2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak-Nya saya
dapat menyelesaikan Critical Book Review tentang ” PENERAPAN TEORI FISIKA DALAM
KIMIA” dengan baik. Critical Journal Review ini telah saya susun dengan semaksimal
mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan Critical Journal Review ini. Kami sampaikan rasa terimakasih
yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang sudah mendukung kami selama
berlangsungnya pembuatan Critical Journal Review ini. Terima kasih kepada Bapak Rajo
Hasyim Lubis, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen pembimbing Pengembangan Riset Interdisiplin
Pendidikan Fisika yang telah memberikan motivasi dan saran kepada kami untuk membuat
Critical Journal Review ini sehingga kami lebih bersemangat untuk menyusunnya.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
dapat memperbaiki Critical Journal Review ini. Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman, kami yakin masih banyak kekurangan dalam Critical Journal
Review ini. Semoga Critical Journal Review sederhana ini dapat dipahami bagi siapa
pun pembacanya. Sekiranya Critical Journal Review ini dapat berguna bagi penulis
sendiri maupun bagi orang yang membacanya.
Sebagai penyusun, kami juga mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan dalam
Critical Journal Review ini dan proses yang dilalui dalam penyusunannya. Akhir kata, kami
ucapkan terimakasih dan semoga kita terus dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.
Kelompok 5
1
1. Jurnal I
3. Download https://osf.io/7p8me/#!
5. Tahun 2017
6. Penulis Khairul
- Yohana Sirait
27 Februari 2023
8. Tanggal
2
dilakukan secara insitu dan ekssitu (uji
Laboratorium). Berdasarkan hasil penelitian pada
ke-3 stasiun pengamatan dapat diketahui rata-rata
suhu air tertinggi pada stasiun 1 (29,5 OC) dan
terendah pada stasiun 3 (27 OC), kecerahan air rata-
rata tertinggi pada stasiun 3 (76 cm) dan terendah
pada stasiun 2 (72 cm), kecepatan arus rata-rata
tertinggi pada stasiun 1 (9,5 meter/detik) dan
terendah pada stasiun 3 (5,3 meter/ detik) , pH air
rata-rata tertinggi pada stasiun 2 (6,8) dan terendah
pada stasiun 3 (6,8), salinitas rata-rata tertinggi pada
stasiun 1 (15,7ppt) dan terendah pada stasiun 3 (5,4
ppt) , DO rata-rata tertinggi pada stasiun 1 dan 2
(3,5 mg/liter) dan terendah pada stasiun 3 (3,4 mg/
liter), BOD rata-rata tertinggi pada stasiun 1 (6,3
mg/ liter) dan terendah pada stasiun 2 (0,5 mg/ liter),
Nitrat rata-rata tertinggi pada stasiun 1 (13,1 mg/
liter) dan terendah pada stasiun 1 (3,9 mg/ liter), dan
Posfat rata-rata tertinggi pada stasiun 3 (0,53 mg/
liter) dan terendah pada stasiun 1 (0,3 mg/ liter).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
-Tujuan Penelitian kondisi faktor fisika dan kimia perairan terhadap
biota akuatik diekosistem. Sungai Belawan.
Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi
dengan pengambilan sampling dilakukan selama 3
bulan.Pengambilan sampling dilakukan secara insitu
dan ekssitu (uji Laboratorium).
3
-Kata Kunci Management of Inclusive Education, Inclusive
Schools, Children with Special Needs
4
dalam mengimplementasikan konsep Education for
All (Miles & Singal, 2010). Pendidikan inklusif juga
menjadi agenda utama UNESCO, yakni memastikan
bahwa tidak ada anak yang terlantar untuk
mendapatkan akses ke pendidikan berkualitas
(UNESCO, 1994). Pernyataan UNESCO tersebut
kemudian dijadikan kesepakatan internasional
tentang Millennium Development Goals (MDGs)
yaitu pada tahun 2015 semua anak laki-laki dan
perempuan tanpa kecuali, termasuk penyandang
disabilitas, harus memiliki akses ke pendidikan.
Pendidikan inklusif adalah pendekatan pendidikan
yang inovatif dan strategis untuk berkembang akses
pendidikam untuk semua anak termasuk
penyandang disabilitas.
5
inklusif; dan
(3) uji efektivitas Inklusif model manajemen
pendidikan dikembangkan. Penelitian dilakukan di
empat kabupaten / kota yaitu Surakarta, Boyolali,
Sukoharjo, dan Karanganyar, melibatkan 51 SD
Inklusif. Subjek penelitian terdiri dari Kepala
Sekolah, Guru Kelas, Siswa Berkebutuhan Khusus,
Berkebutuhan Khusus Siswa, dan Komite Sekolah.
6
UNICEF, model Kemitraan Indonesia-Australia,
dan model ASB.
(6) kelemahan buku pedoman yang ada karena tidak
disertakan indikator keberhasilan dan kegagalan
menjalankan program inklusi;
(7) sebagian besar sekolah dijalankan program
inklusif berdasarkan hasil sosialisasi dan pelatihan
yang diadakan oleh pusat dan pemerintah provinsi.
(8) buku pegangan yang ditulis sebagai pedoman
pelaksanaan sekolah inklusif tidak dimiliki oleh
sekolah,
(9) kebutuhan kepala sekolah dan buku pedoman
manajemen pendidikan inklusif guru sangat tinggi.
7
termasuk yang cenderung rendah.
(4) respon komite sekolah, siswa ABK dan siswa
non-disabilitas dengan pendidikan inklusif,
semuanya masuk kategori positif tinggi.
(5) panduan manajemen sekolah inklusif yang ada di
Indonesia dimodelkan oleh Direktorat PSLB, model
UNICEF, model Kemitraan Indonesia-Australia,
dan model ASB.
(6) kelemahan buku pedoman yang ada karena tidak
disertakan indikator keberhasilan dan kegagalan
menjalankan program inklusi;
(7) sebagian besar sekolah dijalankan program
inklusif berdasarkan hasil sosialisasi dan pelatihan
yang diadakan oleh pusat dan pemerintah provinsi.
(8) buku pegangan yang ditulis sebagai pedoman
pelaksanaan sekolah inklusif tidak dimiliki oleh
sekolah,
(9) kebutuhan kepala sekolah dan buku pedoman
manajemen pendidikan inklusif guru sangat tinggi.
8
Pernyataan (1994) antara lain menekankan bahwa
sekolah biasa bersifat inklusif orientasi adalah cara
paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif,
menciptakan keterbukaan masyarakat, membangun
masyarakat inklusif dan mencapai pendidikan yang
efektif bagi mayoritas anak-anak dan meningkatkan
efisiensi sehingga mengurangi biaya untuk seluruh
sistem pendidikan. Kelas khusus, sekolah khusus,
atau bentuk pemisahan anak penyandang disabilitas
lainnya dari lingkungan reguler mereka hanya
dilakukan jika sifat atau tingkat kecacatannya
sedemikian rupa sehingga pendidikan kelas reguler
menggunakan alat bantu khusus atau layanan khusus
tidak bisa dicapai dengan memuaskan.
9
persepsi di antara sekolah inklusif tentang
ukuran keberhasilan dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusif; (c) tidak ada sekolah
yang inklusif standar manajemen pendidikan
sebagai acuan dalam pelaksanaan inklusif
pendidikan; (d) semua sekolah inklusif
membutuhkan manajemen pendidikan
inklusif bimbingan.
2. Model manajemen pendidikan inklusif di
sekolah dasar dan Buku pedoman yang
dihasilkan dalam penelitian ini, memuat dua
hal, yaitu (a) sekolah fungsi manajemen,
termasuk perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan mengendalikan; Dan (b)
aspek manajemen sekolah, meliputi: aspek
kelembagaan, kurikulum, pembelajaran,
penilaian, siswa, personel, infrastruktur dan
komunitas partisipasi, dan pembiayaan.
3. Hasil validasi lapangan, model pengelolaan
pendidikan inklusif dan buku panduan yang
dihasilkan memiliki keefektifan yang sangat
tinggi berdasarkan persepsi kepala sekolah
dan guru di sekolah dasar.
10
proses pengembangan kebijakan. Pendidikan top-
down kebijakan biasanya sebagian besar ditolak
dibandingkan dengan kebijakan yang dikembangkan
melalui partisipatif pendekatan.
11
No. 1.
8. Miles, Susie; & Singal, Nidhi. 2010. The
Education For All and Inclusive Education :
Conflict, Contradiction or Opportunity?.
International Journal of Inclusive Education, V.l4
m1 p1 - l5 Februari 2010 - 15pp.
9. Manisah, Mohd Ali, 2006. An Empirical study on
Teachers’ Perception Towards Inclusive
Education in Malaysia. International Journal of
special Education, Vol.2l No. 3, 2006
10. Oliver, M. 1990. The Politics of Disablement : A
Sociological Approach. New York : St.Martin’s
Press.
11. Ro'fah, Andayani, Muhrisun. 2010. Membangun
Kampus Inklusif, Best Practices Pengorganisasian
Unit Layanan Difable. Yogyakarta: Pusat Studi
dan Layanan Difabel (PSLD), UIN Sunan
Kalijaga.
12. Strieker, Toni; Salisbury, Cristine; Virginia,
Roach, 2001. Determining Policy Support For
Inclusive Schools, Consortium on Inclusive
Schooling Practices. Kennessaw State university,
University of Illionis, National Association of
State Boards of Education, Alexandria.
13. Stubbs, Sue. 2002. Inclusive Education Where
There are Few Resources. The Atlas Alliance
Global Support to Disabled People,
Schweigaardsgt 12, Oslo, Norway.
14. Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Pendidikan,
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
Penerbit Alfabeta, Bandung.
15. Sunardi. 1997. Kecenderungan Dalam Pendidikan
Luar Biasa. Jakarta: Ditjen Dikti Depdiknas.
16. Sunaryo. 2009. Manajemen Pendidikan Inklusif
12
(Konsep, Kebijakan, dan Implementasinya dalam
Perspektif Pendidikan Luar Biasa). Bandung :
Jurusan PLB FIP UPI Bandung.
17. Terry, George R. & Rue, Leslie W., 2009, Dasar-
dasar Manajemen, Edisi Bahasa Indonesia pada
PT. Bumi Aksara, Jakarta, Alih Bahasa G.A.
Ticoalu.
18. Undang - Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
19. UNESCO. 1994. The Salamanca Statement and
Framework For Action on Special Needs
Education. Paris : Author.
20. Valeo, Angela. 2008. Inclusive Education support
systems : Teacher and Administrator Views,
Ryerson University. International Journal of
Special Education, Vol 23, No.2.
21. Wamendikbud Republik Indonesia, 2012,
Sambutan Wakil Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia pada Acara
Gebyar Anak Berkebutuhan Khusus, Direktorat
PKLK Dikdas, Denpasar Bali, 2012.
22. Yi Ding; Kathryn C.Gerken, Don C. VanDyke,
Fei Xiao. 2006. Parents’ and Special Education
Teachers' Perspectives of Implementing
Individualized Instruction in P.R. china : An
Empirical and Sociocultural Approach.
International Journal of Special Education, vol.21
No. 3, 2006.
23. Yusuf, Munawir dan Indianto, R., 2010, Kajian
Tentang Implementasi Pendidikan Inklusif
Sebagai Alternatif penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus di Kabupaten Boyolali. Jurnal Pendidikan
dan Kebudayaan, Vol. 16 Edisi Khusus II,
13
Agustus 2010, Badan Penelitian dan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan Nasional.
24. Yusuf, Munawir, 2011. The Development of
School Management Model-Based on Inclusive
Education in Erementary School. Paper on Final
Seminar of the Participants of Sandwich, PAR
and Bermutu Program, Ohio State University,
Desember lst 2011.
25. Yusuf, Munawir, 2012, Kinerja Kepala Sekolah
dan Guru dalam Mengimplementasikan
Pendidikan Inklusif, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Vol. 18 Nomor 4 Desember 2012,
hal 382-393.
14
2. Jurnal II
3. Download https://jurnal.fkip.uns.ac.id/
5. Tahun 2015
15
sekolah inklusi terhadap anak berkebutuhan khusus
dari segi psikologis. Berbagai masalah yang timbul
setelah lebih dari 10 tahun diimplementasikan dalam
praktik pendidikan inklusi menunjukkan adanya
tantangan yang menghambat penyelenggaraan
pendidikan inklusi di Indonesia. Salah satu
faktornya adalah kompetensi guru yang belum
mampu menangani anak berkebutuhan khusus di
kelas regular. Keberhasilan penyelenggaraan
sekolah inklusi bergantung pada kompetensi guru
dan kerjasama sekolah dengan pemerintah.
16
manusia Indonesia. Pendidikan dapat diperoleh
melalui lembaga pendidikan baik formal, informal,
dan non formal. Sekolah merupakan contoh dari
lembaga pendidikan yang bersifat formal. Dewasa
ini, peran sekolah sangat penting. Sekolah tidak
hanya sebagai wahana untuk mencari ilmu
pengetahuan saja, tetapi juga sebagai tempat yang
dapat memberi bekal keterampilan untuk hidup yang
nanti diharapkan dapat bermanfaat di dalam
masyarakat. Di sekolah anak juga dibimbing untuk
bersosialisasi dengan orang lain. Keberadaan
sekolah tidak saja penting bagi anak normal,
melainkan bermanfaat pula untuk anak
berkebutuhan khusus yang memiliki keterbatasan
dan kekurangan ketika harus berinteraksi dengan
orang lain. Anak berkebutuhan khusus dianggap
sebagai sosok yang tidak berdaya dan perlu
dikasihani. Hal inilah yang menjadikan anak
berkebutuhan khusus sering dikucilkan atau
termaginalkan dari lingkungan sekitar. Anakanak
berkebutuhan khusus sering menerima perlakuan
yang diskriminatif dari orang lain. Bahkan untuk
menerima pendidikan saja mereka sulit. Beberapa
sekolah regular tidak mau menerima mereka sebagai
siswa. Alasannya guru di sekolah tersebut tidak
memiliki kualifikasi yang memadai untuk
membimbing anak berkebutuhan khusus. Terkadang
sekolah khusus letaknya jauh dari rumah mereka,
sehingga banyak anak berkebutuhan khusus yang
tidak mengenyam pendidikan.
17
pendidikan. Setiap makhluk mempunyai kebutuhan.
Sebagai makhluk Tuhan yang dianggap mempunyai
derajat tertinggi di antara makhluk lainnya, manusia
mempunyai kebutuhan yang paling banyak dan
kompleks. Kebutuhan manusia secara umum
mencakup kebutuhan fisik atau kesehatan,
kebutuhan sosial emosional,dan kebutuhan
pendidikan (Wardani, 2011: 1.34). Tidak berbeda
dengan orang-orang normal, anak-anak
berkebutuhan khusus juga mempunyai kebutuhan
yang sama. Untuk memenuhi kebutuhan
pendidikannya, anak berkebutuhan khusus memiliki
hak yang sama dengan anak normal lainnya. Dalam
pasal 31 UUD 1945 disebutkan bahwa semua warga
negara berhak mendapat pendidikan. Hal ini
dijabarkan lebih lanjut dalam BAB IV Pasal 5
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Berdasarkan isi pada
pasal 5, dapat disimpulkan bahwa anak luar biasa
mempunyai hak yang menjamin kelangsungan
pendidikan mereka, bahkan anak berkebutuhan
khusus berhak mendapat kesempatan meningkatkan
pendidikan sepanjang hayat. Pada ayat 2, 3, dan 4
menegaskan bahwa anak luar biassa berhak
memperoleh pendidikan layanan khusus. Anak luar
biasa disini bukan saja mereka yang memiliki
kelainan fisik, sosial, emosional, dan intelektual
saja, melainkan mereka yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa juga berhak
memperoleh pendidikan layanan khusus.
18
“Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data
dengan mengadakan studi penelaahan terhadap
bukubuku, litertur-literatur, catatan-catatan, dan
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan
masalah yang dipecahkan.”Peneliti melakukan
kajian yang berkaitan dengan teori yang berkaitan
dengan topik penelitian, mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang
berhubungan. Sumber-sumber kepustakaan dalam
penelitian ini diperoleh dari: buku, jurnal dan hasil-
hasil penelitian (skripsi, tesis dan disertasi).
Sehingga dalam penelitian ini meliputi proses umum
seperti: mengidentifikasikan teori secara sistematis,
penemuan pustaka, dan analisis dokumen yang
memuat informasi yang berkaitan dengan topik
penelitian.
19
dalam matakuliah di atas mengarahkan suasana
pembelajaran yang membuka peluang berbagai
pendapat untuk menentukan keputusan, komunikasi
terbuka, dan kolaborasi antara guru regular dan guru
khusus. Dengan demikian kompetensi dan
pengetahuan guru terhadap anak berkebutuhan
khusus akan meningkat. Guru tidak lagi terbebani
dengan modifikasi kurikulum, administrasi kelas,
dan kolaborasi dengan pihak lain.
20
bahwa menempatkan anak dengan kebutuhan
khusus juga baik bagi kemampuan sosialnya.
Interaksi sosial memberikan kesempatan anak
berkebutuhan khusus bagaimana berinteraksi dengan
orang yang berbeda dengan diri mereka.
21
-Kekuatan Penelitian Kekuatan penelitian ini menggunakan hal yang baru
untuk meningkatkan sistem pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus melalui sekolah-sekolah
inklusi yang sengaja dibuata untuk Anak Luar Biasa
(ALB) ini.
22
satunya adalah Sekolah inklusi dipandang
paling efektif untuk melawan sikap
diskriminatif,menciptakan masyarakat yang
mau menerima kedatangan anak luar biasa,
dan mencapai pendidikan untuk semua. Di
dalam kelas inklusi anak berkebutuhan
khusus memperoleh perlakuan yang sama
seperti anak normal. Sikap terbuka dari
teman-teman sebaya dan guru di sekolah
inklusi mempengaruhi self esteem anak.
Anak akan memiliki self esteem yang tinggi,
sehingga mereka bisa mengembangkan
potensi yang mereka miliki tetapi tetap sadar
akan kekurangan pada dirinya.
4. Mengembangkan model pendidikan bagi
guru merupakan salah satu alternative untuk
mengurangi tantangan dalam
penyelenggaraan sekolah inklusi. Dengan
cara memberikan materi atau pelatihan
tentang anak berkebutuhan khusus. Guru
merupakan tokoh sentral dalam melakukan
perubahan, sehingga dibutuhkan komitmen,
pengetahuan, dan dukungan dari guru kelas
regular untuk meningkatkan kesadarnnya
dalam mengembangkan sekolah inklusi.
23
15 Referensi 1. Avrimidis, E., Bayliss, P., & Burdon, R.
. (2000). A survey into mainstream teachers‟
attitudes towards the inclusion of children
with special educational needs in the ordinary
school in one local education authority.
Educational Psychology, 20(2), pp191-212.
2. Bandi Delfi. 2006. Pembelajaran Anak
Tunagrahita: Suatu pengantar Dalam
Pendidikan Inklusi. Bandung: Relika
Aditama.
3. Center, Y., & Ward, J. (1987). Teachers‟
attitudes towards the integration of disable
children into regular schools. The
Exceptional Child, 34, pp 41-56.
4. Chandler, L. K. (2000). A training and
consultation model to reduce resistance and
increase educatorknowledge and skill in
addressing challenging behaviours. Special
Education Perspectives, 9(1), pp3- 13.
5. Forlin, C., Jobling, A., & Carrol, A. (2001).
Preservice teachers‟ discomfort levels toward
people with disabilities. The Journal of
International Special Needs Education, 4,
pp32-38.
6. IG. A.K. Wardani. 2009. Pengantar
Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas
Terbuka.
7. Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Pendidikan
Inklusi Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
8. Konza, D. (2008) Review of Special
Educational Services. Engadine, NSW: St
John Bosco College.
9. Nazir, Muhammad. 2003. Metode Penelitian,.
24
Jakarta: Ghalia Indonesia
10. Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009
11. Pujaningsih. 2011. Redesain Pendidikan
Guru Untuk Mendukung Pendidikan Inklusif.
Universitas Negeri Yogyakarta.
12. Osterhom, K,. Nash, W,. Kritsonis,. 2007.
Effect of Labelling Students “Learning
Disabled”: Emergaent Themes in
theResearch Literature 1970 Through 2000.
Focus Colleges, Universiies and Schools.
Volume 1 Number 1.
13. Schmidt, M., Cagran, B,. 2008. Self-Concept
Of Students In Inclusive Settings.
International Journal Of Special Education.
Vol 23 No 1.
14. Sutji Harijanto (2011) The Indonesian
Government Policy on Special Education in
Global Perspective. Makalah disampaikan
dalam International seminar on Special
Education pada 19 Maret 2011.
15. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
16. Watkins, Deborah. 2005. Maximing Learning
for Students With Special Needs. Kappa
Delta Pi Records.
17. Wilson, C. Ellerbee, K,. Christian. 2011. Best
Practice Of Inclusion at The Lementary
Level. ERIC.
18. Yusraini. 2013. Kebijakan Pemerintah
Terhadap Inklusif. Jurnal Media Akademika.
Vol 28 No 1.
3. Jurnal Pembanding 2
25
1. Judul PENDIDIKAN INKLUSI BAGI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM
PERSPEKTIF EPISTEMOLOGI ISLAM
3. Download http://jurnal.stitnualhikmah.ac.id/
5. Tahun 2018
26
sayang dan bermakna kontak sosial bahkan tidak
diakui keberadaannya. Pemerintah di tengah-tengah
pendidikan inklusif, di mana pendidikan inklusif
mampu berlangsung semua anak (anak normal dan
anak berkebutuhan khusus) dalam komunitas itu adalah
upaya untuk tidak memisahkan mereka dari
masyarakat normal. Untuk menyediakan pemahaman
yang lebih dalam tentang sumber pendidikan inklusif,
tulisan ini akan menyajikan pendidikan inklusi dalam
dunia Epistemologi Islam yang sekarang salah satu
cabang filsafat dan menelaah muara suatu ilmu di
dalamnya pendidikan inklusif. Dengan memahami
sumber pendidikan inklusif berharap kepercayaan akan
pentingnya pendidikan inklusi semakin kuat.
27
10 Pendahuluan Mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur
. secara materiel dan spiritual berdasarkan pancasila
merupakan tujuan pembangunan nasional. Salah satu
bagian penting dalam komponen masyarakat Indonesia
ialah anak. Karena anak adalah pemilik masa kini dan
masa depan bangsa sekaligus pemilik bangsa, karena di
tangan merekalah diteruskan sejarah kehidupan
manusia Indonesia selanjutnya, begitu pentingnya
mereka dalam rantai kelangsungan tradisi suatu
bangsa. Tidak seorangpun menginginkan menjadi anak
berkebutuhan khusus atau cacat. Istilah anak
berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada
anak yang dianggap mempunyai
kelainan/penyimpangan dari kondisi rata-rata anak
normal pada umunya, dalam hal fisik, mental maupun
karakteristik perilaku sosialnya. Anak. dikategorikan
berkebutuhan khusus dalam aspek fisik meliputi;
kelainan dalam indera penglihatan (tunanetra),
kelainan indera pendengaran (tuna rungu), kelainan
kemampuan berbicara (tuna wicara) dan kelainan
fungsi anggota tubuh (tuna daksa). Pendidikan
merupakan wahana penting dan media yang efektif
untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan
menanamkan etos kerja di kalangan warga masyarkat.
Pendidikan juga dapat menjadi instrument untuk
memupuk kepribadian bangsa, memperkuat identitas
nasional, dan memantapkan jati diri bangsa.
Pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk mem
bangun kesadaran kolektif sebagai warga dengan
mengukuhkan ikatan-ikatan sosial, tetap menghargai
keragaman budaya, ras, suku-bangsa, agama, sehingga
dapat memantapkan keutuhan nasional.3
28
-Latar Belakang Istilah inklusif memiliki makna yang sangat luas.
dan Teori Inklusif dapat dikaitkan dengan adanya persamaan atau
kesetaraan hak individual dalam pembagian sumber-
sumber tertentu, seperti politik, pendidikan, sosial, dan
ekonomi. Aspek-aspek tersebut tidaklah berdiri
sendiri-sendiri, melainkan berkaitan satu sama lainnya.
Berdasarkan pandangan Reid, hal ini dapat dilihat
bahwa istilah inklusif berkaitan dengan berbagai aspek
hidup manusia yang didasarkan atas prinsip
persamaan, keadilan, dan pengakuan atas hak individu.
Sementara apabila dikaitkan dengan ranah pendidikan,
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif
adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik
yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik
pada umumnya.
29
(3) Mencengah berkembangnya keterbatasan
kemampuan lainnya sebagai hasil yang diakibatkan
oleh ketidakmampuan utamanya.
30
perbedaan.
31
Dalam Perspektif Epistemologi Islam. Jurnal Program
Studi PGMI. 5(1). 57-71.
32
meniadakan hambatan-hambatan yang dapat
menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh
dalam pendidikan.
-Kelemahan Penelitian Pada jurnala ini, data tidak tidak diaplikasikan dalam
bentuk grafik, tabel, atau diagram yang memudahkan
pembaca untu membandingkan penelitian tersebut.
33
ketidak teraturan perkembangan sehingga
menjadi anak yang tidak berkemampuan.
3. Untuk mencengah berkembangnya keterbatasan
kemampuan lainnya sebagai hasil yang
diakibatkan oleh ketidakmampuan utamanya.
34
Muhammad. 1983. Epistemologi Islam: Pengantar
Filsafat Pengetahuan Islam. Jakarta: UI Press.
4. Arifin, M. 1987. Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta :
Bina Aksara.
5. Arum, Wahyu Sri Ambar.2005. Perspektif
Pendidikan Luar Biasa dan Implemntasinya Bagi
Penyiapan Tenaga Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
6. Hadi, Hardono. 1994. Epistemologi Filsafat
Pengetahuan. Yogyakarta : Kanisius.
7. Idri. 2015. Epistemologi Ilmu pengetahuan, ilmu
hadis, dan ilmu hukum Islam. Jakarta :
Prenadamedia Group.
8. Irianto, Yoyon Bahtiar. 2011. Kebijakan
Pembaruan Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
9. Ishak, Muslim. 1980. Tokoh-tokoh Filsafat Islam
dan Barat (Spanyol),. Surabaya: Bina Ilmu.
10. Kebung, Konrad. 2011. Filsafat Ilmu Pengetahuan
Jakarta : PT Prestasi Pustakaraya Latif, Mukhtar,
dkk. 2013. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta :
Kencana Prenadamedia Group.
11. Mujahidin, Anwar. 2013. Epistemologi Islam:
Kedudukan Wahyu Sebagai Sumber Ilmu,
Ulumuna Jurnal Studi KeIslaman, Volume 17
Nomor 1 (Juni).
12. Muthahhari, Murtadha. 2001. Mengenal
Epistemologi. Jakarta : PT Lentera Basritama
13. Nasution, Harun. 1962. Falsafat dan Mistisisme.
Jakarta: Bulan Bintang.
14. Nasution, Harun. 1986. Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI-Press.
15. Nata, Abuddin. 2012. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta : Prenada Media Group.
16. Nyameh Jerome, Application of the Maslow’s
35
hierarchy of need theory; impacts and implications
on organizational culture, human resource and
employee’s performance, International Journal of
Business and Management Invention, Volume 2
Issue 3 ǁ March. 2013ǁ PP.39-45
17. Permata, Indah & Rusyidi, Binahayati. Pelaksanaan
Sekolah Inklusi Di Indonesia, Prosiding K S : Riset
dan PKM Vol. 2 No. 2
18. Pidarta, M. 2000. Landasan pendidikan. Jakarta:
PT Rineka cipta.
19. Praptiningrum, N. 2010. Fenomena
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus, Jurnal Pendidikan Khusus
Vol. 17 No. 2 Nopember.
20. Rahayu. Sri Muji. 2013. Memenuhi Hak Anak
Berkebutuhan Khusus Anak Usia Dini Melalui
Pendidikan Inklusif, Jurnal Pendidikan Anak, Vol.
2 Edisi 2, Desember.
21. Ramayulis & Nizar, Samsul. 2009. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia
22. Saidurrahman. 2014. Khazanah Epistemologi
Islam, Teologia, Volume 25 Nomor 1, Januari-Juni.
23. Salam, Burhanuddin. 2003. Pengantar Filsafat.
Yogyakarta: Bumi Aksara.
24. Shihab, Quraish. 1999. Wawasan Al-Qur’an.
Bandung : Mizan
25. Sindhunata.1983. Dilema Usaha Manusia Rasional.
Jakarta: PT. Gramedia.
26. Sulistyadi, Hery Kurnia. 2014. Implementasi
Kebijakan Penyelenggaraan Layanan Pendidikan
Inklusif Di Kabupaten Sidoarjo, Kebijakan dan
Manajemen Publik Vol. 2 No. 1 Januari.
27. Tafsir, Ahmad. 1993. Filsafat Umum akal dan hati
sejak Thales sampai James, (Bandung : PT Remaja
36
Rosdakarya)
28. Tarmansyah. 2009. Pelaksanaan Pendidikan
Inklusif Di Sd Negeri 03 Alai Padang Utara Kota
Padang, PEDAGOGI Jurnal Ilmiah Ilmu
Pendidikan Vol. 9 No. 1 April.
29. Titus, Harold H. dkk. 1984. Persoalan-persoalan
filsafa. Jakarta : Bulan Bintang
30. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak
31. Yusraini. 2013. Kebijakan Pemerintah Terhadap
Pendidikan Inklusif, Media Akademika, Vol. 28,
No. 1, Januari.
32. Zubair, Ahmad Kharis, dkk. 1992. Filsafat Islam
Seri 2. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.
37
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari ketiga jurnal ini kita telah melihat bahwa jurnal tersebut sangat mudah untuk
dimengerti dan dipahami disetiap penelitiannya, karena beberapa jurnal tersebut secara
rinci dibahas dan disertai dengan ahli psikolog maupun pakar ahli lainnya. Dalam jurnal
ini membahas tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan sekolah
inklusi, yang dimana dapat menambah pengetahuan para pembaca tentang pentingnya
pendidikan inklusi dalam belajar untuk kesiapan semangat
Dari kelebihan dan kelemahan, bahwa jurnal pertama tersebut memuat banyak
kelebihan, sehingga jurnal ini dapat dijadikan patokan untuk membaca dan menjadi
referensi mahasiswa untuk mempermudah mempelajari materi motivasi dalam mata
kuliah psikologi pendidikan.
B. Saran
38
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Munafir,. Dkk. 2011. Inclusive Education Management Model To Improve Principal
And Teacher Performance In Primary Schools. Proceeding of 2nd International
Conference of Arts Language And Culture. 2(2).226-237.
Pratiwi, Jamilah C. 2015. Sekolah Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus : Tanggapan
Terhadap Tantangan Kedepannya. Jurnal Prosiding Seminar Nasional Pendidikan.
2(2). 237-242.
Baharun, Hasan., Awwaliyah, Robiatul. 2018. Pendidikan Iklusi Bagi Anak Berkebutuhan
Khusus Dalam Perspektif Epistemologi Islam. Jurnal Program Studi PGMI. 5(1).
57-71.
39