DOSEN PEMBIMBING
Nurma Afiani, S.Kep., Ners., M.Kep
DISUSUN OLEH
AURELIA NINGSI LERO ( 181014201614 )
ESTA FLORIDA DADI ADE ( 150714201401 )
DWI REZKIANA SARI ( 181014201622 )
HELLEN YULIANA LATUPERISA ( 181014201626 )
LITIGIA MENDONCA BERE DO REGO ( 181014201622 )
NABILA DWI WAHYUNI ( 181014201636 )
TACHRIMA SABHITA ( 181014201652 )
YOHANIS DODOK ( 181014201656 )
S1 KEPERAWATAN
STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG
2019
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan
inayahnya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah
ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medical Bedah yang di bina
oleh Nurma Afiani, S.Kep., Ners., M.Kep makalah ini berjudul “Penderita jantung koroner (PJK)
dengan gangguan kebutuhan oksigenasi” .
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat kita semua, terutama bagi kami.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk kritik dan saran selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terimakasih.
Apabila ada kekliruan kata atau kalimat, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. ETIOLOGI
Faktor utama penyebab jantung koroner yaitu hipertensi , kurang olahraga ,
dan factor usia . faktor pendukung lainnya meliputi penyempitan, penyumbatan, atau
kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah
tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai
dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah, kemampuan jantung memompa darah
dapat hilang . (Hermawatirisa, 2014).
E. PATOFISIOLOGI
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan
kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan
makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke
tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri
koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal. (Ariesty, 2011:hal 6).
Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun,
termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke
area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian
memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area
lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan
senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang
mengaktifkan siklus inflamasi, 3 pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area
cedera, sal darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial
yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah
putih, pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai
berimigrasi di antara sel-sel endotel keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit
yang matang menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin,
yang meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsan ploriferasi
sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. (Ariesty,
2011:hal 6).
Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima
karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan
teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut,
agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian
dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding
pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan
deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan
proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit.
Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak
dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan
kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel
miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan
energinya.
F. KOMPLIKASI
Menurut, (Karikaturijo, 2010: hal 11 ) Komplikasi PJK Adapun komplikasi PJK adalah:
1. Disfungsi ventricular
2. Aritmia pasca STEMI
3. Gangguan hemodinamik
4. Ekstrasistol ventrikel Sindroma Koroner Akut Elevasi ST Tanpa Elevasi ST Infark miokard
Angina tak stabil.
5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
G. ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN DENGAN PENYAKIT
JANTUNG KORONER INSTALASI GAWAT DARURAT RS TK. II
PELAMONIA MAKASSAR
A. Pengkajian
Nama : Ny. N
Umur : 68 tahun
Agama : Islam
Tidak ada
Pemeriksaan fisik
B. Diagnosa Keperawatan
C. Rencana Keperawatan
D. Implementasi Keperawatan
Salah satu tindakan untuk mencegah sesak pada pasien PJK adalah
terapi oksigen bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan tetap
adekuat dan dapat menurunkan kerja miokard akibat kerusakan suplai
oksigen2. Hasil penelitian Widiyanto & Yamin (2014) bahwa pemberian
oksigenasi terhadap perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan
oksimetri mampu mempengaruhi peningkatan suplai oksigen pada pasien
dengan gangguan jantung. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam
kepada pasien, hasil yang didapatkan yaitu respon kedua pasien sama
pasien bersedia untuk diajarkan tehnik relaksasi napas dalam dan mengikuti
tehnik yang diajarkan untuk mengatur pola napas dan mengurangi nyeri
dada, respon objektif; pasien memperagakan tehnik relaksasi napas dalam
sesuai yang diajarkan, pasien tampak tenang.
E. Evaluasi Keperawatan
Dari data diatas Ny.N dan Ny.F sudah tidak mengalami sesak dengan
respirasi 20 x/menit, hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh
Zakir (2017) bahwa pasien dengan keluhan sesak napas dapat teratasi
dengan pemberian terapi oksigen15. Menurut Retnosari (2016), Salah satu
tindakan untuk mencegah sesak pada pasien PJK adalah terapi oksigen
bertujuan untuk mempertahankan oksigenasi jaringan tetap adekuat dan
dapat menurunkan kerja miokard akibat kerusakan suplai oksigen2. Hasil
penelitian Widiyanto & Yamin (2014) bahwa pemberian oksigenasi terhadap
perubahan saturasi oksigen melalui pemeriksaan oksimetri mampu
mempengaruhi peningkatan suplai oksigen pada pasien dengan gangguan
jantung.
BAB III
CASE STUDY
Px Penyakit Jantung Koroner bd gangguan kebutuhan Oksigenasi.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada Pengkajian, pasien bernama Ny.N umur 68 tahun, Agama islam, dengan
alamat Jalan Sultan Alauddin, Masuk Diruang Instalasi Gawat Darurat RS Tk. II Pelamonia
Makassar Ny.N masuk dengan keluhan sesak nafas dan diagnosa dokter bahwa Ny.N
menderita penyakit Penyakit Jantung Koroner (PJK). Dalam pengkajian pemeriksaan fisik
didapatkan data bahwa keadaan umum pasien Lemah, pasien tampak sesak, pasien
tampak lemas, pasien tampak berkeringat dingin dan pucat tampak ada retraksi dinding
dada, didapat tekanan darah 140/90 mmHg, respirasi 28 x/ menit, Nadi 88 x/menit, suhu 36
oC.
Dari data pengkajian pasien kedua, ditemukan pasien bernama Ny.F umur 67 tahun,
Agama islam, dengan alamat jalan manuruki, Masuk Diruang Instalasi Gawat Darurat RS
Tk.II Pelamonia Makassar Ny.F masuk dengan keluhan sesak nafas dan diagnosa dokter
bahwa Ny.F menderita penyakit Penyakit Jantung Koroner (PJK) sesuai dengan hasil
pemeriksaan Elektro Kardio Gram (EKG). Dalam pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan
data bahwa keadaan umum pasien Lemah, tingkat kesadaran pasien composmentis, pasien
tampak sesak, tampak ada retraksi dinding dada, didapat tekanan darah 140/80 mmHg,
respirasi 28 x/ menit, Nadi 86 x / menit, suhu 37,2 oC.
Diagnosis Keperawatan dari kedua pasien tersebut sama yaitu Ketidakefektifan Pola
Nafas berhubungan dengan nyeri. Tujuan yang dibuat adalah setelah dilakukan asuhan
keperawatan pada pasien Ny.N diharapkan Ketidakefektifan pola nafas yang dirasakan
pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil menurut Noc:status pernapasan tidak terganggu
dalam jangka pendek dan jangka panjang (frekuensi pernapasan, Irama pernapasan,
kedalaman inspirasi, kapasitas vital, penggunaan otot bantu pernapasan).
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan adalah monitor kecepatan, irama,
kedalaman, dan kesulitan bernapas, catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot bantu napas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta,
monitor saturasi oksigen pasien, monitor tandatanda vital, atur posisi pasien untuk
mengoptimalkan pernapasan, pertahankan oksigen aliran rendah dengan kanula nasal,
ajarkan teknik relaksasi napas dalam kepada pasien, informasikan kepada keluarga dan
pasien bahwa tidak boleh merokok di dalam ruangan.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil evaluasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada kedua
pasien masalah pola napas tidak efektif belum teratasi sehingga intervensi
dilanjutkan di ruangan .
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA