PELAKSANAAN
PEMERIKSAAN
KEPATUHAN
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEPATUHAN
Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Badan Pemeriksa
Keuangan melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu;
b. bahwa sesuai ketentuan Paragraf 18 Lampiran I Kerangka
Konseptual Pemeriksaan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan
Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara, pemeriksaan dengan tujuan tertentu bertujuan untuk
memberikan kesimpulan sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang
ditetapkan;
c. bahwa pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dapat berbentuk
pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif;
d. bahwa dalam rangka melakukan pemeriksaan kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam huruf c, diperlukan suatu pedoman
bagi pemeriksa agar terdapat keseragaman persepsi dan
metodologi dalam pelaksanaan pemeriksaan kepatuhan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf d, perlu menetapkan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Kepatuhan;
1
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4654);
3. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2017
tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara;
4. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2018
tentang Penyusunan Peraturan, Instruksi, Surat Edaran, Keputusan,
dan Pengumuman pada Badan Pemeriksa Keuangan;
5. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor
3/K/I-XIII.2/7/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana
Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan
Nomor 14/K/I-XIII.2/9/2017 tentang Perubahan Keempat atas
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3/K/I-XIII.2/7/2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Badan Pemeriksa
Keuangan;
6. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 5/K/I-XIII.2/10/2015
tentang Pedoman Manajemen Pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan;
7. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 5/K/I-XIII.2/5/2016
tentang Pedoman Manajemen Penunjang Pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan;
MEMUTUSKAN:
2
KEDUA : Pemeriksaan kepatuhan bertujuan untuk menyediakan informasi ke
pengguna Laporan Hasil Pemeriksaan mengenai kepatuhan entitas
yang diperiksa dalam mengikuti/mematuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan, keputusan legislatif, kontrak, dan kode etik yang
ditetapkan.
KELIMA : Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, maka Keputusan Badan
Pemeriksa Keuangan Nomor 2/K/I-XIII.2/11/2009 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Mei 2018
ttd. ttd.
3
Juklak Pemeriksaan Kepatuhan Daftar Isi
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran III.1 Contoh Hal Pokok, Informasi Hal Pokok, dan Kriterianya
Lampiran III.2 Contoh Kertas Kerja Pemahaman Tujuan dan Harapan Penugasan
Lampiran III.3 Contoh Kertas Kerja Identifikasi Hal Pokok dan Kriteria Pemeriksaan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
01 Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Latar belakang
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) mempunyai kewenangan untuk melakukan pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
(PDTT). Berdasarkan penjelasan undang-undang tersebut, PDTT adalah
pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan
keuangan dan pemeriksaan kinerja. PDTT merupakan wadah atas beberapa
jenis pemeriksaan, yang dilaksanakan dalam bentuk eksaminasi dengan tingkat
keyakinan tinggi.
02 BPK telah menyusun dan menetapkan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) PDTT
yaitu Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 2/K/I-XIII.2/2/2009
tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dengan
mengacu pada Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007
tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan Keputusan Badan
Pemeriksa Keuangan Nomor 1/K/I-XIII.2/2/2008 tentang Pedoman Manajemen
Pemeriksaan (PMP). Namun, dengan mempertimbangkan perkembangan jenis
pemeriksaan dan meningkatkan mutu para pemeriksa serta organisasi
pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang dapat dipertanggungjawabkan, BPK telah
menetapkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2017
tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. SPKN antara lain mengatur
standar pelaksanaan dan pelaporan PDTT. PDTT dapat berbentuk pemeriksaan
kepatuhan dan pemeriksaan investigatif.
03 Selanjutnya, agar terdapat keseragaman pelaksanaan PDTT khususnya
pemeriksaan kepatuhan bagi Pemeriksa BPK dan pihak lain yang melaksanakan
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
bertindak untuk dan atas nama BPK, maka disusun Juklak Pemeriksaan
Kepatuhan. Juklak Pemeriksaan Kepatuhan merupakan salah satu pedoman
PDTT terkait dengan pengelolaan keuangan negara yang disusun dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan, SPKN, PMP, The International
Standard of Supreme Audit Institutions (ISSAI), dan praktik-praktik internasional
terbaik (international best practices).
D. Lingkup Juklak
06 Juklak Pemeriksaan Kepatuhan ini mengatur metodologi pemeriksaan Lingkup
kepatuhan yang berdiri sendiri mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
hingga pelaporan. Juklak Pemeriksaan Kepatuhan ini tidak mengatur prosedur-
prosedur pemeriksaan secara rinci pada setiap tahapan pemeriksaan.
Penjabaran atas teknik pemeriksaan yang lebih detail akan dijabarkan dalam
suatu petunjuk teknis terkait pemeriksaan kepatuhan.
E. Posisi Juklak
07 Posisi Juklak dalam pedoman pemeriksaan BPK: Posisi
UUD
UU Nomor 15 Tahun 2004 Mandat
UU Nomor 15 Tahun 2006
PDTT
Keuangan Kinerja Juklak
Kepatuhan Investigatif
Juknis Juknis
F. Sistematika Juklak
08 Juklak Pemeriksaan Kepatuhan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Sistematika
Bab I Pendahuluan
Bab II Konsep Pemeriksaan Kepatuhan
Bab III Perencanaan Pemeriksaan Kepatuhan
Bab IV Pelaksanaan Pemeriksaan Kepatuhan
Bab V Pelaporan Pemeriksaan Kepatuhan
Bab VI Penutup
Glosarium
Daftar Singkatan dan Akronim
Referensi
Lampiran
BAB II
KONSEP PEMERIKSAAN KEPATUHAN
d. Materialitas Materialitas
014 Sesuatu dapat dinilai material jika pengetahuan mengenai hal tersebut
mungkin akan memengaruhi pengambilan keputusan oleh pengguna LHP.
Dalam menentukan materialitas, pemeriksa memperhatikan kebutuhan
pemangku kepentingan (lembaga perwakilan, harapan publik, pemilik, dan
pihak manajemen) dan dugaan kecurangan terkait dengan hal pokok yang
diperiksa.
Materialitas meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif. Aspek kuantitatif
sering dinyatakan dalam nilai, seperti persentase, jumlah orang, atau
jumlah uang yang terlibat. Sedangkan aspek kualitatif dinyatakan sebagai
sifat yang melekat atau karakteristik dari suatu hal.
015 Pertimbangan materialitas memengaruhi keputusan mengenai sifat, waktu,
dan luas prosedur pemeriksaan, serta evaluasi hasil pemeriksaan. Khusus
pemeriksaan kepatuhan yang berdiri sendiri, penentuan topik dan kriteria
pemeriksaan juga mempertimbangkan materialitas.
016 Dalam pemeriksaan kepatuhan, tujuan pemeriksa menetapkan tingkat
materialitas adalah untuk:
a. mengidentifikasi dan menilai risiko adanya ketidakpatuhan material;
b. menentukan sifat, waktu, dan kedalaman prosedur pemeriksaan;
c. mengevaluasi apakah terdapat ketidakpatuhan material atas ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
d. melaporkan temuan ketidakpatuhan dan hal-hal lain yang diwajibkan
untuk dilaporkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
017 Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan oleh pemeriksa dalam menilai
risiko adanya ketidakpatuhan material adalah sebagai berikut:
a. kompleksitas ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. kerawanan terjadinya ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. jangka waktu hal pokok yang diperiksa telah menjadi subjek yang harus
patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan pada
tahun-tahun sebelumnya;
e. dampak potensial ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan bagi hal pokok yang diperiksa;
f. tingkat pertimbangan yang digunakan entitas dalam mematuhi
peraturan; dan
g. hasil penilaian risiko pemeriksaan sebelumnya.
018 Pemeriksa harus memutakhirkan penilaian terhadap materialitas sepanjang
proses pemeriksaan berdasarkan penilaian risiko dengan menggunakan
pertimbangan profesional dan mendokumentasikan pemutakhiran
tersebut dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).
020 Jika terdapat kesulitan dalam kepakaran atau isu yang tidak dapat
dipecahkan dalam tim pemeriksa, pemeriksa dapat menggunakan tenaga
ahli.
Isu yang sulit dapat membutuhkan kompetensi dan pengalaman yang tidak
tercakup dalam tim pemeriksa. Hal ini dapat berupa isu terkait dengan
kompetensi bisnis khusus, metodologi, atau yuridis. Isu yang tidak dapat
dipecahkan harus dapat dijelaskan di dalam tim pemeriksa, dan diantara
tim pemeriksa dan pihak lain yang terlibat dalam pemeriksaan. Jika
pemeriksa memerlukan keahlian yang tidak dimiliki oleh tim pemeriksa,
maka pemeriksa dapat menggunakan tenaga ahli.
021 Pemeriksa harus melaksanakan skeptisisme profesional dan
mempertahankan pemikiran yang objektif dan terbuka.
Skeptisisme profesional adalah sebuah sikap yang mempertahankan
pemikiran yang objektif dan terbuka dengan cara waspada terhadap
kondisi yang dapat mengindikasikan kemungkinan ketidakpatuhan sebagai
akibat dari kesalahan atau kecurangan. Skeptisisme profesional penting
ketika mengevaluasi bukti pemeriksaan yang berlawanan dengan bukti
pemeriksaan lainnya dan informasi yang mempertanyakan keandalan bukti
pemeriksaan, seperti dokumen dan respons atas pertanyaan.
Penerapan skeptisisme profesional penting untuk memastikan bahwa
pemeriksa menghindari bias pribadi dan tidak berlebihan menyamaratakan
ketika menarik kesimpulan dari observasi. Sebagai tambahan, pemeriksa
harus bersikap rasional berdasarkan penilaian kritis atas bukti yang
dikumpulkan.
h. Komunikasi Komunikasi
1. Identifikasi Pengguna
Hasil Pemeriksaan dan
Pihak yang Bertanggung
Jawab
10. Pemerolehan
2. Penentuan Hal Pokok, dan Analisis Bukti 13. Penyusunan
Tujuan, dan Lingkup
LHP
Pemeriksaan
3. Identifikasi Kriteria
4. Pemahaman Entitas
dan Lingkungannya
11. Pengembangan
Temuan
5. Pemahaman Sistem
Pengendalian Intern
6. Penentuan Materialitas
032 Tahap perencanaan pemeriksaan meliputi 9 (sembilan) langkah kegiatan, yaitu: Tahap
a. identifikasi pengguna hasil pemeriksaan dan pihak yang bertanggung perencanaan
jawab; pemeriksaan
b. penentuan hal pokok, tujuan, dan lingkup pemeriksaan; terdiri dari
c. identifikasi kriteria; sembilan langkah
d. pemahaman entitas dan lingkungannya;
e. pemahaman sistem pengendalian intern;
f. penentuan materialitas;
g. penilaian risiko;
h. penentuan uji petik; dan
i. penyusunan strategi dan rencana pemeriksaan.
033 Tahap pelaksanaan pemeriksaan meliputi 3 (tiga) langkah kegiatan, yaitu: Tahap
a. pemerolehan dan analisis bukti; pelaksanaan
b. pengembangan temuan; dan pemeriksaan
c. pemerolehan tanggapan atas temuan pemeriksaan. terdiri dari tiga
langkah
034 Tahap pelaporan pemeriksaan meliputi 2 (dua) langkah kegiatan, yaitu Tahap pelaporan
penyusunan LHP dan tindak lanjut pemeriksaan kepatuhan. pemeriksaan
terdiri dari dua
langkah
BAB III
PERENCANAAN PEMERIKSAAN KEPATUHAN
A. Pendahuluan
01 Secara umum, perencanaan pemeriksaan kepatuhan memiliki 2 (dua) aspek. Aspek dalam
Pertama, pemeriksa membangun strategi keseluruhan mencakup lingkup, perencanaan
fokus, waktu, dan pelaksanaan pemeriksaan. Kedua, berdasarkan strategi
tersebut, pemeriksa menyiapkan rencana pemeriksaan yang menunjukkan
pendekatan secara detail dan langkah-langkah khusus terkait sifat, waktu, dan
luas prosedur yang akan dilaksanakan, serta alasan pemilihannya. Sifat dan
luas aktivitas perencanaan akan bervariasi tergantung pada kondisi
pemeriksaan, seperti kompleksitas dari hal pokok dan kriteria.
07 Pada umumnya tahap perencanaan dilakukan di awal pemeriksaan. Apabila Penentuan hal
diperlukan, pemeriksa dapat memperbarui rencana, untuk mencerminkan pokok, tujuan,
perubahan yang signifikan selama pemeriksaan. Pemeriksa dapat dan lingkup
menyesuaikan lingkup dan prosedur sesuai dengan kondisi di lapangan. pemeriksaan
Hal Pokok
08 Hal pokok dapat berbentuk kuantitatif yang dapat diukur maupun kualitatif Hal Pokok
yang sifatnya lebih subjektif. Hal pokok harus dapat diidentifikasi dan dinilai
dengan kriteria sehingga memungkinkan pengumpulan bukti tentang informasi
hal pokok untuk mendukung kesimpulan. Hal pokok pemeriksaan kepatuhan
dapat cukup luas dan bervariasi dari pemeriksaan satu ke pemeriksaan lainnya.
Hal pokok dapat bersifat umum atau sangat spesifik.
09 Pemeriksa perlu menentukan hal pokok dan kriteria secara hati-hati sehingga Contoh hal pokok
dapat menghasilkan laporan yang berguna dan memenuhi harapan pemberi
tugas. Oleh karena itu, pemeriksa harus selalu mencari:
a. aspek penting dari hal pokok; dan
b. kriteria yang sesuai tersedia untuk pengukuran hal pokok.
Beberapa contoh dari hal pokok yang dapat dijadikan referensi antara lain:
a. pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja bantuan sosial;
b. pengadaan barang dan jasa;
c. belanja modal infrastruktur;
d. pengelolaan operasional bank;
e. penerimaan negara dan Dana Bagi Hasil (DBH);
f. pelaksanaan impor beras;
g. pelaksanaan karantina komoditi hortikultura;
h. pelaksanaan kegiatan pengerukan;
i. pencetakan dan pemusnahan Rupiah;
j. pengelolaan hibah luar negeri, dll.
(Contoh Hal Pokok, Informasi Hal Pokok, dan Kriterianya dapat dilihat pada
Lampiran III.1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini)
Tujuan Pemeriksaan
010 Pemeriksa harus menyatakan secara jelas tujuan pemeriksaan atas hal pokok Tujuan
atau informasi hal pokok yang akan diperiksa. Dalam pemeriksaan kepatuhan, pemeriksaan
mendeteksi kecurangan bukan merupakan tujuan utama, namun pemeriksa
harus memasukkan faktor risiko terjadinya kecurangan dalam penilaian risiko
dan tetap waspada terhadap indikasi kecurangan saat melaksanakan pekerjaan
mereka.
011 Tujuan pemeriksaan akan memengaruhi hal-hal sebagai berikut: Pengaruh tujuan
a. hal pokok/informasi hal pokok yang akan diperiksa; dan pemeriksaan
b. kriteria pemeriksaan.
012 Tujuan pemeriksaan harus memiliki karakteristik: Karakteristik
a. realistis; tujuan
b. dapat dicapai; dan pemeriksaan
c. memberikan informasi yang cukup kepada entitas serta pemangku
kepentingan lainnya tentang fokus pemeriksaan.
013 Dalam menyusun dan menetapkan tujuan, pemeriksa perlu memperhatikan Faktor-faktor
harapan penugasan. Selain itu, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam yang
menyusun dan menetapkan tujuan, antara lain: memengaruhi
a. SPI entitas; tujuan
b. hasil penilaian signifikansi/materialitas;
c. risiko pemeriksaan;
d. Rencana Strategis (Renstra) BPK;
e. sifat pemeriksaan apakah mandatory (diwajibkan dalam undang-undang)
atau reguler;
f. informasi dari LHP sebelumnya; dan
g. Renstra entitas yang diperiksa.
014 Pemeriksa perlu mengomunikasikan kepada pemberi tugas mengenai: Pentingnya
a. tujuan dan implikasi tujuan tersebut terhadap kedalaman prosedur yang komunikasi tujuan
akan dilakukan dan jenis bukti yang akan dikumpulkan; dan dan harapan
b. alasan penugasan. penugasan
lain, baik yang dilakukan oleh pemeriksa maupun pemberi tugas. Pemeriksa
perlu melakukan komunikasi baik lisan maupun tertulis dengan pemberi tugas,
dan didokumentasikan dalam bentuk formulir tujuan dan harapan penugasan.
(Contoh Kertas Kerja Pemahaman Tujuan dan Harapan Penugasan dapat dilihat
pada Lampiran III.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
ini)
Lingkup Pemeriksaan
015 Lingkup pemeriksaan adalah pernyataan yang jelas mengenai fokus, luas, dan Lingkup
batasan pemeriksaan. Lingkup pemeriksaan mencakup pengidentifikasian Pemeriksaan
objek/sasaran pemeriksaan, aspek yang diperiksa, organisasi, lokasi geografis,
dan periode yang dicakup dalam pemeriksaan. Lingkup ataupun batas
pemeriksaan dapat juga didefinisikan dengan "apa yang diperiksa", "siapa yang
diperiksa", "di mana yang akan diperiksa", dan "kapan akan diperiksa".
Lingkup pemeriksaan harus dikomunikasikan kepada entitas. Informasi
mengenai lingkup pemeriksaan sebaiknya dilakukan secara tertulis. Proses
pemeriksaan yang efektif tergantung pada tingkat pemahaman pemeriksa
maupun pihak yang diperiksa mengenai lingkup pemeriksaan. Lingkup
pemeriksaan harus dinyatakan secara jelas dalam laporan karena akan
memengaruhi bentuk kesimpulan.
016 Dalam menentukan lingkup pemeriksaan, faktor-faktor yang dipertimbangkan Faktor yang
antara lain: dipertimbangkan
a. kepentingan atau harapan publik atau legislatif; dalam penentuan
b. pengaruh kepada masyarakat; lingkup
c. proyek dengan dana publik yang signifikan; pemeriksaan
d. penerima dana publik;
e. signifikansi ketentuan hukum tertentu;
f. prinsip tata kelola pemerintahan yang baik;
g. peran badan sektor publik yang berbeda;
h. hak warga negara dan badan sektor publik;
i. potensi pelanggaran dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur aktivitas entitas publik, atau utang negara, defisit dan kewajiban
ekstern;
j. ketidakpatuhan pengendalian intern, atau ketiadaan SPI yang cukup;
k. temuan pemeriksaan sebelumnya; dan
l. risiko ketidakpatuhan dari pihak ketiga.
017 Pada saat pelaksanaan pemeriksaan dimungkinkan adanya perubahan lingkup Perubahan
pemeriksaan. Kondisi yang memungkinkan adanya perubahan lingkup lingkup
pemeriksaan kepatuhan pada saat pelaksanaan pemeriksaan antara lain pemeriksaan
adalah:
a. Ditemukannya hal-hal yang berdampak signifikan atas pengendalian intern
entitas dan berdasarkan penilaian risiko ditemukan risiko tinggi tidak
tercapainya tujuan pemeriksaan yang ditetapkan pada tahap perencanaan.
Lingkup pemeriksaan akan difokuskan pada hal pokok/akun/unit kerja yang
memiliki tingkat risiko tinggi dan/atau sifat operasi bisnis yang kompleks
atau baru.
b. Pemahaman bisnis proses yang lebih rinci baru diperoleh ketika
pelaksanaan pemeriksaan dan berbeda dengan pemahaman pada saat
perencanaan pemeriksaan, seperti:
3. Identifikasi Kriteria
018 Kriteria adalah alat ukur yang digunakan untuk menilai hal pokok yang sedang Identifikasi
diperiksa. Kriteria merupakan hal yang utama dalam pemeriksaan kepatuhan kriteria
karena tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai apakah hal pokok yang
diperiksa sesuai (patuh) dengan aturan yang berlaku yang menjadi kriteria.
Kriteria yang digunakan dalam pemeriksaan kepatuhan diinformasikan kepada
pihak yang diperiksa pada awal pemeriksaan (entry meeting) agar diperoleh
kesamaan pemahaman antara pemeriksa dan pihak yang diperiksa. Kesamaan
pemahaman mencegah ketidaksepakatan atas kriteria pada saat pembahasan
temuan.
019 Kriteria dapat spesifik atau lebih umum, dan dapat diambil dari berbagai Sifat kriteria
sumber, termasuk undang-undang, peraturan, standar-standar, prinsip-prinsip,
dan praktik terbaik. Kriteria dapat bersifat formal, seperti undang-undang,
peraturan di bawah kerangka undang-undang, dan peraturan lainnya yang
relevan terkait dengan undang-undang, serta peraturan dan perjanjian,
kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh pejabat dari entitas yang
diperiksa, dan lain-lain.
Ketika kriteria formal tidak ada atau belum disahkan secara hukum atau ada
kekurangan dalam legislasi tentang penerapannya, pemeriksa dapat
menggunakan prinsip-prinsip yang diterima umum, pendapat ahli, kepatutan,
kode etik, atau yang berhubungan dengan harapan mengenai perilaku. Kriteria
tersebut harus dikomunikasikan dengan entitas yang diperiksa. Sebagai
contoh, kewajaran biaya jamuan yang tidak diatur secara eksplisit dalam
ketentuan apapun.
020 Kriteria pemeriksaan yang baik memiliki karakteristik sebagai berikut: Karakteristik
a. Relevan: kriteria yang relevan menghasilkan informasi hal pokok yang kriteria
membantu pengambilan keputusan oleh pengguna LHP;
b. Lengkap: faktor-faktor relevan yang dapat memengaruhi kesimpulan tidak
ada yang diabaikan;
c. Andal: kriteria yang andal menghasilkan kesimpulan yang konsisten ketika
digunakan dan diuji dengan cara yang sama, oleh pemeriksa lain, pada
kondisi yang sama;
d. Netral: kriteria netral menghasilkan informasi hal pokok yang bebas dari
bias yang sesuai dalam situasi perikatan;
e. Dimengerti: kriteria yang dapat dimengerti menghasilkan informasi hal
pokok yang dapat dimengerti oleh pengguna LHP;
f. Kegunaan: kriteria yang berguna menghasilkan temuan dan kesimpulan
yang memenuhi kebutuhan pengguna informasi;
g. Keterbandingan: kriteria yang dapat dibandingkan konsisten dengan yang
digunakan dalam pemeriksaan kepatuhan pada entitas lain yang serupa
atau aktivitas yang digunakan pada pemeriksaan kepatuhan sebelumnya
pada entitas yang diperiksa;
h. Dapat diterima: kriteria yang dapat diterima adalah kriteria yang disetujui
oleh ahli yang independen dalam bidangnya, entitas yang diperiksa,
legislatif, media, dan masyarakat; dan
i. Ketersediaan: kriteria tersedia untuk pengguna LHP sehingga mereka
mengerti sifat pemeriksaan yang dilaksanakan dan sebagai dasar laporan
pemeriksaan.
021 Kriteria yang digunakan bergantung pada sejumlah faktor, antara lain: Faktor-faktor
a. tujuan pemeriksaan; yang
b. lingkup pemeriksaan; dan memengaruhi
c. hal pokok/informasi hal pokok yang diperiksa. kriteria
022 Sumber kriteria yang beragam memungkinkan adanya ketentuan yang saling Sumber kriteria
bertentangan dan adanya interpretasi yang berbeda. Selain itu, terdapat
kemungkinan bahwa peraturan yang di bawah tidak konsisten dengan
peraturan di atasnya. Apabila pemeriksa mengidentifikasi adanya
pertentangan antara beberapa sumber kriteria yang digunakan, maka
pemeriksa harus menganalisis konsekuensi adanya pertentangan tersebut, dan
menindaklanjuti dengan melakukan beberapa hal antara lain:
a. memodifikasi tujuan pemeriksaan atau hal pokok yang akan diperiksa; atau
b. memutuskan untuk tidak melakukan penilaian atas hal pokok; atau
c. melibatkan para ahli untuk memperoleh pandangan atas adanya
pertentangan beberapa sumber kriteria.
023 Pemeriksa perlu menetapkan kriteria sebagai: Tujuan penetapan
a. alat untuk mengaitkan tujuan dengan P2 selama tahap pengumpulan dan kriteria
analisis bukti;
b. dasar dalam pengumpulan bukti dan penetapan prosedur pengumpulan
bukti;
c. dasar penetapan temuan; dan
d. hal yang akan dikomunikasikan oleh pemeriksa dengan manajemen entitas
yang diperiksa mengenai sifat pemeriksaan.
024 Langkah-langkah dalam penentuan kriteria: Langkah
a. mencari sumber-sumber kriteria yang masih berlaku; penentuan
b. mengkaji kesesuaian kriteria dengan hal yang akan diperiksa; kriteria
c. menentukan kriteria yang akan digunakan; dan
d. memastikan kriteria yang digunakan dapat diterima oleh para pihak.
(Contoh Kertas Kerja Identifikasi Hal Pokok dan Kriteria Pemeriksaan dapat
dilihat pada Lampiran III.3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Keputusan ini)
025 Pemeriksa perlu memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang entitas dan Pemahaman
lingkungan entitas, serta bagaimana pengaruhnya terhadap hal pokok dan entitas dan
informasi hal pokok. Pemahaman entitas dapat membantu pemeriksa dalam lingkungannya
memperoleh gambaran umum entitas yang akan digunakan sebagai input
dalam penilaian risiko dan SPI, serta menentukan kriteria dan materialitas
pemeriksaan.
Dalam hal pemeriksaan kepatuhan mencakup lebih dari 1 (satu) satu entitas,
pemeriksa harus memperoleh pemahaman atas semua entitas yang akan
diperiksa dalam lingkup yang ditentukan.
028 Pemahaman atas pengendalian intern merupakan bagian yang melengkapi Pemahaman SPI
pemahaman entitas. Pemeriksa menggunakan pertimbangan profesional untuk
memutuskan apakah suatu pengendalian relevan atau tidak dengan
mempertimbangkan hal pokok, sifat, lingkup, dan tujuan pemeriksaan
kepatuhan.
029 Dalam konteks pemeriksaan kepatuhan, SPI terdiri dari kebijakan, struktur,
prosedur, proses, tugas, dan faktor-faktor lainnya yang membantu entitas
untuk merespons dengan tepat risiko ketidakpatuhan. Sebuah sistem yang
efektif harus menjaga aset entitas yang diperiksa, memfasilitasi pelaporan
intern dan ekstern, serta membantu entitas yang diperiksa untuk mematuhi
peraturan yang terkait.
030 Pemeriksa harus menguji keandalan pengendalian tersebut dan menilai risiko
apakah struktur pengendalian yang ada dapat mencegah atau mendeteksi
ketidakpatuhan material serta memperbaiki ketidakpatuhan yang terdeteksi.
Hasil dari penilaian pengendalian intern akan membantu pemeriksa
menentukan tingkat keyakinan, sifat, waktu, dan lingkup prosedur pemeriksaan
yang akan dilakukan.
031 Pemeriksa perlu memperoleh pemahaman atas seluruh komponen SPI yaitu (1) Komponen SPI
lingkungan pengendalian; (2) proses penilaian risiko entitas; (3) aktivitas
pengendalian; (4) sistem informasi dan komunikasi; serta (5) pemantauan yang
relevan dengan pemeriksaan. Selain itu, pemeriksa perlu memahami
mengenai:
a. bentuk pengendalian;
b. apakah pengendalian telah memadai serta dapat mendeteksi, mencegah,
dan mengoreksi ketidakpatuhan; dan
c. apakah pengendalian bekerja sebagaimana yang diharapkan.
032 Penilaian SPI entitas secara mendalam dapat dilakukan dengan melakukan
review dokumen, diskusi dengan pimpinan/manajemen entitas, diskusi dengan
personil satuan kerja pengawas intern, observasi fisik, dan pengujian
pengendalian.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menilai pengendalian intern entitas
yaitu komunikasi, penegakan integritas dan nilai-nilai etika, komitmen terhadap
kompetensi, tata kelola, filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur
organisasi, keberadaan dan tingkat aktivitas pemeriksa intern, pembagian
wewenang dan tanggung jawab, serta kebijakan dan praktik SDM entitas yang
diperiksa.
6. Penentuan Materialitas
Isu yang bersifat material karena sifat atau konteksnya harus diungkapkan dan
dalam kasus tertentu harus diputuskan oleh Badan, apakah akan menjadi
pertimbangan dalam penarikan kesimpulan pemeriksaan.
039 Beberapa contoh materialitas kualitatif yang tidak berhubungan dengan Contoh
kuantitas sama sekali, antara lain: materialitas
a. Suatu bangunan diwajibkan untuk diperiksa kelayakannya setiap tahun, kualitatif
namun instansi pemerintah belum melakukan pemeriksaan selama 5 (lima)
tahun terakhir. Ketidakpatuhan tersebut dapat menjadi signifikan karena
aspek kualitatif seperti implikasi keamanan. Meskipun tidak mengakibatkan
nilai uang tertentu, ketidakpatuhan yang terjadi adalah material karena
menimbulkan dampak potensial seperti keselamatan penghuni bangunan.
b. Suatu kontrak pendanaan mensyaratkan bahwa penerima dana harus
mempersiapkan laporan keuangan dan mengirimkannya ke lembaga donor
pada tanggal tertentu. Namun laporan keuangan belum disiapkan dan tidak
dikirim sesuai tanggal. Material atau tidaknya ketidakpatuhan tergantung
pada konsekuensi yang mungkin timbul sebagai akibat dari ketidakpatuhan
penyampaian laporan tersebut.
040 Pertimbangan profesional pemeriksa dibutuhkan dalam menyimpulkan
materialitas dari ketidakpatuhan yang teridentifikasi, misalnya entitas telah
memenuhi sembilan dari sepuluh peraturan yang relevan, tetapi tidak
memenuhi salah satu peraturan. Pertimbangan profesional diperlukan untuk
menyimpulkan apakah entitas mematuhi peraturan secara keseluruhan.
Pemeriksa dapat mempertimbangkan pentingnya peraturan yang tidak
dipatuhi entitas, serta hubungan peraturan tersebut dengan peraturan lainnya.
7. Penilaian Risiko
041 Setelah meninjau pengendalian intern entitas yang diperiksa, pemeriksa perlu Tujuan penilaian
fokus dalam menentukan kemungkinan adanya: risiko
a. ketidakpatuhan terhadap peraturan yang signifikan; dan
b. dampak ketidakpatuhan pada entitas yang diperiksa dalam hal ini tujuan
entitas.
Tujuan melakukan penilaian risiko dalam pemeriksaan kepatuhan adalah untuk
mengidentifikasi area-area kritis dengan risiko ketidakpatuhan tinggi dan
mengalokasikan sumber daya untuk memeriksa area yang kritis tersebut.
Apabila peraturan perundangan yang terkait dengan hal pokok yang diperiksa
sangat luas, pemeriksa harus fokus dalam mengidentifikasi ketidakpatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dan materialitas dalam
konteks pemeriksaan kepatuhan yang dilakukan.
042 Langkah-langkah dalam penilaian risiko adalah sebagai berikut: Langkah-langkah
a. mengidentifikasi risiko yang berasal dari peraturan perundangan, dalam penilaian
ketentuan yang berlaku, transaksi dan aktivitas berisiko, dan lain-lain; risiko
b. mengevaluasi apakah entitas memiliki sistem pengendalian/prosedur
untuk mengelola risiko tersebut dan bagaimana entitas mengelola
ketidakpatuhan;
c. menilai kemampuan entitas dalam mengidentifikasi, mengukur,
memonitor, dan mengendalikan risiko-risiko kunci dalam mencapai tujuan;
d. melakukan analisis atas risiko ketidakpatuhan yaitu menentukan seberapa
besar dampak dan frekuensi risiko yang akan terjadi;
046 Tanggung jawab utama untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan ada pada Tujuan penilaian
manajemen entitas, dengan merancang, melaksanakan, dan memelihara SPI risiko kecurangan
yang memadai. Ketika melaksanakan penilaian risiko khususnya risiko
kecurangan (fraud risk assessment), pemeriksa harus menyadari bahwa
walaupun pengendalian intern secara tertulis relevan, tetapi tidak menjamin
bahwa dalam praktiknya pengendalian berfungsi seperti yang diinginkan.
Meskipun suatu pemeriksaan dapat mencegah kecurangan, namun normalnya
pemeriksaan kepatuhan tidak dirancang untuk mendeteksi kecurangan. Tujuan
penilaian risiko kecurangan adalah untuk:
a. mengidentifikasi kecurangan bawaan pada entitas;
b. mengidentifikasi dan menilai pengendalian intern entitas; dan
c. menilai risiko yang tersisa (residual risk) untuk mempertimbangkan
prosedur pemeriksaan yang perlu dilakukan.
047 Pertanyaan di bawah ini relevan untuk dipertimbangkan ketika pemeriksa Pertanyaan
melakukan penilaian risiko kecurangan pada entitas: penilaian risiko
a. Apakah entitas sudah membangun framework (kerangka) pengendalian kecurangan
kecurangan secara jelas?
b. Apakah kebijakan dan prosedur pendeteksian dan pencegahan kecurangan
telah dijalankan secara integral dan selaras dengan kegiatan entitas?
c. Apakah semua pihak terkait sudah berkontribusi dan membangun
kebijakan dalam upaya pendeteksian dan pencegahan kecurangan?
d. Apakah kebijakan entitas terkait kecurangan berhubungan dengan elemen
seperti (1) tone of the top, (2) penilaian risiko kecurangan, (3) pengendalian
intern berbasis risiko, (4) pelaporan intern, (5) pelaporan ekstern, (6)
pengungkapan kepentingan publik, (7) investigasi, (8) kode etik, (9)
pendidikan dan kesadaran bagi karyawan, dan (10) kesadaran masyarakat?
e. Apakah kebijakan secara keseluruhan dan beberapa kebijakan dan
prosedur entitas mencerminkan kebutuhan khusus entitas?
f. Apakah kerangka pengendalian kecurangan yang ada di-review secara
periodik? Kapan dilakukan review terakhir?
g. Apakah pendekatan struktural yang ada telah melaksanakan rekomendasi
hasil review di atas?
h. Apakah entitas telah memprioritaskan untuk melaksanakan rekomendasi
terkait perubahan dan perbaikan kebijakan dan prosedur operasional
entitas?
i. Apakah entitas telah mengomunikasikan secara efektif atau menumbuhkan
perhatian terhadap kerangka pengendalian kecurangannya?
j. Apakah kerangka pengendalian kecurangan secara mudah diakses oleh
semua pihak yang terkait?
k. Apakah semua pihak yang terkait telah berkomitmen terhadap prinsip dan
kebijakan terkait pengendalian kecurangan?
l. Apakah seseorang/unit organisasi dalam entitas memperhatikan “rasa
memiliki” dan administrasi kerangka pengendalian kecurangan?
048 Contoh area dan situasi yang dapat secara khusus menimbulkan risiko Contoh area dan
kecurangan pada sektor publik diantaranya: situasi yang dapat
a. hibah dan bantuan kepada pihak ketiga; menimbulkan
b. pengadaan barang dan jasa; risiko kecurangan
c. pelaksanaan tugas dan wewenang pegawai;
d. salah saji atau salah tafsir yang disengaja atas hasil atau informasi; dan
e. privatisasi entitas pemerintah.
049 Pemeriksa merancang prosedur pemeriksaan dan pengambilan sampel Penentuan uji
sehingga jika terdapat ketidakpatuhan yang mencapai tingkat materialitas petik
tertentu, akan teridentifikasi dengan menggunakan uji petik. Pelaksanaan uji
petik memiliki risiko bahwa kesimpulan pemeriksa yang didasarkan pada
sampel yang dipilih berbeda dengan kesimpulan apabila prosedur pemeriksaan
diterapkan terhadap keseluruhan populasi. Oleh karena itu dengan uji petik
diharapkan pemeriksa dapat merancang dan memilih sampel pemeriksaan,
melaksanakan prosedur pemeriksaan pada item sampel, dan mengevaluasi
hasil dari sampel sehingga memberikan dasar yang tepat bagi pemeriksa dalam
menarik kesimpulan tentang populasi dari sampel yang diambil.
050 Uji petik dapat menggunakan metode statistika yang melibatkan pilihan acak Faktor yang
dan penggunaan teori probabilitas untuk mengevaluasi hasil atau nonstatistika. memengaruhi
Keputusan menggunakan pendekatan statistika atau nonstatistika bergantung pemilihan metode
pada pertimbangan profesional pemeriksa. uji petik
BAB IV
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEPATUHAN
A. Pendahuluan
01 Tahap pelaksanaan pemeriksaan kepatuhan merupakan implementasi dari P2 Pendahuluan
pada tahap perencanaan pemeriksaan kepatuhan.
02 Tujuan dari pelaksanaan pemeriksaan kepatuhan adalah untuk mendapatkan Tujuan
bukti yang cukup, kompeten, dan relevan sebagai dasar yang memadai dalam pelaksanaan
mengembangkan temuan pemeriksaan kepatuhan dan menyusun kesimpulan pemeriksaan
pemeriksaan kepatuhan. kepatuhan
C. Pengembangan Temuan
021 Unsur temuan yang harus ada adalah kondisi, kriteria, dan akibat, sedangkan Unsur temuan
unsur sebab bersifat opsional tergantung dengan kedalaman pengujian yang
dilakukan pemeriksa untuk dapat menentukan penyebab utama dari
ketidakpatuhan yang timbul.
022 Hal-hal yang yang perlu diperhatikan dalam menyusun suatu temuan Menyusun
pemeriksaan: temuan
a. temuan pemeriksaan harus dapat mengakomodasi tujuan pemeriksaan pemeriksaan
yang telah ditetapkan;
b. pengungkapan unsur-unsur dalam temuan disesuaikan dengan tujuan
pemeriksaan kepatuhan;
c. temuan pemeriksaan harus didukung oleh bukti-bukti pemeriksaan yang
cukup, kompeten, dan relevan;
d. temuan pemeriksaan sedapat mungkin disajikan dalam suatu urutan yang
logis, akurat, dan lengkap; dan
e. temuan pemeriksaan merupakan hasil dari proses analisis bukti-bukti
pemeriksaan oleh tim pemeriksa di lapangan.
023 Langkah-langkah dalam penyusunan temuan pemeriksaan adalah sebagai Langkah-langkah
berikut: penyusunan
a. melakukan analisis hasil pengujian bukti untuk mengidentifikasi adanya temuan
perbedaan (gap) yang signifikan antara kondisi dan kriteria; pemeriksaan
b. mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dari perbedaan untuk
mengetahui akibat dan sebab, apabila terdapat perbedaan yang signifikan
antara kondisi dengan kriteria; dan
c. menyusun unsur-unsur temuan pemeriksaan dari temuan tersebut.
Konsep temuan pemeriksaan disusun pada saat pemeriksaan berlangsung.
Seluruh langkah dalam penyusunan temuan pemeriksaan didokumentasikan
dalam suatu KKP.
BAB V
PELAPORAN PEMERIKSAAN KEPATUHAN
A. Pendahuluan
01 Pelaporan adalah suatu kegiatan memberikan kesimpulan tertulis atas evaluasi Pengertian
terhadap bukti-bukti dan informasi yang diperoleh selama proses pemeriksaan.
Kesimpulan pemeriksaan harus dapat memberikan keyakinan yang memadai
dan dikomunikasikan kepada pengguna dalam bentuk LHP.
02 LHP berfungsi untuk: Fungsi LHP
a. mengomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang berkepentingan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menghindari kesalahpahaman atas hasil pemeriksaan;
c. sebagai bahan untuk melakukan tindakan perbaikan oleh pihak yang
bertanggung jawab; dan
d. memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh
tindakan perbaikan yang semestinya dilakukan.
03 Pelaporan pemeriksaan terdiri atas 2 (dua) langkah kegiatan, yaitu: Kegiatan
a. penyusunan LHP (temuan pemeriksaan, kesimpulan, rekomendasi, dan pelaporan
action plan); dan
b. Tindak Lanjut Pemeriksaan.
B. Penyusunan LHP
1. Prinsip Laporan yang Baik
04 LHP yang baik harus mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut: Prinsip LHP yang
LHP harus tepat waktu agar informasi yang disampaikan bermanfaat secara
maksimal. LHP yang dibuat dengan hati-hati tetapi terlambat disampaikan,
nilainya menjadi berkurang bagi pengguna LHP.
b. Lengkap
LHP harus memuat secara lengkap semua informasi dari bukti untuk
memenuhi tujuan pemeriksaan. LHP juga harus menyajikan secara
memadai informasi yang dibutuhkan agar memberikan pemahaman bagi
pengguna atas hal yang diperiksa, temuan, dan kesimpulan pemeriksa.
c. Akurat
LHP harus akurat dalam menyajikan informasi, didukung oleh bukti yang
cukup dan tepat. LHP yang akurat memberikan keyakinan kepada
pengguna LHP bahwa hal yang dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat
diandalkan. Satu ketidakakuratan dalam LHP dapat menimbulkan keraguan
atas keandalan seluruh laporan dan dapat mengalihkan perhatian
pengguna LHP dari substansi LHP. Apabila terdapat data yang dapat
memengaruhi kesimpulan pemeriksaan yang tidak dapat diuji lebih lanjut
oleh pemeriksa, pemeriksa harus secara jelas mengungkapkannya dalam
LHP.
d. Objektif
LHP harus objektif. Pemeriksa harus menyajikan LHP:
1) secara seimbang dan tidak memihak; dan
2) sesuai dengan fakta yang ditemui di lapangan.
e. Meyakinkan
LHP harus menyajikan hubungan logis antara tujuan pemeriksaan, kriteria,
temuan, kesimpulan, dan rekomendasi (apabila ada). Informasi yang
disajikan harus meyakinkan pengguna LHP untuk mengakui validitas
temuan tersebut dan manfaat penerapan rekomendasi (apabila ada).
f. Jelas
LHP harus jelas yaitu mudah dibaca dan dipahami. Pemeriksa harus menulis
LHP dengan bahasa yang jelas, tidak ambigu, sesederhana mungkin, dan
apabila menggunakan istilah-istilah teknis agar dijelaskan maknanya untuk
memudahkan pemahaman pembaca. Pemeriksa juga harus menyusun LHP
dengan logis untuk memberi kejelasan dan pemahaman bagi pengguna
LHP.
g. Ringkas
LHP harus ringkas, tidak memuat informasi yang tidak perlu atau tidak
relevan dengan tujuan pemeriksaan. LHP yang menyajikan informasi yang
kurang memadai atau memuat hal-hal yang tidak relevan akan berdampak
pada kesalahpahaman pembaca atas informasi LHP.
05 LHP Kepatuhan memuat lembar penyataan tanggung jawab entitas, LHP Kerangka dan isi
Kepatuhan, informasi umum, uraian hasil pemeriksaan, tindak lanjut, serta LHP Kepatuhan
lampiran.
Kerangka LHP Kepatuhan secara detail adalah:
1. Lembar Pernyataan Tanggung Jawab Entitas
Memuat pernyataan tanggung jawab entitas terhadap segala informasi
atas hal pokok yang diperiksa.
2. Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan
Memuat ringkasan hasil pemeriksaan dan kesimpulan.
3. Bab I: Pendahuluan
Bab ini memuat:
a. Dasar Hukum
b. Standar Pemeriksaan
c. Tujuan Pemeriksaan
d. Lingkup Pemeriksaan
e. Kriteria Pemeriksaan
f. Metodologi Pemeriksaan
1) Metode uji petik
2) Metode pengumpulan bukti
3) Metode penarikan kesimpulan
g. Jangka Waktu Pemeriksaan
4. Bab II: Gambaran Umum
Bab ini memuat informasi umum dan sistem pengendalian intern atas
entitas/objek/aktivitas/kegiatan yang berkaitan dengan hal pokok yang
diperiksa.
011 Beberapa contoh situasi dimana mungkin ada risiko ketidakpatuhan material Contoh pervasif
yang pervasif terhadap ketidakpatuhan entitas adalah:
a. Suatu entitas yang mengalami kesulitan keuangan dan menyebabkan
terjadinya peningkatan risiko atas dana hibah yang akan dialihkan untuk
tujuan yang tidak sah.
b. Suatu entitas yang memiliki sejarah pencatatan yang buruk atas program-
programnya.
012 Faktor-faktor yang dapat memengaruhi pemeriksa dalam menentukan material Faktor yang
atau tidaknya suatu ketidakpatuhan, yaitu: memengaruhi
a. Jumlah yang terlibat (jumlah uang atau ukuran kuantitatif lainnya, seperti materialitas
jumlah penduduk, entitas atau organisasi yang terlibat, tingkat emisi ketidakpatuhan
polutan, atau penundaan waktu dalam hubungannya dalam tenggat
waktu).
b. Sifat dari ketidakpatuhan, seperti hukum, peraturan, atau prosedur intern.
c. Masalah yang mendorong munculnya ketidakpatuhan, seperti kelalaian
dan kecurangan.
d. Dampak yang memungkinkan dan konsekuensi yang mungkin ditimbulkan
oleh ketidakpatuhan.
e. Visibilitas dan sensitivitas dari program yang sedang diperiksa (apakah
memengaruhi kepentingan publik atau apakah berdampak pada
kerentanan warga).
f. Kebutuhan dan harapan dari badan legislatif, masyarakat/publik, atau
pengguna laporan lainnya.
Pada saat pemeriksa melakukan evaluasi, pemeriksa harus menyadari apakah
materialitas atas ketidakpatuhan itu pervasif atau tidak. Jika tidak
memungkinkan untuk mendapatkan bukti yang cukup dan sesuai karena
ketidakpastian atau adanya pembatasan lingkup, maka pemeriksa harus
menilai apakah ketidakpatuhan tersebut material dan pervasif.
013 Pemeriksa melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk menentukan apakah Subsequent event
terdapat “subsequent event“ atau terdapat peristiwa yang terjadi setelah
selesainya pekerjaan lapangan sampai dengan tanggal laporan pemeriksaan
yang dapat dipertimbangkan atas kesimpulan terjadinya suatu ketidakpatuhan
dan memerlukan pengungkapan tertentu.
Pengungkapan subsequent event tidak memengaruhi penarikan kesimpulan.
014 Kesimpulan adalah penyataan atas keyakinan (keyakinan positif) untuk Bentuk
menjawab tujuan pemeriksaan. Bentuk kesimpulan dan pertimbangan yang kesimpulan
dapat diterapkan dalam penarikan kesimpulan adalah sebagai berikut:
a. Kesimpulan “Sesuai dengan Kriteria”
1) patuh pada semua kriteria; dan/atau
2) terdapat ketidakpatuhan dan/atau potensi terjadinya ketidakpatuhan
yang tidak material dan tidak terdapat isu independensi.
b. Kesimpulan “Tidak Sesuai dengan Kriteria”
Terdapat ketidakpatuhan yang material dan bersifat pervasif serta
memengaruhi keseluruhan hal pokok yang disebabkan dari penyimpangan
atas kriteria.
c. Kesimpulan “Sesuai Kriteria dengan Pengecualian”
1) terdapat ketidakpatuhan yang material tapi tidak bersifat luas
(pervasif); dan/atau
2) pembatasan ruang lingkup yang berpotensi menyebabkan terjadinya
ketidakpatuhan material tetapi tidak bersifat luas (pervasif).
Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan 35
Juklak Pemeriksaan Kepatuhan Bab V
015 Temuan pemeriksaan yang mengandung indikasi awal kecurangan disajikan Temuan dengan
dalam LHP tanpa menjelaskan secara mendetail dugaan kecurangan tersebut. indikasi awal
Namun pemeriksa lebih menitikberatkan penjelasannya kepada dampak kecurangan
temuan tersebut terhadap pokok/informasi hal pokok sesuai tujuan
pemeriksaan. Pemeriksa dapat mengungkapkan 4W+ 2H (What, When, Where,
dan Who + How dan How Much) untuk temuan pemeriksaan yang mengandung
indikasi awal kecurangan sepanjang mendukung tujuan pemeriksaan. Unsur
“Why” sebaiknya diungkapkan dalam pemeriksaan investigatif, sesuai dengan
prosedur yang berlaku di BPK.
018 BPK memiliki peran dalam melakukan pemantauan tindak lanjut oleh pihak Peran BPK dalam
yang bertanggung jawab atas rekomendasi dalam LHP. Kebutuhan tindak lanjut tindak lanjut
akan tergantung pada sifat hal pokok, ketidakpatuhan, dan kondisi tertentu
dari pemeriksaan. Dalam hal tindak lanjut belum ditindaklanjuti/belum selesai
ditindaklanjuti, pemeriksa perlu mempertimbangkan kemungkinan
ketidakpatuhan tersebut masih terjadi (berulang) pada lingkup periode yang
diperiksa. Hal tersebut harus dinyatakan sebagai temuan berulang, sehingga
harus diformulasikan kembali dan dipertimbangkan dampaknya terhadap
kesimpulan pemeriksaan kepatuhan pada periode berjalan.
Pemeriksa harus memberikan waktu yang cukup bagi pihak yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan rekomendasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan memastikan bahwa tindak lanjut relevan bagi pengguna LHP.
019 Proses pemantauan tindak lanjut rekomendasi bertujuan untuk memastikan Tujuan
tindakan korektif yang telah dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab pemantauan
dalam menanggapi rekomendasi atas temuan ketidakpatuhan yang ditemukan tindak lanjut
pada LHP sebelumnya.
020 Proses pemantauan tindak lanjut rekomendasi memberikan manfaat bagi Manfaat tindak
entitas yang diperiksa, pengguna LHP, dan pemeriksa, yaitu untuk: lanjut
a. Menunjukkan keefektifan pihak yang bertanggung jawab dalam mengatasi
masalah.
b. Menyediakan update/pemutakhiran kepada pengguna laporan atas apa
yang telah dilakukan dan dicapai oleh pihak yang bertanggung jawab dan
celah perbedaan yang ada.
c. Menilai keefektifan pekerjaan pemeriksa dan merencanakan pemeriksaan
di masa datang.
Pemantauan tindak lanjut mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB VI
PENUTUP
A. Pemberlakuan Juklak
01 Juklak Pemeriksaan Kepatuhan berlaku pada saat ditetapkannya Keputusan Pemberlakuan
Badan Pemeriksa Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan juklak
Kepatuhan.
B. Pemutakhiran Juklak
02 Pemutakhiran Juklak Pemeriksaan Kepatuhan dapat berupa perubahan juklak Pemutakhiran
yang dimaksud atau penjelasan atas substansi juklak tersebut. juklak
03 Perubahan atas juklak ini akan disampaikan secara resmi melalui keputusan
tentang perubahan petunjuk dimaksud.
04 Penjelasan atas substansi juklak ini disampaikan secara tertulis dari Tim
Pemantauan Juklak pada Direktorat Penelitian dan Pengembangan.
C. Pemantauan Juklak
05 Juklak Pemeriksaan Kepatuhan ini merupakan dokumen yang dapat berubah Pemantauan
sesuai dengan perubahan peraturan perundang-undangan dan kondisi lain. juklak
Oleh karena itu, pemantauan atas juklak ini akan dilakukan oleh Tim
Pemantauan Juklak Pemeriksaan Kepatuhan di BPK. Selain itu, masukan atau
pertanyaan terkait dengan Juklak ini dapat disampaikan kepada:
Ditama Revbang
Direktorat Penelitian dan Pengembangan
Subdirektorat Litbang PDTT
Lantai II Gedung Arsip R.216
Jl. Gatot Subroto 31 Jakarta 10210
Telp. (021)-25549000 ext. 3311/3313
Email: subditlitbangpdtt@bpk.go.id.
ttd. ttd.
Nizam Burhanuddin
Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan 38
Juklak Pemeriksaan Kepatuhan Glosarium
GLOSARIUM
B
Badan : Sebutan untuk BPK-RI yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, dan
Anggota BPK.
E
Entitas Pemeriksaan : Unit organisasi yang menjadi objek pemeriksaan BPK.
H
Hal Pokok : Hal-hal yang diperiksa dan/atau hal-hal yang menjadi perhatian
dalam suatu penugasan pemeriksaan, yang dapat berupa
informasi, kondisi, atau aktivitas yang dapat diukur/dievaluasi
berdasarkan kriteria tertentu.
Harapan Penugasan : Keinginan dari yang memberi tugas, dhi. Pemberi Tugas
Pemeriksaan (PTP), terhadap pelaksanaan tugas pemeriksaan.
Hasil Pemeriksaan : Produk dari pelaksanaan tugas pemeriksaan yang terdiri dari
KKP, LHP, dan dokumen pemeriksaan lainnya.
I
Informasi Hal Pokok : Hasil evaluasi atau hasil pengukuran hal pokok terhadap kriteria.
ISSAI : International Standards of Supreme Audit Institutions adalah
standar yang dikeluarkan oleh Organisasi Lembaga Pemeriksa
Sedunia atau The International Organisation of Supreme Audit
Institutions (INTOSAI) untuk menjadi pedoman bagi Lembaga
Pemeriksa (Supreme Audit Institutions).
K
Kepatutan (Propriety) : Ketaatan pada prinsip umum pelaksanaan tata kelola keuangan
yang baik dan perilaku pejabat publik.
Kerugian Negara : Kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan
pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
sengaja maupun lalai (Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara).
Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) : Catatan-catatan yang dibuat dan data yang dikumpulkan oleh
Pemeriksa secara sistematis pada saat melaksanakan tugas
pemeriksaan mulai tahap perencanaan pemeriksaan sampai
dengan tahap pelaporan pemeriksaan.
L
LHP : Laporan Hasil Pemeriksaan adalah bentuk pertanggungjawaban
tertulis dari proses pemeriksaan yang berisi hasil analisis atas
temuan pemeriksaan yang diperoleh saat pelaksanaan
pemeriksaan.
LHPP : Laporan Hasil Perencanaan Pemeriksaan adalah bentuk
pertanggungjawaban tertulis dari pelaksanaan pemahaman
objek pemeriksaan yang menjadi bahan penyusunan konsep
program pemeriksaan.
O
Objek Pemeriksaan : Entitas/instansi/satuan kerja/kegiatan yang menjadi sasaran
pemeriksaan.
P
Pemeriksa : Orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK
(Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006
tentang Badan Pemeriksa Keuangan).
Pemeriksaan Pendahuluan : Pemeriksaan lapangan pada pemeriksaan kepatuhan yang
dilakukan dalam rangka perencanaan pemeriksaan.
Pemilik Kepentingan (Stakeholders) : Seseorang/perwakilan yang memiliki hak untuk menentukan
masa depan entitas atau lembaga yang dimiliki.
Pengguna LHP : Lembaga perwakilan, pemerintah, serta pihak lain yang
mempunyai kepentingan terhadap LHP.
Petunjuk Teknis Pemeriksaan : Petunjuk yang memuat teknik-teknik dan urutan langkah
pemeriksaan yang harus dilakukan terhadap suatu objek
pemeriksaan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan dan
sarana pemeriksaan.
Pihak yang Bertanggung Jawab : Pihak yang diperiksa, yang bertanggung jawab atas informasi hal
pokok dan/atau bertanggung jawab mengelola hal pokok,
dan/atau bertanggung jawab menindaklanjuti hasil pemeriksaan
antara lain Presiden, Menteri, dan Kepala Daerah.
Program Pemeriksaan (P2) : Langkah pemeriksaan di lapangan yang harus dilaksanakan oleh
tim pemeriksa.
Prosedur : 1. Tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas.
2. Langkah-langkah yang secara pasti dalam memecahkan suatu
masalah.
PKP : Program Kerja Perorangan adalah alokasi kegiatan pemeriksaan
yang akan dilaksanakan berdasarkan P2.
R
Rencana Aksi : Merupakan aksi yang akan dilaksanakan oleh entitas yang
diperiksa berdasarkan rekomendasi BPK yang termuat dalam
LHP.
RKP : Rencana Kegiatan Pemeriksaan adalah dokumen yang memuat
rencana pemeriksaan yang meliputi urutan pengelompokan
tema pemeriksaan, waktu, kebutuhan pemeriksa, anggaran, dan
infrastruktur lainnya.
S
SPKN : Standar Pemeriksaan Keuangan Negara adalah standar
pemeriksaan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan
pemeriksaan keuangan negara.
Standar : 1. Ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan atau ukuran
baku.
2. Sesuatu yang dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai
sebagai ukuran nilai (harga).
T
Temuan Pemeriksaan : Indikasi permasalahan yang ditemui di dalam pemeriksaan di
lapangan.
Tim Pemeriksa : Terdiri dari Pengendali Mutu yang bertindak sebagai Penanggung
Jawab, Pengendali Mutu lainnya (jika diperlukan), Pengendali
Teknis, Ketua Tim, dan Anggota Tim.
A
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
B
BMN : Barang Milik Negara
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan
BPP : Buku Pedoman Perusahaan
C
CMOB : Credit Manual For Overseas Branch
CR : Control Risk
D
DBH : Dana Bagi Hasil
DR : Detection Risk
E
ESDM : Energi dan Sumber Daya Mineral
I
IR : Inherent Risk
J
Juklak : Petunjuk Pelaksanaan
Juknis : Petunjuk Teknis
K
KCLN : Kantor Cabang Luar Negeri
Keppres : Keputusan Presiden
KKP : Kertas Kerja Pemeriksaan
L
LBMN : Laporan Barang Milik Negara
LHP : Laporan Hasil Pemeriksaan
LHPP : Laporan Hasil Perencanaan Pemeriksaan
N
NIP : Nomor Induk Pegawai
P
PBB : Pajak Bumi Bangunan
PDTT : Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Perda : Peraturan Daerah
Perpres : Peraturan Presiden
PKP : Program Kerja Perorangan
R
Renstra : Rencana Strategis
RKA-K/L : Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
RKP : Rencana Kerja Pemeriksaan
RKS : Rencana Kerja dan Syarat
S
SDA : Sumber Daya Alam
SDM : Sumber Daya Manusia
SLA : Service Level Agreement
SOP : Standar Operasional Prosedur
SPI : Sistem Pengendalian Intern
SPIP : Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
SPKM : Sistem Pemerolehan Keyakinan Mutu
SPKN : Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
T
TA : Tahun Anggaran
U
UU : Undang-Undang
UUD : Undang-Undang Dasar
REFERENSI
BPK RI. (2009). Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu. Jakarta: Direktorat Litbang.
BPK RI. (2016). Pedoman Manajemen Penunjang Pemeriksaan. Jakarta: Direktorat Litbang.
BPK RI. (2017). Pedoman Penyusunan dan Revisi Perangkat Lunak di BPK. Jakarta: Direktorat Litbang.
BPK RI. (2017). Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Jakarta: Direktorat Litbang.
Comptroller and Auditor General of India. (2016). Compliance Auditing Guidelines. Diakses dari
http://www.cag.gov.in/sites/default/files/cag_pdf/Compliance_Guidelines_approved_final_prefac
e.pdf.
European Court of Auditors. (2012). Financial and Compliance Audit Manual. Diakses dari
http://www.eca.europa.eu/Lists/ECADocuments/FCAM_2012/FCAM_2012_EN.PDF.
INTOSAI. (2010). International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 100 tentang prinsip
fundamental pemeriksaan sektor publik. Diakses dari http://www.issai.org/en_us/site-issai/issai-
framework/3-fundamental-auditing-priciples.htm.
INTOSAI. (2010). ISSAI 400 tentang prinsip fundamental pemeriksaan kepatuhan. Diakses dari
http://www.intosai.org/issai-executive-summaries/view/article/issai-400-fundamental-principles-
of-compliance-auditing.html.
INTOSAI. (2016). ISSAI 4000 tentang pedoman pemeriksaan kepatuhan. Diakses dari
http://www.intosai.org/issai-executive-summaries/view/article/issai-4000-compliance-audit-
guidelines-general-introduction.html.
Intosai Development Initiative. (2014). ISSAI Implementation Handbook-Compliance Audit. Diakses dari
http://www.idicommunity.org/3i/index.php/3i-library/cat_view/3-handbooks.
OCEG. (2015). GRC Capability Model Red book version 3. Diakses dari https://go.oceg.org/grc-capability-
model-red-book.
State of Utah. (2013). Legal Compliance Audit Guide. Diakses dari https://auditor.utah.gov/wp-
content/uploads/sites/5/2013/05/Legal-Compliance-Audit-Guide-2013.pdf.
3 Pelaksanaan belanja dan Daftar rekapitulasi keuangan, Peraturan terkait pelaksanaan belanja, pengadaan
pengelolaan aset laporan penerimaan dan barang/jasa, dan pengelolaan barang milik
pengeluaran Penerimaan negara/daerah.
Negara Bukan Pajak a. PP tentang pengelolaan barang milik
(PNBP)/belanja, dan Laporan negara/daerah
Barang Milik Negara (LBMN) b. Perpres tentang pengadaan barang/jasa
pemerintah
c. Peraturan menteri tentang mekanisme
pelaksanaan anggaran belanja negara di
lingkungan kementerian
d. Peraturan menteri tentang pedoman
pelaksanaan pengadaan barang/jasa serta
evaluasi pemberian/penerimaan hibah di
lingkungan kementerian
4 Belanja modal infrastruktur Anggaran belanja modal Peraturan terkait pengadaan barang, pengelolaan
Tahun Anggaran xxxx serta barang, pengelolaan keuangan, dan surat
realisasinya sampai dengan perjanjian/kontrak.
31 Desember xxxx a. Undang-Undang (UU) tentang jalan
b. UU tentang jasa konstruksi
c. PP tentang pengelolaan barang negara/daerah
d. PP tentang pelaksanaan jasa konstruksi
e. Perpres tentang pengadaan barang/jasa
pemerintah
f. Peraturan menteri tentang pedoman
pengelolaan keuangan daerah
g. Peraturan menteri tentang pedoman
pengelolaan barang daerah
h. Peraturan menteri tentang pedoman
pengadaan pekerjaan konstruksi dan jasa
konsultansi
i. Peraturan tentang pedoman penunjukan
langsung pengadaan kendaraan pemerintah
j. Kontrak-kontrak yang terkait dengan
pengadaan barang/jasa
5 Penerimaan negara dan Laporan realisasi penyaluran Peraturan terkait penyaluran DBH SDA Migas dan
Dana Bagi Hasil (DBH) DBH Sumber Daya Alam PBB Migas bagian daerah.
(SDA) Minyak dan Gas Bumi a. UU tentang minyak dan gas bumi
(Migas) dan Realisasi DBH b. UU tentang keuangan negara
Pajak Bumi dan Bangunan
c. UU tentang perbendaharaan negara
(PBB) Migas bagian daerah
d. UU tentang perimbangan keuangan antara
dari tahun 20xx s.d. tahun pemerintah pusat dan pemerintah daerah
20xx
e. PP tentang kegiatan usaha hulu minyak dan
gas bumi
f. PP tentang dana perimbangan
g. PP tentang biaya operasi yang dapat
dikembalikan dan perlakuan Pajak Penghasilan
(PPh) di bidang usaha hulu minyak dan gas
bumi
8 Pelaksanaan karantina Laporan realisasi PNBP atas Peraturan terkait PNBP atas pelaksanaan
komoditi hortikultura pelaksanaan karantina karantina komoditi hortikultura.
komoditi hortikultura a. UU tentang karantina hewan, ikan, dan
tumbuhan
b. UU tentang kepabeanan
c. UU tentang hortikultura
d. PP tentang tarif atas jenis penerimaan negara
bukan pajak yang berlaku pada Departemen
Pertanian dan perubahannya
e. PMK tentang penetapan sistem klasifikasi
barang dan pembebanan tarif bea masuk atas
barang impor
9 Pelaksanaan kegiatan Laporan realisasi Peraturan terkait pelaksanaan kegiatan
pengerukan pelaksanaan kegiatan pengerukan.
pengerukan a. UU tentang pelayaran
b. UU tentang jasa konstruksi
c. PP tentang angkutan di perairan
d. PP tentang penyelenggaraan jasa konstruksi
e. PP tentang kepelabuhanan
f. PP tentang kenavigasian
g. Keppres tentang pelaksanaan APBN
h. Perpres tentang pengadaan barang/jasa
pemerintah
i. Peraturan menteri tentang standar biaya
j. Peraturan menteri tentang pengerukan dan
reklamasi
k. Peraturan menteri tentang alur pelayaran di
laut
l. Pedoman teknis kegiatan pelabuhan dan
pengerukan
m. Peraturan tentang juklak penatausahaan dan
penyusunan laporan pertanggungjawaban
bendahara kementerian
negara/lembaga/kantor/satker
10 Pencetakan dan Kontrak pengadaan bahan Peraturan terkait pencetakan dan pemusnahan
pemusnahan Rupiah uang dan persediaan bahan uang.
uang a. UU tentang mata uang
b. Nota kesepahaman tentang pelaksanaan
koordinasi dalam rangka perencanaan dan
pencetakan serta pemusnahan Rupiah
c. Peraturan pelaksanaan terkait pencetakan dan
pemusnahan uang
11 Pengelolaan hibah luar Laporan realisasi hibah Peraturan terkait pengelolaan pinjaman dan hibah
negeri luar negeri.
a. PP tentang tata cara pengadaan pinjaman luar
negeri dan penerimaan hibah
b. Pedoman pengelolaan pinjaman dan hibah luar
negeri
c. Perjanjian hibah
ttd. ttd.
Nizam Burhanuddin
(Tempat), (tanggal)…………………….
ttd. ttd.
ttd.
Nizam Burhanuddin
Direktorat Litbang Badan Pemeriksa Keuangan 50
Juklak Pemeriksaan Kepatuhan Lampiran III.3
Catatan:
Sebaiknya kriteria yang digunakan adalah kriteria yang berkaitan langsung dengan hal pokok dan tujuan
pemeriksaan.
ttd. ttd.
Nizam Burhanuddin
Keterangan:
1. Kolom (1) diisi dengan nomor urut.
2. Kolom (2) diisi dengan risiko teridentifikasi yang berasal dari kebijakan, peraturan
perundangan/ketentuan yang berlaku, komunikasi antarlembaga, tupoksi/manajerial/organisasi,
sistem informasi, stakeholder, transaksi, dan aktivitas berisiko yang berpengaruh terhadap
entitas yang diperiksa.
Berikut ini beberapa contoh:
- Kebijakan pemerintah pada sektor publik tidak jelas dan sangat sektoral;
- Perubahan kebijakan pemerintah pusat atau daerah yang signifikan;
- Sorotan masyarakat terhadap integritas manajemen;
- Perubahan atau pergantian kepemimpinan dalam manajemen entitas;
- Tuntutan ataupun desakan dari pihak lain, seperti dari instansi penegak hukum;
- Auditee melakukan perubahan yang signifikan atas kebijakan akuntansinya yang digunakan
sebagai dasar penyusunan laporan keuangan;
- Pada tahun anggaran berjalan, terdapat mutasi dan transaksi keuangan dengan jumlah
besar;
- Sistem informasi yang belum terintegrasi antar bagian, dll.
3. Kolom (3) diisi dengan pengaruh faktor yang teridentifikasi pada kolom (2) terhadap entitas.
4. Kolom (4) diisi dengan tingkat signifikansi risiko entitas yang diidentifikasi terhadap pemeriksaan
secara keseluruhan.
5. Kolom (5) diisi dengan kontrol dari auditee terhadap adanya kondisi tersebut.
6. Kolom (6) diisi dengan respons pemeriksa atas risiko yang teridentifikasi. Respons dapat berupa
perencanaan pemeriksaan khususnya mengenai lingkup dan strategi pemeriksaannya untuk
menghadapi risiko yang teridentifikasi tersebut.
Contoh:
Pengaruh Signifi- Respons/
Respons
No Identifikasi risiko terhadap kansi Kontrol dari
pemeriksa
auditee risiko auditee
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Kebijakan
Kebijakan pembangunan Budget untuk Sedang Auditee Pemeriksa perlu
jalan baru lebih pemeliharaan menyusun skala melihat apakah
diutamakan daripada jalan terbatas prioritas perencanaan
pemeliharaan jalan yang sehingga pemeliharaan pemeliharaan
sudah ada kualitas jalan jalan jalan sudah
tidak terjamin didasarkan
analisis
kebutuhan
Kebijakan moratorium Auditee (dhi. Tinggi Auditee Pemeriksa
pemberian izin Kementerian memastikan melakukan
pertambangan yang Energi dan data perizinan pembandingan
selama ini dilakukan oleh Sumber Daya pertambangan data izin
pemerintah kabupaten Mineral/ESDM) dari Pemerintah pertambangan
berpotensi Daerah akurat daerah dengan
gagal dalam dan update surat pencabutan
memverifikasi izin Kementerian
izin ESDM
pertambangan
yang akan
dicabut
Kebijakan pemerintah Anggaran Sedang Auditee secara Pemeriksa
menerima hibah pesawat pemeliharaan ketat melakukan melakukan
bekas meningkat dan uji kelayakan observasi dan cek
potensi terbang pesawat fisik terkait
terjadinya bekas kesiapan pesawat
kanibalisasi
VIII. Materialitas
[Isi dengan materialitas perencanaan pemeriksaan dan judgment penentuan materialitas
tersebut. Selain itu pemeriksa perlu merancang materialitas pelaporan untuk menentukan
batas penyimpangan yang akan digunakan]
IX. Temuan/rekomendasi sebelumnya
[Isi dengan temuan dan rekomendasi signifikan dari pemeriksaan/studi sebelumnya]
X. Pejabat Entitas
Nama Jabatan
XI. Kesimpulan
[Isi dengan kesimpulan mengenai pemahaman atas entitas berdasarkan kondisi yang telah
dijelaskan pada romawi I s.d. IX antara lain kesimpulan mengenai kompleksitas pemeriksaan
dan kebutuhan tenaga ahli]
(Nama Jelas)
ttd. ttd.
Nizam Burhanuddin
1. Setelah tujuan dan hal pokok ditetapkan maka pemeriksa perlu mem-breakdown hal pokok.
2. Hal pokok di-breakdown menjadi beberapa aspek utama yang relevan dengan tujuan
pemeriksaan.
3. Setelah aspek ditentukan, maka dilanjutkan dengan membobot masing-masing aspek
tersebut (lihat Membobot Aspek).
4. Selanjutnya masing-masing aspek tersebut dirinci menjadi beberapa subaspek yang relevan
yang didasarkan pada kriteria.
5. Setelah subaspek ditentukan, maka dilanjutkan dengan membobot subaspek (lihat Membobot
Subaspek/Kriteria).
6. Temuan-temuan yang muncul dikelompokkan dan disatukan pada subaspek yang relevan.
7. Temuan yang sudah terkelompokkan ke dalam subaspek selanjutnya dibobot (lihat
Membobot Temuan).
8. Masing-masing hasil/skor temuan tertimbang selanjutnya dikurangkan dengan Nilai
Tertimbang untuk mencari Penyimpangan Temuan Tertimbangnya.
9. Selanjutnya masing-masing Penyimpangan Temuan Tertimbang tersebut dikurangkan dengan
masing-masing Batas Penyimpangan Tertimbang.
10. Bila hasilnya melebihi batas penyimpangan tertimbang berarti dinyatakan “Menyimpang
Secara Material”.
11. Bila hasilnya tidak melebihi batas penyimpangan tertimbang berarti dinyatakan “Tidak
Menyimpang Secara Material”.
Membobot Aspek
Yang dimaksud aspek di sini mencakup antara lain:
Tahapan proses bisnis dari hal pokok.
Hal/bagian/unsur utama dari hal pokok yang menjadi isu sentral dari tujuan pemeriksaan.
Contoh aspek dalam pemeriksaan:
o Hal pokok "pengadaan barang dan jasa", aspek yang dinilai antara lain: perencanaan
pengadaan, pemilihan penyedia barang, dan pelaksanaan kontrak.
o Hal pokok "pengelolaan Barang Milik Negara (BMN)", aspek yang dinilai antara lain:
penatausahaan, pengamanan, pemeliharaan, dan pelaporan BMN.
o Hal pokok "pengelolaan pertambangan batubara", aspek yang dinilai antara lain:
perizinan, PNBP, dan pengelolaan lingkungan pertambangan batubara.
o Hal pokok "pelaksanaan kontrak" aspek yang dinilai: kuantitas dan kualitas barang,
ketepatan waktu penyerahan barang dan subkontrak.
o Hal pokok "pengelolaan operasional Bank X pada KCLN", aspek yang dinilai: loan, trade
finance, securities, dan operasional lainnya.
o Hal pokok "pengelolaan dana desa", aspek yang dinilai: perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan, dan monitoring.
Membobot Subaspek/Kriteria
1. Masing-masing aspek yang telah disusun selanjutnya di-breakdown menjadi beberapa
subaspek yang didasarkan pada kriteria utama yang relevan dengan tujuan pemeriksaan.
2. Yang sangat penting diperhatikan dalam membobot subaspek/kriteria adalah substansi,
tujuan utama, dan latar belakang kriteria itu sendiri.
3. Pemeriksa dapat mendiskusikan dengan ahli terkait sifat (nature) dan konteks dari peraturan
yang akan dijadikan sebagai kriteria pemeriksaan.
4. Dengan memahami nature dan konteks peraturan (kriteria) pemeriksa diharapkan mampu
menganalisis aspek kekakuan dan kelenturan dari sebuah kriteria.
5. Selain itu pemeriksa juga harus mempertimbangkan konsekuensi/implikasi dari peraturan.
6. Selanjutnya pemeriksa dapat menilai pengaruh/kontribusi rincian kriteria terhadap
keberhasilan kriteria dalam mencapai tujuannya.
Membobot Temuan
Beberapa faktor/parameter yang perlu dipertimbangkan ketika membobot temuan antara lain:
1. Nilai temuan (nominal atau frekuensi terjadinya atau luasnya kejadian).
2. Dampak (dampak finansial, dampak hukum, dampak reputasi, dampak fisik/operasional,
dampak lingkungan, atau dampak sosial politik).
3. Sensitivitas atau harapan publik.
4. Indikasi kecurangan.
5. Pertimbangan lainnya (menurut judgment pemeriksa).
3. Sensitivitas atau harapan Tinggi Mencederai rasa keadilan publik secara luas,
publik tingginya pengaduan
Sedang Mencederai rasa keadilan publik secara
terbatas, pengaduan cukup
Rendah Pengaduan rendah
Pada kasus di atas, setelah menemukan penyimpangan (temuan) pemeriksa melakukan diskusi
internal tim untuk menentukan batas penyimpangan material. Berdasarkan diskusi diputuskan
batas penyimpangan materialnya senilai 10% atau 0,3 (bila menggunakan skala 1 s.d. 4). Selain itu
pemeriksa juga perlu menetapkan rentang bobot untuk menentukan bentuk kesimpulan yang
akan ditarik. Misalnya untuk kasus di atas pemeriksa menetapkan:
Skala Bentuk Kesimpulan Keterangan
1 ≤ x < 1,3 Sesuai Jika total bobot masih di bawah batas
penyimpangan 10% (skala 0,3) atau 1 +
0,3=1,3. Artinya tidak ada temuan
(penyimpangan pada subaspek) yang
material.
1,3 ≤ x < 1,8 Sesuai Kriteria Dengan Pengecualian Bentuk SDP ditetapkan setelah hasil
(SDP) pembobotan beberapa subaspek berada di
atas batas penyimpangan namun tidak
bersifat pervasif/menyeluruh.
1,8 ≤ x < 4 Tidak Sesuai (TS) Bentuk TS ditetapkan setelah hasil
pembobotan pada sebagian besar subaspek
di atas batas penyimpangan dan bersifat
pervasif/menyeluruh.
Pembobotan di atas tidak semata-mata mendasarkan pada angka hasil formulasi pembobotan
saja, pemeriksa masih dapat menggunakan beberapa pertimbangan kualitatif lainnya apabila
diperlukan sampai pemeriksa merasa yakin dengan judgment profesionalnya meskipun
sebenarnya formulasi pembobotan ini sudah mengakomodasi pertimbangan kualitatif.
Dalam kasus ini pemeriksa dapat saja memutuskan bentuk simpulannya “Tidak Sesuai Dengan
Kriteria” karena total skornya berada di atas 1,8. Di sisi lain pemeriksa juga harus
mempertimbangkan apakah penyimpangan pada aspek subkontrak bersifat pervasif atau
terlokalisir pada aspek tersebut saja. Bila pemeriksa merasa yakin penyimpangan pada aspek
subkontrak tidak pervasif/menyeluruh ke subaspek lainnya maka bentuk kesimpulannya “Sesuai
Kriteria Dengan Pengecualian” pada aspek subkontrak.
Tujuan Pemeriksaan : Menilai Apakah Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Jalan Telah Sesuai dengan Peraturan Perundangan
Hal pokok : Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Jalan
Lingkup : Kontrak Pengadaan Jalan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten "X" Tahun 2017
Total Kontrak : Rp100 Miliar. Sampling: Rp50 Miliar
Batas
Skor Penyimpangan
Pembo- Bobot Nilai Skala Skor Selisih
Aspek Subaspek/Kriteria Temuan Penyimpangan (Tertimbang) Kesimpulan per Subaspek
botan Kriteria Tertimbang Temuan Temuan Penyimpangan
Tertimbang yang Bisa
Ditoleransi
(1) (2) (3) (4) (5) = (2)*(4) (6) (7) = (8)=(7)-(5) (9)=0,3X (5) (10) = (8) -(9)
(5)*(6)
A Kuantitas 40% PPHP telah melakukan 20% 0,08 Temuan 1 1 0,08 0,00 0,02 -0,02 Di Bawah Batas Tidak Me-
dan pengecekan jumlah atau Penyimpangan nyimpang
Kualitas volume dan kualitas atau Secara
spesifikasi barang/jasa sesuai Material
Badan Pemeriksa Keuangan
Lampiran V.1
Penyedia barang/jasa telah 15% 0,053 Temuan 5 1,25 0,065625 0,01 0,02 0,00 Tidak Melebihi Tidak Me-
dikenakan sanksi/denda Batas nyimpang
keterlambatan sesuai dengan Penyimpangan Secara
ketentuan dalam Surat Material
Perjanjian
63
Batas
Skor Penyimpangan
Pembo- Bobot Nilai Skala Skor Selisih
Aspek Subaspek/Kriteria Temuan Penyimpangan (Tertimbang) Kesimpulan per Subaspek
botan Kriteria Tertimbang Temuan Temuan Penyimpangan
Tertimbang yang Bisa
Ditoleransi
C Subkon 25% Pihak lain dilarang 60% 0,15 Temuan 6 4 0,6 0,45 0,05 0,41 Melebihi Batas Me-
mengambil alih tanggung Penyimpangan nyimpang
jawab penyedia barang/jasa Secara
untuk melaksanakan seluruh Material
pekerjaan utama yang
ditetapkan dalam kontrak
kepada pihak lainnya
Apabila hanya mengambil 40% 0,10 Temuan 7 4 0,4 0,30 0,03 0,27 Melebihi Batas Me-
sebagian pekerjaan utama Penyimpangan nyimpang
dan tidak mengambil alih Secara
seluruh pekerjaan utama, Material
pihak lain yang terlibat
tersebut merupakan
penyedia barang/jasa
Badan Pemeriksa Keuangan
spesialis
100% 1,00 1,904375 0,30
Total batas
skor penyimpangan
ttd. ttd.
Lampiran V.1
Pemeriksaan Keuangan Negara,
Tt
ttd.
64
d.
Nizam Burhanuddin
Juklak Pemeriksaan Kepatuhan Lampiran V.2
FORMAT KESIMPULAN
Tanggung jawab BPK adalah menyatakan kesimpulan atas (sebutkan hal yang diperiksa)
berdasarkan hasil pemeriksaan. BPK melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar tersebut mengharuskan BPK mematuhi kode etik
BPK, serta merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memperoleh keyakinan
yang memadai.
Kesimpulan
Tanggung jawab BPK adalah menyatakan kesimpulan atas (sebutkan hal yang diperiksa)
berdasarkan hasil pemeriksaan. BPK melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar tersebut mengharuskan BPK mematuhi kode etik
BPK, serta merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memperoleh keyakinan
yang memadai.
Dasar Kesimpulan
Kesimpulan
Dikarenakan signifikansi hal-hal yang dijelaskan pada paragraf di atas, maka BPK
menyimpulkan bahwa ...... <sebutkan hal pokok yang diperiksa> dilaksanakan tidak sesuai
dengan <sebutkan kriteria yang telah ditetapkan atau telah dinyatakan> dalam semua hal
yang material.
Tanggung jawab BPK adalah menyatakan kesimpulan atas (sebutkan hal yang diperiksa)
berdasarkan hasil pemeriksaan. BPK melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar tersebut mengharuskan BPK mematuhi kode etik
BPK, serta merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan untuk memperoleh keyakinan
yang memadai.
Dasar Kesimpulan
Kesimpulan
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, kecuali hal-hal yang dijelaskan pada
paragraf di atas, BPK menyimpulkan bahwa…. <sebutkan hal pokok yang diperiksa>, telah
dilaksanakan sesuai dengan <sebutkan kriteria yang telah ditetapkan atau telah
dinyatakan> dalam semua hal yang material.
Tanggung jawab BPK adalah menyatakan kesimpulan atas (sebutkan hal yang diperiksa)
berdasarkan hasil pemeriksaan. BPK melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara. Namun, karena hal yang dijelaskan dalam paragraf Dasar
Kesimpulan Tidak Menyatakan Kesimpulan, BPK tidak dapat memperoleh bukti
pemeriksaan yang cukup dan tepat untuk menyediakan suatu dasar bagi kesimpulan
pemeriksaan.
Kesimpulan
Dikarenakan BPK tidak memperoleh bukti yang cukup dan tepat sebagaimana dijelaskan
pada paragraf di atas, maka BPK tidak menyatakan suatu kesimpulan atas …<sebutkan hal
pokok yang diperiksa>.
ttd. ttd.
Nizam Burhanuddin