Anda di halaman 1dari 32

Journal of Family Medicine

Advances in Using Nanotechnology Structuring Approaches For


Improving Food Packaging
Lei Mei and Qin Wag
Annu. Rev. Food Sci. Techno.2020.11:339-364

Dibacakan
Oleh:

Giovanni Reinaldo Semet


17014101041
Masa KKM : 13 April – 3 Mei 2020

Dosen Pembimbing:
dr. Iyone E.T. Siagian, M.kes, Sp.KKLP

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Journal of Family Medicine


Ilmu Kedokteran Komunitas
Dengan Judul:
Advances in Using Nanotechnology Structuring Approaches For
Improving Food Packaging
Lei Mei and Qin Wag
Annu. Rev. Food Sci. Techno.2020.11:339-364

Dibacakan
Oleh:

Giovanni Reinaldo Semet

17014101041

Masa KKM : 13 April – 3 Mei 2020

Telah dibacakan dan disetujui pada tanggal April 2020

Mengetahui,
Dosen Pembimbing

dr. Iyone E.T. Siagian, M.kes, Sp.KKLP


Kemajuan dalam Penggunaan Nanoteknologi dalam Pendekatan Penentuan Struktur
Untuk Meningkatkan Pengemasan Makanan

Kata kunci
kemasan makanan, struktur nano, aktivitas antimikroba, sifat mekanik, sifat barier,
pertimbangan keamanan

Abstrak
Kemajuan terbaru dalam bahan kemasan makanan sebagian besar bergantung pada
penentuan struktur nanoteknologi. Karena beberapa sifat unik dari struktur nano yang
masih kuranh dalam bentuk besarnya, penggabungan struktur nano ke dalam bahan
kemasan sangat meningkatkan kinerja dan memperkaya fungsionalitas bahan-bahan ini.
Ulasan ini berfokus pada fungsi dan aplikasi struktur nano banyak dipelajari untuk
mengembangkan bahan kemasan makanan baru. Struktur nano yang menawarkan aktivitas
antimikroba, meningkatkan sifat mekanik dan barier, dan memantau kesegaran produk
makanan akan dibahas dan dibandingkan dalam studi ini. Selain itu, keamanan dan potensi
toksisitas dari struktur nano dalam produk makanan dievaluasi dengan merangkum aktivitas
migrasi struktur nano ke sistem makanan yang berbeda-beda dan membahas metabolisme
struktur nano di tingkat seluler dan dalam model hewan.

Pendahuluan
Kemasan makanan berisi dan melindungi produk makanan selama distribusi dan
penyimpanan. Gangguan pada produk makanan dan kondisi sekitarnya membuat
pengemasan makanan sangat penting untuk menjaga kualitas dan menjamin keamanan
produk makanan (Mihindukulasuriya & Lim 2014). Kemajuan besar dalam pengemasan
makanan telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir dengan mengikutsertakan
nanoteknologi ke dalam sistem pengemasan makanan. Kemajuan pesat di bidang ini dicapai
dengan adanya peningkatan sifat barier, meningkatkan sifat antimikroba, menggabungkan
sensor gas / mikroorganisme, dan meningkatkan biodegradabilitas dan biokompatibilitas
(Cerqueira et al. 2018). Struktur nano dari berbagai komposit, dimensi, bentuk, dan fungsi
sedang digunakan dalam pengembangan sistem pengemasan makanan baru untuk
memenuhi permintaan industri dan konsumen.
Kemasan makanan dengan sifat antimikroba telah dikembangkan untuk membunuh
atau menghambat pembusukan dan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang dapat
mencemari produk makanan. Agen antimikroba yang berbeda dimasukkan ke dalam bahan
kemasan untuk meningkatkan keamanan makanan dan memperpanjang umur simpan
produk makanan. Agen antimikroba yang digunakan dalam bahan kemasan termasuk agen
antimikroba alamiah (misalnya, minyak atsiri, antibodi, dan enzim), bahan anorganik
sintetis (misalnya, ZnO, TiO2, dan Ag), dan senyawa organik (misalnya, graphene)
(Mousavi Khaneghah et al. 2018). Aktivitas antimikroba berasal dari beberapa mekanisme,
seperti merusak integritas membran sel (Bondarenko et al. 2018), mengganggu
biomolekuler (misalnya, DNA dan protein) di dalam sel (Biswas et al. 2019), mengatur
sistem metabolisme (Hoseinnejad et al. 2018), dan menyebabkan stres oksidatif. Struktur
nano umum yang digunakan dalam kemasan antimikroba termasuk struktur nano berbasis
Ag [Ag nanopartikel (AgNPs), Ag nanoclusters (AgNCs)], nanopartikel TiO2 (TiO2 NP),
ZnO nanopartikel (ZnO NP), dan bahan graphene (GM). Struktur nano berbasis Ag dikenal
karena sifat fisiknya yang unik, termasuk resonansi plasma permukaan yang kuat, rasio
permukaan-terhadap-volume yang besar, aktivitas katalitik yang efisien, dan aktivitas
antimikroba spektrum luas yang luar biasa terhadap banyak strain bakteri, jamur, dan virus
yang berbeda (Amirsoleimani et al. 2018). Ag juga memiliki stabilitas tinggi karena
volatilitasnya yang rendah dan telah digunakan dalam wadah makanan, cat, peralatan
medis, dan pembalut luka untuk mencegah kontaminasi mikroba dan infeksi bakteri. NP
TiO2 memiliki aktivitas antimikroba yang luar biasa dengan kadar sitotoksisitas yang
rendah untuk manusia, dan telah digunakan dalam bahan kemasan makanan dengan sifat
pemblokiran UV dan modifikasi warna (Garcia et al. 2018). Bahan berbasis graphene yang
baru ini menarik perhatian besar karena dikenal memiliki aktivitas anti mikroba, sifat
barier, dan toksisitas yang rendah. Mekanisme anti mikroba dan aplikasi dalam bahan
kemasan makanan dari struktur nano ini telah dipelajari secara intensif. Aktivitas anti
mikrobanya ditentukan oleh komposisi partikel, ukuran, bentuk, konsentrasi, stabilitas,
distribusi, dan kemampuan dispersi. Struktur nano anti mikroba ini digunakan secara
independen atau dikombinasikan berdasarkan fungsi, mekanisme, mikroorganisme target,
dan sistem makanan mereka.
Pengemasan yang cerdas, aktif, atau pandai adalah teknologi kemasan lain yang
sedang naik daun yang secara bersamaan dapat mengatur kesegaran produk, memantau
pertumbuhan mikroba, dan berkomunikasi dengan konsumen. Jenis kemasan ini
menawarkan teknik seperti pengindraan gas, pelaporan kondisi pembusukan, dan
pemantauan pertumbuhan patogen. Dibandingkan dengan kemasan tradisional yang hanya
berinteraksi dengan unsur-unsur di dalam kemasan makanan, kelompok sistem pengemasan
yang baru ini juga menawarkan sinyal pelaporan kepada konsumen dan secara drastis
meningkatkan keamanan pangan dan kontrol kualitas selama penyimpanan. Dua elemen
umum yang terlibat dalam bahan kemasan baru ini adalah reseptor yang mendeteksi target
dan pelapor yang melaporkan perubahan sinyal. Reseptor meliputi biomakromolekul (mis.,
antibodi, DNAzim, RNA, aptamers, dan enzim) dan molekul kimia kecil (mis., Sensor
sianida berbasis oligothiophene-benzothiazole) (Niu et al. 2018). Reporter
mengikutsertakan berbagai nanopartikel dan enzim, dan mereka menerjemahkan sinyal
molekuler menjadi informasi yang dapat dideteksi seperti warna, fluoresensi, atau sinyal
elektronik yang dapat diamati atau diukur dengan mata telanjang atau peralatan.
Seiring dengan memperkenalkan fungsi-fungsi baru ke sistem pengemasan
makanan, penggabungan struktur nano sangat memperkaya kinerja bahan pengemasan, baik
dengan meningkatkan sifat barier dari bahan pengemasan dalam hal permeabilitas uap air
(WVP) dan permeabilitas gas dan meningkatkan sifat-sifat mekanik yang ada, termasuk
kekuatan tarik (tensile strength), modulus elastis, dan stabilitas termal.

STRUKTUR NANO BERBASIS PERAK DAN ION PERAK


Struktur nano berbasis Ag telah banyak dieksplorasi karena memiliki aktivitas anti
mikroba yang poten terhadap lebih dari 650 mikroorganisme, termasuk bakteri gram positif
dan gram negatif, jamur, dan virus (Siddiqui et al. 2018). Struktur nano berbasis Ag, yang
dikenal memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas dan tidak menginduksi resistensi
obat, telah digunakan ke dalam berbagai matriks polimer dan telah digunakan dalam
kombinasi dengan bahan antimikroba lain untuk menawarkan aktivitas antimikroba yang
kuat. Agen anti mikroba berbasis Ag yang umum digunakan adalah AgNP, AgNC, dan
Ag+. Efikasi dan aplikasinya bervariasi tergantung pada struktur, ukuran, stabilitas, dan
bentuknya. AgNP dalam bahan kemasan makanan umumnya berukuran 10-100nm dan
dapat disintesis dengan mereduksi AgNO3 di dalam NaBH4 atau agen pereduksi lainnya.
AgNC, dibentuk oleh kluster atom Ag, berukuran sekitar 2-4 nm. Sintesis AgNC umumnya
melibatkan templat [mis., DNA atau poli(asam metakrilat)]) dan sumber pereduksi (mis.,
NaBH4, UV, ultrasonik). Aplikasi agen antimikroba berbasis Ag + umumnya mengacu pada
garam perak (mis., perak nitrat, perak asetat, dan perak sitrat), dan biasanya dicampurkan
dalam bahan lain melalui campuran sederhana dua bahan dalam larutan.

Mekanisme Anti mikroba dari Nanopartikel Perak, Nanokluster Perak, dan Ion
Perak
Mekanisme anti mikroba yang tepat dari struktur nano berbasis Ag tidak
sepenuhnya dipahami namun umumnya dapat melibatkan kerusakan membran sel,
kerusakan protein dan DNA, dan pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS). Efikasi anti
mikroba berasal dari kombinasi beberapa faktor: disosiasi Ag dari struktur nano, migrasi
Ag dari kemasan makanan ke matriks makanan, dan interaksi antara mikroorganisme target
dan berbagai bentuk Ag (misalnya, partikel, kluster, dan ion).

Mekanisme anti mikroba dari nanopartikel perak. Efek antimikroba dari AgNP adalah
kombinasi dari aktivitas anti mikroba dari AgNP dan Ag + yang dilepaskan dari AgNP.
Kerusakan sel yang disebabkan oleh AgNP dimulai dari adhesi AgNP ke membran sel
bakteri. Pertama, dinding sel menjadi sirkumeferensial, dan lubang padat elektron terbentuk
di situs pengikatan, diikuti oleh penyusutan sitoplasma dan lepasnya membran (Dakal et al.
2016, Sondi & Salopek-Sondi 2004). AgNP dan Ag + yang diinternalisasi yang dilepaskan
dari AgNP bereaksi dengan isi antar sel. Keduanya dapat mengubah struktur tersier protein,
memblokir situs pengikatan aktif dalam protein, mengganggu replikasi dan transkripsi
DNA, dan akhirnya menyebabkan disfungsi sel (Rai et al. 2012). Produksi ROS [mis.,
hidrogen peroksida (H2O2), anion superoksida (O2−), radikal hidroksil (OH-)] juga
menyebabkan hiperoksidasi lipid, protein, dan DNA dalam sel bakteri.
Mekanisme antimikroba dari nanokluster perak. Interaksi antara AgNC dan sel
merusak membran sel dan molekul antar sel, melepaskan Ag +, dan membentuk ROS. Javani
et al. (2016) mengevaluasi produksi ROS dari AgNC yang disintesis oleh templat DNA.
Probe fluoresen 2’7’-diklorofluorescein diasetat digunakan untuk mendeteksi produksi
ROS multipel, termasuk H2O2, OH-, dan peroksinitrit. Escherichia coli dan Staphylococcus
epidermidis yang diinkubasi dengan AgNC selama 14 jam dalam gelap menunjukkan
peningkatan yang luar biasa pada pembentukan ROS. Para penulis juga melaporkan
peningkatan aktivitas inhibisi dengan menyintesis AgNC dalam trimer. Trimer AgNC pada
0,75 μM menunjukkan aktivitas anti mikroba sebanding dengan 4-μM AgNC tunggal
terhadap S. epidermidis (Javani et al. 2016). Sharma et al. (2016) membentuk serangkaian
membran poli (vinilidena fluorida) yang mengandung AgNC dan menemukan bahwa
sejumlah pelarutan Ag+ dari membran menentukan efikasi antimikroba. Alahmadi et al.
(2018) mengusulkan bahwa aktivitas antimikroba dari AgNC adalah fungsi kompleks dan
tidak dapat diprediksi yang merupakan kombinasi beberapa parameter, seperti ukuran,
konsentrasi, stabilitas, dan bentuknya. Agen capping dapat meningkatkan stabilitas AgNC
dan memperpanjang umur penyimpanan AgNC dalam larutan; Namun, mereka juga dapat
menghambat ketersediaan Ag+ untuk mencapai lokasi aksi dan merusak aktivitas
antimikroba mereka (Alahmadi et al. 2018).

Mekanisme antimikroba dari ion perak. Ibrahim et al. (2001) mempelajari pengambilan
Ag+ ke dalam sel bakteri dengan mengukur konsentrasi Ag+ pada membran sel pada fase
pertumbuhan yang berbeda. Mereka menemukan bahwa akumulasi Ag+ pada membran luar
Pycnoclavella diminuta mencapai maksimum selama fase lag dan periode pertumbuhan
eksponensial awal, kemudian menurun selama fase mid-eksponensial dan stasioner. Mereka
juga menemukan bahwa akumulasi Ag+ di dalam sel tetap lebih besar dari pada membran
sel. Studi lain juga melaporkan bahwa aktivitas anti mikroba Ag+ terhadap biofilm
diwujudkan dengan mendorong produksi fraksi substansi polimer ekstraseluler (EPS) yang
lebih longgar dan deteriorasi struktural protein EPS (Geyik & Çeçen 2016). Konsentrasi
Ag+ yang tinggi dapat mempengaruhi pertukaran ion dalam sel. Ca2+ memainkan peran
penting dalam mempertahankan susunan lipopolisakarida pada permukaan sel dan
metabolisme seluler di dalam sel. Mohite et al. (2018) menunjukkan bahwa paparan Ag+
menggandakan pelepasan Ca2+ dalam sel Pantoea agglomerans. Ag+ juga mengikat gugus
yang mengandung sulfhidril dan nitrogen dan bersaing untuk lokasi pengikatan tembaga
dalam sel bakteri (Gudipaty & McEvoy 2014). Dalam hal interaksi antara Ag+ dan protein,
di dalam sel Staphylococcus aureus, Ag+ berinteraksi dengan protein kontrol katabolit A
melalui dua residu. Protein A biasanya terlibat dalam ekspresi dan regulasi gen, dan
pengikatan tersebut menyebabkan disfungsi protein dan inhibisi pertumbuhan (Liao et al.
2017). Ag+ juga mengganggu aktivitas beberapa enzim, seperti suksinat dehidrogenase
dalam Rubrivivax gelatinosus dan E. coli (Tambosi et al. 2018). Peningkatan produksi ROS
yang diinduksi oleh Ag+ terlihat baik pada sel manusia HaCaT dan sel bakteri, dan kadar
ROS yang tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel, kerusakan DNA,
kerusakan protein, dan kematian sel (Duan et al. 2018, Y. Wu et al. . 2019).

Perbandingan Efikasi Anti Mikroba antara Berbagai Jenis Struktur Nano Berbasis
Perak dan Ion Perak
Jo et al. (2009) mempelajari aktivitas anti fungi AgNP (20-30 nm), AgNO 3, AgCl, dan Ag
elektrokimia yang dihasilkan oleh elektrolisis. Semua bentuk perak menghambat
pembentukan koloni jamur patogen tanaman Bipolaris sorokiniana, dan aktivitas anti fungi
makin lemah dengan urutan sebagai berikut: AgNO3> elektrokimia Ag> AgNP > AgCl (Jo
et al. 2009). Untuk lebih menjelaskan bagaimana efikasi antimikroba berubah tergantung
pada bentuk perak mana yang didapatkan selama sintesis AgNP, Ag + berada dalam kristal
kalium heksaniobat dan terpapar radiasi UV untuk membentuk AgNC dan kemudian AgNP
dengan memperpanjang waktu iradiasi. Dengan peningkatan waktu iradiasi, zona inhibisi
kristal heksaniobat yang bermuatan perak awalnya meningkat sedikit, yang berhubungan
dengan pembentukan AgNC; zona penghambatan kemudian menurun seiring waktu
iradiasi, yang merupakan hasil pembentukan AgNP dengan peningkatan ukuran partikel
melalui iradiasi (de Sousa e Silva et al. 2013). AgNC dengan ukuran partikel 2-4 nm dalam
lapisan zein juga menunjukkan aktivitas anti mikroba yang sebanding dengan AgNO 3,
sedangkan AgNP dengan ukuran 10 dan 60 nm tidak menunjukkan efek anti mikroba yang
signifikan di bawah 10 μg/mL Ag setara (Mei et al. 2017). Mosselhy et al. (2015)
melaporkan bahwa semua strain bakteri yang diuji (Aeromonas hydrophila, Pseudomonas
putida, E. coli, Bacillus subtilis, dan S. aureus) menunjukkan resistensi terhadap AgNP,
kecuali S. aureus dihambat pada unit pembentuk koloni 3 × 10 5 (CFU)/mL dengan 10
μg/mL AgNP, sedangkan 10 μg/mL AgNO3 menghambat semua strain bakteri (Mosselhy et
al. 2015). Tabel 1 merangkum efikasi anti mikroba dari Ag+, AgNP, dan AgNC
berdasarkan pada konsentrasi hambat minimum dan nilai konsentrasi bakterisida minimum.
Secara keseluruhan, aktivitas antimikroba dari agen antimikroba berbasis Ag menurun
dengan peningkatan ukuran, dan ion Ag umumnya menunjukkan aktivitas antimikroba
terbaik, diikuti oleh AgNC, yang menawarkan efek antimikroba yang sebanding dengan ion
Ag dengan toksisitas yang lebih rendah. Namun, aktivitas anti mikroba dari AgNP lebih
terbatas dibandingkan dengan dua bentuk lainnya.

Tabel 1. Perbandingan efikasi antimikroba antara struktur nano berbasis Ag yang


berbeda-beda
Jenis
Bahan Diameter Galur kuman MIC MBC Referensi
Ag
Kaloti &
Chitosan/Ag -coated 4.2 μg/mL Ag
6.9 nm Escherichia coli 1.1 μg/mL Ag eq. Kumar
γFe2O3 NPs eq.
2016
Ag
Ag-coated single-
Chaudhari
walled carbon NA NR 31.2 μg/mL NA
et al. 2015
nanotubes

60 nm 30–40 μg/mL 30–50 μg/mL Dasgupta


AgNPs Bacillus subtilis
85 nm 30–40 μg/mL 40–60 μg/mL et al. 2016
AgNPs 7.39 nm E. coli (DH5α) >5 μg/mL NA Kumari et al. 2016
Campylobacter
Glutathione-stabilized 9.85–39.4 Silvan et al.
AgNPs 10–50 nm resisten banyak 4.92–39.4 μg/mL
AgNPs μg/mL 2018
obat

Staphylococcus
β-cyclodextrin-thiol– 1.8 μg/mL Sharma et al.
4 nm aureus NA
stabilized AgNPs 0.9 μg/mL 2017
E. coli
Catechol-conjugated 43.0 ± S. aureus 10 μg/mL Huang et al.
NA
chitosan-coated AgNPs 3.8 nm E. coli 5 μg/mL 2016

6.08 μg/mL Ag
AgNPs loaded with
AgNPs ∼ S. aureus 3.04 μg/mL Ag eq. eq. Wan et al.
wrinkled mesoporous
3–5 nm E. coli 4.04 μg/mL Ag eq. 8.08 μg/mL Ag 2016
silica
eq.
AgNPs 89.86 nm Candida albicans 5.244 μg/mL NA Jena et al. 2016
S. aureus 9 ± 1 μg/mL Farrag &
AgNCs 1 nm NA
AgNCs E. coli 14 ± 2 μg/mL Mohamed 2016
AgNCs 2.2–2.4 nm E. coli 1.05 μg/mL NA Mei et al. 2017

Aplikasi Struktur Nano Berbasis Perak dalam Bahan Kemasan Anti Mmikroba
Di antara berbagai polimer yang tidak dapat terdegradasi, polietilen (PE), polivinil
klorida, polivinilpirolidon, dan etilen vinil alkohol adalah yang paling umum digunakan
sebagai inang AgNP dalam pengemasan makanan (Carbone et al. 2016). PE densitas rendah
(LDPE) sebagian besar digunakan sebagai lapisan penutup untuk produk makanan segar
dan telah dipelajari secara intensif sebagai matriks struktur nano berbasis Ag. Lapisan
LDPE yang diberi perlakuan plasma suhu rendah telah meningkatkan jumlah gugus
hidrofilik seperti C – O dan C = O, yang meningkatkan hidrofilisitas dan reaktivitas film.
Dengan demikian, lebih banyak AgNP dapat dilapiskan pada permukaan film, sehingga
mengintensifkan aktivitas anti mikroba terhadap S. aureus yang resisten metisilin (MRSA)
dan E. coli (Sadeghnejad et al. 2014). Zhao et al. (2007) melaporkan bahwa energi bebas
permukaan komposit logam-polimer berubah berdasarkan rasio dan jenis logam dan
polimer. Permukaan dengan energi yang lebih sedikit menunjukkan adhesi mikroba yang
berkurang dan lebih sensitif terhadap zat pembersih karena afinitas ikatan yang lemah.
Lapisan polimer biodegradable merupakan pilihan alternatif dalam kemasan
makanan karena mereka dapat diperoleh dengan biaya rendah dari sumber baru yang tidak
berkontribusi terhadap polusi lingkungan. Polisakarida yang paling umum digunakan
seperti selulosa, pullulan, agarosa, pati, agar, asam polilaktat (PLA), dan kitosan. Selain
memperkenalkan efek antimikroba, penambahan AgNP ke polimer biodegradable dapat
menyebabkan sedikit penurunan resistensi mekanik dan stabilitas termal (Bahrami et al.
2019). Film agar dapat dibuat dengan metode casting pelarut, dan campuran agar dengan
bubuk pisang dan AgNP memberikan dengan sifat antioksidan, antimikroba, dan
penyaringan UV pada film/lapisan tersebut (Orsuwan et al. 2016).

Mekanisme Antimikroba dan Penerapan Nanopartikel Zinc Oksida


ZnO NP telah menarik banyak perhatian karena memiliki aktivitas antimikroba,
stabilitas yang baik, dan sifat absorbansi UV. Partikel ini telah dipelajari secara intensif
untuk diaplikasikan dalam makanan dan obat-obatan. ZnO NP menawarkan aktivitas
antimikroba spektrum luas karena mammpu merusak membran sel dan menghasilkan ROS,
dan properti ini memungkinkan ZnO NP untuk menghambat pertumbuhan berbagai jenis
mikroorganisme. Selain itu, penambahan ZnO NP ke bahan kemasan makanan menawarkan
perbaikan sifat mekanik dan barier dari material (Noshirvani et al. 2017).

Mekanisme antimikroba dari nanopartikel seng oksida. Aktivitas antimikroba dari ZnO
NP dikelompokkan menjadi dua jalur utama: mengganggu membran sel dengan merusak
integritas dan permeabilitas membran dan meningkatkan tekanan oksidatif melalui
pembentukan ROS. Aktivitas antimikroba dari ZnO NP dapat direalisasikan oleh
nanomaterial itu sendiri atau Zn2+ bebas yang terdisosiasi dari nanomaterial. Pada
konsentrasi rendah, efek antimikroba diinduksi oleh bahan nano sendiri melalui absorpsi
fisik atau kerusakan membran yang diinduksi interaksi elektronik (Ng et al. 2013),
sedangkan produksi ROS yang berlebihan ditemukan terjadi pada konsentrasi Zn 2+
mencapai 50 mg/L.
ZnO NP memiliki muatan positif dalam air, sedangkan membran bakteri yang
terdiri dari fosfolipid asam dan lipopolisakarida memiliki muatan negatif. Hal ini
memberikan dasar interaksi elektronik antara ZnO NP dan sel bakteri (Sarwar et al. 2016).
Absorpsi fisik dan protein yang berafiliasi Zn pada membran sel semuanya memfasilitasi
pengikatan dan internalisasi NP ZnO ke dalam sel. ZnO NP pertama kali berikatan dengan
situs hidrofilik pada perjalanan lipopolisakarida dan kemudian merusak membran luar.
Tingkat deformasi bergantung pada konsentrasi. Satu mg/L ZnO NP tidak menunjukkan
efek signifikan pada integritas membran, kepadatan sel, dan aktivitas amonia
monooksigenase dari bakteri pengoksidasi bakteri Nitrosomonas europaea selama inkubasi
45 hari. Namun, ketika konsentrasi mencapai 10 mg/L, integritas membran menurun
menjadi 90,8% tanpa variasi luar biasa lainnya. Konsentrasi ZnO NP yang lebih tinggi dari
50 mg/L menyebabkan hilangnya kapasitas oksidasi sel amonia, peningkatan ukuran sel,
dan menetralisasi potensial ζ, yang semuanya mengindikasikan inhibisi letal darisel-sel
bakteri (Wu et al. 2017). Sel Campylobacter jejuni yang mendapat perlakuan 500 mg/L
ZnO NP selama 12 jam mengalami perubahan bentuk dari bentuk spiral menjadi coccoid
dengan permukaan sel yang tidak teratur dan blebs dinding sel (Xie et al. 2011). Lebih jauh
lagi, kerusakan pada membran sel dapat menyebabkan kolapsnya gradien potensial
membran serta aliran bahan sitosol seperti protein dan DNA. Sarwar et al. (2016)
menemukan terjadi 20% kebocoran protein pada Vibrio cholerae yang mendapat perlakuan
100 mg/mL ZnO NP. Lingkungan pertumbuhan sel bakteri memengaruhi resistensi
terhadap ZnO NP, dan sel kemostat menunjukkan resistensi stres yang lebih tinggi terhadap
ZnO NP dibandingkan sel yang dikultur secara berkelompok (Wu et al. 2018).
Mekanisme anti mikroba umum kedua ZnO NP adalah pembentukan ROS. Ketika
konsentrasi ROS di dalam sel melebihi kapasitas sistem pertahanan antioksidan seluler,
kondisi stres oksidatif seluler, yang merusak komponen seluler (mis., Lipid, protein, dan
DNA) dapat terjadi dan akibatnya menyebabkan kematian sel. ZnO NP mampu
menghasilkan ROS baik internal maupun eksternal sambil membunuh bakteri (Chakraborti
et al. 2013). OH- adalah spesies ROS dominan yang dihasilkan oleh ZnO NP di bawah
iluminasi UV, dan radikal bebas lain yang dihasilkan oleh ZnO NP termasuk oksigen
tunggal, H2O2, dan O2−. Kerusakan protein meningkat dengan peningkatan konsentrasi ZnO
NP, dan ZnO NP 200 mg/L dilaporkan menghasilkan 21,050 nMol/mg kerusakan protein
(Patra et al. 2015).
Zn2+ bebas terdisosiasi dari ZnO NP berinteraksi dengan asam nukleat,
menonaktifkan enzim interseluler, dan menyebabkan kerusakan sistem pernapasan dan
kematian sel (Li et al. 2016). Dalam menghilangkan biofilm, ZnO NP penetrasi ke dalam
biofilm dan berinteraksi dengan sel sessile di dalamnya, yang menyebabkan perubahan
pada derivat kuinon dan basis DNA/RNA dalam sel (Lu et al. 2012).
Aplikasi nanopartikel zinc oksida dalam bahan kemasan makanan. Aplikasi ZnO NP
dalam bahan kemasan makanan telah banyak dipelajari. Partikel ini dapat memberikan
perlindungan dari UV, antioksidan, dan sifat anti mikroba sebagai pelapis atau film. ZnO
NP dikenal memiliki aktivitas anti mikroba spektrum luasnya terhadap bakteri gram positif
dan gram negatif (Agarwal et al. 2018), fungi (Sun et al. 2018), dan spora (Li et al. 2016).
Dispersibilitas ZnO NP adalah faktor penting yang menentukan efek anti mikroba
karena dispersibilitas yang buruk menginduksi agregasi ZnO NP, yang secara dramatis
mengurangi luas permukaan efektif ZnO NP dan melemahkan aktivitas anti mikroba. ZnO
NP yang mendapat perlakuan 3-metakriloksipropiltrimetoksisilen memiliki aktivitas
antimikroba yang lebih baik karena menyebabkan peningkatan distribusi ke dalam matriks
PLA dibandingkan ZnO NP yang tidak mendapat perlakuan (Arfat et al. 2017). Film
kemasan PLA yang dimodifikasi yang mengandung kombinasi ZnO NP dan minyak atsiri
dari Zataria multiflora dan Menthe piperita L. memperpanjang umur simpan fillet ikan
Otolithes ruber dari 8 hingga 16 hari pada suhu 4°C. Nanokomposit lain dari ZnO NP dan
PLA juga diaplikasikan pada kertas sebagai lapisan antimikroba, yang mengarah ke reduksi
3,14-log dengan laju pemuatan 0,5% terhadap E. coli serta efek antimikroba yang penting
terhadap S. aureus (Heydari-Majd et al. 2019). Lapisan kitosan dengan ZnO NP
sepenuhnya menghambat pertumbuhan Salmonella enterica, E. coli, dan S. aureus setelah
inkubasi 24 jam (Al-Naamani et al. 2016). Priyadarshi & Negi (2017) juga mengamati
bahwa dengan memasukkan ZnO NP ke dalam film kitosan, aktivitas antimikroba film
terhadap B. subtilis dan E. coli masing-masing meningkat 2 kali lipat dan 1,5 kali lipat,
dengan peningkatan masing-masing modulus tensil dan tensile strength sebesar 77% dan
67%. Selain itu, ZnO NP dilekatkan dalam film yang disiapkan dari ekstrak Gracilaria
vermiculophylla untuk memberikan aktivitas antimikroba, sifat perlindungan dari cahaya,
dan efek antioksidan. Dengan membungkus salmon asap dengan film G. vermiculophylla
yang mengandung 3% ZnO NP, jumlah Listeria monocytogenes dan Salmonella
typhimurium dalam salmon asap berkurang dalam 5 hari pertama dan kemudian sedikit
meningkat, dan laju oksidasi lipid menurun secara signifikan karena sifat kemasan yang
menghambat cahaya (Baek & Song 2018). Kombinasi ZnO NP dan ultrasonografi frekuensi
rendah menyajikan terapi antimikroba alternatif yang efisien. Sonikasi secara efektif
mengurangi ukuran dan meningkatkan dispersi ZnO NP dan meningkatkan penetrasi dan
aktivitas antimikroba ZnO terhadap sel-sel Listeria innocua (Dolan et al. 2018). Hasil
serupa diamati untuk kombinasi ZnO NP dan ultrasonik terhadap E. coli (Rokbani et al.
2018).

Bahan Graphene
Famili GM terdiri dari graphene, graphene oksida (GO), dan pengurangan graphene
oxide (rGO). Graphene adalah material nano yang dibentuk oleh atom karbon sp 2
hibridisasi yang sangat padat dalam kisi sarang lebah. Proses kimia graphene lebih lanjut
dapat memperoleh GO dan rGO (Goh et al. 2016). GO adalah lembaran graphene dengan
gugus fungsional yang mengandung oksigen seperti gugus karboksil, hidroksil, dan
epoksida; rGO disintesis dengan mengeliminasi kelompok fungsional pada GO (Liu et al.
2011). GM memiliki sifat barier yang sangat baik dan impermeabel terhadap sebagian besar
gas dan uap air. Mereka juga menyajkan aktivitas anti mikroba melalui kombinasi beberapa
mekanisme. Baik sifat barier dan kemampuan anti mikroba membuat famili GM komponen
yang populer dalam bahan kemasan makanan.

Mekanisme antimikroba dari bahan graphene. Banyak upaya yang telah dilakukan
untuk memahami interaksi antara GM dan sel bakteri dan mengeksplorasi aplikasi GM di
bidang kemasan makanan anti mikroba (Zou et al. 2016). Mekanisme anti mikroba GM
tidak sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa teori diterima secara luas. Aktivitas anti
mikroba memiliki beberapa mekanise (a) kerusakan mekanik pada sel bakteri oleh tepi
tajam GM, yang menyebabkan kebocoran intraseluler dan kematian sel; (B) penghambatan
proliferasi sel dengan membungkus sel untuk mencegah masuknya nutrisi dan mengisolasi
sel dari sekitarnya; dan (c) reaksi redoks dengan biomolekul dan pembentukan ROS, yang
menyebabkan stres oksidatif pada sel-sel bakteri (Karahan et al. 2018, Lukowiak et al.
2016). Atas dasar mekanisme ini, efek antimikroba GM ditentukan oleh ukurannya, tingkat
oksidasi, bentuk bakteri, dan sebagainya. Ukuran lembar GO mempengaruhi aktivitas
antimikroba dengan berbagai cara. Di satu sisi, ukuran lembaran GO yang lebih kecil
meningkatkan densitas defek dan memungkinkan lebih banyak oksigen untuk diserap pada
permukaan lembaran, sehingga meningkatkan aktivitas anti mikroba yang diinduksi oleh
stres oksidatif (Faria et al. 2018). Di sisi lain, sifat entrapment sel GO berkurang dengan
ukuran yang lebih kecil dan merusak aktivitas antimikroba GO yang diinduksi isolasi sel
(Perreault et al. 2015). Stres mekanik rGO juga sangat terkait dengan bentuk bakteri target.
Sengupta et al. (2019) melaporkan bahwa Pseudomonas aeruginosa, dengan bentuk
kelengkungan dan memanjang lebih sensitif terhadap rGO dibandingkan S. aureus, yang
memiliki bentuk sferis dengan luas permukaan yang lebih sedikit.

Aplikasi bahan graphene dalam bahan kemasan makanan. GM telah banyak digunakan
untuk menyusun film atau pelapis makanan guna memberikan efek antimikroba dan telah
digunakan sebagai pengisi untuk meningkatkan sifat fisik film atau pelapis. Karena
aktivitas anti mikroba yang sangat baik terhadap bakteri gram positif dan gram negatif,
serta jamur, performa anti mikroba GM banyak dipelajari baik secara individu atau
kombinasi dengan agen anti mikroba lainnya (misalnya, struktur nano berbasis Ag, NP
ZnO, NP TiO2, dan minyak esensial). GM menyajikan efisiensi anti mikroba yang berbeda.
Para peneliti menemukan bahwa L. monocytogenes dan S. enterica melekat pada tepi
graphene dan rGO tetapi biasanya terdistribusi ke seluruh permukaan serpihan GO
(Kurantowicz et al. 2015). Kecenderungan yang serupa juga ditemukan pada E. coli,
dengan tingkat aktivitas antimikroba menurun dari GO (terkuat) ke rGO, dan graphene
(terlemah) (Liu et al. 2011). Choudhary & Das (2019) menunjukkan potensi aplikasi GO
sebagai lapisan anti mikroba untuk perangkat medis. Permukaan aluminium yang dilapisi
rGO menunjukkan efikasi anti mikroba yang sangat baik dengan menghambat proliferasi
sel dan mencegah adhesi bakteri pada lapisan rGO. Lapisan ini juga menunjukkan
biokompatibilitas tinggi ke sel fibroblast 3T6. Lim et al. (2012) juga melaporkan film
kitosan yang dimodifikasi baik dengan GO dan rGO area besar atau GO dan rGO area kecil
sebagai pengisi. Film kitosan dengan GM area besar menunjukkan stabilitas termal yang
lebih baik dan ikatan yang tepat, karena mobilitas rantai polimer kitosan dibatasi oleh GM
area besar. Komposit ZnO-GO menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih superior
terhadap E. coli dengan sitotoksisitas rendah, dan efikasi anti mikroba bergantung pada
konsentrasi ZnO NP, sedangkan GO mempromosikan interaksi ZnO NP dengan sel (Wang
et al. 2014).

Memadukan famili GM ke dalam bahan kemasan makanan lainnya memberikan


pendekatan yang menjanjikan untuk meningkatkan performa mekanik bahan kemasan
makanan dan memperkenalkan fungsi antimikroba ke sistem pengemasan. Sementara itu,
kemampuan GO untuk mempromosikan interaksi antara nanopartikel lain dengan sel
membuat GO berpotensi menjadi penambah aktivitas anti mikroba. Lebih banyak penelitian
diharapkan untuk mengeksplorasi kinerja dan aplikasi famili GM di bidang bahan kemasan
makanan.

Partikel Nano Titanium Oksida


Nanopartikel titanium dioksida (TiO2 NP) adalah salah satu oksida logam yang paling
banyak dipelajari dan dapat dipersiapkan melalui beberapa metode. Sol-gel dan hidrotermal
adalah metode yang paling sukses karena mereka menawarkan kontrol yang lebih baik dari
morfologi, ukuran partikel, dan kristalinitas produk. TiO2 NP digunakan untuk aplikasi luas
pada, mis., fotokatalisis, sensor, perangkat sel surya, antimikroba, dan baterai. Dalam
aplikasi anti mikroba, NP TiO2 menunjukkan aktivitas antimikroba dengan terus-menerus
menghasilkan radikal hidroksil dan ion superoksida di bawah paparan ultraviolet nonlethal
(UV), dan aplikasi antimikroba telah dilaporkan terhadap berbagai galur bakteri.

Mekanisme anti mikroba dari nan partikel titanium oksida. Aktivitas antimikroba TiO2
berasal dari pembentukan ROS, yang merusak komponen molekuler sel, termasuk DNA,
lipid, dan protein. TiO2 yang diiradiasi oleh sinar UV-A dengan panjang gelombang pada
atau di bawah 385 nm dapat menghasilkan celah pita dan elektron bebas yang memicu
reaksi redoks (Xie & Hung 2018). Secara umum, ketika TiO 2 menyerap foton berenergi
tinggi, elektron dalam TiO2 mengalami eksitasi dan menghasilkan celah pita karena
memantul dari pita valensi ke pita konduksi. Hal ini memfasilitasi oksidasi molekul oksigen
untuk membentuk O2− dan air untuk membentuk OH-. Oleh karena itu, stres oksidatif
dalam sel terjadi dan pertumbuhan bakteri ditekan. Sifat fotokatalitik nanostruktur TiO2
tergantung pada bentuk dan ukurannya serta struktur kristal oksida logam yang digunakan
(Parham et al. 2016).

Penerapan nanopartikel titanium oksida dalam bahan kemasan makanan. Zhang et al.
(2014) menilai tingkat inaktivasi spora B. subtilis di bawah mekanisme desinfeksi yang
berbeda (TiO2, UV, dan UV- TiO 2). Ketika sinar UV (0,10 mW/cm 2 selama 600 detik)
melewati sel bakteri, sel menyusut dan membran sel secara bertahap terdiskomposisi.
Namun, lapisan periferal tetap mempertahankan integritasnya. Pengenalan 10 mg/L TiO2
benar-benar menghancurkan struktur sel. Akibatnya, lapisan terluar menjadi tidak stabil dan
mengubah permeabilitas dan bentuk batang bakteri (Zhang et al. 2014). Nanokomposit
graphene-TiO2 dilaporkan secara efektif menekan pertumbuhan mikroba dari bakteri gram
positif S. aureus dan Bacillus anthracoides yang diuji, dan memiliki efek moderat terhadap
bakteri gram negatif E. coli dan Pasteurella multocida (El-Shafai et al. 2019).
 Penggabungan NP TiO2 ke dalam kopolimer pengemasan makanan berbasis etilen
vinil alkohol menawarkan kesempatan untuk menyintesis bahan nanokomposit berbasis
polimer dengan sifat antimikroba dan daya fotodegradasi yang baru dan kuat. Dipasangkan
dengan sinar UV, NP TiO2 memiliki aktivitas desinfektan yang kuat terhadap S.
typhimurium gram negatif dan L. monocytogenes gram positif dalam suspensi. NP TiO2
melekat pada sel patogen dan merusak dinding sel di bawah sinar UV. Dinding sel yang
rusak memungkinkan TiO2 NP bergerak ke dalam sel dan melepaskan konten selulernya
(Long et al. 2014). Deposit kombinasi Ag-TiO2-SiO2 pada film PE dikembangkan untuk
membuat kantong plastik antimikroba untuk produk segar. Selada yang disimpan dalam
bungkus yang diusulkan memiliki usia simpan yang memanjang hingga 4 hari, dengan
tingkat kecepatan kerusakan yang lebih lambat secara keseluruhan dibandingkan selada
yang disimpan dalam kantong plastik yang tersedia secara komersial, pada suhu 4 ° C dan
20 ° C (Peter et al. 2015).

Kombinasi Beberapa Agen Antimikroba dalam Bahan Kemasan Makanan


Kombinasi beberapa agen antimikroba menawarkan pendekatan baru untuk
mengembangkan bahan kemasan dengan aktivitas antimikroba yang superior atau sistem
kemasan makanan multifungsi. Penggunaan kombinasi sinergis dari beberapa agen dapat
secara efektif mengurangi dosis aplikasi masing-masing agen, menurunkan potensi induksi
resistensi obat, dan memberikan strategi baru untuk memberikan perlakuan pada
mikroorganisme yang kebal obat. Contoh bahan kemasan dengan aktivitas antimikroba
yang ditingkatkan melalui kombinasi beberapa antimikroba tercantum dalam Tabel 2.
Fayaz et al. (2010) melaporkan efek sinergis dari AgNP dan antibiotik (mis., ampisilin,
kanamisin, dan eritromisin) terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Efek
sinergis tertinggi yang ditemukan dalam kombinasi AgNP dan ampisilin, dengan
peningkatan keseluruhan 74,89% terhadap E. coli, Salmonella typhi, S. aureus, dan
Micrococcus luteus (Fayaz et al. 2010). Ruden et al. (2009) mempelajari interaksi sinergis
antara AgNP dan antimikroba peptida polimiksin B permeabilisasi dan menemukan bahwa
permeabilisasi yang tinggi dari membran bakteri luar oleh polimiksin B secara efektif
meningkatkan efek antibiotik intrinsik dari AgNPs; kombinasi ini adalah kandidat yang
menjanjikan sebagai terapi infeksi yang disebabkan oleh patogen gram negatif. Akram et al.
(2016) menunjukkan bahwa kombinasi AgNP, cahaya biru, dan antibiotik menghasilkan
efek sinergis terhadap MRSA. Kombinasi tiga komponen ini menghasilkan efek
pembunuhan MRSA yang secara signifikan lebih tinggi dengan reduksi log 10 CFU/mL 8,4
dibandingkan dengan kelompok kontrol dan 3,2 dibandingkan dengan kombinasi dua
komponen dari kelompok yang menerima perlakuan antibiotik. He dkk. (2012) juga
menunjukkan bahwa kombinasi spesies perak [AgNP atau Ag (I)] dengan Chattonella
marina memberikan efek sinergis pada kelangsungan hidup sel insang ikan. Sel-sel ini
kehilangan viabilitas minimal ketika terpapar AgNPs atau Ag (I) pada konsentrasi antara
0,02 dan 0,2 ppm; Namun, penambahan C. marina secara signifikan menurunkan viabilitas
sel masing-masing sebesar 10% dan 16% untuk AgNP dan Ag (I). Lotfi et al. (2019)
menyiapkan serangkaian film PE antimikroba yang mengandung AgNP dan NP TiO 2 dalam
proporsi yang berbeda-beda dan menemukan bahwa konsentrasi yang sama dari 5% AgNP
dan 5% NP TiO2 menunjukkan aktivitas antimikroba terkuat dan memiliki masa simpan
yang paling lama ketika film digunakan sebagai bungkus plastik untuk ayam.
Tabel 2. Efek sinergistik dengan mengkombinasikan berbagai nanostruktur antimikroba yang berbeda

Fungsi Agen yang Efektif Tipe Karakteristik Matriks Bakteria Kesimpulan Referensi

Antioksidan Pelapis Staphylococcus


Antimikroba Liposome- Perpanjangan umur simpan dari 9 hari
Diameter ∼200 nm aureus Z. Wu et al.
encapsulatedlaurel Chitosan dengan PE biasa hingga 15 hari dengan film
ζ potential ∼26 mV Escherichia 2019
essential oil AgNPs yang dikembangkan pada suhu 4°C
coli
Antimikroba Efek inhibisi yang lebih besar pada E. coli
Cellulose E. coli
dbandingkan pada L. monocytogenes tanpa
nanofibril Serat AgNPs ∼11 nm NA Listeria Yu et al. 2019
sitotoksisitas yang signifikan pada
AgNPs monocytogenes
pertumbuhan sel manusia
Adhesi Penurunan sifat barier dengan peningkatan
Oxygen
Barier konsentrasi Laponit
Carrageenan Coated on PP plasma Vishnuvarthana
Antimikroba Pelapis S. aureus Peningkatan adhesi antara lapisan dan film
AgNPs 24-μm thick surface n & Rajeswari
E. coli PP setelah perlakuan plasma oksigen
Laponite film modified PP 2019
Aktivitas antimikroba yang sangat baik yang
film
disajikan oleh AgNPs
Antimikroba
Alginate AgNPs ∼10–
Pelepasan Ag secaraberkelanjutan selama 10
microbeads 21 nm Kostic et al.
Film PLA S. aureus hari
containing Microbeads 2019
Efek inhibisi terhadap S. aureus
AgNPs ∼190 μm
Antimikroba Bacillus
subtilis
AgNPs synthesized
S. aureus Khasiat antimikroba: B. subtilis> S. aureus> Kadam et al.
by Nigella sativa Film AgNPs ∼8 nm Chitosan
E. coli E. coli> P. aeruginosa 2019
extract
Pseudomonas
aeruginosa
Kombinasi beberapa struktur nano fungsional adalah sebuah metode yang
menjanjikan untuk menyusun bahan kemasan multifungsi (mis., AgNP, ZnO NP,
NP TiO2, dan GM memberikan sifat anti mikroba; nanoclays meningkatkan sifat
barier; dan sensor mikroorganisme untuk memonitor kesegaran). Sementara itu,
kombinasi beberapa agen anti mikroba dapat mengurangi dosis dan waktu paparan
senyawa individu dan meningkatkan efisiensi anti mikroba. Namun, kelemahan
potensial dari aplikasi kombinasi juga didapatkan. Kombinasi tersebut dapat
meningkatkan risiko kontaminasi oleh bakteri resisten serta potensi toksisitas
dengan memanfaatkan beberapa antimikroba secara bersamaan. Efek dan
keamanan biologis perlu lebih banyak digali dan dievaluasi. Lebih lanjut,
mikroorganisme yang berbeda mungkin memerlukan formulasi antimikroba
kombinasi yang berbeda untuk memaksimalkan aktivitas antimikroba, yang
meningkatkan kesulitan aplikasi kombinasi antimikroba dalam sistem
pengemasan makanan. Pencapaian terbaru dalam meningkatkan sifat mekanik
bahan kemasan dengan kombinasi beberapa struktur nano tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Kombinasi beberapa struktur nano untuk meningkatkan sifat mekanik


bahan kemasan makanan
Bahan Perubahan sifat Referensi
Campuran antara ZnO nanorods Peningkatan tensile strenght dan aktivitas antimikroba
dan nanokaolin dikombinasikan Penurunan WVP
Jafarzadeh et al.
ke dalam semolina
2017
(ZnOnanorods/nanokaolin/semol
ina)
Nanokaolin-embedded semolina Penurunan WVP, permeabilitas oksigen, kadar air, Jafarzadeh et al.
film dan WS 2016
Peningkatan kapasitas penahan air dan stabilitas
ZnO NP/CuO NP/carrageenan
termal Oun & Rhim 2017
hydrogel
Meningkatkan aktivitas antibakteri
Lysozyme/halloysite Penguatan WVP dan sifat mekanis
Bugatti et al. 2017
nanotubes/PLA Penurunan elongasi saat break
Essential oil/sodium bentonite Peningkatan WVP, WS, dan sifat mekanik Kashiri et al. 2017
nanoclay/zein Aktivitas antimikroba yang sangat baik
Lysozyme/halloysite Peningkatan sifat mekanik dan modulus elastisitas
Bugatti et al. 2018
nanotubes/polymide 11 Aktivitas antimikroba yang sangat baik
Cellulose acetate/AgNPs- Peningkatan sifat barier UV yang dengan kejernihan Dairi et al. 2019
organoclay/thymol optik dan stabilitas termal yang menurun
Aktivitas antioksidan dan aktivitas antimikroba yang
superior
Meningkatkan sifat barier oksigen dan tensile
Sifat mekanik yang ditingkatkan, stabilitas termal, dan
TiO2 NP/zein/chitosan hidrofobik. Qu et al. 2019
Sifat antibakteri yang diperkenalkan
Goudarzi &
Starch/kefiran/TiO2 Peningkatan misibilitas dan kompatibilitas Shahabi-
Ghahfarrokhi 2018
Mirjalili &
ZnO NP/starch/oil/CMC Peningkatan sifat tensile, mekanik, dan WVP
Ardekani 2017
Cellulose Sifat barier dan migrasi Ag dari film yang mengalami Fortunati et al.
nanocrystals/AgNPs/PLA intensifikasi 2013
Peningkatan kemampuan menghambat sinar UV,
Cellulose/lignin NP/PLA kekuatan tensile, dan modulus elastis Yang et al. 2016
Melakukan aktivitas biosidal yang efisien
Carvacrol/thymol/halloysite Peningkatan stabilitas termal dan aktivitas
Krepker et al. 2017
nanotubes/LDPE antimikroba yang superior
Penurunan WVP dan EAB
Chitosan NP/cinnamon essential Vahedikia et al.
Peningkatan kekuatan tensile dan aktivitas
oil/zein 2019
antimikroba

APLIKASI NANOSTRUKTUR DALAM BAHAN KEMASAN UNTUK


MENINGKATKAN SIFAT BARIER
Fungsi mendasar dari kemasan makanan adalah untuk menawarkan sifat barier
untuk produk makanan dan melindunginya dari kondisi yang tidak
menguntungkan. Sifat barier terhadap air, gas, dan cahaya menentukan komposisi
bahan kemasan. Wadah logam dapat menghalangi cahaya untuk produk yang peka
terhadap cahaya. Plastik sintetik berbahan dasar minyak bumi adalah bahan
pembungkus yang paling banyak digunakan karena sifat bariernya yang sangat
baik. Bahan pengemasan berbasis biologis memiliki kekurangan akibat sifat barier
yang terbatas tetapi ramah lingkungan. Penerapan wadah kaca terbatas oleh
kerapuhan, berat, dan biaya yang tinggi. Polyethylene terephthalate (PET)
memberikan sifat barier yang lebih kuat untuk oksigen dibandingkan PE densitas
tinggi (HDPE), dengan permeabilitas oksigen 6–8 nmol /(m·s·GPa) dibandingkan
200–400 nmol /(m·s·GPa), secara berurutan, tetapi HDPE memberikan
permeabilitas air yang lebih rendah dibandingkan PET (Duncan 2011). Meskipun
plastik sintetis berbasis minyak bumi adalah bahan pengemasan yang dominan di
pasaran, kompatibilitasnya yang rendah terhadap lingkungan, kemampuan
degradasi yang lebih rendah, dan tidak sustainable (berkelanjutan) mendesak
dikembangkannya bahan pengemasan berbahan dasar biologis yang ramah
lingkungan (Cinelli et al. 2006). Meskipun bahan pengemas berbahan dasar
biologis memiliki biodegradabilitas tinggi, sifat barier yang sangat terbatas
membatasi aplikasinya dalam pengemasan makanan. Salah satu strategi yang
menjanjikan untuk memecahkan masalah ini adalah penggabungan filler
nanosized ke dalam matriks biopolimer.
Nanokomposit polimer adalah polimer yang ditanamkan dengan nanofiller
yang ditujukan untuk meningkatkan sifat mekanik dan barier. Tergantung pada
rasio aspek dan geometri mereka, nanofiller dapat diklasifikasikan sebagai (a)
berlapis (misalnya, tanah liat, nanoplatelets silikat, dan graphene), (b) sferis
[misalnya, nanopartikel silika (SiO2 NP)], dan (c) partikel asikular (mis. karbon
nanotube dan nanofibers atau whiskers berbasis selulosa) (Chivrac et al. 2009).
Saat ini, nanofiller yang paling banyak diteliti adalah lempung atau bahan silikat
lainnya. Montmorillonite (MMT) adalah lempung dominan yang digunakan dalam
bahan kemasan makanan karena bersifat alami, serbaguna, berbiaya rendah, dan
aman bagi lingkungan (de Azeredo 2009).

Nanoclays: Sifat Fisik dan Mekanik dan Aplikasinya dalam Bahan Kemasan
Makanan
Nanoclays adalah aluminium silikat yang terbentuk secara alami dengan struktur
seperti lembaran. Nanoclays memiliki ketebalan 1-nm dengan lembaran alumina
oktahedral menyatu antara dua lembar tetrahedral silika eksternal. Lapisan
tersebut bermuatan negatif dan bergabung dengan adanya kation interlayer atau
van der Waals. Luas permukaan tinggi (700-800 m 2/g) dan rasio MMT aspek
besar (50–1.000) menjadikannya filler yang efektif untuk meningkatkan sifat
barier gas film (Majeed et al. 2013). Struktur ini memungkinkan plat MMT untuk
bertindak sebagai barier fisik dengan jalur yang lebih sulit dan penurunan
permeabilitas gas (Huang et al. 2017). Banyak penelitian telah menunjukkan
efektivitas berbagai nanoclays dalam mengurangi permeabilitas dari bahan
berbasis PE terhadap O2, CO2, uap air, dan nitrogen. Selain itu, film LDPE,
polypropylene (PP), PET, dan polimida menunjukkan perbaikan sifat barier O2
ketika digabungkan dengan nanoclays (Mihindukulasuriya & Lim 2014).
Penambahan nanoclays ke film gelatin meningkatkan hidrofobisitas dan
mengurangi WVP film (Kanmani & Rhim 2014). Kadar nanoclay 18% dalam film
gelatin juga secara signifikan meningkatkan kekuatan film, mengurangi elongasi
saat break, dan mengurangi transmisi cahaya (Farahnaky et al. 2014).
Penggabungan MMT 1% atau 3% ke film kitosan menurunkan WVP sekitar 40%
atau 45%, dan kombinasi 3% MMT dengan 1% minyak esensial rosemary
menurunkan WVP sebesar 58% dengan kekuatan tensile yang sangat meningkat
(Abdollahi et al. 2012).

Nanofiller Berbasis Selulosa dan Aplikasinya


Selulosa adalah biopolimer yang paling berlimpah di alam dan dapat
diperoleh dari banyak sumber alami, meliputi biomassa lignoselulosa seperti
kayu, kapas, rami, dan beberapa produk samping pertanian, seperti residu gandum
dan sereal, sekam kedelai, serat rami dan jerami rami, jagung, dan nanas (Thomas
et al. 2011). Nano-selulosa umumnya mengacu pada bahan selulosa dengan satu
dimensi dalam rentang nanometer. Dimensi geometris (panjang dan lebar), fungsi,
dan metode persiapan nanoselulosa sangat bervariasi, tergantung pada sumber
bahan selulosa dan kondisi hidrolisis (Habibi et al. 2010). Serat nano selulosa
(CNF) dan kristal nano selulosa (CNCs) adalah dua struktur nano berbasis
selulosa utama yang diperoleh melalui metode pemrosesan yang berbeda
(Vilarinho et al. 2018). Penggabungan CNCs dan CNFs ke dalam polimer dapat
sangat meningkatkan sifat mekanik dan barier mereka. CNC memiliki sifat
mekanik dan barier yang tinggi karena struktur molekulnya mengandung area
yang sangat kristalin dan karena mereka dapat membentuk jaringan peresapan
yang padat. Penambahan CNCs ke whey protein-cast film meningkatkan tensile
strenght film dari 1,3 menjadi 3,15 MPa dan meningkatkan WVP dari 4,91 × 10 -12
(Pa·s·m2) menjadi 3,01 × 10-12 gm/(Pa·s·m2) (Jiang et al. 2019). Film kitosan yang
diperkuat dengan CNC menunjukkan penurunan 27% pada WVP dan peningkatan
sifat mekanik sebagai hasil dari pembentukan jaringan perkolasi dan interaksi
matriks-filler yang kuat (Khan et al. 2012). CNF, termasuk kitosan, pati, dan asam
galat, dengan diameter rata-rata 22 nm terdistribusi secara merata dalam matriks
film pati. Penambahan kurang dari 0,05 g CNF/g pada pati menghasilkan ikatan
silang antara kitosan, pati, dan asam galat dan meningkatkan resistensi film
terhadap kelembaban (Zhao et al. 2019).

SENSOR YANG DISERTAKAN KE DALAM KEMASAN MAKANAN


UNTUK PEMANTAUAN KESEGARAN MAKANAN DAN DETEKSI
KONTAMINASI MAKANAN
Pengenalan dan pengembangan modul pengindraan target dan pelaporan pada
sistem pengemasan makanan telah memajukan bidang pengemasan makanan
secara drastis, karena kemajuan tidak hanya menawarkan platform untuk
melindungi makanan tetapi juga berkomunikasi dengan konsumen dengan
informasi dan kualitas keselamatan terbaru tentang produk makanan di dalam
kemasan. Sistem pengindraan saat ini diterapkan pada kemasan makanan
melibatkan deteksi mikroorganisme, gas, dan pH. Meskipun sebagian besar belum
dikomersialkan, upaya besar telah dilakukan untuk mengembangkan dan
mempopulerkan kemasan makanan dengan sistem pengindraan.

Penggabungan DNAzim dalam Kemasan Makanan untuk Deteksi Bakteri


Real-Time
DNAzim adalah molekul DNA sintetis beruntai tunggal yang memiliki
kemampuan katalitik atau dapat melakukan reaksi spesifik. DNA memiliki
keunggulan mudah diprogram, stabilitas tinggi, dan biokompatibilitas yang sangat
baik. Desain sensor patogen berbasis DNA umumnya meliputi dua langkah: (a)
pengenalan target (misalnya, sel bakteri, campuran ekstraseluler atau intraseluler
crude, atau produk lisis sel) dan (b) amplifikasi dan keluaran dari hasil deteksi
dalam sinyal yang dapat diukur (mis. perubahan warna optik atau fluoresensi).
Deteksi target dapat diwujudkan dengan pengikatan spesifik antara aptamers dan
target (Sun et al. 2019, Xu et al. 2018, Zhong et al. 2018), amplifikasi gen yang
ditargetkan dapat diwujudkan melalui reaksi berantai polimerase atau strategi
amplifikasi lainnya (Kim et al. 2018, Liu et al. 2018b), dan molekul pembelah
RNA (Yousefi et al. 2018). Untuk memperkuat sinyal, DNAzim berbasis G-
quadruplex telah digunakan secara intensif. G-quadruplex memiliki struktur heliks
tetrad guanin yang dibentuk oleh sekuens asam nukleat yang kaya G. Dengan
adanya hemin, kompleks G-quadruplex/hemin dapat menyerupai peroksidase,
mengoksidasi 2,2-azino-bis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid) (ABTS) yang
tidak berwarna menjadi ABTS berwarna hijau ++, dan dengan cara ini
mentransfer sinyal DNA ke perubahan warna optik (Liu et al. 2018a). Strategi lain
yang digunakan secara intensif adalah modifikasi fluoresensi untai DNA. Dengan
memanipulasi perubahan jarak antara sepasang pewarna fluoresensi dan molekul
pendinginan yang disebabkan oleh aktivitas deteksi, perubahan intensitas
fluoresensi menawarkan pengukuran kuantitatif target. Yousefi et al. (2018)
membuat microarray sensor DNA E. coli-spesifik untuk film polimer cyclo-olefin
transparan dan memantau pertumbuh real-time E. coli selama berhari-hari.
Perubahan sinyal dilaporkan melalui perubahan intensitas fluoresensi.

Kemasan Makanan syang Dimodifikasi oleh Enzim dan Antibodi untuk


Deteksi Bakteri Real-Time
Antibodi dan enzim telah banyak digunakan untuk deteksi target karena
afinitas dan selektivitasnya yang luar biasa terhadap target. Enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) adalah model tipikal yang telah secara intensif
digunakan untuk mendeteksi mikroorganisme (Ren et al. 2017, Song et al. 2016b).
Prinsip dasar ELISA adalah teknik sandwich antibodi ganda. Pertama, antibodi
terhadap target diimobilisasi ke penyokong yang solid. Target kemudian
ditambahkan untuk mengikat antibodi yang diimobilisasi. Kemudian, konjugasi
antibodi dan enzim ditambahkan untuk bereaksi dengan target. Antibodi dalam
konjugasi secara spesifik berikatan dengan target sementara enzim bereaksi
dengan substrat kromogenik, dan intensitas warna yang muncul atau ukuran lain
sebanding dengan jumlah target (Gaastra 1984). Untuk menurunkan batas deteksi,
ELISA telah dimodifikasi dengan memasukkan metode pensinyalan lain seperti
sinyal elektrokimia (Mun & Choi 2015, Song et al. 2016a, Xu et al. 2016a),
impedansi larutan (Xu et al. 2016b), dan relaksasi magnetik (Wang et al. 2015).
Dengan meminjam prinsip ELISA, Mujika et al. (2009) menunjukkan penyusunan
immunosensor magnetoresistif untuk mendeteksi E. coli dalam sampel makanan
dan klinis.
Pemantauan Kesegaran Makanan Melalui Sensor Gas
Adanya kontaminasi mikroba sering menyebabkan perubahan komposisi gas
dalam kemasan, dan hal ini menjadikan gas sebagai indikator yang baik untuk
memantau kesegaran makanan (Kuswandi et al. 2011). Indikator gas umum
meliputi: (a) amina yang mudah menguap (mis., timetilamin, dimetilamin, dan
NH3), yang dikenal sebagai total nitrogen dasar yang mudah menguap, yang
merupakan produk dari degradasi mikroba (Nopwinyuwong et al. 2010); (b)
peningkatan kadar gas CO2 yang sesuai dengan pertumbuhan bakteri dan jamur
dalam produk makanan, dengan penurunan kadar CO2 menunjukkan kebocoran
kemasan makanan (Puligundla et al. 2012); dan (c) H 2S yang terbentuk pada
proses pembusukan makanan.
Secara luas, sensor CO2 dapat dikelompokkan sebagai sensor optik dan
elektrokimia berdasarkan jenis transduser yang digunakan, dan sensor CO 2 optik
secara luas dipelajari untuk aplikasinya dalam kemasan makanan (Puligundla et
al. 2012). Sensor CO2 optik umumnya mengadopsi pewarna yang sensitif terhadap
pH dan melaporkan fluktuasi CO2 melalui perubahan warna. Pewarna-pewarna ini
termasuk timol biru (Mills & Yusufu 2016, Nakamura & Amao 2003), fenol
merah (Mills et al. 1998), kresol merah (von Bültzingslöwen et al. 2003), dan
beberapa pewarna bercahaya yang merespons CO2. Saliu & Della Pergola (2018)
mengembangkan indikator kolorimetri CO2 dengan menggunakan campuran lisin,
ε-polilisin, dan antosianin. Dengan adanya CO2, pH menurun secara drastis
sebagai akibat konversi dari lisin menjadi garam karbamat dan bikarbonat, dan
sianidin berubah warna dari biru menjadi merah muda (Saliu & Della Pergola
2018).
Zhai et al. (2019) mengembangkan sensor H2S kolorimetri berbasis AgNP.
AgNP memiliki reaktivitas tinggi dengan H 2S untuk membentuk Ag2S dengan
selektivitas dan sensitivitas yang tinggi. Reaksi tersebut menyebabkan perubahan
resonansi plasmon permukaan lokal, sedemikian rupa sehingga warna AgNP
berubah dari kuning terang menjadi kuning muda, merah muda, dan kemudian
tidak berwarna, dengan konsentrasi H2S berkisar dari 0 hingga 85 pM (Zhai et al.
2019).
Pemantauan kesegaran makanan ditemukan dalam generasi baru sistem
pengemasan cerdas dan saat ini menjadi tren dalam pengembangan sistem
pengemasan baru. Namun, luas penggunaan pemantauan kesegaran ini masih
dibatasi oleh biaya produksi dan kesulitan dalam desain.
Meskipun banyak upaya telah dilakukan untuk mengembangkan sistem
pengemasan cerdas, tantangan-tantangan berikut tetap ada: (a) mengurangi biaya
pembuatan kemasan cerdas, (b) memperluas jangkauan deteksi dari
mikroorganisme atau molekul tunggal ke berbagai target, dan (c) mengoptimalkan
translasi sinyal dan mengurangi ketergantungan pada peralatan untuk output
sinyal.

KEAMANAN MENGGUNAKAN NANOSTRUKTUR DALAM BAHAN


KEMASAN MAKANAN
Aplikasi struktur nano dalam bahan kemasan makanan telah dipelajari secara
intensif karena keunggulan intrinsik mereka. Namun, mereka menunjukkan sifat
fisik, kimia, dan biologis yang berbeda dari bentuk besarnya. Selanjutnya, struktur
nano dapat terlepas dari bahan kemasan dan melepaskan komponen yang lebih
kecil. Karena struktur nano dalam bahan kemasan memiliki kontak dan
berinteraksi langsung dengan matriks makanan, penting untuk mengukur jumlah
struktur nano yang terlepas dari bahan kemasan dan mengevaluasi keamanan
bahan-bahan ini sambil mempertimbangkan paparan konsumen terhadap struktur
nano.

Migrasi Struktur Nano dari Bahan Kemasan ke Matriks Makanan


Migrasi didefinisikan sebagai perpindahan massa suatu komponen dari
bahan kontak makanan ke matriks makanan. Hal ini merupakan faktor penting
terkait penilaian risiko dan evaluasi keamanan pangan. Migrasi struktur nano ke
matriks makanan melibatkan beberapa proses submikroskopis: desorpsi atau
terlepasnya struktur nano dari bahan kemasan; disolusi dan dispersi struktur nano
di lingkungan sekitarnya; degradasi bahan polimer yang menginduksi pelepasan
struktur nano dari polimer; dan penyerapan dan interaksi struktur nano dengan
bahan makanan (Jokar et al. 2017).
Migrasi struktur nano dari bahan kemasan ke matriks makanan sebagian
besar ditentukan oleh ukuran, struktur, komposisi kimia, dan suhu serta keasaman
lingkungan sekitarnya. Ukuran partikel adalah parameter dominan yang
menentukan laju pelepasan partikel yang lebih kecil dari 10 nm, dan koefisien
difusi berkurang secara eksponensial dengan peningkatan ukuran (Pillai et al.
2016). Sebagai hasil dari peningkatan rasio permukaan-ke-volume dalam partikel
yang lebih kecil, 4-nm AgNP melepaskan sekitar 100× lebih banyak massa Ag
dibandingkan AgNP yang lebih besar dari 10 nm (Weiner et al. 2018). Laju
desorpsi juga ditemukan bergantung pada suhu sebagai contoh polivinilpirolidon-
AgNP yang dilapisi dengan polistirena (AgNP ∼78,9 nm). Laju desorpsi Ag
meningkat dengan kenaikan suhu dalam hubungan linier hingga 40°C. Setelah itu,
laju desorpsi terus meningkat dengan kenaikan suhu pada urutan pseudo-detik
yang meningkat hingga 70°C. Hubungan nonlinear pada suhu yang lebih tinggi
menunjukkan bahwa Ag mungkin diserap kembali oleh gugus karbonil bebas pada
permukaan polistirena yang dilapisi dan dengan demikian membatasi laju
desorpsi. Analisis yang lebih komprehensif dari parameter yang mempengaruhi
laju desorpsi dalam penelitian ini lebih lanjut menunjukkan bahwa suhu adalah
kontributor utama, diikuti oleh waktu dan nilai pH (Hannon et al. 2017). Produk
makanan asam dilaporkan mempercepat laju migrasi. Jumlah Ag yang dilepaskan
dari AgNPs dalam asam asetat 3% adalah 2,4 kali lipat lebih tinggi dari Ag yang
dilepaskan dari 95% EtOH (Soleimani et al. 2017).
Jenis bahan polimer dan perlakuan permukaan juga memainkan peran
penting dalam menentukan laju migrasi komponen dari matriks polimer. Polimer
yang berbeda menghadirkan kompatibilitas yang berbeda untuk struktur nano dan
dengan demikian mempengaruhi laju migrasi dengan cara yang berbeda. Chen &
Hu (2018) meneliti laju migrasi seng dari ZnO NP/film komposit PP menjadi
asam asetat 3% dengan menggunakan tiga jenis PP: homopolimer PP (PPH), blok
kopolimer PP (PPB), dan kopolimer acak dari PP (PPR). Hasil menunjukkan
bahwa migrasi seng dari PP memilik urutan PPH > PPB > PPR. Hal ini
dikarenakan rantai samping pada PPB dan PPR melindungi ZnO NP yang
tertanam dengan baik, sedangkan pemisahan fase yang penting diamati pada ZnO
NP yang tertanam PPH karena kristalinitas tinggi dan struktur PPH yang rapat.
Mengenai perawatan permukaan untuk matriks polimer, peningkatan interaksi
antara struktur nano dan matriks polimer dapat secara efektif mengurangi laju
migrasi dengan tidak hanya mengurangi desorpsi tetapi juga meningkatkan
reattachment antara struktur nano yang terdifusi dan matriks polimer. Sebagai
contoh, peningkatan jumlah gugus karbonil dan karboksil dengan adanya UV,
ozon, dan perlakuan pluronic memperkuat perlekatan AgNPs ke PE dan
menghambat pelepasan Ag dari matriks polimer (Hannon et al. 2018).
Perbandingan migrasi struktur nano dilakukan antara material nano yang berbeda.
Ketika struktur nano dimasukkan ke dalam kopolimer PE dan biblock,
nanopartikel tembaga (CuNPs) dan titanium nanopartikel (TiNPs) menunjukkan
angka migrasi yang lebih tinggi daripada AgNP dan desorpsi Ag dari pelapisan
AgNP pada polystyrene dapat diprediksi oleh model penyerapan kinetik pseuso-
urutan kedua dengan R2prediksi = 0,90 (Cushen et al. 2014; Hannon et al. 2016,
2017; Soleimani et al. 2017).

Studi in vitro dan in vivo tentang Metabolisme Nanostruktur


Penggunaan struktur nano dalam bahan kemasan makanan dan aditif
makanan membuat metabolisme struktur nano menjadi topik penting dalam studi
tentang potensi sitotoksisitas dari struktur nano yang dibawa makanan ke tubuh
manusia. Dalam kasus asupan oral struktur nano, saluran gastrointestinal (GI)
adalah rute utama pencernaan struktur nano, dan metabolisme struktur nano cukup
rumit untuk dipelajari (Dias et al. 2019). Kinerja struktur nano yang melewati
mukosa GI cenderung dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama ukuran, muatan,
dan lapisan permukaan, dan translokasi dari saluran GI ke situs ekstraintestinal
telah dilaporkan lebih besar untuk nanopartikel dibandingkan partikel yang lebih
besar. Selain itu, keterbatasan saat ini dalam mendeteksi ambang konsentrasi
logam dan perbedaan dalam pola biodistribusi dalam model hewan antara
berbagai struktur nano semua makin memperumit kompleksitas studi
metabolisme.
Tantangan pertama yang harus dihadapi struktur nano saat memasuki
saluran GI adalah mempertahankan monodispersi dan stabilitas di bawah pH
ekstrim dan kekuatan ionik yang tinggi. Satu studi baru-baru ini membahas
stabilitas AgNP dalam cairan lambung yang distimulasi. Keberadaan HCl
menghilangkan agen capping dan beberapa Ag+ dari AgNP, yang membuat AgNP
teroksidasi dengan penurunan muatan permukaan. Presipitasi yang diinduksi Cl
dari AgCl dan hilangnya Ag+ bersama-sama memfasilitasi agregasi AgNPs
(Axson et al. 2015). Interaksi antara sel-sel epitel dalam saluran GI dan
nanomaterial dapat dipelajari pada lapisan sel epitel. Paparan struktur nano
terhadap sel epitel mengubah permeabilitas lapisan tunggal, mengganggu ekspresi
enzim dalam sel, dan menyebabkan kerusakan fungsi lainnya. Setelah dua hari
terpapar AgNP 10-110-nm, AgNP tervisualisasi di dalam sel epitel kolon manusia
T84 dan Ag terdeteksi di sumur basal, yang menyarankan penetrasi dari kedua
AgNP dan Ag yang tersebar dari AgNP di luar sel. Ukuran partikel yang lebih
kecil ditunjukkan untuk meningkatkan permeabilitas melalui lapisan tunggal
(Williams et al. 2016).
Biodistribusi struktur nano dapat dievaluasi baik deari eksperimen hewan
dan simulasi body-on-a-chip. Lee et al. (2012) mempelajari distribusi tubuh dari
ZnO NP berlabel fluoresensi berukuran 20-100 nm yang diberikan secara oral
pada tikus Sprague-Dawley (berusia 5-6 minggu dan berat 180-200 g) melalui
pemberian oral (5 mg ZnO NP terkonjugasi Cy5.5 dalam 0,5 mL air suling). ZnO
NP dengan cepat memasuki saluran GI setelah pemberian dan mencapai
konsentrasi puncak dalam darah dalam 5-7 jam, diikuti oleh lebih banyak retensi
di hati dan ginjal dibandingkan di organ lain (Lee et al. 2012). Studi lain dari NP
polistiren karboksilasi (50 nM) yang dilakukan dalam simulasi body-on-a-chip
juga mengkonfirmasi potensi cedera hepar oleh struktur nano, di mana 9,5% NP
berjalan melintasi sel monolayer dan menginduksi peningkatan regulasi aspartat
aminotransferase, sebuah enzim yang mengindikasikan cedera sel hepar (Esch et
al. 2014). MacNicoll et al. (2015) melakukan pemberian TiO2 NP oral dosis
tunggal pada konsentrasi 5 mg/kg berat badan; tidak ada jumlah NP yang
signifikan (diukur sebagai titanium) yang diamati dalam darah, urin, atau berbagai
organ pada tikus selama 96 jam pasca-pemberian, tetapi TiO 2 ditemukan
diekskresikan dalam tinja. Tang et al. (2018) meneliti toksisitas oral dari empat
CuNP dengan ukuran yang berbeda pada tikus, dan nilai LD50 (median lethal
dose) dari ion Cu dan 30-nm, 50-nm, 80-nm, dan 1-μm CuNPs masing-masing
adalah 359,6, 1,022, 1.750, 2.075, dan > 5.000 mg/kg, dalam skenario paparan
akut. Bachler et al. (2013) secara komprehensif mempelajari metabolisme Ag
ionik dan AgNP (15-150 nm) pada model farmakokinetik melalui ingesti oral.
Setelah ingesti, sebagian besar organ memiliki kadar Ag yang jelas di bawah
kadar di mana efek samping dilaporkan secara in vitro, dan sebagian besar organ
memiliki kadar Ag di bawah atau di sekitar kadar Ag dalam asupan makanan. Hal
ini menunjukkan bahwa risiko pada orang dewasa yang diakibatkan struktur nano
berbasis Ag dalam produk kecil. Namun, para penulis ini menyarankan bahwa
inhalasi adalah rute yang kritis untuk penyerapan Ag ionik dan AgNP pasca
terpapar dibandingkan ketika diberikan secara oral.

Potensi Polusi Sistem Perairan dan Tanah oleh Struktur Nano


Polusi sistem air dan tanah oleh bahan nano sebagian disebabkan oleh limbah
bahan nano. Pabrik pengolahan air limbah memiliki teknik yang sangat terbatas
untuk memisahkan bahan nano dari air limbah, sehingga bahan nano terbuang ke
sungai dan danau dan memasuki ekosistem. Kunhikrishnan et al. (2015)
melaporkan bahwa nilai prediksi untuk kontaminasi TiO2 NP adalah 21 ng/L
dalam air permukaan dan 4 ng/L dalam pengolahan limbah. Polusi bahan nano
dalam tanah juga dapat diserap oleh tanaman dan memengaruhi perkembangan
tanaman dalam banyak cara [mis., bahan karbon nano menghambat penyerapan
nutrisi tanaman, ZnO NP mengurangi biomassa daun Glycine max (L.) Merr.].
Namun, para peneliti juga menemukan bahwa beberapa bahan nano efisien dalam
mempromosikan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan kemampuan
fitoremediasi tanah oleh tanaman tertentu (Zhu et al. 2019) Misalnya, TiO 2 NP
meningkatkan laju fotosintesis dan absorbansi ion pada tanaman kedelai (Singh &
Lee 2018). Namun, karena bahan nano terakumulasi dalam tanaman, bahan ini
sering berpindah dari akar tanaman ke daun dan memasuki rantai makanan, yang
menyebabkan potensi risiko bagi manusia.
KESIMPULAN DAN PERSPEKTIF UNTUK MASA DEPAN
Struktur nano telah dianggap sebagai rute yang merangsang pembuatan bahan
kemasan makanan yang baru dan inovatif dengan sifat peningkatan performa.
Kemajuan terbaru dalam bahan kemasan makanan telah melibatkan (a)
pengembangan biopolimer berbasis sumber daya terbarukan (mis., pati, plastik
selulosa, dan PLA) dan menggabungkan struktur nano untuk meningkatkan sifat
barier bionanokomposit terhadap O2, CO2, dan uap air; (b) menyajikan sifa anti
mikroba, antioksidan, dan fungsi lainnya dalam bahan kemasan melalui
penggunaan bahan nano yang unik seperti nanoclays, AgNP, oksida logam, dan
biopolimer fungsional seperti kitosan; dan (c) memperkenalkan fungsi baru untuk,
misalnya, memantau kesegaran, mengukur pertumbuhan bakteri, dan mendeteksi
gas menggunakan DNAzim, antibodi, enzim, dan probe molekuler kecil.
Meskipun penggabungan struktur nano telah sangat memperkaya
karakteristik bahan kemasan makanan, kemajuan baru ini masih dalam
pengembangan, dan diperlukan banyak upaya sebelum mereka dapat
dikomersialkan. Selain itu, masalah keamanan masih tetap ada tentang
menggunakan struktur nano sebagai bahan kontak makanan. Data ilmiah tentang
migrasi struktur nano dari bahan kemasan ke dalam makanan dan biodistribusi
struktur nano dalam tubuh manusia setelah konsumsi oral masih terbatas.
Diperlukan penelitian yang signifikan untuk mengevaluasi potensi toksisitas
bahan nanokomposit serta keamanan lingkungan dari penggunaannya. Teknologi
canggih sangat dibutuhkan untuk mendeteksi dan melacak jalur metabolisme
struktur nano dalam tubuh manusia, dan metode pengukuran perlu ditingkatkan
untuk mendeteksi zat struktur nano yang mengalami pemisahan dalam bentuk
nanopartikel, nano-kluster, ion, dan oksidan. Penggunaan struktur nano dalam
bahan kemasan makanan membutuhkan peraturan dan pedoman dalam
menggabungkan struktur nano dan untuk memastikan keamanan penggunaannya.

Anda mungkin juga menyukai