Dibacakan
Oleh:
Dosen Pembimbing:
dr. Iyone E.T. Siagian, M.kes, Sp.KKLP
Dibacakan
Oleh:
17014101041
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Kata kunci
kemasan makanan, struktur nano, aktivitas antimikroba, sifat mekanik, sifat barier,
pertimbangan keamanan
Abstrak
Kemajuan terbaru dalam bahan kemasan makanan sebagian besar bergantung pada
penentuan struktur nanoteknologi. Karena beberapa sifat unik dari struktur nano yang
masih kuranh dalam bentuk besarnya, penggabungan struktur nano ke dalam bahan
kemasan sangat meningkatkan kinerja dan memperkaya fungsionalitas bahan-bahan ini.
Ulasan ini berfokus pada fungsi dan aplikasi struktur nano banyak dipelajari untuk
mengembangkan bahan kemasan makanan baru. Struktur nano yang menawarkan aktivitas
antimikroba, meningkatkan sifat mekanik dan barier, dan memantau kesegaran produk
makanan akan dibahas dan dibandingkan dalam studi ini. Selain itu, keamanan dan potensi
toksisitas dari struktur nano dalam produk makanan dievaluasi dengan merangkum aktivitas
migrasi struktur nano ke sistem makanan yang berbeda-beda dan membahas metabolisme
struktur nano di tingkat seluler dan dalam model hewan.
Pendahuluan
Kemasan makanan berisi dan melindungi produk makanan selama distribusi dan
penyimpanan. Gangguan pada produk makanan dan kondisi sekitarnya membuat
pengemasan makanan sangat penting untuk menjaga kualitas dan menjamin keamanan
produk makanan (Mihindukulasuriya & Lim 2014). Kemajuan besar dalam pengemasan
makanan telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir dengan mengikutsertakan
nanoteknologi ke dalam sistem pengemasan makanan. Kemajuan pesat di bidang ini dicapai
dengan adanya peningkatan sifat barier, meningkatkan sifat antimikroba, menggabungkan
sensor gas / mikroorganisme, dan meningkatkan biodegradabilitas dan biokompatibilitas
(Cerqueira et al. 2018). Struktur nano dari berbagai komposit, dimensi, bentuk, dan fungsi
sedang digunakan dalam pengembangan sistem pengemasan makanan baru untuk
memenuhi permintaan industri dan konsumen.
Kemasan makanan dengan sifat antimikroba telah dikembangkan untuk membunuh
atau menghambat pembusukan dan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang dapat
mencemari produk makanan. Agen antimikroba yang berbeda dimasukkan ke dalam bahan
kemasan untuk meningkatkan keamanan makanan dan memperpanjang umur simpan
produk makanan. Agen antimikroba yang digunakan dalam bahan kemasan termasuk agen
antimikroba alamiah (misalnya, minyak atsiri, antibodi, dan enzim), bahan anorganik
sintetis (misalnya, ZnO, TiO2, dan Ag), dan senyawa organik (misalnya, graphene)
(Mousavi Khaneghah et al. 2018). Aktivitas antimikroba berasal dari beberapa mekanisme,
seperti merusak integritas membran sel (Bondarenko et al. 2018), mengganggu
biomolekuler (misalnya, DNA dan protein) di dalam sel (Biswas et al. 2019), mengatur
sistem metabolisme (Hoseinnejad et al. 2018), dan menyebabkan stres oksidatif. Struktur
nano umum yang digunakan dalam kemasan antimikroba termasuk struktur nano berbasis
Ag [Ag nanopartikel (AgNPs), Ag nanoclusters (AgNCs)], nanopartikel TiO2 (TiO2 NP),
ZnO nanopartikel (ZnO NP), dan bahan graphene (GM). Struktur nano berbasis Ag dikenal
karena sifat fisiknya yang unik, termasuk resonansi plasma permukaan yang kuat, rasio
permukaan-terhadap-volume yang besar, aktivitas katalitik yang efisien, dan aktivitas
antimikroba spektrum luas yang luar biasa terhadap banyak strain bakteri, jamur, dan virus
yang berbeda (Amirsoleimani et al. 2018). Ag juga memiliki stabilitas tinggi karena
volatilitasnya yang rendah dan telah digunakan dalam wadah makanan, cat, peralatan
medis, dan pembalut luka untuk mencegah kontaminasi mikroba dan infeksi bakteri. NP
TiO2 memiliki aktivitas antimikroba yang luar biasa dengan kadar sitotoksisitas yang
rendah untuk manusia, dan telah digunakan dalam bahan kemasan makanan dengan sifat
pemblokiran UV dan modifikasi warna (Garcia et al. 2018). Bahan berbasis graphene yang
baru ini menarik perhatian besar karena dikenal memiliki aktivitas anti mikroba, sifat
barier, dan toksisitas yang rendah. Mekanisme anti mikroba dan aplikasi dalam bahan
kemasan makanan dari struktur nano ini telah dipelajari secara intensif. Aktivitas anti
mikrobanya ditentukan oleh komposisi partikel, ukuran, bentuk, konsentrasi, stabilitas,
distribusi, dan kemampuan dispersi. Struktur nano anti mikroba ini digunakan secara
independen atau dikombinasikan berdasarkan fungsi, mekanisme, mikroorganisme target,
dan sistem makanan mereka.
Pengemasan yang cerdas, aktif, atau pandai adalah teknologi kemasan lain yang
sedang naik daun yang secara bersamaan dapat mengatur kesegaran produk, memantau
pertumbuhan mikroba, dan berkomunikasi dengan konsumen. Jenis kemasan ini
menawarkan teknik seperti pengindraan gas, pelaporan kondisi pembusukan, dan
pemantauan pertumbuhan patogen. Dibandingkan dengan kemasan tradisional yang hanya
berinteraksi dengan unsur-unsur di dalam kemasan makanan, kelompok sistem pengemasan
yang baru ini juga menawarkan sinyal pelaporan kepada konsumen dan secara drastis
meningkatkan keamanan pangan dan kontrol kualitas selama penyimpanan. Dua elemen
umum yang terlibat dalam bahan kemasan baru ini adalah reseptor yang mendeteksi target
dan pelapor yang melaporkan perubahan sinyal. Reseptor meliputi biomakromolekul (mis.,
antibodi, DNAzim, RNA, aptamers, dan enzim) dan molekul kimia kecil (mis., Sensor
sianida berbasis oligothiophene-benzothiazole) (Niu et al. 2018). Reporter
mengikutsertakan berbagai nanopartikel dan enzim, dan mereka menerjemahkan sinyal
molekuler menjadi informasi yang dapat dideteksi seperti warna, fluoresensi, atau sinyal
elektronik yang dapat diamati atau diukur dengan mata telanjang atau peralatan.
Seiring dengan memperkenalkan fungsi-fungsi baru ke sistem pengemasan
makanan, penggabungan struktur nano sangat memperkaya kinerja bahan pengemasan, baik
dengan meningkatkan sifat barier dari bahan pengemasan dalam hal permeabilitas uap air
(WVP) dan permeabilitas gas dan meningkatkan sifat-sifat mekanik yang ada, termasuk
kekuatan tarik (tensile strength), modulus elastis, dan stabilitas termal.
Mekanisme Anti mikroba dari Nanopartikel Perak, Nanokluster Perak, dan Ion
Perak
Mekanisme anti mikroba yang tepat dari struktur nano berbasis Ag tidak
sepenuhnya dipahami namun umumnya dapat melibatkan kerusakan membran sel,
kerusakan protein dan DNA, dan pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS). Efikasi anti
mikroba berasal dari kombinasi beberapa faktor: disosiasi Ag dari struktur nano, migrasi
Ag dari kemasan makanan ke matriks makanan, dan interaksi antara mikroorganisme target
dan berbagai bentuk Ag (misalnya, partikel, kluster, dan ion).
Mekanisme anti mikroba dari nanopartikel perak. Efek antimikroba dari AgNP adalah
kombinasi dari aktivitas anti mikroba dari AgNP dan Ag + yang dilepaskan dari AgNP.
Kerusakan sel yang disebabkan oleh AgNP dimulai dari adhesi AgNP ke membran sel
bakteri. Pertama, dinding sel menjadi sirkumeferensial, dan lubang padat elektron terbentuk
di situs pengikatan, diikuti oleh penyusutan sitoplasma dan lepasnya membran (Dakal et al.
2016, Sondi & Salopek-Sondi 2004). AgNP dan Ag + yang diinternalisasi yang dilepaskan
dari AgNP bereaksi dengan isi antar sel. Keduanya dapat mengubah struktur tersier protein,
memblokir situs pengikatan aktif dalam protein, mengganggu replikasi dan transkripsi
DNA, dan akhirnya menyebabkan disfungsi sel (Rai et al. 2012). Produksi ROS [mis.,
hidrogen peroksida (H2O2), anion superoksida (O2−), radikal hidroksil (OH-)] juga
menyebabkan hiperoksidasi lipid, protein, dan DNA dalam sel bakteri.
Mekanisme antimikroba dari nanokluster perak. Interaksi antara AgNC dan sel
merusak membran sel dan molekul antar sel, melepaskan Ag +, dan membentuk ROS. Javani
et al. (2016) mengevaluasi produksi ROS dari AgNC yang disintesis oleh templat DNA.
Probe fluoresen 2’7’-diklorofluorescein diasetat digunakan untuk mendeteksi produksi
ROS multipel, termasuk H2O2, OH-, dan peroksinitrit. Escherichia coli dan Staphylococcus
epidermidis yang diinkubasi dengan AgNC selama 14 jam dalam gelap menunjukkan
peningkatan yang luar biasa pada pembentukan ROS. Para penulis juga melaporkan
peningkatan aktivitas inhibisi dengan menyintesis AgNC dalam trimer. Trimer AgNC pada
0,75 μM menunjukkan aktivitas anti mikroba sebanding dengan 4-μM AgNC tunggal
terhadap S. epidermidis (Javani et al. 2016). Sharma et al. (2016) membentuk serangkaian
membran poli (vinilidena fluorida) yang mengandung AgNC dan menemukan bahwa
sejumlah pelarutan Ag+ dari membran menentukan efikasi antimikroba. Alahmadi et al.
(2018) mengusulkan bahwa aktivitas antimikroba dari AgNC adalah fungsi kompleks dan
tidak dapat diprediksi yang merupakan kombinasi beberapa parameter, seperti ukuran,
konsentrasi, stabilitas, dan bentuknya. Agen capping dapat meningkatkan stabilitas AgNC
dan memperpanjang umur penyimpanan AgNC dalam larutan; Namun, mereka juga dapat
menghambat ketersediaan Ag+ untuk mencapai lokasi aksi dan merusak aktivitas
antimikroba mereka (Alahmadi et al. 2018).
Mekanisme antimikroba dari ion perak. Ibrahim et al. (2001) mempelajari pengambilan
Ag+ ke dalam sel bakteri dengan mengukur konsentrasi Ag+ pada membran sel pada fase
pertumbuhan yang berbeda. Mereka menemukan bahwa akumulasi Ag+ pada membran luar
Pycnoclavella diminuta mencapai maksimum selama fase lag dan periode pertumbuhan
eksponensial awal, kemudian menurun selama fase mid-eksponensial dan stasioner. Mereka
juga menemukan bahwa akumulasi Ag+ di dalam sel tetap lebih besar dari pada membran
sel. Studi lain juga melaporkan bahwa aktivitas anti mikroba Ag+ terhadap biofilm
diwujudkan dengan mendorong produksi fraksi substansi polimer ekstraseluler (EPS) yang
lebih longgar dan deteriorasi struktural protein EPS (Geyik & Çeçen 2016). Konsentrasi
Ag+ yang tinggi dapat mempengaruhi pertukaran ion dalam sel. Ca2+ memainkan peran
penting dalam mempertahankan susunan lipopolisakarida pada permukaan sel dan
metabolisme seluler di dalam sel. Mohite et al. (2018) menunjukkan bahwa paparan Ag+
menggandakan pelepasan Ca2+ dalam sel Pantoea agglomerans. Ag+ juga mengikat gugus
yang mengandung sulfhidril dan nitrogen dan bersaing untuk lokasi pengikatan tembaga
dalam sel bakteri (Gudipaty & McEvoy 2014). Dalam hal interaksi antara Ag+ dan protein,
di dalam sel Staphylococcus aureus, Ag+ berinteraksi dengan protein kontrol katabolit A
melalui dua residu. Protein A biasanya terlibat dalam ekspresi dan regulasi gen, dan
pengikatan tersebut menyebabkan disfungsi protein dan inhibisi pertumbuhan (Liao et al.
2017). Ag+ juga mengganggu aktivitas beberapa enzim, seperti suksinat dehidrogenase
dalam Rubrivivax gelatinosus dan E. coli (Tambosi et al. 2018). Peningkatan produksi ROS
yang diinduksi oleh Ag+ terlihat baik pada sel manusia HaCaT dan sel bakteri, dan kadar
ROS yang tinggi menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel, kerusakan DNA,
kerusakan protein, dan kematian sel (Duan et al. 2018, Y. Wu et al. . 2019).
Perbandingan Efikasi Anti Mikroba antara Berbagai Jenis Struktur Nano Berbasis
Perak dan Ion Perak
Jo et al. (2009) mempelajari aktivitas anti fungi AgNP (20-30 nm), AgNO 3, AgCl, dan Ag
elektrokimia yang dihasilkan oleh elektrolisis. Semua bentuk perak menghambat
pembentukan koloni jamur patogen tanaman Bipolaris sorokiniana, dan aktivitas anti fungi
makin lemah dengan urutan sebagai berikut: AgNO3> elektrokimia Ag> AgNP > AgCl (Jo
et al. 2009). Untuk lebih menjelaskan bagaimana efikasi antimikroba berubah tergantung
pada bentuk perak mana yang didapatkan selama sintesis AgNP, Ag + berada dalam kristal
kalium heksaniobat dan terpapar radiasi UV untuk membentuk AgNC dan kemudian AgNP
dengan memperpanjang waktu iradiasi. Dengan peningkatan waktu iradiasi, zona inhibisi
kristal heksaniobat yang bermuatan perak awalnya meningkat sedikit, yang berhubungan
dengan pembentukan AgNC; zona penghambatan kemudian menurun seiring waktu
iradiasi, yang merupakan hasil pembentukan AgNP dengan peningkatan ukuran partikel
melalui iradiasi (de Sousa e Silva et al. 2013). AgNC dengan ukuran partikel 2-4 nm dalam
lapisan zein juga menunjukkan aktivitas anti mikroba yang sebanding dengan AgNO 3,
sedangkan AgNP dengan ukuran 10 dan 60 nm tidak menunjukkan efek anti mikroba yang
signifikan di bawah 10 μg/mL Ag setara (Mei et al. 2017). Mosselhy et al. (2015)
melaporkan bahwa semua strain bakteri yang diuji (Aeromonas hydrophila, Pseudomonas
putida, E. coli, Bacillus subtilis, dan S. aureus) menunjukkan resistensi terhadap AgNP,
kecuali S. aureus dihambat pada unit pembentuk koloni 3 × 10 5 (CFU)/mL dengan 10
μg/mL AgNP, sedangkan 10 μg/mL AgNO3 menghambat semua strain bakteri (Mosselhy et
al. 2015). Tabel 1 merangkum efikasi anti mikroba dari Ag+, AgNP, dan AgNC
berdasarkan pada konsentrasi hambat minimum dan nilai konsentrasi bakterisida minimum.
Secara keseluruhan, aktivitas antimikroba dari agen antimikroba berbasis Ag menurun
dengan peningkatan ukuran, dan ion Ag umumnya menunjukkan aktivitas antimikroba
terbaik, diikuti oleh AgNC, yang menawarkan efek antimikroba yang sebanding dengan ion
Ag dengan toksisitas yang lebih rendah. Namun, aktivitas anti mikroba dari AgNP lebih
terbatas dibandingkan dengan dua bentuk lainnya.
Staphylococcus
β-cyclodextrin-thiol– 1.8 μg/mL Sharma et al.
4 nm aureus NA
stabilized AgNPs 0.9 μg/mL 2017
E. coli
Catechol-conjugated 43.0 ± S. aureus 10 μg/mL Huang et al.
NA
chitosan-coated AgNPs 3.8 nm E. coli 5 μg/mL 2016
6.08 μg/mL Ag
AgNPs loaded with
AgNPs ∼ S. aureus 3.04 μg/mL Ag eq. eq. Wan et al.
wrinkled mesoporous
3–5 nm E. coli 4.04 μg/mL Ag eq. 8.08 μg/mL Ag 2016
silica
eq.
AgNPs 89.86 nm Candida albicans 5.244 μg/mL NA Jena et al. 2016
S. aureus 9 ± 1 μg/mL Farrag &
AgNCs 1 nm NA
AgNCs E. coli 14 ± 2 μg/mL Mohamed 2016
AgNCs 2.2–2.4 nm E. coli 1.05 μg/mL NA Mei et al. 2017
Aplikasi Struktur Nano Berbasis Perak dalam Bahan Kemasan Anti Mmikroba
Di antara berbagai polimer yang tidak dapat terdegradasi, polietilen (PE), polivinil
klorida, polivinilpirolidon, dan etilen vinil alkohol adalah yang paling umum digunakan
sebagai inang AgNP dalam pengemasan makanan (Carbone et al. 2016). PE densitas rendah
(LDPE) sebagian besar digunakan sebagai lapisan penutup untuk produk makanan segar
dan telah dipelajari secara intensif sebagai matriks struktur nano berbasis Ag. Lapisan
LDPE yang diberi perlakuan plasma suhu rendah telah meningkatkan jumlah gugus
hidrofilik seperti C – O dan C = O, yang meningkatkan hidrofilisitas dan reaktivitas film.
Dengan demikian, lebih banyak AgNP dapat dilapiskan pada permukaan film, sehingga
mengintensifkan aktivitas anti mikroba terhadap S. aureus yang resisten metisilin (MRSA)
dan E. coli (Sadeghnejad et al. 2014). Zhao et al. (2007) melaporkan bahwa energi bebas
permukaan komposit logam-polimer berubah berdasarkan rasio dan jenis logam dan
polimer. Permukaan dengan energi yang lebih sedikit menunjukkan adhesi mikroba yang
berkurang dan lebih sensitif terhadap zat pembersih karena afinitas ikatan yang lemah.
Lapisan polimer biodegradable merupakan pilihan alternatif dalam kemasan
makanan karena mereka dapat diperoleh dengan biaya rendah dari sumber baru yang tidak
berkontribusi terhadap polusi lingkungan. Polisakarida yang paling umum digunakan
seperti selulosa, pullulan, agarosa, pati, agar, asam polilaktat (PLA), dan kitosan. Selain
memperkenalkan efek antimikroba, penambahan AgNP ke polimer biodegradable dapat
menyebabkan sedikit penurunan resistensi mekanik dan stabilitas termal (Bahrami et al.
2019). Film agar dapat dibuat dengan metode casting pelarut, dan campuran agar dengan
bubuk pisang dan AgNP memberikan dengan sifat antioksidan, antimikroba, dan
penyaringan UV pada film/lapisan tersebut (Orsuwan et al. 2016).
Mekanisme antimikroba dari nanopartikel seng oksida. Aktivitas antimikroba dari ZnO
NP dikelompokkan menjadi dua jalur utama: mengganggu membran sel dengan merusak
integritas dan permeabilitas membran dan meningkatkan tekanan oksidatif melalui
pembentukan ROS. Aktivitas antimikroba dari ZnO NP dapat direalisasikan oleh
nanomaterial itu sendiri atau Zn2+ bebas yang terdisosiasi dari nanomaterial. Pada
konsentrasi rendah, efek antimikroba diinduksi oleh bahan nano sendiri melalui absorpsi
fisik atau kerusakan membran yang diinduksi interaksi elektronik (Ng et al. 2013),
sedangkan produksi ROS yang berlebihan ditemukan terjadi pada konsentrasi Zn 2+
mencapai 50 mg/L.
ZnO NP memiliki muatan positif dalam air, sedangkan membran bakteri yang
terdiri dari fosfolipid asam dan lipopolisakarida memiliki muatan negatif. Hal ini
memberikan dasar interaksi elektronik antara ZnO NP dan sel bakteri (Sarwar et al. 2016).
Absorpsi fisik dan protein yang berafiliasi Zn pada membran sel semuanya memfasilitasi
pengikatan dan internalisasi NP ZnO ke dalam sel. ZnO NP pertama kali berikatan dengan
situs hidrofilik pada perjalanan lipopolisakarida dan kemudian merusak membran luar.
Tingkat deformasi bergantung pada konsentrasi. Satu mg/L ZnO NP tidak menunjukkan
efek signifikan pada integritas membran, kepadatan sel, dan aktivitas amonia
monooksigenase dari bakteri pengoksidasi bakteri Nitrosomonas europaea selama inkubasi
45 hari. Namun, ketika konsentrasi mencapai 10 mg/L, integritas membran menurun
menjadi 90,8% tanpa variasi luar biasa lainnya. Konsentrasi ZnO NP yang lebih tinggi dari
50 mg/L menyebabkan hilangnya kapasitas oksidasi sel amonia, peningkatan ukuran sel,
dan menetralisasi potensial ζ, yang semuanya mengindikasikan inhibisi letal darisel-sel
bakteri (Wu et al. 2017). Sel Campylobacter jejuni yang mendapat perlakuan 500 mg/L
ZnO NP selama 12 jam mengalami perubahan bentuk dari bentuk spiral menjadi coccoid
dengan permukaan sel yang tidak teratur dan blebs dinding sel (Xie et al. 2011). Lebih jauh
lagi, kerusakan pada membran sel dapat menyebabkan kolapsnya gradien potensial
membran serta aliran bahan sitosol seperti protein dan DNA. Sarwar et al. (2016)
menemukan terjadi 20% kebocoran protein pada Vibrio cholerae yang mendapat perlakuan
100 mg/mL ZnO NP. Lingkungan pertumbuhan sel bakteri memengaruhi resistensi
terhadap ZnO NP, dan sel kemostat menunjukkan resistensi stres yang lebih tinggi terhadap
ZnO NP dibandingkan sel yang dikultur secara berkelompok (Wu et al. 2018).
Mekanisme anti mikroba umum kedua ZnO NP adalah pembentukan ROS. Ketika
konsentrasi ROS di dalam sel melebihi kapasitas sistem pertahanan antioksidan seluler,
kondisi stres oksidatif seluler, yang merusak komponen seluler (mis., Lipid, protein, dan
DNA) dapat terjadi dan akibatnya menyebabkan kematian sel. ZnO NP mampu
menghasilkan ROS baik internal maupun eksternal sambil membunuh bakteri (Chakraborti
et al. 2013). OH- adalah spesies ROS dominan yang dihasilkan oleh ZnO NP di bawah
iluminasi UV, dan radikal bebas lain yang dihasilkan oleh ZnO NP termasuk oksigen
tunggal, H2O2, dan O2−. Kerusakan protein meningkat dengan peningkatan konsentrasi ZnO
NP, dan ZnO NP 200 mg/L dilaporkan menghasilkan 21,050 nMol/mg kerusakan protein
(Patra et al. 2015).
Zn2+ bebas terdisosiasi dari ZnO NP berinteraksi dengan asam nukleat,
menonaktifkan enzim interseluler, dan menyebabkan kerusakan sistem pernapasan dan
kematian sel (Li et al. 2016). Dalam menghilangkan biofilm, ZnO NP penetrasi ke dalam
biofilm dan berinteraksi dengan sel sessile di dalamnya, yang menyebabkan perubahan
pada derivat kuinon dan basis DNA/RNA dalam sel (Lu et al. 2012).
Aplikasi nanopartikel zinc oksida dalam bahan kemasan makanan. Aplikasi ZnO NP
dalam bahan kemasan makanan telah banyak dipelajari. Partikel ini dapat memberikan
perlindungan dari UV, antioksidan, dan sifat anti mikroba sebagai pelapis atau film. ZnO
NP dikenal memiliki aktivitas anti mikroba spektrum luasnya terhadap bakteri gram positif
dan gram negatif (Agarwal et al. 2018), fungi (Sun et al. 2018), dan spora (Li et al. 2016).
Dispersibilitas ZnO NP adalah faktor penting yang menentukan efek anti mikroba
karena dispersibilitas yang buruk menginduksi agregasi ZnO NP, yang secara dramatis
mengurangi luas permukaan efektif ZnO NP dan melemahkan aktivitas anti mikroba. ZnO
NP yang mendapat perlakuan 3-metakriloksipropiltrimetoksisilen memiliki aktivitas
antimikroba yang lebih baik karena menyebabkan peningkatan distribusi ke dalam matriks
PLA dibandingkan ZnO NP yang tidak mendapat perlakuan (Arfat et al. 2017). Film
kemasan PLA yang dimodifikasi yang mengandung kombinasi ZnO NP dan minyak atsiri
dari Zataria multiflora dan Menthe piperita L. memperpanjang umur simpan fillet ikan
Otolithes ruber dari 8 hingga 16 hari pada suhu 4°C. Nanokomposit lain dari ZnO NP dan
PLA juga diaplikasikan pada kertas sebagai lapisan antimikroba, yang mengarah ke reduksi
3,14-log dengan laju pemuatan 0,5% terhadap E. coli serta efek antimikroba yang penting
terhadap S. aureus (Heydari-Majd et al. 2019). Lapisan kitosan dengan ZnO NP
sepenuhnya menghambat pertumbuhan Salmonella enterica, E. coli, dan S. aureus setelah
inkubasi 24 jam (Al-Naamani et al. 2016). Priyadarshi & Negi (2017) juga mengamati
bahwa dengan memasukkan ZnO NP ke dalam film kitosan, aktivitas antimikroba film
terhadap B. subtilis dan E. coli masing-masing meningkat 2 kali lipat dan 1,5 kali lipat,
dengan peningkatan masing-masing modulus tensil dan tensile strength sebesar 77% dan
67%. Selain itu, ZnO NP dilekatkan dalam film yang disiapkan dari ekstrak Gracilaria
vermiculophylla untuk memberikan aktivitas antimikroba, sifat perlindungan dari cahaya,
dan efek antioksidan. Dengan membungkus salmon asap dengan film G. vermiculophylla
yang mengandung 3% ZnO NP, jumlah Listeria monocytogenes dan Salmonella
typhimurium dalam salmon asap berkurang dalam 5 hari pertama dan kemudian sedikit
meningkat, dan laju oksidasi lipid menurun secara signifikan karena sifat kemasan yang
menghambat cahaya (Baek & Song 2018). Kombinasi ZnO NP dan ultrasonografi frekuensi
rendah menyajikan terapi antimikroba alternatif yang efisien. Sonikasi secara efektif
mengurangi ukuran dan meningkatkan dispersi ZnO NP dan meningkatkan penetrasi dan
aktivitas antimikroba ZnO terhadap sel-sel Listeria innocua (Dolan et al. 2018). Hasil
serupa diamati untuk kombinasi ZnO NP dan ultrasonik terhadap E. coli (Rokbani et al.
2018).
Bahan Graphene
Famili GM terdiri dari graphene, graphene oksida (GO), dan pengurangan graphene
oxide (rGO). Graphene adalah material nano yang dibentuk oleh atom karbon sp 2
hibridisasi yang sangat padat dalam kisi sarang lebah. Proses kimia graphene lebih lanjut
dapat memperoleh GO dan rGO (Goh et al. 2016). GO adalah lembaran graphene dengan
gugus fungsional yang mengandung oksigen seperti gugus karboksil, hidroksil, dan
epoksida; rGO disintesis dengan mengeliminasi kelompok fungsional pada GO (Liu et al.
2011). GM memiliki sifat barier yang sangat baik dan impermeabel terhadap sebagian besar
gas dan uap air. Mereka juga menyajkan aktivitas anti mikroba melalui kombinasi beberapa
mekanisme. Baik sifat barier dan kemampuan anti mikroba membuat famili GM komponen
yang populer dalam bahan kemasan makanan.
Mekanisme antimikroba dari bahan graphene. Banyak upaya yang telah dilakukan
untuk memahami interaksi antara GM dan sel bakteri dan mengeksplorasi aplikasi GM di
bidang kemasan makanan anti mikroba (Zou et al. 2016). Mekanisme anti mikroba GM
tidak sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa teori diterima secara luas. Aktivitas anti
mikroba memiliki beberapa mekanise (a) kerusakan mekanik pada sel bakteri oleh tepi
tajam GM, yang menyebabkan kebocoran intraseluler dan kematian sel; (B) penghambatan
proliferasi sel dengan membungkus sel untuk mencegah masuknya nutrisi dan mengisolasi
sel dari sekitarnya; dan (c) reaksi redoks dengan biomolekul dan pembentukan ROS, yang
menyebabkan stres oksidatif pada sel-sel bakteri (Karahan et al. 2018, Lukowiak et al.
2016). Atas dasar mekanisme ini, efek antimikroba GM ditentukan oleh ukurannya, tingkat
oksidasi, bentuk bakteri, dan sebagainya. Ukuran lembar GO mempengaruhi aktivitas
antimikroba dengan berbagai cara. Di satu sisi, ukuran lembaran GO yang lebih kecil
meningkatkan densitas defek dan memungkinkan lebih banyak oksigen untuk diserap pada
permukaan lembaran, sehingga meningkatkan aktivitas anti mikroba yang diinduksi oleh
stres oksidatif (Faria et al. 2018). Di sisi lain, sifat entrapment sel GO berkurang dengan
ukuran yang lebih kecil dan merusak aktivitas antimikroba GO yang diinduksi isolasi sel
(Perreault et al. 2015). Stres mekanik rGO juga sangat terkait dengan bentuk bakteri target.
Sengupta et al. (2019) melaporkan bahwa Pseudomonas aeruginosa, dengan bentuk
kelengkungan dan memanjang lebih sensitif terhadap rGO dibandingkan S. aureus, yang
memiliki bentuk sferis dengan luas permukaan yang lebih sedikit.
Aplikasi bahan graphene dalam bahan kemasan makanan. GM telah banyak digunakan
untuk menyusun film atau pelapis makanan guna memberikan efek antimikroba dan telah
digunakan sebagai pengisi untuk meningkatkan sifat fisik film atau pelapis. Karena
aktivitas anti mikroba yang sangat baik terhadap bakteri gram positif dan gram negatif,
serta jamur, performa anti mikroba GM banyak dipelajari baik secara individu atau
kombinasi dengan agen anti mikroba lainnya (misalnya, struktur nano berbasis Ag, NP
ZnO, NP TiO2, dan minyak esensial). GM menyajikan efisiensi anti mikroba yang berbeda.
Para peneliti menemukan bahwa L. monocytogenes dan S. enterica melekat pada tepi
graphene dan rGO tetapi biasanya terdistribusi ke seluruh permukaan serpihan GO
(Kurantowicz et al. 2015). Kecenderungan yang serupa juga ditemukan pada E. coli,
dengan tingkat aktivitas antimikroba menurun dari GO (terkuat) ke rGO, dan graphene
(terlemah) (Liu et al. 2011). Choudhary & Das (2019) menunjukkan potensi aplikasi GO
sebagai lapisan anti mikroba untuk perangkat medis. Permukaan aluminium yang dilapisi
rGO menunjukkan efikasi anti mikroba yang sangat baik dengan menghambat proliferasi
sel dan mencegah adhesi bakteri pada lapisan rGO. Lapisan ini juga menunjukkan
biokompatibilitas tinggi ke sel fibroblast 3T6. Lim et al. (2012) juga melaporkan film
kitosan yang dimodifikasi baik dengan GO dan rGO area besar atau GO dan rGO area kecil
sebagai pengisi. Film kitosan dengan GM area besar menunjukkan stabilitas termal yang
lebih baik dan ikatan yang tepat, karena mobilitas rantai polimer kitosan dibatasi oleh GM
area besar. Komposit ZnO-GO menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih superior
terhadap E. coli dengan sitotoksisitas rendah, dan efikasi anti mikroba bergantung pada
konsentrasi ZnO NP, sedangkan GO mempromosikan interaksi ZnO NP dengan sel (Wang
et al. 2014).
Mekanisme anti mikroba dari nan partikel titanium oksida. Aktivitas antimikroba TiO2
berasal dari pembentukan ROS, yang merusak komponen molekuler sel, termasuk DNA,
lipid, dan protein. TiO2 yang diiradiasi oleh sinar UV-A dengan panjang gelombang pada
atau di bawah 385 nm dapat menghasilkan celah pita dan elektron bebas yang memicu
reaksi redoks (Xie & Hung 2018). Secara umum, ketika TiO 2 menyerap foton berenergi
tinggi, elektron dalam TiO2 mengalami eksitasi dan menghasilkan celah pita karena
memantul dari pita valensi ke pita konduksi. Hal ini memfasilitasi oksidasi molekul oksigen
untuk membentuk O2− dan air untuk membentuk OH-. Oleh karena itu, stres oksidatif
dalam sel terjadi dan pertumbuhan bakteri ditekan. Sifat fotokatalitik nanostruktur TiO2
tergantung pada bentuk dan ukurannya serta struktur kristal oksida logam yang digunakan
(Parham et al. 2016).
Penerapan nanopartikel titanium oksida dalam bahan kemasan makanan. Zhang et al.
(2014) menilai tingkat inaktivasi spora B. subtilis di bawah mekanisme desinfeksi yang
berbeda (TiO2, UV, dan UV- TiO 2). Ketika sinar UV (0,10 mW/cm 2 selama 600 detik)
melewati sel bakteri, sel menyusut dan membran sel secara bertahap terdiskomposisi.
Namun, lapisan periferal tetap mempertahankan integritasnya. Pengenalan 10 mg/L TiO2
benar-benar menghancurkan struktur sel. Akibatnya, lapisan terluar menjadi tidak stabil dan
mengubah permeabilitas dan bentuk batang bakteri (Zhang et al. 2014). Nanokomposit
graphene-TiO2 dilaporkan secara efektif menekan pertumbuhan mikroba dari bakteri gram
positif S. aureus dan Bacillus anthracoides yang diuji, dan memiliki efek moderat terhadap
bakteri gram negatif E. coli dan Pasteurella multocida (El-Shafai et al. 2019).
Penggabungan NP TiO2 ke dalam kopolimer pengemasan makanan berbasis etilen
vinil alkohol menawarkan kesempatan untuk menyintesis bahan nanokomposit berbasis
polimer dengan sifat antimikroba dan daya fotodegradasi yang baru dan kuat. Dipasangkan
dengan sinar UV, NP TiO2 memiliki aktivitas desinfektan yang kuat terhadap S.
typhimurium gram negatif dan L. monocytogenes gram positif dalam suspensi. NP TiO2
melekat pada sel patogen dan merusak dinding sel di bawah sinar UV. Dinding sel yang
rusak memungkinkan TiO2 NP bergerak ke dalam sel dan melepaskan konten selulernya
(Long et al. 2014). Deposit kombinasi Ag-TiO2-SiO2 pada film PE dikembangkan untuk
membuat kantong plastik antimikroba untuk produk segar. Selada yang disimpan dalam
bungkus yang diusulkan memiliki usia simpan yang memanjang hingga 4 hari, dengan
tingkat kecepatan kerusakan yang lebih lambat secara keseluruhan dibandingkan selada
yang disimpan dalam kantong plastik yang tersedia secara komersial, pada suhu 4 ° C dan
20 ° C (Peter et al. 2015).
Fungsi Agen yang Efektif Tipe Karakteristik Matriks Bakteria Kesimpulan Referensi
Nanoclays: Sifat Fisik dan Mekanik dan Aplikasinya dalam Bahan Kemasan
Makanan
Nanoclays adalah aluminium silikat yang terbentuk secara alami dengan struktur
seperti lembaran. Nanoclays memiliki ketebalan 1-nm dengan lembaran alumina
oktahedral menyatu antara dua lembar tetrahedral silika eksternal. Lapisan
tersebut bermuatan negatif dan bergabung dengan adanya kation interlayer atau
van der Waals. Luas permukaan tinggi (700-800 m 2/g) dan rasio MMT aspek
besar (50–1.000) menjadikannya filler yang efektif untuk meningkatkan sifat
barier gas film (Majeed et al. 2013). Struktur ini memungkinkan plat MMT untuk
bertindak sebagai barier fisik dengan jalur yang lebih sulit dan penurunan
permeabilitas gas (Huang et al. 2017). Banyak penelitian telah menunjukkan
efektivitas berbagai nanoclays dalam mengurangi permeabilitas dari bahan
berbasis PE terhadap O2, CO2, uap air, dan nitrogen. Selain itu, film LDPE,
polypropylene (PP), PET, dan polimida menunjukkan perbaikan sifat barier O2
ketika digabungkan dengan nanoclays (Mihindukulasuriya & Lim 2014).
Penambahan nanoclays ke film gelatin meningkatkan hidrofobisitas dan
mengurangi WVP film (Kanmani & Rhim 2014). Kadar nanoclay 18% dalam film
gelatin juga secara signifikan meningkatkan kekuatan film, mengurangi elongasi
saat break, dan mengurangi transmisi cahaya (Farahnaky et al. 2014).
Penggabungan MMT 1% atau 3% ke film kitosan menurunkan WVP sekitar 40%
atau 45%, dan kombinasi 3% MMT dengan 1% minyak esensial rosemary
menurunkan WVP sebesar 58% dengan kekuatan tensile yang sangat meningkat
(Abdollahi et al. 2012).