Anda di halaman 1dari 5

RESENSI NOVEL SUSAH SINYAL

Disusun Oleh:

Nawra Kamilla
XI Bisnis Daring Pemasaran 1
SMK NEGERI 1 PEKANBARU
"Rahasia terbesar dalam semesta ini adalah hidup itu sendiri.
Kelahiran, kematian, dan setiap detik yang ada di antaranya,
rahasian besar Tuhan. Kita bisa berusaha, bisa berdoa, bisa
memproyeksi secara 'scientific', bisa mencoba berhitung,
beberapa bahkan mengklaim bisa meramal, pada akhirnya
yang membuka rahasia itu sendiri waktu." (kutipan halaman 51)

1. Identitas Buku

Judul buku : Susah Sinyal


Penulis : Ika Natassa dan Ernest Prakasa
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2018
ISBN : 978-602-0380-698
Deskripsi Fisik (Tebal) : 272 halaman

2. Resensi Novel

Novel ini diadaptasi dari skenario film Susah Sinyal karya Ernest Prakasa dan
Meira Anastasia. Novel kolaborasi ini akan membawa kita ke dalam perjalanan
menemukan jati diri sendiri, berdamai dengan masa lalu, dan menerima kenyataan,
sepahit apa pun itu, tanpa kehilangan harapan.
Novel ini menceritakan Ellen, seorang single mom yang memempunyai satu
putri bernama Kiara. Mereka tinggal bersama Oma Agatha, di Jakarta.
Tiga puluh enam tahun hidup di Jakarta, sudah cukup membuat Ellen paham,
bahwa kota ini tidak cocok untuk mereka yang lemah dan gampang menyerah,
serta membuatnya sukses di usia muda.

Ellen pengacara muda yang sukses dan berbakat. Karena kesibukkannya, Ellen
jarang meluangkan waktu bersama Kiara. Hal tersebut membuat Kiara merasa
kurang kasih sayang. Oma-lah yang merawat Kiara dari kecil dan Oma sangat
sayang kepada Kiara.

Semua terjadi dengan tiba-tiba Oma Agatha meninggal karena serangan


jantung. Tangis Ellen pecah dan tungkainya tidak kuat menahan beban kenyataan.
Ibu bukan hanya yang melahirkan dan membesarkannya tetapi teman bicara dan
pilar kehidupanya.
Begitupun dengan Kiara yang sangat merasa kehilangan, dia selalu
beranggapan bahwa Oma adalah satu-satunya orang yang perduli dan menyayangi
dia lebih dari apapun. Betapa remuk hatinya, orang yang sedari kecil merawatnya
kini telah tiada.
Ponsel Ellen bergetar mendapat panggilan dari guru BP karena Kiara bermain
instagram saat jam pelajaran. Guru BP prihatin atas kondisi Kiara dan
menyarankan untuk berlibur menghabiskan waktu berdua antara Kiara dan Elllen
agar mempererat hubungan keduanya. Kiara butuh waktu untuk memulihkan
dirinya. Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke Sumba.
Tiba di Sumba, tidak dapat mengakses jaringan di sana karena susah sinyal.
Mereka menginap di hotel milik Tante Maya. Bahkan Kiara dekat dengan salah
satu pegawai hotel. Perlahan Ellen dapat memahami perasaan Kiara, mereka saling
terbuka antara satu sama lain.
Mereka kembali ke Jakarta dengan perasaan senang. Hubungan mereka pun
semakin dekat, namun Ellen ada masalah kantor. Kasus yang ditanganinya hampir
hancur.

Karena Ellen berjanji untuk menonton penmpilan Kiara saat tampil di audisi
ajang pencarian bakat yang sudah di impikan sejak lama. Kiara marah langsung
pergi ke Sumba sendirian untuk menenangkan diri, Ellen pun menyusul Kiara ke
Sumba.
Betapa marah Kiara karena mamanya tidak menepati janjinya dan selalu sibuk
dengan pekerjaannya, bahkan menjaga jarak padanya. Kiara sempat bertanya pada
Ellen, apakah karena papanya.
Ellen mengakui memang salahnya menikah terlalu muda untuk membahagiakan
ayahnya yang sudah tua dan sakit-sakitan, karena ayahnya ingin memiliki cucu.
Tapi suami Ellen selingkuh dan tidak cukup dengan satu wanita, sehingga
kemudian mereka berpisah. Tapi sungguh Ellen sangat menyayangi Kiara lebih
dari apapun.
Pelan-pelan Kiara memahaminya. Perlahan hubungan mereka pun sangat baik
dan tidak ada jarak di antara mereka. Bahkan Kiara berduet menyanyi bersama
mamanya.
Penulis pandai membuat siapapun yang membaca novel ini terbawa perasaan
dan setting yang oke.
“Menjadi ibu itu naluri alami seorang perempuan, Sayang, tidak perlu dipelajari
di buku. Kalaupun ada bukunya, tiap anak beda-beda.” (halaman. 150-151).
Oh iya, tadi ngomongin Sumba. Yes, setting dalam novel ini ada Sumbanya.
Dan penggambaran setting Sumba oke banget. Saya bisa ngebayangin bagaimana
keindahan Sumba di sana.
Dan yang kedua perpaduan yang sangat bagus.Ini kali pertama saya baca
novelnya Ika Natassa, saya suka gaya tulisnya. Pantas buku-buku Mbak Ika selalu
best seller. Pokoknya 4 bintang untuk novel ini. Perpaduan dari naskah scenario
yang dijadikan novel yang sangat bagus.
“Tidak ada yang mustahil sampai kita mencoba, tidak ada pintu yang tidak ada
kuncinya.” (hlm. 251)

Hanya ada dua kekurangan. Di halaman 157 dikatakan umur Kiara 17 tahun,
tapi di halaman 91 malah dibilang (masih) 14 tahun. Tapi sepertinya 17 tahun yang
benar. Karena di halaman 151 disebut 17 tahun yang lalu.

Lalu di halaman 117 tertulis masa liburannya 5 hari. Tapi di halaman 151
tertulis hanya 2 hari. Dan di halaman 156 sudah dikatakan langsung balik besok?

Pesan yang dapat di petik dari novel ini adalah hargai waktu. Waktu tidak bisa
diulang dan terus berjalan.

Anda mungkin juga menyukai