Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

“ KOMPLIKASI DALAM KEHAMILAN SERTA PENANGANANNYA ”

DOSEN PEMBIMBING:
BRILIAN DINI MAI, STr. Keb, M. Keb

DISUSUN OLEH KELOMPK 1:


AILSA ISLAMI : 2015201001
CLARA KARTIKA : 2015201007
HOLIJAH LUBIS : 2015202011
INDAH INSANI PUTRI : 2015201014
INDRIANI : 2015201015
INNIFIA ANISA PRADINI : 2015201040
KARMILA SAPUTRI : 2015201042
NADYA ADE ANGGRAINI : 2015201018
NASRI DEVI : 2015201019
RANUM PUTRI ARDIAN KUMALA : 2015201025
SITI NURBAITI : 2015201033

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UINIVERSITAS ABDURRAB
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Komplikasi dalam
Kehamilan serta Penanganannya tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Asuhan Kebidanan Patologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Komplikasi dalam Kehamilan serta Penanganannya bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Brilian Dini MAI, STr. Keb, M. Keb
selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Patologi yang telah memberikan tugas ini
sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Pekanbaru, 20 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN.................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................3
BAB l PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...............................................................................................................
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................................
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................................................
1.4 Manfaat............................................................................................................................

BAB ll PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komplikasi Kehamilan...................................................................................


2.2 Komplikasi Kehamilan Trimester 1 ( 0 – 12 Minggu )....................................................
2.3 Komplikasi Kehamilan Trimester 2 ( 13 - 28 Minggu )...................................................
2.4 Komplikasi Kehamilan Trimester 3 ( 29 – 42 Minggu ).................................................
2.5 Cara Mencegah Komplikasi Pada Kehamilan..................................................................

BAB lII PENUTUP.....................................................................................................................


3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................
3.2. Saran...............................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komplikasi masa kehamilan, persalinan dan nifas merupakan masalah kesehatan yang
penting, jika tidak ditanggulangi bisa menyebabkan kematian ibu yang tinggi tragedi
yang mencemaskan dalam proses reproduksi salah satunya kematian yang terjadi pada
ibu. Keberadaan seorang ibu adalah tonggak untuk keluarga sejahtera. Untuk itu
Indonesia mempunyai target pencapaian kesehatan melalui Millennium Development
Goals (MDGs) sehingga tercapai pembangunan masyarakat sejahtera. MDGs adalah
hasil kesepakatan negara-negara yang bertujuan mencapai kesejahteraan rakyat dan
pembangunan masyarakat yang berisi 8 tujuan.MDGs ke-5 bertujuan meningkatkan
kesehatan ibu dengan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar tiga perempatnya
antara tahun 1990 dan 2015 (Depkes, 2013).
Berdasarkan data SDKI, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih sangat
memprihatinkan karena jumlah kematian ibu di Indonesia pada tahun 2012 mengalami
peningkatan yaitu 359/100.000 kelahiran hidup (KH), padahal pada tahun 2007 AKI di
Indonesia adalah 228/100.000 KH. Angka ini sangat jauh dari target MDGs yaitu AKI
dapat mencapai 102/ 100.000 KH pada tahun 2015. (Mariyona, 2019).
Menurut Word Health Organization (WHO, 2010) kematian ibu adalah kematian
seorang perempuan dalam masa hamil atau dalam 42 hari setelah kehamilan berakhir
dengan sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan.Pada tahun 2013 AKI didunia sebesar 210 kematian per 100.000
kelahiran hidup, sedangkan di negara berkembang 14 kali lebih tinggi bila dibandingkan
negara maju, yaitu 230 per 100.000 kelahiran (WHO, 2014).
Lebih dari 90% kematian ibu disebabkan oleh komplikasi obstetrik pada masa
kehamilan, persalinan, dan nifas. Komplikasi akan cenderung meningkat pada ibu hamil
yang memiliki faktor risiko, meskipun komplikasi dapat pula terjadi pada ibu hamil yang
tidak dikategorikan berisiko. Diperkirakan 15% kehamilan akan mengalami keadaan
risiko tinggi dan komplikasi obstetrik yang dapat membahayakan ibu maupun janin
apabila tidak ditangani dengan memadai (Mariyona, 2019).
Berdasarkan laporan WHO (2013), kematian ibu di dunia disebabkan pre-eklamsi
28%, perdarahan 27%, eklampsi 14%, aborsi tidak aman 8%, infeksi 11%, penyulit
persalinan 9%, dan emboli 14%. Menurut Profil Kesehatan Indonesia (2012) kasus
obstetrik terbanyak (56,06%) disebabkan oleh penyulit kehamilan, persalinan dan masa
nifas lainnya diikuti dengan kehamilan yang berakhir abortus (26%). Penyebab kematian
terbesar adalah pre eklampsi dan eklampsi dengan case fatality rate (CFR) 2,35%,
proporsi kasusnya 49 % dari keseluruhan kasus obstetri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian komplikasi kehamilan ?
2. Apa saja komplikasi kehamilan trimester 1 ( 0 – 12 minggu ) ?
3. Apa saja komplikasi kehamilan trimester 2 ( 13 - 28 minggu ) ?
4. Apa saja komplikasi kehamilan trimester 3 ( 29 – 42 minggu ) ?
5. Bagaimana cara mencegah komplikasi pada kehamilan ?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1. Untuk mengetahui pengertian komplikasi kehamilan
2. Untuk mengetahui komplikasi kehamilan trimester 1 ( 0 – 12 minggu )
3. Untuk mengetahui komplikasi kehamilan trimester 2 ( 13 - 28 minggu )
4. Untuk mengetahui komplikasi kehamilan trimester 3 ( 29 – 42 minggu )
5. Untuk mengetahui cara mencegah komplikasi pada kehamilan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komplikasi Kehamilan


Kehamilan merupakan saat dimana seorang wanita mengandung embrio dan
membawanya di dalam Rahim. Komplikasi merupakan penyakit yang brau timbul
kemudian sebagai tambahan pada penyakit yang sudah ada.
Komplikasi kehamilan adalah suatu penyakit yang timbul dimana saat seorang wanita
sedang megandung atau hamil.

2.2 Komplikasi Kehamilan Trimester 1 ( 0 - 12 Minggu )


a. Abortus
a) Pengertian
Abortus atau miscarriage adalah dikeluarkannya hasil konsepsi
sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan sekitar
500 atau gram kurang dari 1000 gram, terhentinya proses kehamilan
sebelum usia kehamilan kurang dari 28 minggu (Manuaba, 2010).
b) abortus spontan dibagi menjadi :
1. Keguguran mengancam (abortus imminens) Perdarahan
intrauterine pada umur kurang dari 20 minggu kehamilan
lengkap dengan atau tanpa kontraksi uterus tanpa dilatasi
serviks dan tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Pemeriksaan
dengan ultrasonografi harus diperlihatkan adanya janin yang
menunjukkan tanda-tanda kehidupan misalnya adanya denyut
jantung atau gerakan janin. Pada abortus imminens ini hasil
kehamilan yang belum viabel berada dalam bahaya tetapi
kehamilan terus berlanjut (Benson dan Pernoll, 2009).
2. Keguguran tak terhalangi (abortus insipiens) Merupakan
perdarahan intrauterine sebelum kehamilan lengkap 20 minggu
dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran hasil
konsepsi. Pada abortus insipiens, kemungkinan terjadi
pengeluaran sebagian atau seluruh hasil konsepsi dengan
cepat. Dapat dianggap abortus insipiens jika ada dua atau lebih
tanda-tanda berikut
1) Penipisan serviks derajat sedang.
2) Dilatasi serviks kurang dari 3 cm.
3) Pecah selaput ketuban.
4) Perdarahan lebih dari 7 hari.
5) Kram menetap meskipun diberikan analgesik.
6) Tanda-tanda penghentian kehamilan (misalnya, ada
mistalgia).
3. Keguguran tidak lengkap (abortus inkompletus) Abortus yang
terjadi sebelum usia gestasi 10 minggu, janin dan plasenta
biasanya keluar bersama-sama. Bila kehamilan lebih besar
akan terjadi sisa kehamilan. Perdarahan pervaginam adalah
gejala awal, bila jaringan plasenta tertahan perlu dilakukan
tindakan digital atau kuretase. Bila terjadi perdarahan masif
dapat terjadi syok hipovolemik (Handono, 2009).
4. Keguguran lengkap (abortus kompletus) Pengeluaran semua
hasil konsepsi dengan umur kurang dari 20 minggu kehamilan
lengkap. Seluruh hasil konsepsi sudah keluar dan rasa sakit
berhenti tetapi perdarahan bercak akan menetap selama
beberapa hari.
5. Keguguran berulang (abortus habitualis) Abortus spontan yang
terjadi berturut-turut sebanyak tiga kali atau lebih tanpa
diketahui sebab yang jelas. Penyebab terjadinya abortus
habitualis berkaitan dengan penyebab umum seperti faktor
genetik, faktor hormonal, faktor plasenta, dan faktor infeksi.
Dan dugaan penyebab khusus yaitu adanya serviks yang
inkompeten dan terdapat reaksi immunologis (Manuaba,
2010).
6. Keguguran dengan infeksi (abortus infeksiosa) Akibat
tindakan abortus provokatus kriminalis oleh tenaga yang tidak
terlatih atau dukun. Sebagian besar dalam bentuk tidak
lengkap dan dilakukan dengan cara tidak legeartis. Keguguran
dengan infeksi memerlukan tindakan medis khusus (Manuaba,
2010).
7. Keguguran tertunda (missed abortion) Terhentinya proses
kehamilan muda pada embrio atau janin berumur kurang dari
20 minggu tetapi hasil konsepsi tertahan dalam rahim selama
lebih dari 6-8 minggu. Rasa sakit dan nyeri tekan tidak
dirasakan oleh ibu hamil, serviks agak kaku dan sedikit
terbuka, uterus mengecil dan melunak secara irregular.
Komplikasi dapat terjadi pada missed abortus seperti gangguan
pembekuan darah karena intravaskuler koagulasi yang diikuti
hemolisis sehingga terjadinya penurunan fibrinogen sampai
bahaya perdarahan spontan.
8. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum) Kehamilan yang
patologi dimana mudigah dan kantong kuning telur tidak
terbentuk sejak awal kehamilan namun kantong gestasi tetap
terbentuk. Kelainan ini merupakan kehamilan yang dapat
berkembang walaupun tidak ada janin di dalamnya. Pada usia
kehamilan 14-16 minggu terjadi abortus spontan.
c) Penatalaksanaan
1. Abortus Imminens
1) Tirah baring Istirahat baring (bedrest), bertujuan untuk
menambah aliran darah ke uterus dan mengurangi
perangsangan mekanis. Ibu (pasien) dianjurkan untuk
istirahat baring. Apabila ibu dapat istirahat dirumah,
maka tidak perlu dirawat. Ibu perlu dirawat apabila
perdarahan sudah terjadi beberapa hari, perdarahan
berulang atau tidak dapat beristirahat dirumah dengan
baik misalnya tidak ada yang merawat atau ibu merasa
sungkan bila rumah hanya beristirahat saja. Perlu
dijelaskan kepada ibu dan keluarganya, bahwa
beristirahat baring dirumah atau dirumah bersalin atau
rumah sakit adalah sama saja pengaruhnya terhadap
kehamilannya. Apabila akan terjadi abortus inkomplit,
dirawat dimanapun tidak mencegahnya.
2) Periksa tanda-tanda vital (suhu, nadi dan pernafasan).
31
3) Kolaborasi dalam pemberian sedativa (untuk
mengurangi rasa sakit dan rasa cemas), tokolisis dan
progesterone, preparat hematik (seperti sulfat ferosus
atau tablet besi).
4) Hindarkan intercose.
5) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
6) Bersihkan vulva minimal 2 kali sehari untuk mencegah
infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan
coklat.
2. Abortus Insipiens
1) Apabila bidan menghadapi kasus abortus insipiens
segera berkonsultasi dengan dokter ahli kandungan
sehingga pasien mendapat penanganan yang tepat dan
cepat.
2) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, bahwa perforasi
pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses
abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
3) Biasanya penatalaksanaan yang dilakukan pada
kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai
perdarahan adalah pengeluaran janin atau pengosongan
uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus,
disusul dengan kerokan memakai kuret tajam.
4) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal
dilakukan pengeluaran plasenta secara manual.
3. Abortus Inkomplit Dalam menghadapi kasus abortus
incomplete, bidan dapat berkonsultasi dengan dokter sehingga
tidak merugikan pasien. Penatalaksanaan yang biasanya
dilakukan pada kasus abortus inkomplete ini adalah :
1) Bila disertai syok karena perdarahan diberikan infuse
cairan fisiologi NaCl atau Ringer Laktat dan tranfusi
darah selekas mungkin.
2) Setelah syok diatasi dilakukan kerokan dengan kuret
tajam dan diberikan suntikan untuk mempertahankan
kontraksi otot uterus.
3) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal
dilakukan pengeluaran plasenta secara manual.
4) Diberikan antibiotika untuk mencegah infeksi.
4. Abortus Komplit
1) Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
abortus komplit, bidan dapat berkonsultasi dengan
dokter sehingga tidak merugikan pasien.
2) Tidak memerlukan terapi khusus tetapi untuk
membantu involusi uterus dapat diberikan methergin
tablet.
3) Bila pasien anemia dapat diberikan sulfat ferosus (zat
besi) atau transfuse darah.
4) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi vitamin dan
mineral.
5. Missed Abortion Memerlukan tindakan media khusus
sehingga bidan perlu berkonsultasi dengan dokter untuk
penangananya.
1) Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahaya
adanya hipofibrinogenemia, sehingga sulit untuk
mengatasi perdarahan yang terjadi bila belum dikoreksi
hipofibrigenemianya (untuk itu kadar fibrinogen darah
perlu diperiksa sebelum dilakukan tindakan).
2) Pada prinsipnya penanganannya adalah : pengosongan
kavum uteri setelah keadaan memungkinkan.
3) Bila kadar fibrinogen normal, segera dilakukan
pengeluaran jaringan konsepsi dengan cunam ovum
lalu dengan kuret tajam.
4) Bila kadar fibrinogen rendah dapat diberikan
fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau ketika
mengeluarkan konsepsi.
5) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dilakukan
pembukaan serviks uteri dengan laminaria selama
kurang lebih 12 jam ke dalam kavum uteri.
6) Pada kehamilan lebih dari 2 minggu maka pengeluran
janin dilakukan dengan pemberian infuse intravena
oksitosin dosis tinggi.
7) Bila fundus uteri tingginya sampai 2 jari dibawah
pusat, maka pengeluaran janin dapat dikerjakan dengan
menyuntikkan larutan garam 20% dalam kavum uteri
melalui dinding perut.
6. Abortus Infeksius Abortus infeksius yang menyebabkan sepsis
dapat menimbulkan bahaya kehamilan ibu maka penderita
harus segera dirujuk ke rumah sakit. Tugas bidan adalah
mengirimkan penderita ke rumah sakit yang dapat memberikan
pertolongan khusus. Prinsip penatalaksanaannya adalah :
1) Pemberian terapi antibiotika (penisilin, metrodazole,
ampicillin, streptomycin, dan lain-lain) untuk
menanggunglangi infeksi.
2) Bila perdarahan banyak dilakukan pemberian transfusi
darah.
3) Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan
antibiotika atau lebih cepat lagi bila terjadi perdarahan,
sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.
4) Pemasangan CVP (Central Venosus Pressure) untuk
pengontrolan cairan.
5) Pemberian kortikosteroid dan heparin bila ada
Disseminated Intravascular Coagulation.
7. Abortus Habitualis
1) Memperbaiki keadaan umum.
2) Perbaikan gizi dan istirahat yang cukup.
3) Terapi hormon progesterone dan vitamin.
4) Kolaborasi untuk mengetahui faktor penyebab
(Maryunani, 2009).
b. Kehamilan ektopik terganggu
a) Pengertian
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang
dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri.
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding
tuba dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik dapat terjadi diluar rahim misalnya dalam tuba,
ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi didalam rahim
misalnya dalam cervix, pars interstitialis tuba atau dalam tanduk
rudimenter rahim. Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu
berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus (Dewi, 2016).
Terjadinya Kehamilan ektopik terganggu dapat terjadi secara tiba-tiba
pada seluruh kasus kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik terganggu
merupakan suatu kegawatdaruratan dalam obstetri yang perlu
penanganan segera. Perlunya diagnosis dini maupun observasi klinis
sangat diperlukan mengingat pentingnya kelangsungan hidup ibu
maupun prognosis reproduksi selanjutnya (Dewi dan Risilwa, 2017).
b) Penanganan kehamilan ektopik terganggu
Penanganan kehamilan ektopik terganggu pada umumnya adalah
tindakan bedah, dalam tindakan demikian beberapa hal harus
diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat
itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan
ektopik terganggu, kondisi anatomic organ pelvic, kemampuan teknik
bedah mikro, dokter operator dan kemampuan teknologi fertilisasi
invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu
dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan
pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan salpingostomi.
Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih
baik di lakukan salpingektomi (Prawirohardjo, 2010). Pada kasus
kehamilan ektopik terganggu di pars ampularis tuba yang belum pecah
pernah dicoba ditangani dengan menggunakan kemoterapi untuk
menghindari tindakan pembedahan. Kriteria khusus yang diobati
dengan cara ini menurut Prawirohardjo (2010), antara lain:
 Kehamilan di pars ampullaris tuba belum pecah
 Diameter kantong gestasi ≤ 4 cm
 Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml
 Tanda vital baik dan stabil. Obat yang digunakan ialah
Methotrexate 1 mg/kg IV dan Citrovorum Factor 0,1 mg/kg
berselang-seling setiap hari selama 8 hari.

c. Mola hidatidosa
Mola hydatidosa atau hamil anggur adalah pembentukan ari-ari
(plasenta) yang tidak normal pada masa kehamilan. Kondisi ini tergolong
komplikasi kehamilan yang jarang terjadi.
Penyebab Hamil Anggur Hamil anggur (mola hydatidosa) disebabkan
oleh proses awal pembuahan yang tidak normal. Kondisi tersebut bisa terjadi
karena sperma yang membuahi sel telur kosong, atau terdapat dua sperma
yang membuahi satu sel telur. Kondisi sel sperma yang membuahi sel telur
kosong disebut dengan hamil anggur lengkap. Pada kondisi ini, plasenta
tumbuh tidak normal dan tidak ada embrio.Sedangkan kondisi ketika dua sel
sperma membuahi satu sel telur disebut dengan hamil anggur sebagian. Pada
kondisi ini, plasenta atau ari-ari tumbuh menjadi tidak normal.
Faktor risiko hamil anggur :
Terdapat beberapa faktor yang diduga bisa meningkatkan risiko
seorang wanita mengalami hamil anggur, di antaranya:
 Berusia lebih dari 35 tahun saat hamil
Risiko hamil anggur cenderung lebih tinggi pada wanita yang hamil di
atas usia 35 tahun, dibanding mereka yang hamil di bawah 30 tahun.
 Pernah mengalami hamil anggur
Seseorang yang pernah mengalami hamil anggur sebelumnya juga
berisiko mengalami hamil anggur pada kehamilan berikutnya.
 Pernah mengalami keguguran
Seorang wanita yang pernah keguguran lebih berisiko mengalami
hamil anggur dibanding mereka yang tidak.
Gejala Hamil Anggur
Tanda-tanda hamil anggur awalnya sama dengan kehamilan normal.
Namun seiring pertambahan usia kehamilan, hamil anggur bisa ditandai
dengan gejala khusus, seperti:
 Perdarahan pada trimester pertama, yang terkadang mirip
dengan perdarahan implantasi
 Mual dan muntah yang sangat parah
 Perut terlihat membesar melebihi usia kehamilan
 Keluarnya cairan berwana kecoklatan atau gumpalan-gumpalan
seperti anggur dari dalam vagina
 Nyeri panggul
d. Hyperemesis gravidarum

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang terjadi secara


berlebihan selama hamil. Mual dan muntah (morning sickness) pada
kehamilan trimester awal sebenarnya normal. Namun, pada hiperemesis
gravidarum, mual dan muntah dapat terjadi sepanjang hari dan berisiko
menyebabkan dehidrasi. tidak hanya dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat
menyebabkan ibu hamil mengalami gangguan elektrolit dan penurunan berat
badan. Kondisi ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya
gangguan kesehatan pada ibu hamil dan janinnya.

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, tetapi


kondisi ini sering kali dikaitkan dengan tingginya kadar hormon human
chorionic gonadotropin (HCG) dalam darah. Hormon ini dihasilkan oleh ari-
ari (plasenta) sejak trimester pertama kehamilan dan kadarnya terus meningkat
sepanjang masa kehamilan.

Ada beberapa kondisi yang membuat ibu hamil lebih berisiko


mengalami hiperemesis gravidarum, yaitu:

 Baru pertama kali mengandung


 Mengandung anak kembar
 Menderita obesitas
 Memiliki keluarga yang pernah mengalami hiperemesis
gravidarum
 Mengalami hiperemesis gravidarum pada kehamilan
sebelumnya
 Mengalami hamil anggur

Gejala utama hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah saat


hamil, yang bisa terjadi hingga lebih dari 3–4 kali sehari. Kondisi ini bisa
sampai mengakibatkan hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.
Muntah yang berlebihan juga dapat menyebabkan ibu hamil mengalami
pusing, lemas, dan dehidrasi.

Selain mual dan muntah secara berlebihan, penderita hiperemesis


gravidarum juga dapat mengalami gejala tambahan berupa:

 Sakit kepala
 Konstipasi
 Sangat sensitif terhadap bau
 Inkontinensia urine
 Produksi air liur berlebihan
 Jantung berdebar

Gejala hiperemesis gravidarum biasanya muncul di usia kehamilan 4–6


minggu dan mulai mereda pada usia kehamilan 14–20 minggu.

e. Anemia
Kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel
darah merah yang sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan
baik. Akibatnya, organ tubuh tidak mendapat cukup oksigen sehingga
membuat penderita anemia pucat dan mudah lelah. Anemia bisa terjadi
sementara atau dalam jangka panjang dengan tingkat keparahan ringan
sampai berat. Anemia merupakan gangguan darah atau kelainan hematologi
yang terjadi ketika kadar hemoglobin (bagian utama dari sel darah merah
yang mengikat oksigen) berada di bawah normal.
Orang dewasa dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya
di bawah 14 gram per desiliter untuk laki-laki dan kurang dari 12 gram per
desiliter untuk wanita. Anemia dengan kadar hemoglobin di bawah 8 gram
per desiliter sudah tergolong berat. Kondisi ini disebut dengan anemia gravis.
Pengobatan anemia tergantung kepada penyebab yang mendasarinya,
mulai dari konsumsi suplemen zat besi, transfusi darah, sampai operasi.
Penyebab Anemia
Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau
hemoglobin. Akibatnya, sel-sel dalam tubuh tidak mendapat cukup oksigen
dan tidak berfungsi secara normal (hipoksemia). Secara garis besar, anemia
terjadi akibat tiga kondisi berikut ini:
 Produksi sel darah merah yang kurang
 Kehilangan darah secara berlebihan
 Hancurnya sel darah merah yang terlalu cepat
Berikut ini adalah jenis-jenis anemia yang umum terjadi berdasarkan
penyebabnya:
1. Anemia akibat kekurangan zat besi
Kekurangan zat besi membuat tubuh tidak mampu menghasilkan
hemoglobin (Hb). Kondisi ini bisa terjadi akibat kurangnya asupan zat besi
dalam makanan, atau karena tubuh tidak mampu menyerap zat besi, misalnya
akibat penyakit celiac.
2. Anemia pada masa kehamilan
Ibu hamil memiliki nilai hemoglobin yang lebih rendah, tetapi hal ini
normal. Meski demikian, kebutuhan hemoglobin meningkat saat hamil
sehingga dibutuhkan lebih banyak zat pembentuk hemoglobin, yaitu zat besi,
vitamin B12, dan asam folat. Bila asupan ketiga nutrisi tersebut kurang, maka
dapat terjadi anemia yang bisa membahayakan ibu hamil maupun janin.
3. Anemia akibat perdarahan
Anemia dapat disebabkan oleh perdarahan berat yang terjadi secara
perlahan dalam waktu lama atau terjadi seketika. Penyebabnya bisa cedera,
gangguan menstruasi, wasir, peradangan pada lambung, kanker usus, atau
efek samping obat, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Anemia
karena perdarahan juga bisa jadi merupakan gejala cacingan akibat infeksi
cacing tambang yang menghisap darah dari dinding usus..
4. Anemia aplastik
Anemia aplastik terjadi ketika kerusakan pada sumsum tulang
membuat tubuh tidak mampu lagi menghasilkan sel darah merah dengan
optimal. Kondisi ini diduga dipicu oleh infeksi, penyakit autoimun, paparan
zat kimia beracun, serta efek samping obat antibiotik dan obat untuk
mengatasi rheumatoid arthritis.
5. Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi ketika penghancuran sel darah merah lebih
cepat daripada pembentukannya. Kondisi ini dapat diturunkan dari orang tua,
atau didapat setelah lahir akibat kanker darah, infeksi bakteri atau virus,
penyakit autoimun, serta efek samping obat-obatan, seperti paracetamol,
penisilin, dan obat antimalaria.

6. Anemia akibat penyakit kronis


Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses pembentukan sel darah
merah, terutama bila berlangsung dalam jangka panjang. Beberapa di
antaranya adalah penyakit Crohn, penyakit ginjal, kanker, rheumatoid
arthritis, dan HIV/AIDS.
7. Anemia sel sabit (sickle cell anemia)
Anemia sel sabit disebabkan oleh mutasi (perubahan) genetik pada
hemoglobin. Akibatnya, hemoglobin menjadi lengket dan berbentuk tidak
normal, yaitu seperti bulan sabit. Seseorang bisa terserang anemia sel sabit
jika kedua orang tuanya sama-sama mengalami mutasi genetik tersebut.
8. Thalasemia
Thalasemia disebabkan oleh mutasi gen yang memengaruhi produksi
hemoglobin. Seseorang dapat menderita thalasemia jika satu atau kedua orang
tuanya memiliki kondisi yang sama.
Gejala Anemia
Gejala anemia sangat bervariasi, tergantung pada penyebabnya.
Penderita anemia bisa mengalami gejala berupa:
 Lemas dan cepat lelah
 Sakit kepala dan pusing
 Sering mengantuk, misalnya mengantuk setelah makan
 Kulit terlihat pucat atau kekuningan
 Detak jantung tidak teratur
 Napas pendek
 Nyeri dada
 Dingin di tangan dan kaki
Gejala di atas awalnya sering tidak disadari oleh penderita, namun
akan makin terasa seiring bertambah parahnya kondisi anemia.
f. Demam tinggi

2.3 Komplikasi Kehamilan Trimester 2 ( 13 - 28 Minggu )


a. IUFD
Intrauterine Fetal Death merupakan kematian perinatal. Menurut WHO
dan The American College of Obstetricians and Gynecologist kematian janin
(Intrauterine Fetal Death) adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat
badan 350 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan
20 minggu atau lebih.
Intrauterine Fetal Death (IUFD) dapat disebabkan oleh faktor maternal,
fetal dan kelainan patologis plasenta. Salah satu faktor maternal yang
menyebabkan terjadinya IUFD adalah umur ibu tua. Selain itu, salah satu
faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya kematian janin
dalam rahim adalah usia ibu > 40 tahun saat kehamilan.
Selain itu, ditemukan peningkatan risiko terjadinya IUFD sebanyak 40-
50% pada wanita usia >35 tahun dibandingkan wanita pada usia 20-29 tahun.
Risiko ini lebih berat pada primipara dibanding multipara dan dipengaruhi
oleh beberapa faktor lain seperti kunjungan antenatal care, kebiasaan
merokok, faktor sosioekonomi dan berat maternal.
Penyebab kematian janin pada 25-60% kasus masih belum jelas namun
dapat disebabkan oleh bebarapa faktor, antara lain faktor maternal, fetal, atau
kelainan patologis plasenta. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor maternal Kehamilan post term (> 42 minggu), umur ibu tua,
diabetes melitus tidak terkontol, sistemik lupus eritematosus, infeksi,
hipertensi, preeklampsia, eklampsia, hemoglobinopati, penyakit
rhesus, ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu,
kematian ibu.
2. Faktor fetal Hamil tumbuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan
genetik, infeksi.
3. Faktor plasental Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah
dini dan vasa previa.

Melalui anamnesis didapatkan gerakan janin menghilang. Pada


pemeriksaan pertumbuhan janin didapatkan tinggi fundus uteri tidak sesuai
usia kehamilan, berat badan ibu menurun, dan lingkar perut ibu mengecil.
Selain itu, jika diperiksa dengan fetoskopi dan Doppler tidak dapat didengar
adanya bunyi jantung janin. Jika dilihat menggunakan USG maka didapatkan
gambaran janin tanpa tanda kehidupan. Dengan foto radiologik setelah 5 hari
tampak tulang kepala kolaps, saling tumpang tindih, tulang belakang
hiperfleksi, edema sekitar tulang kepala, gambaran gas pada jantung dan
pembuluh darah. Jika dilakukan pemeriksaan hCG maka didapatkan kadarnya
akan negatif setelah beberapa hari kematian janin. Untuk diagnosis pasti
sebaiknya dilakukan otopsi janin dan pemeriksaan plasenta serta selaput.
Untuk mencari penyebab kematian janin dilakukan evaluasi secara
komprehensif termasuk analisis kromosom dan kemungkinan terpapar infeksi
untuk mengantisipasi kehamilan selanjutnya.

Apabila diagnosis kematian janin telah ditegakkan, penderita harus


segera diberikan informasi mengenai kemungkinan penyebab dan rencana
penatalaksanaannya serta direkomendasikan untuk segera diintervensi. Bila
kematian janin lebih dari 3 - 4 minggu kadar fibrinogen dengan
kecenderungan koagulopati, akan lebih rumit apabila kematian terjadi pada
salah satu bayi kembar. Apabila diagnosis kematian janin telah ditegakkan
maka dilakukan:

1. Pemeriksaan tanda-tanda vital.


2. Pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan, golongan darah ABO,
Rhesus, dan gula darah.
3. Menjelaskan seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta rencana
tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan keluaraganya. Bila
belum ada kepastian penyebab kematian, hindari memberikan
informasi yang tidak tepat.
4. Memberikan dukungan mental dan emosional kepada pasien.
Sebaiknya pasien didampingi oleh orang terdekatnya dan yakinkan
bahwa besar kemungkinan dapat lahir pervaginam.
5. Membicarakan rencana persalinan pervaginam dengan cara induksi
maupun ekspektatif pada keluarga pasien sebelum pengambilan
keputusan.
6. Bila pilihan ekspektatif: tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu
dan yakinkan bahwa 90% persalinan spontan terjadi tanpa komplikasi.
7. Bila pilihan manajemen aktif: induksi persalinan menggunakan
oksitosin atau misoprostol. Seksio sesarea dipilih jika bayi letak
lintang.

8. Memberikan kesempatan pada keluarga untuk melihat dan melakukan


ritual keagamaan pada janin yang meninggal.(Luqyana & Prabowo,
2017)

b. Anemia

2.4 Komplikasi Kehamilan Trimester 3 ( 29 - 42 Minggu )


a. Perdarahan antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah minggu ke 28
masa kehamilan. Antepartum hemorargi disebabkan oleh beberapa seperti
kelainan plasenta (plasenta previa, solusio plasenta, ruptura sinus marginalis)
dan non plasenter atau bukan dari plasenta termasuk tidak berbahaya seperti
kelainan servik dan vagina, trauma.28 Perdarahan Antepartum plasenter
terdiri dari :
 Plasenta previa
Plasenta previa merupakan penyebab utama perdarahan
antepartum. Perdarahan akibat plasenta previa terjadi secara progresif
dan berulang karena proses pembentukan segmen bawah rahim.
Sampai saat ini belum terdapat definisi yang tetap mengenai
keparahan derajat perdarahan antepartum. Seringkali jumlah darah
yang keluar dari jalan lahir tidak sebanding dengan jumlah.
Perdarahan pervaginam pada akhir kehamilan dengan gejala khas
merah, banyak dan kadangkadang tidak disertai dengan rasa nyeri.
Perdarahan semacam ini berarti plasenta previa. Plasenta previa
adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal
yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir.
 Solusio plasenta
Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi
normalsebelum waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28
minggu. Solusio plasenta (abruptio plasenta) adalah lepasnya sebagian
atau seluruh plasenta dimana pada keadaan normal implantasinya di
atas 22 minggu dan sebelum lahirnya anak Beberapa gejala dari
solusio plasenta perlu diwaspadai karena beratnya anemiadan syok
sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar. Gejala
lainnya seperti perdarahan yang disertai nyeri, rahim keras seperti
papan dan terasa nyeri saat dipegang , palpasi sulit dilakukan karena
rahim keras, fundus uteri makin lama makin naik, sering terjadi
proteinuria karena disertai preeklamsia, dan pasien kelihatan pucat,
gelisah dan kesakitan.
 Rupture sinus margalis
Sinus marginalis adalah lakuna vena yang tidak berlanjut,
relatif bebas dari villi, dekat tepi plasenta, terbentuk karena
penggabungan bagian pinggir ruang inter villi dengan lakuna
subchorial. Sinus marginalis ini dapat mengalami ruptur, hal ini
biasanya disebut dengan Ruptur Sinus Marginalis. Ruptur sinus
marginalis adalah terlepasnya sebagian kecil plasenta dari tempat
implantasinya di dalam uterus sebelum bayi dilahirkan. Berdasarkan
tanda dan gejalanya Ruptur Sinus Marginalis ini merupakan salah satu
klasifikasi dari solusio plasenta yaitu solusio plasenta ringan. Solusio
plasenta ringan atau rupture sinus marginalis adalah terlepasnya
plasenta kurang dari ¼ luasnya, tidak memberikan gejala klinik dan
ditemukan setelah persalinan, keadaan umum ibu dan janin tidak
mengalami gangguan dan persalianan berjalan lancar pervaginam.
Pecahnya sinus marginalis merupakan perdarahan yang sebagian besar
baru diketahui setelah persalinan.Pada waktu persalinan, perdarahan
terjadi tanpa sakit dan menjelang pembukaan lengkap perlu dipikirkan
kemungkinan perdarahan karena sinus marginalis yang pecah.Karena
pembukaan mendekati lengkap, maka bahaya untuk ibu maupun
janinnya tidak terlalu besar.

b. preeklamsi dan eklamsi


Kadang-kadang dengan sakit kepala yang hebat tersebut, ibu mungkin
mengalami penglihatan yang kabur. Sakit kepala yang hebat dalam kehamilan
harus diwaspadai adalah gejala dari pre-eklampsia.31 Perubahan penglihatan
atau pandangan kabur, dapat menjadi tanda pre-eklampsia. Masalah visual
yang mengidentifikasikan keadaan yang mengancam jiwa adalah perubahan
visual yang mendadak, misalnya penglihatan kabur atau berbayang, melihat
bintikbintik (spot), berkunang - kunang. Selain itu adanya skotama, diplopia
dan ambiliopia merupakan tanda-tanda yang menujukkan adanya
preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia. Hal ini disebabkan
adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks cerebri
atau didalam retina (oedema retina dan spasme pembuluh darah).31 Bengkak
dapat menunjukkan adanya masalah serius jika muncul pada permukaan
muka dan tangan, tidak hilang setelah beristirahat, dan diikuti dengan keluhan
fisik yang lain. Hal ini bisa merupakan pertanda pre-eklampsia. Tanda khas
preeklamsia adalah tekanan darah yang tinggi, ditemukannya protein dalam
urin dan pembengkakan jaringan (edema) selama trimester kedua kehamilan.
Pada beberapa kasus, keadaan tetap ringan sepanjang kehamilan, akan tetapi
pada kasus yang lain, dengan meningkatnya tekanan darah dan jumlah protein
urin, keadaan dapat menjadi berat. Terjadi nyeri kepala, muntah, gangguan
penglihatan, dan kemudian anuria. Pada stadium akhir dan paling berat terjadi
eklamsia, pasien akan mengalami kejang. Jika preeklamsia / eklamsia tidak
ditangani secara cepat, akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian
maternal karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau
perdarahan otak.
c. IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and
Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam
rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil
akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.10Dapat
dicurigai adanya tanda – tanda adanya IUFD bila bayi tidak bergerak paling
sedikit 3 kali dalam 1 jam jika ibu berbaring atauberistirahat dan jika ibu
makan dan minum dengan baik.
d. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda -
tanda persalinan mulai dan setelah ditunggu satu jam belum terjadi inpartu.
Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37
minggu sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak.31KPD
didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai
awitan persalinan yaitu interval periode laten yang dapat terjadi kapan saja
dari 1-12 jam atau lebih. Insiden KPD banyak terjadi pada wanita dengan
serviks inkopenten, polihidramnion, malpresentasi janin, kehamilan kembar,
atau infeksi vagina.32Dari beberapa definisi KPD di atas maka dapat
disimpulkan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-
tanda persalinan.

e. Anemia pada TM III


Anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tak jarang keduanya saling berinteraksi. Anemia pada
Trimester III dapat menyebabkan perdarahan pada waktu persalinan dan nifas,
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah yaitu kurang dari 2500gram).

2.5 Cara Mencegah Komplikasi Pada Kehamilan


Ibu hamil perlu tahu dan mewaspadai gejala komplikasi kehamilan, cara mencegah
dan menanggulanginya. Ibu hamil juga harus benar – benar memperhatikan asupan dan
nutrisinya. Tidak hanya karena harus memberi makan janin yang dikandungnya, ibu
hamil juga bias mencegah komplikasi kehamilan dengan menjaga asupan nutrisi yang
seimbang. Berikut ini adalah beberapa cara yang digunakan untuk mencegah komplikasi
kehamilan :
a. Kunjungi dokter atau bidan
Kunjungi dokter atau bidan secara teratur. Rutin check up akan mendeteksi masalah
dan membuat ibu dan bayi sehat.
b. Hindari rokok
Jangan merokok dan hindari paparan perokok pasif. Merokok dapat menyebabkan
masalah dengan plasenta dan telah dikaitkan dengan menderita sindrom kematian bayi
mendadak.
c. Hindari bahan kimia
Hindari minuman beralkohom selama kehamilan, minum sapat menyebabkan masalah
perkembangan dan perilaku untuk bayi.
d. Hindari alcohol
Hindari minuman beralkohol selama kehamilan, minum dapat menyebabkan masalah
perkembangan dan perilaku untuk bayi.
e. Cuci tangan
Cuci tangan untuk mencegah penyebaran kuman.

Usaha untuk pencegahan penyakit kehamilan dan persalinan tergantung pada berbagai
faktor dan tidak semata-mata tergantung dari sudut medis atau kesehatan saja. Faktor
sosial ekonomi juga sangat berpengaruh. Karena pada umumnya seorang dengan keadaan
sosial ekonomi juga sangat berpengaruh. Karena pada umumnya seorang dengan keadaan
sosial ekonomi rendah seperti diuraikan di atas, tidak terlepas dari kemiskinan, dan
ketidaktahuan sehingga mempunyai kecenderungan untuk menikah pada usia muda dan
tidak berpartisipasi dalam keluarga berencana.
Di samping itu keadaan sosial ekonomi yang rendah juga akan mengakibatkan gizi ibu
dan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan yang jelek. Transportasi yang baik disertai
dengan ketersediaan nya pusat-pusat pelayanan yang bermutu akan dapat melayani ibu
hamil untuk mendapatkan asuhan antenatal yang baik, cakupannya luas, dan jumlah
pemeriksaan yang cukup.
Di negara maju setiap wanita hamil memeriksakan diri sekitar 15 kali selama
kehamilannya. Sedangkan di Indonesia pada kehamilan resiko rendah dianggap cukup
bila memeriksakan diri 4-5 kali. Jadi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa usaha
yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyulit pada kehamilan dan persalinan adalah :
1. Asuhan antenatal yang baik dan bermutu bagi setiap wanita hamil .
2. Peningkatan pelayanan, jaringan pelayanan dan sistem rujukan kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan gawat darurat sampai ke line terdepat.
4. Peningkatan status wanita baik dalam pendidikan, gizi, masalah kesehatan wanita
dan reproduksi dan peningkatan status social ekonominya.
5. Menurunkan tingkat fertilitas yang tinggi melalui program keluarga berencana.
BAB III

PENUTUP

1.
2.
3.
3.1. Kesimpulan

3.2. Saran
Kami menyadari di dalam pembuatan makalah masih terdapat banyak kekurangan,
untuk itu diharapkan saran yang bernilai positif dan membangun untuk perbaikan
makalah yang akan di buat oleh kami pada makalah berikutnya. Kami juga mengharapkan
bahwa makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi setiap pembaca dan dapat menjadi
salah satu sarana penambahan pengetahuan untuk setiap pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Luqyana, S. D., & Prabowo, A. Y. ( 2017 ). Intrauterine Fetal Death : Maternal Age as One of
The Risk Factors. Medula, 7, 25–29.

Mariyona, K. ( 2019 ). Komplikasi Dan Faktor Resiko Kehamilan Di Puskemas. Jurnal


Menara Medika, 1(2), 109–116.

Magdalena, Tri. ( 2020 ). Komplikasi Kehamilan Dan Penatalaksanaannya. Jakarta : Get


Press.

Bahay, Miftahul rahma. (2020). Komplikasi Kehamilan. Palu : Poltekkes Kemenkes Palu

Indryani. ( 2022 ). Komplikasi Kehamilan Dan Penatalaksanaannya. Jakarta : Yayasan Kita


Menulis.

Anda mungkin juga menyukai