukan arah
hidupnya di masa mendatang. 

Modul 3: Pemimpin Pembelajaran dalam Pengembangan Sekolah


Modul 3.1 – Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran
Tanggal : 2 Februari 2022 – 21 Februari 2022
Jumlah Hari : 13 Hari
Penyelenggara : PPPPTK Matematika
Fasilitator : Misdawati, M.Pd.
Pengajar Praktik : Aty Latifah, S.Pd.
Tempat : LMS SIMPKB Daring

1. Deskripsi
Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab
Pernahkah Anda menyesali keputusan yang Anda buat?
Pernahkah keputusan yang Anda buat, alih-alih memberikan solusi malah menimbulkan
masalah baru, atau merugikan orang lain, lingkungan, dan bahkan diri Anda sendiri?
Saat Anda mengalami hal tersebut, Apa yang Anda rasakan?
35
Apa yang Anda lakukan?
Menurut Anda, mengapa seseorang mengambil keputusan yang kemudian disesalinya?
Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning (CASEL) menjelaskan bahwa
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab adalah kemampuan seseorang untuk membuat
pilihan-pilihan yang konstruktif terkait dengan perilaku pribadi serta interaksi sosial mereka
berdasarkan standar etika, pertimbangan keamanan dan keselamatan, serta norma sosial
(https://casel.org/core-competencies/).
Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab sesungguhnya adalah kemampuan yang
jika secara konsisten dan berkelanjutan ditumbuhkan dan dibiasakan sejak dini, akan
memungkinkan seseorang untuk bertumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan lebih
berdaya lenting (resilience) dalam menghadapi segala konsekuensi yang harus dihadapi akibat
keputusan yang dibuat dalam hidupnya. Kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab tidak datang secara alami. Kemampuan ini perlu dengan sengaja ditumbuhkan. Seorang
pengambil keputusan yang bertanggung jawab akan mempertimbangkan semua aspek, alternatif
pilihan, berikut konsekuensinya, sebelum kemudian mengambil keputusan.
Untuk dapat melakukan hal tersebut seseorang perlu belajar bagaimana:
1) Mengevaluasi situasi
2) Menganalisis alternatif pilihan mereka, dan
3) Mempertimbangkan konsekuensi dari masing-masing pilihan itu terhadap diri mereka sendiri
dan orang lain.
Salah satu strategi sederhana yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan
mengambil keputusan yang bertanggung jawab adalah dengan menggunakan kerangka yang
disebut POOCH - Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau
konsekuensi), Choices (Keputusan yang diambil).
Kerangka sederhana ini akan membantu seseorang memikirkan dengan baik berbagai aspek
sebelum memutuskan sesuatu. Mari kita membahas kasus Bapak Eling. Pada kasus terakhir,
Bapak Eling merasa bahwa kinerjanya setelah beberapa tahun bekerja menjadi guru di sekolah
tersebut semakin menurun. Dia pun berniat untuk menulis surat pengunduran diri.
Mari kita coba menganalisis permasalahan Bapak Eling ini dengan menggunakan kerangka
POOCH di bawah ini. Kita anggap, Bapak Eling yang mengerjakan lembar POOCH ini ya.
PROBLEM / MASALAH Apa masalahnya? Apakah penyebabnya? Realita: Saya kurang bisa
membagi waktu antara tugas mengajar dan mengerjakan tugas tambahan dari kepala sekolah
Harapan: Saya terampil dalam membagi waktu antara tugas mengajar dan mengerjakan tugas
tambahan dari kepala sekolah Analisis Penyebab:
1) belum mampu menentukan prioritas
2) ingin semua ada dalam kendali diri
3) Belum memiliki keterampilan komunikasi untuk meminta bantuan
4) Belum memiliki keterampilan komunikasi asertif untuk menolak tugas yang terus diberikan
36
OPTIONS / ALTERNATIF PILIHAN Apa saja yang dapat dilakukan?
1) Saya dapat mencari informasi tentang membuat skala prioritas (berkonsultasi dengan rekan,
teman, atasan, belajar dari internet)
2) Belajar percaya dengan mendelegasikan tugas kepada orang lain
3) Belajar mengembangkan kemampuan komunikasi umum maupun asertif terhadap kepala
sekolah
OUTCOMES/ HASIL atau KONSEKUENSI Apa saja kemungkinan yang dapat terjadi? (positif
maupun negatif bagi diri sendiri dan orang lain)
Pilihan 1 Negatif: menyediakan waktu lebih banyak dan kemauan untuk belajar dan berkurang
waktu untuk bersosialisasi dengan orang lain (keluarga, teman) Positif: dapat menentukan dan
mengelola prioritas sehingga berguna bagi diri sendiri dan orang lain
Pilihan 2 Negatif: meluangkan waktu untuk mengcoach rekan lain, orang lain mungkin merasa
mendapatkan tambahan beban kerja, kemungkinan hasilnya tidak sesuai dengan ekspektasi diri
Positif: membangun tim kerja yang lebih solid dan professional
Pilihan 3 Negatif: kemungkinan terjadi kesalahpahaman atau konflik dengan rekan atau atasan
Positif: mengembangkan kompetensi diri dan kinerja dapat meningkat, kontribusi yang lebih
besar untuk sekolah
CHOICES/ PILIHAN KEPUTUSAN Apa keputusan yang dapat diambil Setelah
dipertimbangkan konsekuensi yang ada, maka saya akan mengambil pilihan untuk belajar
mengembangkan keterampilan menentukan prioritas karena itu akan memberikan dampak pada
kualitas pengajaran dan pengelolaan tugas tambahan di masa mendatang.
REFLEKSI Bagaimana berjalannya keputusan yang diambil? Pilihan yang diambil perlu terus
direfleksikan untuk mengetahui keberhasilan dalam mencapai tujuan. Jika dibutuhkan, ulangi
proses dari kerangka POOCH ini Kerangka kerja POOCH ini dapat efektif jika dikerjakan
dengan tenang dan jujur melihat situasi riil.
Teknik STOP yang selama ini telah dipraktikkan Bapak Eling, dapat membantunya bersikap
tenang dan rileks saat mengevaluasi situasi dan mengerjakan proses pengambilan keputusan
dengan kerangka POOCH. Selain mampu membuat pilihan keputusan, seseorang yang memiliki
kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab akan dapat menyikapi konsekuensi
atas keputusan tersebut dengan baik, termasuk jika hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. Dalam
contoh kasus Bapak Eling di atas, belum tentu keputusan yang diambil efektif mengatasi
masalah. Bisa jadi, masalah utamanya belum betul-betul terungkap. Butuh kejujuran dan
keterbukaan dalam mengevaluasi permasalahan. Untuk itu, butuh terus melatih kesadaran penuh,
agar semakin terbuka dengan masalah yang sesungguhnya.
Tautan tentang kompetensi pengambilan keputusan yang bertanggung jawab
https://www.youtube.com/watch?v=yWSSPnTB6OY&t=

Contoh tugas Modul 3.1 Pengamnilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran


37
3.1.a.7. Demontrasi Kontekstual -Pengambilan Keputusan sebagai pemimpin pembelajaran

1) Bagaimana Anda nanti akan mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang Anda dapatkan
di program guru penggerak ini di sekolah/lingkungan asal Anda?
Saya akan mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang saya dapatkan deprogram guru
penggerak disekolah atau lingkungan asal saya, yaitu dengan cara menerapkan langkah-
langkah pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran dengan baik. Panduan
dalam pengambilan keputusan sebagai acuan untuk mendapatkan keputusan yang berbobot.
Saya akan menerapkan pengetahuan yang saya peroleh pada pertemuan MGBK
(Musyawarah Guru Bimbingan Konseling), agar lebih banyak yang memahami dan
mengetahui cara pengambilan keputusan yang baik dan benar. Saya juga akan membentuk
komunitas praktisi untuk mentransfer materi yang telah saya terima pada pendidikan guru
penggerak.
Rencana ke depan dalam menjalani pengambilan keputusan yang mengandung unsur dilema
etika, saya akan menerapkan pengambilan keputusan sesuai dengan modul yang saya
pelajari. Yang didalamnya memuat prinsip pengambilan keputusan, paradigma dilema, dan
Konsep pengambilan dan pengujian keputusan.
2) Apa langkah-langkah awal yang akan Anda lakukan untuk memulai mengambil keputusan
berdasarkan pemimpin pembelajaran?
Langkah-langkah awal yang akan saya lakukan untuk memulai mengambil keputusan
berdasarkan pemimpin pembelajaran, yaitu dengancara mempelajari dan memahami materi
pada modul ini, agar nantinya keputusan yang saya ambil tidak keluar dari rel atau jalur
aturan yang ada. Keputusan yang saya ambil dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan
etika, dan tidak merugikan orang lain.
Langkah selanjutnya yaitu membuat pemetaan masalah yang terjadi di sekolah, merumuskan
langkah-langkah penyelesaian tentang masalah yang sudah dipetakan, berkoordinasi dengan
pemangku kepentingan yang saran serta nasehatnya tetap kita butuhkan.
Cara saya mengukur efektifitas dalam pengambilan keputusan, yaitu dengan cara
memberikan angket kepada teman-teman sejawat, tentang pengambilan keputusan yang
telah saya ambil, apakah keputusan tersebut telah sesuai atau belum.
Yang akan membantu atau mendampingi saya, yaitu teman sejawat (satu mapel) dan kepala
sekolah.
3) Mulai kapan Anda akan menerapkan langkah-langkah tersebut, hari ini, besok, minggu
depan, hari apa? Catat rencana Anda, sehingga Anda tidak lupa.
Saya akan menerapkan langkah-langkah tersebut hari ini juga, agar saya tidak terjebak oleh
pengambilan keputusan yang salah.
Saya akan menerapkan pengambilan keputusan pada lingkungan kerja, murid dan teman-
teman guru dengan cara keputusan yang akan saya ambil, yaitu dengan menggunakan

38
panduan materi dari modul yang telah saya pelajari. Saya akan menerapkan mulai hari ini,
ketika ada masalah dengan siswa, bila ada teman sejawat yang sedang mengalami masalah
atau kesulitan, saat ada masalah di sekolah, saat ada masalah pribadi. Itu semua
membutuhkan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Saya akan menerapkan 4
paradigma dilemma etika, jonsep pengambilan dan pengujian keputusan, dan 3 prinsip
pengambilan keputusan sesuai dengan meteri yang ada pada modul ini. Ketika materi
tersebut akan saya jabarkan dibawah ini:

Empat Paradigma Dilema Etika

1) Individu lawan masyarakat (individual vs community)


Individu lawan masyarakat (individual vs community) Dalam paradigma ini ada pertentangan
antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana
individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan
kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar. “
2) Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan
sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi
semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di
sisi lain.
3) Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema
etika. Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau
bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi
berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau
komitmen yang telah dibuat sebelumnya.
4) Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Paradigma ini paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang
kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma
ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan seharihari, atau pada level yang lebih luas,
misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll.
Konsep Pengambilan dan Pengujian Keputusan
1) Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.
2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini.
4) Pengujian benar atau salah
a. Uji Legal

39
Pertanyaan penting di uji ini adalah apakah ada aspek pelanggaran hukum dalam situasi
itu? Bila ada, maka bukan termasuk dilemma etika.
b. Uji Regulasi/Standar Profesional
Bila situasi yang dihadapi adalah dilema etika, dan tidak ada aspek pelanggaran hukum
di dalamnya, mari kita uji, apakah ada pelanggaran peraturan atau kode etik di
dalamnya. Jika ada, maka bukan termasuk dilemma etika.
c. Uji Intuisi
Langkah ini mengandalkan tingkatan perasaan dan intuisi dalam merasakan apakah ada
yang salah dengan situasi ini. Apakah tindakan ini mengandung hal-hal yang akan
membuat kita merasa dicurigai. Uji intuisi ini akan mempertanyakan apakah tindakan ini
sejalan atau berlawanan dengan nilai-nilai yang Anda yakini. Langkah ini, untuk banyak
orang, sangat umum dan bisa diandalkan untuk melihat dilema etika yang melibatkan
dua nilai yang sama-sama benar.
d. Uji Publikasi
Apa yang Anda akan rasakan bila keputusan ini dipublikasikan di media cetak maupun
elektronik dan menjadi viral di media sosial. Sesuatu yang Anda anggap merupakan
ranah pribadi Anda tiba-tiba menjadi konsumsi publik? Coba Anda bayangkan bila hal
itu terjadi. Bila Anda merasa tidak nyaman kemungkinan besar Anda sedang
menghadapi benar situasi benar lawan salah atau bujukan moral. Uji publikasi,
sebaliknya, berhubungan dengan berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking)
yang mementingkan hasil akhir.
e. Uji panutan/idola
Uji Intuisi berhubungan dengan berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) yang
tidak bertanya tentang konsekuensi tapi bertanya tentang prinsip-prinsip yang
mendalam.
Uji Panutan/Idola berhubungan dengan prinsip berpikir berbasis rasa peduli (CareBased
Thinking), dimana ini berhubungan dengan golden rule yang meminta Anda meletakkan
diri Anda pada posisi orang lain.
5) Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
Pentingnya mengidentifikasi paradigma ini, bukan hanya mengelompokkan permasalahan,
namun membawa penajaman bahwa situasi yang Anda hadapi betulbetul mempertentangkan
antara dua nilai-nilai inti kebajikan yang sama-sama penting
6) Melakukan Prinsip Resolusi
Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai? Berpikir Berbasis Hasil Akhir
(Ends-Based Thinking) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Berpikir Berbasis
Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
7) Investigasi Opsi Trilema

40
Dalam pengambilan keputusan, terkadang ada 2 pilihan yang bisa kita pilih. Namun, kita boleh
mencari opsi atau pilihan lain yang dianggap benar dan tidak bertentangan dengan aturan yang
ada.
8) Buat Keputusan
Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang
membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya.
9) Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan
Ketika keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil
pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.
Tiga prinsip pengambilan keputusan
1) Berpikir berbasis hasil akhir
2) Berpikir berbasis peraturan
3) Berpikir berbasis rasa peduli

2. Tindak Lanjut
Dalam Modul 3.I ini, pembahasan akan dipertajam kepada keberhasilan seorang pemimpin
dalam mengemban salah satu tugas tersulit, yaitu mengambil suatu keputusan yang efektif.
Keputusan-keputusan ini, secara langsung atau tidak langsung bisa menentukan arah dan tujuan
institusi atau lembaga yang kita pimpin, yang tentunya berdampak kepada mutu pendidikan yang
didapatkan murid-murid di sekolah. Di sini kita akan membahas secara mendalam, baik itu
berupa refleksi pribadi ataupun mengkritisi suatu pengambilan keputusan atau membuat suatu
keputusan yang kreatif. Kegiatan-kegiatan ini pun tentu bisa berupa tugas mandiri atau tugas
kelompok, selanjutnya Anda akan diminta untuk mempraktikkan aspek-aspek apa saja perlu
dilakukan atau diperhatikan sebelum dan sesudah pengambilan suatu keputusan dibuat

3. Dampak
Pada akhirnya, kita diharapkan kita akan menikmati proses perjalanan pembelajaran tentang
pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Harapan nya proses pembelajaran ini
dapat mengantarkan kita menjadi seorang pemimpin pembelajaran yang lebih baik, berkualitas
dan mandiri. Semoga waktu yang telah kita sisihkan ini bisa dipergunakan dengan sebaik-
baiknya dan tentunya ilmu yang didapatkan pada program pendidikan guru penggerak ini
kelak bermanfaat untuk diri kita sendiri dan tentu untuk lingkungan di sekitar kita

Modul 3.2 – Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya


Tanggal : 22 Februari 2022 – 12 Maret 2022
Jumlah Hari : 17 hari
Penyelenggara : PPPPTK Matematika
Fasilitator : Misdawati, M.Pd.
41
Pengajar Praktik : Aty Latifah
Tempat : LMS SIMPKB Daring

1. Deskripsi
Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya
Sekolah Sebagai Ekosistem. Ekosistem merupakan sebuah tata interaksi antara makhluk hidup
dan unsur yang tidak hidup dalam sebuah lingkungan. Sebuah ekosistem mencirikan satu pola
hubungan yang saling menunjang pada sebuah teritorial atau lingkungan tertentu. JIka
diibaratkan sebagai sebuah ekosistem, sekolah adalah sebuah bentuk interaksi antara faktor
biotik (unsur yang hidup) dan abiotik (unsur yang tidak hidup). Kedua unsur ini saling
berinteraksi satu sama lainnya sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan
harmonis. Dalam ekosistem sekolah, faktor-faktor biotik akan saling memengaruhi dan
membutuhkan keterlibatan aktif satu sama lainnya.
Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah:
- Murid
- Kepala Sekolah
- Guru
- Staf/Tenaga Kependidikan
- Pengawas Sekolah
- Orang Tua
- Masyarakat sekitar sekolah.
Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik yang juga berperan aktif
dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya adalah:
- Keuangan
- Sarana dan prasarana
Pendekatan Berbasis Kekurangan/Masalah (Deficit-Based Thinking) dan Pendekatan
Berbasis Aset/Kekuatan (Asset-Based Thinking)
Pendekatan berbasis kekurangan/masalah (Deficit-Based Thinking) akan memusatkan
perhatian kita pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak bekerja. Segala
sesuatunya akan dilihat dengan cara pandang negatif. Kita harus bisa mengatasi semua
kekurangan atau yang menghalangi tercapainya kesuksesan yang ingin diraih. Semakin lama,
secara tidak sadar kita menjadi seseorang yang terbiasa untuk merasa tidak nyaman dan curiga
yang ternyata dapat menjadikan kita buta terhadap potensi dan peluang yang ada di sekitar.
Pendekatan berbasis aset (Asset-Based Thinking) adalah sebuah konsep yang dikembangkan
oleh Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk
pengembangan diri. Pendekatan ini merupakan cara praktis menemukan dan mengenali hal-hal
yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita
42
diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi
kekuatan ataupun potensi yang positif. Perbedaan antara pendekatan berbasis kekurangan dengan
pendekatan berbasis aset dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Aset – aset dalam sebuah komunitas Dalam mengatasi tantangan pada pendekatan tradisional
yang digunakan untuk mengatasi permasalahan perkotaan, di mana penyedia jasa dan lembaga
donor lebih menekankan pada kebutuhan dan kekurangan yang terdapat pada komunitas,
Kretzmann dan McKnight menunjukkan bahwa aset yang dimiliki oleh komunitas adalah kunci
dari usaha perbaikan kehidupan pada komunitas perkotaan dan pedesaan. Menurut Green dan
Haines (2002) dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama atau di
dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu:
1. Modal Manusia
Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi
sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan
harga diri seseorang.
2. Modal Sosial
Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur
pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan (networking) antara
unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat. Contoh-contoh yang termasuk dalam
modal sosial antara lain adalah asosiasi. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah berdasarkan
keyakinan, kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan sebagainya. Terdapat beberapa macam
bentuk modal sosial, yaitu fisik (lembaga), misalnya asosiasi dan institusi. Institusi adalah
suatu lembaga yang mempunyai struktur organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah
satu faktor utama dalam proses pengembangan komunitas masyarakat.
3. Modal Fisik Terdiri atas dua kelompok utama, yaitu:
a. Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses
pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan.

43
b. Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air,
mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi,
dan lain-lain.
4. Modal Lingkungan/alam
Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam
upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi,
udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya.
Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon
seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk
menenun, dan sebagainya.
5. Modal Finansial
Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk
membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas.
Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak,
hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal.
Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual
sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa
dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan
menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.
6. Modal Politik
Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki
peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam
masalah umum yang terjadi dalam komunitas.
Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas,
seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.
7. Modal Agama dan budaya
Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan
praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai,
sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain.
Kebudayaan yang unik di setiap daerah masing-masing merupakan serangkaian ide,
gagasan, norma, perlakuan, serta benda yang merupakan hasil karya manusia yang hidup
berkembang dalam sebuah ruang geografis.
Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk
mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah
maupun simbolik. Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya
kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan.
Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting
untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu
44
komunitas, termasuk kelembagaan dan tokohtokoh penting yang berperan langsung atau
tidak langsung di dalamnya.
Sangat penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan
kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan
selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan
perencanaan dan kegiatan bersama. Berikut hasil pemetaan kerja kelompok yang berupa
info grafis:

8. Tindak Lanjut
Calon guru penggerak diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut :
a. menganalisis aset dan kekuatan dalam pengelolaan sumber daya yang efektif dan efisien.
b. merancang pemetaan potensi yang dimiliki sekolahnya menggunakan pendekatan
Pengembangan Komunitas berbasis Aset (Asset-Based Community Development).
c. merancang program kecil menggunakan hasil pemetaan kekuatan atau aset yang sudah
dilakukan.
d. menunjukkan sikap aktif, terbuka, kritis dan kreatif dalam upaya pengelolaan sumber
daya.

9. Dampak
Setelah menyelesaikan Modul 3.2 Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya, Calon Guru
Penggerak dapat menerapkan di sekolahan masing masing seperti dibawah ini :
a. Dapat mengidentifikasi dan mendapatkan sumber daya dari berbagai sumber yang sah
untuk menjalankan program sekolah

45
b. Dapat menggunakan sumber daya sekolah secara efektif untuk meningkatkan kualitas
belajar

Modul 3.3 – Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid


Tanggal : 14 – 31 Maret 2022
Jumlah Hari : 14 Hari
Penyelenggara : PPPPTK Matematika
Fasilitator : Slamet, M. Pd.
Pengajar Praktik : Wulan Fajarini, S. Pd.
Tempat : LMS SIMPKB Daring

1. Deskripsi
Modul 3.3 menjelaskan tentang Program yang berpihak kepada murid. Mulai dari proses
perencanaan program sampai dengan pelaporan. Pelaksanaan program harus melalui
proses Monitoring, Evaluasi, Learning and Reporting (MELR). Dalam modul ini Calon Guru
Penggerak juga dibekali dengan keterampilan mengidentifikasi manajemen risiko dari sebuah
program.
Kertsy Hobson, dkk (2013) dalam buku yang berjudul “A Step by Step Guide to Monitor and
Evaluation”, menjelaskan bahwa monitoring adalah proses menghimpun informasi dan analisis
internal dari sebuah proyek atau program. Evaluasi adalah sebuah penilaian retrospektif secara
periodik pada satu proyek atau program yang telah selesai.
Dalam menyusun refleksi tertulis terhadap program yang telah direncanakan, dapat dilakukan
dengan model 4 F yaitu:
a. Fact (Fakta): Catatan objektif tentang apa yang terjadi
b. Feeling (Perasaan): Reaksi emosional terhadap situasi
c. Finding (Temuan): Pembelajaran konkret yang dapat diambil dari situasi tersebut.
Terdapat beberapa konsep penting yang menjadi kunci dalam mendesain program atau
proyek, yaitu:
a. Aim (dampak yang diinginkan), yaitu dampak akhir yang ingin diraih pada kehidupan orang
lain atau lingkungan sekitar.

46
b. Objective (tujuan; outcome yang diinginkan), yaitu perubahan-perubahan yang perlu
dilakukan untuk mencapai dampak yang diinginkan).
c. Output, yaitu hasil cepat yang diraih dari satu kegiatan yang dapat berkontribusi terhadap
tujuan yang ingin dicapai (objective).
d. Activities, yaitu kegiatan program atau kegiatan proyek yang sedang dilakukan sebagai
proses memperoleh output yang diinginkan.
e. Inputs, yaitu semua yang diperlukan selama melakukan kegiatan program atau proyek,
seperti manusia, keuangan, organisasi, teknis, dan semua sumber daya sosial.
Dalam modul ini juga dijelaskan 12 prinsip dalam melakukan monitoring dan evaluasi, yaitu;
a. Mengetahui alasan dilakukannya monitoring dan evaluasi.
b. Menyetujui prinsip-prinsip yang menjadi pedoman. Prinsip-prinsip tersebut adalah relevan,
berguna, sesuai dengan waktu yang ditetapkan, dan kredibel.
c. Menentukan program atau proyek yang perlu dimonitor.
d. Menentukan siapa saja yang terlibat dalam setiap tahapan monitoring dan evaluasi
e. Menentukan topik kunci dan pertanyaan untuk melakukan investigasi.
f.  Mengklarifikasi sasaran, tujuan, aktivitas, dan langkah-langkah untuk berubah.
g. Mengidentifikasi informasi yang perlu diketahui.
h. Memutuskan bagaimana informasi diperoleh
i. Menilai kontribusi/pengaruh yang diberikan.
j. Menganalisis dan menggunakan informasi.
k. Menjelaskan data. Data yang dijelaskan sangat bergantung pada tujuan. Data disampaikan
kepada pihak pemangku kepentingan yang relevan dengan data yang akan dijelaskan.
l. Menjaga etika dan proteksi data. Dalam etika memproteksi data, semua peserta atau
responden yang dilibatkan selama proses monitoring dan evaluasi wajib dijaga
kerahasiaannya.
Hal penting lainnya yang dijelaskan dalam modul ini adalah tentang managemen risiko.
Risiko merupakan sesuatu yang memiliki dampak terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Beberapa tipe risiko di lembaga pendidikan, meliputi:
a. Risiko Strategis, merupakan risiko yang berpengaruh terhadap kemampuan organisasi
mencapai tujuan.
b. Risiko Keuangan, merupakan risiko yang mungkin akan berakibat berkurangnya asset
c. Risiko operasional, merupakan risiko yang berdampak pada kelangsungan proses
manajemen.
d. Risiko pemenuhan, merupakan risiko yang berdampak pada kemampuan proses dan
prosuderal internal untuk memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku
e. Risiko Reputasi, merupakan risiko yang berdampak pada reputasi dan merek lembaga.
(Princewatercoper, 2003).

47
Risiko tidak dapat dihindari tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Perubahan-perubahan
yang dilakukan sekolah akan menimbulkan suatu risiko, namun tidak melakukan perubahan
pun merupakan sebuah risiko. Oleh karena itu setiap sekolah harus mengidentifikasi risiko dan
merencanakan pengelolaannya. Apabila semua sekolah dapat menerapkan manajemen risiko
maka setiap kerugian akan dapat diminimalisir. Adapun tahapan manajemen risiko adalah
sebagai berikut:
a. identifikasi jenis risiko,
b. pengukuran risiko,
c. melakukan strategi dalam pengendalian risiko
d. melakukan evaluasi terus-menerus, maju dan berkelanjutan
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa terdapat kaitan antar semua materi yang
terdapat pada modul 3.3. Diawali dari merancang sebuah program yang berpihak kepada
murid, meminimalisir kemungkinan risiko dengan keterampilan managemen risiko. Setelah
memutuskan dan menetapkan program, maka pemimpin pembelajaran harus mengetahui
prinsip prinsip dalam Monitoring dan Evaluasi. Keterampilan selanjutnya yang diberikan
dalam modul ini bagi pemimpin pembeajaran adalah tentang pelaporan program.
Dalam merancang program yang berpihak pada murid, pemimpin pembelajaran harus
memiliki pola asset based thingking (berpikir berdasarkan aset). Dalam berpikir berbasis aset,
terlebih dahulu perlu dilakukan pemetaan terhadap aset yang ada di sekolah. Berdasarkan hasil
pemetaan aset tersebut, maka akan tergambar program apa yang bisa dirancang dalam
memaksimalkan pemanfaatan aset yang ada. Dengan demikian jelaslah bahwa pemetaan aset
dan sumber daya alam akan berpengaruh terhadap rancangan program pemimpin yang berpikir
berbasis aset. Sebaliknya, aset yang ada, merupakan kekuatan dalam penyusunan program
sekolah.
Proses membuat sebuah program, akan lebih maksimal jika menngunakan tahapan 5 D
(BAGJA) serta melakukan pendekatan IA (inquiri apresiatif). BAGJA merupakan singkatan
dari:
B = Buat pertanyaan
A = ambil Pelajaran
G = Gali Mimpi
J = Jabarkan Rencana
A= Atur Eksekusi
Semua materi yang dipelajari dalam modul ini, sangat relevan dengan tugas sebagai
seorang guru. Modul yang diawali dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara, menjadikan saya tahu
hakekat guru sebagai pemimpin pembelajaran. Pemimpin pembelajaran yang baik, senantiasa
harus berpihak kepada murid. Materi dalam pendidikan guru penggerak juga mengembangkan
kemampuan berkolaborasi bersama guru lain dengan membentuk komunitas praktisi. Melalui
kegiatan coaching berdasarkan model TIRTA, guru penggerak juga dibekali dengan
48
keterampilan melakukan komunikasi yang memberdayakan, menjadi pendengar aktif serta
menggali potensi murid dengan pertanyaan pertanyaan reflektif. Setelah menggali potensi
murid serta melakukan pemetaan seluruh aset sekolah, maka akan terlahirlah sebuah program
pembelajaran yang berpihak kepada murid.
Selain berkolaborasi dengan teman sejawat, membangun komunikasi yang baik bersama
seluruh pemangku kepentingan, guru penggerak harus sanggup mengambil keputusan yang
bisa mewakili semua pemangku kepentingan yang ada di sekolah. Namun pemimpin harus bisa
membedakan keputusan yang diambil tersebut merupakan situasi dilemma etika atau bujukan
moral. Jika berada dalam dilema etika, maka pemimpin pembelajaran harus melakukan 9
langkah pengambilan keputusan yang di dalamnya terkandung 4 paradigma dan 3 prinsip
pengambilan keputusan.
Dalam menjalankan program yang berpihak pada murid, guru penggerak harus bisa
melakukan managemen risiko dan menggunakan strategi Monitoring, Evaluasi, Learning and
Reporting (MELR).
2. Tindak Lanjut
Tindak lanjut dari modul 3.3 adalah setiap CGP ditugaskan untuk membuat rancangan
perubahan yang mengacu pada BAGJA, membuat koneksi antar materi dan membuat refleksi
terbimbing.
Rancangan perubahan yang dibuat oleh CGP merupakan sebuah program berdampak pada
murid yang nantinya akan dibuktikan melalui aksi nyata. Kegiatan ini mengacu pada asset
based thingking dengan menggunakan alur BAGJA. Adapun komponen yang harus tercantum
pada rancangan perubahan meliputi dasar filosofi KHD, poin/komponen profil pelajar
Pancasila yang dikembangkan, karakteristik lingkungan pendukung tumbuhnya kepemimpinan
murid yang akan dikembangkan, Prakarsa perubahan, serta tahapan yang mengacu pada
BAGJA. Selanjunya untuk memantapkan pemahaman CGP terhadap materi yang telah
dipelajari, masing-masing CGP membuat koneksi antar materi dan diakhri membuat refleksi
terbimbing.
3. Dampak
Modul 3.3 memberikan banyak sekali dampak bagi CGP. Melalui modul ini setiap
CGP dituntut untuk merancang program yang berdampak langsung bagi murid. Selain itu
melalui kegiatan refleksi terbimbing CGP dapat mendafakuri apa yang telah dipelajari
sekaligus menentukan Langkah-langkah lanjutan yang akan diambil. Berikut adalah contoh
refleksi terbimbing yang ditulis oleh CGP.
Refleksi Terbimbing
Berbicara tentang pendidikan seperti tidak akan ada habisnya. Pendidikan selalu
bergerak tumbuh mengikuti zaman yang terus berkembang. Hal tersebut menjadikan pelaku
yang terlibat didalamnya harus turut aktif bergerak mengikuti perkembangan yang ada. Siapa
yang hanya diam berpangku tangan, maka harus rela tergeus kerasnya laju perkembangan
49
zaman. Perubahan seumpama mentari pagi, ia adalah sebuah keniscayaan yang hadir di setiap
harinya. Ingatlah bahwa mentari pagi tidak terbit dua kali untuk mereka yang bangun
kesiangan. Maka hanya mereka yang bersedia bergegas bangun pagilah yang berhak
menyaksikan dan menikmati hangatnya mentari pagi.
Untuk menyongsong segala perubahan yang ada, seorang pendidik harus mampu
memfasilitasi program yang berdampak pada murid. Sebuah program yang tidak hanya
diadakan sebagai wujud formalitas saja, melainkan program yang melibatkan murid
seutuhnya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Melalui filosofi dan
metafora “menumbuhkan padi”, Ki Hajar Dewantara mengingatkan bahwa dalam
mewujudkan pembelajaran dan program yang berpusat pada murid, harus secara sadar dan
terencana membangun ekosistem yang mendukung pembelajaran murid sehingga mampu
memekarkan mereka sesuai dengan kodratnya. Dengan demikian, saat merancang sebuah
program/kegiatan pembelajaran di sekolah, baik itu intrakurikuler, ko-kurikuler, atau
ekstrakurikuler, maka murid juga seharusnya menjadi pertimbangan utama.
Muara dari program yang berdampak pada murid adalah terwujudnya kepemimpinan
murid. Kepemimpinan murid terwujud saat murid memiliki motivasi, harapan, efikasi diri,
dan growth mindset (pemahaman bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan)
untuk menavigasi diri mereka menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Kepemimpinan
murid menjadikan murid memiliki kesadaran diri untuk berkembang kearah positif dan lebih
lanjut mampu mempengaruhi lingkungan sekitar mereka kearah kemajuan yang lebih baik.
Tentunya hal ini adalah bagian dari tercapainya tujuan pendidikan dan apa yang termaktub
dalam profil pelajar pancasila.
Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri maka mereka
sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam
proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian
mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.
Maka yang menjadi tantangan selanjunya adalah bagaimana guru mampu memfasilitasi
‘suara’, ‘pilihan’, dan ‘kepemilikan’ dalam diri murid. Karena tentunya ketiga hal tersebut
bukanlah hal yang dapat tercipta secara instan dan dapat terbentuk begitu saja. Dibutuhkan
program-program baik intrakuikuler, kokurikuler maupun ektrakurikuler sehingga ketiga hal
tersebut mampu terfasilitasi dengan baik.
Kegiatan pembelajaran yang berpusat pada murid, kegiatan pohon literasi, kegiatan sabu
budaya, sabtu ceria, market day, adalah beberapa contoh kegiatan yang dapat memwadahi
suara, pilihan, kepemilikan. Tentunya masih banyak sekali kegiatan lain, hal tersebut dapat
disesuaikan dengan kebutuhan murid, lingkungan belajar, serta jenjang pendidikan.
Semua kegiatan tersebut pastinya tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Dibutuhkan
peran dari berbagai pihak seperti murid, guru, kepala sekolah, orang tua murid, masyarakat
sekitar, serta komunitas-kominitas. Dan yang tak kalah pentingnya adalah sumber daya di
50
lingkungan sekolah yang mendukung. Melalui pendekatan berbasis aset, berbagai sumber
daya yang di sekolah dapat dimanfaatkan secara optimal dengan adanya dukungan dari stake
holder yang terkait. Melalui berbagai dukungan tersebut diharapkan dapat terwujudnya
program-program berdampak pada murid yang mampu mewadahi tercapainya kepemimpinan
murid.
E. Kegiatan Lokakarya
Lokakarya 0
Deskripsi:
Lokakarya 0 dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 6 Agustus 202. Pada lokakarya ini
dilaksanakan secara daring dengan kegiatan pembukaan dan paparan tentang kegiatan program
pendidikan guru penggerak angkatan ke 3 secara umum. Materi tentang kebijakan Dinas
Pendidikan Kab/kota. Dilanjutkan materi kebijakan Dinas Pendidikan Propinsi dalam
mendukung program PGP. Kegiatan dilanjutkan orientasi Komprehensif materi dan ekosistem
belajar PGP termasuk agenda dan tujuan lokakarya, games perkenalan diri, dan kesepakatan
kelas. Pada lokakarya 0 ini juga mengundang kepala sekolah dari calon guru penggerak dalam
mendukung program PGP bagi guru dari lembaga yang dipimpinnya. Kegitan ini juga bertujuan
agar Calon Guru Penggerak mengenal ekosistem belajar di PGP, Calon Guru Penggerak dapat
mengidentifikasi dukungan yang diperlukan selama proses Pendidikan Guru Penggerak dan
membuat rencana belajarnya, Calon Guru Penggerak dapat mengidentifikasi kesulitan-kesulitan
yang akan muncul saat program berlangsung, Calon dapat mengidentifikasi fungsi dan peran
fasilitator dan Pengajar Praktik Guru Penggerak.
Lokakarya 1
Deskripsi:
Lokakarya 1 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 4 Setember 2021. Pada lokakarya ini berisi
tentang materi Identifikasi posisi diri berdasarkan kompetensi Guru penggerak, evaluasi posisi
diri berdasarkan kompetensi Guru Penggerak, rencana pengembangan diri Calon Guru
Penggerak. Adapun tujuan dari lokakarya 1 ini adalah agar Calon Guru Penggerak mampu
memahami pentingnya mengembangkan diri, Calon Guru Penggerak mampu menjelaskan
penerapan kompetensi Guru Penggerak dalam menjalankan peran sebagai pemimpin
pembelajaran, Calon Guru Penggerak mampu, Mengidentifikasi posisi diri berdasarkan
kompetensi Guru Penggerak, Calon Guru Penggerak mampu menjelaskan rencana
pengembangan diri. Indikator keberhasilan dari lokakarya ini adalah Calon Guru Penggerak
dapat melakukan identifikasi posisi diri berdasarkan kompetensi Guru Penggerak, Calon Guru
Penggerak dapat membuat rencana pengembangan diri berdasarkan kompetensi Guru Penggerak.
Lokakarya 2
Deskripsi:
Lokakarya 2 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 2 Oktober 2021. Pada lokakarya kedua ini
berisi tentang materi tentang “Mengembangkan Komunitas Belajar”. Adapun tujuan dari
51
kegiatan ini adalah Calon Guru Penggerak dapat menjelaskan manfaat berbagi dari diskusi
komunitas praktisi, Calon Guru Penggerak dapat mengidentifikasi manfaat komunitas praktisi
bagi sekolah masing-masing, Calon Guru Penggerak dapat mengidentifikasi tantangan dan
peluang membuat komunitas praktisi, Calon Guru Penggerak dapat menjelaskan peranan guru
penggerak dalam membuat komunitas praktisi, Calon Guru Penggerak dapat menganalisa diri
dalam menjalankan perannya sebagai guru penggerak untuk membuat komunitas praktisi, Calon
Guru Penggerak dapat menjelaskan tahapan menggerakan komunitas praktisi. Indikator
keberhasilan dari lokakarya kedua diharapkan Calon Guru Penggerak dapat memetakan manfaat
komunitas praktisi di sekolahnya masing-masing, Calon Guru Penggerak dapat memetakan
tantangan dan peluang membuat komunitas praktisi di sekolah, Calon Guru Penggerak dapat
memetakan kelebihan dan kelemahan dirinya dalam menjalankan, perannya sebagai guru
penggerak untuk membuat komunitas praktisi, Calon Guru Penggerak dapat merumuskan
rencana pembuatan komunitas praktisi tahapan merintis di sekolah masing-masing.
Lokakarya 3
Deskripsi:
Lokakarya 3 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 6 November 2021. Pada lokakarya ini
membahas materi tentang “Visi guru Penggerak”. Adapun kegiatan tersebut memberikan
penjelasan apa saja dan bagaimana tahapan menyusun visi, misi dan program sekolah yang
berdampak kepada murid. Adapun tujuan dari pemberian materi ini agar Peserta saling berbagi
dan mampu menganalisis hasil pembelajaran dan harapan warga sekolah terhadap pembelajaran
yang berdampak kepada murid, Peserta mampu merumuskan dokumen awal visi, misi dan
program sekolah yang berdampak kepada murid, Peserta mampu menyepakati rencana aksi janji
jangka pendek untuk dilaksanakan di sekolah.
Lokakarya 4
Deskripsi:
Lokakarya 4 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 6 November 2021. Pada kegiatan ini
membahas tentang “Guru Berpihak pada Murid”. Berisi tentang Coaching dan rencana
pembelajaran berdiferensiasi digunakan sebagai modal pembelajaran berpihak pada murid.
Harapan produk yang dihasilkan pada kegiatan ini adalah memiliki peta kekuatan diri dalam
pengajaran dan dokumen RPP yang “Berpihak pada Murid” sehingga lokakarya 4 bertujuan agar
Calon guru penggerak dapat mengaplikasikan tahapan coaching pada rekan sejawat dan dapat
menyusun RPP yang mengutamakan diferensiasi murid. Harapannya Calon guru penggerak
dapat mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, dan strategi perbaikan diri dalam pengajaran, yang
berpihak pada murid, Calon guru penggerak dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan
dalam melakukan coaching, Calon guru penggerak dapat menyusun RPP yang mengutamakan
diferensiasi murid.
Lokakarya 5
Deskripsi:
52
Lokakarya 5 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 26 Februari 2022. Pada kegiatan ini
membahas tentang “Guru adalah pemimpin pembelajaran” Tujuan dari lokakarya 5 ini adalah
agar Calon Guru Penggerak mampu mengidentifikasi kompetensi yang sudah berkembang
selama program calon guru penggerak. Calon guru penggerak mampu mengidentifikasi
kompetensi yang belum berkembang selama program calon mguru penggerak. Calon guru
penggerak mampu mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat pengembangan
kompetensi diri calon guru penggerak, calon guru penggerak mampu menyusun rencana
pengembangan diri berdasarkan kompetensi guru penggerak sehingga diharapkan dapat menjadi
evaluasi kompetensi guru penggerak, memperoleh hasil refleksi diri, dan memiliki rencana
pengembangan diri calon guru penggerak.
Lokakarya 6
Deskripsi:
Lokakarya 6 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 09 April 2022. Kegiatan lokakarya 6 ini
membahas tentang” Pengelolaan Program dalam Pengembangan Sekolah”. Materi ini
disampaikan dengan tujuan agar CGP dapat menyusun rancangan program, manajemen risiko,
monitoring, dan evaluasi. Oleh karena itu, kegiatan dilengkapi dengan memberi kesempatan
kepada CGP untuk saling bercerita tentang rencana program yang berdampak pada murid.
Sehingga CGP saling memberikan umpan balik dari rencana program yang telah dibuat. CGP
menyusun rancangan rantai hasil program yang terdiri dari: dampak dari program, tujuan/hasil
antara program, hasil cepat/hasil langsung dari program, aktivitas/strategi pelaksanaan program,
input program dan akhirnya diharapkan CGP dapat menyusun rancangan monitoring dan
evaluasi.
Lokakarya 7
Deskripsi:
Lokakarya 7 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 14 Mei 2022. Kegiatan berisi tentang
“Festival Panen Hasil Belajar” Pemaknaan dari kegiatan ini adalah adanya perubahan positif di
lingkungan belajar sekolah merupakan tanda keberhasilan dari program guru penggerak serta
kerjasama berbagai pihak. Selain itu semua materi yang telah dipelajari dituangkan dalam karya-
karya dari setiap CGP yang dipertunjukkan agar dapat menjadi inspirasi bagi para guru dalam
melakukan perubahan kearah yang lebih baik dalam mengantarkan putra putri bangsa
melalui pendidikan. Sehingga lokakarya 7 ini mempunyai tujuan agar Calon Guru Penggerak
mampu menjelaskan evaluasi program yang dibuat di lokakarya 6, Calon Guru Penggerak
mampu menjelaskan hasil praktek baik di lingkungan belajar sekolah, Calon Guru Penggerak
mampu menyatakan ide untuk program selanjutnya.
Lokakarya 8
Deskripsi:
Lokakarya 8 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 4 Juni 2022. Lokakarya ini membahas
tentang “Rencana Kerja” sehingga kegiatan bertujuan agar peserta mengetahui dan berbagi
53
perkembangan kompetensi Guru Penggerak, Peserta mampu memetik pembelajaran (refleksi)
dan merumuskan upaya perbaikan dari Kompetensi Guru Penggerak, Peserta mampu membuat
rencana pengembangan diri setelah pelatihan (1 tahun), Peserta mampu memiliki rencana
pengembangan program sekolah yang berdampak pada murid (1 tahun), Peserta memiliki
strategi pelibatan warga sekolah dalam program yang berdampak pada murid. Sehingga CGP
dapat menilai diri “Dimana saya sekarang” dan diharapkan Peserta menghasilkan rencana kerja
pengembangan diri, Peserta menghasilkan rencana kerja pengembangan program, Peserta
memiliki strategi pelibatan warga sekolah.
Lokakarya 9
Deskripsi:
Lokakarya 9 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 25 Juni 2022. Lokakarya ini merupakan
kegiatan terakhir dalam program PGP angkatan 3 yang akan dilanjutkan dengan kegiatan lain
untuk mengembangkan dan menindaklanjuti pengetahuan yang telah diperoleh selama program
PGP berlangsung. Maka pada lokakarya ini berisi tentang pesan dari BBGP dan pemilihan
Koordinator Guru Penggerak kabupaten Sleman dan penutupan program pendidikan Guru
Penggerak angkatan 3 Kabupaten Sleman.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Dengan mengikuti guru penggerak ini selain mendapatkan materi-materi dalam kurikulum guru
penggerak juga mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman baru lainnya yang sangat
mendukung menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapinya khususnya dalam
menghadapi pembelajaran.
2. Sebuah kesadaran baru muncul untuk menjadi lebih peka terhadap permasalahan sekolah,
bukan sekedar sibuk dengan dirinya sendiri atau kelas yang diajarnya saja. 
3. Karena terbiasa dengan penggunaan LMS, maka mereka secara alamiah mengalami
peningkatan yang signifikan dalam penggunaan IT. Bukan sekedar level substitusi dalam
SAMR, tetapi terus meningkat. Misalnya terbiasa mengintegrasikan jamboard, mentimeter,
paddlet, canva untuk membuat berbagai produk/tugas, blog, dll.
4. Dengan program lokakarya yang berganti-ganti kelompok kita dapat menambah jejaring dan
dapat belajar lintas jenjang.

B. Saran

54
1. Pola pelatihan ini hendaknya bisa berlanjut dan terus dikembangkan dan dilakukan tidak hanya
pada era merdeka belajar.
2. Ketia coaching clinic dengan pengajar praktik sesekali bisa coaching bersama dalam satu
kelompok kecil
3. Beberapa intruksi penugasan dalam LMS perlu diperbaiki agar tidak membuat bingung.

55
MATRIK KEGIATAN PENGEMBANGAN DIRI TAHUN 2021
Dibuat secara rinci selama 9 bulan dalam kandungan

LAMPIRAN-LAMPIRAN

56
57

Anda mungkin juga menyukai